BAHAN DISKUSI
Mata Kuliah Pengantar Ilmu Farmasi
Topik 1
Penemuan Obat Baru dan Desain Bentuk Sediaan Obat
Disusun Oleh: 1.
Friska Fortunella 1211012021
2.
Rani Zafira Arman 1211011006
3.
Rifka Uljannah 1211011007
4.
Yuliana Puspita Sari 1211011008
FAKULTAS FARMASI UNIVERTAS ANDALAS PADANG
2012
I.
TOPIK
Penemuan obat baru dan desain bentuk sediaan obat
II. SUB TOPIK
1.
Apa itu obat?
2.
Mengapa satu jenis obat yang sama menimbulkan reaksi yang berbeda terhadap setiap orang?
3.
Apa saja cara/strategi yang digunakan untuk menemukan obat baru?
4.
Apa manfaat dari adanya berbagai macam bentuk desain sediaan obat?
5.
Apa saja bentuk desain sediaan obat?
III. REFERENSI
1.
Radji, Maksum. 2005. Jurnal Pendekatan Farmakogenomik Dalam Pengembangan Obat Baru. Majalah ilmu kefarmasiaan, vol 11, no.1, april 2005, 1-11.
2.
Jurnal Bentuk Sediaan Obat
3.
http://mienceubyaan.blogspot.com/2012/06/obat-dan-bentuk-sediaan-obat.html
IV. RESUME (NARASI) A. PENGERTIAN OBAT
Obat merupakan suatu bahan yang dapat merupakan bahan alam ataupun sintesis, yang dapat digunakan untuk mempengaruhi sistem biologis pada tubuh manusia ataupun hewan, dengan tujuan untuk menyembuhkan, mengurangi/menghilangkan gejala, mencegah, menegakkan diagnosis, meningkatkan stamina maupun memperelok badan. Dalam hal ini obat didesain sebagai suatu sistem yang terintegrasi untuk mencapai tujuan terapi secara aman, efektif dan efisien. B. REAKSI OBAT
Keterlibatan gen dan protein di dalam perjalanan penyakit dan respon tubuh terhadap obat telah lama menjadi perhatian para praktisi baik dalam bidang kedokteran maupun dalam bidang farmasi. Farmakogenomik merupakan salah satu bidang ilmu yang diyakini dapat menjelaskan bahwa adanya perbedaan respon dari setiap individu terhadap obat yang diberikan sangat erat kaitannya dengan perbedaan genetik dari masing-masing individu tersebut. Selama ini diperkirakan bahwa perbedaan dalam kapasitas metabolisme obat
masing-masing individu disebabkan oleh perbedaan struktur gen tunggal ( monogenic), dan efek farmakokinetik dari obat. Namun demikian, secara keseluruhan efek farmakologik suatu pengobatan tidaklah bersifat monogenic, akan tetapi lebih merupakan efek gabungan dari beberapa gen yang menyandi protein atau enzimenzim yang bertanggung jawab terhadap jalur metabolisme obat, disposisi, dan responnya. Beberapa penyebab lain seperti patogenisitas, keparahan penyakit, interaksi obat, umur, status gisi, fungsi ginjal dan hati, juga menjadi faktor berbagai perbedaan dalam efek dan respon obat. Berbagai faktor tersebut diatas, seperti kelainan bawaan yang menyebabkan perbedaan dalam respon obat, dan perbedaan polimorfisme secara genetik dalam target obat (reseptor obat), telah diketahui dapat berpengaruh besar terhadap hasil pengobatan dan toksisitas obat (Evans,W.E. and Relling,M.V. 1999). C. STRATEGI PENEMUAN OBAT
Berbagai bidang ilmu berperan penting dalam pengembangan dan penemuan obat antara lain ilmu kimia, farmasetika, farmakologi, mikrobiologi, biokimia, dan teknologi farmasi. Disamping itu peranan biologi molekuler dalam pengembangan obat baru diyakini tidak saja mampu mempercepat penemuan obat, akan tetapi juga mampu menjelaskan proses-proses perkembangan penyakit pada tingkat molekuler dan genetik, sehingga dapat ditentukan cara yang dipilih untuk intervensi penyakit tersebut dengan obat yang akan dikembangkannya. Saat ini terdapat dua cara yang digunakan untuk penemuan bahan obat baru. 1.
Skrining secara acak. Cara ini biasanya lamban dan memerlukan proses yang panjang. Akan tetapi teknologinya saat ini telah berkembang, dan dilakukan secara otomatis menggunakan teknologi combinatorial chemistry dan high throughput screening (HTS).
2.
Dengan menggunakan perdekatan struktur molekul obat disesuaikan dengan struktur target. Struktur target merupakan suatu protein baik berupa reseptor atau enzim ataupun DNA yang dapat ditentukan dan dapat diidentifikasi menggunakan perangkat bioinformatik atau aktivitas farmakologiknya. Jika struktur dari target telah diketahui, maka akan dapat ditentukan molekul obat yang dapat secara tepat masuk ke dalam binding sites dari target, sehingga kita mampu melakukan simulasi untuk membuktikan adanya interaksi antara obat dengan targetnya. Suatu perangkat lunak untuk melakukan simulasi interaksi obat dengan targetnya ini telah banyak dikembangkan diantaranya adalah Tripos SYBYL program, MSI’s Ceriusdan Insight II molecular modeling software(Doughty,S. 2000).
Suatu target obat yang baik adalah target yang dapat atau mampu menyeleksi beberapa calon molekul obat yang secara aktif dapat berinteraksi dengan target sehingga dapat digunakan sebagai obat yang efektif. Beberapa langkah yang ditempuh untuk pengembangan obat adalah : 1.
Identifikasi target Target yang harus didentifikasi adalah suatu daerah tertentu didalam genom yang erat hubungannya dengan manifestasi dan predisposisi penyakit. Salah satu contoh target yang telah diidentifikasi adalah ditemukannya apolipoprotein E4 sebagai faktor penting dalam penyakit Alzheimer.
2.
Karakterisasi target Karakterisasi target adalah suatu cara untuk mengidentifikasi adanya varianvarian dari gen yang terpilih. Cara modern yang digunakan dalam pengembangan obat adalah dengan high throughput screening (HTS) dari sejumlah besar bahan kimia yang diproduksi menggunakan teknologi combinatorial chemistry. Dalam hal ini sangatlah penting jika kita mampu menemukan varian-varian gen yang mempengaruhi struktur asam amino dan fungsi protein yang diekspresi. Sebagai contoh adalah reseptor dipomin D5 manusia. Dalam beberapa penelitian terbukti bahwa substitusi dari asparagin dengan asam aspartat dapat meningkatkan afinitas reseptor terhadap dopamin. Belakangan ini teknik DNA microarrays juga digunakan untuk mempelajari informasi bagaimana beberapa gen diregulasi secara abnormal pada suatu penyakit tertentu. Misalnya microarry yang menggunakan sekitar 100 gen yang berperan dalam proses inflamasi digunakan untuk menguji jaringan rematoid. Hasil analisis menunjukkan bahwa gen yang menyandi interleukin 6 dan beberapa matrix metallo proteinases memegang peranan penting dalam inflamasi rematoid. Dalam berbagai percobaan teknik microarrays ini akan terus memberikan kontribusi yang penting dalam pemahaman kita terdapat respon tubuh pada pengobatan (Lennon,G.L. 2000).
3.
Validasi target Tahapan ini adalah untuk menentukan atau pemilihan obat atau golongan obat yang akan digunakan untuk pengobatan jenis penyakit tert entu.
4.
Sifat farmakogenetik dari molekul Enzim spesifik atau reseptor yang berhubungan dengan metabolisme obat dapat dijadikan target. Fungsi dan peranan dari gen target dan kerentanan varian gen dalam mekanisme seluler yang tepat adalah hal yang sangat penting (Roses,A.D. 2000). Dalam perancangan sebuah obat, industri farmasi dihadapkan kepada sejumlah besar
sel target obat. Genom manusia diperkirakan mengandung 35.000 jenis gen (Lander, E.S. et al. 2001; Lawrence, R.2001), dan diperkirakan terdapat kira-kira 3 juta single nucleotide polymorphisms (SNPs) di dalam genom manusia yang erat kaitannya dengan kondisi penyakit atau berpengaruh pada profil farmakokinetik dari penggunaan obat, memberikan pengaruh yang amat besar terhadap keberagaman sel target obat. Penelitian tentang target melekuler ini akan berkembang dengan pesat dan diperkirakan akan meningkat dari sekitar 1000 target obat molekuler dewasa ini, menjadi sekitar 10.000 target (Dean,P.M. 2001). Struktur tiga demensi dari enzim protease pada Human Immunodeficiency virus (HIV), yang merupakan enzim penting dalam replikasi virus HIV, memberikan gambaran yang lebih jelas bagi para peneliti untuk mengetahui konfigurasi molekuler dari protein virus HIV. Para peneliti menggunakan hal ini untuk medesain suatu obat yang dapat menginaktifkan enzim protease tersebut (Servior,R.F. 2000). Pendekatan seperti itulah yang saat ini lebih dikembangkan dalam penemuan obat baru ketimbang melakukan penelitian yang kurang terarah (trial and error ).
D. DESAIN BENTUK SEDIAAN OBAT DAN FUNGSINYA
Berdasarkan wujudnya, BSO dibedakan sebagai BSO solid, BSO liquid dan BSO semisolid. Desain BSO memegang peranan penting terutama agar BSO dapat mendukung timbulnya efek farmakologis suatu zat aktif secara repsodusibel dan agar BSO dapat diproduksi dalam industri skala besar. Beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan dalam desain suatu BSO antara lain: 1.
Tujuan terapi dan kondisi anatomi fisiologi pasien.
2.
Sifat fisikokimia zat aktif.
3.
Pertimbangan biofarmasetis terkait kapasitas absorpsi untuk beberapa jenis zat aktif dalam berbagai jenis jalur pemberian obat.
4.
Desain kemasan sebagai alat yang mewadahi, memberikan proteksi, menjaga stabilitas produk, memberikan informasi, dan mendukung kenyamanan penggunaan obat sehingga meningkatkan kepatuhan pasien. BSO merupakan bagian dari suatu sistem penghantaran obat. Sistem penghantaran
obat merupakan suatu sistem atau cara untuk membawa, menghantarkan dan melepaskan obat pada tempat aksi / tempat pelepasan dengan aman, efektif dan efisien.
Pengertian “aman” dalam hal ini dimaksudkan bahwa efek obat yang tidak diinginkan (adverse effect) dapat diminimalkan, dan juga bahwa zat aktif dilindungi dalam perjalanannya menuju lokasi aksi/pelepasan. Pengertian “efektif” dalam hal ini terkait dengan khasiat (efficacy) dari obat tersebut, sedangkan “efisien” terkait dengan perhitungan dosis, frekuensi penggunaan obat dan lama waktu terapi yang tepat, yang dapat memberikan imbas pada jumlah beaya terapi yang ditimbulkan. E. MACAM-MACAM BENTUK SEDIAAN OBAT
1.
Bentuk Sediaan Solid Bentuk sediaan solid merupakan BSO yang memiliki wujud padat, kering, mengandung satu atau lebih zat aktif yang tercampur homogen. Bentuk sediaan solid memiliki suatu keunggulan jika dibandingkan dengan bentuk sediaan liquid, yaitu bahwa dengan keringnya bentuk sediaan tersebut, maka bentuk sediaan tersebut lebih menjamin stabilitas kimia zat aktif di dalamnya, sedangkan kelemahan dari bentuk sediaan ini adalah: pada penggunaan oral (telan), pemberian bentuk sediaan ini pada beberapa pasien terasa cukup menyulitkan, perlu disertai dengan cairan untuk dapat ditelan dengan baik. Jika dibandingkan dengan bentuk sediaan semisolid, dalam pemakaian topical, maka bentuk sediaan solid ini memiliki keunggulan bahwa pemberiannya cukup ditaburkan pada kulit dengan area permukaan yang luas, sedangkan kelemahannya adalah bahwa serbuk lebih cepat hilang dari permukaan kulit/waktu tinggal pada permukaan kulit tidak lama. Banyak ragam bentuk sediaan solid dalam dunia kefarmasian, antara lain: serbuk, tablet, kapsul, pil, suppositoria. a. Serbuk Serbuk, dalam dunia kefarmasian, ada yang berfungsi langsung sebagai bentuk sediaan, ada yang berfungsi sebagai bahan penolong bagi bentuk sediaan yang lain. Yang berfungsi langsung sebaga bentuk sediaan, lebih dikenal dengan istilah sediaan serbuk. Untuk keperluan menunjang pembuatan bentuk sediaan yang lain, serbuk dikategorikan menjadi beberapa tingkat sesuai dengan ukuran serbuknya mulai 10 mm – 1 micron.
b.
Tablet Tablet merupakan sediaan padat yang kompak, mengandung satu atau lebih zat aktif, mempunyai bentuk tertentu, biasanya pipih bundar, yang dibuat melalui proses pengempaan atau pencetakan. Kaplet merupakan modifikasi bentuk dari tablet yaitu tablet yang berbentuk kapsular.
c.
Kapsul Yang menjadi ciri khas dari sediaan solid ini ini adalah adanya cangkang yang terbuat dari gelatin atau selulosa, yang digunakan untuk mewadahi sejumlah serbuk zat aktif atau cairan obat dan untuk menutupi rasa dan bau yang ditimbulkan oleh zat aktif.
d.
Pil Pil merupakan sediaan solid yang berbentuk bulat dengan berat sekitar 100500 mg, biasanya 300 mg, mengandung satu atau lebih zat aktif. Sediaan padat bulat dengan masaa < 100 mg dikenal dengan istilah granul, sedangkan yang lebih dari 500 mg dikenal dengan istilah boli (untuk hewan ternak). Sediaan pil masih digunakan dan dikembangkan dalam industri obat tradisional dalam hal ini jamu dan obat herbal terstandar, serta makanan suplemen. Zat aktif yang dibuat pil kebanyakan merupakan simplisia tanaman yang telah dihaluskan atau sudah berwujud ekstrak. Bahan lain yang digunakan dalam pembuatan pil ini adalah: bahan pengikat, bahan pengisi, bahan penghancur dan bahan penyalut.
e.
Suppositoria Suppositoria merupakan sediaan padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat yang larut ataupun terdispersi pada bahan pembawa, dimaksudkan untuk pemakaian luar (pada rongga tubuh), berbentuk torpedo (per anal), atau elips (per vaginal) atau batang (per urethral).
2.
Bentuk Sediaan Liquid Bentuk sediaan liquid merupakan sediaan dengan wujud cair, mengandung satu atau lebih zat aktif yang terlarut atau terdispersi stabil dalam medium, yang homogen pada saat diaplikasikan. Sediaan solid memiliki keunggulan terhadap bentuk sediaan solid dalam hal kemudahan pemberian obat terkait sifat kemudahan mengalir dari sediaan liquid ini. Selain itu, dosis yang diberikan relatif lebih akurat dan pengaturan dosis lebih mudah divariasi dengan penggunaan sendok takar. Namun, bentuk sediaan
ini tidak sesuai untuk zat aktif yang tidak stabil terhadap air. Dengan kemasan botol dan penggunaan sendok takar untuk sediaan oral, maka tingkat kepraktisan bentuk sediaan ini relatif lebih rendah jika dibanding bentuk sediaan solid. Untuk pemakaian topical, keunggulan bentuk sediaan liquid, jika dibanding bentuk
sediaan
solid
maupun
semisolid,
terletak
pada
daya
sebar
dan
bioadhesivitasnya, selama viskositasnya optimum. Namun terkait daya lekat dan ketahanan pada permukaan kulit, bentuk sediaan liquid relatif lebih rendah jika dibanding bentuk sediaan semisolid. Hal ini terutama berhubungan dengan tingkat viskositas dari kedua bentuk sediaan tersebut. a.
Larutan Mengandung satu atau lebih zat aktif (solute) yang terlarut dalam medium/ pelarut/solvent yang sesuai. Medium/pelarut/solvent yang universal adalah air. Namun demikian, ada berbagai jenis solvent lain yang digunakan, antara lain minyak dan etanol.
b.
Emulsi Emulsi dan suspensi tergolong dalam sistem dispersi, yang artinya bahwa bahan tidak larut dalam medium, namun hanya tersebar merata dalam medium. Emulsi merupakan sediaan liquid yang mengandung satu atau lebih zat aktif, yang berada dalam 2 atau 3 jenis cairan yang tidak saling menyatu, namun terdispersi homogen, yang distabilkan oleh suatu emulgator. Zat aktif dalam sediaan ini dapat berupa minyak, atau solid yang terlarut dalam salah satu fase dalam sistem dispersi ini. Sediaan ini didesain dalam untuk memfasilitasi penghantaran zat aktif yang berupa minyak, atau zat aktif yang larut minyak. Jika hanya diberikan dalam bentuk minyak saja, maka tingkat penerimaan pasien akan cenderung rendah.
c.
Suspensi Suspensi merupakan sediaan yang merupakan sistem dispersi dari partikel zat aktif solid yang memiliki kelarutan yang rendah pada medium. Suspensi didesain untuk mengakomodasi penghantaran zat aktif solid yang perlu dihantarkan dengan sediaan liquid, yang memiliki kelarutan yang rendah terhadap medium. Suspensi dapat digunakan secara oral, topical, maupun parenteral. Namun hal yang perlu diperhatikan terutama dengan penggunaan parenteral adalah kadar solid, ukuran partikel solid (micro or nano sized) dan bentuk partikel solid (spheris), selain sterilitas dan kondisi pyrogen-free. Demikian juga dengan
penggunaan topical yang ditujukan pada mata (ophthalmic suspension), perlu juga melihat ukuran dan bentuk partikel, sealing sterilitas. Dalam ophthalmic suspension, kondisi pyrogen free tidak dipersyaratkan, mengingat pemberian dilakukan secara topical.
3.
Bentuk Sediaan Semisolid Bentuk sediaan semisolid memiliki konsistensi dan wujud antara solid dan liquid, dapat mengandung zat aktif yang larut atau terdispersi dalam pembawa (basis). Bentuk sediaan semisolid biasanya digunakan secara topical, yaitu diaplikasikan pada permukaan kulit atau sleput mukosa. Bentuk sediaan semisolid jika dibandingkan dengan bentuk sediaan solid dan liquid, dalam pemakaian topical, memiliki keunggulan dalam hal adhesivitas sediaan sehingga memberikan waktu tinggal yang relatif lebih lama. Selain itu fungsi perlindungan terhadap kulit lebih nampak pada penggunaan sediaan semisolid. Namun, sediaan semisolid tidak umum diaplikasikan dalam area permukaan kulit yang luas, sebagaimana halnya sediaan solid maupun liquid. Kemudahan pengeluaran dari kemasan primer juga menjadi pertimbangan yang harus diantisipasi dalam desain sediaan semisolid, terutama semisolid steril (contoh: salep mata), terkait dengan viskositas yang dimiliki oleh sediaan tersebut. a.
Salep Salep merupakan sediaan semi solid yang mengandung satu atau lebih zat aktif yang larut atau terdispersi dalam basis salep yang sesuai
b.
Cream Cream merupakan sediaan semisolid yang menggunakan basis emulsi, dapat mengandung zat aktif (obat) atau tidak mengandung zat aktif (kosmetika). Cream menjadi alternatif pillihan sediaan semisolid karena jika dibandingkan dengan salep (unguenta) yang bukan berbasis emulsi, cream lebih menunjukkan keunggulan yaitu pada aspek kelembutan, kelunakan, dan bahwa cream relatif tidak meninggalkan kesan berminyak (greasy) jika dibanding salep dengan basis bukan basis emulsi. Dalam segi absorpsi, cream juga lebih baik jika dibanding salep, karena mengandung air yang dapat membantu proses hidrasi pada kulit, sehingga kulit akan terlembabkan dan obat dapat terpenetrasi dengan baik.
c.
Gel Gel
merupakan
sediaan
semisolid
yang
mengandung
cairan
yang
terperangkap dalam suatu matriks 3 dimensi yang terbentuk dari gelling agent yang mengembang. d.
Pasta Pasta merupakan sediaan semisolid yang mengandung banyak partikel solid yang terdispersi dalam basis. Pasta dapat digunakan sebagai agen pembersih gigi (pasta gigi, yang mengandung bahan abrasif) ataupun sebagai bahan intermediet pembuatan salep, sebelum dicampurkan dengan basis yang lain (contoh: pembuatan pasta ZnO dengan minyak mineral pada peracikan Zinc Oxide ointment, sesaat sebelum disatukan dengan white ointment dengan metode levigasi).
OBAT
Bentuk Sediaan Obat
Penemuan Obat Baru Strategi Penemuan Obat
Skrining secara Acak
Pendek atan Struktur Molekul Obat
Langkah Penemuan Obat Baru Identifikas i Target
Liquid Emulsi
Karakterisasi Target
Gel Larutan
Sifat Farmakoki netik molekul
Salep
Serbuk
Tablet
Cream Kapsul
Suspensi Validasi Target
Solid
Semisolid
Pasta
Pil Suppositoria
VI. KESIMPULAN
Dari makalah ini, bisa diambil kesimpulan: 1.
Dapat mengetahui pengertian obat
2.
Dapat mengetahui faktor penyebab satu jenis obat yang sama menimbulkan reaksi yang berbeda terhadap setiap orang
3.
Dapat mengetahui bagaimana cara kerja obat
4.
Mengetahui cara/strategi yang digunakan untuk menemukan obat baru
5.
Dapat mengetahui fungsi dari adanya bentuk-bentuk desain sediaan obat
6.
Dapat mengetahui bentuk-bentuk desain sediaan obat