MAKALAH ILMU PENGETAHUAN SUMBER PENGETAHUAN DAN TEORI KEBENARAN (FILSAFAT)
DISUSUN OLEH
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Agung Samsu Alam Atiek Mimilia Dewi Galuh Candra Dewi Gladi Iman Nanda Leni Purtiyaningsih Sri Wahyuni Ernawati
E420163267 E420163270 E420163286 E420163287 E420163295 E420163272
PRODI S1 KEPERAWATAN BLORA SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH KUDUS 2016/2017
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya untuk masyarakat.
Makalah ilmiah ini telah kami susun guna memenuh itugas perkuliahan dengan mata kuliah agama islam kemuhamadiyahan dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami darikelompok 6 menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi
dalam
pembuatan
makalah
ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami
dapat
memperbaiki
makalah
ilmiah
ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya untuk masyarakan ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
Blora, 28 Oktober 2016
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Salah satu ciri khas manusia adalah sifatnya yang selalu ingin tahu tentang sesuatu hal. Rasa ingin tahu ini tidak terbatas yang ada pada dirinya, juga ingin tahu tentang lingkungan sekitar, bahkan sekarang ini rasa ingin tahu berkembang ke arah dunia luar. Rasa ingin tahu ini tidak dibatasi oleh peradaban. Semua umat manusia di dunia ini punya rasa ingin tahu walaupun variasinya berbeda-beda. Orang yang tinggal di tempat peradaban yang masih terbelakang, punya rasa ingin yang berbeda dibandingkan dengan orang yang tinggal di tempat yang sudah maju. Rasa ingin tahu tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam sekitarnya dapat bersifat sederhana dan juga dapat bersifat kompleks. Rasa ingin tahu yang bersifat sederhana didasari dengan rasa ingin tahu tentang apa ( ontologi), sedangkan rasa ingin tahu yang bersifat kompleks meliputi bagaimana peristiwa tersebut dapat terjadi dan mengapa peristiwa itu terjadi (epistemologi ), serta untuk apa peristiwa tersebut dipelajari (aksiologi). Ke tiga landasan tadi yaitu ontologi, epistemologi dan aksiologi merupakan ciri spesifik dalam penyusunan pengetahuan. Ketiga landasan ini saling terkait satu sama lain dan tidak bisa dipisahkan antara satu dengan lainnya. Berbagai usaha orang untuk dapat mencapai atau memecahkan peristiwa yang terjadi di alam atau lingkungan sekitarnya. Bila usaha tersebut berhasil dicapai, maka diperoleh apa yang kita katakan sebagai ketahuan atau pengetahuan. Awalnya bangsa Yunani dan bangsa lain di dunia beranggapan bahwa semua kejadian di alam ini dipengaruhi oleh para Dewa. Karenanya para Dewa harus dihormati dan sekaligus ditakuti kemudian disembah. Adanya perkembangan jaman, maka dalam beberapa hal pola pikir tergantung pada Dewa berubah menjadi pola pikir berdasarkan rasio. Kejadian alam, seperti gerhana tidak lagi dianggap sebagai bulan dimakan Kala Rau, tetapi merupakan kejadian alam yang disebabkan oleh matahari, bulan dan bumi
berada pada garis yang sejajar. Sehingga bayang-bayang bulan menimpa sebagian permukaan bumi. Perubahan pola pikir dari mitosentris ke logosentris membawa implikasi yang sangat besar. Alam dengan segala-galanya, yang selama ini ditakuti kemudian didekati dan bahkan dieksploitasi. Perubahan yang mendasar adalah ditemukannya hukum-hukum alam dan teori-teori ilmiah yang menjelaskan perubahan yang terjadi, baik di jagat raya (makrokosmos) maupun alam manusia (mikrokosmos). Melalui pendekatan logosentris ini muncullah berbagai pengetahuan yang sangat berguna bagi umat manusia maupun alam. Pengetahuan tersebut merupakan hasil dari proses kehidupan manusia menjadi tahu. Pengetahuan adalah apa yang diketahui oleh manusia atau hasil pekerjaan manusia menjadi tahu. Pengetahuan itu merupakan milik atau isi pikiran manusia yang merupakan hasil dari proses usaha manusia untuk tahu. 2. Tujuan
Tujuan dibuatnya makalah ini guna memenuhi tugas dari dosen kami tentang “ filsafat imu sumber pengetahuan dan teori kebenaran” kebenaran ” dan memberi pelajaran yang bermanfaat bagi masyarakat atau mahasiswa tentang Filsafat Ilmu.
BAB II ILMU PENGETAHUAN, SUMBER PENGETAHUAN, DAN TEORI KEBENARAN
1. ILMU PENGETAHUAN
A. Pengertian ilmu Ilmu berasal dari bahasa arab: ‘alima, ya’lau ‘ilman dengan wazan fa’ala, yaf’ilu yang berarti mengerti, memahami benar-benar. Dalam bahasa inggris di sebu science dari bahasa latin scienta (pengeahuan) scire (mengetahui). Sinonim yang paling dekat dengan bahasa yunani adalah episeme. Jadi pengertian ilmu menuru kamus besar bahasa indonesia adalah pengetahuan suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu yang dapat di gunakan untuk menerangkan gejalagejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu. Adapun beberapa ciri utama menurut terminologi, antara lain adalah : 1) Ilmu adalah pengetahuan bersifat koheren, empiris sistematis, dapat di ukur dan dibuktikan. 2) Berbeda dengan pengetahuan, ilmu tidak pernah mengartikan kepingan pengetahuan satu putusan tersendiri, sebaliknya ilmu menandakan seluruh kesatuan ide yang mengacu ke objek yang sama dan saling berkaitan secara logis. 3) Ilmu tidak memerlukan kepastian lengkap berkenaan dengan masing-masing penalaran perorangan, sebab ilmu dapat memuat di dalamnya dirinya sendiri hipotesis-hipotesis dan teori-teori yang belum sepenuhnya dimantapkan. 4) Yang sering kali berkaitan dengan konsep ilmu adalah ide bahwa metode-metode yang berhasil dan hasil-hasil yang terbukti pada dasarnya harus terbuka kepada semua pencari ilmu. 5) Ilmu menuntut pengalaman dan berpikir metodis. 6) Kesatuan setiap ilmu bersumber di dalam kesatuan objeknya
Adapun beberapa ilmu menurut para ahli, diantaranya adalah : 1) Mohammad Hatta Ilmu adalah pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan hukum kausal dalam suatu golongan masalah yang sama tabiatnya, maupun menurut kedudukannya tampak dari luar, maupun menurut hubungannya dari dalam 2) Ralp Ross dan Ernest Van Den Haag Ilmu adalah yang empiris, rasional, umum dan sistematik, dan keempatnya serentak 3) Karl Pearson Ilmu adalah lukisan atau keterangan yang komprehensif dan konsisten tentang fakta pengalaman dengan istilah sederhana 4) Ashely Montagu, Guru Besar Antropolo di Rutgers University Ilmu adalah pengetahuan yang disususn dalam satu system yang berasal dari pengamatan, studi dan percobaan untuk menetukan hakikat prinsip tentang hal yang sedang dikaji 5) Harsojo, Guru Besar antropolog di Universitas Pajajaran Ilmu adalah Merupakan akumulasi pengetahuan yang disistematisasikan Suatu pendekatan atau mmetode pendekatan terhadap seluruh dunia empirisyaitu dunia yang terikat oleh factor ruang dan waktu yang pada prinsipnya dapat diamati panca indera manusia. Suatu cara menganlisis yang mengizinkan kepada ahli-ahlinya ahli-ahlinya untuk menyatakan suatu proposisi dalam bentuk: “jika,….maka…” 6) Afanasyef, seorang pemikir Marxist bangsa Rusia Ilmu adalah pengetahuan manusia tentang alam, masyarakat, dan pikiran. Ia mencerminkan alam dan konsep-konsep, kategori dan hukum-hukum, yang ketetapnnya dan kebenarannya diuji dengan pengalaman praktis. B. Definisi dan jenis pengetahuan Secara etimologi pengetahuan berasal dari kata dalam bahasa inggris yaitu knowledge. Dalam encyclopedia of phisolopy dijelaskan bahwa definisi pengeahuan adalah kepercayaan yang benar (knowledge is justified true belief) Sedangkan secara terminologi menurut Drs. Sidi Gazalba, pengetahuan adalahapa yang diketahui atau hasil pekerjaan tahu. Perjaan tahu tersebut adalah hasil dari kenal, sadar, insaf, mengerti, dan pandai. Pengetahuan itu adalah milik atau isi pikiran. Dengan demikian pengetahuan merupakan hasil proses dari usaha manusia untuk tahu.
Jenis pengetahuan Beranjak dari pengetahuan adalah kebenaran dan kebenaran adalah pengetahuan, maka di dalam kehidupan manusia dapa memiliki berbagai pengetahuan dan kebenaran. Burhanuddin salam mengemukakan bahwa pengetahuan yang dimiliki ada empat, yaitu: 1) Pengetahuan biasa Pengetahuan yang dalam istilah filsafat dengan istilah common sense, dan sering diartikan dengan good sense, karena seseorang memiliki sesuatu dimana ia menerima secara baik. 2) Pengetahuan ilmu Ilmu sebagai terjemahan dari sciense diartikan untuk menunjukan ilmu pengetahuan alam yang sifatnya kuantitatif dan objektif. 3) Pengetahuan filsafat Pengetahuan yang diperoleh dari pemikiran yang bersifat kontemplatif dan spekulatif. 4) Pengetahuan agama Pengetahuan yang hanya diperoleh dari tuhan lewat para utusanya. Pengetahuan agama bersifat mutlak dan wajib diyakini oleh para pemeluk agama. C. Perbedaan ilmu dan pengetahuan 1) Ada perbedaan prinsip antara ilmu dengan pengetahuan. Ilmu merupakan kumpulan dari berbagai pengetahuan, dan kumpulan pengetahuan dapat dikatakan ilmu setelah memenuhi syarat-syarat objek material dan objek formal 2) Ilmu bersifat sistematis, objektif dan diperoleh dengan metode tertentu seperti observasi, eksperimen, dan klasifikasi. Analisisnya bersifat objektif dengan menyampingkan unsur pribadi, mengedepankan pemikiran logika, netral (tidak dipengaruhi oleh kedirian atau subjektif). 3) Pengetahuan adalah keseluruhan pengetahuan yang belum tersusun, baik mengenai matafisik maupun fisik, pengetahuan merupakan informasi yang berupa common sense, tanpa memiliki metode, dan mekanisme tertentu. Pengetahuan berakar pada adat dan tradisi yang menjadi kebiasaan dan pengulangan-pengulangan. pengulangan-pengulang an. Dalam hal ini landasan pengetahuan kurang kuat cenderung kabur dan samar-samar. Pengetahuan tidak teruji karena kesimpulan ditarik berdasarkan asumsi yang tidak teruji lebih dahulu. Pencarian
pengetahuan lebih cendrung trial and error dan berdasarkan pengalaman belaka. 2. SUMBER PENGETAHUAN
Sebagaimana telah disebutkan bahwa sumber pengetahuan manusia terdiri dari rasio, pengalaman, intuisi, dan wahyu. Dengan keempat inilah manusia mencari apa yang disebut dengan kebenaran. A. Rasio Rasio biasa kita mengenalnya sebagai akal pikiran. Kata akal berasal dari kata Arab, yaitu al-‘aql al-‘aql ( ) yang dalam bentuk kata benda tidak terdapat dalam Al-Qur’an. Al-Qur’an. Al-Qur’an Al-Qur’an hanya menyebutnya dalam bentuk kata kerja seperti ‘aqaluh, ta’qilun, na’qil, ya’qiluha dan ya’qilun yang mengandung arti faham dan mengerti seperti terdapat pada ayat 46 surat al Hajj: Artinya: Apakah mereka tidak melakukan perjalanan dipermukaan bumi dan mereka mempunyai qalbu untuk memahami atau telinga untuk mendengar; sesungguhnya bukanlah mata yang buta, tetapi qalbu didalam dadalah yang buta. (QS. 22:46) Manusia yang menjadikan rasio atau akal sebagai sumber pengetahuan disebut dengan kaum rasionalis yang mengembangkan paham rasionalisme, yaitu paham yang menyatakan bahwa idea tentang kebenaran itu sudah ada dan pikiran manusia dapat mengetahui idea tersebut namun tidak menciptakannya dan tidak juga mempelajarinya lewat pengalaman (paham idealisme),. Dengan perkataan lain, idea tentang kebenaran, yang menjadi dasar pengetahuan, diperoleh lewat berpikir rasional, terlepas dari pengalaman manusia. Sistem pengetahuan dibangun secara koheren di atas landasan-landasan pernyataan yang sudah pasti[4]. Mereka menggunakan metode deduktif dalam menyusun pengetahuannya. Masalah utama yang timbul dari cara berpikir rasional adalah kriteria untuk mengetahui akan kebenaran dari suatu ide dimana menurut seseorang adalah jelas dan dapat dipercaya namun belum tentu bagi orang lain. Jadi masalah utama yang dihadapi kaum rasionalis adalah evaluasi dari kebenaran premis-premis yang dipakainya
dalam
penalaran
deduktif,
Karena
premis-premisnya
semuanya
bersumber pada penalaran rasional yang bersifat abstrak dan terbebas dari pengalaman maka evaluasi semacam ini tak dapat dilakukan. Oleh sebab itu maka lewat penalaran rasional akan didapatkan bermacam-macam pengetahuan mengenai satu obyek tertentu tanpa adanya suatu consensus yang dapat diterima oleh semua
pihak. Dalam hal ini maka pemikiran rasional cenderung untuk bersifat solipsistic dan subyektif. Para tokoh rasionalisme diantaranya adalah Plato dan Rene Descartes. Plato menyatakan bahwa manusia tidak mempelajari apapun; dia hanya “teringat apa yang telah dia ketahui”.Semua prinsip-prinsip prinsip-prinsip dasar dan bersifat umum telah ada dalam pikiran manusia. Pengalaman indera paling banyak hanya dapat merangsang ingatan dan membawa kesadaran terhadap pengetahuan yang selama itu sudah berada dalam pikiran. B. Pengalaman / empiris Kebalikan dari kaum rasionalis, maka kaum empiris berpendapat bahwa pengetahuan manusia bersumber pada pengalaman yang kongkret. Gejala-gejala alamiah merupakan sesuatu yang bersifat kongkret dan dapat dinyatakan lewat tangkapan pancaindera manusia. Melalui gejala-gejala atau kejadian-kejadian yang berulang-ulang dan menunjukkan pola yang teratur, t eratur, memungkinkan manusia untuk melakukan generalisasi. Dengan mempergunakan metode induktif maka dapat disusun pengetahuan yang berlaku secara umum lewat pengamatan terhadap gejalagejala fisik yang bersifat individual. Kaum empiris menganggap bahwa dunia fisik adalah nyata karena merupakan gejala yang dapat tertangkap oleh pancaindera, sedangka panca indera manusia sangat terbatas kemampuannya dan terlebih penting la gi bahwa pancaindera manusia bias melakukan kesalahan. Misalnya bagaimana mata kita melihat sebatang pensil yang dimasukkan ke dalam gelas bagian yang terendam air terlihat bengkok. C. Intuisi Intuisi merupakan pengetahuan yang didapatkan tanpa melalui proses penalaran tertentu. Seseorang yang sedang terpusat pikirannya pada sesuatu masalah tiba-tiba saja menemukan jawaban atas permasalahan tersebut. Tanpa melalui proses berpikir yang berliku-liku tiba-tiba saja dia sudah sampai situ. Jawaban permasalahan yang sedang dipikirkannya muncul dibenaknya bagaikan kebenaran yang membukakan pintu. Bagimana hal tersebut dapat terjadi pada diri manusia? Para filosof musli mencoba menjawab pertanyaan tersebut diantaranya Al Kindi (796-873 M), Ibnu miskawaih (941-1030 M), dan Ibnu Sina (980-1037 M) Akal dalam derajat yang terakhir inilah yang merupakan akal tertinggi dan terkuat dayanya yang dimiliki para filosof atau orang-orang tertentu. Akal ini
mampu terhubung dan dapat menangkap cahaya yang dipancarkan Tuhan ke alam materi melalui Akal yang sepuluh seperti tersebut dalam falsafat emanasi Al Farabi Demikianlalah menurut pendapat para filosof tentang akal mustafad / akal perolehan. Kaum sufi
mengenalnya dengan istilah
qalb, dzauq. Bergson
menyebutnya intuisi dan Kant menyebutnya dengan moral atau akal praktis. Pengetahuan yang demikian menurut Ahmad Tafsir disebut sebagai pengetahuan mistik ( mystical knowledge ) dengan paradigma mistik ( mystical paradigm),yang didapat melalui metode latihan (riyadhah).dan metode yakin ( percaya ) Keingintahuan manusia tentang sesuatu yang berada dibalik materi, tentang siapakah yang berada dibalik keteraturan materi, yang menciptakan hukumhukumnya bukanlah objek empiris dan bukan pula dapat dijangkau akal rasional dan objek ini dikenal dengan objek abstrak-supra-rasional atau meta — meta — rasional rasional yang dapat dikenali melalui rasa, bukan pancaindera dan atau akal rasional. D. Wahyu Wahyu berasal dari kata Arab al-wahy ( ) dan al-wahy adalah kata asli Arab dan bukan kata pinjaman dari bahasa asing. Kata itu berarti suara, api dan kecepatan. Disamping itu ia juga mengandung arti bisikan, isyarat, tulisan dan kitab. Al-Wahy selanjutnya mengandung pengertian pemberitahuan secara tersembunyi dan dengan cepat. Yang dimaksud dengan wahyu sebagai sumber pengetahuan adalah wahyu yang diturunkan kepada orang pilihan-Nya agar diteruskan kepada umat manusia agar dijadikan pegangan hidup berisi ajaran, petunjuk dan pedoman yang diperlukan bagi umat manusia di dunia dan akhirat. Dalam Islam wahyu yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW terkumpul terkumpul dalam Al-Qur’an. Al-Qur’an. Seperti tergambar dalam konsep wahyu tersebut di atas, pewahyuan mengandung pengertian adanya komunikasi antara Tuhan yang bersifat immateri dengan manusia yang bersifat materi. Menurut Ibnu Sina manusia yang telah memiliki akal musstafad dapat melakukan hubungan dengan Akal Kesepuluh yang dijelaskannya sebagai Jibril. Filosof memiliki akal perolehan yang lebih rendah dari para nabi sehingga filosof tidak bisa menjadi nabi. Menurut kaum sufi, komunikasi dengan Tuhan dapat dilakukan melalui daya rasa manusia yang berpusat dihati sanubari. Kalau filosof mendapatkan akal perolehan dengan mempertajam daya pikir atau akalnya, sedangkan kaum sufi dengan memusatkan perhatian pada hal-hal yang
bersifat murni abstrak, mereka mempertajam daya rasa atau kalbunya dengan menjauhi hidup kematerian dan memusatkan perhatian pada usaha pensucian jiwa. Dimanakah letak perbedaan antara penerimaan wahyu oleh Nabi Muhammad SAW dengan penerimaan ilham oleh sufi dan filosof. Pada sufi dan filosof terdapat terlebih
dahulu
dalam
diri
mereka
ide
dan
barulah
kemudian
ide
itu
diungkapkandalam kata-kata. Sebaliknya pada Nabi tidak ada ide sebelumnya. Nabi mendengar suara yang jelas tanpa ad aide yang mendahului ataupun bersamaan datangnya dengan kata yang diucapkan. Kita keta hui bahwasannya Nabi Muhammad SAW sendiri terperanjat pada awalnya ketika menerima atau menangkap kata-kata yang didengarnya dan beliau merasa dirinya dipaksa untuk mengucapkan kata-kata yang diwahyukan itu. Wahyu yang datang dari Tuhan, Yang Maha Kuasa dan Maha Mengetahui kepada para utusan / nabi, memiliki nilai kebenaran yang absolut. Semua ayat yang terdapat dalam Al Qur’an memang absolut benar dating dari Allah SWT. Yang diistilahkan dengan qath’i al wurud. Namun demikian tidak t idak semua ayat mengandung arti yang jelas (qath’i al dalalah) dan banyak diantaranya mengandung arti tidak jelas (zanniy al dalalah).yang menimbulkan interpretasi berbeda dikalangan umat. Wahyu dalam hal ini adalah Al Qur ’an ’an merupakan sumber pengetahuan bagi manusia, yang memberikan petunjuk tentang sesuatu yang berguna bagi kehidupan manusia. 3. TEORI KEBENARAN DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT ILMU
Dalammenguji suatu kebenaran diperlukan teori-teori ataupun metode-metode yang akanberfungsi sebagai penunjuk jalan bagi jalannya pengujian tersebut. Berikut inibeberapa teori tentang kebenaran dalam perspektif filsafat ilmu: A. Teori Korespondensi Teorikebenaran
korespondensi
adalah
teori
yang
berpandangan
bahwapernyataan-pernyataan adalah benar jika berkorespondensi (berhubungan) terhadapfakta yang ada. Kebenaran atau suatu keadaan dikatakan benar jika adakesesuaian antara arti yang dimaksud oleh suatu pendapat dengan fakta. Suatuproposisi (ungkapan atau keputusan) adalah benar apabila terdapat suatu faktayang sesuai dan menyatakan apa adanya. Teori ini sering diasosiasikan denganteori-teori empiris pengetahuan. Ujiankebenaran yang di dasarkan atas teori korespondensi paling diterima secara luasoleh kelompok realis. Menurut teori ini, kebenaran adalah kesetiaan
kepadarealita
obyektif
(fidelity
to
objective
reality).
Kebenaran
adalah
persesuaianantara pernyataan tentang fakta dan fakta itu sendiri, atau antara pertimbangan(judgement) dan situasi yang dijadikan pertimbangan itu, serta berusaha untukmelukiskannya, karena kebenaran mempunyai hubungan erat dengan pernyataan ataupemberitaan yang kita lakukan tentang sesuatu (Titus, 1987:237). 1987:237). Jadi,secara sederhana dapat disimpulkan bahwa berdasarkan teori korespondensi suatupernyataan adalah benar jika materi pengetahuan yang dikandung pernyataan itu berkorespondensi(berhubungan) dan sesuai dengan obyek yang dituju oleh pernyataan tersebut(Suriasumantri, 1990:57). Misalnya jika seorang mahasiswa mengatakan “matahariterbit dari timur” maka pernyataan pernyataan itu adalah benar sebab pernyataan tersebutbersifat faktual, atau sesuai dengan fakta yang ada bahwa matahari terbit daritimur dan tenggelam di ufuk barat. Menurutteori korespondensi, ada atau tidaknya keyakinan tidak mempunyai hubunganlangsung terhadap kebenaran atau kekeliruan. Jika sesuatu pertimbangan sesuaidengan fakta, maka pertimbangan ini benar, jika tidak, maka pertimbangan itusalah(Jujun, 1990:237). B. Teori Koherensi atau Konsistensi Teorikebenaran koherensi adalah teori kebenaran yang didasarkan kepada kriteriakoheren
atau
konsistensi.
Pernyataan-pernyataan
ini
mengikuti
atau
membawakepada pernyataan yang lain. Berdasarkan teori ini suatu pernyataan dianggapbenar
bila
pernyataan
itu
bersifat
koheren
atau
konsisten
denganpernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar (Jujun, 1990:55)., artinyapertimbangan adalah benar jika pertimbangan itu bersifat konsisten denganpertimbangan lain yang telah diterima kebenarannya, yaitu yang koheren menurutlogika. Suatukebenaran tidak hanya terbentuk karena adanya koherensi atau kensistensi antarapernyataan dan realitas saja, akan tetapi juga karena adanya pernyataan yangkonsisten
dengan
pernyataan
sebelumnya.
Dengan
kata
lain
suatu
proposisidilahirkan untuk menyikapi dan menanggapi proposisi sebelumnya secara konsistenserta adanya interkoneksi dan tidak adanya kontradiksi antara keduanya. Misalnya,bila kita menganggap bahwa “maksiat adalah perbuatan yang dilarang oleh Allah”adalah suatu pernyataan yang benar, maka pernyataan bahwa “mencuri adalahperbuatan maksiat, maksiat, maka mencuru dilarang oleh Allah” adalah benar pula, sebabpernyataan kedua adalah konsisten dengan pernyataan yang pertama.
Kelompokidealis, seperti Plato juga filosof-filosof modern seperti Hegel, Bradley danRoyce memperluas prinsip koherensi sehingga meliputi dunia; dengan begitu makatiap-tiap pertimbangan yang benar dantiap-tiap sistem kebenaran yang parsial bersifat terus menerus dengankeseluruhan realitas dan memperolah arti dari keseluruhan tersebut (Titus,1987:239) C. TeoriPragmatik Teoripragmatik dicetuskan oleh Charles S. Peirce (1839-1914) dalam sebuah makalahyang terbit pada tahun 1878 yangberjudul “How to Make Ideals Clear”. Teori inikemudian dikembangkan oleh beberapa ahli filsafat yang kebanyakan adalahberkebangsaan Amerika yang menyebabkan filsafat ini sering dikaitkan denganfilsafat Amerika. Ahli-ahli filasafat ini di antaranya adalah William James(1842-1910), John Dewey (1859-1952), George Hobart Mead (1863-1931) dan C.I.Lewis (Jujun, 1990:57) Teorikebenaran pragmatis adalah teori yang berpandangan bahwa arti dari ide dibatasioleh referensi pada konsekuensi ilmiah, personal atau sosial. Benar tidaknyasuatu dalil atau teori tergantung kepada peran fungsi dalil atau teori tersebutbagi manusia untuk kehidupannya dalam lingkup ruang dan waktu tertentu. Teoriini juga dikenal dengan teori problem solving, artinya teori yang dengan itudapat memecahkan segala aspek permasalahan. Kebenaransuatu
pernyataan
harus
bersifat
fungsional
dalam
kehidupan
praktis.Menurutteori ini proposisi dikatakan benar sepanjang proposisi itu berlaku ataumemuaskan. Apa yang diartikan dengan benar adalah yang berguna (useful) danyang diartikan salah adalah yang tidak berguna (useless). Bagi para pragmatis,batu ujian kebenaran adalah kegunaan (utility), dapat dikerjakan (workability)dan
akibat
atau
pengaruhnya
yang
memuaskan
(satisfactory
consequences). Teoriini tidak mengakui adanya kebenaran yang tetap atau mutlak. FrancisBacon
pernah
menyatakan
bahwa
ilmu
pengetahuan
harus
mencarikeuntungan-keuntungan untuk memperkuat kemampuan manusia di bumi. Ilmupengetahuan manusia hanya berarti jika nampak dalam kekuasaan manusia. Dengankata lain ilmu pengetahuan manusia adalah kekuasaan manusia. Hal ini membawajiwa bersifat eksploitatif terhadap alam karena tujuan ilmu adalah mencarimanfaat sebesar mungkin bagi manusia.
D. Teori Performatif Teoriini menyatakan bahwa kebenaran diputuskan atau dikemukakan oleh pemegangotoritas tertentu. Contohnya mengenai penetapan 1 Syawal. Sebagian muslim diIndonesia mengikuti fatwa atau keputusan MUI atau pemerintah, sedangkansebagian yang lain mengikuti fatwa ulama tertentu atau organisasi tertentu.Masyarakat menganggap hal yang benar adalah apa-apa yang diputuskan olehpemegang
otoritas
tertentu
walaupun
tak
jarang
keputusan
tersebut
bertentangandengan bukti-bukti empiris. Dalamfase hidupnya, manusia kadang kala harus mengikuti kebenaran performatif.Pemegang otoritas yang menjadi rujukan bisa pemerintah, pemimpin agama,pemimpin
adat,
pemimpin
masyarakat,
dan
sebagainya.
Kebenaran
performatif dapatmembawa kepada kehidupan sosial yang rukun, kehidupan beragama yang tertib,adat yang stabil dan sebagainya. Masyarakatyang mengikuti kebenaran performatif tidak terbiasa berpikir kritis danrasional.
Mereka
mengikutikebenaran
kurang
dari
inisiatif
pemegang
dan
otoritas.
inovatif, Pada
karena
beberapa
terbiasa
daerah
yang
masyarakatnya masihsangat patuh pada adat, kebenaran ini seakan-akan kebenaran mutlak. Merekatidak berani melanggar keputusan pemimpin adat dan tidak terbiasa menggunakanrasio untuk mencari kebenaran. E. Teori Konsensus Suatuteori dinyatakan benar jika teori itu berdasarkan pada paradigma atauperspektif tertentu dan ada komunitas ilmuwan yang mengakui atau mendukungparadigma tersebut. Masyarakat sains bisa mencapai konsensus yang kokoh
karenaadanya
paradigma.
Sebagai
komitmen
kelompok,
paradigma
merupakan nilai-nilaibersama yang bisa menjadi determinan penting dari perilaku kelompok meskipuntidak semua anggota kelompok menerapkannya dengan cara yang sama. Paradigmajuga menunjukkan keanekaragaman individual dalam penerapan nilainilai bersamayang bisa melayani fungsi-fungsi esensial ilmu pengetahuan. Paradigma berfungsisebagai keputusan yuridiktif yang diterima dalam hukum tak tertulis. Adanyaperdebatan antar paradigma bukan mengenai kemampuan relatif suatu paradigmadalam memecahkan masalah, tetapi paradigma mana yang pada masa mendatang dapatmenjadi pedoman riset untuk memecahkan berbagai masalah secara tuntas.
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN
1. KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa : a. Manusia dalam memperoleh pengetahuan dalam perkembangannya melalui sumbersumber pengetahuan, yaitu rasio, pengalaman, intuisi, dan wahyu. b. Terdapat paham-paham yang berkaitan dengan bagaimana manusia memperoleh pengetahuan atau kebenaran, seperti Rasionalisme, Empirisme dua paham yang saling bertentangan / bertolak belakang. Rasionalisme mengandalkan rasio dalam memperoleh pengetahuan yang benar, sedangkan empirisme menggunakan pengalaman. c. Dalam perkembangan selanjutnya muncul paham positivisme, yaitu paham yang mengajarkan bahwa kebenaran adalah yang logis, ada bukti empirisnya dan yang terukur. Secara lebih operasional ajaran positivisme tentang yang terukur oleh metode ilmiah dengan langkah logico-hypothetico-verificatif. d. Intuisi bersifat personal dan tidak bisa diramalkan yang karenanya tidak bisa diandalkan guna dijadikan dasar bagi penyusunan pengetahuan yang teratur. Pengetahuan intuitif dapat dipergunakan sebagai hipotesis bagi analisis selanjutnya dalam menentukan benar tidaknya pernyataan yang dikemukakannya. e. Wahyu sebagai sumber pengetahuan datang dari Allah SWT. melalui Jibril kepada para utusan / nabi. Kandungan pengetahuan yang terdapat didalamnya bersifat absolute. Wahyu sebagai pengetahuan yang datang bukan saja mengenai hal yang terjangkau
pengalaman,
namun
juga
mencakup
masalah
yang
bersifat
transcendental. f. Filosof muslim menjelaskan tentang pewahyuan tersebut dapat terjadi pada diri manusia, seperti yang dijelaskan oleh Ibnu Sina. g. Islam sebagai agama yang bersumberkan wahyu Allah SWT. yang terangkum dalam Kitab Suci Al-Qur’an Al-Qur’an memberikan pandangan pentingnya menuntut ilmu yang benar dan
memberikan
petunjuk
dan
mempergunakan potensi dirinya.
dorongan
untuk
memperolehnya
dengan
2. SARAN
Bagi siapa saja yang membaca makalah ini, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan makalah ini. Mudah-mudahan makalah ini bisa bermanfaat untuk kita semua dalam menjalankan segala aktifitas sebagai seorang mahasiswa.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT karena atas berkat Rahmat dan Karunianya sehingga makalah yang berjudul “ILMU PENGETAHUA N, PENGETAHUA N, SUMBER PENGETAHUAN DAN TEORI KEBENARAN ” ini dapat terwujud sesuai dengan yang direncanakan. Sesuai dengan judulnya makalah ini dimaksudkan untuk digunakan sebagai pegangan dalam memahami dan mengetahui matakuliah matakuliah Filsafat. Kami percaya bahwa makalah ini tidak mungkin terwujud tanpa bantuan dari pihak lain. Oleh karena itu pada kesempatan ini kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang sudah membantu membantu terwujudnya tugas makalah ini. Sesuai dengan pribahasa yang berbunyi “tak ada gading yang tak retak” maka kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya, oleh karena itu saran dan kritik dari manapun akan kami terima dengan senang hati. Akhir kata kami berharap semoga makalah ini bermanfaat baik bagi kami sendiri maupun pembacanya.
Blora,
26
2016Penyusun
November
DAFTAR PUSTAKA
Amsal, Bakhtiar. 1997. Fisafat 1997. Fisafat Agama. Agama. Jakarta : Logos. Amsal, Bakhtiar. 2005. Filsafat 2005. Filsafat Ilmu. Ilmu. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Burhanuddin, Salam. 1997. Logika Materil. Jakarta : Rineke Cipta. H. A. Mustafa. 1997. Filsafat 1997. Filsafat Islam. Islam. Bandung : Pustaka Setia. Jujun S. Suriasumantri. 1998. Filsafat :Sebuah Pengantar Populer . Jakarta : Pustaka Sinar Harapan. Louis, O Kattsoft. 1996. Pengantar 1996. Pengantar Filsafat . Yogyakarta : Tiara Wicana. Miska, Muhammad Amin. 1993. Epistemologi 1993. Epistemologi Islam. Islam. Jakarta : UI Press. Paul, Edwards. 1972. The Ensiclopedia of Philosophy. Philosophy . New York : Macmillan Publishing. Sidi, Gazalba. 1992. Sistematika Filsafat . Jakarta : Bulan Bintang. Wihadi, Admojo, et.al. 1998. Kamus 1998. Kamus bahasa Indonesia Indonesia.. Jakarta : Balai Pustaka.