BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
KEP merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia. KEP disebabkan karena defisiensi macro nutrient (zat gizi makro). Meskipun sekarang ini terjadi pergeseran masalah gizi dari defisiensi macro nutrient kepada defisiensi micro nutrient, namun beberapa daerah di Indonesia prevalensi KEP masih tinggi (> 30%) sehingga memerlukan penanganan intensif dalam upaya penurunan prevalensi KEP. Penyakit akibat KEP ini dikenal dengan Kwashiorkor, Marasmus, dan Marasmic Kwashiorkor. Kwashiorkor disebabkan karena kurang protein. Marasmus disebabkan karena kurang energi dan Manismic Kwashiorkor disebabkan karena kurang energi dan protein. KEP umumnya diderita oleh balita dengan gejala hepatomegali (hati membesar). Tanda-tanda anak yang mengalami Kwashiorkor adalah badan gemuk berisi cairan, depigmentasi kulit, rambut jagung dan muka bulan (moon face). Tanda-tanda anak yang mengalami Marasmus adalah badan kurus kering, rambut rontok rontok dan flek hitam pada kulit. Adapun yang menjadi penyebab langsung terjadinya KEP adalah konsumsi yang kurang dalam jangka waktu yang lama. Pada orang dewasa, KEP timbul pada anggota keluarga rumah tangga miskin oleh karena kelaparan akibat gagal panen atau hilangnya mata pencaharian. Bentuk berat dari KEP di beberapa daerah di Jawa pernah dikenal sebagai penyakit busung lapar atau HO (Honger (Honger Oedeem). Menurut perkiraan Reutlinger dan Hydn, saat ini terdapat ± 1 milyar penduduk dunia yang kekurangan energi sehingga tidak mampu melakukan aktivitas fisik dengan baik. Disamping itu masih ada ± 0,5 milyar orang kekurangan protein sehingga tidak dapat melakukan aktivitas minimal dan pada anak-anak tidak dapat menunjang terjadinya proses pertumbuhan badan secara normal. Di Indonesia masalah kekurangan pangan dan kelaparan merupakan salah satu masalah pokok yang dihadapi memasuki Repelita I dengan banyaknya kasus HO dan kematian di beberapa daerah. Oleh karena itu tepat bahwa sejak Repelita I pembangunan pertanian untuk mencukupi kebutuhan pangan penduduk
merupakan tulang punggung
pembangunan nasional kita. Bahkan sejak Repelita III pembangunan pertanian tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan produksi pangan dan meningkatkan pendapatan petani, tetapi secara eksplisit juga untuk meningkatkan keadaan gizi masyarakat.
1
1.2
Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari kekurangan energi protein ? 2. Faktor – faktor apa saja yang dapat mempengaruhi status gizi ? 3. Bagaimana riwayat alamiah penyakit kekurangan energi protein ? 4. Bagaimana diagnosis penyakit kekurangan energi protein ? 5. Bagaimana cara pencegahan dan penanganan penyakit kekurangan energi protein ? 1.3
Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari kekurangan energi protein 2. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi status gizi 3. Untuk mengetahui bagaimanan riwayat alamiah penyakit kekurangan energi protein 4. Untuk mengetahui diagnosis penyakit kekurangan energi protein 5. Untuk mengetahui bagaimana cara pencegahan dan penanganan penyakit kekurangan energi protein
2
BAB II PEMBAHASAN
2.1
Pengertian KEP
Kekurangan Energi Protein (KEP) adalah suatu penyakit yang ditandai dengan kelainan patologi yang diakibatkan oleh karena defisiensi protein saja atau defisiensi energi saja atau protein dan energi baik secara kuantitatif atau kualitatif yang biasanya sebagai akibat/berhubungan dengan penyakit infeksi. Kurang energi protein merupakan keadaan kuang gizi yang disebakan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi (Depkes 1999). KEP itu sendiri dapat digolongkan menjadi KEP tanpa gejala klinis dan KEP dengan gejala klinis. Secara garis besar tanda klinis berat dari KEP adalah Marasmus, Kwashiorkor, dan Marasmus-Kwashiorkor. 2.2
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi
Ada banyak faktor yang menyebabkan terjadinya KEP diantaranya Penyebab langsung adalah asupan gizi dan penyakit infeksi. Penyebab tidak langsung adalah ketahanan pangan tingkat keluarga, pola pengasuhan anak, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan. Timbulnya KEP tidak hanya karena makanan yang kurang tetapi juga karena penyakit. Anak yang mendapat makanan yang cukup baik tetapi sering menderita diare atau demam, akhirnya akan menderita kurang gizi. Demikian juga pada anak yang makanannya tidak cukup (jumlah dan mutunya) maka daya tahan tubuhnya dapat melemah. Dalam keadaan demikian akan mudah diserang infeksi yang dapat mengurangi nafsu makan, dan akhirnya dapat menderita kurang gizi/gizi buruk. Penyebab tidak langsung adalah ketahanan pangan tingkat keluar ga, pola pengasuhan anak, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan. Ketahanan pangan di keluarga (household food security) adalah kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam jumlah yang cukup baik jumlah maupun mutu gizinya. Pola pengasuhan adalah kemampuan keluarga dan masyarakat untuk menyediakan waktu, perhatian, dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh kembang dengan sebaik-baiknya secara fisik, mental dan sosial. Pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan, adalah tersedianya air bersih dan sarana pelayanan kesehatan dasar yang terjangkau oleh setiap keluarga yang membutuhkan. 3
Ketiga faktor ini saling berhubungan. Ketiga factor penyebab tidak langsung saling berkaitan dengan tingkat pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan keluarga. Makin tinggi pendidikan, pengetahuan dan keterampilan kemungkinan makin baik tingkat ketahanan pangan keluarga, makin baik pola pengasuhan anak, dan makin banyak keluarga memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada, demikian juga sebaliknya. Ketahanan pangan keluarga terkait dengan ketersediaan pangan (baik dari hasil produksi sendiri maupun dari pasar atau sumber lain), harga pangan dan daya beli keluarga, serta pengetahuan tentang gizi dan kesehatan. Pola pengasuhan anak berupa sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal kedekatannya dengan anak, memberikan makan, merawat, kebersihan, memberi kasih sayang dan sebagainya. Kesemuanya berhubungan dengan keadaan ibu dalam hal kesehatan (fisik dan mental), status gizi, pendidikan umum, pengetahuan dan keterampilan tentang pengasuhan anak yang baik, peran dalam keluar ga atau dimasyarakat, sifat pekerjaan sehari hari, adat kebiasaan keluarga dan masyarakat, dan sebagainya dari si ibu atau pengasuh anak. Pelayanan kesehatan, adalah akses atau keterjangkauan anak dan keluarga terhadap upaya pencegahan penyakit dan pemeliharaan kesehatan seperti imunisasi, pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, penimbangan anak, penyuluhan kesehatan dan gizi, serta sarana kesehatan yang baik seperti posyandu, puskesmas, praktek bidan atau dokter, rumah sakit, dan pesediaan air bersih. Tidak terjangkaunya pelayanan kesehatan (karena jauh dan atau tidak mampu membayar), kurangnya pendidikan dan pengetahuan merupakan kendala masyarakat dan keluarga memanfaatkan secara baik pelayanan kesehatan yang tersedia. Hal ini dapat berdampak juga pada status gizi anak. Berbagai faktor langsung dan tidak langsung penyebab gizi kurang, berkaitan dengan pokok masalah yang ada di masyarakat dan akar masalah yang bersifat nasional. Pokok masalah di masyarakat antara lain berupa ketidakberdayaan masyarakat dan keluarga mengatasi masalah kerawanan ketahanan pangan keluarga, ketidaktahuan pengasuhan anak yang baik, serta ketidakmampuan memanfaatkan pelayanan kesehatan yang tersedia.
4
2.3 Riwayat Alamiah Penyakit Kekurangan Energi Protein
Riwayat alamiah terjadinya masalah gizi (defisiensi gizi), dimulai dari tahap prepatogenesis yaitu proses interaksi antara penjamu (host = manusia), dengan penyebab (agent = zat-zat gizi) serta lingkungan (environment). Pada tahap ini terjadi keseimbangan antara ketiga komponen yaitu tubuh manusia, zat gizi dan lingkungan dimana manusia dan zat-zat gizi makanan berada. Pada masa prepatogenesis bibit penyakit belum memasuki penjamu, namun demikian telah ada interaksi antara penjamu, bibit penyakit dan lingkungan, jika penjamu tidak dalam keadaan baik, maka kondisi kesehatan menurun sehinga ada kemungkinan bibit penyakit masuk kedalam tubuh. Interaksi antara faktor-faktor keberadaan zat gizi (faktor penyebab), cadangan zat gizi dalam tubuh, penyakit infeksi, infestasi cacing, aktifitas (faktor penjamu), pantangan, cara pengolahan (faktor lingkungan) sangat penting dipertahankan dalam keadaan seimbang dan optimal. Bila keseimbangan ini tidak terjaga maka akan terjadi tahapan patogenesis yang membuat perubahan dalam tubuh, yakni terjadinya pemakaian cadangan zat gizi yang tersimpan dalam tubuh.
5
Bila hal ini berlangsung lama maka berangsur-angsur cadangan tubuh akan berkurang dan akhirnya akan habis. Maka untuk keperluan metabolisme dalam mempertahankan metabolisme kehidupan sehari-hari, mulailah terjadi mobilisasi zat-zat gizi yang berasal dari jaringan tubuh. Sebagai akibat hal tersebut, tubuh akan mengalami penyusutan jaringan tubuh, kelainan metabolisme oleh karena kekurangan zat-zat gizi, kelainan fungsional, dan akhirnya kerusakan organ tubuh dengan segala keluhan, gejala-gejala dan tanda-tanda yang timbul sesuai dengan jenis zat gizi yang menjadi pangkal penyebabnya, bila protein penyebabnya akan terjadi kwasiorkor, bila energi penyebabnya akan terjadi marasmus atau keduanya sebagai penyebab akan terjadi marasmus kwasiorkor. Dimulai dengan perubahan yang paling ringan sampai berat, dimulai hanya dengan kekurangan cadangan zat gizi (belum ada perubahan biokemik dan fisiologi), kelainan gizi potensial (sudah ada perubahan biokemik dan fisi ologi), kelainan gizi laten (gejala, dan tanda klinis masih terbatas dan belum khas) sampai terjadi kelainan gizi klinik (gejala, dan tanda klinis khas dan jelas). Selanjutnya bila tidak segera diatasi maka masa penyakit lanjut akan muncul yaitu penderita tidak dapat melakukan aktivitas, dan memerlukan perawatan. Dan yang terakhir adalah masa penyakit berakhir yaitu dapat sembuh sempurna atau sembuh dengan cacat, dapat juga Carrier, Kronis dan meninggal dunia. Berdasarkan proses terjadinya KEP dapat dibedakan menjadi :
KEP Primer
: bila terjadinya akibat tidak tersedianya zat gizi/bahan makanan.
KEP Sekunder : bila terjadinya karena adanya kelainan / menderita penyakit.
Adapun gejala klinis KEP ringan :
Pertumbuhan mengurang atau berhenti
BB berkurang, terhenti bahkan turun
Ukuran lingkar lengan menurun
Maturasi tulang terlambat
Rasio berat terhadap tinggi normal atau menurun
Tebal lipat kulit normal atau menurun
Aktivitas dan perhatian kurang
Kelainan kulit dan rambut jarang ditemukan
6
Gejala klinis KEP berat yakni sebagai berikut :
Marasmus
sangat kurus, tampak
Kwashiorkor
tulang terbungkus kulit
wajah seperti orang tua
cengeng dan rewel
kulit keriput
jaringan lemak
edema yang dapat terjadi
Gabungan dari marasmus
di seluruh tubuh,
dan kwashiorkor
wajah sembab
Marasmus-Kwashiorkor
dan
membulat
mata sayu
rambut tipis, kemerahan
sumkutan
seperti rambut jagung,
minimal/tidak ada
mudah dicabut dan
sering disertai diare
rontok
kronik dan penyakit
cengeng, rewel dan
kronik ,tekanan darah dan jantung serta
apatis
pembesaran hati, otot
pernafasan kurang.
mengecil (hipotrofi), bercak
merah ke
coklatan di kulit dan mudah terkelupas (crazy pavement dermatosis)
sering disertai penyakit infeksi
terutama
akut,
diare dan anemia.
2.4 Diagnosis Penyakit Kekurangan Energi Protein
Diagnosis KEP ditegakkan berdasarkan perubahan atau kelainan yang dijumpai pada penyediaan makanan, pola konsumsi, perubahan metabolik dan fisiologi, keadaan fisik yang ditimbulkan, dan perubahan yang terjadi pada komposisi cairan tubuh (laboratorium). Secara garis besar penegakkan diagnosis KEP dilapangan maupun dirumah sakit adalah berdasarkan:
jumlah asupan zat gizi rendah atau kurang seperti karbohidrat, lemak, dan protein.
klinis sesuai dengan jenisnya
laboratorium : serum albumin, Hb
7
2.5 Pencegahan dan Penanganan
Pencegahan dari KEP pada dasarnya adalah bagaimana makanan yang seimbang dapat dipertahankan ketersediannya di masyarakat. Langkah- langkah nyata yang dapat dilakukan untuk pencegahan KEP adalah :
mempertahankan status gizi anak yang sudah baik tetap baik dengan menggiatkan kegiatan surveilance gizi di institusi kesehatan terdepan (Puskesmas, Puskesmas Pembantu).
mengurangi resiko untuk mendapat penyakit, mengkoreksi konsumsi pangan bila ada yang kurang, penyuluhan pemberian makanan pendamping ASI.
memperbaiki/mengurangi efek penyakit infeksi yang sudah terjadi supaya tidak menurunkan status gizi.
merehabilitasi anak yang menderita KEP pada fase awal/ BGM.
meningkatkan peran serta masyarakat dalam program keluarga berencana.
meningkatkan status ekonomi masyarakat melalui pemberdayaan segala sektor ekonomi masyarakat (pertanian, perdagangan, dan lain-lain). Pengobatan terhadap KEP adalah ditujukan untuk menambah zat gizi yang kurang,
namun dalam prosesnya memerlukan waktu dan harus secara bertahap, oleh karenanya harus di rawat inap di rumah sakit. Secara garis besar penanganan KEP adalah sebagai berikut :
pada tahap awal harus diberikan cairan intra vena, selanjutnya dengan parenteral dengan bertahap, dan pada tahap akhir dengan diet tinggi kalori dan tinggi protein.
komplikasi penyakit penyerta seperti infeksi, anemia, dehidrasi dan defisiensi vitamin diberikan secara bersamaan.
penanganan terhadap perkembangan mental anak melalui terapi tumbuh kembang anak.
penanganan kepada keluarga, melalui petunjuk terapi gizi kepada ibu karena sangat penting pada saat akan keluar rumah sakit akan mempengaruhi keberhasilan penanganan KEP di rumah.
8
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kurang energi protein (KEP) yaitu seseorang yang kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi protein dalam makan sehari-hari dan atau gangguan penyakit tertentu sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi (AKG). Timbulnya KEP tidak hanya karena makanan yang kurang tetapi juga karena penyakit. Anak yang mendapat makanan yang cukup baik tetapi sering menderita diare atau demam, akhirnya akan menderita kurang gizi. Demikian juga pada anak yang makanannya tidak cukup (jumlah dan mutunya) maka daya tahan tubuhnya dapat melemah. Dalam keadaan demikian akan mudah diserang infeksi yang dapat mengurangi nafsu makan, dan akhirnya dapat menderita kurang gizi/gizi buruk. Beberapa gejala khas yang dijumpai adalah sesuai dengan jenis KEP : marasmus, kwasiorkor, marasmus-kwasiorkor. 3.2 Saran
Untuk meminimalisir kejadian kurang energi protein maka diperlukan kerja sama lintas sektor misalnya dinas kesehatan dan dinas ketahanan pangan untuk saling bekerja sama ataupun melakukan fortifikasi pangan sehingga energi protein dapat dipenuhi oleh setiap orang. Kemudian pihak orang tua sebaiknya selalu memantau kondisi pertumbuhan anaknya dan menerapkan program kadarzi (keluarga sadar gizi).
9
DAFTAR PUSTAKA
Aritonang,Evawany.2004.Kurang Energy Protein.FKM USU. Sumatra Utara Departemen Kesehatan RI. Pedoman Tatalaksana Kekurangan Energi Protein pada Anak di Rumah Sakit Kabupaten/Kota. Jakarta, 1998. Kristijono,Anton.2002. Karakteristik Balita Kurang Energi Protein (KEP) yang Dirawat Inap di RSU Dr. Pirngadi Medan Tahun 1999 – 2000 Saputra, Edwin. 2009. Kejadian KEP. FKM UI. Jakarta Umiyarni,Dyah.2009.KurangEnergiProtein.http://umiyarni.KEP(kurangenergiproteint/2009/ 01/29/presentasi/.diakses pada tanggal 14 September 2014
10