BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
k rasan di Indonesia tidak pernah berhenti justru semakin menjadi-jadi seiring dengan
Ke e
jalannya waktu. Menurut WHO, k ek erasan adalah penggunaan secara sengaja k ekuatan fisik atau k ekuatan, ancaman atau k ek erasan aktual terhadap diri sendiri, orang lain, atau t erhadap k elompok atau komunitas, yang berakibat luka atau k emungkinan besar bisa melukai, mematikan, membahayakan psikis, pertumbuhan yang tidak normal atau k erugian. (K usworo, usworo, Danu. 2006 : 1). k rasan yang termasuk tindak k e jahatan se jak dahulu hingga sekarang terus mendapat
Ke e
sorotan baik dari pemerintah maupun masyarakat.
jahatan bukanlah problem social yang
Ke
sederhana. Permasalahan ini harus ditanggapi dengan serius. jahatan secara umum adalah perbuatan yang yang jahat jahat yang yang dilakukan manusia manusia yang
Ke
dinilai tidak baik dan t er ce cela untuk dilakukan. Menurut Simandjuntak bahwa ³ Kejahatan adalah suatu tindakan anti sosial yang merugikan, tidak pantas, tidak dapat dibiarkan yang dapat 1
menimbulkan kegoncangan dalam masyarakat.
da banyak jenis k e jahatan, salah satunya yang sering terdengar adalah k e jahatan
A
k esusilaan. Dimana k e jahatan ini terjadi perbuatan yang melanggar k esusilaan atau immoral yang dilakukan secara paksa k e pada si korban dengan tidak menghiraukan k esopanan. Sekarang ini seringkali terdengar kasus-kasus k ek erasan pada anak. Padahal seharusnya anak mendapat kasih sayang dengan k elemah-lembutan dan mendapat pendidikan se pantasnya.
1 B.
Simandjuntak,, Simandjuntak,, Pengantar Kriminologi dan Patologi Sosial, Tarsito , Bandung,1981, hal 71
Page 1
1.2.Identifikasi Masalah
1. Bagaimana Agama Islam dan Hukum Indonesia memandangk ek erasan pada anak ? 2. Bagaimana sanksi terhadap k ek erasan terhadap anak baik secara agama Islam maupun Hukum Indonesia ?
1.3. Tujuan Penulisan
dapun tujuan penulisan makalah adalah untuk memenuhi tugas individu mata kuliah
A
gama Islam tahun 2009. Selain itu, tujuan p enulisan makalah ini adalah untuk berusaha
A
menginformasikan masyarakat dan mengkaji bahwa pelecehan seksual pada anak adalah perbuatan yang tidak sesuai akhlak Islam dan hukum Indonesia yang haru dibahas le bih mendalam dan diperhatikan kar ena merugikan anak dan masyarakat dalam hal moral psikologis dan banyak hal yang dapat dipengaruhi.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Kekerasan Pada Anak
k rasan pada anak adalah perbuatan yang tidak seharusnya dilakukan pada seorang
Ke e
anak. Perbuatan k ek erasan pada anak bisa meliputi makian, jeweran, dan pukulan terhadapa anak. Kek erasan pada anak akan memberikan dampak negative pada perk embangan anak.2 Secara umum k ek erasan didefinisikan se bagai suatu tindakan yang dilakukan satu individu terhadap individu lain yang mengakibatkan gangguan fisik dan atau mental. Yang dimaksud dengan anak ialah individu yang belum mencapai usia 18 tahun. Oleh kar ena itu, k ek erasan pada anak adalah tindakan yang dilakukan seseorang /individu pada mer eka yang belum genap berusia 18 tahun yang menye babkan kondisi fisik dan atau mentalnya terganggu. Seringkali istilah k ek erasan pada anak ini dikaitkan dalam arti sempit dengan tidak terpenuhinya hak anak untuk mendapat perlindungan dari tindak k ek erasan dan eksploitasi. 3 Secara Hukum, menurut UU no. 23 tahun 2002 t entang Perlindungan
nak (UU PA),
A
juga UU PK DR DR T. Pengertian k ek erasan dalam Pasal 3 UU PA dan diperjelas dalam Bab III pasal 5 UU PK DR DR T adalah meliputi k ek erasan fisik, psikis, seksual, dan penelantaran. k rasan pada anak memiliki banyak macam baik dati segi k ek erasan fisik dan
Ke e
k ek erasan seksual. Biasanya k ek erasan itu sering dilakuakan oleh anggota k eluarga terdekatnya atau lingkungannya misalnya orangtua, saudara, guru ataupun teman sekolah.4 k rasan pada anak tidak dapat diterima. K ar ar ena secara konstitusional, Pasal 28 UUD
Ke e
1945 telah menetapkan bahwa anak adalah subyek dan warga negara yang berhak atas 3
2 Putrika P.R. Gharini, Makalah Kekerasan Pada Anak: Efek Psikis, Fisik, dan Tinjauan Agama , 13-19 Se ptember 2004, hal.1 3 Indra Sugiarto, Aspek Klinis Kekerasan pada Anak dan Upaya Pencegahannya, hal.1 4 Ibid, hal.1
perlindungan dari serangan orang lain, termasuk menjamin peraturan perundang-undangan termasuk undang-undang yang pro terhadap anak. Selanjutnya dalam Pasal 28B ayat (2) UUD 1945, ditentukan bahwa setiap anak berhak atas k elangsungan hidup (rights to lif e and survival), tumbuh, dan berk embang (rights to development), serta berhak atas perlindungan dari k ek erasan dan dikriminasi.
2.2. Faktor Penyebab Kekerasan Pada Anak
k rasan terhadap anak dapat dise babkan oleh berbagai macam, antara lain: Orangtua
Ke e
tidak memahami
ara-cara mendidik dan mengasuh anak yang sesuai dengan tahapan
c
perk embangan anak, faktor k emiskinan, kurang komunikasi, k etidakmampuan mengendalikan e
mosi, k etidakharmonisan antar anggota k eluarga, k etidaktegasan sistem dalam menerapkan
hukuman pada pelaku k ek erasan anak, orangtua mabuk dan lain-lain. Berikut adalah pemaparan dari factor-faktor social yang k emungkinan dalam hal t erjadinya k ek erasan pada anak se bagai berikut : 1. Tidak
ada
kontrol
sosial
pada
tindakan
kekerasan
terhadap
anak-anak .
Bapak yang mencambuk anaknya tidak dipersoalkan tetangganya, selama anak itu tidak meninggal atau tidak dilaporkan k e polisi. Se bagai bapak, ia melihat anaknya se bagai hak milik dia yang dapat diperlakukan sek ehendak hatinya. Tidak ada aturan hukum yang melindungi anak dari perlakuan buruk orang tua atau wali atau orang dewasa lainnya.
da se buah kisah, seseorang mempunyai teman satu sekolah yang k e betulan anak
A
seorang tentara. Kegiatan di rumah diatur sesuai jadwal yang ditetapkan orang tuanya. Ia harus belajar sampai menjelang tengah malam. Subuh harus bangun untuk bek erja
membersihkan rumah. Bila ia itu melanggar, ia pasti dit empeleng atau dipukuli. Sang Bapak sama sekali tidak merasa bersalah. Ia beranggapan melakukan semuanya demi k e baikan anak. Mengatur anak tanpa mempertimbangkan k ehendak anak dianggap sudah menjadi k ewajiban orang tua.
2.
H ubungan ubungan
anak dengan orang dewasa berlaku seperti hirarkhi sosial di masyarakat .
tasan tidak boleh dibantah. A parat pemerintah harus selalu dipatuhi. Guru harus di gugu
A
dan ditiru. Orang tua wajib ditaati. Dalam hirarkhi sosial s e perti itu anak-anak berada dalam anak tangga terbawah. Guru dapat menyuruhnya untuk berlari telanjang atau push up se banyak-banyaknya tanpa mendapat sanksi hukum. Orang tua dapat memukul anaknya pada waktu yang lama tanpa merasa bersalah. Selalu muncul p emahaman bahwa anak dianggap le bih r endah, tidak pernah dianggap mitra sehingga dalam kondisi apapun anak harus menuruti apapun k ehendak orang tua. Hirarkhi sosial ini muncul kar ena tranformasi pengetahuan yang diperoleh dari masa lalunya. Zaman dulu, anak diwajibkan tunduk pada orang tua, tidak boleh mende bat barang se patahpun. Orang dewasa melihat anak-anak se bagai bakal manusia dan bukan se bagai manusia yang hak asasinya tidak boleh dilanggar.
3.Kemiskinan
ita ita akan menemukan bahwa para pelaku dan juga koban k ek erasan anak k e banyakan
K
berasal dari k elompok sosial ekonomi yang r endah. Kemiskinan, yang tentu saja masalah sosial lainnya yang diakibatkan kar ena struktur ekonomi dan politik yang menindas, telah melahirkan subkultur k ek erasan.
ar ar na tekanan ekonomi, orang tua mengalami str ess
K e
5
2 Putrika P.R. Gharini, Makalah Kekerasan Pada Anak: Efek Psikis, Fisik, dan Tinjauan Agama , 13-19 Se ptember 2004, hal.1 3 Indra Sugiarto, Aspek Klinis Kekerasan pada Anak dan Upaya Pencegahannya, hal.1 4 Ibid, hal.1
yang berk e panjangan. Ia menjadi sangat sensitif. Ia mudah marah. Kelelahan fisik tidak memberinya k esempatan untuk ber canda dengan anak-anak. e
rjadilah k ek erasan
Te
mosional. Pada saat tertentu bapak bisa meradang dan membentak anak di hadapan
banyak orang. Terjadi k ek erasan verbal.
j ngk elan yang bergabung dengan
Ke e
k ek ece ecewaan dapat melahirkan k ek erasan fisik. Ia bisa memukuli anaknya atau memaksanya melakukan pek erjaan yang berat. Orang tua bisa menjual anaknya k e agen prostitusi kar ena tekanan ekonomi.
2.3. Dampak dari Kekerasan Pada Anak
k rasan pada anak memberikan banyak ef ek yang pengaruhnya buruk pada anak yang men jadi
Ke e
korban. Dampak itu dapat terlihat dari segi k esehatan fisik dan mental si anak.
Dampak k ek erasan yang menimpa anak ditinjau dari segi k esehatan misalnya luka yang ringan, luka yang mengakibatkan k ec ecacatan baik cacat fisik maupun cacat secara seksual (misalnya k ehilangan k egadisan), bunuh diri akibat de pr esi, ataupun k ematian baik yang disengaja maupun tidak. Selain itu, dampak pada mental dan emosi si anak adalah mengakibatkan hilangnya rasa per caya pada orang lain, rasa per caya diri r endah, tidak mampu bersosialisasi, merasa tidak berdaya, k ehilangan k emampuan memutuskan, tidak mampu mengenali dan mengekspr esikan emosi, mengalami phobia, dan memiliki masalah seksual.
2.4. Upaya Pencegahan dari Kekerasan Pada Anak
1. Pemberian hukuman fisik yang tidak membahayakan anak
Jika anda se bagai orang tua merasa bahwa anak sering melakukan k esalahan yang sama, dan segala macam nasihat maupun hukuman secara psikis tidak mempan, dan anak perlu diberikan hukuman fisik, ada be berapa hal yang perlu anda perhatikan:
a. Umur anak. Bayi tidak boleh sedikitpun diberikan k ek erasan fisik, apapun alasannya. Segala macam k ek erasan fisik pada bayi hanya akan menimbulkan akibat buruk k e pada bayi, dan sudah termasuk k e jahatan. Se perti yang dise butkan di paragraf atas, hukuman fisik hanya dapat diberikan jika alternatif pendidikan yang lain sudah tidak mempan. Sampai umur 4-5 tahun se baiknya anak tidak diberikan hukuman fisik. Pelaku hukuman pun se baiknya dibatasi k e pada pendidik langsung anak (misalnya hanya orang tua saja). Fr ekuensinya pun tidak boleh berle bihan. Biasanya dengan 1 atau maksimal 2 kali jeweran anak sudah cukup jera. Hukuman fisik pun hanya bole h dilakukan jika anak belum beranjak dewasa/puber. Pada taraf terse but hukuman fisik tidak mempan lagi. Nasihat atau komunikasi biasanya le bih bermakna. b. Hukuman fisik apa tidak boleh diberikan nggota badan yang sama sekali tidak boleh menerima k ek erasan fisik adalah k e pala
A
(yang berakibat pada gangguan otak, organ terpenting pada manusia). Selain itu se baiknya dihindari k ek erasan pada dada kar ena didalam dada terdapat 2 organ penting: jantung dan paru-paru.
rutama paru-paru amat r entan terhadap benturan
Te
yang bisa mengakibatkan gangguan pernafasan. Yang juga dihindari adalah k ek erasan pada bagian perut, kar ena didalamnya terdapat organ pencernaan, hati, limpa, pankr eas, ginjal dan saluran k encing, serta organ peranakan pada wanita (ovarium 7
2 Putrika P.R. Gharini, Makalah Kekerasan Pada Anak: Efek Psikis, Fisik, dan Tinjauan Agama , 13-19 Se ptember 2004, hal.1 3 Indra Sugiarto, Aspek Klinis Kekerasan pada Anak dan Upaya Pencegahannya, hal.1 4 Ibid, hal.1
dan uterus). Yang perlu diingat adalah, tidak se perti dada, perut tidak memiliki tulang yang bisa melindungi organ-organ didalamnya, sehingga perut cukup r entan juga terhadap benturan. Organ lain yang juga cukup penting adalah tangan dan kaki. Hukuman fisik dalam taraf sedang pun bisa mengakibatkan k ec ecacatan pada anak walau biasanya tidak membahayakan jiwa. Seringkali kita mendengar atau membaca di media tentang hukuman fisik yang dilakukan dengan suatu alat, misalnya dengan tongkat atau sabuk. Pemberian hukuman tidak boleh dilakukan dengan menggunakan alat bantu, kar ena kwalitas benturan dengan alat bantu le bih parah daripada dengan tangan kosong. . Hukuman yang boleh: jeweran pada pantat, paha, lengan atau telinga.
c
Jeweran pada pantat, paha, lengan atau telinga sudah cukup menimbulkan rasa sakit, namun tidak menimbulkan dampak negatif terhadap perk embangan k esehatan anak. Dengan hukuman terse but, biasanya anak sudah cukup jera. Fr ekuensi yang diberikan pun hanya boleh 1-2 kali saja, tidak boleh sering, dan jangan memberikan jeweran yang terlalu dalam kar ena bisa mengenai syaraf yang bisa berakibat fatal. Jika anda memperhatikan bahwa anak tidak jera setelah diberikan jeweran, dan anda sudah terlalu sering memberikan hukuman, berarti makna hukuman fisik sudah tidak mempan, maka anda seharusnya pergi k e psikolog atau k e pemuka agama untuk mendapatkan saran-saran dalam mendidik anak. Misalnya anak sudah k ec ecanduan obatobatan, melakukan tindakan kriminal k ec ecil-k ec ec ilan, dimana hukuman fisik ringan tidak bisa lagi menyelesaikan masalah, maka hukuman fisik berat juga tidak akan membantu menyelesaikan masalah.
2. Menghindari k ek erasan seksual pada anak k rasan seksual pada anak seringkali dilakukan tidak hanya oleh pelaku asing, namun
Ke e
juga bisa oleh k erabat dekat, misalnya paman, kak ek atau bahkan guru sekolah.
k rasan
Ke e
seksual sering menimpa anak per empuan walau tidak jarang anak laki-laki pun bisa terk ena. adang adang kita tidak menyadarinya kar ena anak tidak pernah ber ce cerita. Sementara anak tidak
K
mengerti bahwa perbuatan meraba-raba alat k elamin yang dilakukan si pelaku adalah terlarang kar ena biasanya pelaku akan membujuk si anak. Lalu apa tindakan kita untuk mencegah hal terse but? Pertama-tama kita harus memberikan pendidikan seksual yang benar k e pada anak secara dini. Si anak mulai diajarkan untuk mengenali alat k elaminnya. Jika anak sudah mulai mengenal, maka anak bisa mengerti apakah seseorang berlaku kurang sopan terhadapnya atau tidak. Kedua: jika kita t erpaksa menitipkan anak kita k e pada seseorang, le bih baik titipkan anak k e pada k enalan per empuan, misalnya ibu t eman anak anda. Biasanya per empuan jarang melakukan k ek erasan seksual.
tiga: Rangsang anak anda untuk ber ce cerita t entang aktivitas
Ke
sehari-hari, baik di sekitar rumah dengan teman-temannya maupun di sekolah. Jika memang pelaku melakukan perbuatannya, kadang si anak ter ce ce plos k etika dia ber ce cerita k e pada ibunya. mpat: pada saat anda memandikan anak anda, berikan juga perhatian k e pada daerah sekitar
Kee
alat k elamin. Jika ada le bam atau memar atau anak meringis k esakitan jika anda menyentuh daerah terse but, anda harus periksa le bih teliti dan jika p erlu bawa k e dokter.
3. Menghindari k ek erasan dari lingkungan. Satu hal yang perlu diperhatikan adalah k ek erasan tidak selalu muncul dari k eluarga, namun juga dari lingkungan, misalnya lingkungan bermain anak atau sekolah. Pelakunya bisa dari tetangga, teman atau guru. Biasanya anak tidak berani ber ce cerita k e pada orang tua kar ena 9
2 Putrika P.R. Gharini, Makalah Kekerasan Pada Anak: Efek Psikis, Fisik, dan Tinjauan Agama , 13-19 Se ptember 2004, hal.1 3 Indra Sugiarto, Aspek Klinis Kekerasan pada Anak dan Upaya Pencegahannya, hal.1 4 Ibid, hal.1
takut ancaman dari pelaku. Satu hal yang bisa membantu dalam menghindarinya adalah rangsang anak untuk ber ce cerita t entang pengalamannya (atau apa saja yang dia lakukan) pada hari itu bersama temannya atau disekolahnya. Dengarkan apa yang diceritakan tanpa memberikan suatu komentar, sehingga anak mempunyai k e beranian untuk ber ce cerita tanpa rasa takut. Jika anak ber ce cerita bahwa dia baru saja dipukul oleh t eman atau gurunya, jangan t elan mentah-mentah dan hal terse but harus ditangani dengan k e pala dingin. Cek dengan seksama cerita anak t erse but (bisa saja lho anak yang berbohong). Jika hal terse but dilakukan oleh teman anda, anda bisa memperhatikan k etika anak bergaul dengan temannya. Jika itu dilakukan oleh guru, mungkin anda bisa mengecek dengan cara bertanya k e pada teman anak anda yang mungkin melihat peristiwa t erse but. Jika hal terse but benar adanya, baru anda boleh bertindak.
BAB III PEMBAHASAN
3.1. Kasus Kekerasan Kekerasan pada Anak di Indonesia Indonesia
Banyak sekali sudah kasus-kasus k ek erasan pada anak yang terjadi di Indonesia. Jika dilihat betapa miris dan t ega mer eka yang melakukan hal-hal k e ji se perti itu k e pada seorang anak manusia yang masih polos dan mungkin tidak mengerti mengapa hal itu t erjadi. Berikut ini kasus-kasus yang pernah terjadi di Indonesia. Jumlah k ek erasan pada tahun 2009 mencapai 1.998 kasus. Selain kuantitas, jenis dan variasi k ek erasan pun cenderung berk embang."Yang paling dominan adalah jenis k ek erasan seksual se perti pencabulan, perkosaan, sodomi, dan incast yang mencapai 62,7 persen. Sedangkan sisanya berupa pencurian, narkoba, k ek erasan, dan se jenisnya," kata Sekjen K omnas omnas A
nak Arist Merdeka Sirait, Rabu (23/12/2009)>>( ardi.januar, ok ez ezone.com, Updated:
12/24/2009 3:34 AM) asus pertama menyangkut perkosaan selama 10 tahun yang dilakukan ayah kandung asus
K
terhadap k edua puterinya.
dua, kasus penganiayaan dua anak yang dilakukan ayah dan ibu
Ke
kandungnya.Ketiga, kasus perkosaan yang dilakukan seorang tetangga terhadap seorang puteri berusia 15 tahun yang berlangsung selama dua bulan, serta kasus sodomi dengan korban seorang putera b erusia 12 tahun yang berlangsung selama tiga bulan.(kompas, C. Windoro AT., Selasa, 24 Fe bruari 2009 | 22:18 WIB) Berikut juga terdapat data terjadinya k ek erasan pada anak. Be barapa data tentang kasus k ek erasan yang dicatat oleh be berapa lembaga, se bagai berikut: 11
2 Putrika P.R. Gharini, Makalah Kekerasan Pada Anak: Efek Psikis, Fisik, dan Tinjauan Agama , 13-19 Se ptember 2004, hal.1 3 Indra Sugiarto, Aspek Klinis Kekerasan pada Anak dan Upaya Pencegahannya, hal.1 4 Ibid, hal.1
1) YK AI mencatat 172 kasus (1994), 421 (1995), 476 (1996). 2) PKT-RSCM tahun 2000 - 2001 mencatat 118 kasus k ek erasan pada anak. Dari data terse but teridentifikasi pelaku tindakan k ek erasan adalah: tetangga (37,5 %), pacar (23 %), k enalan (9,5 %), saudara (7 %), ayah kandung (5 %), majikan/atasan (2,5 %), ayah tiri (1 %), suami (1 %) dan orang tak dik enal (13,5 %).Waktu t erjadinya k ek erasan pada korban anak usia kurang dari 11 tahun antara pukul 06.00-12.00 dan k ek erasan dilakukan pada malam hari untuk korban berusia 15-18 tahun. 3)K omnas omnas PA, mencatat pada 2003 terdapat 481 kasus k ek erasan dan 547 kasus pada 2004, dengan rincian adalah 221 kasus k ek erasan seksual, 140 k ek erasan fisik, 80 k ek erasan psikis, dan 106 permasalahan lainnya. 4)K PAI se panjang tahun 2006 menerima 376 kasus pengaduan, dengan rincian se bagai berikut: Hak kuasa asuh dan pengangkatan anak (21,8 %), Hak identitas (17,28 %), hak k esehatan dan k ese jahteraan (13,56 %), Tindak k ek erasan terhadap anak (12,50 %), Hak pendidikan (11,17 %), Penelantaran (10,90 %), Pelecehan seksual terhadap anak (10,30 %), Penculikan anak (2,39 %). 5)
P ID
K A
als alsel sampai 2008 telah menerima 25 kasus anak, yakni 76 % anak se bagai
K
korban dan 24 % anak yang berkonflik dengan hukum. Dari data terse but maka 63 % korban adalah anak per empuan dan 37 % laki-laki, berdasarkan jenis kasus: k ek erasan seksual 36 %, k ek erasan fisik 12 %, k ek erasan psikis 4 %, pengasuhan anak 12 %, penelantaran 16 %, kasus lainnya 20 %.
ridentifikasi pula s emua pelaku k ek erasan
Te
terhadap anak adalah orang yang dik enal oleh korban. Semua data yang ter catat oleh lembaga di atas tidak menggambarkan kondisi yang se benarnya dalam masyarakat. Data terse but adalah kasus anak yang dilaporkan k e pada lembaga.
Sehingga, para pengamat mengindikasikan jumlah k ek erasan terhadap anak yang terjadi di masyarakat k emungkinan le bih besar.
3.2. Tindakan Kekerasan pada Anak di Mata Islam dan Hukum Indonesia 3.2.1 Kekerasan pada Anak di Mata Islam
nak se bagai buah hati. Allah Yang Maha Suci memiliki rasa kasih sayang yang begitu
A
besar dan agung dan Ia limpahkan rasa kasih sayang di hati semua makhluknya. Dengan demikian, kasih sayang k e pada anak adalah es suatu yang fitrah. Sangat te pat apa yang disabdakan oleh Rasulullah SAW, ´
Anak adalah buah hati (bagi orangtua), ia selalu membuat orangtua khawatir, membikin orangtua jadi kikir, membikin orangtua jadi susah.´ (HR. A bu Ya¶la).
Dalam riwayat Thabrani dikatakan: ³Bau anak itu dari bau sorga.´ (HR. at-Thabrani).
Di sinilah manusia berk ewajiban mempersiapkan generasi penerus se bagai pemilik masa de pan bangsa. Rasulullah SAW. dengan tegas mengatakan ; ´Didiklah
anak-anak kalian, sebab sesungguhnya mereka diciptakan untuk zaman mereka,
bukan zaman kalian.´
da dua isyarat singkat dari hadits terse but, yakni: (1) Kewajiban memenuhi hak anak,
A
yaitu pendidikan, (2) Anak adalah pemilik masa de pan. Pada dasarnya Islam mengajari untuk mengutamakan k elemahlembutan se bagaimana teladan nabi Muhammad S AW. yang mengagumkan dalam mendidik anak.Pada suatu hadist diriwayatkan :
13
2 Putrika P.R. Gharini, Makalah Kekerasan Pada Anak: Efek Psikis, Fisik, dan Tinjauan Agama , 13-19 Se ptember 2004, hal.1 3 Indra Sugiarto, Aspek Klinis Kekerasan pada Anak dan Upaya Pencegahannya, hal.1 4 Ibid, hal.1
Suatu hari Rasul didatangi oleh seorang Ibu (Sa¶idah binti Jazi) yang membawa serta anaknya yang baru berumur satu setengah tahun. Kemudian anak tersebut diminta oleh Rasulullah. Anak tersebut mengompol/kencing. Karena mungkin segan anaknya telah mengotori Rasul maka ibu tersebut dengan agak kasar menarik anaknya dari pangkuan Rasul. Seketika itu Rasul menasihati Ibu tersebut, ³ Dengan satu gayung bajuku yang najis karena kencing anakmu bisa dibersihkan, tetapi luka hati anakmu karena renggutanmu dari pangkuanku tidak bisa kamu obati dengan bergayung-gayung air.´
Dalam riwayat lain dik emukakan: Suatu hari Rasul sedang memimpin shalat berjamaah dengan para Sahabatnya, Salah satu sujud dalam shalat yang dia lakukan cukup lama waktunya sehingga mengundang keheranan para Sahabat. Setelah shalat berjamaah selesai, salah seorang Sahabat bertanya, ³Mengapa begitu lama Rasul bersujud?´ Jawab Rasul, ³ Di atas punggungku sedang bermain cucuku H asan asan dan H usain. usain. Kalau aku tegakkan punggungku maka mereka akan terjatuh. Karena itu, aku menunggu mereka turun dari punggungku, baru aku cukupkan sujudku.´
Dari hadis di atas Islam/Nabi saw. memberi p elajaran bagi orangtua/pendidik agar dalam melakukan pendidikan mengede pankan sikap lemah-lembut serta penuh cinta, kasih dan sayang. Perlakuan k eras/tegas k e pada anak akan membawa pengaruh buruk yang luar biasa pada perk embangan k e pribadiannya di k emudian hari. Pengaruh terse but antara lain anak akan ³pandai´ berperilaku kasar k e pada yang lain, pemarah, tumpul hati nuraninya (menghambat perk embangan moral anak, merusak k esehatan jiwa anak), anak dapat terlibat perbuatan kriminal, anak gemar melalukan teror dan ancaman (anak akan mencari target untuk melampiaskan rasa dendamnya), anak menjadi pembohong, anak jadi r endah diri, menimbulkan k elainan perilaku seksual, mengganggu pertumbuhan otak anak, terhambat pr estasinya di sekolah, sering ngompol, takut, tidak mau makan dan lain-lain. Dengan kasih-sayang Rasul bukan berarti k ehilangan k ewibawaan dan k ehilangan k etegasan atau lembek k etika memang harus tegas.
gas tidak identik dengan kasar. Se bagai
Te
ontoh, Rasul pernah menjewer telinga anak kar ena tidak amanah. Diriwayatkan oleh Imam
c
Nawawi dari A bdullah bin Basr al-Mazni ra. yang berkata,
³ Aku pernah diutus ibuku dengan membawa beberapa biji anggur untuk disampaikan kepada Rasul. Kemudian aku memakannya sebelum aku sampaikan kepada Beliau. Ketika aku mendatangi Rasul, Beliau menjewer menje wer telingaku sambil berseru, µWahai Penipu¶.´
nak-anak memang perlu k edisiplinan. Kedisiplinan bisa diraih tanpa adanya k ek erasan,
A
namun bukan berarti terlarang melakukan tindakan fisik.
disiplinan diperlukan untuk
Ke
mendidik anak terbiasa terikat dengan standar-standar Islam dalam berbagai aspek k ehidupan sehingga mer eka pada saatnya dapat bertanggung jawab di hadapan Allah Swt. disiplinan dibentuk dengan memberikan pemahaman yang melahirkan k esadaran
Ke
untuk menerapkannya dan semua itu memerlukan proses. Penanaman disiplin pada anak bisa berhasil jika orangtua mengenal karakteristik anak dan mampu membangun komunikasi serta hubungan yang harmonis dengan anak. Dalam mendidik anak diperlukan sanksi (hukuman). Pemberian hukuman merupakan salah satu cara dalam mendidik anak jika pendidikan tidak bisa lagi dilakukan dengan memberi nasihat, arahan, petunjuk, k elembutan ataupun suri teladan. Islam ³membolehkan´ melakukan tindakan fisik se bagai ta¶dîb (tindakan mendidik) terhadap anak. Ibnu Amr bin al-¶Ash menuturkan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda: Perintahlah anak-anakmu untuk melaksanakan shalat ketika mereka berusia tujuh tahun. Pukullah mereka jika sampai berusia sepuluh tahun mereka tetap enggan mengerjakan shalat. (HR A bu dawud dan al-Hakim).
Dalam hadis ini Rasul menggunakan ungkapan murruu (perintahkanlah) untuk anak usia di bawah 10 tahun dan idhribuu ( pukullah ) untuk usia 10 tahun. Dengan demikian, se belum seorang anak menginjak usia 10 tahun, tidak diperk enankan menggunakan k ek erasan dalam
15
2 Putrika P.R. Gharini, Makalah Kekerasan Pada Anak: Efek Psikis, Fisik, dan Tinjauan Agama , 13-19 Se ptember 2004, hal.1 3 Indra Sugiarto, Aspek Klinis Kekerasan pada Anak dan Upaya Pencegahannya, hal.1 4 Ibid, hal.1
masalah shalat, apalagi dalam masalah selain shalat, yaitu dalam proses pendidikan. Mendidik mer eka yang berusia belum 10 tahun hanya dibatasi dengan pemberian motivasi dan ancaman. bolehan memukul bukan berarti harus/wajib memukul. Maksud pukulan/tindakan fisik
Ke
di sini adalah tindakan t egas ³bersyarat´, yaitu: pukulan yang dilakukan dalam rangka ta¶dîb (mendidik, yakni agar tidak terbiasa melakukan pelanggaran yang disengaja); pukulan tidak dilakukan dalam k eadaan marah (kar ena dikhawatirkan akan membahayakan); tidak sampai melukai atau (bahkan) membunuh; tidak memukul pada bagian-bagian tubuh vital semisal wajah, k e pala dan dada; tidak boleh mele bihi 10 kali, diutamakan maksimal hanya 3 kali; tidak menggunakan benda yang berbahaya (se patu, bata dan benda k eras lainnya). Memukul adalah alternatif terakhir. K ar ar ena itu, tidak dibenarkan memukul k ec ecuali jika telah dilakukan semua cara mendidik, memberi hukuman lainnya serta menempuh proses s esuai dengan umur anak. Rasulullah saw. pernah bersabda, ³Nafkahilah keluargamu dengan hartamu secara memadai. Janganlah engkau angkat tongkatmu di hadapan mereka (gampang memukul) untuk memperbaiki perangainya. Namun, tanamkanlah rasa takut kepada Allah.´ (HR Ahmad, Ibnu Majah dan al-Bukhari dalam kitab Al Adab al-Mufrad ). ).
3.2.2. Kekerasan pada Anak di Mata Hukum Indonesia
Dalam hukum Negara r e publik Indonesia pun sangat jelas bahwa k ek erasan pada anak adalah suatu bentuk penyimpangan. Se bagaimana sangat jelas diatur dalam UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak. Adapun le bih jelasnya yang ter cantum dalam UU No. 23 Tahun 2002 se bagai berikut : Pasal 1
1. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
3.
Perlindungan anak adalah segala k egiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hakhaknya agar dapat hidup, tumbuh, berk embang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat k emanusiaan, serta mendapat perlindungan dari k ek erasan dan diskriminasi.
15. Perlindungan khusus adalah perlindungan yang diberikan k e pada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari k elompok minoritas dan terisolasi, anak yang dieksploitasi secara
konomi dan/atau seksual, anak yang
e
diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan, penjualan, perdagangan, anak korban k ek erasan baik fisik dan/atau mental, anak yang menyandang a at, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran.
c c
Pasal 3
Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berk embang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat k emanusiaan, serta mendapat perlindungan dari k ek erasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan se jahtera. Pasal 13
(1) Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan: a. diskriminasi; b. eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual; . penelantaran;
c
17
2 Putrika P.R. Gharini, Makalah Kekerasan Pada Anak: Efek Psikis, Fisik, dan Tinjauan Agama , 13-19 Se ptember 2004, hal.1 3 Indra Sugiarto, Aspek Klinis Kekerasan pada Anak dan Upaya Pencegahannya, hal.1 4 Ibid, hal.1
d. k ek e jaman, k ek erasan, dan penganiayaan; . k etidakadilan; dan
e
f. perlakuan salah lainnya. (2) Dalam hal orang tua, wali atau pengasuh anak melakukan segala bentuk perlakuan se bagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka pelaku dik enakan pemberatan hukuman. Pasal 15
Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari : a. penyalahgunaan dalam k egiatan politik; b. pelibatan dalam sengk eta bersenjata; . pelibatan dalam k erusuhan sosial;
c
d. pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur k ek erasan; dan . pelibatan dalam pe perangan.
e
Pasal 16
(1) Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi. manus iawi. (2) Setiap anak berhak untuk memperoleh k e be basan sesuai dengan hukum. (3) Penangkapan, penahanan, atau tindak pidana penjara anak hanya dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan se bagai upaya terakhir. Pasal 17
(1) Setiap anak yang dirampas k e be basannya berhak untuk : a. mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penempatannya dipisahkan dari orang dewasa; b. memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara ef ektif dalam setiap tahapan
upaya hukum yang berlaku; dan . membela diri dan memperoleh k eadilan di de pan pengadilan anak yang objektif dan
c
tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum. (2) Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku k ek erasan seksual atau yang berhadapan dengan hukum berhak dirahasiakan. Pasal 18
Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya. Jadi, sangat jelas bahwa kasus k ek erasan pada anak yang sering terjadi merupakan perbuatan yang sangat menyimpang dan tidak sesuai kaidah dan nilai-nilai hukum di Indonesia. ar ar na pemerintah sudah mengaturnya dalam suatu perundang-undangan dan sangat jelas detail-
K e
detailnya siapa dan dalam kondisi apa seorang anak harus dilindungi oleh hukum. Namun, sayangnya walaupun sudah diatur jelas dalam Undang-undang ini, masih saja terjadi hal yang tidak kita inginkan, Hal t erse butlah yang se baiknya kita kor eksi terhadap hukum kita.
3.3. Sanksi dari Perbuatan Kek erasan Terhadap Anak Setiap perbuatan meyimpang pastilah ada sanksinya begitu juga tindakan k ek erasan pada anak yang terjadi di masyarakat. 3.3.1. Sanksi secara Islam Setiap perbuatan yang menyimpang dan diperbuat sengaja tanpa tujuan yang jelas oleh seseorang melakukan se perti k ek erasan pada anaknya yang tidak bermaksud mendidik, hukumnya hukumnya dalam Islam Isla m pasti harram dan Dosa serta mengurangi pahala amal baik seseorang. 3.3.2. Sanksi secara Hukum
19
2 Putrika P.R. Gharini, Makalah Kekerasan Pada Anak: Efek Psikis, Fisik, dan Tinjauan Agama , 13-19 Se ptember 2004, hal.1 3 Indra Sugiarto, Aspek Klinis Kekerasan pada Anak dan Upaya Pencegahannya, hal.1 4 Ibid, hal.1
Saat perlakuan salah pada anak terjadi, lantaran perbuatan itu, pelaku tidak sadar bahkan mungkin tidak tahu bahwa tindakannya itu akan diancam dengan pidana penjata atau denda yang tidak sedikit, bahkan jika pelaku ialah orang tuanya sendiri maka hukuman akan ditambah se pertiganya ( pasal 80 Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, sebagai berikut: (1). Setiap orang yang melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan, atau penganiayaan terhadap anak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan dan/atau denda paling banyak Rp. 72.000.000.00. (2). Dalam hal anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) luka berat, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 100.000.000.00. ( 3 ). Dalam hal anak yang dimaksud ayat 2 mati, maka pelaku dipidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 200.000.000.00. Pidana dapat ditambah sepertiga dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat ( 3 ) apabila yang melakukan penganiayaan tersebut orang tuanya).
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan
k ek erasan pada anak adalah tindakan yang dilakukan seseorang /individu pada mer eka yang belum genap berusia 18 tahun yang menye babkan kondisi fisik dan atau mentalnya terganggu. Tindakan ini memeiliki dampak yang berbahaya bagi anak baik dari k esehatan, fisik dan mental anak yang menjadi korban dari k ek erasan seseorang. Oleh K ar ar ena itu, harus ada cara untuk mencegah tindakan terse but agar tindakan k ek erasan pada anak dapat diminimalisir. Dapat dilihat pula dari berita-berita kasus yang ada di Indonesia, masih banyak sekali kasus yang ter ce cela itu t erjadi. Padahal, tindakan itu jelas-jelas dilarang baik secara agama islam maupun hukum Indonesia. Dalam Islam tindakan k ek erasan itu diperbolehkan asalkan syaratnya untuk mendidik untuk disiplin dan jera bukan disengaja, perbuatan itu harus memiliki tujuan dan tidak berle bihan kar ena Islam sangat mengutamakan k elemahlembutan dalam mengajarkan anak. Sanksi dalam hukum Islam, untuk k ek erasan pada anak yang disengaja adalah dosa, mengurangi pahala amal baik. Dalam Hukum Indonesia, tindakan k ek erasan itu sudah diatur dalam UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Dalam perundang-undangan terse but, sangat jelas dan terinc i apa-apa saja yang diatur dan yang dilindungi untuk anak. Bagi seseorang yang melakukan k ek erasan pada anak akan mendapatkan sanksi yang tegas se bagaimana terurai di dalamnya.
21
2 Putrika P.R. Gharini, Makalah Kekerasan Pada Anak: Efek Psikis, Fisik, dan Tinjauan Agama , 13-19 Se ptember 2004, hal.1 3 Indra Sugiarto, Aspek Klinis Kekerasan pada Anak dan Upaya Pencegahannya, hal.1 4 Ibid, hal.1
4.2. Saran
Se baiknya dalam mendidik anak se baik mungkin tidak menggunakan tindakan k ek erasan kar ena jika tidak mengerti dalam penggunaan k ek erasan untuk mendidik anak terse but, mungkinkan mungkinkan justru akan menimbulkan dampak yang buruk. Ikutilah teladan nabi Muhammad SAW., dalam mendidik anak mengutamakan k elemahlembutan. Untuk Hukum Indonesia, se baiknya dalam pelaksanaannya terhadap perbuatan k ek erasan pada anak, harus le bih tegas sehingga k ek erasan pada anak yangterjadi di Indonesia termainimalisir setiap tahunnya.