Laboratorium Mikropaleontologi Mikropaleontologi
Kegunaan Mikrofosil dalam Korelasi Stratigrafi
Pada pertemuan kali ini akan membahas artikel mengenai kegunaan mikrofosil dalam korelasi stratigrafi. Hal ini berkaitan erat dengan biostratigrafi, namun sebelum beranjak lebih jauh, saya akan membahas terlebih dahulu mengenai definisi korelasi dan fosil itu sendiri. Untuk lebih jelasnya akan dibahas pada bab dibawah berikut ini. A. Pend Pendah ahul ulua uan n
Dalam pengertiannya yang paling sederhana, korelasi diartikan sebagai usaha untuk menunjukkan ekivalensi satuan-satuan stratigrafi. Korelasi merupakan bagian fundamental dari stratigrafi dan banyak usaha telah dilakukan oleh para ahli untuk menciptakan satuan-satuan stratigrafi resmi yang pada gilirannya memungkinkan ditemukannya metoda-metoda praktis dan handal handal untuk untuk mengkor mengkorela elasik sikan an satuansatuan-sat satuan uan terseb tersebut. ut. Tanpa Tanpa korela korelasi, si, penela penelaaha ahan n stratigrafi tidak lebih dari sekedar pemerian stratigrafi lokal. Konsep korelasi menembus jauh kepada akar stratigrafi. Prinsip-prinsip dasar korelasi tela telah h dita ditamp mpil ilkan kan dalam dalam berber-bag bagai ai buku buku ajar ajar lama lama menge mengena naii geol geolog ogii dan stra strati tigr graf afi. i. Pembahasan yang menarik mengenai hal ini dilakukan oleh Dunbar & Rodgers (1957), Weller (1960) (1960),, serta serta Krumbe Krumbein in & Sloss Sloss (1963) (1963).. Terus Terus mening meningkat katnya nya ketert ketertari arikan kan para para ahli ahli pada pada masalah korelasi antara lain ditunjukkan oleh terbitnya sejumlah karya tulis baru mengenai korela korelasi, si, khusus khususnya nya korela korelasi si yang dilakuk dilakukan an dengan dengan menggu menggunaka nakan n metoda metoda statis statisti tika ka (a.l. (a.l. Agterberg, 1990; Cubitt & Reyment, 1982; Mann, 1981; Merriam, 1981).
B. Defi Definis nisii Korel Korelasi asi
Meskipun konsep korelasi telah ada sejak awal perkembangan stratigrafi, namun para ahli belum sepakat mengenai arti eksak dari istilah “korelasi” itu sendiri. Dilihat dari kacamata sejarah, ada dua pendapat mengenai hal ini. Pendapat pertama bersikukuh agar konsep korelasi hanya diartikan sebagai usaha untuk memperlihatkan kesebandingan waktu (time equivalency); maks maksudn udnya ya,, kore korela lasi si meru merupak pakan an usaha usaha untu untuk k menu menunj njuk ukkan kan bahw bahwaa dua dua tubu tubuh h batu batuan an diendapkan pada rentang waktu yang sama (Dunbar & Rodgers, 1957; Rodgers, 1959). Dilihat dari dari kaca kacamat mataa ini, ini, usah usahaa untuk untuk memp memper erli liha hatt-kan kan ekiv ekival alen ensi si dua dua satu satuan an lito litost stra rati tigr graf afii berdasarkan kemiripan litologi tidak termasuk ke dalam kategori korelasi. Pendapat kedua mengartikan mengartikan korelasi secara luas sehingga mencakup semua usaha untuk memperlihatkan memperlihatkan kesebandinga kesebandingan n litologi, litologi, paleontologi, paleontologi, atau kronologi (Krumbein & Sloss, Sloss, 1963). Dengan kata lain lain,, dua tubu tubuh h batu batuan an dapat dapat diko dikore rela lasi sika kan n sebag sebagai ai satu satuan an lito litost stra rati tigr graf afii atau atau satu satuan an biostratigrafi yang sama, meskipun keduanya memiliki umur yang berbeda. Karena keluasan arti dan kesederhanaan pemakaiannya, tidak mengherankan apabila kebanyakan ahli geologi dewasa ini lebih cenderung untuk menerima pengertian korelasi yang luas ini. Para ahli geologi perminyakan, misalnya saja, secara rutin melakukan korelasi formasi-formasi bawah Nama : Bintang Fernata Putra Nim : 111 110 114 Plug :5
1
Laboratorium Mikropaleontologi
permukaan dengan menggunakan well logs atau rekaman seismik. Sandi Stratigrafi Amerika Utara 1983 mengakui adanya tiga tipe utama korelasi sbb: 1. Litokorelasi (lithocorrelation) yang mengungkapkan kemiripan litologi dan posisi stratigrafi. 2. Biokorelasi (biocorrelation) yang mengungkapkan kemiripan kandungan fosil dan posisi biostratigrafi. 3. Kronokorelasi (chronocorrelation) yang mengungkapkan korespondensi umur dan posisi kronostratigrafi.
C. Biostratigrafi dan Biokorelasi
Biostratigrafi adalah cabang stratigrafi yang didasarkan pada pengetahuan tentang fosil yang ada dalam batuan. Ilmu ini memanfaatkan kisaran kronostratigrafi dari berbagai spesies fosil untuk (1) mengkorelasikan penampang-penampang stratigrafi; dan (2) menafsirkan lingkungan pengendapan. Sebelum ada data seismik, metoda biostratigrafi merupakan satu-satunya cara yang dimiliki para ahli geologi untuk meng-korelasikan bagian-bagian penampang yang umurnya "sama" (dalam batas resolusi biostratigrafi). Walau demikian, kebanyakan fosil yang digunakan para ahli paleontologi sebelum pertengahan abad ini bukan organisma yang hidup di dalam kolom air laut (plankton), melainkan organisma dasar laut (bentos). Dengan demikian, korelasikorelasi yang dibuat waktu itu sebenarnya lebih menunjukkan kesamaan kondisi lingkungan dan fasies pengendapan; bukan kesamaan waktu (Loutit dkk, 1988). Karena itu, tidak mengherankan jika banyak satuan litostratigrafi lama mengandung kumpulan fosil bentonik yang sifatnya khas. Hal inilah yang kemudian menyebabkan timbulnya praktek pengkorelasian satuan-satuan litostratigrafi. Dewasa ini, praktek korelasi dalam analisis cekungan lebih banyak dilakukan berdasarkan seismik stratigrafi, bukan bio-stratigrafi. Walau demikian, bersama-sama dengan metoda penanggalan lain seperti isotope stratigraphy (Emery & Robinson, 1993) dan magnetostratigrafi, biostratigrafi memegang peranan penting dalam memberikan kontrol umur terhadap korelasi seismik stratigrafi (Armentrout, 1987; Loutit dkk, 1988; McNeil dkk, 1990). Selain itu, tanpa batuan biostratigrafi, seismik strati-grafi hanya akan memiliki penerapan yang sangat terbatas dalam menganalisis daerah dengan struktur yang rumit.
Nama : Bintang Fernata Putra Nim : 111 110 114 Plug :5
2
Laboratorium Mikropaleontologi
D. Fosil dan Zona Biostratigrafi
D.1 Fosil Semua tipe fosil sebenarnya berpotensi untuk dapat diterapkan pada sekuen stratigrafi. Walau demikian, untuk menentukan umur batas sekuen dan maximum flooding surface secara akurat, diperlukan adanya fossil events yang memiliki kebenaan kronostratigrafi. Hal ini dapat dicapai melalui pengintegrasian marker taxa dari jenis fosil yang berbeda-beda. Fosil yang paling berguna adalah fosil yang, ketika berevolusi, memperlihatkan perubahan morfologi secara cepat dan tegas sedemikian rupa sehingga mudah dikenal tanpa keraguan. Persyaratan lain yang perlu dimiliki oleh index fossils adalah memiliki penyebaran yang luas sehingga dapat dikorelasikan dalam satu cekungan atau antar cekungan serta memiliki kelimpahan yang relatif tinggi. Beberapa tipe fosil seperti amonit, goniatit, dan foraminifera besar sebenarnya memiliki kelebihan tersendiri dibanding fosil lain. Namun, ukurannya yang relatif besar memperkecil kemungkinannya untuk dapat terkandung dalam keratan pengeboran atau inti bor. Karena itu, berbagai jenis fosil kecil (umumnya berukuran beberapa mikron hingga kurang dari beberapa milimeter) saja yang biasa digunakan dalam biostratigrafi. Ada tiga kategori fosil yang paling banyak digunakan oleh para ahli biostratigrafi: (1) mikrofosil (misalnya foraminifera, ostracoda, diatom, calpionellida, radiolaria, ganggang kapur, dan conodonta); (2) nanofosil (misalnya cocolith dan discoaster); serta (3) palinomorf (misalnya dinoflagelata, chitinozoa, acritarch, tasmanitida, serbuksari, dan spora). Salah satu kelebihan utama dari mikrofosil adalah bahwa, jika lingkungannya sesuai, akan ditemukan dalam jumlah yang melimpah. Gambar 6-1 memperlihatkan kisaran stratigrafi untuk beberapa kategori fosil yang biasa digunakan dalam industri perminyakan. Keberadaan organisma yang kemudian menjadi fosil merupakan fungsi dari evolusi, kondisi lingkungan, dan geografi. Terawetkan tidaknya suatu organisma tergantung pada susunan mineral dan kimia tubuh organisma itu, pada lingkungan dimana tubuh organisma itu terendapkan, dan pada sejarah diagenesis setelah tubuh organisma tertutup oleh sedimen yang diendapkan kemudian. Ketidakhadiran fosil indeks tertentu, baik karena keterbatasan biofasies atau karena tidak terawetkan, merupakan faktor pembatas bagi studi biostratigrafi dan menjadi penghalang utama dalam usaha penafsirannya.
D.2 Skema-Skema Zonasi Fosil dan Resolusi Biokronostratigrafi Organisma berevolusi, berkembang, dan kemudian punah akibat interaksi antara organisma dengan lingkungannya. Datum pemunculan pertama (first appearance datum, FAD) dan datum pemunculan terakhir (last appearance datum, LAD) suatu organisma dalam rekaman batuan merupakan titik-titik penting dalam korelasi biostratigrafi. Peristiwa lain, misalnya kelimpahan maksimum, juga sering dipakai sebagai kriteria korelasi. Walau demikian,
Nama : Bintang Fernata Putra Nim : 111 110 114 Plug :5
3
Laboratorium Mikropaleontologi
kelimpahan maksimum hendaknya ditangani secara hati-hati mengingat faktor-faktor lokal, misalnya laju sedimentasi, dapat mempengaruhi kelimpahan fosil dalam rekaman batuan. Waktu biostratigrafi diukur dalam biokronozona (biochronozone) yang didasarkan pada pemunculan dan kepunahan fosil secara global. Bolli dkk (1985) menyusun suatu sintesis yang menyeluruh terhadap berbagai kategori fosil bahari yang kemudian digunakan untuk menyusun skema biokronozona. Kisaran global suatu spesies fosil mungkin tidak dapat ditemukan dalam suatu cekungan akibat keterbatasan lingkungan atau geografi. Pada kondisi seperti itu, biozona yang didasarkan pada pengetahuan mengenai pemunculan pertama dan pemunculan terakhir setiap spesies fosil yang ditemukan mungkin hanya memiliki nilai korelatif lokal. Hal ini mengandung pengertian bahwa korelasi global dari suatu tipe fosil memerlukan adanya diagram sekuen stratigrafi seperti yang dibuat oleh Haq dkk (1987). Resolusi kronostratigrafi yang dapat diperoleh dari fosil indeks tergantung pada waktu geologi, jumlah kategori fosil yang digunakan, dan lingkungan pengendapan. Resolusi suatu kategori fosil dihitung dengan cara membagi rentang waktu geologi fosil tersebut dengan jumlah biozona. Resolusi kronostratigrafi rata-rata untuk beberapa tipe fosil diperlihatkan pada tabel 6-1. Skema-skema biozona yang diterbitkan hingga dewasa ini menggunakan titik-titik pemunculan pertama dan pemunculan akhir untuk menentukan biozona. Di lain pihak, puncak biozona yang dipakai dalam industri perminyakan ditentukan ber-dasarkan titik-titik pemunculan terakhir, sedangkan pertumpangtindihan antar biozona dijadikan dasar untuk menentukan subzona. Hal ini terjadi karena sampel yang paling banyak dimiliki oleh para ahli biostratigrafi yang bekerja di dunia perminyakan adalah keratan pengeboran yang ketika terangkut bersama-sama dengan lumpur pengeboran biasanya dikenai efek sisa dan kontaminasi oleh material yang terletak di bagian atas sumur pengeboran. Walau demikian, penelitian reservoar yang mendetil menggunakan data pemunculan awal untuk membuat skema biozona karena inti bor dan side-wall core biasanya dapat diperoleh. Data itu selanjutnya digunakan untuk membuat diagram korelasi yang mendetil dengan tujuan mengetahui kesinambungan dan variasi reservoar pada arah lateral. Skema biozona lokal biasanya lebih mendetil dan memiliki resolusi kronostratigrafi yang lebih tinggi dibanding skema biozona global atau regional. Sebagai contoh, biozona nannofosil Miosen Akhir–Plistosen di Teluk Meksiko memiliki resolusi rata-rata 0,375Ma. Resolusi gabungan dari beberapa kategori fosil bahkan bernilai lebih tinggi dari itu. Sebagai contoh, resolusi gabungan rata-rata dari nannofosil dan foraminifera untuk Miosen Akhir– Plistosen di Teluk Meksiko adalah sekitar 0,2Ma.
Nama : Bintang Fernata Putra Nim : 111 110 114 Plug :5
4
Laboratorium Mikropaleontologi
E. Kesimpulan
Karakter biostratigrafi dari paket endapan sedimen dikontrol oleh interaksi antara kondisi lingkungan, evolusi organisma, dan perubahan proses pengendapan yang berkaitan dengan perubahan alas kikis. Akibatnya, hanya ada sedikit "hukum" yang dapat disimpulkan mengenai hubungan antara biostratigrafi dan sekuen stratigrafi. Secara umum, keteraturan yang ada dapat dinyatakan sbb: 1. Setiap kelompok fosil tidak dapat memberikan data umur yang cukup akurat untuk endapan Fanerozoikum. Demikian pula, setiap kelompok fosil tidak dapat memberikan tafsiran lingkungan purba yang cukup mendetil untuk semua lingkungan pengendapan. Penggabungan dua atau lebih kelompok fosil akan memberikan data umur yang lebih akurat dan, oleh karena itu, dapat meningkatkan resolusi biostratigrafi. Setiap individu fosil dapat menyebabkan timbulnya kesimpulan umur dan lingkungan pengendapan yang tidak benar dan, pada gilirannya, dapat menyebabkan timbulnya model-model geologi yang tidak sahih. 2.
Biostratigrafi dan isotop stratigrafi khususnya sangat berguna untuk mengkalibrasi dan mengkorelasikan batas-batas sekuen dan maximum flooding surface ketika data seismik kurang mendukung akibat kompleksnya tatanan struktur.
Nama : Bintang Fernata Putra Nim : 111 110 114 Plug :5
5