SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT BORNEO CITRA MEDIKA PELAIHARI
NOMOR : 0127/PPI/RSBCM-AKRED/I/2018
TENTANG
PENETAPAN KEBIJAKAN PELAYANAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI RUMAH SAKIT BORNEO CITRA MEDIKA PELAIHARI
DIREKTUR RUMAH SAKIT BORNEO CITRA MEDIKA PELAIHARI,
Menimbang
:
a. Bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit Borneo Citra Medika Pelaihari, maka diperlukan penyelenggaraan pelayanan yang bermutu tinggi dari setiap gugus tugas / unit pelayanan yang ada. b. Bahwa pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan salah satu gugus tugas / unit pelayanan di Rumah Sakit Borneo Citra Medika Pelaihari yang harus mendukung pelayanan rumah sakit secara keseluruhan maka diperlukan penyelenggaraan
pelayanan
pencegahan dan pengendalian infeksi yang bermutu tinggi. c. Bahwa agar pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi dapat terlaksana dengan baik, perlu adanya Surat Keputusan Direktur tentang Kebijakan pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi Rumah Sakit Borneo Citra Medika Pelaihari sebagai landasan bagi penyelenggaraan pelayanan. d. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam a, b dan c, perlu ditetapkan dengan Surat Keputusan Direktur Rumah Sakit Borneo Citra Medika Pelaihari.
Mengingat
:
1.
Undang-Undang RI Nomor 36 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
2.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 270
Menkes / SK / III / 2007 tentang Pedoman Manajerial Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan lainnya 3.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 27 Tahun 2017 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
4.
Keputusan Menteri Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1204 / Menkes / SK / X / 2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.
5.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor
436
Menkes / SK / VI / 1993 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit dan Standar Pelayanan Medis 6.
Peraturan Menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2015 tentang Program Pengendalian Resistensi Anti Mikroba di Rumah Sakit
7.
Peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2014 tentang kesehatan lingkungan
8.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 56 Tahun 2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan
9.
Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya, Depkes RI, 2011
10. Hand Hygiene Technical reference Manual, Patient safety, WHO, 2009 11. Pedoman Pencampuran Obat Suntik dan Penanganan Sediaan Sitostatika, Departemen Kesehatan RI, 2009 12. Pedoman PGRS ( Pelayanan Gizi Rumah Sakit ), Kemenkes RI, 2013 13. Pedoman Instalasi Pusat Sterilisasi ( Central Sterile Supply
Department / CSSD ), Depkes RI, 2009 14. Direktorat Jenderal Pelayanan medik Departemen Kesehatan RI tahun 2004 tentang Standar Kamar Jenazah MEMUTUSKAN: Menetapkan Kesatu
: :
Keputusan Direktur
Tentang Kebijakan Pelayanan Pencegahan Dan
Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Borneo Citra Medika Pelaihari. Kedua
:
Kebijakan pelayanan pencegahan dan pengendalian Rumah Sakit Borneo Citra Medika Pelaihari sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan ini.
Ketiga
:
Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi Rumah Sakit Borneo Citra Medika Pelaihari dilaksanakan oleh Rumah Sakit Borneo Citra Medika Pelaihari
Keempat
:
Ketua
TIM
pencegahan
dan
pengendalian
infeksi infeksi
wajib
mensosialisasikan keputusan ini ke seluruh karyawan di Pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi. Kelima
:
Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dan apabila dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam penetapan ini, akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di Pelaihari, Direktur Rumah Sakit Borneo Citra Medika Pelaihari
dr. Singgih Sidarta, Sp.OG
Surat Keputusan ini dan lampirannya diserahkan kepada : 1. Kabid Pelayanan Medik dan Penunjang Medik Rumah Sakit Borneo Citra Medika Pelaihari 2. Ketua Tim pencegahan dan pengendalian infeksi Rumah Sakit Borneo Citra Medika Pelaihari
3. Arsip
LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT BORNEO CITRA MEDIKA PELAIHARI NOMOR
:
TANGGAL :
KEBIJAKAN PELAYANAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) DI RUMAH SAKIT BORNEO CITRA MEDIKA PELAIHARI KABUPATEN TANAH LAUT
A.
KEBIJAKAN UMUM 1.
Pelayanan di seluruh unit harus selalu berorientasi pada Mutu Pelayanan dan Sasaran keselamatan Pasien, selalu berfokus pada pasien ( patient patient centeredness) dengan melaksanakan akses kepelayanan dan kontinuitas pelayanan, memenuhi hak pasien dan keluarga, asesmen pasien, pemberian pelayanan pasien, serta memberikan edukasi kepada pasien, keluarga dan masyarakat.
2.
Semua tenaga kesehatan Rumah Sakit Borneo Citra Medika Pelaihari wajib mengedepankan “ self “ self protection” protection” dan “ patien “ patien safety” safety” secara seimbang dan disiplin. disiplin.
3.
Setiap petugas rumah sakit harus bekerja sesuai Standar Profesi, Standar Kompetensi, Standar Prosedur Operasional, Etika Profesi, Kode Etik Rumah Sakit dan semua Peraturan Rumah Sakit yang berlaku.
4.
Peralatan di unit pelayanan harus selalu dilakukan pemeliharaan dan kalibrasi secara teratur sesuai ketentuan yang berlaku dan selalu dalam kondisi siap pakai.
5.
Penyediaan tenaga harus mengacu pada pola ketenagaan Rumah Sakit.
6.
Pelayanan Rumah Sakit dilaksanakan selama 24 jam setiap hari, kecuali beberapa unit pelayanan tertentu.
7.
Semua petugas Rumah Sakit wajib memiliki ijin/ lisensi/ sertifikasi sesuai dengan profesi dan ketentuan yang berlaku.
8.
Setiap unit pelayanan harus mampu mengelola data yang dapat dijadikan sebagai sumber informasi dan pengambilan keputusan bagi kepentingan manajemen dan pelayanan kepada masyarakat.
9.
Koordinasi dan evaluasi pelayanan disetiap unit pelayanan wajib dilaksanakan melalui rapat rutin minimal 1 kali dalam satu bulan.
10.
Semua unit pelayanan wajib membuat laporan bulanan dan tahunan kepada manajemen Rumah Sakit.
11.
Setiap unit pelayanan harus menjalankan kewaspadaan universal melalui kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi yang menjangkau setiap pelayanan di Rumah Sakit dan melibatkan berbagai individu.
12.
Dalam melaksanakan tugasnya setiap petugas Rumah Sakit wajib mematuhi ketentuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dengan melakukan upaya untuk mengurangi dan mengendalikan bahaya, resiko, mencegah kecelakaan dan cedera, memelihara kondisi lingkungan dan keamanan.
13.
Rumah sakit melakukan pengumpulan, validasi dan analisis data baik internal ataupun eksternal untuk pengembangan pelayanan rumah sakit.
14.
Setiap petugas berhak mendapatkan kesempatan mengembangkan kemampuan dan keterampilan melalui program pendidikan.
15.
Dilakukan check up up rutin bagi seluruh karyawan terhadap kemungkinan infeksi dan penyakit menular.
B.
KEBIJAKAN KHUSUS
Dalam rangka melindungi pasien, pengunjung dan petugas terhadap penularan infeksi di Rumah Sakit, maka Rumah Sakit Borneo Citra Medika Pelaihari melaksanakan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI). 1.
PROGRAM PENGENDALIAN dan PENCEGAHAN INFEKSI (PPI) a. Program PPI yang berisi : 1) Penyusunan program PPI yang yang mengacu pada ilmu ilmu pengetahuan terkini. 2) Penyusunan program PPI berdasarkan Regulasi Nasional program PPI di Rumah Sakit. 3) Program PPI berdasarkan Sanitasi Nasional. b. Agar pelaksanaan PPI terkoordinasi dengan baik, Direktur membentuk Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Infeksi (TPPI). Tim PPI Rumah Sakit Borneo Citra Citra Medika Pelaihari bertanggung jawab langsung kepada Direktur.
c. Program Tim PPI meliputi : 1) Upaya menurunkan resiko infeksi pada pelayanan pasien. 2) Upaya menurunkan resiko infeksi pada tenaga kesehatan. 3) Kegiatan surveilens untuk mendapatkan angka infeksi. 4) Sistem investigasi pada out break penyakit infeksi. d. Agar kegiatan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi berjalan lancar, maka Rumah Sakit Borneo Citra Medika Pelaihari merencanakan untuk memberikan pelatihan kepada dokter sebagai IPCO dan perawat sebagai IPCN (Infection Prevention and Control Nurse) purnawaktu yang bertugas mengawasi seluruh kegiatan pencegahan pengendalian infeksi. e. Dalam melaksanakan tugasnya IPCN dibantu oleh IPCLN (Infection Prevention and Control Link Nurse) dan IPCLS (Infection Prevention and Control Link Staf ) sebagai pelaksana harian/penghubung di unit masing-masing.
2.
KEWASPADAAN STANDAR Kewaspadaan standar diterapkan secara menyeluruh disemua area Rumah Sakit dengan mengukur resiko yang dihadapi pada setiap situasi dan aktivitas pelayanan, sesuai panduan PPI yang dituangkan dalam Standar Prosedur Operasional (SPO). Meliputi kebersihan tangan, pemakaian alat pelindung diri, disinfeksi dan sterilisasi, tatalaksana linen, penatalaksanaan limbah dan benda tajam, pengendalian lingkungan, praktik menyuntik yang aman, kebersihan pernafasan/etika batuk, praktek lumbal punksi, perawatan peralatan pasien, program kesehatan karyawan, penempatan pasien. a. Kebersihan Tangan Dilakukan oleh seluruh petugas klinis maupun non klinis di seluruh lingkungan Rumah Sakit Borneo Citra Medika Pelaihari, dengan menggunakan cairan antiseptic seperti handsoap/ handrup. Dilakukan menurut 5 moment kebersihan tangan dan 6 langkah mencuci tangan sesuai dengan panduan yang ada pada WHO. 1) Indikasi kebersihan tangan secara umum : a) Segera : setelah tiba di tempat kerja b) Sebelum :
Kontak langsung dengan pasien
Memakai sarung tangan sebelum pemeriksaan klinis dan tindakan invasif
Menyediakan / mempersiapkan obat-obatan
Mempersiapkan makanan
Memberi makan pasien
Meninggalkan rumah sakit
Diantara : prosedur tertentu pada pasien yang sama dimana tangan terkontaminasi untuk menghindari kontaminasi silang
c) Setelah :
Kontak dengan pasien
Melepas sarung tangan
Melepas alat pelindung diri
Kontak dengan darah, cairan tubuh, sekresi, ludah, dahak, muntahan, urine, keringat dan peralatan yang diketahui atau kemungkinan terkontaminasi dengan darah, cairan tubuh, pispot, urinal baik menggunakan atau tidak menggunakan sarung tangan.
Menggunakan toilet, menyentuh / melap hidung dengan tangan (batuk/ bersin).
Menyentuh lingkungan di sekitar pasien
2) 4 Jenis kebersihan tangan : a) Kebersihan tangan surgical b) Kebersihan tangan Aseptik c) Kebersihan tangan alkohol handrub d) Kebersihan tangan Sosial 3) Kebersihan tangan dilakukan menurut 5 Moment Kebersihan Tangan (WHO): a) Moment 1 : sebelum kontak dengan pasien b) Moment 2 : sebelum tindakan asepsis c) Moment 3 : setelah terkena cairan tubuh pasien d) Moment 4 : setelah kontak dengan pasien e) Moment 5 : setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien 4) Jenis kebersihan tangan untuk seluruh ruangan / bagian (klinis & non-klinis) a) Kebersihan tangan dengan air mengalir dan sabun (sosial)
b) Kebersihan tangan dengan air mengalir dan sabun antiseptik chlorhexidine 2% (aseptik) c) Kebersihan tangan dengan larutan berbahan dasar alkohol (handrub) d) Kebersihan
tangan
sebelum
pembedahan
dengan
larutan
antiseptik
chlorhexidine 4 % (surgical) 5) Kebersihan tangan efektif : a) Tidak mengenakan jas lengan panjang saat melayani pasien b) Bagi semua petugas yang berkontak langsung dengan pasien (klinisi), semua perhiasan yang ada (misalnya: jam tangan, cincin, gelang) harus dilepaskan selama bertugas dan pada saat melakukan kebersihan tangan c) Kuku dijaga tetap pendek tidak melebihi 1 mm, tidak menggunakan kuku palsu dan cat kuku d) Jika tangan ada luka ditutup dengan plester kedap air e) Tutuplah kran dengan siku tangan atau putar kran menggunakan handuk sekali pakai atau tisu f) Membersihkan tangan dengan sabun cair dan air mengalir apabila tangan terlihat kotor g) Membersihkan tangan dengan larutan berbahan dasar alkohol (handrub) bila tangan tidak terlihat kotor diantara tindakan h) Keringkan tangan menggunakan handuk sekali pakai atau tisu i) Pastikan tangan kering sebelum memulai kegiatan / mengenakan sarung tangan j) Jangan menambahkan sabun cair ke dalam tempatnya bila masih ada isinya. k) Dispenser sabun harus dibersihkan terlebih dahulu sebelum pengisian ulang 6) Sediakan di setiap ruangan / bagian : a) Area klinis (area perawatan / pelayanan langsung terhadap pasien) :
Wastafel dengan air yang mengalir.
Larutan chlorhexidine 2 % (indikasi kebersihan tangan moment 2 dan 3 ) : poli rawat jalan, ICU, kamar bayi, hemodialisa, UGD (area non tindakan), ruang keperawatan, unit penunjang medik (radiologi, laboratorium klinik, rehabilitasi medik).
Larutan chlorhexidine 4 % : UGD (area tindakan), kamar bedah (OK), VK
Sabun biasa (handsoap) (handsoap) : kamar pasien, pos perawat (indikasi kebersihan tangan moment 1,4,5), toilet, dapur.
Larutan berbahan dasar alkohol (handrub) : setiap tempat tidur pasiendi area kritis (UGD, kamar bayi, ruang observasi VK, ICU, OK), setiap pintu masuk kamar pasien, meja trolly tindakan.
b) Area non-klinis (area pelayanan tidak langsung terhadap pasien) :
Wastafel dengan air yang mengalir.
Sabun biasa (handsoap) : toilet, dapur, perkantoran, kantin, aula.
Larutan chlorhexidine 2% (indikasi kebersihan tangan moment 3): sanitasi, kamar cuci, kamar jenazah, CSSD.
Larutan
berbahan
dasar
alkohol
(handrub)
:
pintu
keluar-masuk
petugas/pengunjung, ruang ru ang tunggu tung gu rawat jalan, farmasi, kamar jenazah, area dimana fasilitas kebersihan tangan dengan sabun dan air mengalir tidak tersedia / jauh letaknya. 7) Melakukan monitoring compliance kebersihan tangan dengan cara : a) Mengukur / mengobservasi kepatuhan kebersihan tangan :
Petugas klinis setiap 2 minggu sekali (ruang keperawatan, UGD, ICU, OK, rawat jalan, kamar bayi, VK, rehabilitasi medik, Gizi).
Dengan memperhatikan 4,5,6 kebersihan tangan. Sebelum kontak dengan pasien (Moment 1 menurut WHO).
- Petugas non-klinis setiap sebulan sekali (kamar cuci, farmasi, dapur, Instalasi Pemeliharaan Sarana Rumah Sakit, sanitasi, kamar jenazah) : sesuai indikasi kebersihantangan secara umum.
- Kepatuhan kebersihan tangan melibatkan petugas klinis maupun nonklinis dengan sasaran 30 % dari jumlah masing-masing profesi (Dokter, Perawat, Fisioterapi dan Gizi). 8) Melakukan program edukasi kebersihan tangan pada petugas, pasien, keluarga dan pengunjung yang merupakan salah satu bagian dari proses penerimaan pasien baru.
9) Setiap petugas wajib mengikuti pelatihan kebersihan tangan yang diadakan oleh rumah sakit secara berkesinambungan mengenai prosedur kebersihan tangan melalui orientasi dan pendidikan berkelanjutan. 10)
Dilakukan monitoring kepatuhan kebersihan tangan petugas (Dokter, Perawat,
Fisioterapi, Gizi) setiap 2 minggu sekali.
b. Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) Ditata perencanaan, penyediaan, penggunaan dan evaluasinya oleh Tim PPI Rumah Sakit bersama K3 Rumah Sakit, instalasi farmasi dan bagian logistik Rumah Sakit. 1) APD digunakan berdasarkan prinsip kewaspadaan standar dan isolasi dengan selalu mengukur potensi risiko spesifik pada setiap aktivitas pelayanan/tindakan medik sehingga tepat, efektif dan efisien. 2) APD sekali pakai disediakan melalui instalasi farmasi. 3) Adanya ceklist tindakan yang menggunakan APD dan kebersihan tangan. 4) APD yang lain disediakan melalui unit K3 Rumah Sakit. 5) Masker untuk ruang kohort air borne desease dengan masker bedah rangkap 2. Tim K3 Rumah Sakit melakukan monitoring dan audit ketepatan penggunaan APD sebagai bahan dalam evaluasi dan rekomendasi peningkatan efektivitasnya.
3.
PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA RASIONAL Pemberian antibiotika yang memenuhi kriteria a. Tepat pasien b. Tepat dosis c. Tepat waktu pemberian d. Tepat jenis e. Waspada terhadap efek samping yang mungkin timbul
4.
SURVEILANS INFEKSI RUMAH SAKIT (IRS)
a. Rumah Sakit mengumpulkan dan mengevaluasi data dan tempat infeksi yang relevan sebagai berikut : 1) Saluran pernafasan. 2) Saluran kencing. 3) Peralatan Intra vascular invasive. 4) Penyakit dan organisme, signifikan secara epidemiologi, multidrug resisten organitis virulensi infeksi yang tinggi. 5) Lokasi operasi seperti pelayanan dan tipe pembalut luka serta prosedur aseptic terkait. 6) Muncul dan pemunculan ulang infeksi di masyarakat. b. Dilakukan secara sistematik aktif oleh IPCN (Infection Prevention Control Nurse – Nurse – perawat pengendali infeksi purna waktu) dan IPCLN (link nurse – perawat penghubung pengendali infeksi). c. Melakukan surveilens PPI Rumah Sakit. d. Melakukan Analisis, evaluasi dan rekomendasi tindak lanjut data infeksi dilakukan Tim PPI Rumah Sakit di bawah koordinator. Dokter Penanggung jawab PPI (IPCO) untuk tujuan pengendalian, manajemen risiko dan kewaspadaan terhadap Kejadian Luar Biasa (KLB) e. Pengendalian angka Infeksi Rumah Sakit menggunakan target sasaran sesuai program PPI. Sasaran angka Infeksi Rumah Sakit dievaluasi setiap 3 tahun. f. Kejadian luar biasa Infeksi Rumah Sakit ditetapkan oleh Direktur Rumah Sakit berdasarkan pertimbangan Tim PPI Rumah Sakit pada hasil evaluasi epidemiologik kecenderungan angka Infeksi Rumah Sakit melalui surveilans. Kecenderungan kejadian Infeksi Rumah Sakit yang terus menerus meningkatsignifikan selama 3 bulan berturut-turut atau peningkatan signifikan angka kejadianpada suatu waktu pengamatan tertentu diwaspadai sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB). Pencegahan danpengendalian risiko penyebaran kejadian yang berpotensi menjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) dilakukan segera secara sinergi melalui kerjasama lintas unit/satuan kerja oleh Tim PPI Rumah Sakit. g. Laporan Infeksi Rumah Sakit (IRS) disampaikan Tim PPI Rumah Sakit kepada Direktur Medik dan Keperawatan setiap bulan.
h. Pemantauan penerapan bundles Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (ILI, ISK,VAP/HAP, IDO) adalah sebagai salah satu tolak ukur keberhasilan surveilans infeksi Rumah Sakit. Kultur mikrobiologi dilakukan pada setiap kasus yang diduga infeksi rumah sakit (HAIs).
5.
PENGAWASAN PERALATAN / OBAT KADALUARSA a. Untuk obat-obat kadaluarsa berkoordinasi dan bekerjasama dengan pokja Pelayanan Kefarmasian dan Penggunaan Obat (PKPO) serta Instalasi Farmasi. Untuk peralatan kadaluarsa berkoordinasi dan bekerjasama dengan Bidang Penunjang.
6.
PENGELOLAAN SAMPAH INFEKSIUS DAN CAIRAN TUBUH a. Petugas yang menangani harus mengunakan Alat Pelinduug Diri (APD) seperti sarung tangan khusus, masker, sepatu boot, apron, pelindung mata dan bila perlu helm. b. Pengangkutan sampah infeksius menggunakan troli dan alur yang berbeda.
7.
PENGELOLAAN DARAH DAN KOMPONENNYA Bekoordinasi dan bekerjasama dengan laboratorium dan Tim Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) Rumah Sakit.
8.
PENGENDALIAN LINGKUNGAN RUMAH SAKIT a. Pemantauan Kualitas Udara. b. Pemantauan Kualitas Air. c. Pemeriksaan swab microbiologi dan kultur di lingkungan Rumah Sakit Dikelola oleh Instalasi Sanitasi Lingkungan Rumah Sakit (ISLRS) dan Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) yang di uji setiap 6 bulan.
9.
PENGELOLAAN LIMBAH RUMAH SAKIT a. Pengelolaan limbah cair / padat
Meliputi penyehatan air, pengendalian serangga dan binatang pengganggu, kebersihan bangunan, pemantauan higiene sanitasi makanan, pemantauan penyehatan linen,
disinfeksi
permukaan/udara/lantai,
pengelolaan
limbah
cair/limbah
B3/limbahpadat medis/non medis dikelola oleh Instalasi Sanitasi Lingkungan Rumah Sakit (ISLRS) dan Sub Bagian Rumah Tangga bekerjasama dengan Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) berkoordinasi dengan Tim PPI Rumah Sakit, sehingga aman bagi lingkungan. Pengelolaan limbah harus memperhatikan prinsip sebagai berikut : 1) Semua limbah beresiko tinggi harus diberi label/tanda yang jelas. 2) Wadah/container diberi alas kantong plastik dengan warna : kuning untuk limbah infeksius & B3, merah untuk limbah radioaktif, hitam untuk limbah non medis / domestika. 3) Limbah tidak boleh dibiarkan atau disimpan > 24 jam. 4) Kantong plastik tempat limbah tidak diisi terlalu penuh (cukup 3/4). 5) Wadah/container harus tertutup, tahan bocor, tidak berkarat, mudah dikosongkan atau diangkat, mudah dibersihkan dan berada ditempat yang terlindungi binatang atau serangga. b. Khususnya benda tajam dan jarum 1) Limbah benda tajam harus dikumpulkan dalam satu wadah anti bocor dan tahan tusukan (safety box), tanpa memperhatikan terkontaminasi atau tidak. 2) Jarum dan syringe syringe harus dimasukkan ke dalam “Safety box“. box“. 3) Pengangkutan limbah harus menggunakan troli
yang tertutup. Pengangkutan
dilakukan 2 kali. Apabila harus menggunakan troli harus harus dengan troli tersendiri. 4) Pembuangan atau pemusnahan limbah medis padat harus dilakukan di tempat pengelolaan sampah medis dalam hal h al ini Rumah Sakit mempunyai mempun yai alat incinerator sendiri. c. Petugas yang menangani limbah harus mengunakan APD seperti sarung tangan khusus, masker, sepatu boot, apron, pelindung mata dan bila perlu helm. d. Prinsip metode pembersihan ruang perawatan dan lingkungan, pemilihan bahan desinfektan, cara penyiapan dan penggunaannya dilaksanakan berdasarkan telaah Tim PPI Rumah Sakit untuk mencapai efektivitas yang tinggi.
10.
PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN Tim PPI berkoordinasi dan bekerjasama dengan Tim Keselamatan Pasien di Rumah Sakit.
11.
PENGELOLAAN MAKANAN Pengelolaan makanan di instalasi gizi memperhatikan standar sanitasi makanan minuman, alat, lingkungan produksi dan hygiene perorangan penjamah makanan. 1) Semua bahan makanan yang disiapkan sampai dengan disajikan kepada pasien, pegawai atau pengunjung dikelola sesuai pedoman dan standar prosedur pelayanan instalasi gizi agat terhindar dari pencemaran dan penularan infeksi melalui makanan. 2) Penyimpanan bahan makanan harus selalu terpelihara dan dalam keadaan bersih, terlindung dari debu, bahan kimia berbahaya dan hewan lain serta suhu penyimpanan disesuaikan dengan jenis bahan makanan. 3) Penjamah makanan yang kontak langsung dengan makanan mulai dari proses penyiapan bahan sampai dengan penyajiannya dilakukan surveilans higiene pribadi berupa makanan di instalasi gizi memperhatikan standar sanitasi makanan minuman monitoring kultur mikrobiologi swab rektal, dikoordinasikan dan di bawah tanggung jawab Tim K3 Rumah Sakit. 4) Petugas unit harus dalam kondisi sehat dan dilakukan pemeriksaan berkala selama 6 (enam) bulan sekali. 5) Makanan jadi yang dibawa oleh keluarga pasien dan berasal dari sumber lain harus selalu diperiksa kondisi fisiknya sebelum dihidangkan. 6) Makanan yang ada di kantin didalam lingkungan Rumah Sakit, dilakukan pemeriksaan secara berkala. Terutama bila ada pergantian penjual dan jenis makanan yang dijual.
12.
PENGONTROLAN FASILITAS DAPUR Berkoordinasi dan bekerjasama dengan Instalasi Gizi. Dituangkan dalam bentuk Standar Prosedur Operasional (SPO).
13.
PERAWATAN PASIEN PENYAKIT MENULAR a. Yang perlu dirawat inap ditempatkan di ruang terpisah dari pasien lain (ruang isolasi). b. Saat memproses spesimen, petugas laboratorium tetap mengacu pada kewaspadaan standar dan kewaspadaan berdasarkan transmisi melalui udara (airbone) dan transmisi melalui kontak. c. Apabila pasien akan ditransportasikan keluar dari ruang isolasi, pasien harus mengenakan masker sesuai standar untuk melindungi lingkungan sekitar (khusus pasien Tuberculosis).
14.
KEWASPADAAN BERDASARKAN TRANSMISI Merupakan tambahan kewaspadaan standar diterapkan pada pasien rawat inap yang suspek atau telah ditentukan jenis infeksinya, berdasarkan cara transmisi kontak, droplet atau airbone. airbone. Tatalaksana administratif meliputi percepatan akses diagnosis, pemisahan penempatan pasien, mempersingkat waktu pelayanan di rumah sakit, penyediaan paket perlindungan petugas. Tatalaksana lingkungan meliputi penataan alur pasien, penataan sistem ventilasi (natural maupun mekanikal) tatalaksana penyediaan dan penggunaan alat pelindung diri.
15.
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) DI PEMULASARAN JENAZAH a. Pemindahan jenazah dari ruang perawatan, perawatan jenazah di kamar jenazah harus melakukan Kewaspadaan Standar melakukan kebersihan tangan yang benar dan menggunakan APD yang sesuai dengan risiko pajanan sekret / cairan tubuh pasien. b. Petugas kamar jenazah Pengawetan jenazah dengan menggunakan cairan formal dehide dilakukan sesuai prosedur dan prinsip-prinsip Kewaspadaan Standar. c. Pengawetan jenazah tidak boleh dilakukan pada pasien yang meninggal akibat penyakit menular kecuali jenazah yang akan dikirim keluar daerah melalui udara. 1) Pembersihan dan disinfeksi kamar jenazah sesuai dengan ketentuan panduan Pengelolaan Kamar Jenazah.
2) Penatalaksanaan limbah dan linen kamar jenazah sesuai dengan ketentuan panduan Pengelolaan Kamar Jenazah. 3) Pemulasaraan jenazah berpenyakit menular harus dilakukan sesegera mungkin
16.
DESINFEKSI / STERILISASI a. Proses desinfeksi alat dapat dikategorikan menjadi : 1) Peralatan Kritis/risiko tinggi 2) Peralatan semikritis/risiko sedang 3) Peralatan Nonkritis/resiko rendah b. Disinfeksi lingkungan rumah sakit 1) Zona dengan resiko rendah 2) Sedang 3) Tinggi 4) Sangat tinggi c. Proses desinfeksi alat dapat dikategorikan menjadi: 1) Peralatan Kritis/risiko tinggi: adalah peralatan medis yang masuk kedalamjaringan tubuh steril atau sirkulasi darah. Contoh instrumen bedah, kateter intravena, kateter jantung. Pengelolaannya dengan cara sterilisasi. 2) Peralatan semikritis/risiko sedang: adalah peralatan yang kontak dengan membran mukosa tubuh. Pada peralatan semikritis, proses sterilisasi disarankan namun tidak mutlak, jadi bisa dilakukan disinfeksi tingkat tinggi. 3) Peralatan Nonkritis/resiko rendah: adalah peralatan yang kontak dengan permukaan kulit utuh contoh: tensimeter, stetoskop, linen, alat makan, lantai, perabot, tempat tidur. Untuk jenis peralatan ini dapat digunakan disinfeksi tingkat sedang sampai tingkat rendah. d. Disinfeksi lingkungan rumah sakit 1) Permukaan lingkungan : lantai, dinding, dan permukaan meja, trollydidisenfeksi dengan detergen netral. 2) Lingkungan yang tercemar darah atau cairan tubuh lainnya dibersihkan dengan desinfektan tingkat menengah. 3) Penggunaan disinfektan di ruang infeksi (menular) dan Area kritis
Untuk mengepel/membersihkan lantai dan wc menggunakan : kreolin
Untuk area yang sering disentuh (High touch area) menggunakan disinfektan: Lysol 1:100 (permukaan logam), Chlorine 0.05 % (permukaan bukan logam).
Untuk area yang jarang disentuh (Non High touch area) menggunakan sabun PH netral.
4) Penggunaan
disinfektan
di
area
banyak
tumpahan
darah/cairan
tubuh:
menggunakan disinfektan Chlorine 0.5% e. Sterilisasi Alat/ Instrument kesehatan paska pakai 1) Di Rumah Sakit dilakukan dengan 2 cara yaitu secara fisika atau kimia, melalui tahapan
pencucian
(termasuk
perendaman
dan
pembilasan),
pengeringan,
sterilisasi, penyimpanan, belum bisa diikuti dengan pemantauan dan evaluasi proses serta kualitas/mutu hasil sterilisasi secara terpusat karena belum adanya Instalasi Pusat Pelayanan Sterilisasi (CSSD). 2) Pemrosesan alat/instrumen paska pakai dipilih berdasarkan kriteria alat. Sterilisasi dilakukan untuk alat kritikal, sterilisasi atau disinfeksi tingkat tinggi (DTT) dilakukan untuk alat semi kritikal, disinfeksi tingkat rendah untuk alat non kritikal. 3) Kriteria pemilihan desinfektan didasari telah secara cermat terkait kriteria memiliki spektrum luas dengan daya bunuh kuman yang tinggi dengan toksisitas rendah, waktu disinfeksi singkat, stabil dalam penyimpanan, tidak merusak bahan dan efisien. Unit kerja yang bertanggung jawab terhadap penyediaan desinfektan dan antiseptik di Rumah Sakit sesuai rekomendasi Tim PPI Rumah Sakit melalui instalasi farmasi. 4) Memonitor pelaksanaan proses dekontaminasi di setiap unit menggunakan form 5) Karena Rumah Sakit Borneo Citra Medika Pelaihari belum mempunyai CCSD, maka di Rumah Sakit Borneo Citra Medika Pelaihari dilakukan dengan perendaman menggunakan cairan desinfektan dan pembilasan pengeringan, dan, sterilisasi diruang masing – masing – masing masing dengan menggunakan sterilisator kering dengan mereka yang sama.
17.
TATALAKSANA LINEN
a. Jenis linen di Rumah Sakit Borneo Citra Medika Pelaihari dikualifikasikan menjadi linen bersih, linen kotor infeksius, linen kotor non infeksius. b. Dalam pelaksanaannya dengan menggunakan mesin cuci dan pengering yang belum standar. c. Untuk mencegah kontaminasi, pengangkutan linen menggunakan kantong linen yang berbeda, linen kotor dengan kantong linen berwarna hitam dan linen kotor infeksius dengan kantong linen kuning. d. Pencegahan kontaminasi lingkungan maupun pada petugas dilakukan dengan desinfeksi
kereta
linen,
pengepelan/disinfeksi
lantai,
implementasi
praktik
kebersihan tangan,penggunaan alat pelindung diri (APD) sesuai potensi resiko selama bekerja.
18.
PENGKAJIAN RESIKO INFEKSI PADA KONSTRUKSI DA RENOVASI DI RUMAH SAKIT DAN PEMAKAIAN RUANGAN BARU PASCA KONSTRUKSI/ RENOVASI RUMAH SAKIT a. Sebelum melakukan kontruksi atau renovasi bangunan dilakukan analisis terhadap kualitas udara, persyaratan utilisasi, kebisingan, getaran dan prosedur emergensi. b. Setiap konstruksi maupun renovasi bangunan yang dilakukan di Rumah Sakit harus mengutamakan keselamatan pasien, pengunjung dan petugas berdasarkan prinsip prinsip pencegahan dan pengendalian infeksi. c. Pengkajian risiko infeksi dibuat berdasarkan dari panduan Infection Control Risk Assesment (ICRA). d. Tim PPI Rumah Sakit melakukan pengkajian risiko infeksi dan tindak lanjut berkolaborasi dengan bagian pemeliharaan dan K3 Rumah Sakit.
19.
PEMAKAIAN ULANG PERALATAN DAN MATERIAL SEKALI PAKAI ((SINGLE SINGLE YANG DI RE-USE DI RE-USE ) USE YANG Dapat digunakan kembali sesuai dengan rekomendasi manufactur -nya. -nya. Alat medis sekali pakai dapat digunakan ulang (reuse of single use devices) devices)
a. Alat medis sekali pakai dapat
diproses secara secara benar/tepat (rasional) dan hasil
sterilisasi masih efektif dan efisien baik secara fisik /fungsi, kualitas serta aman digunakan bagi pasien. b. Alat medis sekali pakai sangat dibutuhkan penggunaannya, tetapi sulit diperoleh atau sangat mahal harganya. c. Pemrosesan alat medis sekali pakai yang disterilkan dan digunakan kembali harus melalui proses pencatatan dan pengawasan mutu di bagian CSSD. d. Alat medis sekali pakai yang non steril dilakukan pengawasan mutu dengan melihat secara visual dan fungsi dari alat / bahan. e. Daftar alat medis sekali pakai yang akan digunakan kembali ditentukan oleh Rumah Sakit. f. Adanya form daftar peralatan alat single use yan g di re-use. g. Adanya form daftar monitoring alar single use yang dire -use.
20.
PRAKTEK MENYUNTIK YANG AMAN a) Pakai jarum yang steril, sekali pakai, pada tiap suntikan untuk mencegah kontaminasi pada peralatan injeksi dan terapi. b) Vial/ampul/botol infus untuk single use harus dapat digunakan dengan cara yang dapat menjaga syarat aseptik. c) Multi dose vial digunakan: 1) Hanya digunakan untuk satu orang pasien 2) Setiap mengakses via multi dose harus menggunakan jarum dan spuit yang steril 3) Tidak disimpan atau dibawa ke kamar pasien atau ruang tindakan kecuali vial tersebut hanya diperuntukkan untuk satu orang pasien tertentu. 4) Setelah digunakan untuk pertama kali, harus dicantumkan tanggal pertama kali vial dibuka dan tanggal beyond use date pada etiket obat. 5) Cairan infus dalam botol (plastik atau kaca) tidak dapat digunakan bersama sama untuk beberapa pasien. 6) Insulin flexpen hanya dapat digunakan untuk satu orang pasien dan tidak dapat digunakan untuk bersama-sama untuk beberapa pasien.
7) Setiap kali penyuntikan insulin dengan menggunakan flexpen harus menggunakan jarum baru. 8) Apabila petugas tertusuk jarum suntik, maka dilakukan penanganan sesuai program yang sudah ditetapkan ( koordinasi dengan K3 Rumah Sakit )
21.
PENATALAKSANAAN LUMBAL PUNGSI Pemeriksaan lumbal pungsi dilakukan diruang tindakan, sesuai indikasi dan petugas menggunakan APD / sesuai prosedur.
Kebijakan tersebut dapat berubah sesuai dengan hasil analisa. Ditetapkan di Pelaihari pada tanggal DIREKTUR RUMAH SAKIT BORNEO CITRA MEDIKA PELAIHARI
dr. Singgih Sidarta, Sp. OG