Etika Bisnis dan Tata Kelola Perusahaan Kasus Perusahaan Parmalat
Oleh: KELOMPOK 2
Bayu Bagus Setianugraha
1106075585
Gema Ibnu Syauqi
1106060785
M. Gibran Nadhir
1106075673
M. Kukuh Pratama
1106075950
M. Yusuf Ibrahim
1106075326
Pradipta Faikar Hakim
1206254454
Tatakelola Perusahaan FAKULTAS EKONOMI dan BISNIS UNIVERSITAS INDONESIA 2015
Statement of Authorship
“Kami yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa tugas terlampir adalah murni hasil
kerja kami sendiri. Tidak ada pekerjaan orang lain yang kami gunakan tanpa menyebutkan sumbernya. Materi ini belum pernah disjikan/digunakan sebagai bahan untuk makalah/tugas mata ajaran lain kecuali kami menyatakan dengan jelas bahwa kami menggunakannya. Kami memahami bahwa tugas yang kami kumpulkan ini dapat diperbanyak dan/atau dikomunikasikan untuk tujuan mendeteksi adanya plagiarisme.” Nama
NPM
Bayu Bagus Setianugraha
1106075585
Gema Ibnu Syauqi
1106060785
M. Gibran Nadhir
1106075673
M. Kukuh Pratama
1106075950
M. Yusuf Ibrahim
1106075326
Pradipta Faikar Hakim
1206254454
Mata ajaran
Tanda Tangan
: Tatakelola Perusahaan
Judul makalah/tugas : Etika Bisnis dan Tata Kelola Perusahaan – Kasus Parmalat Dosen
: Hilda Rossieta S.E., Ak., M.Comm., Ph.D
Profil Perusahaan Parmalat merupakan perusahaan yang bergerak di bidang produksi makanan, seperti susu, dairy products yang berasal dari susu seperti yoghurt, cream, custard, dan keju, serta beverages, yang berpusat di Italia. Selain susu dan produk susu, Parmalat juga memproduksi jus buah yang dipasarkan dengan merek Lactis, Santal, Malù, dan Kyr. Parmalat didirikan oleh Calisto Tanzi di tahun 1961, seorang mahasiswa drop out yang membuka pusat pasteurisasi di Parma. Empat dekade berikut, parmalat berkembang menjadi perusahaan multinasional dan membuat diversifikasi produk ke susu, produk susu, minuman, bakeri, dan produk lain di tahun 80-an. Penawaran saham pertama (IPO) ke Milan Stock Exchange di tahun 1990 dan sejak tahun itu Parmalat terus berekspansi. Pada tahun 1990 saham Parmalat tercatat di Milan Stock Exchange dan terus berkembang di tahun 1990an menjadi pemimpin pasar untuk perusahaan yang memproduksi susu dan produk dairy. Tahun 1997, Parmalat masuk ke pasar finansial dunia dengan melakukan beberapa akuisisi dengan utangtermasuk diantaranya Western Hemisphere. Kondisi Parmalat mulai menurun sejak tahun 2001 dan puncak penurunan terjadi di tahun 2003 dimana dia kolaps dengan hutang sebesar 14 milyar euro.
Ringkasan Kasus Pada tahun 2003, pendiri Parmalat yang bernama Calisto Tanzi terlibat dalam kasus manipulasi keuangan yang berujung pada bangkrutnya perusahaan Parmalat. Terdapat 16 tersangka yang berkaitan dalam kasus ini, yaitu termasuk Chief Financial Officer perusahaan Parmalat, saudara serta dua anak Calisto Tanzi, akuntan yang ada dalam Parmalat, dan direkturdirektur Parmalat. Selain pihak-pihak yang telah disebutkan, kasus ini juga melibatkan auditor yang mengaudit Parmalat, termasuk pihak Italaudit, Deloitte&Touche, Grant Thornton, serta bank-bank yang berkaitan dengan Parmalat seperti Bank of America. Tanzi dan pihak-pihak terkait diduga melakukan manipulasi harga saham, menerbitkan laporan keuangan palsu, menyesatkan regulator laporan pasar saham di Italia, dan menghalangi
audit. Parmalat telah menggelapkan dana sebesar 14 miliar Euro yang didapat dengan cara memanupulasi laporan keuangan Parmalat. Pada bulan September 2005, sidang pertama terkait kasus Parmalat dilaksanakan. Sidang pertama membahas dugaan-dugaan tindakan tidak etis yang dilakukan oleh Parmalat. Selanjutnya pada bulan Januari 2008, sidang kedua dilaksanakan yang melibatkan tiga bank asing, yaitu Citigroup, Morgan Stanley, dan Deutsche Bank, serta karyawan-karyawan Parmalat. Pihak-pihak tersebut dituntut atas manipulasi harga serta memberikan informasi keuangan palsu. Lalu pada bulan Maret 2008, sidang ketiga pun dilaksanakan. Sidang ketiga ini melibatkan 55 terdakwa yang dituntut terkait kebangkrutan Parmalat dan menyangkut masalah kriminal. Kasus ini berakhir dengan dijatuhinya hukuman penjara selama 10 tahun kepada pendiri Parmalat, Calisto Tanzi. Hukuman ini lebih ringan dibandingkan dengan tuntutan jaksa, yaitu hukuman penjara selama 13 tahun. Italiaudit juga dikenaik sanksi sebesar 240.000 euro dan penyitaan aset sebesar 455.000. Begitu juga Bank of America, dikenai sanksi sebesar $98,5 miliar. Selanjutnya, Pamalat diserahkan kepengurusannya kepada Enrico Bondi, yang ditunjuk secara langsung oleh pemerintah, dimana ia melakukan tuntutan kepada bank-bank yang terlibat untuk mendapatkan kembali sejumlah dana bagi Pamalat dan investornya.
Analisis Kasus Kaitan dengan Jurnal Charles Hardy (2002) Inti kecurangan yang dilakukan oleh manajemen parmalat adalah manipulasi laporan keuangan
sehingga berimbas pada tertipunya investor dan pemegang saham. Hal ini
mengakibatkan harga saham parmalat naik. Lalu manajemen parmalat juga tidak melakukan audit dan menipu regulator di Italia. Untuk mendapatkan dana 14 Milliar dollar yang di gunakan untuk kepentingan pribadi. (self interest). Handy Dalam artikelnya yang berjudul
What’s a
Business For? menyatakan bahwa maraknya kecurangan akuntansi yang terjadi di akibatkan
perusahaan yang terlalu memetingkan profit sesuai dengan kebutuhan pasar dan tidak menghiraukan yang terjadi sesungguhnya di perusahaan. Selain itu juga adanya self interest manajemen yang tinggi untuk mendapatkan uang yang banyak dari bonus gaji atau stock option yang berasal dari profit yang tinggi. Mereka bisa melakukan kecurangan tersebut karena
memetingkan diri sendiri dan tidak memetingkan stakeholder yang lain. Selain itu, manajemen perusahaan sangat mementingkat profit sebagai goal perusahaan. Padahal, profit seharusnya menjadi means yang dapat memungkinkan perusahaan untuk melakukan sesuatu yang lebih baik.
Menurut Hardy, value perusahaan bukan semata-mata accounting figures, namun skill dan kompetensi yang dimiliki karyawan perusahaan (intellectual property). Akibat dari pandangan perusahaan yang mementingkan accounting figures, terjadilah maneuver-manuver akuntansi yang dilakukan untuk meraih angka profit lebih besar, walaupun hal tersebut melanggar etika bisnis karena menyebabkan informasi menjadi misleading bagi pengguna laporan keuangan. Seperti yang dilakukan parmalat memanipulasi lap keuangan dengan memetingkan accounting figures yang berimbas pada tingginya bonus untuk manajemen.
Pencarian value perusahaan yang sesungguhnya adalah sangat penting. Apa tujuan perusahaan itu dibuat ? apakah untuk profit semata atau untuk tujuan yang lebih mulia yaitu memecahkan masalah yang ada di masyarakat. Dave Packard mendefinisikan perusahaan adalah seesungguhnya terdiri dari individu-individu yang bekerja sama agar mereka dapat mencapai suatu objektif yang tidak bisa mereka capai dengan bekerja sendiri-sendiri. Dan untuk dapat bekerja sama guna meraih objektif, individu-individu tersebut harus berpegangan pada sebuah “cause” tertentu. Menurut Handy, kegiatan perusahaan seperti membuat produk baru, meningkatkan kualitas, dan menyebarkan teknologi, adalah sebuah “cause” mulia. Dengan berpegangan pada “cause”, suatu individu dapat member i kontribusi moral yang dapat
memotivasi diri mereka sendiri maupun perusahaan secara keseluruhan. Parmalat sendiri pada awal didirikannya adalah perusahaan yang bagus. Dia adalah produsen susu dan barang turunannya yang terbesar di Italia, memastikan masyarakat italia mendapatkan pasokan susu yang berkualitas . Namun, nampaknya pada tahun 2001 -2003 setelah parmalat masuk kedalam pasar modal italia. CEO parmalat dan manajemen sedikit rakus dan tamak sehingga mengeruk keuntungan untuk dirinya sendiri dengan memanipulasi laporan keuangan dan menghiraukan value perusahaan pada awalnya sehingga mengalami kebangkrutan.
Kaitan Artikel pada Rotman magazine (2009) dengan kasus parmalat Dalam artikel yang ditulis oleh Jansen pada Rotman magazine pada tahun 2009 dengan judul Integrity: Without It Nothing Works yang membahas tentang Integritas yang diartikan sebagai konsistensi antara tindakan dengan perkataan ataupun nilai dan prinsip yang dipegang. Seseorang akan dikatakan memiliki intergritas jika dia bertindak sesuai dengan nilai, keyakinan, dan prinsip yang dipegang saat itu. Yang berarti apa yang dikatkan orang tersebut akan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Dan integritas dari perusahaan akan tercermin dari integritas dari pemimpinnya. Yang dengan integritas yang dimiliki oleh pemimpin perusahaan maka kepercayaaan akan timbul dari setiap karyawannya. Yang kemudian intergitas dari perusahaan ini akan disamakan dengan kesesuaian perusahaan dengan etika bisnis yang berlaku. Dalam kasus Parmalat yang dilakukan oleh pemimpinnya sendiri karena apa yang di nyatakan tidak sesuai dengan apa yang terjadi sebenarnya yang kemudian secara garis besar dapat disimpulkan bahwa Parmalat, dari apa yang dilakukan pemimpinnya tidak sesuai dengan konsep integritas yang dikatakan dalam artikel dalam Rotman magazine ini. Dalam artikel dikatakan bahwa Perusahaan yang berintegritas akan Secara keseluruhan menghargai perkataan yang telah diberikan. Tidak ada yang disembunyikan, penipuan, kebohongan, ataupun pelanggaran kontrak atau hak milik dan hal tersebut tidak dilakukan oleh permalat yang melakukan manipulasi laporan keuangan yang kemudian membawa perusahaan dalam kebangkrutan pada akhirnya. Dan dalam kasus yang menunjukan bahwa parmalat tidak berintegritas dapat terjadi karena pertimbangan cost and benefit yang dilakukan oleh pelaku sebelum melakukan kecurangan. Karena dalam artikel juga dikatakan bahwa ketika pertimbangan cost and benefit dilakukan maka bisa dijamin seseorang yang dalam hal ini adalah Calisto Tanzi tidak akan memiliki integritas. Karena ketika pertimbangan cost and benefit dilakukan maka seseorang akan mempertanyakan “apa untungnya memegang nilai dan prinsip yang ada?” yang kemudian dari pertanyaan tersebut dorongan untuk melakukan pelanggaran
etika pun akan lebih mudah terjadi.
Ringkasan cerita “Inside Job” Mengisahkan tentang kronologi krisis yang terjadi di Amerika Serikat di tahun 2008, film Inside Job yang digarap oleh Charles Ferguson ini memang menghadirkannya dengan singkat namun lengkap, dan boleh saya katakan menarik. Adapun di awal film, kita disuguhkan oleh fakta bahwa 40 tahun sejak Depresi Besar, ekonomi AS telah tumbuh selama 40 tahun tanpa pernah mengalami krisis finansial. Sejarah menyebutkan bahwa pada saat itu terdapat regulasi yang ketat terhadap industry finansial. Sebuah perubahan yang saya lihat cukup radikal terjadi di tahun 1982 saat dilakukan deregulasi pada perusahaan-perusahaan di bidang finansial, yang membuat perusahaan-perusahaan tersebut dengan mudah menginvestasikan dana deposito yang dimilikinya pada untuk hal-hal yang berisiko tinggi. Benar saja, di akhir decade tersebut ratusan perusahaan yang bergerak dalam bidang itu tercatat bangkrut. Deregulasi terus berlanjut hingga beberapa tahun ke depannya dan merangsang pertumbuhan di sector finansial. Seiring berjalannya waktu hingga tahun 1990 an, sector finansial terkonsolidasi hingga menjadi beberapa perusahaan besar saja yang apabila di antaranya mengalami masalah, maka akan bisa mempengaruhi sistem secara keseluruhan. Perusahaan-perusahaan finansial besar tersebut yang juga menjadi penyebab krisis ini adalah: Goldman Sachs, Morgan Stanley, Lehman Brothers, Merril Lynch, dan Bear Stearns. Terkait juga tiga perusahaan asuransi sekuritas, dan tiga agency rating. Deregulasi mendorong sector finansial untuk melakukan inovasi finansial dengan bebas, hingga lahirlah sebuah produk finansial yang menjadi inti dari kisah ini, yakni derivative. Adapun derivative yang dimaksud ini merupakan himpunan sertifikat pinjaman yang dijual oleh bank kepada pihak yang selanjutnya disebut investor. Di film ini saya menangkap terdapat dua pihak yang saling bertentangan dalam menyikapi inovasi finansial berupa derivatif, yakni pihak yang setuju dan yang tidak setuju terhadap deregulasi derivatif. Sejak awal rupanya memang derivative diperkirakan akan cenderung membawa perekonomian ke ketidakstabilan, untuk itulah muncul wacana dari Commodity Futures Trading Commission (CFTC) untuk meregulasi ketat perihal derivative ini, namun demikian wacana itu tidak disetujui oleh sekretaris treasuri Robert
E. Rubin, Kepala Federal Reserves Alan Greenspan, dan Kepala Komisi Sekuritas dan Pertukaran Arthur Levitt melalui pernyataan gabungan yang menolak rencana regulasi CFTC. Sehingga pada akhirnya, kita bisa simpulkan bahwa derivative itu tidak diregulasi dengan cukup ketat sehingga menyebabkan krisis finansial yang akan kita bicarakan di bawah.Berbicara mengenai derivative yang menjadi topic utama dalam kisah ini, kita perlu membandingkan sistem yang melatarbelakanginya. Jika dulu apabila pihak yang meminjamkan dana kepada pihak lain akan sangat berhati-hati akan kredibilitas pihak peminjam, maka sistem baru yang kemudian disebut rantai sekuritisasi ini akan membuat mereka tidak perlu repot untuk itu, sebab mereka dapat menjual sertifikat utang kepada bank. Selanjutnya, bank menggabungkan semua sertifikat utang itu bersama-sama jenis pinjaman lainnya menjadi suatu derivative rumit yang kemudian disebut collateralized debt obligation(CDO) untuk kemudian dijual kepada investor. Dalam proses ini, bank juga membayar rating agency untuk menilai kredibilitas CDO bank, dan anehnya, CDO selalu mendapatkan rating tinggi, yakni AAA. Yang penting dicatat di sini adalah karena sistem ini, pihak yang meminjamkan dana menjadi tidak peduli lagi akan kemampuan membayar pihak peminjam, begitu pula dengan bank, inilah yang disebut-sebut dengan “bom waktu” yang bisa meledakkan gelembung ekonomi Amerika.
Namun, rupanya bukan hanya itu saja “bom waktu” yang suatu saat dapat meledak. “Bom waktu” itu tidak lain menjurus pada derivative yang disebut credit default swap yang
dijual perusahaan asuransi AIG dalam jumlah besar. Credit default swap ini bekerja seperti halnya polis asuransi bagi para investor yang membeli CDA. Adapun masalahnya adalah para spekulan yang tidak memiliki CDO juga berhak memiliki credit default swap untuk turut memperoleh keuntungan dari CDO. Di jangka pendek, AIG memang mampu memperoleh peningkatan keuntungan yang signifikan, namun bagaimana bila CDO yang dijaminkan itu menjadi “buruk”? Tentu AIG menghadapi risiko kebangkrutan ini di jangka panjang.
Menghadapi situasi seperti ini, tentu saja banyak pihak yang mengkritik maupun memberi peringatan kepada bank-bank yang menjamurkan CDO dalam perekonomian, di antaranya adalah FBI, IMF, dan ekonom-ekonom seperti Raghuram Rajab, Nouriel Rubini, dan Allan Sloan lewat tulisan-tulisan mereka, namun sepertinya tidak mampu menghentikan praktik yang sudah berlangsung bertahun-tahun hingga krisis yang dikhawatirkan benar-benar terjadi.
Mulainya krisis ditandai ketika para lender sudah tidak dapat menjual loan kepada bank, dank arena loan menjadi “buruk”, paralender pun menjadi bangkrut. Pada 7 September 2008, dua mortgage lender raksasa saat itu, Fanni Mae dan Freddie Mac, diambil alih oleh bank sentral untuk menyelamatkannya dari kebangkrutan. Pada tahun ini pun, berturt-turut bank-bank investasi terbesar menghadapi kebangkrutan, seperti Lehman Brothers, Bear Stearns, tidak luput juga perusahaan asuransi AIG, dan anehnya, CDO yang dikeluarkan semuanya memiliki rating tinggi(AAA, AA) tidak lama sebelum mereka benar-benar bangkrut. Kebangkrutan bank-bank besar ini memberi dampak yang sangat besar, di antaranya adalah tertahannya ribuan atau bahkan lebih transaksi dan tertahannya aset yang penting. Kejatuhan Lehman Brothers juga berdampak pada kejatuhan pasar commercial paper, yang sering dipakai berbagai perusahaan untuk membayar beban operasi mereka, misalnya beban gaji. Di minggu yang sama, AIG juga mengalami kebangkrutan dan diambil alih oleh pemerintah pada saat itu. Semua krisis ini menjadi penyebab naiknya tingkat pengangguran di AS dan eropa ke angka 10%, dan tentunya krisis ini juga berdampak pada dunia secara keseluruhan. Ini bagaikan seluruh dunia “jatuh”
bersama-sama dan ini benar-benar fenomena yang mengerikan. Adapun setelah bicara mengenai krisis, kita seakan-akan diberitahukan bahwa keputusan deregulasi sistem finansial, yang mungkin juga merupakan penyebab utama dari krisis mendapatkan dukungan dari berbagai pihak, termasuk akademisi. Kita tidak tahu, sudah seberapa pengaruh sistem finansial terhadap pengembangan ilmu pengetahuan? Namun seiring berjalannya cerita di film, ilustrasi akan pengaruh tersebut dihadirkan dengan makin jelas. Dengan gamblang dalam wawancara yang dilakukan oleh Ferguson kepada beberapa tokoh seperti William C. Dudley, R. Glenn Hubbard dan Frederic Mishkin yang turut menulis buku teks yang dipakai di perguruan tinggi atau artikel-artikel ilmiah, kita bisa melihat bahwa ada yang dinamakan “rekayasa” yang bertujuan memuluskan perumusan suatu kebijakan di bidang
finansial, misalnya seperti deregulasi yang disebutkan tadi. Jika ingin mengetahui lebih lanjut soal ini, mungkin kita bisa langsung memeriksa buku teks atau artikel yang bersangkutan, di antaranya adalah artikel berjudul How Capital Market Enhance Economic Performance oleh Dudley dan Hubbard yang ditulis pada tahun 2004 saat gelembung ekonomi sedang besar besarnya atau buku teks Finansial Stability in Iceland oleh Mishkin yang sebagian isinya tidak sesuai dengan fakta yang ada yang lebih jelasnya dapat ditonton langsung di film ini. Sebagai penutup film ini, Ferguson dalam filmnya memaparkan bahwa hingga pertengahan tahun 2010,
tidak satupun eksekutif financial senior maupun perusahaan financial yang dijerat hukum, baik itu karena penipuan sekuritas ataupun penipuan berkenaan akuntansi perusahaan. Selain itu juga, bahkan jajaran administrasi yang ditunjuk Obama diisi oleh eksekutif-eksekutif financial yang kalau kita lihat ke belakang, semuanya sedikit banyak terlibat dalam penciptaan krisis tahun 2008 lalu seperti Larry Summers, Timothy Geithner yang merupakan presiden New York Federal Reserve selama periode krisis, atau Gary Gensler yang merupakan mantan eksekutif Goldman Sachs. Semua itu berarti meski AS telah bangkit dari krisis, namun perlu diperhatikan bahwa orang-orang atau institusi-institusi yang menyebabkan hal itu masih berkuasa. Untuk itu saya rasa kita semua tetap harus memiliki kewaspadaan tinggi dan juga menyusun langkahlangkah antisipasi yang kongkrit sebaik yang kita bisa untuk menyikapi semua ini.
Kesimpulan Parmalat merupakan sebuah perusahaan multinasional di bidang consumer product dan memproduksi susu beserta produk turunannya. Tahun 1997 Parmalat memulai akuisisi internasional di Amerika Utara dan Selatan. Pada tahun 2001 banyak divisi baru tersebut mengalami kerugian. Untuk menutupi kerugian tersebut, Parmalat menggeser sebagian besar pembiayaannya ke instrumen derivatif. November 2003, Parmalat gagal membayar utangnya sebesar $185 juta. Bank of America mengungkap 38% dari aset yang berada pada subsidiary Parmalat, berbentuk SPE , di Cayman Islands tidak eksis. Otoritas Italia menemukan bahwa aset tersebut “diciptakan” manajemen untuk meng-offset utang sebesar $16,2 miliar. Tahun 2004,
utang Parmalat sebesar €14.3 juta, delapan kali lebih besar dari nilai yang diakui perusahaan. Kreditor US mengajukan gugatan $10 miliar terhadap mantan auditor Parmalat dan bank, dan administrator Parmalat menuntut $ 10 miliar masing-masing
kepada Bank of America,
Citigroup, serta auditor Parmalat yaitu Deloitte & Touche dan Grant Thornton. Manajemen seringkali memiliki insentif untuk melakukan trik-trik akuntansi yang membuat profit tampak lebih tinggi dari seharusnya, yang akan meningkatkan harga saham perusahaan. Hal ini karena besarnya kompensasi manajemen dalam stock option. Terjadinya fraud dan misapropriasi aset dimungkinkan oleh bentuk kepemilikan Parmalat yang familyowned . Struktur kepemilikan ini membuat pengawasan dari regulator lebih sulit dan berdampak
negatif terhadap corporate governance.
Saran Parmalat seharusnya memiliki integritas apalagi sebagai perusahaan susu terbesar keempat di Eropa. Pemilihan keputusan yang salah seharusnya dipertanggungjawabkan kepada stakeholder terkait dan bukan malah menutupinya dengan serangkaian Fraud dan tipuan lainnyaParmalat harusnya bisa melakukan praktik tata kelola perusahaan yang baik guna mendapatkan keuntungan jangka panjang. Bukan melakukan fraud untuk keuntungan jangka pendek.
Daftar Pustaka Handy, Charles (2002) Rotman Magazine, Fall 2009 Film: Inside Job (2010), sutradara Charles Ferguson Wikipedia.com Rottentomatoes.com