TUGAS HUKUM BISNIS
CONTOH KASUS YANG MENGATUR TENTANG HUBUNGAN ANTARA HUKUM DAN BISNIS BESERTA SOLUSI DAN PENYELESAIANNYA
(KASUS HYUNDAI MOTO MOTOR R COMPANY VS PT KORI KORI NDO HAE VY INDUSTRY)
OLEH : FARIDA YUNI RAHMAWATI NIM: H1A116072 KELAS : B
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS HALU OLEO 2018
CONTOH KASUS YANG MENGATUR TENTANG HUBUNGAN HUKUM DAN BISNIS BESERTA SOLUSI DAN PENYELESAIANNYA
ANA LI SI S KA SUS H YUND AI COM PA NY V S PT KOR I ND O H AE VY INDUSTRY A. KRONOLOGI KASUS Jakarta-, Hyundai Motor Company, perusahaan asal Korea diketahui tengah
digugat perusahaan lokal PT Korindo Heavy Industry (KHI) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dalam gugatannya yang terdaftar dalam No. 166/Pdt.G/2012/PN.Jkt.Sel tersebut, PT Korindo menuding Hyundai Motor Company melakukan perbuatan melawan hukum karena mengakhiri perjanjian bisnis yang telah disepakati secara sepihak. Hyundai Motor Company melakukan pengakhiran perjanjian sepihak atas pasokan suku cadang kendaraan niaga KHI. Ulah itu telah membuat KHI menggugat Hyundai ke PN Jakarta Selatan dengan nilai tuntutan Rp. 1, 46 triliun. Direktur KHI Soe Jeong Sik melalui kuasa hukumnya, Hotma Sitompoel & Associate mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Pemutusan kontrak oleh Hyundai telah melanggar hukum, khususnya pada KUHPerdata Pasal 1338 dan 1365. Hyundai
juga
melanggar
keputusan
Menteri
Perindustrian
No.
295/M/SK/7/1982 tentang keagenan tunggal. Perusahaan otomotif asal Korea Selatan ini juga menentang peraturan menteri Perdangan tentang ketentuan dan ta ta cara penerbitan surat pendaftaran agen. “pengakhiran pasokan suku cadang tidak ada alasan. Kami juga telah mengirimkan surat namun tidak pernah direspons. Perseroan juga melanggar etika bisnis yang baik, karena selama ini klien kami selalu memenuhi kewajibannya
dengan maksimal.” Kata Hotman Sitompoel di kantornya, Jakarta, Jumat (16/3/2012). KHI mengaku telah menelan kerugian tinggi, karena selama ini perseroan t elah melakukan investasi bentuk lahan gedung, pabrik, mesin dan alat pendukung penjualan. Nilai kerugian materiil mencapai Rp. 1,26 triliun sedangkan kerugian immaterial Rp. 200 miliar. Hingga Hyundai diwajibkan membayar ganti rugi total Rp. 1,46 triliun. “Sampai dengan tuntutan ini selesai kami minta agar dilakukan sita jaminan terhadap semua asset dan setiap hak tagih Hyundai yang ada di Indonesia,” tambahnya. “gugatan tersebut telah kami ajukan kemarin (15 maret). Kami berharap dengan diajukannya gugatan ini, tergugat dapat bertaggungjawab atas kerugian klie n kami karena pemutusan kontrak secara sepihak.” Jumat (16/3/2012) Mediasi telah coba dilakukan kepada Hyundai namun tidak ada tikad baik dari produsen otomotif asal Korea itu. “Hyundai terbukti idak menghormati hukum di Indonesia. Langkah ini juga menjadi pembelajaran bagi perusahaan asing agar menghormati perjanjian yang dibuat di Indonesia. Pemerintah harusnya bisa menaruh perhatian terhadap kasus dengan pola seperti ini,” tegas Hotma. Menurut Soe Jeong Sik, perjanjian KHI dengan Hyundai bersifat rolling per tahun dimana setiap 16 Juni dilakukan perpanjangan. Konrak perdana diantaranya keduanya 16 Juni 2006 dan terbukti hingga 2010 penjualan suku cadang terus meningkat. “mereka diam-diam mengakiri dan tidak ada masa peralihan sebelum kontrak ada masa peralihan sebelum kontrak berakhir bahwa akan ada pemutusan. Mereka telah hentikan mulai September 2010 atau pada masa kontrak.’” Tutur kuasa hukum KHI, Husin Wiwanto.
Soe Jeong Sik menegaskan, dengan putusan perjanjian ini karyawan KHI pun terpaksa di PHK. Sementara itu, sekitar 400 karyawan dirumahkan dan kini menyisakan 90 orang.
B. SOLUSI DAN PENYELESAIAN
Teori hukum memberi pelajaran bahwa hukum ini merupakan suatu kesatuan site mini. Ilmu hukum tidak melihat hukum sebagai suatu chaos atau mass of rules, tetapi lebih sebagai suatu structure whole. Hukum sebagai structured whole berarti hukum sebagai tatanan yang utuh yang terdiri dari bagian – bagian atau unsur – unsur yang saling berkaitan satu sama lain, dan harus saling berinteraksi secara hormonis untuk mencapai tujuan kesatuan sistem hukum tersebut. Pada prinsipnya pengakhiran perjanjian dapat terjadi karena terpenuhinya prestasi atau perikatan yang disepkati dan syarat – syarat tertentu dalam perjanjian dapat menjadi sebab berakhirnya perjanjian yang diatur dalam Pasal 1381 KUHPerdata, yaitu: 1. Pembayaran; 2. Penawaran pembayaran, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan; 3. Pembaharuan utang; 4. Perjumpaan utang atau kompensasi; 5. Percampuran utang 6. Pembebasan hutang 7. Musnahnya barang yang terutang 8. Kebatalan atau pembatalan; 9. Berlakunya suatu syarat batal; 10. Lewatnya waktu. Akan tetapi, terhadap perjanjian yang dilakukan antara pihak Hyundai dan KHI, berakhiranya perjanjian diantara kedua belah pihak diatas tidak termasuk dalam satupun syarat berakhirnya perjanjian yang diatur dalam Pasal 1381 KUHPerdata.
Dalam konteks permasalahan diatas, pihak Hyundai memutus kontrak perjanjian secara sepihak atau dengan kata lain mengajukan pembatalan perjanjian secara sepihak terhadap PT Korindo Heavy Industri. Kemudian, seperti diketahui bahwa perjanjian yanag sah, dalam arti memenuhi syarat sahnya perjanjian menurut Undang – Undang maka berlaku sebagai Undang – Undang bagi para pihak yang membuatnya, yakni sesuai yang tercantum dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata. Sedangkan pada ayat (2) menyebutkan bahwa “persetujuan – persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan – alasan yang oleh Undang – Undang dinyatakan cukup untuk itu.” Dengan demikian, jelas bahwa perjanjian tidak dapat dibatalkan secara sepihak. Syarat batal suatu perjanjian diatur dalam Pasal 1266 KUHPerdata yang menyebutkan syarat agar suatu perjanjian dapat dibatalkan oleh salah satu pihak adalah perjanjian harus timbale balik, terdapat wanprestasi, dan pembatalannya harus dimintakan kepada hakim. Jika pembatalan yang dilakukan tidak memenuhi syarat – syarat tersebut, maka dapat dikatakan perbuatan pembatalan tersebut melanggar Undang – Undang yakni Pasal 1266 KUHPerdata tadi. Selain itu, pendapat pertimbangan lain dapat dilihat dari alasan pembatalan perjanjian, jika pembatalan tersebut mengandung kesewenang – wenangan atau menggunakan posisi dominannya untuk manfaatkan posisi lemah pada pihak lawan, maka hal tersebut termasuk dalam perbuatan melawan hukum, karena kesewenang – wenangan atau memanfaatkan posisi lemah atau keadaan merugikan pihak lawan diluar dari pelaksanaan kewajiban yang diatur namun lebih kearah melanggar kewajiban hukumnya untuk selalu beritikad baik dalam perjanjian. Sebagai akibat timbulnya kerugian dari salah satu pihak tersebut, maka Undang – Undang memberikan sesuatu hak baginya untuk menuntut dia ntara beberapa hal, yaitu: 1. Pemenuhan prestasi; 2. Pemenuhan perjanjian disertai ganti rugi;
3. Ganti rugi; 4. Pembatalan perjanjian; 5. Pembatalan perjanjian disertai ganti rugi. Bentuk ganti rugi tersebut diatas pada pelaksanaannya dapat dipenuhi dalam tiga bentuk yakni biaya, rugi dan bunga sebagaimana tercantum dalam Pasal 1243 – 1252 KUHPerdata. Menurut KUHPerdata Pasal 1246, ganti rugi terdiri dari dua factor, yaitu: 1. Kerugian yang nyata – nyata diderita; dan 2. Keuntungan yang seharusnya diperoleh. Dengan demikian, pihak KHI telah memenuhi syarat untuk mengajukan gugatan atas pembatalan perjanjian secara sepihak yang dilakukan oleh Huyndai Motor Company ke Pengadilan, dan berhak untuk mendapatkan ganti rugi atas kerugian yang dideritanya. Pada permasalahan ini peran hukum bisnis sangat diperlukan, dimana hukum bisnis merupakan perangkat hukum yang mengatur tata cara dan pelaksanaan sebuah urusan maupun kegiatan perdagangan, indusri, maupun keuangan yang mempunyai hubungan dengan pertukaran barang dan juga jasa, kegiatan produksi maupun kegiatan menempatkan uang yang dilakukan oleh para pelaku usaha dengan usaha dan motif tertentu dengan mempertimbangkan segala jenis resiko yang mungkin saja akan dihadapi. Pada hakikatnya, hukum bisnis bertujuan: 1. Menjamin berfungsinya keamanan mekanisme pasar yang efektif dan efisien; 2. Pelindung berbagai jenis jasa uasah, khususnya Usaha Kecil Menengah (UKM); 3. Pembantu perbaikan sistem keuangan dan juga sistem perbankan Indonesia; 4. Pemberi perlindungan bagi para pelaku ekonomi dan pelaku bisnis;
5. Perwujudan dari sebuah bisnis yang aman dan juga adil untuk seluruh pelaku usaha. Terhadap kasus antara Hyundai Motor Company vs PT Korindo Heavy Industri, dimana Hyundai melakukan pelanggaran hukum yaitu pembatalan kontrak perjanjian secara sepihak dengan KHI, maka pelanggaran tersebut juga melanggar tekait etika dalam bisnis. Etika bisnis adalah suatu pengetahuan tentang tata cara pengaturan yang ideal dan pengelolaan bisnis dengan memperhatikan norma dan moralitas yang berlaku secara universal, secara ekonomi dan sosial, penerapan norma & moralitas untuk menunjang maksud dan tujuan aktivitas bisnis. Etika sebagai norma atau moralitas artinya adalah berkatan tentang apa yang harus dilakukan?, apa yang tidak boleh dilakukan?, dan apakah pantas dilakukan? Berkaitan dengan pelanggaran terhadap etika bisnis, maka sesungguhnya kasus diatas melanggar prinsip – prinsip dalam etika bisnis, yaitu prinip kejujuran, prinsip tidak
berniat
jahat,
prinsip
kaedilan,
menguntungkan dan prinsip integritas moral.
prinsip
otonomi,
prinsip
saling