POSISI KASUS Ny. Warsosuwito, selaku Penggungat (Debitur) pada tanggal 24 Juni 1997 meminjam uang sebesar Rp. 50.000.000,- kepada Mudiharjo (tergugat/kreditur). Pada hari-hari berikutnya tanggal 7 Juli 1999, Penggugat meminjam lagi kepada Tergugat uang sebesar Rp. 200.000.000,- seluruh pinjaman itu dituangkan dalam surat perjanjian hutang piutang secara tertulis diatas kertas segel. Dalam perjanjian hutang dikatakan bahwa : 1. Tanah pekarangan seluas 2.500 m2 terletak di kecamatan Plered Kabupaten Bantul, dijadikan jaminan hutang; 2. Hutang akan dikembalikan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan. Apabila dalam waktu tersebut tidak dilunasi, maka tanah pekarangan itu akan menjadi milik tergugat. Setelah jangka waktu 6 (enam) bulan terakhir, penggugat tidak dapat melunasi hutangnya dan juga tidak melaksanakan balik nama atas tanah yang dijaminkan. Selanjutnya, ternyata tergugat tanpa sepengetahuan penggugat, pada tanggal 31 Agustus 2008 telah menjual tanah yang dijadikan jaminan hutang kepada Sismiharjo (tergugat 2) warga plered dengan akta jual beli camat plered, Drs. Sunarko. Berdasarkan keterangan saksi-saksi di pengadilan, sismiharjo tahu bahwa tanah pekarangan yang dibelinya adalah agunan pelunasan hutang Ny. Warsosuwito. Para Pelaku : 1. 2. 3. 4.
Penggugat/debitur (Ny. Warsosuwito) Tergugat 1/kreditur (Muhdiharjo) Tergugat 2 pembeli tanah agunan (sismiharjo) Camat Plered sebagai saksi
Penjelasan : 1. Ny. Warsosuwito, menggugat Mudiharjo dan Sismiharjo dikarenakan menjual tanah yang dibebani hak tanggungan tanpa sepengetahuan penggugat. 2. Kreditur menjual tanah yang dijadikan agunan dikarenakan bahwa debitur dianggap melakukan wanprestasi atas kewajibannya membayar hutang dengan batas waktu yang telah ditentukan sebelumya. 3. Kreditur telah melakukan jual beli kepada tergugat kedua dan disaksikan oleh camat plered dan saksi-saksi setempat. Pertanyaan : 1. Apakah tanah penggugat yang dijaminkan (dijadikan agunan) dapat secara otomatis beralih menjadi milik tergugat 1 (debitur) berdasarkan perjanjian kertas segel ? 2. Apakah jual beli (atas tanah dijaminkan) antara tergugat 1 dan tergugat 2 sah menurut hukum ? Jelaskan pendapat saudara dengan merujuk aturan hukum yang berlaku.
Penjelasan Pertanyaan 1. Apakah tanah penggugat yang dijaminkan (dijadikan agunan) dapat secara otomatis beralih menjadi milik tergugat 1 (debitur) berdasarkan perjanjian kertas segel, dalam hal ini adalah tanah pekarangan seluas 2.500 M2 terletak di Kecamatan Plered Kabupaten Bantul. Dalam hal kasus diatas tersebut tidak dapat secara otomatis menjadi milik kreditur atau tergugat 1 ada beberapa landasan yang menyebabkan tidak dapatnya tanah beralih secara otomatis, berikut adalah beberapa alas an tersebut. a. Perjanjian dalam sisi Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) Dasar daripada kontrak atau perjanjian menurut BW adalah pasal 1320 yang isinya tertulis sebagai berikut : “ Untuk sahnya persetujuan diperlukan empat syarat : ü Sepakat mereka yang mengikatkan diri ; ü Kecakapan untuk membuat suatu perikatan ü Suatu hal tertentu ü Suatu sebab yang halal” dari hal tersebut diketahui bahwa perjanjian yang dibuat oleh kreditur dan debitur dalam hal utang piutang tidaklah menyalahi dari salau satu syarat yang tertulis diatas dan perlu diketahui lebih lanjut bahwa pasal 1320 BW masih relevan dan masih berlaku hingga sekarang, bahkan dijadikan sebuah dasar oleh para pembuat kontrak. PASAL 1338 BW Tidak kalah pentingnya dengan adanya pasal 1320 BW, adalah pasal 1338 BW yang banyak disebut sebagai asas kebebasan berkontrak yang tertulis sebagai berikut. “Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan-persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Persetujuan harus dilaksanakan dengan etikad baik” Akibat Dengan adanya pasal 1338 BW tentang adanya kebebasan berkontrak memungkinkan bahwa kontrak yang dibuat sebelumnya harus dipatuhi oleh kedua belah pihak, dengan begitu dengan adanya itikad baik juga bukan tidak mungkin klausula yang menyatakan tanah yang dijadikan jaminan oleh debitur akan secara otomatis beralih menjadi milik kreditur tanpa sepengetahuan dari debitur itu sendiri. `
Namun perlu juga melihat tentang BUKU II – BENDA Bab 12 tentang HIPOTEK. Dalam salah pasalnya yaitu pasal 1178 BW yang menyebutkan bahwa,
“Segala perjanjian yang menentukan bahwa kreditur diberi kuasa untuk menjadikan barangbarang yang dihipotekkan itu sebagai miliknya adalah batal. Namun kreditur hipotek pertama, pada waktu penyerahan hipotek boleh mensyaratkan dengan tegas, bahwa jika utang pokok tidak dilunasi sebagaimana mestinya, atau bila bunga yang terutang tidak dibayar, maka ia akan diberi kuasa secara mutlak untuk menjual persil yang terikat itu di muka umum, agar dari hasilnya dilunasi, baik jumlah uang pokoknya maupun bunga dan biayanya. Perjanjian itu harus didaftarkan dalam daftar-daftar umum, dan pelelangan tersebut harus diselenggarakan dengan cara yang diperintahkan dalam Pasal 1211.” Dengan adanya Pasal 1178 BW diatas yang bertentangan dengan Pasal 1338 BW tentang asas kebebasan berkontrak tersebut, yang menyebabnya gugurnya kontrak yang menyebutkan tentang adanya pengalihan kepemilikan tanah yang dijaminkan oleh debitur kepada kreditur secara otomatis karena adanya pasal 1178 BW yang intinya perjanjian yang menentukan kreditur untuk menjadikan barang jaminannya sebagai miliknya adalah batal. Namun apakah pasal tersebut masih relevan untuk digunakan terlebih adanya regulasi yang lebih baru sehingga adanya asas hukum yang mengatakan “undang-undang yang baru mengalahkan undang-undang yang lama”. Tambahan untuk pasal 1338 adalah bahwa tergugat dua sebagai pembeli tanah yang telah mengetahui seluruh kejadian dan status tanah sebelumnya sebagai tanah jaminan atas hak tanggungan artinya bahwa tidak ada itikad baik dari tergugat 1 dan tergugat 2 dalam hal jual beli yang telah diatur sebelumnya dengan tergugat 2 sebelumnya telah mengetahui status tanah yang akan dibelinya sehingga turut serta dalam batalnya pasal 1338 BW tentang kebebasan berkontrak harus dalam keadaan itikad baik. b. Menurut Undang-Undang nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Disebutkan dalam pasal 12 undang – undang hak tanggungan yang berisi sebagai berikut “Janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang hak tanggungan untuk memiliki obyek hak tanggungan apabila debitor cidera janji, batal demi hukum” Artinya bahwa dalam kasus ini kreditur tidak boleh memiliki tanah yang dijaminkan dengan hak tanggungan, kreditur hanya bisa melakukan eksekusi sesuai dengan piutangnya, dan mengembalikan sisa penjualan tersebut. KESIMPULAN Pada dasarnya Pasal 12 UUHT memuat isi dan maksud yang tidak berbeda dengan pasal 1178 BW tentang Hipotik, dikarenakan bahwa ada asas dalam hukum yang menyebutkan bahwa undang-undang yang lebih spesifik atau khusus mengalahkan undang-undang khusus, maka yang digunakan pada kasus ini adalah Pasal 12 undang-undang Hak Tanggungan, tentan ketidak bolehan memiliki obyek hak tanggungan apabila debitor cidera janji
2. Apakah jual beli (atas tanah dijaminkan) antara tergugat 1 dan tergugat 2 sah menurut hukum ? pada tanggal 31 Agustus 2008 telah menjual tanah yang dijadikan jaminan hutang kepada tergugat 2 yaitu Sismiharjo dengan akta jual beli Camat Plered. Menurut pendapat kami sah menurut hukum namun perlu diketahui bahwa ada beberapa syarat khusus yang diberikan dalam melakukan agunan yang diambil alih. proses pengalihan terhadap barang-barang agunan dapat dilakukan melalui dua (2) cara yakni; 1.
melalui mekanisme lelang, atau
2.
melalui mekanisme penjualan di bawah tangan dengan persetujuan dari pemilik agunan.
Mekanisme lelang barang agunan milik debitur dapat dilakukan oleh Bank tanpa persetujuan debitur. Pasalnya, dalam hal debitur cedera janji pemilik agunan dapat mengeksekusi haknya (lihat Pasal 6 jo Pasal 20 ayat [1] UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah - UUHT). Pasal 20 (1) Apabila debitor cidera janji, maka berdasarkan: a. hak pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual obyek Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, atau b. title Eksekutorial yang terdapat dalam sertifikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 ayat (2), obyek Hak Tanggungan dijual melalui pelelangan umum menurut tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undang untuk pelunasan piutang pemegang Hak Tanggungan dengan hak mendahului dari pada kreditor-kreditor lainnya. Mekanisme lelang sediri dapat ditempuh dengan 3 cara; 1.
Melalui penetapan pengadilan negeri,
2.
Melalui Lembaga Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL),
3.
Melalui Balai Lelang Swasta.
mekanisme pelepasan kedua adalah melalui Pengalihan di bawah tanggan atas persetujuan dari pemilik agunan itu sendiri.Dalam praktiknya, pemilik agunan bisa memberikan persetujuan untuk menjual agunannya dengan memberikan surat kuasa untuk menjual (lihat Pasal 20 ayat [2] UUHT). Namun, yang perlu dicermati lebih lanjut adalah bahwa surat kuasa untuk menjual yang diberikan oleh pemilik agunan tidak boleh berumur kurang dari 1 (satu) tahun. Hal ini karena Badan Pertanahan Nasional (BPN) menolak jual beli didasarkan surat kuasa yang melebihi masa satu tahun (lihat Pasal 12A ayat (1) UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan). Dalam pelaksanaannya, pelepasan agunan dengan cara di bawah tangan harus dilakukan setelah lewat jangka
waktu 1 bulan. Sebelumnya, rencana pelepasan agunan yang dilakukan di bawah tangan tersebut harus terlebih dahulu diumumkan pada sekurang-kurangnya 2 (dua) surat kabar (lihatPasal 20 ayat [3] UUHT). Pasal 20 Undang-Undang Hak Tanggungan (2) Atas kesepakatan pemberi dan pemegang Hak Tanggungan, penjualan obyek Hak Tanggungan dapat dilaksanakan di bawah tangan jika dengan demikian itu akan dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan semua pihak. (3) Pelaksanaan penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah lewat waktu 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh pemberi dan/atau pemegang Hak Tanggungan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan diumumkan sedikit-dikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang beredar di daerah yang brsangkutan dan/atau media massa setempat, serta tidak ada pihak yang menyatakan keberatan. Dalam hal balik nama perlu dilakukan dikarenakan untuk mencegah permasalahan yang mungkin terjadi, dilakukan didepan notaries/PPAT sebagai pengalihan kepemilikan, yang bertujuan apabila terjadi gugatan di kemudian hari.
ANALISIS KASUS
OLEH : MOHAMAD ALDY FIRDAUS
114704210
BAMBANG GUNAWAN
114704054
MAHFUD A
114704043
AGUS SETIAWAN
114704218
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM JURUSAN PMP-KN FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA 2013