NAMA
NPM
: Dadan Adnan S : 10080010176
FIKOM D KASUS AJINOMOTO
Salah satu permasalahan yang dihadapi d ihadapi oleh manajemen perusahaan adalah situasi krisis yang melanda perusahaan. Berbagai contoh krisis perusahaan adalah kasus penyedap makanan Ajinomoto yang diduga terbuat dari bahan berasalah dari babi. MUI akhirnya tetap pada pendiriannya mengharamkan, produk Ajinomoto, walaupun orang nomor satu di Indonesia mengatakan Ajinomoto Halal. Kunjungan kerja Presiden ke Bandung, baru-baru ini banyak mendapat perhatian dari beberapa kalangan media masa berkenaan dengan komentar Presiden tentang halalnya Ajinomoto. Fatwa MUI tentang Ajinomoto itu dikeluarkan pada tanggal 16 Desember 2000, 10 hari menjelang lebaran, dan pekan lalu Dirjen Perdagangan Dalam Negeri memutuskan untuk menarik seluruh produk PT Ajinomoto dari pasaran. Sedangkan Presiden Abdurrahman Wahid, mengatakan produk Ajinomoto halal, setelah mendapat kunjungan dari salah seorang mentri Jepang, pada tanggal 9 Januari 2000. Kenapa respon yang keluar dari Presiden RI ini terasa lambat? inilah yang menjadi persoalan sehingga masyarakat Indonesia yang merasa sudah jelas dan mengikuti dengan adanya fatwa MUI ini menjadi bingung kembali. Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia, KH Sahal Mahfudz, walaupun menyerahkan kepada masyarakat akan perbedaan pendapat dengan presiden ini, menegaskan "Silakan saja masyarakat yang menilainya. Tetapi yang prinsip, MUI tidak akan mengubah sikapnya". Produk Ajinomoto yang dinyatakan haram ini ternyata telah diproduksi sejak bulan Juni sampai 23 Nopember 2000 karena menggunakan bahan pendukung bacto soytone yang mengandung enzim babi, atau dalam bahasa ilmiahnya disebut porcine. KH Sahal Mahfudz, orang paling berpengaruh di MUI, ini menambahkan, "MUI memahami penjelasan ilmiah bahwa enzim babi itu tidak terbawa pada produk akhir PT Ajinomoto. Namun
karena adanya pemanfaatan (intifa') zat haram dalam proses produki, maka produk akhirnya pun tetap haram". Yang cukup menggembirakan adalah sikap yang dimiliki oleh Kapolri Jenderal Suroyo Bimantoro yang tidak terpengaruh dengan komentar Presiden, "Pemeriksaan terhadap kasus Ajinomoto akan diteruskan dengan berpegang pada lembaga yang berwenang menentukan sertifikasi halal Ajinomoto, yaitu MUI", tegasnya di Bandara Halim Perdana Kusuma pada acara penjemputan Perdana Menteri India Atal Behari Vajpayee. Kapolri sendiri menambahkan bahwa MUI adalah lembaga resmi yang memiliki otoritas dalam menentukan halal dan haram sesuai dengan syariat Islam. Bekerja sama dengan MUI, Dirjen POM, kasus Ajinomoto ini tetap akan d iteruskan. Selain berpegang pada fatwa MUI yang diyakini kebenarannya ini, polisi juga berpegang pada Undang-undang Konsumen. Setelah diperkuat dari penjelasan para pakar di BPPT pada temu pers pada Rabu, 10 Januari lalu, tentang proses produksi MSG ini, akan semakin memperkuat MUI pada pendiriannya, tidak akan mencabut fatwa yang telah dikeluarkannya. Peristiwa ini merupakan hal yang menarik untuk diamati, karena dengan melihat sisi ilmiah saja suatu produk sulit untuk ditetapkan halal haramnya. Akan tetapi dengan dukunga n dari sisi syar'i, akan jelas mana yang haram dan halal. Sepatutnyalah apabila lembaga ilmiah terus bekerja sama dengan lembaga syar'i dalam melihat masalah Ajinomoto ini.
SOLUSI PENGEMBALIAN CITRA PT.AJINAMOTO
Mengembalikan Kepercayaan Masyarakat Dengan Melakukan Konfrensi Pers Dalam kesempatan temu pers di BPPT ini, secara ilmiah Prof.Dr.Umar Anggara Jenie, menjelaskan proses produksi MSG yang sedang d iributkan, tidak mengandung unsur barang haram atau babi.
Dalam awal penjelasannya, Prof.Dr.Umar Anggara Jenie mengatakan, "Seperti dijelaskan Dr. Wahono, bactosoytone adalah media yang digunakan dalam proses penyegaran bakteri. Sekali lagi pada proses penyegaran bakteri. Dan bukan pada proses produksi MSG". "Kemudian, bactosoytone pembuatannya dimana? Dilakukan di Amerika Serikat oleh perusahaan yang dikenal dengan nama Difco Co USA", sambungnya. "Proses pembuatan bactosoytone itu adalah dengan hidrolisis enzimatik dari protein kedelai", ujarnya. Dalam penjelasannya lebih lanjut, Prof.Dr.Umar Anggara Jenie mengatakan, "Dalam bahasa sederhana dikatakan bahwa protein kedelai itu dipecah-pecah menjadi kecil-kecil secara enzimatik lalu hal itu kita kenal menjadi bactosoytone itu". Menurut pejelasan Prof.Dr.Umar Anggara Jenie lebih lanjut, dalam proses pemecahan protein kedelai menjadi bactosoytone itu digunakan katalis yang disebut dengan enzim porcine. "Nah, enzim porcine itu adalah campuran enzim yang berasal dari ekstrak pankreas babi, ekstrak tanaman, maupun enzim lain", sambungnya. "Jadi, pelu diketahui enzim porcine bukan murni hanya ekstrak pankreas babi. Tap i, campuran dari ekstrak pankreas babi plus ekstrak t anaman", tekannya. "Nah, tadi dikatakan fungsinya adalah sebagai katalis. Katalis dalam proses pemecahan atau hidrolisis protein kedelai menjadi pepton-pepton yang kita kenal dengan bactosoytone itu", ujarnya lebih lanjut. Dalam penjelasannya, Prof.Dr.Umar Anggara Jenie mengatakan bahwa katalis dalam pengertian bio kimia adalah susbtansi yang berfungsi mempercepat proses reaksi tanpa dia sendiri masuk dalam struktur produk itu. Di dalam akhir pro ses hidrolisis ini enzim porcine itu diendapkan dan disaring kemudian filtratnya diuapkan. Sehingga, ad a proses setelah hidrolisis ada proses penghilangan enzim yang tadi digunakan. Oleh karena itu, bactosoytone yang terjadi itu kalau dianalisis apakah masih mengandung enzim po rcine tidak terdeteksi seperti yang dibuktikan teman-teman dari Ditjen POM. Dengan jelas Prof.Dr.Umar Anggara Jenie menambahkan pula, "Kembali, pengertiannya adalah protein kedelai yang panjang itu dipecah-pecah menjadi mata rantai pendek yang bernama bactosoytone. Dan bactosoytone ini dalam proses produksinya memakai enzim porcine. Nah,
bactosoytone digunakan sebagai apa? Digunakan sebagai media pertumbuhan dari bakteri yang nanti akan membuat MSG". Dalam transparan yang diperlihatkan, Prof.Dr.Umar Anggara Jen ie menjelaskan bahwa tahap pertama bakteri ditumbuhkan pada media padat. Media padat dimana bakteri ditebarkan disini. Bakteri ini makan protein kecil kedelai (pepton) tadi, bukan memakan enzimnya. Setelah bakteri itu tumbuh, maka kemudian bakteri itu diambil dan dimasukkan dalam fase pertumbuhan bakteri vegetatif pada media cair. Bisa dilihat disini, bactosoytone hanya digunakan pada tahap I saja. Dan bactosoytone itu sudah terbebas dari enzim porcine dan yang dimakan bakteri itu hanya peptonnya. Bukan enzimnya. Bakteri ini dipindahkan ke media cair baru dimasukkan ke media produksi. Media produksi ini tak mengandung bactosoytone. Dalam media produksi ini, bakteri bersama molases membentuk asam glutamat, Asam glutamat ini setelah alami pengendapan ditambah dengan sodium carbonate menjadi MSG dan kemudian dimurnikan. Dari proses ini kalau dilihat kita bisa melihat bahwa penggunaan enzim porcine yang dipermasalahkan ini hanya pada tahap pembuatan bactosoytone. Itupun, bakteri ini dipisahkan. Artinya, bactosoytone itu dibersihkan dari enzim itu. Kemudian, bactosoytone itu hanya digunakan pada tahap I yaitu penyegaran bakteri. Dalam akhir penjelasannya, Prof.Dr.Umar Anggara Jenie menekankan, "Dan ingat, yang dimakan bakteri adalah pepton-pepton dan bukan enzim. Setelah itu bakteri baru digunakan pada media pembiakan vegetatif dan media produksi. Sehingga, secara ilmiah dapat dikatakan MSG yang terjadi ini memang benar-benar tidak terkontaminasi sedikitpun dengan unsur babi"