D.H. Barianto, Salahuddin H., M.I. Novian, B.S. Astuti, dan T. Sihombing Pemetaan geologi pada Daerah Luwuk dan Pagimana yang terletak di Kabupaten Banggai, Propinsi Sulawesi Tengah dilaksanakan pada tahun 2010-2011, dengan berbasis pengumpulan data stratigrafi terukur dan interpretasi inderaja. Luas areal pemetaan 116.315 hektar, dengan dibatasi koordinat 0°45’00’’ -1°00’00” LS dan 122°30’00” -123°00’00” BT, dan menjadi dua lembar peta geologi bersekala 1:50.000 yaitu Lembar Pagimana dan Lembar Luwuk. Diusulkan sebelas unit satuan batuan di Lembar Pagimana dan duabelas unit dalam Lembar Luwuk. Secara umum, kelompok batuan yang dijumpai berkembang dari asosiasi batuan dasar samudera dan tumbukan benua berupa batuan ultrabasa dan ofiolit, ditutupi endapan lingkungan paparan benua berupa batugamping dan batuan karbonat, serta endapan syn-orogenic darat hingga laut dangkal berupa molasa dan batugamping terumbu terangkat. Umur batuan tertua diperkirakan Jura, sedangkan batuan termuda adalah Holosen. Struktur geologi utama berupa perlipatan, sesar naik, sesar bongkah dan sesar geser jurus. Perlipatan merupakan struktur geologi yang mendominasi daerah pemetaan dan bersifat regional, yang umumnya berkembang di bagian tengah dan melampar berarah timur-timurlaut – barat-baratdaya. Sesar naik berkembang dari bagian tengah hingga ke arah baratlaut, diduga berasosiasi dengan struktur lipatan. Penyesaran bongkah berkembang di bagian utara, terutama pada batuan ultrabasa yang terangkat ke permukaan. Beberapa sesar geser jurus diduga terjadi akibat pergeseran batuan dasar berarah tegak lurus sumbu perlipatan regional dan berasosiasi dengan keberadaan endapan molasa. Sintesis geologi yang dibangun berdasarkan data dan interpretasi stratigrafi serta struktur geologi mengindikasikan bahwa sejarah pembentukan daerah pemetaan bermula dari paparan benua yang terlibat dalam tumbukan lempeng-mikro antara Banggai-Sula dan Sulawesi Utara, yang mengangkat serta melipat daerah penelitian bersamaan dengan pengendapan molasa. Proses tumbukan dari arah tenggara tersebut menghasilkan struktur geologi kompresional, sedangkan pengangkatan akibat tumbukan direspon dengan struktur geologi ekstensional.
STRUKTUR GEOLOGI BAWAH PERMUKAAN DANGKAL BERDASARKAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA STUDI KASUS SESAR PALU KORO Posted on October 30, 2013 by 2013 by kuncen
Oleh : Marjiyono Keberadaan Sesar Palu-Koro dapat diamati dengan jelas dari pola kelurusan pada citra DEM SRTM berupa kelurusan berarah hampir utara-selatan. Indikasi di l apangan teramati dari bentuk morfologi gawir sesar berarah utara-selatan di sebelah barat Kota Palu. Litologi pada perbukitan sebelah barat Kota Palu berupa batupasir, serpih, dan konglomerat berumur Tersier (Sukamto dkk.,1974), sedangkan pada Lembah Palu dit empati oleh endapan aluvial berumur Kuarter. Pada daerah sekitar gawir sesar umumnya terjadi proses erosi yang menghasilkan endapan kipas aluvial. Pengamatan geofisika yang terdiri dari geolistrik dan georadar (GPR) dilakukan di atas endapan kipas aluvial ini dengan harapan dapat melihat pola batuan dasar di bawah endapan kipas ini maupun jejak-jejak aktifitas patahan resen pada endapan alluvial. Hasil pengamatan geolistrik secara umum menunjukkan pola batuan dasar yang mengalami gangguan. Batuan dasar ini bertahanan jenis rendah yang kemungkinan berupa batupasir atau serpih Formasi Tinombo, sedangkan pada bagian at asnya adalah merupakan endapan kipas berupa bahan rombakan dari batuan dasar. Pengamatan georadar dapat menjangkau pada kedalaman kurang dari 20 m, dengan demikian target dari pengamatan ini adalah jejak-jejak aktifitas struktur geologi resen yang terekam pada endapan kipas. Litologi endapan kipas ini didominasi oleh material berukuran pasir kasar dengan fragmen batuan beku, filit, dan batu sabak, yang berukuran krikil hingga bongkah. Batuan ini bersif at sarang sehingga nilai tahanan jenisnya bisa bervariasi, pada kondisi basah batuan ini bertahanan jenis rendah, sedangkan pada kondisi kering akan bertahanan jenis tinggi. Hasil pemodelan penampang tahanan jenis di sebelah barat Kota Palu menunjukkan pola anomali nilai tahanan jenis yang bervariasi. Lintasan-li ntasan pengukuran berarah barat-timur
memotong patahan secara tegak lurus. Pada lintasan paling utara (Sil ae) teramati adanya body bertahanan jenis tinggi yang diperkirakan sebagai granit. Pada lintasan ini pola struktur tidak teramati secara jelas. Pada dua lintasan di sebelah selatannya (Denggune dan Duyu), hasil pemodelan menunjukkan gambaran struktur yang lebih baik. Batuan dasar yang diperkirakan merupakan batupasir (Formasi Tinombo) yang ditandai dengan nilai tahanan jenis rendah menunjukkan adanya gangguan oleh struktur dalam bentuk sesar turun menangga. Di bagian permukaan endapan kipas ditandai dengan nilai tahan jenis yang relatif tinggi. Hasil pengamatan georadar di daerah ini menunjukkan adanya anomali pada endapan kipas. Pada kondisi ideal tanpa ada gangguan struktur, sekuen pengendapan akan terlihat menerus. Endapan kipas yang mengalami gangguan oleh aktifitas struktur maka akan meninggalkan jejak pada pola-pola sekuen pengendapan. Hal ini tidak akan terdeteksi oleh pengamatan geolistrik, karena sifat kelistrikan materialnya masih sama. Hasil pengamatan geolistrik di selatan lembah Palu menunjukkan pola perubahan kemiringan bidang patahan. Dari tiga lintasan pengamatan di daerah ini, ketiganya menunjukkan kemiringan bidang patahan miring ke arah barat. Secara rinci hasil pemodelan tahanan je nis pada lintasan pengukuran Patahan Palu-Koro dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1-3.
Gambar 1. Pemodelan tahanan jenis lintasan pengamatan Silae. Denggune dan Duyu.
Gambar 2. Pemodelan tahanan jenis lintasan pengamatan Sibedi, Balaroa dan Mantikole.
Gambar 3. Pemodelan tahanan jenis lintasan pengamatan Simora, Omu dan Saluki.
Acuan
Sukamto, R., Sumadirdja, H., Suptandar, T., Hardjoprawiro, S. dan Sudana, D., 1994. Peta Geologi Lembar Palu, Sulawesi, skala 1:250.000, Puslitbang Geologi, Bandung.