BAB I KAJIAN GENETIK EKSPRESI KELAMIN
Ekspresi Kelamin pada Makhluk Hidup Prokariotik Watson dkk. (1987) menyatakan bahwa siklus kelamin E. coli memiliki ciri yang berbeda. Dinyatakan pula bahwa “seperti pada makhluk hidup tingkat tinggi ada sel kelamin jantan dan betina, tetapi sel-sel itu tidak berfusi sempurna, yang memungkinkan kedua perangkat kromosom berbaur dan membentuk genom diploid utuh”. Transfer materi genetic selalu satu arah, yaitu materi genetic jantan masuk ke dalam sel betina dan tidak pernah sebaliknya. Kelamin E. coli dikenal dengan ada atau tidak adanya kromosom yang disebut faktor F (fertility) yang bisa jadi berupa suatu bentukan yang terpisah ataupun terintegrasi pada kromosom utama. Tiap sel memiliki 1 copi faktor F yang tersusun dari sekitar 94 x 103 pasang basa. Sepertiga DNA faktor F mengandung 19 gen transfer (tra). E. coli dinyatakan jantan (F+) apabila faktor F terpisah dari kromosom utama, dan dinyatakan betina (F-) apabila tidak memiliki faktor F. Sel jantan dapat mentransfer gen-gen ke dalam sel betina melalui konjugasi (pelekatan pilus jantan ke betina) dibantu oleh adanya gen transfer. Konjugasi mendorong replikasi DNA faktor F dan mentransfernya ke sel betina. Akibatnya sel betina berubah menjadi sel jantan. Faktor F juga dapat terintegrasi ke dalam kromosom utama melalui mekanisme pindah silang. Sel yang faktor F-nya terintegrasi ke kromosom utama disebut sel Hfr (high frequency of recombination). Jika sel Hfr melakukan konjugasi, maka seluruh materi genetiknya akan tertransfer. Hal ini membutuhkan waktu sekitar 100 menit pada suhu 37°C namun jarang terjadi. Ekspresi Kelamin pada Makhluk Hidup Eukariotik Chlamydomonas Pada Chlamydomonas, tiap sel berpotensi menjadi gamet. Reproduksi seksual terjadi apabila sel motil berlawanan kelamin bersatu membentuk zigot diploid yang kemudian membelah meiosis menjadi 4 sel haploid. Sel-sel haploid tersebut akan bereproduksi secara vegetatif. Perkelaminan Chlamydomonas terkait dengan fungsi senyawa-senyawa tertentu
serupa hormon yang masing-masing dikendalikan oleh gen tertentu. Fungsinya antara lain pertumbuhan flagel, konjugasi gamet, penentuan jenis kelamin, faktor kemandulan, dan prekursor senyawa penyebab kemandulan. Secara genetic, ada 2 kelamin (mating type) Chlamydomonas, yaitu tipe (+) dan (-) yang tidak dapat dibedakan secara morfologi dan dikontrol oleh 1 gen (monogenik). kelamin Chlamydomonas dinyatakan jantan dan betina namun bersifat relatif. Disebutkan pula bahwa sifat kelaminnya terbagi dalam lima tingkat (valensi) dari sangat kuat hingga sangat lemah. Individu-individu haploid yang memiliki alela kelamin (mating type) yang sama tidak dapat bersatu membentuk zigot. Saccharomyces dan Neurospora S. cerevisiae dan N. crassa juga dibedakan menjadi kelamin (mating type) tipe (+) dan (-) yang bersifat monogenic dan tidak dapat dibedakan secara morfologis. Watson dkk. (1987) membedakan kelamin S. cerevisiae menjadi tipe a (dispesifikasi alela MAT a) dan α (dispesifikasi alela MAT α). Kelamin tersebut termanifestasi jika salah satu alela tersebut menempati lokus MAT pada kromosom 3. Basidiomycetes Sekitar 90% Basidiomycetes tergolong heterotalik. Sekitar 37%-nya adalah bipolar, kompatibilitas kelaminnya dipengaruhi sepasang faktor Aa seperti pada Murocales heterotalik atau Ascomycetes. 63% sisanya merupakan tetrapolar yag kompatibilitas kelaminnya dipengaruhi oleh 2 pasang faktor AaBb yang terletak pada kromosom berbeda. Lumut Hati Perangkat kromosom lumut hati Sphaerocarpos terdiri dr 7 pasangan kromosom setangkup serta sepasang (pasanagan kedelapan) yang tidak setangkup (salah satunya lebih besar). Kromosom yang lebih besar disebut kromosom X, dan yang lebih kecil disebut kromosom Y. Ketika meiosis, kromosom X dan Y memisah dari keempat meiospora yang dihasilkan tiap meiocyte, dua di antaranya menerima kromosom Y. meispora yang mengandung kromosom X berkemang menjadi gametofit betina, sedangkan yang mengandung kromosom Y menjadi gametofit jantan. Dalam hal ini, genotip betina adalah X sedangkan genotip jantan adalah Y; sedangkan genotip sporofit adalah XY.
Tumbuhan rumah satu dan dua Pada jagung terdapat gen mutan ba dan ts, bila homozigot baba jagung jantan, bila homozigot tsts jagung betina, hal ini dikendalikan oleh 2 gen pada lokus yang berlainan
Pada tumbuhan berumah dua secara genetik kelamin dikendalikan oleh gen pada satu lokus saja misalnya ditentukan oleh kombinasi pasangan 3 alela aD, a+, ad. Marga Melandrium Jenis kelamin juga bersangkut paut dengan adanya kromosom kelamin yaitu dengan keseimbangan antara kromosom X, Y dan autosom. Kromosom X dan autosom betina, kromosom Y jantan
Paramecium bursaria Punya 8 kelamin dengan kemampuan berkonjugasi dengan satu dari ke 7 tipe lain Ophryotrocha Kelamin terpisah, tipe kelamin ditentukan oleh ukuran, ketika masih kecil berkelamin jantan, dan ketika tumbuh besar berkelamin betina karena perubahan lingkungan gonad Cacing tanah Hermafrodit, terdapat 2 gonad yang terpisah segmen sama dengan tumbuhan monocious. Helix Keong dalam marga helix adalah suatu contoh kelompok hewan yang hermafrodit. Telur dan sperma dihasilkan oleh sel-sel yang kadang sangat dekat satu sama lain pada satu gonad. Crepidula Andrian dan Owen menyatakan bahwa tiap individu mengalami suatu urutan perkembangan, mulai dari tahap aseksual yang diikuti oleh suatu tahap jantan. Dalam hal
Crepidula terlihat jelas bahwa perubahan dari jantan ke betina sangat kuat dipengaruhi oleh lingkungan. Lygaeus turcicus Pada kutu tanaman ini sudah ditemukan kromosom kelamin X dan Y. zigot yang mempunyai kromosom kelamin XX akan menjadi individu betina sedangkan yang mempunyai kromosom kelamin XY akan menjadi individu jantan. Mekanisme perkelaminan spesies ini tergolong XX-XY. Hymenoptora Telur yang tidak dibuahi akan berkembang menajdi insividu berkelamin jantan yang haploid, sebaliknya telur yang dibuahi menajdi diploid. Semua gamet mempunyai kromosom yang identik. Lingkungan menentukan sterilitas atau fertilitas, tetapi tidak mengubah kelamin secara genetic yang telah ditetapkan. Mekanisme ini disebut haplo-diploidy. Hasil eksperimen whiting menunjukkan bahwa status segmen kromosom tertentu yang homozigot, heterozigot, menentukan ekspresi kelamin. Penelitian ini membuktikan bahwa ekspresi status segmen kromosom tertentu yang homozigot, heterozigot, atau hemizigot menentukan ekspresi kelamin. Herskowitz (1973) menyebutkan kasus ini terjadi pada turunan yang induknya berkerabat dekat. Disebutkan juga bahwa hasil penelitian memperkuat dugaan tentang adanya suatu seri alela ganda, yang berperan dalam kasus tersebut, di samping mekanisme ekspresi kelamin yang biasanya pada Hymenoptera. Andrian dan Owen (1960) bahkan menyebutkan perangkat alela itu sebagai xa, xb, xc, xd dan sebagainya. Perangkat alela yang disebutkan itu, bukanlah sebagai alela ganda, tetapi lebih bermakna sebagai satu perangkat yang terdiri dari banyak aleal pada satu segmen kromosom. Dikatakan lebih lanjut oleh Andrian dan Owen (1960) bahwa interpretasi umum tentang kasus itu adalah seri alela (x) dalam perannya menghasilkan ciri betina berperilaku komplementer. Dugaan tentang perilaku komplementer itu berawal dari kenyataan sudah ditemukan semacam gynandromorph yang aneh pada Habrobracon yang disebut gynandroid. Gynandroid berasal dari sel telur berinti ganda yang tidak dibuahi, kedua inti mempunyai alela x yang berbeda. Stansfield (1983) lebih tegas menyebutkan perangkat alela pada Habrobracon juglandis seperti yang telah dikemukakan sebagai perangkat alela ganda dan secara jelas dinyatakan terdapat pada satu lokus. Perangkat alela tersebut disimbolkan sebagai sa , sb , sc , ...., si bahkan disebutkan paling sedikit berjumlah sembilan buah.
Perangkat alela itu oleh stanfield (1983) dinamakan sebagai “faktor-faktor kelamin yang komplementer”. Drosophila melanogaster Pada Drosophila melanogasterterdapat kromosom kelamin X dan Y. Pai (1985) menyebutkan mekanisme itu sebagai “suatu mekanisme keseimbangan determinan kelamin”. Ayala dkk (1984) menyatakan mekanisme itu sebagai perimbangan antara jumlah X pada kromosom kelamin dan jumlah A (autosom) pada tiap pasangan A. Hasil perimbangan itu disebut sebagai “numeric sex index” seperti pada tabel berikut
Stansfield (1983) dalam hipotesisnya menyatakan bahwa tiap tiap perangkat yang haploid dterminan jantan sebesar 1 sedangkat kromosom x memiliki determinan betina sebesar 1,5 seperti terlihat gambar berikut.
Beberapa gen yang terungkap adalah gen Sx1 (sex lethal) gen ini mempunyai dua macam keadaan aktifitas yaitu keadaan sedang bekerja dan keadaan tidak sedang bekerja. Tamarin dkk (1991) juga menunjukkan suatu informasi tentang peranan gen dsx dan gen tra (transformer) terhadap fenotip kelamin drosophila. Ekspresi kelamin ditentukan oleh suatu rangkaian aktivasi gen yang masing-masing menuju pembentukan suatu protein yang memungkinkan penyambungan yang benar atas RNA yang disintesis pada tahap berikutnya. Seperti gambar berikut.gen transformer ini tidak ada pengaruhnya atas individu genotip XY. Dengan demikian individu XY tratra sekalipun tetap berfenotip kelamin jantan. Gen ini dapat dikatakan pula sebagai “An extra counterweight introduced in the system for sex determination”. Kenyataan bahwa pada individu jantan (XO) D. melanogaster dihasilkan sperma nonmotil dan pada individu D. hydei sperma sama sekali tidak berkembang seperti tersebut sesuai dengan informasi yang ditemuka oleh Pai (1985) sebagaimana telah disebutkam. Dalam hal ini sekalipun dihasilkan sperma, tetapi karena nonmotil maka individu D. melanogaster bersifat steril. Caddies Flies, Kupu Siang (Butterflies), dan Kupu Malam (Moths), Serta Ulat Sutera Pada caddies flies (yang tergolong Trichoptera) kupu siang, kupu malam, serta ulat serta merupakan individu yag bergenotip XX pada fenotip jantannya (Stansfield, 1983). Pada hewan-hewan tersebut ada pula yang kromosom kelaminnya disimbulkan sebagai ZZ (jantan) dan ZW/ZO untuk betinanya. Keadaan genotip semacam itu terjadi pada hewan seperti pada kupu siang dan kupu malam (Ayala dkk, 1984). Namun Gardner dkk. (1991) menyebutkan bahwa kupu-kupu malam merupakan contoh satu-satunya untuk keadaan genotip semacam itu. Boniella Boniella adalah cacing berbelai yang masuk dalam filum Echiura, dan hidup di perairan laut (Barness, 1975). Cacing Boniella mempunyai kelamin yang terpisah. Wujud dan aktivitas cacing sangat berbeda pada jantan dan betinannya. Dikatakan bahwa individu betina mempunyai belalai panjang, sedangkan pada individu jatan berupa bentukan mikroskopis bersilia yang hidup sebagai parasit pada individu betina. Larva Boniella yang hidup bebas akan mejadi betina, sedangkan larva yang menempelkan dirinya pada betia dewasa akan menjadi jantan karena individu betina. Hal tersebut terjadi karea pada larva Boniella yang hidup bebas masih belum tergolong mengalami diferensiasi kelamin. Sehingga larva yang menempel pada tubuh jantan dapat menjadi individu betina juga.
Fenomena perkelaminan pada Boniella termasuk fenomena non genetic, hal ini terjadi karena tergantung pada faktor-faktor lingkungan luar. Individu betina dan individu jantan memiliki genotip yang serupa, tetapi rangsangan dari lingkungan memulai perkembangan ke arah yang salah satu kelamin atau yang lainnya. Potensi kejantanan dan kebetinaan ada pada zigot, demikia pula beberapa faktor spesifik dalam lingkungan akan merangsang ekspresi gengen yang menghasilkan fenotip jantan maupun yang menghasilkan fenotip betina.
EKSPRESI KELAMIN PADA VERTEBRATA Pisces Ekspresi kelamin pada ikan sangatlah beragam termasuk pada tipe mekanisme kromosom kelaminnya, pada ikan budidaya kebayaka memilii tipe perkelaminan “gonochoristik”. Pada perkelamian gonochoristik, ikan-ikan yang memiliki gonad dibedaka menjadi dua tipe, yaitu: 1. Spesies yang memiliki gonad belum berdiferensiasi. Gonad berkembang menjadi suatu gonad serupa ovarium, selanjutnya separuh dari gonad tersebut berkembang menjadi individu jantan, sedangkan separuhnya lagi menjadi individu betina. 2. Spesies yang memiliki gonad sudah berdiferensiasi. Gonad akan langsung berdiferensiasi menjadi suatu testis atau suatu ovarium. Pada ikan sudah diketahui ada 130 fenomena hermaproditisma, ada tiga tipe hermaproditisma pada ikan yaitu: 1. Hermaproditisma Sikronous: telur dan spermatozoa masak secara bersamaan. 2. Hermaproditisma protogynous: pertama kali berfungsi menjadi individu betina, kemudian berbalik (beralih) kelamin pada individu jantan pada tahap pertumbuhan tertentu. 3. Hermaproditidma protandrous: ovarium akan menggantikan testis dengan pembalikan kelamin secara alami melalui suatu tahap perantara antar kelamin. Pada beberapa ikan juga terdapat mekanisme ekspresi kelamin kromosomal yaitu ZZZW. Mekanisme ekspresi kromosomal ZZ-ZW umumnya pada kelompok-kelompok ikan tersebut komposisi telur menentukan kelamin keturunan. Spesies ikan yang sudah diamati kebanyakan memiliki kromosom yang bersifat heteromorfik (pada individu jantan berupa XO, X-Y, dan XXY, sedangkan pada individu betiina berupa ZW). Mekanisme kromosom kelamin berevolusi secara independen.
Kromosom kelamin pada kelompok cyprinodontid memiliki tipe mekanisme kromosom heteromorfik jantan yaitu “mekanisme kromosom kelamin ganda” (multiple sex chromosome mechanism). Demikian pula kariotip betina memiliki 44 autosom dan kromosomkromosom kelamin akrosentrik X1, X1, X2, X2; sedangkan kariotip jantan memiliki 44 autosom serta kromosom-kromosom kelamin akrosentrik X1, X2 ditambah dengan satu kromosom Y. Amphibia Pada Amphibia memiliki tipe kromosom kelamin XY-XX maupun tipe ZZ-ZW. Percobaan sex reversal menunjukkan heterogami betina pada Xenopus laevis, Pleurodeles poireti, P. walti,
Ambystoma mexicanum, dan A. tigrinum, serta pada Bufo bufo. Pada
percobaan dengan membiakkan katak-katak secara parthenogenesis juga menunjukkan heterogami pada jantannya. Pada Rana, kelamin ditentukan oleh suatu lokus atau suatu daerah kecil dari kromosom tersebut, bagian selebihnya dari kromosom “X” dan “Y” yang tampak identik. Pada sebagian amphibia telah ditemukan heterogami jantan dengan tipe XY/XX dan juga tipe heterogami betina ZZ/ZW. Reptilia
Pada banyak jenis reptil, individu heterogametik berkelamin betina (ZW) dan yang homogametik berkelamin jantan (ZZ), seperti pada kupu-kupu dan ngengat.
Faktor spesifik dalam lingkungan merangsang ekspresi gen-gen yang menghasilkan fenotif jantan maupun betina.
Misalnya pengaruh suhu pengeraman telur terhadap ekspresi kelamin keturunan pada beberapa reptil. Suhu pengeraman yang tinggi pada telur penyu Chrysema picta biasanya menhasilkan turunan betina sedangkan pada kadal Agama agama biasanya menghasilkan keturunan jantan.
Aves
Kromosom kelamin pada burung disimbolkan XX atau ZZ untuk jantan; XO, ZW atau ZO untuk betina (seperti pada reptilia, kupu dan ngengat).
Kromosom W pada ayam yang mirip dengan kromosom Y pada manusia bukanlah elemen penentu kelamin betina yang kuat.
Penentuaan kelamin pada ayam dan burung secara keseluruhan sama dengan Drosophila, yaitu tergantung pada perimbangan Z dan A (Z/A).
Mammalia: Tikus dan Manusia
Perkembangan kelamin pada mammalia terbagi menjadi dua tahap yaitu penentuan kelamin secara genetik dan diferensiasi kelamin primer.
Konstitusi kromosom dalam inti adalah yang pertama kali menentukan diferensiasi kelamin dari gonad awal (belum diferensiasi).
Jenis kelamin Mammalia ditentukan oleh kromosom Y dan bukan oleh perimbangan X/A seperti pada Drosophila melanogaster.
Dengan menggunakan satelit DNA (disebut sebagai Garden of Eden DNA) diketahui pada ujung kromosom Y tikus ditemukan gen atau perangkat gen yang mengendalikan suatu ciri dominan yang disebut Sex-reversed (Sxr) trait.
Gen pada ujung kromosom Y tersebut menyebabkan zigot tikus yang bergenotif AAXX tumbuh dan berkembang menjadi individu tikus jantan lengkap dengan testis meskipun tidak mengalami spermatogenesis. Hal ini dimungkinkan karena bagian ujung kromosom Y tersebut bergabung atau pindah ke ujung kromosom X. Peristiwa ini dikenal dengan ‘Pindah Silang Nonresiprokal’ antara kromosom X dan Y pada metafase meisosis dari spermatogenesis.
Mekanisme kompensasi dari kromosom kelamin memegang peranan penting pada diferensiasi sel germinal.
Kromosom Y manusia memiliki gen TDF (Testis Determining Factor) yang bertanggung jawab terhadap perkembangan testis. Gen TDF merupakan master regulator yang merangsang ekspresi gen yang menghasilkan fenotif kelamin jantan.
Jika tidak ada gen TDF, maka gen-gen yang menghasilkan fenotif kelamin betina akan diekspresikan. Gen TDF menunjukkan efek yang dominan, dengan hanya satu kromosom Y (dengan berapapun jumlah kromosom X) cukup untuk menghasilkan testis dan ciri-ciri kelmain jantan.
Gen lain yang juga bertanggung jawab pada perkembangan testis antara lain gen H-Y yang terpaut kromosom Y bertanggung jawab terhadap diferensiasi testis maupun spermatogenesis. Gen lain yaitu gen Tfm yang terpaut pada satu-satunya kromosom kelamin X (individu jantan), mengendalikan pembentukan protein pengikat testosteron.
Sistem reproduksi embrional manusia pada bulan pertama memliki tiga komponen: (1) gonad-gonad yang belum terdiferensiasi, (2) dua sistem saluran genital (saluran Muller dan Wolff), (3) perangkat lipatan genital di bagian luar.
Pada umur 1 bulan, untuk perkembangan ke arah jantan sudah mulai berlangsung diferensiasi gonad menjadi testis yang dalam prosesnya bergantung pada protein antigen H-Y. Tahap perkembangan fenotif kelamin berikutnya tergantung pada produk testis.
Testis mengeluarkan 2 hormon yaitu substansi penghambat saluran Muller dan testosteron.
Testosteron menginduksi ‘virilisasi’ atau dierensiasi jaringan embrional menjadi struktur jantan (saluran Wolff berkembang), serta secara terus menerus dibutuhkan untuk mempertahankan struktur jantan sekunder (pertumbuhan tulang, prosuksi sperma, raut wajah, anggota gerak, dll). Lipatan genital memanjang membentuk penis, dan jaringan yang mengelilingi lipatan genital membentuk scrotum.
Diferensiasi kelamin betina baru nampak pada bulan kedua. Karena tidak adanya protein antigen H-Y gonad primitif berkembang menjadi ovarium, dan karena tidak adanya testosteron dan substansi penghambat saluran Muller, maka saluran Muller berkembang dan saluran Wolff mengalami degenerasi. Lapisan genital berkembang menjadi labia minora dan jaringan yang mengelilingi lipatan genital menjadi labia majora.
Beberapa Pemikiran Kromosom baik satu buah, sepasang, maupun seluruh pasangan, pada dasarnya bukanlah yang menentukan (mengendalikan) jenis kelamin terwujud pada mahluk hidup. Oleh karena itu, pandangan bahwa kromosom Y pada manusia menentukan kelamin, sesungguhnya tidak benar jika diartikan sebagaimana yang tertulis. Arti yang benar adalah bahwa gen atau perangkat gen pada kromosom kelmin Y, yang menentukan jenis kelamin manusia. Perbedaanperbedaan kromosom yang tampak, hanyalah berperan sebagai indikator awal, yang masih harus dikaji. Dalam hubungan ini juga terlihat bahwa peran kromosom kelmain dalam penentuan jenis kelamin (pada mahluk hidup yang memiliki), pada dasarnya sama dengan autosom; kromosom kelmain sama saja dengan autosom, yaitu sama-sama sebagai faktor keturunan. Sebagaimana ekspresi gen apapun, ekspresi gen-gen yang interaksinya bertanggung jawab atas fenotip kelamin mahluk hidup, dipengaruhi juga oleh faktor lingkungan. Dalam hal ini ekspresi gen-gen itu tidak bebas dari pengaruh faktor-faktor lingkungan (fisikokimiawi) internal maupun eksternal. Temuan penelitian tentang ekspresi kelamin dari Chlamydomonas hingga manusia, seperti yang telah dikemukakan, sebenarnya memperlihatkan satu makna lain. Satu makna lain itu adalah ikhwal kelamin (perbedaan jenis kelamin) adalah sesuatu yang lain dari ikhwal
fertilitas, bahkan tidak mustahil dapat dikatakan bahwa pada dasarnya ihwal kelamin tidak ada hubungannya dengan ihwal fertilitas. Dari contoh yang ada, terlihat bahwa pada Chlamydomonas memang tidak ada hubungannya antara ihwal kelamin dan ihwal fertilitas. Dalam hubungan ini terdapat tanda-tanda bahwa semakin tinggi tingkatan struktur mahkluk hidup, ihwal kelamin seolah-olah berhubungan dengan ihwal fertilitas. Pustaka yang digunakan dalam penulisan naskah pada bab ini di berbagai kesempatan terlihat membaurkan kedua ihwal itu, atau sekuarang-kuranngnya memberi peluang orang membaurkannya. Pada dasarnya ihwal kelamin adalah yang berkenan dengan tingkat-tingkat (valensi) kejantanan dan kebetinaan, sebagaiman yang terlihat pada Chlamydomonas; ihwal fertilitas adalah yang berkenaan dengan dapat atau tidak dapat membuahi atau dibuahi.