Faktor Faktor -faktor -faktor yang Mempengaruhi Mempengaruhi Disi plin Kerja Pegawai di RRI Pontianak Helman Fachr Fachr i, Peri Irawan Universitas Muhammadiyah Pontianak
Abstrak This study conducted to determine Factors Affecting Work Discipline Employees in the RRI Pontianak. quantitative methods are used to seeing the influence of these variables goal and the ability of employees (X1), Exemplary leadership (X2), compensation and welfare (X3), Justice (X4), Threat (X5), Assertiveness (X6), humanitarian Relations (X7) . of work discipline. Based on the results of factor analysis (factor analysis) that has been done, it can know the factors that influence the working discipline employees in the RRI Pontianak, namely: Objectives and Capabilities of employees, exemplary leadership, compensation and welfare.
A. L atar -bel akang akan g Pegawai merupakan penggerak kegiatan dalam suatu perusahaan. Dalam melakukan kegiatan, pegawai memerlukan petunjuk kerja dari perusahaan agar pelaksanaannya sesuai dengan perencanaan, dan harus didukung dengan peraturan kerja perusahaan sehingga menciptakan disiplin kerja. Perusahaan dapat menegakkan aturan kerja perusahaan dan konsekuensinya bagi pegawai jika mereka memahaminya secara baik, oleh karena itu, hal tersebut harus disosialisasikan. Pemahaman yang kurang terhadap peraturan kerja serta kurang tegasnya hukuman yang diberikan akan membuat pegawai sering melanggar aturan tersebut. Pelanggaran aturan ditunjukan dengan,
misalnya merokok di ruang kerja, ngobrol di ruang kerja, dan keluar dari ruangan ruangan kerja, sering absen, pegawai tidak berpakaian rapi dan bersikap tidak sopan. Pelanggaran peraturan kerja dapat terjadi di mana saja, termasuk di Lembaga Penyiaran Radio Republik Indonesia Statius Pontianak. Dengan jumlah karyawan yang tidak terlalu banyak (Tabel 1), pelanggaran peraturan kerja menjadi sesuatu yang sangat buruk (Tabel 2). Tabel 2 menunjukkan bahwa jumlah absensi semakin meningkat meningkat dari tahun ke tahun. Pada Tahun 2008, persentase absen sebesar 0,84%. Pada Tahun 2009 persentase mengalami peningkatan men jadi 1,14% atau meningkat 0,30% dari tahun sebelumnya. Pada 2010
88
menjadi 1,43% atau meningkat 0,29% dari tahun sebelumnya. Jika hal tersebut di biarkan, maka akan berakibat dengan turunnya produktivitas kerja pegawai yang akan berdampak negatif bagi perusahaan. Tabel 1 Jumlah Pegawai Menurut Bagian Tahun 2008-2010 No.
Bagian
2007 2008 2009 2009
1 Administrasi dan Keuangan
23
21
20
2 Siaran
15
15
13
3 Teknik
15
13
14
4 Pemasaran
9
7
4
17
14
13
79
70
64
5 Sumber daya Manusia Jumlah
Sumber: LPP. RRI Pontianak, 2010.
Tabel 2 Tingkat Absensi Pegawai Tahun 2008-2010 Jumlah Absensi ( hari) Tahun
Total Jumlah Absensi
%
Sakit
Izin
Alpa
2007
30
120
19
169
0,84
2008
37
146
23
206
1,14
2009
41
167
29
237
1,43
Sumber: LP Publik. RRI Pontianak, 2010.
Pelanggaran disiplin kerja sedang hampir sama dengan pelanggaran disiplin ringan tetapi hanya ditambah dengan pelanggaran dikarenakan: menentang atasan, absensi terus menerus, kesalahan pekerjaan sehingga
merugikan perusahaan jawatan dan terlibat tindak kriminal. Jumlah pelanggaran disiplin berat hanya berada pada urutan ketiga yang artinya jarang terjadi. Pelanggaran disiplin berat ini sudah menjurus pada pemecatan jika peringatan terakhir ini tidak ditanggapi. Pelanggaran disiplin berat ini merupakan kelanjutan dari pelanggaran disiplin sedang dan ditambah dengan pelanggaran disiplin berupa: korupsi, dan melakukan tindakan kriminal di perusahaan jawatan. Untuk mengatasi bentuk pelanggaran disiplin kerja yang terjadi di perusahaan jawatan RRI Pontianak, Pontianak, pimpinan memberikan sanksi hukuman setiap pelanggaran yang terjadi. Semua pegawai yang melakukan pelanggaran diberikan sanksi hukuman yang setimpal atau sesuai dengan kesalahan yang dilakukannya. Tetapi dalam hal ini, pegawai tetap saja melakukan kesalahan atau pelanggaran pelanggaran disiplin kerja yang telah dipatuhi sebelum pegawai diterima bekerja. Tindakan (sanksi hukuman bagi pelanggaran peraturan kerja) yang diberikan telah dilakukan oleh Kepala RRI Pontianak dalam mendisiplinkan pegawainya, dapat dilihat dari Tabel 3:
89
Tabel 3 Sanksi Hukuman Yang Diberikan Bagi Pelanggaran Disiplin Kerja Tahun 2008-2010
Sanksi Hukuman 20082009 2010 1. Disiplin ringan a. Teguran tertulis 4 3 6 b. Pemanggilan 3 5 8 2. Disiplin sedang a. Penundaan 1 kenaikan gaji 1 b. Pemotongan gaji 1 c. Penundaan kenaikan jabatan 3. Disiplin berat a. Pemberhentian 1 1 b. Skorsing c. Penurunan 1 1 jabatan d. Pembebesan tugas Jumlah pelanggaran 8 12 16 Sumber: LPP RRI Pontianak, 2010.
Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa pegawai RRI Pontianak diberikan sanksi hukuman oleh kepala RRI Pontianak, tetapi pada Tahun 2010 jumlah pelanggaran disiplin kerja dan sank-si yang semakain bertambah. Jika dilihat dari tabel di atas diindika-sikan adanya masalah disiplin yang perlu dicarikan solusinya. Permasa-lahan tersebut adalah mengapa jumlah pelanggaran yang dilakukan pegawai semakin bertambah. Sedangkan perusahaan yang mempunyai pegawai yang tidak
disiplin akan sulit sekali melaksanakan program-program untuk meningkatkan produktivitas dan akan mustahil untuk dapat merealisasikan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. B. Permasalahan Permasalahan dalam penelitian ini adalah “faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi disiplin kerja pegawai di RRI Pontianak?”. C. Tujuan Penelitian Sehubungan dengan masalah yang diangkat, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui faktorfaktor yang mempengaruhi kedisiplinan kerja pegawai pada RRI Pontianak. D. Kerangka Pemikiran Faktor-faktor yang mempengaruhi Kedisiplinan Kerja:
Tujuan dan kemampuan karyawan Teladan Pimpinan Balas Jasa dan kesejahteraan Keadilan Ancaman Ketegasan Hubungan kemanusian
Disiplin
90
E. Metode Penelit ian 1. Bentuk Penelitian Bentuk penelitian yang digunakan penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif. 2. Teknik Pengumpulan Data a. Wawancara b. Kuiesioner c. Observasi 3. Populasi dan Sampel a. Populasi, Populasi pada penelitian ini adalah pegawai RRI Pontianak sebanyak 64 pegawai. b. Sampel, Pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah semua pegawai pada RRI Pontianak yang berjumlah 64 pegawai tidak termasuk pimpinan 1 orang. Teknik sampling yang digunakan adalah sampling Jenuh. 4. Teknik Analisis Data Dalam penelitian ini, data yang diperoleh akan dianalisis secara kuantitatif. Pengukuran variabel dalam penelitian ini menggunakan skala Likert, yaitu untuk mengukur tingkat persetujuan dan ketidaksetujuan responden terhadap pernyataan yang diajukan. Kemudian dikelompokan menurut jenisnya
masing-masing dengan skor interval menggunakan 5 kategori Skala Likert, yaitu sangat Setuju (SS) nilai 5, setuju (S) nilai 4, Kurang setuju (KS) nilai 3, Tidak setuju (TS) nilai 2, dan sangat tidak setuju (STS) nilai 1. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan program SPSS 12.0. Pada penelitian ini pembahasan analisis faktor yang digunakan adalah analisis faktor eksploratori, di mana variabel-variabel yang diteliti masih tersebar atau belum ada pengelompokkan faktor. Tahapan-tahapan dari penggunaan analisis faktor adalah : a. Merumuskan Masalah Variabel-variabel yang akan dipilih adalah variabel yang relevan dengan penelitian yang dilakukan. Variabel dan data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis faktor sebagai berikut : Y = Ai 1F1 + Ai2F2 + Ai3F3 +...+AimFm +ViUi Fi = Wi1X1 + Wi2F2 +...+ WikXk
Keterangan : Y = Disiplin kerja Aij = Koefisien regresi berganda yang distandarisasi dari variabel (i) pada common factor F = Common factor (faktor bersama) Ui = Faktor unik untuk variabel ke-i
91
Vi = Koefisien regresi berganda yang distandarisasi pada faktor unik untuk variabel ke-i M = Jumlah Common factor (faktor bersama) Fi = Estimasi faktor ke-i Wi = Bobot/ koefisien/ skor nilai faktor Xi = Variabel ke-i k = Jumlah variabel yang digunakan b. Membentuk Matriks Korelasi
c. Menentukan Ketepatan Model Tahapan ini bertujuan untuk mengetahui apakah model mampuh menjelaskan dengan baik fenomena yang ada. Hal tersebut bias dilakukan dengan melihat jumlah residual antara korelasi yang diamati dengan korelasi yang direproduksi.
Matriks Kolerasi (correlation matrix) merupakan matriks yang memuat koefisien korelasi dari semua pasang variabel dalam penelitian ini yang digunakan untuk mendapatkan nilai kedekatan hubungan antara variabel penelitian. Nilai kedekatan ini dapat dilakukan untuk melakukan beberapa pengu jian untuk melihat kesesuaian dengan nilai korelasi yang diperoleh dari analisis faktor. Pengujian yang harus dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) UJI Bartlett’s Test Of Sphericity, yang dipakai untuk menguji bahwa variabel-variabel dalam sampel berkolerasi. 2) Uji Keiser Meyer Olkin (KMO) untuk mengeta-hui kecukupan sampel dianggap layak apabila besaran KMO > 0,5. 3) Uji Measure Of Sampling Adequacy (MSA) digunakan untuk mengukur derajat korelasi antara variabel dengan criteria MSA > 0,5.
d. Menentukan Jumlah Faktor Penentuan jumlah factor didasarkan pada besarnya nilai eigenvalue setiap faktir yang muncul. Faktorfaktor inti yang dipilih adalah factor yang memiliki eigenvalue > 1. e. Rotasi Faktor Rotasi dilakukan untuk mempermudah interprestasi dalam menentukan variabel-variabel mana saja yang yang tercamtum atau termasuk dalam suatu factor, di mana terkadang ada beberapa variabel yang mempunyai kolerasi tinggi dengan lebih dari satu faktor atau jika sebagian factor loading dari variabel bernilai dibawah terkecil yang telah ditetapkan. Dalam penelitian ini digunakan rotasi varimax, yaitu suatu metode orthogonal rotasi faktor yang meminimalkan jumlah variabel dengan loading yang tinggi pada satu faktor. f. Interprestasi Faktor Interpestasi faktor dilakukan dengan cara mengelompokan variabel yang mempunyai faktor loading
92
yang tinggi kedalam faktor tersebut. Factor loading harus lebih besar dari 0,5. Variabel yang mempunyai factor loading kurang dari 0,5 akan dikeluarkan dari model. 5. Definisi Operasional Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah masih dalam bentuk variabel bebas (Independent variables). Variabel bebas adalah faktor-faktor yang mempengaruhi kedisiplinan kerja yang terdiri dari Tujuan dan kemampuan pegawai (X1), Teladan pimpinan (X2), Balas jasa dan kesejahteraan (X3), Keadilan (X4), Ancaman (X5), Ketegasan (X6), Hubungan kemanusian (X7). F. Landasan Teori 1. Pengertian Lembaga Penyiaran Publik Lembaga Penyiaran Publik (LPP) adalah Lembaga Penyiaran yang berbentuk Badan Hukum yang didirikan oleh negara, bersifat independent , netral, tidak komersial dan berfungsi memberikan layanan untuk kepentingan masyarakat. Sesuai dengan namanya Publik Service Broadcasting (PCB) atau yang lebih dikenal dengan lembaga Penyiaran Publik (LPP) merupakan organisasi yang non profit, bukan non for profit yang dibentuk untuk kepentingan negara.
Pengertian seluruh penduduk disini memiliki dua makna yaitu dalam pengertian Cakupan Teknis (dapat diakses oleh setiap rumah tangga dalam wilayah layanannya) dan Cakupan Strata Masyarakat (melayani kepentingan masyarakat yang variatif di bidang profesi, politik, ekonomi, sosial, budaya, agama, pendidikan dan lain-lain). LPP mempunyai peranaan yang strategis dalam masyarakat, men jadi perekat bangsa, berfungsi sebagai refleksi budaya dan sangat diperlukan untuk mengantisipasi perubahan dalam upaya melayani kepentingan publik di bidang informasi, pendidikan dan hiburan. Oleh karena itu LPP perlu menyiarkan acara yang dapat menggambarkan kehidupan berbangsa dalam beragama atau living in Colours. 2. RRI Sebagai Lembaga Penyiaran Publik UU No 32/2002 tentang penyiaran merupakan legitimasi yuridis dari kehendak masyarakat menjadikan RRI sebagai Lembaga Penyiar Publik. Hal ini merujuk pada latar belakang lahirnya Undang-Undang penyiaran yang merupakan inisiatif sejumlah anggota DPR RI yang menegaskan perlunya lembaga penyiaran sebagai deligimitasi dari Lembaga Penyiaran Negara atau Lembaga Penyiaran Pemerintah.
93
Sebagaimana diatur dalam UU Penyiaran 2002 mencakup setidaknya 3 aspek yaitu Aspek Kelembagaan, Aspek Pelaksanaan dan Aspek Sumber Daya. DPR dan pemerintah sepakat mengenai kelembagaan RRI. Pasal 14 Undang-Undang Penyiaran menegaskan bahwa “… berbentuk badan hukum yang didirikan oleh negara”. Khusus untuk RRI pasal 14 ayat 2 menyatakan “… stasiun pusat penyiaran berada di ibu kota negara”. Secara kelembagaan, lembaga penyiaran publik harus mampu menjamin dilaksanakannya pengawasan dan supervisi publik sekaligus mengatur mekanisme akuntabilitas publik. Jaminan ini ditegaskan dalam UU No 32/2002 mengenai dewan pengawas, audit oleh akuntan publik serta pengawas oleh DPR di pusat dan DPRD di daerah. Agar dapat menjalankan fungsinya sebagai media penyampain informasi, pendidikan dan hiburan sebagai wujud pelayanan kepada masyarakat, RRI sebagai Lembaga Penyiaran Publik harus mampu melaksanakan prinsip-prinsip yang berlaku secara universal yang diadopsi sebagai bagian UndangUndang Penyiaran Publik 2002 pasal 14 ayat 1 menegaskan adanya sifat independent, netral, tidak
komersial dan berfungsi memberikan layanan untuk kepentingan masyarakat. Dalam hal sumber daya, khususnya sumber pembiayaan, UndangUndang penyiaran 2002 memberikan perhatian khusus kepada Lembaga Penyiaran Publik. Pasal 15 ayat 1, menyatakan sumber pembiayaan Lembaga Penyiaran Publik berasal dari iuran penyiaran, APBN atau APBD, sumbangan masyarakat, siaran iklan dan usaha lain yang sah yang terkait dengan penyelenggaraan penyiaran. 3. Sumber Daya Manusia dalam Angkatan Kerja Menurut Nawawi (2003 : 37), manajemen sumber daya manusia meliputi tiga pengertian, yaitu : a. Sumber Daya Manusia adalah orang yang bekerja dan berfungsi sebagai asset organisasi atau perusahaan (disebut juga personil, tenaga kerja, pegawai, atau karyawan). b. Sumber daya Manusia adalah potensi yang menjadi motor penggerak organisasi atau perusahaan dalam mewujudkan eksistensinya. c. Sumber Daya Manusia adalah potensi yang merupakan asset dan berfungsi sebagai modal (non materi atau non finansial) di dalam organisasi bisnis, yang
94
dapat diwujudkan menjadi potensi nyata (real) secara fisik dalam mewujudkan eksistensinya organisasi. Menurut Umar (2005 : 3), Mana jemen Sumber daya Manusia dapat dikelompokkan menjadi tiga fungsi, yaitu: 1. Fungsi Manajerial: Perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian. 2. Fungsi Operasioanal: Pandangan, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan dan pemutusan hubungan kerja. 3. Fungsi Terpadu adalah kedudukan Manajemen Sumber Daya Manusia dalam pencapaian tujuan organisasi perusahaan secara terpadu. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa unsur manusia sangatlah penting dalam suatu perusahaan, karena manusia adalah motor penggerak dalam perusahaan tersebut untuk mewujudkan eksistensi berupa tercapainya tujuan-tujuan yang telah ditetapkan oleh perusahaan. 4. Disiplin Kerja a. Pengertian Disiplin kerja. Menurut Hasibuan (2003 : 193) arti dari kedisiplinan adalah: “Keadaan dan kesediaan seseorang mentaati semua peraturan
dan norma-norma sosial yang berlaku”. Menurut Dessler (1997: 275): “Disiplin adalah satu p rosedur yang mengoreksi atau menghukum seorang bawahan karena melanggar aturan atau prosedur”. Sedangkan menurut Handoko (2000:208): “Disiplin adalah kegiatan manajemen untuk men jalankan standar-standar organisasi”. Siswanto (2002:208) men jelaskan: “Disiplin kerja adalah suatu sikap menghormati, menghargai, patuh dan taat ke-pada peraturan-peraturan yang berlaku, baik yang tertulis maupun tak tertulis serta sanggup menjalankannya dan tidak mengelak untuk menerima sanksi-sanksinya apabila ia melanggar tugas dan wewenang yang diberikan kepadanya”. Dari berbagai pengertian mengenai disiplin kerja di atas, maka dapat disimpulkan bahwa disiplin kerja adalah suatu sikap yang menaati semua peraturan atau tata tertib kerja dan tidak mengelak untuk menerima sanksi apabila melakukan pelanggaran. Menurut As’ad (2003:79), berbagai masalah yang menyebabkan perilaku karyawan yang bermasalah adalah:
95
1) Masalah dengan kepandaian dan pengetahuan tentang pekerjaan. 2) Masalah emosional. 3) Masalah motivasi. 4) Masalah fisik. 5) Masalah keluarga. 6) Masalah yang disebabkan oleh grup kerja. 7) Masalah dengan kebijakan pengakuan hasil kerja dalam perusahaan. 8) Masalah dengan lingkungan masyarakat dan nilai-nilainya. 9) Masalah dengan suasana ker ja dan pekerjaan itu sendiri. Karyawan yang bermasalah perlu mendapatkan tindakan pendisiplinan, menurut Ivancevich (2001: 582), ada 4 kategori, yaitu: 1) Mereka yang kualitas atau kuantitas kerjanya tidak memuaskan karena kurangnya kemampuan, pelatihan dan motivasi. 2) Mereka yang bermasalah dengan masalah pribadi di luar kerja sehingga mulai mempengaruhi produktivitas kerja. Masalah ini termasuk mabuk-mabukan penggunaan obat terlarang atau masalah yang berhubungan dengan rumah tangga mereka.
3) Mereka yang melanggar hukum ketika dalam pekerjaan seperti melakukan pencurian terhadap perusahaan atau rekan kerja, melakukan penganiayaan terhadap rekan kerja serta pengrusakan terhadap property perusahaan. 4) Mereka yang sering kali melanggar peraturan dan tidak menghiraukan peringatan supervisor. Seseorang akan termotivasi jika ada keinginan untuk menge jar sesuatu dalam keadaan tertentu, jadi keadaan inilah yang menciptakan motivasi terhadap pegawai tersebut. Maka diperlukan peran pimpinan sebagai orang yang memberikan motivasi kepada bawahannya agar selalu dapat melaksanakan tugasnya dengan baik dan selalu mematuhi peraturan yang berlaku di dalam perusahaan. Tindakan pendisiplinan tidak selalu dapat merubah perilaku pegawai untuk bertindak lebih baik, bahkan apabila tindakan pendisiplinan tersebut tidak tepat penerapannya, dapat mengakibatkan semakin buruknya kinerja pegawai tersebut. Seorang pimpinan sebelum mengambil tindakan pendisiplinan harus meneliti terlebih dahulu penyebab dan
96
tindakan yang tidak disiplin tersebut sehingga dapat diperoleh suatu tindakan pendisiplinan yang tepat sekaligus dapat pemecahannya dari masalah tersebut. Pembinaan disiplin yang terus menerus dilakukan manajemen diharapkan pegawai pada suatu saat melakukan disiplin bukan karena adanya sanksi yang merupakan ganjaran apabila pegawai melakukan tindakan yang melanggar disiplin tetapi karena adanya dorongan dari d iri sendiri atau yang betul-betul terpancar dari diri sendiri. Tindakan-tindakan dapat diambil oleh perusahaan menurut Nasution (2001:125) adalah: 1) Peringatan lisan: ini dipergunakan jika pegawai telah melakukan kesalahan atau pelanggaran kecil seperti melanggar peraturan perusahaan yang berlaku misalnya terlambat masuk jam kerja dan kurang dalam melaksanakan kewajiban dan tanggung jawab misalnya kurang merawat organisasi perusahaan yang dipercayakan. 2) Peringatan tertulis: ini akan diambil jika prestasi kerja pegawai berada di bawah standar yang diharapkan,
3) 4)
5) 6) 7)
melakukan pelanggaran dan kesalahan kecil yang dilakukan secara berulang-ulang. Pencabutan fasilitas. Penundaan kenaikan gaji berkala, ini diambil bila prestasi kurang memuaskan atau tidak sesuai dengan peraturan perusahaan. Penundaan kenaikan gaji Penurunan pangkat atau penurunan gaji Pemutusan hubungan kerja.
b. Bentuk-bentuk Disiplin Setiap perusahaan menerapkan disiplin yang berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan dan tindakan yang dilakukan pimpinan. Menurut Handoko: (2000: 205) tipe pendisiplinan dibedakan menjadi 1) Disiplin Preventif (Preventif Discipline). Disiplin Preventif adalah kegiatan yang dilakukan untuk mendorong para pegawai agar mengikuti bebagai standar atau aturan, sehingga penyelewenganpenyelewengan dapat dicegah. Sasaran pokoknya adalah untuk mendorong disiplin diri diantara para pegawai dan bukan semata-mata harus dipaksakan. 2) Disiplin Korektif (Corrective Discipline). Disiplin Korektif
97
adalah kegiatan yang diambil untuk menangani pelanggaran terhadap aturan-aturan dan mencoba untuk menghindari pelanggaran lebih lanjut. Kegiatan korektif ini dapat berupa suatu bentuk hukuman atau tindakan pendisiplinan (disciplinary action). Sasaran pokok dari tindakan pendisiplinan ini adalah: a) Untuk memperbaiki pelanggaran; b) Untuk menghalangi para pegawai yang lain melakukan kegitan-kegitan yang serupa; c) Untuk menjaga berbagai standar kelompok tetap konsisten dan efektif. 3) Disiplin progresif (progressive Discipline). Disiplin Progresif adalah suatu kebijaksanaan yang berarti memberikan hukuman-hukuman yang lebih berat terhadap pelanggaranpelanggaran yang berulang. Tujuannya adalah memberikan kesempatan kepada pegawai untuk mengambil tindakan korektif sebelum hukuman-hukuman yang lebih serius dilaksanakan c. Faktor-faktor yang Menyebabkan Kedisiplinan Menurut Nitisemito (1996: 214) faktor-faktor yang mempe-
ngaruhi kedisiplinan pegawai ada lima yaitu: 1) Tujuan dan Kemampuan ikut mempengaruhi tingkat kedisiplinan. Pegawai Tujuan yang ingin dicapai harus jelas dan ditetapkan secara ideal serta cukup menantang bagi kemampuan Pegawai. Hal ini berarti bahwa tujuan yang dibebankan kepada pegawai harus sesuai dengan kemampuan agar bersungguhsungguh mengerjakannya. 2) Teladan pimpinan. Teladan pimpinan sangat berperan dalam menentukan kedisiplinan pegawai karena pimpinan dijadikan teladan dan panutan oleh para bawahan. Pimpinan harus memberikan contoh yang baik, berdisiplin baik, jujur, adil, dan sesuai kata perbuatan. 3) Kesejahteraan. Kesejahteraan ikut mempengaruhi kedisiplinan Pegawai karena balas jasa akan memberikan kepuasan dan kecintaan pegawai terhadap perusahaan ataupun terhadap pekerjaannya. Jika kecintaan itu semakin baik maka kedisiplinan mereka akan baik. 4) Ancaman. Ancaman berperan penting dalam memelihara
98
kedisiplinan pegawai karema dengan sanksi hukuman yang semakin berat maka pegawai semakin takut untuk melanggar peraturan-peraturan perusahaan, sikap dan perilaku yang indisipliner. 5) Ketegasan. Ketegasan pimpinan dalam melakukan tindakan akan mempengaruhi kedisiplinan pegawai perusahaan. Pimpinan harus berani dan tegas bertindak untuk menghukum setiap pegawai yang tidak disiplin sesuai dengan sanksi hukuman yang ditetapkan. Pegawai juga diperlukan untuk meminimalkan pelanggaran disiplin kerja tersebut. Jadi, terdapat keterkaitan yang erat antara pengawasan terhadap disiplinan kerja dan memiliki pengaruh yang sama terhadap pegawai dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab terhadap suatu perusahaan. Menurut Siagian (2002 : 135) : “Pengawasan adalah proses pengamatan dari pelaksanaan keseluruhan kegiatan organisasi untuk menjamin agar semua pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya”.
Menurut Nitisemito (1996 : 144-146), ada 4 (empat) jenis pengawasan, yaitu: 1) Pengawasan dari dalam. Pengawasan dari dalam adalah pengawasan yang dilakukan oleh unit pengawasan yang dibentuk dalam organisasi itu sendiri, di mana pengawasan ini bertindak atas nama pimpinan organisasi.. 2) Pengawasan dari luar. Pengawasan dari luar adalah pengawasan yang dilakukan unit pengawasan dari luar organisasi. Unit pengawasan ini bertindak atas nama pimpinan organisasi. 3) Pengawasan Prevenif. Pengawasan Prevenif adalah pengawasan yang dilakukan sebelum rencana dilaksanakan. Maksud dari pengawasan preventif ini adalah menangani terjadinya kekeliruan/ kesalahan. Pelaksana preventif ini dapat dilakukan dengan: a) membuat peraturan-peraturan yang berhubungan dengan system, prosedur, hubungan dan tata kerja; b) membuat pedoman sesuai dengan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan. c) menentukan kedudukan, tugas, wewenang, dan tanggung ja-
99
wab. d) mengorganisasi segala macam kegiatan dan penetapan pegawai serta pembagian kerja. e) menentukan sistem koordinasi pelopor dan pemeriksa. f) Menetapkan sanksi-sanksi terhadap pejabat yang menyimpan dari peraturan yang telah ditetapkan. 4) Pengawasan Repsesif. Pengawasan Repsesif adalah pengawasan yang dilakukan setelah adanya pelaksanaan pekerjaan. Maksud penga[wasan ini adalah untuk men jamin kelangsungan pelaksanaan pekerjaan agar hasilnya sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Dalam sistem pemeriksaan anggaran, pengawasan represif ini sering disebut sebagai pool Audit. Sistem pengawasan yang digunakan dalam pengawasan represif adalah: a) Sistem komperatif, meliputi mempelajari pola-pola kemajuan (program report) dari pelaksanaan pekerjaan yang dibandingkan dengan jadwal rencana pelaksanaan; membandingkan dengan laporanlaporan hasil pelaksanaan pekerjaan dengan rencana yang diputuskan sebelumnya; mengadakan analisis terha-
dap perbedaan-perbedaan pekerjaan tersebut; memberikan penilaian terhadap hasil pelaksanaan pekerjaan termasuk para penanggung jawab; mengambil keputusan atau usaha perbaikan dan penyempurnaan. b) Sistem verifikasi, meliputi menentukan ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan prosedur pekerjaan; pemeriksaan tersebut harus dibuat laporan periodik atau secara khusus; mempelajari laporan untuk mengetahui perkembangan dari hasil pelaksanaannya. c) Sistem inspeksi. Inspeksi dimaksudkan untuk untuk mengecek kebenaran dari suatu laporan oleh petugas pelaksanaannya. Dalam inspeksi ini juga diberikan instruksi-intruksi perbaikan dan penjelasan kebijaksanaan pimpinan. d) Sistem investigasi. Sistem investigasi menitik-beratkan pada penyelidikan/penelitian yang mendalam terhadap suatu masalah yang bersifat negatif. Penyelidikan ini dilakukan atas suatu laporan yang bersifat hipotesa. Meskipun banyak pegawai ingin memperlihatkan cara yang dapat diterima lagi perusahaan
100
dan rekan kerja mereka, namun masalah-masalah seperti ketidakhadiran, kinerja kerja yang buruk, maupun pelanggaran peraturan tetap muncul. Disiplin formal diperlukan di sini jika pembicaraan informal sudah tidak mampu mengatasinya. Perusahaan perlu menentukan disiplin yang formal bagi pegawai. d. Usaha Untuk Menegakkan Kedisiplinan Pada dasarnya disiplin merupakan pembatasan kebebasan. Oleh sebab itu, dalam usaha menegakkan kedisiplinan tidak asal dilaksanakan saja. Dengan adanya kedisiplinan diharapkan dapat menunjang perusahaan dalam mencapai tujuannya. Adapun usaha untuk menegakkan kedisiplinan dalam perusahaan antara lain adalah dengan memberikan balas jasa berupa gaji, kompensasi, bonus, penghargaan dan hukuman secara adil. Menurut Hasibuan (2003:18): “Kompensasi adalah semua pendapatan yang berbentuk uang, barang langsung atau tidak langsung yang diterima pegawai sebagai imbalan atas jasa yang diberikannya kepada perusahaan”. Sedangkan menurut Nawawi (2003:315): “Kompensasi adalah penghargaan atau ganjaran
kepada para pekerja yang telah memberikan kontribusi dalam mewujudkan tujuanya melalui kegiatan yang disebut bekerja”. Selain pemberian balas jasa, kedisiplinan pegawai juga akan tercapai jika pegawai tersebut memperoleh kepuasan dalam bekerja. Menurut Winardi (2002:138): “Kepuasan kerja merupakan perasaan-perasaan seorang pekerja tentang berbagai macam kerangka kerja”. Sedangkan menurut Handoko (2000 : 143) : “Kepuasan kerja adalah kejadian emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan yang mana para pegawai memandang pekerjaan mereka”. Kepuasan kerja merupakan perasaan seseorang terhadap pekerjanya. Kondisi kerja yang paling menyenangkan atau tidak menyenangkan akan mempengaruhi prestasi kerja pada waktu yang akan datang dan memiliki arti penting bagi pegawai maupun perusahaan, terutama dalam meningkatkan disiplin kerja pegawai. Hal selanjutnya yang dapat meningkatkan kedisiplinan kerja pegawai adalah motivasi kerja. Menurut Nasution (2001:191): “Motivasi kerja adalah sebagai alat pembangkit, penguat dan
101
penggerak seorang pegawai yang diarahkan untuk mencapai tujuan dan hasil”. Menurut Winardi (2002:5): Pada dasarnya motivasi dibedakan menjadi dua, yaitu motivasi positif di mana orang ditawari sesuatu yang bernilai (misalnya imbalan berupa uang, pujian, kemungkinan untuk menjadi pegawai tetap) apabila kinerjanya memenuhi standar. Ada pula motivasi yang bersifat negatif yang menggunakan ancaman hukuman (teguran-teguran, ancaman di PHK, penurunan pangkat) andai kata kinerja orang yang bersangkutan di bawah standar. Beberapa bukti juga menun jukkan bahwa disiplin disertai hukuman dapat memberikan manfaat, di antaranya: 1) Disiplin dapat meningkatkan pegawai terhadap kinerjanya yang rendah, sehingga akan menghasilkan perubahan dalam perilaku. 2) Disiplin dapat mengirimkan sinyal pada pegawai lainnya berkaitan dengan tingkat kinerja dan standar perilaku yang diharapkan. 3) Jika disiplin dipandang sebagai legitiminasi oleh pegawai lain, maka hal itu mungkin
dapat meningkatkan motivasi, moral dan kinerja. Ada empat aturan yang harus diikuti agar disiplin ini dapat efektif, yaitu : 1) Pegawai harus mengetahui apa masalah yang terjadi. 2) Pegawai mengetahui bahwa ia harus melakukan sesuatu untuk memperbaiki masalah tersebut. 3) Pegawai memiliki periode waktu yang masuk akal untuk memperbaiki masalah tersebut. 4) Pegawai memahami konsekuensinya jika ia tidak bertindak apa-apa. G. Anali sis d an Pembahasan 1. Karakteristik Responden Umur responden berkisar antara 21-58 tahun, namun yang mendominasi adalah umur antara 41-50 tahun (34,38%), dan mereka umumnya adalah laki-laki (70,31%). Tingkat pendidikan yang dominan adalah SMU (59,38%), dan umumnya mereka menikah (71,88%). Lama bekerja responden antara 125 tahun, namun yang terbesar telah bekerja selama antara 21-25 tahun. Pendapatan responden berkisar antara Rp 2.350.000,00 2.649.999,00. per bulan
102
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kedisiplinan kerja pegawai di RRI Pontianak Penelitian ini menggunakan analisis kuantitatif berupa analisis faktor, yaitu untuk mengetahui faktorfaktor yang mempengaruhi kedisiplinan kerja pegawai di RRI Pontianak. Analisis faktor digunakan untuk mengidentifikasi variabel dasar atau faktor yang menerangkan pola hubungan dalam suatu himpunan variabel observasi. Analisis faktor sering digunakan pada reduksi data untuk mengidentifikasi suatu jumlah kecil faktor yang menerangkan beberapa faktor yang yang mempunyai kemiripan karakter. Tujuan reduksi data adalah untuk mengeliminasi variabel independent (bebas) yang saling berkorelasi, sehingga akan diperoleh jumlah variabel yang lebih sedikit dan tidak berkorelasi. Variabelvariabel yang berkorelasi mungkin mempunyai kesamaan atau kemiripan karakter dengan variabel lainnya, sehingga dapat dijadikan satu faktor. Hasil analisis faktor adalah sebagai berikut a. Bartlett Test of Sphericity dan Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy (KMO MSA) Uji Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling adequacy (KMO MSA) digunakan untuk
menentukan apakah analisis faktor sesuai/cocok untuk digunakan atau tidak dalam penelitian ini. Jika nilai KMO MSA lebih besar dari 0,5 maka dapat dikatakan bahwa analisis faktor cocok untuk digunakan dan ada kedekatan antara variabel dalam populasi. Sebaliknya jika nilai KMO masa lebih kecil dari 0,5 maka dapat dikatakan bahwa analisis faktor tidak cocok untuk digunakan dan tidak ada kedekatan antara variabel dalam populasi. Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah variabelvariabel yang diuji saling berkorelasi atau tidak. Uji ini sering juga disebut uji ketepatan penggunaan alat (uji ketepatan sampling dan uji independensi populasi). Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah cocok atau tidak alat analisis faktor digunakan dalam menganalisis data pada penelitian ini. Uji nilai Bartlett Test of Sphericity digunakan untuk menentukan apakah hipotesis yang dirumuskan diterima atau ditolak. Kriteria penilaiannya adalah apabila nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 maka hipotesis nol (Ho) ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) diterima, dan sebaliknya apabila signifikansi
103
lebih besar dari 0,05 maka hipotesis nol (Ho) diterima dan hipotesis alternatif (Ha) ditolak. Hipotesis adalah sebagai berikut: Ho : Semua variabel yang mempengaruhi kedisiplinan ker ja karyawan pada RRI Pontianak tidak saling berkorelasi (berhubungan) antara yang satu dengan yang lain. H1 : Semua variabel yang mempengaruhi kedisiplinan ker ja karyawan pada RRI Pontianak saling berkorelasi (berhubungan) antara yang satu dengan yang lain. Nilai Bartlett Test of Sphericity maupun Kaiser – Meyer - Olkin Measure of Sampling Adequacy (KMO MSA) dapat dilihat pada Tabel 4. Hasil uji ketepatan penggunaan alat di atas menunjukkan bahwa nilai Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy (KMO MSA) yang diperoleh adalah sebesar 0,580 yang berarti nilai ini lebih besar dari 0,5 (0,580>0,5), maka dapat dikatakan bahwa analisis faktor cocok untuk digunakan dan ada kedekatan antar variabel dalam populasi. Demikian pula dengan Bartlett Test of Sphericity, di mana nilai statistik yang dipero-
leh adalah sebesar 275.314 dengan tingkat signifikan yang dihasilkan sebesar 0,000 dimana angka ini menunjukkan tingkat signifikansi lebih kecil dari 0,05 yang berarti hipotesis nol (Ho) yang mengatakan semua variabel di dalam populasi tidak berhubungan satu sama lain ditolak. Dengan demikian, ketepatan analisis faktor (factor analysis) ini dapat dipertanggung jawabkan. b. Penentuan jumlah faktor 1) Penentuan banyaknya faktor yang terbentuk Banyaknya total varian yang dijelaskan (total variance explained) dari 7 variabel yang terdiri dari eigenvalue, precentage of variance, dan cumulative percentage of variance dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 menunjukkan bahwa 7 variabel yang digunakan dalam penelitian ini, ternyata berdasarkan hasil pengolahan data dengan mengunakan SPSS 15 terdapat 3 (tiga) faktor yang memiliki nilai eigenvalue lebih besar dari 1. Hal ini berarti bahwa terdapat tiga faktor yang mempengaruhi kedisiplinan kerja pegawai pada RRI Pontianak
104
dengan persentase komulatif varian (cumulative percentage of varia.nce ) sebesar 71,424 %. Ketiga faktor tersebut dapat dilihat pada Tabel 6 Tabel 4.9 menunjukkan bahwa dalam penelitian ini terbentuk 3 (tiga) faktor yang mempengaruhi kedisiplinan kerja pegawai di RRI Pontianak, berdasarkan nilai eigenvalue dengan kriteria lebih besar dari satu cumulative percentage of variance sebesar 71,424%. c. Rotasi faktor Penelitian ini menggunakan metode rotasi varimax, faktor yang terbentuk berdasarkan metode rotasi varimax dapat dilihat pada Tabel 7. d. Interpretasi faktor Berdasarkan Tabel 7 di mana dari hasil rotasi faktor dapat diperoleh 10 variabel yang masuk dalam 3 faktor yang mempengaruhi disiplin kerja pegawai di RRI Pontianak menunjukkan bahwa hanya sebagian variabel yang digunakan dalam penelitian memiliki factor loading lebih besar dari 0,5, yang berarti tidak semua variabel masuk dalam faktor yang terbentuk.
Ketiga faktor yang mempengaruhi kedisiplinan kerja pegawai di RRI Pontianak menun jukkan angka cumulative percentage of variance sebesar 71,424%. Hal ini berarti bahwa ketiga faktor ini mampu menjelaskan atau mempengaruhi kedisiplinan kerja pegawai di RRI Pontianak sebesar 71,424% sedangkan sisanya sebanyak 28,576% dipengaruhi atau dijelaskan oleh faktor lain. Interpretasi faktor berdasarkan nilai eigenvalue dan percentage of variance dapat dijelaskan sebagai berikut : 1) faktor 1, yaitu Tujuan dan Kemampuan karyawan. Faktor ini memiliki pengaruh paling dominan terhadap kedisiplinan kerja pegawai di RRI Pontianak, karena memiliki nilai percentage of variance sebesar 37,257%. variabel-variabel yang termasuk dalam faktor ini adalah Beban kerja yang diberikan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, perkerjaan yang diberikan sesuai dengan latar belakang pendidikan, Selama berkerja tidak pernah mengalami kesulitan dalam menger jakan perkerjaan.
105
2) faktor 2, yaitu Teladan pimpinan. Faktor ini berpengaruh terhadap kedisiplinan kerja pegawai di RRI Pontianak sebesar 19,354% (percentage of variance). Variabel-variabel yang masuk dalam faktor ini adalah Pimpinan Pimpinan selalu datang dan pulang tepat waktu, Pimpinan tidak pernah meninggalkan perker jaan pada jam kerja, Keteladanan pimpinan dapat dijadikan pedoman dalam meningkatkan disiplin pegawai. 3) faktor 3, yaitu Balas Jasa dan Kesejahteraan. Faktor ini juga berpengaruh terhadap kedisiplinan kerja pegawai di RRI Pontianak, karena memiliki nilai percentage of variance sebesar 14,814%. Variabelvariabel yang masuk dalam faktor ini adalah Pemberian THR, Beban kerja yang diberkan sesuai dengan gaji yang diterima, Tunjangan pensiun yang diberikan RRI Pontianak, Penghargaan yang meraih prestasi. H. Kesimpu lan dan Saran 1. Kesimpulan a. Berdasarkan hasil analisis faktor (faktor analysis) yang telah dilakukan, maka dapat diketahui faktor-faktor yang
mempengaruhi kedisiplinan kerja pegawai di RRI Pontianak, yaitu : 1) Tujuan dan Kemampuan karyawan 2) Teladan pimpinan 3) Balas jasa dan kesejahteraan. b. Ketiga faktor yang mempengaruhi kedisiplinan kerja pegawai di RRI Pontianak menunjukkan percentage of variance sebesar 71,424%. Hal ini berarti bahwa ketiga faktor ini mampu menjelaskan atau mempengaruhi kedisiplinan kerja pegawai di RRI Pontianak sebesar 71,424% sedangkan sisanya sebanyak 28,576% dipengaruhi atau dijelaskan oleh faktor lain. b) Saran 1) Harus dipertimbangkan peningkatan kompensasi kepada pegawai, baik kompensasi materi, seperti pembayaran gaji, tunjangan, insentif, dan sebagainya. Dan kompensasi non materi, seperti program pensiun , asuransi kesehatan, jamsostek dan sebagainya agar pegawai lebih termotivasi untuk disiplin dalam bekerja. 2) Pemimpin hendaknya memberikan pekerjaan yang dibebankan harus sesuai dengan
106
kemampuan.pegawai yang bersangkutan, agar pegawai berkerja dengan sungguhsungguh dan berdisiplin. 3) Pimpinan hendaknya bisa dijadikan panutan dan teladan dengan disiplin, sehingga menjadi contoh bagi para pegawai. 4) Pemimpin harus disiplin dalam menjalankan tugas, peraturan, perbuatan pemimpin dan sikap jujur yang ditujukan pemimipin sebagai panutan bagi pegawai. . Daftar Pustaka
As’ad. M, Psikologi Industri, Yogyakarta: PT. Liberty, 2003. Dessler, Garry. Manajemen Sumber Daya Manusia , Terj. Benjamin Molan, Jakarta: PT. Prenhallindo, 1997. Gomes, Faustino Cardoso, Manajemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta : Andi Offset, 1995. Handoko, T. Hani, Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia, Edisi Kedua, Yogyakarta : BPFE Yogyakarta, 2000. Hasibuan, S. P. Malayu. Manajemen Sumber Daya Manusia,
Edisi Revisi, Jakarta: Bumi Aksara, 2003 Istijanto, Riset Sumber Daya Manusia, Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama, 2006. Ivancevich, John M. Human Resource management: Foundation Of Personal, Richard D . Irwin. Inc. New York, 2001. Nasution, M. N., Manajemen Mutu Terpadu, Bandung: Sinar Baru, 2001. Nawawi, Hadari, MSDM yang Kompetitif untuk Bisnis, Yogyakarta : Gajah Mada University Press, 2003. Nitisemito, Alex S, Manajemen Personalia (Manajemen Sumber Daya Manusia), Edisi ketiga, Jakarta : PT. Ghalia Indonesia, 1996. Siagan, Sondang. P, Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara, 2002. Siswanto, Bedjo, Manajemen Tenaga Kerja Indonesia, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2002. Sugiyono, Metode Penelitian Bisnis, Bandung: ALFABETA, 2002. Umar, Husein, Riset Sumber Daya Manusia Dalam Organisasi. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama, 2005.
107
Tabel 4 Nilai Bartlett Test of Sphericity dan Kaiser-Meyer-OlkinMeasure of Sampling Adequacy (KMO MSA)
Sumber : Data Olahan dengan Program SPSS 15.0,2010.
Tabel 5 Nilai Eigenvalue, Precentage Of Variance, Dan Cumulative Percentage Of Variance Variabel-Variabel Yang Mempengaruhi Kedisiplinan Kerja Karyawan RRI Pontianak Variabel
Eigenvalue
1 2 3 4 5 6 7
2,608 1,355 1,037 0,819 0,628 0,325 0,228
Precentage Of Variance 37,257 19,354 14,814 11,814 8,969 4,644 3,259
Cumulative Percentage Of Variance 37,257 56,610 71,424 83,129 92,098 96,741 100,000
Sumber : Data Olahan dengan Program SPSS 15.0,
Tabel 6 Hasil Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kedisiplinan Kerja Pegawai di RRI Pontianak Berdasarkan Nilai Eigenvalue, Percentage of Variance dan Cumulative Percentage of Variance Faktor 1 2 3
Eigenvalue 2,608 1,355 1,037
Percentage of Variane 37,257 19,354 14,814
Cumulative Percentage of Variance 37,257 56,610 71,424
Sumber: Data Olahan dengan Program SPSS 15.0.
Tabel 7 Faktor-faktor yang mempengaruhi kedisiplinan kerja
pegawai RRI Pontianak Nama Faktor
Cumulative Percentage Of Variance
Variabel-variabel yang masuk dalam faktor
Beban kerja yang dibe-rikan sesuai dengan kemampuan yang di-miliki. 2. Perkerjaan yang diberi-kan Tujuan dan sesuai dengan latar Kemampuan 37,257 belakang pen-didikan karyawan 3. Selama berkerja tidak pernah mengalami kesulitan dalam mengerjakan perkerjaan. 1. Pimpinan selalu da-tang dan pulang tepat waktu. 2. Pimpinan tidak pernah meninggalkan peker-jaan Teladan Pimpinan 56,610 pada jam kerja. 3. Keteladanan pimpinan bisa menjadi pedoman dalam meningkatkan disiplin pegawai. 1. Pemberian THR. 2. Beban kerja yang di-berikan sesuai dengan gaji yang Balas Jasa dan diterima. 71,424 Kesejahteraan 3. Tunjangan pensiun yang diberikan RRI Pontianak. 4. Penghargaan yang meraih prestasi. Sumber : Data Olahan dengan Program SPSS 15.0,
Facktor Loading
Eigenvalue
0,772
2,608
0,527
1,355
0,706
1,037
1.
109