KEUNTUNGAN PENGGUNAAN PERKERASAN BETON PADA JALAN TANJAKAN Hanung Kurniawan Taruna DIV Manajemen Keselamatan Transportasi Jalan, Politeknik Keselamatan Transportasi Jalan, Jl. Perintis Kemerdekaan No.17, Kampus PKTJ, Tegal, 52125 085642307046
[email protected]
Ardita Puspa Maulida Taruni DIV Manajemen Keselamaatan Transportasi Jalan Politeknik Keselamatan Transportasi Jalan Jl. Perintis Kemerdekaan No.17, Kampus PKTJ, Tegal, 52125 085290670772
[email protected]
Abstrak Dalam perencanaan pembangunan jalan raya perlu adanya peninjauan tentang jenis kontruksi perkerasan yang akan diaplikasikan dalam suatu tempat. Mengingat kondisi topografi di Indonesia yang banyak terdapat pegunungan maupun perbukitan, perlu adanya pemilihan kontruksi perkerasan yang dapat memberikan kenyamanan dan keselamatan bagi pengguna jalan. Kendaraan yang melaju pada tanjakan menjadikan kendaraan melambat dan padasaan kendaraan berada pada turunan mengharuskan kendaraan mengurangi kecepatan, kondisi yang demikian berdampak pada beban kendaraan yang diteruskan ke jalan semakin besar, kondisi yang demikan pada konstruksi perkerasan lentur muncul kerusakan yang terjadi pada kondisi jalan di daerah pegunungan dan perbukitan tersebut antara lain Corrugation, Ruts with no crack, Hair crack, Alligator crack dan Line crack. Sifat beton yang kuat menahan tekanan dan kekuatan beton yang semakin lama semakin bertambah, menjadikan beton menjadi suatu alternatif dalam pemilihan kontruksi perkerasan jalan raya. Gaya gesek permukaan beton yang lebih besar dari aspal maka perlunya modifikasi pada bagian atas perkerasan kaku (beton). Metode yang kami lakukan adalah metode proses “DO-IT” dan selanjutnya analisa yang kami gunakan adalah “Analisa Fungsi”. Dari hasil studi pustaka keunggulan perkerasaan kaku (beton) daripada perkerasan lentur (aspal) pada daerah pegunungan maupun perbukitan antara lain tahan terhadap tekanan,dapat menekan biaya perawatan dan dapat mengurangi kerusakan seperti Corrugation, Ruts with no crack, dan Line crack (khusus retak melintang).
PENDAHULUAN Kondisi jalan di Indonesia memang terbilang tidak laik jalan, banyaknya jalan yang kurang memenuhi kriteria jalan yang berkeselamatan dilihat dari kondisi perambuan, pemarkaan, pengaturan, fasilitas dan konstruksi serta lingkungan jalan. Kondisi ini diperparah dengan adanya kerusakan jalan yang masih terdapat di seluruh daerah di Indonesia tidak terkecuali kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya. Dalam laporan tahunan The Global Competitiveness 2012 - 2013 yang dikeluarkan WEF (World Economic Forum) tersebut, disebutkan daya saing Indonesia kembali menurun dari peringkat 46 ke posisi 50 dari 144 Negara.
Dapat kita lihat kondisi jalan di daerah-daerah masih terdapat jalan berlubang maupun rusak. Dari data Kementrian Pekerjaan Umum (PU) didapat kondisi jalan yang mengalami kerusakan sebesar 10% dari total panjang jalan yang ada atau sekitar 3.850 km jalan Indonesia yang rusak, sedangkan pada wilayah II yang meliputi Jawa, Kalimantan, Nusa Tenggara Timur kerusakan jalan hanya 7,97 % dari panjang total jalan yang ada. Kerusakan jalan pada kostruksi perkerasan lentur (flexible pavement) dapat terjadi karena beberapa hal antara lain volume lalu lintas yang tidak terkontrol, air, material kontruksi perkerasan, iklim, kondisi tanah dasar dan pada saat pelapisan. Sedangkan untuk perkerasan kaku (rigid pavement) dapat terjadi kerusakan yang disebabkan karena volume lalu lintas yang tidak terkontrol, material konstruksi perkerasan. Data hasil penelitian transportasi disebutkan, 40% penyebab kerusakan jalan adalah karena air, 30% karena kelebihan muatan, dan sisanya karena bencana alam. Faktor konstruksi jalan juga memiliki andil pada kerusakan jalan di tanah air. Kerusakan jalan selain mengganggu lalu lintas seperti menimbulkan kemacetan dapat juga menyebabkan kecelakaan. Kecelakaan lalu lintas memang dapat terjadi akibat lingkungan yang tidak mendukung, kondisi lingkungan yang tidak mendukung tersebut seperti berbagai kerusakan jalan maupun jarak pandang yang tidak sesuai dengan jenis, fungsi, kecepatan rencana dari suatu jalan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji dan merekomendasikan perkerasaan jalan yang sesuai pada daerah pegunungan dan lembah untuk meminimalisir kerusakan jalan.
ISI Metode yang peneliti lakukan adalah metode proses “DO-IT” yakni melakukan (D = Define) atau mencatat dan menentukan masalah dilanjutkan (O = Observe) atau meninjau ke lapangan, dilanjurkan dengan (I = Intervete) yaitu penekanan terhadap permasalahan (dapat menambah maupun mengurangi dari apa yang peneliti amati), yang terakhir adalah (T = Test) yakni menguji apakah yang kita usulkan sesuai dengan kondisi yang kita ingin ciptakan. Selanjutnya peneliti melakukan “Analisa Fungsi” untuk mengetahui manfaat dari kondisi yang peneliti ujikan.
Define
Observe
Intervente
Kesimpulan
Test
Gambar 1. Bagan Alur Penelitian Berdasarkan bahan pengikatnya, konstruksi perkerasan jalan dapat dibedakan atas : 1. Konstruksi perkerasan lentur (Flexible Pavement), yaitu perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikatnya. Lapisan-lapisan perkerasan bersifat memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar.
2. Konstruksi perkerasan kaku (Rigit Pavement), yaitu perkerasan yang menggunakan semen (Portland Cement) sebagai bahan pengikatnya. Pelat beton dengan atau tanpa tulangan diletakkan diatas tanah dasat dengan atau tanpa lapis pondasi bawah. Beban lalu lintas sebagian besar dipikul oleh pelat beton. 3. Konstruksi perkerasan komposit (Composite Pavement), yaitu perkerasan kaku yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur dapat berupa perkerasan lentur diatas perkerasan kaku atau perkerasan kaku diatas perkerasan lentur. Tabel 1. Perbedaan perkerasan kaku dan perkerasan lentur No 1 2
Bahan pengikat Repetisi beban
3
Penurunan tanah dasar
4
Perubahan temperatur
Perkerasan lentur Aspal Timbul rutting (lendutan pada jalur roda) Jalur bergelombang
Perkerasan kaku Semen Timbul retak-retak pada permukaan Bersifat sebagai balok diatas perletakan Modulus kekakuan berubah, Modulus kekakuan timbul tegangan dalam yang tidak berubah, kecil timbul tegangan dalam yang besar
Sumber : Sukirman, S., (1992), “Perkerasan Lentur Jalan Raya”, Penerbit Nova, Bandung
Dalam tahap operasional akan muncul kerusakan-kerusakan pada lapisan perkerasan, kondisi ini harus dapat diprediksi dan diatasi, apabila kondisi tersebut dibiarkan maka akan menimbulkan masalah baru diluar prediksi kita salah satunya adalah membengknya biaya perawatan jalan. Jenis kerusakan jalan pada perkerasan lentur (aspal) menurut Bina Marga dapat digolongkan menjadi 6 jenis kerusakan, antara lain : 1. Retak (Cracking) 2. Distorsi (Distortion) 3. Cacat Permukaan (Disintegration) 4. Pengausan (Polished Aggegate) 5. Kegemukan (Bleeding / Flushing) 6. Penurunan pada bekas penanaman utilitas Faktor lain yang sangat mempengaruhi dari kekuatan perkerasan kaku (rigid pavement) yakni adalah komposisi agregat, teknik pencampuran material dan kondisi lingkungan serta pembebanan pada perkerasan tersebut. Tabel 2. Kelebihan dan kekurangan perkerasan kaku dan perkerasan lentur Perkerasan Kaku Perkerasan Lentur 1. Desain sederhana namun pada bagian 1. Perancangan sederhana dan dapat sambungan perlu perhitungan lebih digunakan untuk semua tingkat teliti. Kebanyakan digunakan hanya volume lalu-lintas dan semua jenis pada volme tinggi, serta pada jalan berdasarkan klasifikasi fungsi perkerasan lapangan terbang. jalan raya.
2. Rancangan Job Mix lebih mudah 2. Kendali kualitas Job Mix sedikit rumit dikendalikan kualitasnya.modulus karena harus diteliti di laboratorium elastisitas antara lapis permukaan dan sebelum diteliti maupun sesudah pondasi sangat berbeda. diteliti. 3. Diperlukan sambungan mengurangi tegangan perubahan temperatur.
untuk 3. Tidak diperlukan sambungan untuk akibat mengurangi tegagan. Namun harus ada drainase yang bagus.
4. Umur rencana dapat mencapai 15-40 4. Umur rencana relatif pendek 5-10 tahun. tahun. 5. Indeks pelayanan tetap baik selama 5. Indeks pelayanan terbaik hanya pada umur rencana, terutama apabila saat selesai kontruksi, setelah itu sambungan melintang dikerjakan berkurang seiring waktu. dengan baik. 6. Pada umumnya biaya awal konstruksi 6. Biaya awal konstruksi relatif rendah. tinggi. 7. Pelaksanaanya sederhana, kecuali pada 7. Pelaksanaanya cukup rumit. Karena sambungan-sambungan. harus memperhatikan indikatorindikator. 8. Biaya perawatan relatif murah. 8. Biaya pemeliharaan mahal. 9. Sulit untuk dilakukan pelapisan ulang. 9. Pelapisan ulang dapat dilaksanakan pada semua tingkat perkerasan jalan. 10. Kekuatan konstruksi ditentukan 10. Kekuatan kontruksi perkerasan sangat kekuatan kontruksi beton itu sendiri dipengaruhi oleh kemampuan (tanah dasar tidak begitu penyebaran tegangan kesetiap lapisan mempengaruhi). permukaan jalan. Sumber : diklat road safety audit
Dari hasil studi literatur dapat peneliti simpulkan bahwasanya pada jalan di daerah pegunungan dan pada daerah pegunungan yang menggunakan perkerasan lentur (aspal) banyak terdapat kerusakan jalan, antara lain : a. Line Crack Line Crack atau retak garis adalah kerusakan jalan pada perkerasan lentur yang biasanya sejajar arah roda kendaraan dan biasanya dikarenakan beban kendaraan atau sambungan yang kurang bagus. b. Hair Crack dan Alligator Crack Hair Crack dan Alligator Crack adalah kerusakan jalan akibat kelelahan yang terjadi pada permukaan jalan akibat beban, untuk pemberda antara Hair Crack dan Aligator Crack adalah celah retakan apabila celah retakan < 2 mm maka disebut Hair Crack, sedangkan Aligator Crack lebar celah retakan > 2 mm dan biasanya berbentuk seperti kulit buaya. c. Ruts With no Crack
Kerusakan jalan tipe ini adalah kerusakan yang timbul karena beban yang berlebihan dan terus menerus bertumpu pada satu titik yang menyebabkan aspal terdesak kesamping, kerusakan seperti ini sangat erat dengan kondisi cuaca. d. Corrugation Kerusakan jalan yang berbentuk keriting ini adalah akibat kengaraan yang berjalan pelan mautun kejutan-kejutan kendaaraan saat melakukaan pengereman. e. Shoving Sungkur (shoving), deformasi plastis yang terjadi setempat, ditempat kendaraan sering berhenti, kelandaian curam, dan tikungan tajam. Kerusakan terjadi dengan atau tanpa retak. Oleh karenanya upaya untuk meminimalisir kerusakan jalan yang terdapat di daerah pegunungan perlu adanya inovasi dalam konstruksi perkerasan jalan, salah satu inovasi tersebut adalah menggunakan perkerasan kaku (beton). Untuk membatasi pokok pembahasan maka peneliti memfokuskan pada pembahasan perkerasan kaku (rigid pavement). Beton sendiri diperkirakan ditemukan pada tahun 6500 sebelum masehi di tepian sungai lepenski vir, di mantan negara Yugoslavia. Sejarah mencatat sekitar tahun 300 sebelum masehi orang romawi menyempurnakan perekat semen alami, mereka memakai gamping untuk membangun kolesium, orang romawi menggali pasir yang berwarna jambu dinpozzuoli, dekat gunung vesuveus, italia. Ternyata pasir tersebut adalah abu gunung berapi yang mengandung silika dan alumina, yang kombinasinya dengan kapur maka akan menghasilkan semen pozzolan. Pada beton yang baik, setiap butir agregat seluruhnya terbungkus dengan mortar. Demikian pula halnya dengan ruang antar agregat, harus terisi oleh mortar. Jadi kualitas pasta atau mortar menentukan kualitas beton. Semen adalah unsur kunci dalam beton, meskipun jumlahnya hanya 7-15% dari campuran. Beton dengan jumlah semen yang sedikit (sampai 7%) disebut beton kurus (lean concrete), sedangkan beton dengan jumlah semen yang banyak (sampai 15%) disebut beton gemuk (rich concrete). Struktur beton mempunyai banyak keunggulan dibanding materi struktur yang lain. Berikut ini adalah sifatnya secara lebih rinci: a. Ketersediaan (availability) material dasar. 1. Agregat dan air pada umumnya bisa didapat dari lokal setempat. Semen pada umumnya juga dapat dibuat di daerah setempat, bila tersedia. Dengan demikian, biaya pembuatan relatif lebih murah karena semua bahan bisa didapat di dalam negeri, bahkan bisa setempat. Bahan termahal adalah semen, yang bisa diproduksi di dalam negeri. 2. Tidak demikian halnya dengan struktur baja, karena harus dibuat di pabrik, apalagi kalau masih harus impor. Pengangkutan menjadi masalah tersendiri bila proyek berada di tempat yang sulit untuk dijangkau, sementara beton akan lebih mudah karena masing – masing material bisa diangkut sendiri. 3. Ada masalah lain dengan struktur kayu. Meski problemnya tidak seberat struktur baja, namun penggunaannya secara massal akan menyebabkan masalah lingkungan, sebagai salah satu penyebab utama kerusakan hutan. b. Kemudahan untuk digunakan (versatility).
1. Pengangkutan bahan mudah, karena masing – masing bisa diangkut secara terpisah. 2. Beton bisa dipkai untuk berbagai struktur, seperti bendungan, fondasi, jalan, landasan bandar udara, pipa, perlindungan dari radiasi, insulator panas, beton ringan bisa dipakai untuk keperluan blok dan panel. Beton arsitektural bisa untuk keperluan dekoratif. 3. Beton bertulang bisa dipakai unutk berbagai struktur yang lebih berat, seperti jembatan, gedung, tandon air, bangunan maritim, instalasi militer dengan beban kejut besar, landasan pacu pesawat terbang, kapal, dan sebagainya. c. Kemampuan beradaptasi (adaptability). 1. Beton bersifat monolit sehingga tidak memerlukan sambungan seperti baja. 2. Beton dapat dicetak dengan bentuk dan ukuran berapapun, misalnya pada struktur cangkang (shell) maupun bentuk – bentuk khusus 3 dimensi. 3. Beton dapat diproduksi dengan berbagai cara yang disesuaikan dengan situasi sekitar. Dari cara sederhana yang tidak memerlukan ahli khusus (kecuali beberapa pengawas yang sudah mempelajari teknologi beton), sampai alat modern di pabrik yang serba otomatis dan terkomputerisasi. Metode produksi modern memungkinkan industri beton yang profesional. 4. Konsumsi energi minimal per kapasitas jauh lebih rendah dari baja, bahkan lebih rendah dari proses pembuatan batu bata. d. Kebutuhan pemeliharaan yang minimal. Secara umum ketahanan (durability) beton cukup tinggi, lebih tahan karat, sehingga tidak perlu dicat seperti struktur baja, dan lebih tahan terhadap bahaya kebakaran. Sedangkan kelemahan dari perkerasan kaku (beton) sangat erat dengan sifat-sifat beton, antara lain : 1. Berat beton yang besar, sekitar 2400 kg/m3. 2. Kekuatan tariknya rendah, meskipun kekuatan tekanannya besar. 3. Beton cenderung untuk retak, karena semennya hidraulis. 4. Kualitas sangat tergantung cara pelaksanaan di lapangan. Beton yang baik maupun yang buruk dapat terbentuk dari rumus dan campuran yang sama. Meski demikian beberapa kelemahan beton tersebut di atas dapat diatasi dengan berbagai cara, yaitu: 1. Untuk elemen struktural: membuat beton mutu tinggi, beton pratekan, atau keduanya, sedangkan untuk elemen non-struktural dapat memakai beton ringan. 2. Memakai beton bertulang atau beton pratekan 3. Melakukan perawatan (curing) yang baik untuk mencegah terjadinya retak, memakai beton pratekan, atau memakai bahan tambahan yang mengembang (expansive admixtures). 4. Memepelajari teknologi beton dan melakukan pengawasan dan kontrol kualitas yang baik. Bila perlu bisa memakai beton jadi (ready mix) atau beton pracetak. 5. Beberapa elemen struktur dibuat pracetak (precast) sehingga dapat dilepas per elemen seperti baja. Kemungkinan untuk melakukan beton recycle sedang dioptimasikan.
Beton baik dalam menahan tegangan tekan daripada jenis tegangan yang lain, dan umumya pada perencanaan struktur beton memanfaatkan sifat ini. Karenanya kekuatan tekan dari beton dianggap sifat yang paling penting dalam banyak kasus. Faktor – faktor yang memengaruhi kekuatan beton ada 4, yaitu material masing – masing, cara pembuatan, cara perawatan dan kondisi tes. Faktor – faktor yang memengaruhi kekuatan beton dari material penyusunnya ditentukan oleh faktor airsemen, porositas dan faktor instrinsik lainnya. Air yang terlalu banyak akan menempati ruang di mana pada waktu beton sudah mengeras dan terjadi penguapan, ruang itu akan menjadi pori. Meskipun faktor kekuatan terutama dipengaruhi oleh porositas kapiler atau rasio gel/ruang, namun hal ini sulit diukur atau diperkirakan. Jadi tidak cocok dipakai pada mix design. Tetapi porositas kapiler dari beton yang dipadatkan secara baik pada derajat hidrasi manapun ditentukan oleh faktor air-semen. Kondisi tersebut dapat dinyatakan dengan rumus: ′ = Dimana
′ A
⁄
A
( ⁄ )
= kuat tekan pada umur tertentu = konstanta empiris (14000 lb/in2 (96,51 MPa) = konstanta tergantung sifat semen, dan (4) = faktor air – semen.
L. Lyse pada tahun 1932 menyatakan “kekuatan beton adalah fungsi linier dari rasio semen/air”
Dimana
′ , X
′ =
= kuat tekan beton = konstanta = rasio semen/air
+
Namun ada versi lain seperti Jepang, misalnya, memakai rumus berikut:
Faktor air-semen =
Dimana
= kekuatan beton, = kekuatan semen
⁄
.
.
Gambar 2. Hubungan kuat tekan beton dengan faktor air-semen Faktor utama yang memengaruhi kekuatan dari material getas adalah porositas. Model yang paling umum adalah persamaan eksponensial: = Dimana
= kekuatan, = kekuatan pada porositas nol (kekuatan intrinsik), = porositas fraksional, = konstanta yang tergantung pada sistem, = bilangan natural
Gambar 3. Hubungan kuat tekan denann porositas. (a) pada semen yang di-curing secara normal. (b) pada berbagai material Powers dan Brownyard dalam paper klasiknya pada tahun 1947 memperlihatkan bahwa pertambahan kuat tekan mortar semen portland adalah berbanding lurus dengan pertambahan rasio gel/ruang, tidak tergantung pada umur, faktor air-semen asal, maupun identitas semen. Rasio gel/ruang adalah angka padatan produksi hidrasi dibagi
ruang yang tersedia. Hubungan kuat tekan dengan rasio gel/ruang dapat dinyatakan dengan rumus : = 234
MPa
Gambar 4. Hubungan kuat tekan dengan rasio gel-ruang Pada hidrasi terbentuklah gel CSH yang akan mengisi ruangan antara partikel semen, yang menyebabkan pasta menjadi kaku dan kemudian mengeras. Pembentukan lebih lanjut akan mengisi pori – pori kapiler sehingga porositas pasta menurun dan kekuatan bertambah. Kekuatan semen disebabkan oleh gaya kohesi antara partikel gel atau antara kristal, dengan gaya ikatan kimia. Dengan demikian kekuatan pasta semen akan dipengaruhi oleh banyaknya ikatan per volume, kekuatan ikatan dan kekuatan pertikel gel itu sendiri.
KESIMPULAN Konstruksi jalan yang peneliti rekomendasikan pada daerah pegunungan maupun perbukitan adalah konstruksi perkerasan kaku (Rigid Pavement), dalam pemilihan kontruksi perkerasan tersebut peneliti mempertimbangkan dari faktor-faktor berikut : 1. Perkerasan kaku (Rigid Pavement) yang mempunyai sifat kuat terhadap tekanan, karena kita tahu bahwa kendaraan yang berada pada kondisi tanjakan akan melaju pelan, begitu pula pada saat kondisi kendaraan menurun. 2. Biaya perawatan yang lebih kecil dibandingkan biaya perawatan perkerasan lentur (Flexible Pavement). 3. Pada perkerasan kaku dapat mengurangi potensi kerusakan jalan seperti Corrugation, Ruts with no crack, dan Line crack (khusus retak melintang). 4. Perkerasn kaku yang tahan terhadap suhu lingkungan baik kondisi panas mapun dingin menjadi faktor tambahan kenapa perkerasan kaku cocok untuk kawasan pegunungan.
DAFTAR PUSTAKA Nugraha, Paul, dan Antoni. 2007. Teknologi Beton Dari Material, Pembuatan, Ke Beton Kinerja Tinggi. Surabaya: Penerbit Andi. Wignall, Arthur, Peter S Kendrick, Roy Ancill, Malcolm Copson. 2003. Proyek Jalan Teori & Praktek. Jakarta: Erlangga. Supardi. 2013. Evaluasi Kerusakan Jalan Pada Perkerasan Rigid Dengan Menggunakan Metode Bina Marga (Studi Kasus Ruas Jalan Sei Durian – Rasau Jaya km 21 + 700 s.d. km 24 + 700). Jurnal Teknik Sipil Universitas Tanjungpura Volume 13 Nomor 1 Tahun 2013. repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25672/3/Chapter%20II.pdf Sukirman, S.1992. “Perkerasan Lentur Jalan Raya”. Bandung: Penerbit Nova. Sukandar. 2013. Perancangan Struktur Komposit Perkerasan di Lengan Sebelah Timur Persimpangan Jalan Palagan dan Ring Road Utara Yogyakarta. Skripsi tidak diterbitkan. Yogyakarta: Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Atma Jaya Yogyakarta.