TUGAS TEKNOLOGI PENGOLAHAN PRODUK DERIVAT PERKEBUNAN REVIEW JURNAL Pembuatan Pembuatan Beton Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit
Oleh: Dina Mustika Rini
(111710101002) (111710101002)
Rafiqa Anggraeni
(111710101010) (111710101010)
Febri Ardianto
(111710101032) (111710101032)
Dwika Mayangsari Mayangsari
(111710101040) (111710101040)
Bening Lestari
(111710101072) (111710101072)
Dandy Pradita
(111710101076) (111710101076)
TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS JEMBER 2013
PEMBUATAN BETON SERAT TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT
BAB I PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara terbesar penghasil kelapa sawit di dunia dengan luas areal 3,76 juta Ha atau 31,4 % dari luas total kebun kelapa sawit dunia . Oleh karenanya jumlah limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) bisa mencapai 1,7 juta ton/tahun. Potensi TKKS cukup melimpah dan belum dimanfaatkan secara optimal untuk kegiatan produksi yang mempunyai nilai tambah ekonomi. Serat TKKS sebenarnya mengandung selulosa dan holoselulosa yang cukup tinggi sehingga layak dikembangkan dalam teknologi bahan, terutama bidang rekayasa beton. Efek penambahan serat TKKS dalam pembuatan bahan bangunan (beton) antara lain: ringan, kekuatan mekanik tinggi, memperkuat matriks dan ramah lingkungan . Serat ini juga berfungsi sebagai penguat serta meningkatkan kekuatan tarik agar lebih daktail dari pada beton pada umumnya. Beton biasanya bersifat getas, adanya serat sebagai penguat pada beton tersebut maka dapat mencegah terjadinya perambatan retakan akibat beban maupun panas hidrasi. Serat TKKS yang digunakan dalam pembuatan beton memberikan prospek dalam penyediaan bahan bangunan yang murah dengan memanfaatkan lokal resources yang ramah lingkungan (eco-friendly). Beton serat yang memiliki modulus elastisitas rendah, misalnya rami atau plastik, akibatnya hanya mampu menahan benturan saja. Lofgren 2005 melakukan studi berbasis fiber reinforced concrete ( FRC) dari limbah TKKS dan hasilnya menunjukkan bahwa panel komposit mempunyai kerapatan (compatibilitas) yang solid dan kuat mekanik (lentur dan tekan) yang cukup tinggi. Penelitian lain dari Fajriyanto dan Firdaus menggunakan TKKS dengan perlakuan perendaman dalam air dingin. Air panas, larutan NaOH dan Ca(OH)2 serta ada juga yang ditambahkan katalis CaCI2 dan MgCI2 dengan konsentrasi bahan katalis divariasi mulai dari 0 - 15%. Hasilnya menunjukkan bahwa papan semen yang ditambah TKKS menggunakan katalis CaCI2 dan MgCI2 dapat meningkatkan dan
mempercepat proses pengerasan (curing) dan relatif lebih baik dibandingkan dengan papan semen tanpa TKKS (kontrol). Pada penelitian ini serat TKKS diperoleh dari salah satu perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara – Medan. Kemudian serat TKKS diproses mulai dari pembilasan dengan larutan 10% NaOH selama 12 jam, dikeringkan dan dipotong-potong sepanjang 50 mm. Variasi serat masing-masing dibuat 0, 2, 4, 6, 8, dan 10 % (volum), dicampur semen 350 gram, pasir halus dan kasar masingmasing sebanyak 350 gram serta air sebanyak 500 ml. Karakterisasi beton serat yang dilakukan adalah pengukuran Weight Loss (mulai saat proses aging hingga mencapai hari ke 28), pengujian sifat fisis dan mekanik, morfologi serta kemampuan terhadap peredaman suara.
BAB II METODOLOGI PRAKTIKUM
2.1 Alat dan Bahan 2.1.1 Alat
2.1.2
Wadah perendaman
Tempat penjemuran
Oven
Tempat adonan
Cetakan beton p 200 mm, l 50 mm, t 50 mm
Bahan
Tandan kosong kelapa sawit (TKKS) NaOH
Portland cement (PC)
Pasir kasar
Pasir halus
2.2 Skema kerja 2.2.1 Pembuatan TKKS Tandan kosong kelapa sawit (TKKS)
Penjemuran
Pemisahan
Bahan selain serat
Serat
Perendaman dengan larutan NaOH , 12 Jam
Serat TKKS
2.2.2 Proses Pembuatan Beton Serat
Pasir 700 ml
Semen PC
Air 350 ml
Pencampuran
SKKS
Pencetakan
Beton serat
Pengujian 1. Modulus of rupture 2. Daya redam suara dan mikroskop optic 3. Comporessive strength
HASIL DAN PEMBAHASAN
Peningkatan susut berat terjadi seiring dengan waktu yang dibutuhkan untuk proses pengeringan. Hal tersebut terjadi karena adanya proses pelepasan air selama pengeringan. Perubahan susut berat (Weight Loss) maupun massa beton baik pada komposisi 0, 2, 4, 6, 8, dan 10 % volum tidak menunjukkan pola yang signifikan sehingga tidak ditampilkan pada tulisan ini. Dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa
Weight Lossbeton serat adalah sekitar 9%.
Sedangkan pada massa sampel terjadi penurunan seiring dengan bertambahnya waktu pengeringan berkurangnya
massa
yang disebabkan oleh bisa
mencapai
100
proses gram.
pelepasan air Sedangkan
atau
menurut
Candramouli,dkk., 2011 menyatakan bahwa nilai Weight Losspada beton keras sebagai fungsi temperatur dan waktu dapat mencapai sebesar 5 %. Besarnya nilai rapat massa dari beton serat memiliki kecenderungan meningkat seiring dengan pertambahan volume serat
dengan nilai optimum
pada penambahan 6% serat. Hal tersebut disebabkan pada penambahan 6% serat memiliki ikatan yang baik antara campuran air -semen dengan serat. Sedangkan pada penambahan serat > 6 – 10% cenderung memiliki kerapatan yang lebih rendah karena air yang dibutuhkan relatif lebih banyak dimana pelepasan air akan menimbulkan rongga. Pengaruh penambahan serat hingga mencapai 2% (volum) menghasilkan nilai rapat massa cenderung turun dan mencapai nilai tertinggi pada penambahan serat sebanyak 6% volum, yaitu sebesar 2,4 g/cm3. Hasil pengamatan Roslan Kolop, dkk, 2010 dengan perbandingan semen dengan serat kelapa sawit dalam % (berat semen) menunjukkan bahwa penyerapan air akan berbanding lurus dengan penambahan serat
yang
ditambahkan. Hal ini menunjukkan bahwa serat TKKS relatif mengikat air bebas (H2O). Sebagai pembanding nilai densitas untuk beton konvensional (semen portland) adalah sekitar 2,4 g/cm3. Apabila dilihat dari nilai densitas yang diperoleh maka beton serat ini dapat diklasifikasikan sebagian termasuk beton
ringan -normal, dimana nilai rapat massa beton ringan < 2 g/cm3, dan normal 2 2,4 g/cm3. Hasil MOR memiliki kecenderungan menurun di atas penambahan volume serat > 6 – 10 % yang disebabkan reaksi antara campuran air-semen dengan serat yang kurang baik dan cenderung berongga sehingga menurunkan nilai MOR beton serat tersebut. Nilai ini, apabila dibandingkan dengan karakteristik beton pada umumnya adalah termasuk pada klasifikasi beton ringan -normal. Penelitian
lain
oleh
Mulyono,
2002
yang
telah
dilakukan
dengan
menggunakan serat ijuk dan sabut kelapa adalah sekitar 8 – 11 MPa, artinya nilai MOR beton yang telah dibuat relatif cukup rendah dan perlu ditingkatkan lagi untuk proses pabrikasinya. Hasil
penelitian
yang telah dilakukan menunjukkan bahwa
beton
dengan penambahan serat TKKS sebanyak 10 – 30 % (berat) semen dengan umur 28 hari menghasilkan kuat tekan sekitar 0,9 – 2,3 MPa. Sedangkan nilai kuat tekan tanpa penambahan serat adalah sebesar 7,2 MPa, nilai ini relatif lebih tinggi bila dibandingkan dari beton serat yang telah dibuat. Penggunakan serat bambu sebanyak 0,5 – 1,5 % (berat) semen dan panjang serat yang digunakan 1
– 2 cm, menghasilkan kuat tekan sebesar 33 – 46 MPa, artinya beton serat bambu relatif lebih kompetitif bila dilihat dari karakteristiknya. Hasil lain dari Mc Bride and Shukla, 2002, kuat tekan dengan menggunakan bahan adif adalah ceramics microspereberkisar 15 -21 MPa, dan nilai ini sangat dipengaruhi ukuran butir dalam orde mikro. Besaran Modulus of elasticity (MOE) dari beton serat diperoleh dari hasil pengukuran stress terhadap strain, seperti terlihat bahwa hubungan antara stressvs strain sebagai variasi
penambahan serat TKKS memperlihatkan pola yang
sama. Menurut Roslan Kolop, dkk., 2010 nilai Stress beton menggunakan serat TKKS dapat mencapai 3 MPa dan strain 0.08, dimana nilai ini mirip dengan hasil penelitian yang telah dilakukan.
Nilai stress terhadap strain cenderung
meningkat seiring dengan bertambahnya nilai strain, artinya semakin kecil nilai strainpada beton maka semakin rapuh (brittle) karena nilai elastisitasnya yang
rendah.Berdasarkan kurva stress vs strain maka dapat dihitung besarnya Modulus of elasticity (MOE) dari beton serat tersebut. Penelitian lain, Teo, dkk, 2006 telah membuat beton struktur dengan menggunakan cangkang kelapa sawit sebagai pengganti bahan agregat halusnya yang menghasilkan nilai MOE sebesar 5,31 GPa, artinya cangkang kelapa sawit juga dapat meningkatkan elastisitasnya.
Berdasarkan perhitungan teoritis
menggunakan persamaan modulus elastisitas didapatkan nilai MOE adalah 10 Gpa, nilai tersebut dapat dikategorikan sebagai beton normal. Oleh karena itu apabila nilai MOE yang dihasilkan relatif besar maka beton tersebut akan semakin mampu menahan beban yang dipikulnya. Berdasarkan hasil pengukuran sifat fisis maupun mekanik di atas maka ditetapkan pengamatan morfologi maupun peredaman suara hanya pada beton serat TKKS dengan komposisi 6 % (volum). Foto mikroskop optik dari beton tanpa dan dengan serat sebanyak 6 % (volum) terlihat bahwa adanya perbedaan antara material beton yang berwarna putih dan abuabu, sedangkan rongga (pori) yang bewarna gelap atau hitam. Apabila dilihat dari morfologi beton serat yang terbentuk terdapat rongga-rongga yang berukuran lebih kecil dari 30 µm dan ukuran partikel pembentuk beton berkisar antara 5 – 30 µm. Dari Gambar dapat dibedakan antara serat TKKS, rongga dan beton itu sendiri, dimana serat TKKS diwakili oleh warna coklat. Sedangkan tumpukan serat yang terlihat pada foto tersebut cukup terdistribusi merata dan masingmasing tumpukan relatif lebih kecil dari 75 µm. Dari hasil tersebut (morfologinya) dapat dinyatakan
bahwa proses pengadukan dan
pencetakan
beton serat relatif sudah cuk up baik. Rongga atau pori-pori (bisa makro atau mikro) terbentuk disebabkan adanya pelepasan air (H2O) selama proses penuaan (aging). Pori makro, terbentuk kerena terjadinya perubahan massa atau
adanya peristiwa ekspansi atau penyusutan, sedangkan pori mikro akan
muncul di dinding diantara pori-pori makro. Pori-pori makro dapat dikarakterisasi melalui pengukuran diameter atau dimensi rongga yang ada dengan menggunakan mikroskop optik atau foto Scanning Elektron Microscope (SEM). Pada pembuatan beton ringan
yang sengaja dibuat berpori dan diameternya bisa lebih dari 60 µm. Pembuatan beton berpori dan dikeringkan secara alami
memperlihatkan permukaan lebih
kasar, pori lebih besar, jumlahnya relatif sedikit dan distribusinya tidak merata. Hasil pengujian peredaman suara (sound level) dari beton serat TKKS sebanyak 6 % (volum) sebagai fungsi frekuensi diperlihatkan pada Gambar 7. Hasil pengujian peredaman suara (sound level) beton serat TKKS sebanyak 6 % (volum) pada rentang frekuensi 100 – 5000 Hz adalah sekitar 58 – 90 dB. Pada kondisi terbuka atau tanpa beton relatif lebih tinggi dibanding dengan menggunakan
beton, artinya ada peredaman suara
oleh
beton
serat
sebagainama ditunjukkan pada Gambar 7 a. Level intensitas suara (I datang) tanpa menggunakan beton adalah berkisar 78 – 90 dB dan level intensitas yang terserap (I serap) oleh beton adalah sekitar 58 – 76 dB. Apabila dilihat dari nilai % peredaman suaranya maka dapat dikatakan bahwa beton serat TKKS sebanyak 6 % (volum) dapat digunakan sebagai material bangunan alternatif untuk meredam suara. Dengan demikian beton serat
TKKS
sebanyak
6
%
(volum)
sudah
memenuhi
digunakan sebagai material bangunan yang dapat meredam suara.
syarat
untuk
KESIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil pengamatan dan pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut. 1. Komposisi optimum dicapai pada penambahan 6% (volum) serat Tandan Kosong Kelapa Sawit. a. Weight Loss (WL) = 8,5% b. Bulk density = 2,4 g/cm 3 c. Water Absorption (WA) = 13% d. Modulus of Rupture (MOR) = 2,95Mpa e. Compressive Strength (CS) = 4,85 Mpa f. 2.
Modulus elasticity (MOE) = 3,33 GPa
Beton tanpa serat menghasilkan: a. Weight Loss (WL) = 11% b. Bulk density = 1,73 g/cm 3 c. Water Absorption (WA) = 5,26% d. Modulus of Rupture (MOR) = 2,60Mpa e. Compressive Strength (CS) = 3,05 Mpa f.
Modulus elasticity (MOE) = 2,12 GPa
3. Serat sudah terdistribusi cukup merata dalam beton serat TKKS dan berukuran <75µm, ada rongga-rongga berukuran <30 µm, dan partikel pembentuk beton sekitar 5 – 30 µm. 4. Rentang frekuensi pengukuran 100-5000 Hz, beton TKKS dengan 6% (volum) menghasilkan peredaman suara 18,82% dan koefisien absorbsi sebesar 0,026. 5. Beton dengan 6% (vollum) sudah memenuhi syarat untuk digunakan sebagai material bangunan peredam suara.