BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pencacah ionisasi yang paling sederhana adalah tabung Geiger-Muller atau Pencacah Geiger, yang ditemukan pada tahun 1908 oleh Hans Geiger dan dimodifikasi oleh Wilhelm Muller. Pencacah Geiger terdiri dari kawat yang terisolasi listrik di dalam tabung berisi gas, biasanya campuran argon-alkohol. Tegangan listriknya yang dibutuhkan mencapai 1000 Volt. Ketika partikel bermuatan memasuki pencacah, ionisasi dihasilkan dalam gas dan menghasilkan arus listrik. Pencacah Geger ini juga dapat digunakan untuk mendeteksi neutron, dengan mengisi tabung dengan Boron triflouride (BF3). Inti boron memiliki penampang lintang yang tinggi untuk menghasilkan partikel alpha ketika bertumbukan dengan neutron lambat. Tabung proporsional memanfaatkan ionisasi sekunder sedemikian rupa sehingga setiap radiasi yang datang menghasilkan satu pulsa yang tingginya sebanding dengan besar energi radiasi pengion. Tabung Geiger-Muller memanfaatkan ionisasi sekunder sehingga setiap radiasi pengion yang datang menghasilkan satu pulsa, dan tinggi pulsa tersebut tetap sama tinggi, tidak bergantung besar kecilnya energi radiasi pengion. Sehingga yang melatar belakangi percobaan ini adalah tentang bagaimanakah proses (prinsip kerja) dan karakteristik dari tabung Geiger Muller Muller (GM).
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui karakteristik dari tabung GM 2. Untuk mengetahui prinsip kerja dari tabung GM 3. Untuk mengetahui daerah plato dan kaitannya dengan percobaan
BAB II LANDASAN TEORI
Gejala radioaktifitas tak dapat langsung diamati panca indra manusia. Untuk dapat mengadakan pengukuran radioaktifitas diperlukan detektor yang dapat berinteraksi secara cukup efisien dengan sinar radioaktif yang diselidiki. Ada bermacam-macam detektor yang dapat dipakai untuk mendekteksi sinar- γ. Pada umumnya detektor radiasi dapat dibagi menurut tiga golongan yaitu :detektor isi gas (gas-filled detector), detector), detektor sintilator, detektor semi-konduktor. Pemilihan detektor untuk suatu tujuan pengukuran tertentu misalnya spektrometri- γ harus didasari oleh bermacam-macam bermacam-macam pertimbangan. Detektor isi gas tidak dipakai dalam spektrometri γ tetapi perlu dikemukakan disini karena dapat diambil analogi prinsip-prinsip kerjanya menjelaskan detektor semi-konduktor yang dipergunakan dalam spektrometri-γ. spektrometri- γ. Detektor jenis ini biasanya terdiri dari sebuah tabung berdinding logam yang diisi dengan gas dan mempunyai kawat ditengahnya. Dinding tabung merangkap sebagai katoda sedang kawat yang ditengah itu sebagai anoda. Skema sebuah detektor isi gas dapat dapat dilihat pada (Gambar 2.1). Apabila dikenakan suatu tegangan sebesar V antara katoda (dinding tabung) dan anoda (kawat tengah) melalui tahanan luar R maka akan timbul medan listrik dalam tabung yang berisi gas itu. Kapasitas elektroda dan seluruh sistem adalah C o. gas anoda
C
Isolator
Katoda +
V
R
Co
Gambar 2.1 Skema detektor isi gas
[2]
Apabila sinar- γ melalui gas dalam tabung detektor, maka sinar - γ akan berinteraksi dengan atom-atom gas melalui proses fotolistrik. Interaksi tersebut menghasilkan elektron bebas dan ion positif. Apabila medan listrik tidak ada, elektron akan bergabung kembali dengan ion positif tetapi jika ada medan listrik, elektron akan bergerak kawat anoda dan ion positif menuju katoda . biasanya elektron bergerak dengan laju yang lebih tinggi dibandingkan dengan ion positif. Sebagai akibatnya, di anoda (elektroda positif) akan terkumpul muatan negatif netto sebesar Q yang akan menimbulkan perubahan potensial sebesar Z/Co. Perubahan potensial sejenak ini menimbulkan signal pulsa listrik yang dapat diproses lanjut oleh suatu penguat awal (preamplifier) (preamplifier) dan seterusnya. Apabila tegangan
dinaikkan maka elektron dan ion positif akan bergerak lebih cepat masing-masing ke arah elektroda yang berlawanan muatannya sehingga memperkecil kemungkinan terjadinya penggabungan kembali dan dengan demikian ada lebih banyak ion dan elektron yang mencapai elektroda. Kalau tegangan dinaikkan terus, maka kemungkinan terjadinya penggabungan kembali elektron dan ion positif dapat diabaikan. Ion-ion yang sampai pada elektroda akan menghasilkan suatu signal pulsa. Daerah ini adalah daerah II, yang biasa dinamakan daerah jenuh atau daerah kamar ionisasi. Detektor isi gas yang bekerja pada daerah ini adalah detektor kamar ionisasi. Karena kenaikan tegangan pada daerah III, elektron yang cukup besar untuk mengakibatkan ionisasi sekunder, yaitu mengionkan atom-atom gas lainnya karena tumbukan dengan ion-ion primer. Hal ini menaikkan jumlah muatan yang dikumpulkan pada elektroda dan dengan demikian menaikkan tinggi pulsa yang dihasilkan. Pada awal daerah III, tinggi pulsa yang terjadi sangat tergantung pada tenaga sinar-γ sinar- γ (atau zarah α dan β) yang tenaga radiasi memungkinkan penggunaan detektor yang bekerja pada daerah ini untuk membedakan tenaga-tenaga radiasi yang dideteksi. Daerah III ini dinamakan daerah kesebandingan dan detektor isi gas yang bekerja pada daerah tegangan ini dinamakan detektor kesebandingan atau detektor proporsional. Dalam daerah IV tegangan terus dinaikkan maka tidak ada lagi kesebandingan dan tinggi pulsa tidak lagi bergantung pada besar tenaga radiasi yang dideteksi. Semua pulsa yang terjadi akan mempunyai tinggi yang sama tidak peduli berapa besar tenaga radiasi yang menyebabkannya. Daerah ini dinamakan daerah Geiger-Muller dan detektor yang digunakan disini adalah detektor Geiger-Muller. Di atas daerah Geiger-Muller, apabila tegangan dinaikkan terus maka terjadi lecutan listrik secara terus menerus dalam tabung gas dan sebagai akibatnya detektor menjadi rusak.
( Wisnu, Susetyo. 1988) [2]
Detektor tabung ionisasi, tabung proporsional dan tabung Geiger-Muller adalah sekeluarga, karena bentuk dasarnya sama. Pada tabung Geiger-Muller (GM) memanfaatkan ionisasi sekunder sehingga setiap radiasi pengion yang datang menghasilkan satu pulsa, dan tinggi pulsa tersebut tetap sama tinggi, tidak bergantung besar kecilnya energi radiasi pengion. Daerah tegangan kerja tabung GM yang menghasilkan keadaan itudisebut daerah GM dan lebih terkenal dengan sebutan plato. Lebar tegangan plato pada tabung GM yang baik mencapai daerah 200 volt. Beda tegangan antara anoda dan katoda pada tabung GM jauh lebih tinggi daripada tabung ionisasi untuk jenis campuran gas yang sama. Sebagai detektor maka tabung GM hanya mampu mencacah saja, tetapi jauh lebih sensitif dibandingkan dengan tabung ionisasi dan pencacah proporsional. Pulsa yang dihasilkan oleh tabung GM juga jauh lebih tinggi, yakni berkisar beberapa volt, seribu kali lebih besar dibandingkan dengan pulsa tabung proporsional.
Pada dinding ruang tabung GM untuk sinar gamma dapat terbuat seluruhnya dari loga atau dari gelas tebal. Tabung GM untuk zarah jenis elektron dan proton harus dilengkapi dengan dinding yang sangat tipis agar elektron atau proton dapat masuk ke dalam ruang gas. Tabung GM yang diberi tegangan dibawah daerah plato mempunyai sifat mendekati tabung proporsional. Akan tetapi jika diberi tegangan lebih le bih tinggi dari daerah tegangan plato, maka akan terjadi lucutan kontinu yang dapat merusak susunan molekul gas di dalam ruang. Cara kerja detektor GM jauh lebih rumit daripada pencacah proporsional yaitu jika elektron-elektron dipercepat dalam madan listrik yang kkuat disekitar kawat, elektronelketronitu akan menghasilkan atom-atom dan molekul-molekul gas dalam keadaan tereksitasi, disamping itu juga akan menghasilkan runtuhan elektron-elektron yang baru. Atom-atom dan molkekul-molekul teriksitasi ini selanjutnya akan menghasilkan foton ketika terjadi deeksitasi. Kemudian foto-foton itu menghasilkan fotoelektron-fotoelektron ditempat lain di dalam detektor. Jadi runtuhan elektron yang mula-mula terjadi di sekitar kawat, kemudian menyebar dengan cepat dalam sebagian besar volum ruang. Dalam selang waktu tersebut elektron-elektron dikumpulkan secara terus-menerus oleh kawat anoda, sedangkan ion-ion positif yang bergerak jauh lebih lambat masi berada dalam detektor dan membentuk selubung positif disekitar anoda. pada saat elektron-elektron telah terkumpul, selubung positif ini bekerja sebagai layar elektrostatis dan menurunkan medan listrik sedemikian hingga lucutan seharusnya berhanti. Namun demikian peristiwa ini tidak terjadi karena ion-ion positif melepaskan elektron jika akhirnya menumbuk katoda, dan karena menjelang saat itu medan listrik telah dikembalikan pada nilai awal yang tinggi, runtuhan baru mulai terjadi lagi, dan proses tersebut kembali. Oleh karen aitu diperlukan beberapa cara agar lucutan berhanti atau “ padam “ secara permanen. Ada dua macam metode pemadaman lucutan yakni, pemadaman eksternal dan pemadaman diri. Dalam pemadaman eksternal, tegangan operasipencacah diturunkan, setelah mulai terjadi lucutan sampai ion-ion mancapai katoda. penurunan tegangan operasi dilakukan sampai
pada
suatu
nilai
yang
mengakibatkan
faktor
multiplikasi
gas
dapat
diabaikan.penurunan ini dapat dicapai dengan pemilihan rangkaian RC. Nilai resistor R sedemikian tinggi sehingga terjadi penurunan tegangan padanya, karena arus yang ditimbulkan oleh lucutan i d menurunkan tegangan pencacah di bawah ambang yang diperlukan untuk mengawali lucutan. Konstanta waktu RC adalah jauh lebih besar daripada waktu yang diperlukan untuk pengumpulan ion-ion. Akibatnya pencacah tidak bekerja selama periode waktu yang sangat panjang. Dengan perkataan lain, waktu matinya terlalu panjang. Metode pemadaman diri diperoleh dengan menambahkan sedikit gas organik poliatomik atau gas halogen pada gas utama dalam detektor.
Pada saat terionisasi molekul-molekul gas poliatomik akan kehilangan energinya karena terjadi disosiasi daripada proses fotolistrik. Oleh karena itu jumlah foto elektron yang akan menyebar dan melanjutkan runtuhan menjadi sanagt berkurang. Disamping itu pada saat ion-ion organik menumbuk permukaan katoda, mereka lebih banyak terdisosiasi daripada menyebabkan terlepasnya elektron-elektron baru. Oleh karena itu runtuhan-runtuhan baru tidak terjadi. Detektor GM yang manggunakan gas organik sebagai bahan pemadam mempunyai umur terbatas, karena adanya disosiasi molekul-molekul organik. Biasanya detektor GM bertahan sampai 10 8 – 10 10 9 cacah. Umur detektor GM bertambah jika digunakan gas halogen sebagaipemadam. Molekul-molekul halogen juga terdisosiasi selama proses pemadaman, tetapi terdapat derajat regenerasi tertentu dari molekul-molekul ini, sehingga umur pemakain detektor menjadi lebih lama. Pengamatn pulsa pada detektor GM dapat dilakukan dengan menggunakan osiloskop. Osiloskop yang digunakan harus trigered sweep osciloscope, yang memilki fasilitas trigger level, trigger stability, pulse polarity seslection, dan sweep speed samapi dengan 1 mikrosekon tiap skala. Sumber bahan radioaktif dipilih yang mempunyai intensitas yang cukup besar agar semua kejadian dapat diamati. Detektor GM harus dioperasikan pada tegangan kerja, disekitar titik plato. Jika intensitas bahan radioaktif cukup besar dan pemutaran knop tepat maka akan diperoleh pulsa listrik tabung GM. Penyebab terjadinya pulsa adalah terkumpulnya elektron di anoda. oleh karen aitu polaritas tabung GM selalu negatif. Jika N menyatakan jumlah elektron yang terkumpul di anoda dan e adalah muatan, maka tinggi pulsa sama dengan (Ne)/C. Kedatangan elektron pada anoda bergantung pada mobilitas masing-masing elektron sehingga jumlah elektron N sebenarnya merupakan fungsi waktu N(t), oleh sebab itu maka bentuk pulsa digambarkan terhadap waktu. Daerah plato detektor GM maupun pencacah proporsional dapat ditentukan yaitu bahan radioaktif yang memancarkan zarah tertentu diletakkan pada jarak tertenu dari detektor. Sinyal dari detektor diperkuat dengan bantuan preampifier (penguat awal) dan amplifier (penguat). Sinyal ini kemudian dilewatkan melalui diskriminator, dan pulsa-pulsa diatas tingkat diskriminator dicacah dengan penskala. Laju cacah penskla dicatat sebagai fungsi tegangan tinggi. Untuk tegangan sangat rendah (V
ketinggian diats tingkat diskriminator. Peristiwa ini berlanjut sampai tegangan V mendekati VB.
(Wiyatmo, Yusman. 2006)
[3]
Dalam upaya meningkatkan kemampuan penguasaan teknologi mengenai detektor nuklir khususnya detektor Geiger Muller telah dilakukan beberapa dekade lalu namun kinerjanya masih perlu ditingkatkan. Permasalahan yang selalu muncul dalam teknik membuat detektor Geiger Muller selama ini adalah bahwa mempunyai umur relatifd pendek, panjang plato pendek (daerah tegangan operasi), slope besar, tegangan operasi rendah. Kelemahan tentunya merupakan tantangan yang harus dicari solusinya. Umur pendek tersebut dimungkinkan karena adanya kebocoran sistem sambungan antara katode dan anode, tegangan operasi tinggi dimungkinkan karena tepatnya pemilihan jenis gas isian ataupun perbandingan tekanan total gas isian. Berdasarkan masalah t ersebut dalam upaya peningkatan spesifikasi kenerja detektor Geiger Muller dipandang perlu dilakukan penelitian untuk penentuan jenis material katode untuk tabung detektor Geiger Muller yang terbaik berdasarkan koefisien serapan linier. Dalam kegiatan penelitian ini telah dilakukan pembuatan detektor Geiger Muller tipe jendela samping dengan variasi material katode yaitu kuningan monel dan stainlees dan stainlees steel steel serta gas isian menggunakan perbandingan 90% Argon dan 10% uap ethanol. Selanjutnya dilakukan penelitian efek material katode terhadap karakteristik detektor Geiger Muller meliputi penentuan koefisiensi serapan linier material katode, tegangan ambang, panjang daerah tegangan plato, slope per 100 % dan resolving time. Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat mendukung kegiatan penelitian peningkatan kinerja spsesifikasi kinerja detektor Geiger Muller yang akan digunakan untuk komponen sistem pencacah radiasi nuklir. Untuk detektor yang berbentuk silinder dengan pusat muatan adalah poros silinder dan jari-jari r serta beda potensial sbesar V pada jarak r , maka garis gaya yang menembus seluruh selimut silinder akan berbanding lurus dengan kuat medan listriknya E (r ) dinyatakan dalam persamaan (2.1) : E(r) =
............................................. ................................................................... ............................................ ............................................ .........................(2.1) ...(2.1)
Dengan adanya beda potensial antara anoda dan katoda, maka t imbul medan listrik yang dapat memisahkan pasangan ion dan elektron yang terbentuk. Ion positip bergerak ke arah katoda dan elektron bergerak ke arah anoda. Kecepatan gerak (w ( w) ion dan elektron dinyatakan sebagai fungsi linier. Hubungan dengan tekanan total gas isian, maka persamaan (2.1) untuk bentuk silinder diformulasikan pada persamaan (2.2) : W=
............................................ .................................................................. ............................................ ............................................ .........................(2.2) ...(2.2)
(Irianto,dkk. 2010)
[1]
BAB III METODOLOGI PERCOBAAN 3.1 Peralatan
1. Tabung Geiger Muler (GM) Fungsi : sebagai alat pendeteksi radioaktif 2. Scaller dan Ratemeter Fungsi : sebagai alat untuk membaca hasil cacahan 3. Stopwatch Fungsi : untuk mengukur kecepatan waktu pencacahan dalam praktikum 4. Kabel koaksial Fungsi : untuk menghubungkan menghubungkan Tabung Geiger Muller ke Scalar dan Ratemeter 5. Rak Geiger Muller Fungsi : sebagai tempat meletakkan atau menyangga tabung Geiger-Muller dan unsur radioaktif 6. Penjepit Fungsi sebagai alat untuk mengambil sampel 7. Sarung tangan Fungsi : sebagai alat penutup tangan agar tidak terkena Tabung Geiger Muller 8. Masker Fungsi : untuk melindungi hidung dan mulut mulut dari radiasi 9. Wadah radioaktif Fungsi : sebagai tempat menyimpan radioaktif
3.2 Bahan
1. Sr – Sr – 90 90 Fungsi : sebagai sumber radiasi β 2. Tl – Tl – 240 240 Fungsi : sebagai sumber radiasi β
3.3 Prosedur a. Karakteristik Karakteristik Tabung GM
1. Disiapkan semua peralatan yang digunakan dalam percobaan 2. Dihubungkan tabung GM pada alat pencacah ( ratemeter / scalar ) dengan menggunakan kabel coaxial 3. Dihidupkan skalar 4. Diatur tegangan pada skalar dengan tegangan 50 Volt 5. Ditunggu selama 1 menit 6. Dicatat hasil yang didapatkan sebagai cacah per menit 7. Diulangi percobaan sebanyak 2 kali 8. Dilakukan percobaan yang sama sampai tegangan 500 volt dengan interval 25 volt 9. Dicatat hasil yang didapat b. Dead Time Counter
1.
Disiapkan semua peralatan yang digunakan dalam percobaan
2.
Dihubungkan tabung GM pada alat pencacah (ratemeter/scalar) dengan menggunakan kabel coaxial
3.
Dihidupkan scalar
4.
Diatur tegangan pengoperasional pada scalar 450 volt
5.
Dihitung cacah background tanpa sumber radiasi
6.
Dimasukkan Tl-204 pada rak tabung GM
7.
Ditunggu selama 1 menit
8.
Dicatat hasilnya sebagai cacah per menit
9.
Diulangi percobaan sebanyak 2 kali
10. Dikeluarkan Tl-204 dan kembali dihitung cacah b ackgroundnya 11. Dimasukkan Sr-90 pada rak tabung 12. Ditunggu selama 1 menit 13. Dicatat hasilnya sebagai cacah per menit 14. Diulangi percobaan sebanyak 2 kali 15. Dikeluarkan Sr-90 dan kembali dihitung cacah backgroundnya 16. Dimasukan Tl-204 dan Sr-90 pada rak tabung 17. Ditunggu selama 1 menit 18. Dicatat hasilnya sebagai cacah per menit 19. Diulangi percobaan sebanyak 2 kali 20. Dikeluarkan Tl-204 dan Sr-90 dan kembali dihitung dihit ung cacah backgroundnya 21. Dicatat hasilnya
BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN ANALISIS
4.1 Data Percobaan
(Terlampir) 4.2. Analisa Data
1. Membuat Grafik Daerah Plato (Terlampir)
2. a. Menghitung Tegangan Plato V = (V2- V1) / 2 + V 1 = (475- 325 ) / 2 + 325 = 400 Volt
b. Menghitung Kemiringan Daerah Plato Cpm / Hv = (cpm 2 – cpm cpm1 ) / (hv2 – hv hv1 ) = (5419 – (5419 – 2878 2878 ) / (474-325) = 17,55
3. Menghitung Dead Time Counter T = (n1 + n2 – n n3) / (2n1 n2 ) = (3221 + 6303 – 6303 – 4125) 4125) / (2 x 3221 x 6303) = 0,000133 detik
Grafik Hubungan Antara Cpm – Vs Vs – Hv Hv
Grafik Cpm-vs-Hv 9000 8000 7000 6000 5000 m p4000 C 3000 2000 1000 0 0
100
2 00
300
Hv (Volt)
400
500
600
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Karakteristik dari tabung GM yaitu : detektor GM ditentukan oleh bentuk platonya. Detektor GM yang baik mempunyai panjang plato sekitar 200 Volt, kemiringan atau slopnya cukup kecil. Tegangan kerja detektor GM pada umumnya terletak antara 1,3 sampai 0,5 panjang plato, dihitung dari titik V1.Sebuah tabung Geiger-Müller terdiri dari tabung yang diisi gas dengan tekanan rendah (0,1 ~ ATM) seperti helium, neon atau Argon, dalam beberapa kasus pada Penning mixture dan uap organik atau halogen berisi gas dan elektroda, el ektroda, diantaranya ada ad a beberapa ratus tegangan volt, tapi tidak ada arus listrik yang mengalir. Dinding dari tabung yang baik di dalam atau di luarnya adalah logam, atau bagian dalammnya hanya dilapisi dengan logam atau grafit untuk membentuk katoda sedangkan anode adalah kawat yang lulus dari pusat tabung.Ketika ionisasi radiasi melewati tabung, beberapa molekul gas terionisasi, menciptakan ion positif dan elektron. Kuatnya medan listrik dibuat oleh tabung elektroda yang membuat ion-ion bergerak menuju katoda dan elektron menuju anode. Pasangan ion yang cukup mendapatkan energi untuk mengionisasi molecules gas melalui tabrakan pada prosesnya, menciptakan avalanche dari partikel. Hasilnya secara singkat, pulsa yang saat ini yang lewat (atau cascades) dari elektroda negatif ke elektroda positif diukur atau dihitung. Jumlah pulsa per detik menunjukan intensitas medan radiasi. 2. Prinsip keja tabung GM yaitu: Apabila tabung GM diisi dengan gas halogen atau gas mulia, dan diberi tegangan tinggi pada kawat yang berada dalam tabung detektor dan terjadilah perbedaan potensial pada pada kedua ujung kawat sehingga elektron (ion) positif akan bergerak menuju katoda dan elektron (ion) negatif bergerak menuju anoda.Dan terjadilah proses ionisasi yang menghasilkan pulsa listrik sehingga hasil pengukuran laju cacah (pulsa listrik) akan terbaca pada scallar. 3. Pengertian daerah plato dan kaitannya dengan percobaan: Daerah plato adalah tegangan dalam rentang counter Geiger-Müller beroperasi. Di wilayah ini, potensi perbedaan di pencacahan cukup kuat untuk men gionisasi semua gas di dalam tabung, tergantung pemicu radiasi ionisasi yang masuk (alfa,beta atau radiasi gamma). Kaitannya dengan percobaan adalah karakteristik tabung GM akan nampak pada
daerah Plato. Dan hanya pada daerah Platolah laju pencacah per satuan waktu dapat terbaca untuk unsur TI-204, Sr-90. 5.2 Saran
1. Sebaiknya, Praktikan saat meletakkan radioaktif pada rak tabung GM harus memakai penjepit. 2. Sebaiknya, Praktikan teliti te liti dalam melihat me lihat hasil pengukuran pada Scaller dan Ratemeter. 3. Sebaiknya, Praktikan mengetahui prinsip kerja tabung ta bung GM.
GAMBAR PERCOBAAN
1. Gambar 1 sebelum dimasukkan bahan radioaktif ke rak tabung GM Sumber Tegangan PLN Tabung Geiger Muller
60 15
45
SCALER & FREQUENCY METRES
30
0.00
ON
SKALAR
TIMER
OFF S S
Scalar dan Ratemeter
G M
Kabel Koaksial
Tempat bahan radioaktif
Kotak penyimpanan bahan radioaktif TI-204 Masker
Kotak penyimpanan bahan radioaktif Sr-90
Serbet
SrSr- 90
TI-204
60
Penjepit
15
45 30
Sarung Tangan Stopwatch
2. Gambar 2 sesudah dimasukkan bahan radioaktif Sr-90 ke rak tabung GM Sumber Tegangan PLN Tabung Geiger Muller
60 15
45
SCALER & FREQUENCY METRES
30
0.00
ON
SKALAR
TIMER
OFF S S
Scalar dan Ratemeter
G M
Kabel Koaksial
Tempat bahan radioaktif
Sr-90
Kotak penyimpanan bahan radioaktif TI-204 Masker
Kotak penyimpanan bahan radioaktif Sr-90
Serbet
SrSr- 90
TI-204
60
Penjepit
15
45 30
Sarung Tangan Stopwatch
3. Gambar 3 sesudah dimasukkan bahan radioaktif Sr-90 dan TI-204 ke rak tabung GM
Sumber Tegangan PLN Tabung Geiger Muller
60 15
45
SCALER & FREQUENCY METRES
30
0.00
ON
SKALAR
TIMER
OFF S S
Scalar dan Ratemeter
G M
Kabel Koaksial
Tempat bahan radioaktif
TI-204
Sr-90
Kotak penyimpanan bahan radioaktif TI-204 Masker
Kotak penyimpanan bahan radioaktif Sr-90
Serbet
SrSr- 90
TI-204
60
Penjepit
15
45 30
Sarung Tangan Stopwatch
DAFTAR PUSTAKA
[1] Irianto,dkk. 2010. Efek Material Katode Terhadap Karakteristik Detektor Geiger Muller Tipe Jendela Samping. Yogyakarta : Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan Badan Tenaga Nuklir Nasional. ISSN 0216 – 0216 – 3128. 3128. Prosiding PPI - PDIPTN 2010. Hal.147-153. Diakses pada tanggal : 10/11/2013. Pukul : 19.00 WIB. [2] Susetyo,Wisnu. 1988. Spektrometri Gamma. Yogyakarta : Gajdah Mada University Press. Hal.48 – Hal.48 – 51. 51. [3] Wiyatmo,Yusman. 2006. Fisika Nuklir Dalam Telaah Semi-Klasik & Kuantum. Cetakan Pertama. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Hal.261 – Hal.261 – 269. 269.