BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam merupakan suatu ajaran yang memiliki aturan dan hukum yang
sangat kompleks meliputi seluruh yang berkaitan dengan kehidupan manusia
di muka bumi ini. Allah Swt sebagai pembuat hukum menghendaki hambaNya
untuk senantiasa menyembah kepadaNya.
Hukum dalam Islam dapat berlaku dalam segala persoalan hidup
sesuai dengan hubungannya dengan persoalan yang terjadi, baik itu
mengenai ibadah, muamalah maupun dalam beramal sosial.
Di dalam Islam juga ditentukan segala perbuatan yang baik dan
dibolehkan syara' untuk dilakukan dan yang tidak boleh (dilarang). Maka
segala perbuatan yang baik akan mendapat balasan pahala, sedangkan untuk
perbuatan yang dilarang jika dilakukan akan mendapatkan sanksi syara'.
Begitulah keadilan yang Allah ciptakan sebagai pembuat hukum tunggal.
Dalam makalah ini, akan penulis jelaskan bagaimana islam mengatur
persoalan tentang tindakan yang melanggar hukum syara'. Bagaimana konsep
jinayah dan jarimah yang dalam bahasa indonesia disebut hukum tindak
pidana.
A. Rumusan Masalah
1. Apa definisi Jinayah dan jarimah ?
2. Apa Dalil yang berkaitan dengan Jinayah dan jarimah ?
3. Apa saja unsur-unsur Jinayah dan jarimah ?
4. Apa macam-macam Jinayah dan jarimah?
5. Bagaimana hubungan Jinayah dan jarimah dengan larangan syara' ?
6. Apa saja hikmah dari jinayah dan jarimah dan dampaknya kepada
masyarakat.
C. Tujuan
1. Memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah Kapita Selekta Fiqh Semester
Genap tahun 2013/2014
2. Memahami dan mampu menjelaskan tentang konsep Jinayah dan Jarimah
3. Mampu mengamalkan Jinayah dan Jarimah dalam kehidupan sehari-hari
dengan baik dan benar
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Dasar Hukum Jinayah dan Jarimah
1. Pengertian Jinayah dan Jarimah
Secara etimologis jinayah berasal dari kata جَنَى – يَجْنِى – جِنْيا
جِنَايَةُ yang berarti أَذذ نْبِ (berbuat dosa), تَنَا وَلُ (menggapai atau
memetik dan mengumpulkan).[1] Jinayat bentuk jamak dari Jinayah,
diambil dari kata jana-yajni جَنَ- يَجْنِ, artinya mengambil. Misalnya
dikatakan; jana ats-tsimar (mengambil buah), jika dia memetik buah
dari pohon. Dikatakan juga; jana 'ala qaumihi jinayatan. Maksudnya
melakukan tindak kejahatan yang dikenai sanksi hukum.[2]
Menurut terminologi jinayah adalah setiap perbuatan yang
dilarang. Perbuatan yang dilarang adalah setiap perbuatan yang dicegah
dan ditolak oleh syariat, lantaran mengandung bahaya terhadap agama,
jiwa, akal, kehormatan, atau harta.[3]
Pengertian dari istilah Jinayah mengarah kepada hasil perbuatan
seseorang. Di kalangan fuqaha', perkataan Jinayah berarti perbuatan-
perbuatan yang terlarang menurut syara'. Fuqaha menggunakan istilah
itu hanya untuk perbutan-perbuatan yang mengancam keselamatn jiwa,
seperti pemukulan dan pembunuhan.[4]
Pengertian Jinayah dibagi ke dalam dua jenis pengertian, yaitu:
a. Pengertian Luas
Jinayah merupakan perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syara'
dan dapat mengakibatkan hukuman had atau ta'zir.
b. Pengertian Sempit
Jinayah merupakan perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syara'
dan dapat menimbulkan hukuman had bukan ta'zir.[5]
Abdul Qadir 'Audah mendefinisikan Jinayah yaitu suatu nama
(istilah) untuk perbuatan yang dilarng oleh Syara', baik perbuatan
tersebut mengenai jiwa, atau harta, atau lainnya.[6]
Fiqh Jinayah berbicara tentang bentuk-bentuk tindak kejahatan
yang dilarang Allah untuk manusia melakukannya dan jika dilakukan
maka ia berdosa kepada Allah dan akibat dari dosa itu akan dirasakan
azab Allah di akhirat. Dalam rangka mempertakut manusia melakukan
kejahatan yang dilarang Allah itu, Allah menetapkan sanksi atau
ancaman hukuman atas setiap pelanggaran terhadap larangan Allah itu.
Sanksi hukuman itu dalam bahsa fiqh disebut 'uqubat. Dengan bahasa
tentang jinayat diiringi dengan bahasan tentang 'uqubat. Dalam
istilah umum biasa dirangkum dalam "hukum pidana."[7]
2. Pengertian Jarimah
Jarimah (tindak pidana) didefinisikan oleh Imam Al-Mawardi
adalah segala larangan syara' (melakukan hal-hal yang dilarang dan
atau meninggalkan hal-hal yang diwajibkan) yang diancam dengan hukum
had atau ta'zir.[8]
Jarimah (kriminal, kejahatan, pidana) dalam terminoogi fiqh
Islam disebut jinayat dalam arti dan pengertian khusus. Menurut
sebagian pakar hukum jarimah adalah setiap perbutatan yang dialarang
oleh undang-undang dan ada sanksi hukum yang ditetapkan untuknya.[9]
Dari definsi diatas jelaslah pada dasarnya pengertian jinayah
dan jarimah yaitu perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan Syara',
baik perbuatan itu sasarannya agama, akal, kehormatan maupun harta
yang akan dikenakan sanksi syara' bagi pelakunya.
3. Dasar Hukum Jinayah dan Jarimah
Dalam Al-Quran terdapat ayat-ayat yang sangat berkaitan erat
dengan hukum tindak pidana. Diantaranya :
(((((((( ((( ((((((((((( (((((((( ((((((((((( ((((((((((( ((((((((((
((((((((( (((((
Artinya : "Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup
bagimu, Hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa."
(QS. Al-Baqarah : 179)[10]
((((((((((( (( ((((((((( (((( (((( (((((((( ((((((( (((( (((((((((((
((((((((( ((((((( (((((( (((( (((( ((((((((((( (((( ((((((((( ( (((((
(((((((( ((((((( (((((( (((((((( ((((
Artinya : "Dan orang-orang yang tidak menyembah Tuhan yang lain
beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah
(membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak
berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu,
niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya) (QS. Furqan :
68)[11]
(((((( ((((((( ((((((((( (((((( ((((((( (((( (((( ((((((((
(((((((((((((( (((((((((((((( ((( ((((((((((( (((( (((((( (((( (((((((
(((( (((((((( ( ((((( (((((((((( (((((((((( ((((((( ((((((( (((( (((
(((((((((( (((((((( ((((((((((( ( (((((( (((((((( ((((( ((((((((
(((((((((((( ((((
Artinya : "Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka
menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu
mengikuti hawa nafsu mereka. dan berhati-hatilah kamu
terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari
sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. jika
mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah),
Maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan
menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-
dosa mereka. dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-
orang yang fasik. (QS. Al-Maidah : 49)[12]
Dari ayat-ayat diatas tergambar dengan jelas perintah Allah
untuk melaksanakan hukum pidana syariat Islam. Sesuai dengan apa yang
diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad melalui Alquran.
Sebaliknya Allah melarang untuk menetapkan hukum berdasarkan hawa
nafsu yang isinya bertentangan dengan ketetntuan yang telah digariskan
oleh Allah. [13]
Sedangkan dalam hadist Rasulullah :
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَحْلِفُ عَلَى يَمِينِ صَبْرٍ يَقْتَطِعُ مَالًا وَهُوَ فِيهَا
فَاجِرٌ إِلَّا لَقِيَ اللَّهَ وَهُوَ عَلَيْهِ غَضْبَانُ فَأَنْزَلَ اللَّهُ
"Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda; "Tidaklah seseorang
bersumpah dusta dengan tujuan merampas harta orang lain dan dia
bertindak zhalim dengan sumpahnya itu, kecuali ia akan bertemu Allah
dan Allah dalam keadaan murka terhadapnya,"(HR. Bukhari muslim)[14]
B. Unsur-Unsur Jinayah dan Jarimah
1. Unsur-unsur Jinayah
Seseorang yang melakukan perbuatan yang dilarang oleh syara'
pasti akan mendapatkan sanksi sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh
syara', namun ada unsur-unsur yang harus terpenuhi didalamnya. Adapun
unsur-unsur tersebut adalah sebagai berikut[15]:
a. Adanya nash, yang melarang perbuatan-perbuatan tertentu yang
disertai ancaman hukuman atas perbuatan-perbuatan diatas. Unsur ini
dikenal dengan istilah "unsur formal".
b. Adanya unsur perbuatan yang membentuk Jinayah, baik berupa
perbuatan yang dilarang atau meninggalkan perbuatan yang
diharuskan. Unsur ini dikenal dengan istilah "unsur material".
c. Pelaku kejahatan adalah orang yang dapat menerima khitab atau dapat
memahami taklif, artinya pelaku kejahatn tadi adalah mukallaf,
sehingga mereka dapat dituntut atas kejahatan yang mereka lakukan.
Unsur ini dikenal dengan istilah "unsur moral".[16]
Sesuatu perbuatan dapat dikategorikan sebagai jinayah jika
perbuatan tersebut memenuhi unsur-unsur atau rukun-rukun diatas. Tanpa
ketiga unsur tersebut, sesuatu perbuatan tidak dapat dikategorikan
sebagai perbuatan Jinayah.[17]
Karena jinayah dan jarimah diartikan oleh sebagian pakar hukum
sama-sama tindak pidana secara umum, maka Dalam buku M. Nurul Irfan,
dikatakan bahwa Jarimah memiliki unsur umum dan unsur khusus. Unsur
umum jarimah adalah unsur-unsur yang terdapat pada setiap jarimah.
yaitu unsur formal (al-Rukn al-Syar'iy). Sedangkan unsur khususnya
meliputi al-Rukn al-Madi atau unsur materil dan al-Rukn al-Adabiy
atau unsur moril. al-Rukn al-Madi atau unsur materil adalah sebuah
unsur yang menyatakan bahwa seseorang dapat disebut pelaku jarimah
maka pelaku harus benar-benar telah terbukti melakukan sebuah jarimah,
baik yang bersifat positif (aktif melakukan sesuatu) maupun yang
bersifat negatif (pasif tidak melakukan sesuatu).[18]
al-Rukn al-Adabiy atau unsur moril adalah unsur yang menyatakan
bahwa seseorang yang melakukan sebuah jarimah harus sebagai subjek
yang bisa dimintai pertanggungjawaban atau pelaku harus bisa
dipersalahkan, artinya pelaku bukan orang gila, anak dibawah umur atau
bukan seseorang yang berada dibawah ancaman dan keterpaksaan.[19]
Unsur khusus jarimah adalah unsur-unsur yang hanya terdapat pada
jenis jarimah tertentu dan tidak terdapat pada jenis jarimah yang
lain. Contohnya mengambil harta orang lain secara diam-diam dari
tempatnya dalam jarimah pencurian, atau menghilangkan nyawa manusia
oleh manusia lainnya dalam jarimah pembunuhan.[20]
Adapun unsur-unsur jinayah dan jarimah yang lainnya adalah
sebagai berikut:
a. Adanya perbuatan manusia
Perbuatan manusia itu adakalanya melakukan perbuatan yang
bertentangan dengan UU (perbuatan positif), dan adakalanya
melalaikan kewajiban (perbuatan negatif).
b. Perbuatan itu harus melawan hukum
Suatu perbuatan baru dianggap sebagai tindak pidana, apabila
perbuatannya itu melanggar norma-norma hukum yang berlaku.
c. Perbuatan itu diancam dengan pidana oleh UU
Dalam hukum pidana Islam, ancaman hukuman tidak selalu
disebutkan secara tegas dan rinci dalam ketentuan pidana. Dalam
definisi tindak pidana (jarimah) yang dikemukana oleh Al-Mawardi,
sebagiamana ancaman pidana itu adakalanya hadd dan adakalanya
ta'zir. Hadd artinya hukumannya yang disebutkan secara tegas dalam
teks-teks Al-Qur'an dan hadis Nabi. Hadd merupakan hak Allah
artinya tidak dapat digugurkan oleh perseorangan atau oleh
masyarakat yang diwakili oleh Negara.[21] Sedangkan Ta'zir adalah
hukuman yang belum didalam Al-Qur'an dan hadis Nabi. Penetapan
hukum untuk ta'zir ini sepenuhnya diserahkan kepada penguasa negara
atau Ulil Amri. Penetapan hukuman tersebut cukup dengan menyebutkan
hukuman yang tertinggi dan terendah, kemudian dijadikan pegangan
oleh hakim dalam memutuskan perkara-perkara yang tergolong kepada
ta'zir.[22]
d. Perbuatan itu dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung jawab
Dalam hukum Islam, unsur pertanggungjawaban pidana merupakan
unsur subyektif yang harus dipenuhi untuk memidana suatu peristiwa
pidana. Apabila unsur tersebut tidak dipenuhi, maka si pelaku tidak
dapat dipidana. Ketentuan ini tercantum dalam Q.S An-Nahl: 106
tentang orang yang dipaksa.
((( (((((( (((((( (((( (((((( (((((((((((( (((( (((( ((((((((
((((((((((( (((((((((( (((((((((((( (((((((( ((( (((((( ((((((((((((
((((((( (((((((((((( (((((( ((((( (((( (((((((( ((((((( (((((((
(((((
"Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (Dia
mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal
hatinya tetap tenang dalam beriman (Dia tidak berdosa), akan tetapi
orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, Maka kemurkaan
Allah menimpanya dan baginya azab yang besar.(QS. An-Nahl :
106)[23]
Ayat diatas menyebutkan bahwa kecakapan seorang pelaku tindak
pidana menjadi unsur yang menentukan untuk dapat menghukumnya.
Orang-orang yang hilang kecakapannya karena gila, atau belum
dewasa, dipaksa tidak dapat dipidana.[24]
C. Macam-Macam Jinayah dan Hikmahnya
Para ulama mengelompokkan Jinayah itu dengan melihat kepada sanksi
hukuman apa yang ditetapkan, kepada tiga kelompok[25]:
a. Qishash-diyat, yaitu tindak kejahatan yang sanksi hukuman nya
adalah balasan (qishash) dan denda darah (diyat). Yang termasuk
dalam kelompok ini adalah pembunuhan, pelukaan dan penghilangan
bagian/anggota tubuh.
b. Hudud, yaitu kejahatan atau Jinayah yang sanksi hukumannya
ditetapkan sendiri secara pasti oleh Allah. Yang termasuk dalam
kelompok ini adalah pencurian, perampokan, perzinaan, tuduhan
zina tanpa bukti, minum-minuman keras, pemberontakan dan murtad.
c. Ta'zir, yaitu kejahatan lain yang tidak diancam dengan qishash-
diyat dan tidak pula dengan hudud. Dalam hal ini ancamannya
ditetapkan oleh penguasa atau negara.
Zuhaili mengatakan bahwa hukuman dalam Islam terdiri dari dua
yaitu huduud (hukuman hadd) dan hukuman ta'zir. Adapun hukuman hadd
jumlahnya sangat terbatas, yaitu hanya ada lima macam menurut ulama
Hanafiyah, yaitu hukuman hadd zina, hukuman hadd qadzaf, pencurian,
menenggak khamr, dan mabuk karena minuman keras. Mereka tidak
memasukkan hukuman qishash sebagai hadd karena hukuman qishash
diberlakukan demi menjaga dan memenuhi hak hamba atau manusia atau
didalamnya hak manusia lebih dominan daripada hak Allah SWT.[26]
Sedangkan menurut jumhur ulama selain Hanafiyah hukuman hadd
ada tujuh macam yaitu : hadd zina, qadzaf, pencurian, hiraabah,
pennggak minuman keras mencakup khamar dan segala minuman yang
memabukkan, dan qishash dan terakhir hukuman hadd murtad. Pembagian
ini berdasarkana pertimbangan bahwa hukuman hadd adalah hukuman yang
terlah ditentukan Allah sehingga tidak boleh seorangpun
melanggarnya.[27]
Yang kedua menurut Wahbah Zuhaili yaitu hukuman ta'zir, dimana
syara' memasrahkan pemberian hukuman kepada kebijakan negara sesuai
dengan tingkat kejahatan yang dilakukan dengan memperhatikan
keadaan, waktu, dan ruang seseorang yang bersangkutan dan
perkembangan yang ada. Sehingga hal itu bisaberbeda-beda sesuai
tingkat kemajuan zaman dan peradaban masyarakat suatu negara. [28]
Diantara ulama mengelompokkan Jinayah itu dengan melihat kepada
hak siapa yang terlanggar dalam kejahatan itu. Pengelompokkan ini
berkaitan dengan boleh atau tidaknya pelaku kejahatan itu dimaafkan.
Dalam hal ini ulama membagi hak yang terlanggar dalam kejahatan itu
kepada empat, yaitu:
1) Kejahatan yang melanggar hak hamba secara murni yaitu pembunuhan,
pelukaan dan penghilangan bagian tubuh, yang termasuk dalam
kelompok qisas-diyat tersebut diatas. Dalam hal ini pelaksanaan
ancaman sepenuhnya diserahkan kepada korban kejahatan atau
keluarganya. Ia dapat menuuntut untuk dilaksanakan atau
memaafkannya dari pelaksanaan hukuman.
2) Kejahatan yang melanggar hak Allah atau kepentingan umum (publik)
secara murni yaitu perzinaan, minuman keras, murtad, perampokan,
makar dan murtad. Dalam hal ini maaf yang diberikan pihak korban
tidak mempengaruhi terhadap pelaksanaan hukuman.
3) Kejahatan yang melanggar hak hamba yang berbaur dengan hak Allah,
namun hak hamba lebih dominan. Yang termasuk dalam kelompok ini
adalah tuduhan zina tanpa bukti. Menurut pendapat sebagian ulama
ancaman hukuman dapat dihindarkan bila ada maaf dari pihak korban
yang dituduh berzina.
4) Kejahatan yang melanggar hak Allah yang berbaur dengan hak hamba,
yang hak Allah lebih dominan. Yang termasuk dalam kelompok ini
adalah pencurian. Menurut pendapat sebagian ulam korban pencurian
dapat memaafkan kejahatan ini selama kasusnya belum masuk di
pengadilan.[29]
Adapun hikmah dari jinayah ini adalah untuk menjaga dan melindungi hak
masyarakat yaitu untuk mendisiplinkan (ta'diib) dan memberi efek jera
supaya tidak melakukan hal yang menimbulkan mudharat bagi masyarakat, demi
menciptakan keamanan, ketentraman dan stabilitas menjaga hak-hak kehidupan
yang harus dilindungi dan dihormati, serta menjaga dan melindungi
kehormatan jiwa, akal dan harta benda.[30]
Seperti pada hukuman hadd, ia bersifat keras yang dapapt bermanfaat
untuk mencegah dan mengatasi secara efektif dibandingkan dengan ta'zir
(misalnya dipenjara dan pukulan ringan) .[31]
D. Macam-Macam Jinayah dan Jarimah
1. Jarimah Hudud
Jarimah hudud merupakan jarimah yang hukumnya langsung
ditetapkan dalam Al-Quran berupa hadd, meliputi pembunuhan dan
pelukaan, zina, qadzaf (menuduh zina), pencurian, perampokan,
pemberontakan, dan murtad. Ciri khas dari jarimah hudud:[32]
a) Hukumannya tertentu dan terbatas, dalam artian bahwa
hukumannya telah ditentukan oleh syara' dan tidak ada batas
maksimal dan minimal.
b) Hukuman tersebut merupakan hak Allah semata-mata.
2. Jarimah Qishash atau Diyat
Qishash maupun diyat keduanya adalah hukuman yang sudah
ditentukan syara' dan merupakan hak individu. Ciri khas jarimah
qishash dan diyat :[33]
1) Hukumannya sudah tertentu dan terbatas, dalam arti sudah
ditentukan syara' dan tidak ada batas maksimal dan minimal.
2) Hukuman tersebut merupakan hak perseorangan (individu), dalam
arti bahwa korban atau keluarganya berhak memberikan
pengampunan terhadap pelaku.
Jarimah qishash dan diyat meliputi :
1) Pembunuhan sengaja (al-qotlul'amdu)
2) Pembunuhan menyerupai sengaja (al-qotlu syibhul'amdi)
3) Pembunuhan karena kesalahan (al-qotlul khotho-u)
4) Penganiayaan sengaja (al-jar'hul 'amdu)
5) Penganiayaan tidak sengaja (al-jar'hul khotho-u)
3. Jarimah Ta'zir
Jarimah ta'zir merupakan jarimah-jarimah yang jenisnya
disebutkan dalam Al-Quran secara rinci, tetapi hukumannya sama
sekali tidak disebutkan. Menurut Ahmad Wardi Muslich, jenis-
jenis jarimah ta'zir berdasarkan yang disebutkan dalam Al-Quran
ada 30, beberapa diantaranya sihir, mengambil harta orang lain
secara tidak sah, bunuh diri, melanggar sumpah, persaksian
palsu, dan lain sebagainya. Jarimah ta'zir dibagi tiga yaitu;
1) Jarimah Hudud atau Qishash/diyat yang subhat atau tidak
memenuhi syarat, namun sudah merupakan maksiat. Contohnya
percobaan pencurian, percobaan pembunuhan, pencurian
dikalangan keluarga, dan pencurian aliran listrik.
2) Jarimah-jarimah yang ditentukan oleh Al-qur'an dan Hadis,
namun tidak ditentukan sanksinya. Contohnya penghinaan, saksi
palsu, tidak melaksanakan amanah, dan meghina agama.
3) Jarimah-jarimah yang ditentukan oleh Ulul Amri untuk
kemaslahatan umum. Dalam hal ini, ajaran Islam dijadikan
pertimbangan penentuan kemaslahatan umum.[34]
E. Hubungan Jinayah dan Jarimah terhadap Larangan Syara'
Konsep jinayah berkaitan erat dengan masalah larangan karena setiap
perbuatan yang terangkum dalam jinayah merupakan perbuatan-perbuatan yang
dilarang oleh syara'. Larangan ini timbul karena mengancam sendi-sendi
kehidupan masyarakat. Maka dengan adanya larangan keberadaan dan
kelangsungan hidup masyarakat dapat terjaga dan terpelihara.[35]
Islam sebagaimana yang kita ketahui, memiliki aturan yang adil
termasuk dalam penetapan sanksi (hukuman) tindak pidana yang dilakukan.
Seperti hudud yang disebut sebagai sanksi yang keras. Namun menurut
penulis, seseorang muslim yang melakukan tindak pidana, dapat terbebas dari
azab yang pedih (hadd) jika mereka bertaubat dengan sebenar taubat serta
minta ampun kepada Allah SWT. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun Lagi Maha
Penyayang.[36]
F. Hikmah Jinayah dan Jarimah dan Dampaknya terhadap Kehidupan
Bermasyarakat
Adanya hukum pidana Islam merupakan suatu bentuk pemeliharaan yang
telah ditetapkan Allah SWT, karena Allah lah pembuat hukum yang mutlak.
Adapun unsur yang dipelihara tersebut meliputi :
1. Pemeliharaan jiwa dimana didalam hukum Islam, wajib memelihara hak
manusia untuk hidup dan mempertahankan kehidupannya. Untuk itu
hukum Islam melarang pembunuhan sebagai upaya menghilangkan jiwa
manusia dan melindungi berbagai sarana yang dipergunakan oleh
manusia dan mempertahankan kemaslahatan hidupnya..[37]
2. Akal merupakan sumber hikmah (pengetahuan), sinar hidayah, cahaya
matahari, dan media kebahagiaan manusia di dunia dan akhirat.
Dengan akal, surat perintah dari Allah disampaikan, dengannya pula
manusia berhak pemimpin di muka bumi, dan dengannya manusia menjadi
sempurna, mulia, dan berbeda dengan makhluk lainnya. Maka seorang
muslim senantiasa bisa menjaga dan memelihara fungsi akalnya dari
segala yang dapat merusak fungsinya dalam berfikir rasional.[38]
3. perlindungan untuk harta yang dimiliki seseorang dimana ia berhak
untuk dijaga dari para musuhnya, baik dari tindak pencurian,
perampasan, atau tindakan lain memakan harta orang lain (baik
dilakukan kaum muslimin atau non muslim ) dengan cara yang batil,
seperti merampok, menipu, atau memonopoli.
Selain itu, adanya jnayah dan jarimah juga memiliki hikmah untuk
melindungi dan tidak menganiaya harta serta mengambilnya dengan cara
yang batil :[39]
Jadi dapat disimpulkan bahwa Islam merupakan agama yang memenuhi
segala kepentingan kehidupan bermasyarakat. Dengan adanya hukum pidana
Islam, akan membuat ketentraman dalam menjalani kehidupan bermasyarakat,
terpeliharanya hak-hak individu baik dalam agama, akal, jiwa dan harta.
Pemberian hukuman yang diharapkan mampu menakuti seorang muslim untuk
melakukan jarimah sehingga dapat mencegah rusaknya sistem kehidupan
bermasyarakat. Bagi para pelaku, hal ini diharapkan mampu membuat jera
dalam melakukan jarimah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jinayah adalah setiap perbuatan yang dilarang. Perbuatan yang
dilarang adalah setiap perbuatan yang dicegah dan ditolak oleh
syariat, lantaran mengandung bahaya terhadap agama, jiwa, akal,
kehormatan, atau harta.
Jarimah (tindak pidana kriminal) adalah segala larangan syara'
melakukan hal-hal yang dilarang dan atau meninggalkan hal-hal yang
diwajibkan) yang diancam dengan hukum hadd atau ta'zir.
Unsur-unsur jinayah dan jarimah yaitu adanya nash sebagai unsur
formal (al-Rukn al-Syar'iy), al-Rukn al-Madi atau unsur materiil, dan
al-Rukn al-Adabiy atau unsur moril. Adanya unsur perbuatan yang
membentuk Jinayah, pelaku kejahatan adalah orang yang dapat menerima
khitab atau dapat memahami taklif.
Adapun bentuk-bentuk jinayah adalah Qishash-diyat, yaitu tindak
kejahatan yang sanksi hukumannya adalah balasan (Qishash) dan denda
darah (diyat), Hudud, yaitu kejahatan atau Jinayah yang sanksi
hukumannya ditetapkan sendiri secara pasti oleh Allah atau Nabi,
Ta'zir, yaitu hukuman yang ditetapkan kepada negara atau pemerintah.
Bentuk-bentuk jarimah yaitu jarimah hudud, jarimah qishash dan diat,
dan jarimah ta'zir. Hubungan jinayah dan jarimah dengan larangan
syara' yaitu jinayah dan jarimah merupakan suatu bentuk tindakan
mukallaf yang melanggar syara' baik melakukan perbuatan yang dilarang
maupun meninggalkan perbuatan yang diwajibkan. Adanya hukum pidana
islam ini akan menjadikan kehidupan masyarakat terpelihara dari segala
kekacauan yang dapat merusak sendi-sendi kehidupan baik terhadap akal,
jiwa, maupun harta.
B. Saran
Dari makalah yang telah dbuat ini, penulis menyarankan kepada
mahasiswa khususnya dan masyarakat umumnya untuk dapat menjadikan
makalah ini sebgai salah satu sumber bacaan guna memahami materi hukum
pidana Islam. Sehingga nantinya masyarakat dapat mengetahui ilmu
tentang materi terkait yang dapat diamalkan dalam kehidupan
bermasyarakat.
-----------------------
[1]. M. Nurul Irfan, Korupsi dalam Hukum Pidana Islam, Jakarta: 2011,
Amzah, hlm. 67
[2] Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, Jakarta :2012, Cakrawala Publishing,
hlm. 378
[3]ibid
[4] Wahbah Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu Jilid 7. (Jakarta : Darul
Fikr, 2012 ) hal 348
[5]. A. Djazuli, Fiqh Jinayah, Jakarta:1996, PT. Raja Grafindo
Persada, hlm. 1-2
[6]. Ahmad Wardi Muslich, hukum Pidan Menurut Al-qur'an, Jakarta:
2007, Diadit Media, hlm. 24
[7] Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh, Jakarta: 2003, Kencana
Prenada Media Group, hlm. 254
[8] Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam-Fikih
Jinayah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), hlm. 22
[9] Wahbh zuhaili, ibid, 248
[10] Departemen Agama RI. Alquran Dan Terjemahannya. (Surabaya : Mega
Jaya Abadi, 2007) hlm. 29
[11] Ibid, hlm. 292
[12] Ibid, hlm. 92
[13] Ahmad Wardi Muslich. Hukum Pidana dalam Al-Quran. ()Jakarta,
Diadit Media:2007) hlm. 4
[14] Ashabul Muslimin, e-book kompilasi kitab hadist bukhari muslim
(Bekasi : 2011)
[15] A. Djazuli, ibid hlm. 14
[16]. A. Djazuli, Fiqh Jinayah upaya menanggulangi tindak kejahatan
dlaam islam edisi revisi, Jakarta:2000, PT. Raja Grafindo Persada, hlm. 2-
3
[17] Ibid,
[18] M. Irfan, ibid
[19]. M. Nurul Irfn, Korupsi dalam Hukum Pidana Islam, Jakarta: 2011,
Amzah, hlm. 69-70
[20] A. Djazuli, Fiqh Jinayah, Jakarta: 1996, PT. Raja Grafindo
Persada, hlm. 12
[21] Sri Yunarti, Fiqh Jinayah. (Batusangkar : STAIN Press, 2012)
hlm. 244
[22] Wahbah Zuhaili, ibid, hlm. 238
[23] Deperteman Agama, ibid, hlm. 223
[24] Drs. H. Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Menurut Al-qur'an,
Jakarta: 2007, Diadit Media, hlm. 26-33
[25] A. Djazuli, Ibid, hlm. 13
[26] Wahbah Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu jilid7. (Jakarta :Darul
Fikr), 2012 hal 257
[27] Ibid, 258
[28] Ibid 259
[29] Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh, (Jakarta: 2003,
Khf$lh4ÖCJOJQJhf$l6?CJOJQJ]?hf$lCJOJQJh¬!VCJOJQJencana Prenada Media Group,
hlm. 256-257
[30] Ibid, hlm. 256
[31] Wahbah Zuhaili, ibid hlm. 279
[32].A. Djazuli, Fiqh Jinayah, ( Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,
19970, hlm. 13
[33] Ahmad Wardi Muslich, ibid hlm. 150
[34]. A. Djazuli, Fiqh Jinayah, (Jakarta: 1996, PT. Raja Grafindo
Persada) , hlm. 13
[35] Ibid, hlm 4
[36] Terjemahan Surat Al-Maidah ayat 5 dalam Al-Quran danTerjemahan,
[37] Yusuf Al-Qordhowi," Fiqih Maqasid Syariah", ( Jakarta Timur:
Pustaka Al-Kautsar, 2006) hlm. 13.
[38] Ibid,
[39] Ahmad Al-mursi Husain Jauhar, Maqashid Syariah ( Jakarta : AMZAH,
2009) hlm. 191