JENIS MOOD DISOREDER 1. Kriteria Diagnosis Mood Disorder Menurut DSM IV TR Dalam DSM IV, mood disorder terdapat dalam Aksis I (Gangguan Klinis). Dimana dibedakan menjadi 2, yaitu depresi mayor dan bipolar. a. Episode Depresi Mayor 1) Adanya 5 atau lebih gejala berikut yang telah berlangsung dalam 2 minggu yg sama dan menunjukan perubahan dari fungsi sebelumnya. a) Mood depresi berlangsung sepanjang hari pada hampir setiap hari sebagaimana dikeluhkan secara subjektif (merasa sedih atau hampa) atau diamati orang lain (terlihat berlinangan airmata). Pada anak dan remaja tampil sebagai mood irritable b) Kehilangan minat atau kesenangan yang nyata pada semua atau hampir semua aktifitas sepanjang hari hampir setiap hari (sebagaimana yang dirasakan atau diamati orang lain terhadap yang bersangkutan). c) Penurunan berat badan yang bermakna tanpa diet atau peningkatannya ( perubahan berat badan lebihdari 5% sebulan) atau adanaya peningkatan atau penurunan nafsu makan. Pada anak terjadi kegagalan mencapai berat badan yang diharapkan. d) Insomnia atau hipersomnia pada hampir setiap harinya. e) Agitasi atau retardasi psikomotor pada hampir tiap hari (yang dapat diamati orang lain bukan hanya perasaan subjektif restlessness atau lamban). f) Fatigue atau kehilangan tenaga pada hampir setiap harinya. g) Perasaan tidak berharga atau rasa bersalah berlebihan atau inappropriate (yang mungkin sebagai waham) pada hampir setiap harinya (bukan hanya menyesali atau merasa berbeban dgn keadaanya). h) Kehilangan kemampuan berpikir atau berkonsentrasi atau membuat keputusan pada hampir setiap harinya (sebagaimana yang dirasakan atau diamati org lain) i) Pikiran berulang tentang kematian ( bukan hanya perasaan takut mati), bunuh diri tanpa perencanaan atau usaha bunuh diri atau adanya rencana spesifik mengakhiri hidup. 2) Gejala tersebut tidak memenuhi kriteria episode campuran 3) Gejala tersebut menyebabkab penderitaaan yang bermakna klinis atau hambatan sosial,pekerjaan atau area penting kehidupan lainnya. 4) Gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari zat (medikasi,penyalahgunaan obat) atau kondisi medis umum (mis, hipotiroid). 5) Gejala tidak termasuk: keadaan dukacita (mis. kematian seseorang yg dicintai), atau menetap lebih dari 2 bulan, atau dikarakterisir oleh gangguan fungsional yang nyata,preokupasi tentang pikiran tidak berharga,ide bunuh diri,gejala psikotik atau retardasi psikomotor. b. Episode Manik 1) Adanya periode nyata dari mood elevasi,expansif atau irritable yg abnormal dan
menetap sedikitnya 1 minggu ( atau lebih singkat dimana harus rawat inap). 2) Selama periode kekacauan mood diatas terdapat 3 gejala menetap ( atau lebih atau 4 jika moodnya hanya irritable) dan pada derajat yg bermakna dari: a) rasa harga diri meningkat atau kebesaran. b) kebutuhan tidur berkurang (misal merasa telah berisitirahat walaupun hanya tidur 3 jam). c) lebih aktif bicara dari biasanya atau dorongan kuat bicara terus-menerus (logorea). d) lompat gagasan atau pikiran dirasakan seperti berpacu (flight of idea). e) disatraktibilitas ( perhatian terlalu mudah berpindah ke stimuli external yg tidak penting atau berkaitan). f) peningkatan intensitas aktifitas yg bertujuan (apakah disekolah, tempat kerja, lingkungan sosial, atau aktifitas sexual) atau agitasi psikomotor. g) keterlibatan berlebihab dlm aktifitas yg menyenangkan dimana berpotensi menimbulkan konsekuensi yg menyakitkan (mis. kesenangan tak tertahankan utk berbelanja, perilaku sexual yg takabur, atau penanaman modal tanpa perhitungan) perhitungan) 3) Gejala diatas tidak memenuhi kriteri episode campuran. 4) Kekacauan mood ini mampu merusak fungsi pekerjaan atau aktifitas sosial dgn sesama, atau dibutuhkan awat inap utk mencegah tindakan membahayakan diri sendir atau orang lain, atau adanya gambaran psikotik. 5) Gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari zat (medikasi,penyalahgunaan obat, atau terapi lainnya) atau kondisi medis umum (mis, hipertiroid). Text Revision (DSM-IV TR); Episode Campuran Paling sedikit satu minggu pasien mengalami episode mania dan depresi yang terjadi secara bersamaan. Misalnya, mood tereksitasi mood tereksitasi (lebih sering mood disforik), iritabel, marah, serangan panik, pe mbicaraan cepat, agitasi, menangis, ide bunuh diri, insomnia derajat berat, grandiositas, hiperseksualitas, waham kejar dan kadang-kadang bingung. Kadang-kadang gejala cukup berat sehingga memerlukan perawatan untuk melindungi pasien atau orang lain, dapat disertai gambaran psikotik, dan mengganggu fungsi personal, sosial, dan pekerjaan. Episode Hipomanik Paling sedikit empat hari, secara menetap, pasien mengalami peningkatan mood , ekspansif atau iritabel yang ringan, paling sedikit tiga gejala (empat gejala bila mood iritabel) mood iritabel) yaitu: - grandiositas atau meningkatnya kepercayaan diri - berkurangnya kebutuhan tidur - meningkatnya pembicaraan - lompat gagasan atau pikiran berlomba - perhatin mudah teralih
- meningkatnya aktivitas atau agitasi psikomotor - pikiran menjadi lebih tajam - daya nilai berkurang Tidak ada gambaran psikotik (halusinasi, waham, atau perilaku atau pembicaran aneh), tidak memerlukan hospitalisasi dan tidak mengganggu fungsi personal, sosial, dan pekerjaan. Sering kali dilupakan oleh pasien tetapi dapat dikenali oleh keluarga. Siklus Cepat Siklus cepat yaitu bila terjadi paling sedikit empat episode – depresi, hipomania atau mania – dalam satu tahun. Seseorang dengan siklus cepat jarang mengalami bebas gejala dan biasanya terdapat hendaya berat dalam hubungan interpersonal atau pekerjaan. Siklus Ultra Cepat Mania, hipomania, dan episode depresi bergantian dengan sangat cepat dalam beberapa hari. Gejala dan hendaya lebih berat bila dibandingkan dengan siklotimia dan sangat sulit diatasi Simtom Psikotik Pada kasus berat, pasien bisa mengalami gejala psikotik. Gejala psikotik yang paling sering yaitu: - halusinasi (auditorik, visual, atau bentuk sensasi lainnya) - waham Misalnya, waham kebesaran sering terjadi pada episode mania sedangkan waham nihilistik terjadi pada episode depresi. Ada kalanya simtom psikotik tidak serasi dengan mood . Pasien dengan GB sering didiagnosis sebagai skizofrenia. c)
Diagnosa tambahan (NOS: Not Otherwise Specified) 1) Minor depressive disorder : sindrom yang berhubungan dengan depresif. kriteria atau gejala tidak memenuhi pada kriteria depresi mayor 2) Gangguan depresi Singkat recurrent : gejala yang dialami sesuai dengan kriteria pada depresi mayor, tetapi durasi terjadi selama kurang dari 2 minggu. 3) Gangguan Dysforix Pramenstruasi 4) Gangguan yang berhubungan dengan gangguan bipolar I (gangguan Bipolar II) Ditandai oleh adanya episode depresi berat yang berganti – ganti dengan episode hipomania. Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Distimik A. Mood terdepresi untuk sebagian besar hari, lebih banyak hari dibandingkan tidak, seperti yang ditunjukkan keterangan subjektif atau pengalaman orang lain, sekurangnya 2 tahun. Catatan: pada anak-anak dan remaja, mood dapat mudah tersinggung dan lama harus sekurangnya 1 tahun. B. Adanya saat terdepresi dua (atau lebih) berikut: (1) Nafsu makan yang buruk atau berlebihan (2) Insomnia atau hipersomnia (3) Energi lemah atau lelah (4) Harga diri yang rendah (5) Konsentrasi buruk atau sulit mengambil keputusan
(6) Perasaan putus asa C. Selama periode 2 tahun (1 tahun untuk anak-anak atau remaja) gangguan, orang tidak pernah tanpa gejala dalam kriteria A dan B selama lebih dari 2 bulan suatu waktu. D. Tidak pernah ada episode depresif berat selama 2 tahun pertama gangguan (1 tahun untuk anak-anak dan remaja), yaitu gangguan tidak lebih baik diterangkan oleh 24 gangguan depresif berat kronis, atau gangguan depresif berat, dalam remisi parsial. Catatan: mungkin terdapat episode depresif berat sebelumnya asalkan terdapat remisi lengkap (tidak ada tanda atau gejala bermakna selama 2 bulan) sebelum perkembangan distimik. Di samping itu setelah 2 tahun awal dari gangguan distimik mungkin terdapat episode gangguan depresif berat yang menumpang pada kasus tersebut, kedua diagnosis dapat diberikan jika memnuhi kriteria untuk episode depresif berat. E. Tidak pernah terdapat episode manik, episode campuran, atau episode hipomanik, dan tidak pernah memenuhi kriteria untuk gangguan siklotimik. F. Gangguan tidak terjadi semata-mata s elama perjalanan gangguan psikotik kronis, seperti skizofrenia atau gangguan delusional. G. Gejala tidak merupakan efek fisiologis langsung dari suatu zat atau suatu kondisi medis umum. H. Gejala menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya. Tabel 8. Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Distimik menurut DSM-IV DSM IV telah membuat klasifikasi dan kriteria diagnosis untuk masing-masing klasifikasi. A. Gangguan Bipolar I, Episode Manik Tunggal Kriteria Diagnosis : A. Terdapat hanya satu Episode Manik dan tidak ada Episode Depresi Mayor sebelumnya. Catatan : Rekurensi didefinisikan sebagai suatu perubahan polaritas dari depresi atau suatu interval paling kurang 2 bulan tanpa gejala manik. B. Episode Manik tidak lebih baik dijelaskan oleh Gangguan Skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan Skizofrenia, Gangguan Skizofrenifrom, Gangguan Waham, atau Gangguan Psikotik yang tidak ditentukan. B. Gangguan Bipolar I, Episode Paling Akhir Manik Kriteria Diagnosis : A. Saat ini (atau paling akhir) dalam Episode Manik B. Terdapat paling kurang satu Episode Depresi Mayor, Episode Manik, atau Episode Campuran sebelumnya. C. Episode Mood pada kriteria A dan B tidak lebih baik dijelaskan oleh
Gangguan Skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan Skizofrenia, Gangguan Skizofreniform, Gangguan Waham, atau Gangguan Psikotik Yang Tidak Ditentukan. C. Gangguan Bipolar I, Episode Paling Akhir Campuran Kriteria Diagnosis : 28 A. Saat ini (atau paling akhir) dalam Episode Campuran. B. Terdapat paling kurang satu Episode Depresi Mayor, Episode Manik, atau Episode Campuran sebelumnya. C. Episode Mood pada Kriteria A dan B tidak lebih baik dijelaskan oleh Gangguan Skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan Skizofrenia, Gangguan Skizofreniform, Gangguan Waham, atau Gangguan Psikotik Yang Tidak Ditentukan. D. Gangguan Bipolar I, Episode Paling Akhir Depresi Kriteria Diagnosis : A. Saat ini (atau paling akhir) dalam Episode Depresi Mayor. B. Terdapat paling kurang satu Episode Manik, atau Episode Campuran sebelumnya. C. Episode Mood pada Kriteria A dan B tidak lebih baik dijelaskan oleh Gangguan Skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan Skizofrenia, Gangguan Skizofreniform, Gangguan Waham, atau Gangguan Psikotik Yang Tidak Ditentukan. E. Gangguan Bipolar I, Episode Paling Akhir Tidak Ditentukan Kriteria Diagnosis : A. Kecuali durasi, saat ini (atau paling akhir) memenuhi kriteria untuk suatu Episode Manik, Hipomanik, Campuran, atau Depresi Mayor. B. Terdapat paling kurang satu Episode Manik, atau Episode Campuran sebelumnya. C. Gejala mood menyebabkan penderitaan secara klinis yang bermakna atau gangguan pada fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi bidang penting lainnya. D. Gejala Mood pada Kriteria A dan B tidak lebih baik dijelaskan oleh Gangguan Skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan Skizofrenia, Gangguan Skizofreniform, Gangguan Waham, atau Gangguan Psikotik Yang Tidak Ditentukan. E. Gejala mood pada Kriteria A dan B bukan karena efek fisiologis langsung dari zat (misalnya, penyalahgunaan zat, pengobatan, atau terapi lainnya) atau suatu kondisi medis umum (misalnya, hipertiroidisme). Kriteria diagnostik untuk Gangguan Siklotimik A. Selama sekurangnya 2 tahun, adanya banyak episode dengan gejala hipomanik dan banyak periode dengan gejala depresif yang tidak memenuhi kriteria untuk episode
depresif berat. B. Selama periode 2 tahun di atas, orang tidak pernah tanpa gejala dalam kriteria A selama lebih dari 2 bulan. C. Tidak ada episode depresif berat, episode manik, atau episode campuran yang ditemukan selama 2 tahun pertama gangguan. Catatan: setelah 2 tahun pertama dari gangguan siklotimik, mungkin terdapat episode manik atau campuran yang menumpang atau episode depresif berat. D. Gejala dalam kriteria A tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan skizoafektif dan tidak menumpang pada skizofrenia, gangguan skizofreniform, gangguan delusional, atau gangguan psikotik yang tidak ditentukan. E. Gejala bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat atau suatu kondisi medis umum. F. Gejala menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya. Tabel 8. Kriteria diagnostik untuk gangguan siklotimik menurut DSM-IV. Kriteria Mood Disorder berdasarkan ICD-10 Diagnosis gangguan bipolar berdasarkan ICD-10 F.30.0 Hipomania ; paling sedikit selama 4 hari, secara persisten terjadi peningkatan mood dan disertai dengan 3 gejala berikut yaitu meningkatnya energy dan aktivitas, meningkatnya sosiabilitas, banyaknya bicara. Gejala-gejala di atas tidak menyebabkan gangguan berat fungsi pekerjaan dan penolakan social. F.30.1 Mania tanpa simtom psikotik ; paling sedikit selama 1 minggu, secara persisten terjadi peningkatan mood atau iritabel yang tidak bergantung kpd suasana lingkungan pasien. Paling sedikit ditemui 3 gejala yaitu meningkatnya aktivitas atau kegelisahan fisik, desakan berbicara, lompatan gagasan atau isi pikiran, dll. F.30.2 Mania dengan simtom psikotik ; sama dengan simtom di atas namun ditambah dengan adanya waham (biasanya waham kebesaran) atau halusinasi (suara langsung yang berbicara kepada pasien)atau adanya gaduh gelisah, aktivitas motorik yang berlebihan. F.31 Gangguan afektif bipolar; episode mania atau hipomania multiple atau depresi dengan hipomania F.31.6 Gangguan afektif bipolar episode campuran ; sebelumnya pasien mengalami sedikitnya 1 episode campuran, depresi, mania atau hipomania dan saat ini memperlihatkan suatu campuran atau pergantian yang cepat antara simtom mania dengan depresi. F.32 Episode depresi ; paling sedikit selama dua minggu, pasien mengalami penurunan mood, pengurangan energy dan aktivitas. Berkurangnya kemampuan merasakan rasa senang, penurunan konsentrasi dan minat. Pasien merasa lelah, berkurangnya nafsu makan, dan gangguan tidur. Berkurangnya rasa percaya diri, adanya rasa tidak berguna atau ideide bersalah. Mood tidak berespon terhadap
lingkungan dan disertai dengan simtom somatic misal : hilangnya minat dan rasa senang, terbangun dini hari, depresi memburuk di pagi hari, retardasi atau agitasi psikomotor.dispesifikasikan sebagai depresi ringan (paling sedikit 4 gejala), sedang (paling sedikit 6 gejala dan kesulitan terus menerus dalam beraktivitas rutin) atau berat ( paling sedikit 8 gejaladan gejala tersebut sangat nyata dan menimbulkan gangguan). Terdapat kurva dalam penggolongan diagnosis dari paling bawah adalah distimia (depresi kronis , letak di bawah depresi), depresi, hipomania, dan mania sebagai titik paling atas. PENANGANAN MD 2. Penanganan Mood Disorder 1. Psikodinamik a) Psikodinamik tradisional Bertujuan untuk membantu orang depresi untuk memahami perasaan mereka yang ambialen terhadap orang – orang (objek) penting dalam hidup mereka yang telah hilang atau terancam akan hilang. Psikodinamik tradisional dapat menghabiskan waktu bertahun – tahun untuk mengungkap dan menghadapi konflik – konflik yang tidak disadari. b) Psikodinamik modern Berfokus pada konflik – konflik tidak disadari, namun secara lebih langsung, relative singkat dan berfokus pada hubungan yang penuh lalu. c) Psikterapi Interpersonal (IPT) Adalah suatu bentuk singkat dari terapi yang berfokus pada hubungan interpersonal klien di saat itu, biasanya tidak lebih dari 9 – 12 bulan.
2.
3.
4.
5.
Behavioral Pendekatan ini beranggapan bahwa perilaky depresi dapat dipelajari dan dapat dihilangkan. Terapi ini bertujuan untuk secara langsung memodifikasi perilaku dan bukan untuk menumuhkan kesadaran terhadap kemungkinan penyebab yang tidak disadari dari perilaku – perilaku tersebut. Kognitif Berfokus pada membantu orang dengan depresi belajar untuk menyadari dan mengubah pola berfikir mereka yang disfungsional. Terapi ini menggunakan kombinasi antara behavioral dan kognitif untuk membantu klien mengidentifikasi dan mengubah pikiran – pikiran disfungsional serta mengembangkan perilaku yang adaptif contoh : CBT Terapi keluarga Dapat membantu dalam situasi ini dengan berfokus pada peningkatan komunikasi di antara anggota keluarga, membantu orang dengan penyakit bipolar memahami manfaat minum obat mereka secara konsisten dan belajar strategi untuk mencegah kambuh atau relapse. Biologis Terapi dengan farmakologi. Obat bipolar yaitu obat litium karbonat, berbentuk bubuk dari litium
berelemen metalik. Penambahan antidepresan pada gangguan bipolar dan episode depresi. Antidepressant daoat meningkatkan (berfungsinya) otak dan mungkin fungsi dari neurotransmitter, walaupun memiliki efek tunda, biasanya membutuhkan beberapa minggu (rata – rata 2-8 minggu) hingga efek terapeutik tercapai. Pengunaanya harus dalam jangka pendek. Penggunaan jangka panjang berpotensi menginduksi hipomania atau mania, sehingga hendaknya dikombinasi dengan stabilisator mood atau dengan antipsiktik atipik. 6. Psikoeducation a. Judul : psychoeducation for depression, anxiety and psychological distress : a meta analysis Kesimpulan : psychoeducation dapat diberikan secara efektif pada pasien dengan depresi dan gejala distress psychological dengan tingkat yang kecil. Pasif psychoeducation dapat mudah diberikan pada pasien dan dapat dilakukan leh tenaga non professional. Intervensi ini mungkin memandang bahwa pasien tidak mempunyai cukup informasi tentang penyakitnya. b. Judul : psychological treatment for depression : primary care Dapat diimplementasikan pada terapi untuk pasien depresi degan general practice pada primary care. c. Judul : Psychosocial intervention for the prevention of relapse in bipolar disorder: systematic review randomized control trial. CBT, psychoeducation kelompok dan terapy keluarga dapat dilakukan untukmenunjang efek terapi farmakologi. 7. Coping with Depression (CWD) Course, yaitu program terapi kelompok dengan 12 sesi selama 8 minggu yang diorganisasikan sebagai suatu kursus. 8. Pendekatan herbal : dengan menggunakan bunga St Dohn’s Wort , yaitu bunga berwarna kuning yang tumbuh liar. Diyakini banyak orang untuk pengobatan depresi. 9. Terapi music klasik : terdapat perbedaan perilaku setelah diberikan terapi music pada penderita depresi. 10. Electro Convulsion Therapy Pada pasien depresi dengan resisten pada obat, kasus parah. ECT efektivitas responnya cepat dan efek sampinya minimal. Pada beberapa literature menyatakan bahwa ECT hanya boleh dilakukan pada depresi severe dan akan lebih baik dilakukan sedini mungkin agar efektifitasnya lebih baik. Dapat diukur melalui length of stay dari pasien, yaitu mulai pada saat pasien dilakukan ECT sampai pasien pulang. 11. Penanganan pada primary care (tenaga kesehatan yang bukan spesialis jiwa) - Watchfull waiting : dilihat selama 2 minggu apakah mengalami perubahan mood dan perilaku. Jika terdapat perubahan atau untuk mencegah, dapat dilakukan teknik distraksi, aromatherapy, dll. - Penangana bipolar hanya akan dilakukan oleh non primary care (spesialis dalam jiwa)
12. Light therapy: dilaksanakan pada orang depresi di luar negeri yang mengalami perubahan musim yang sering. 13. Yoga therapy. Mengandalkan pada relaksasi dengan deep breathing. 14. Dialectical Behavioral Therapy Terdiri dari 5 macam program kursus, dilaksanakan selama 4-6 minggu, 1 minggu sekali dengan durasi 2 jam : - Mindfullness Peningkatan konsentrasi akan masa depan dan kemampuan untuk fkus dan konsentrasi. Mencari jati diri. Belajar bagaimana member keseimbangan dalam hidup. - Cognitive Behavior Mengeksplorasi dan mengerti hubungan antara pikiran, perasaan (emosional dan fisik), berkelakuan, dan interaksi dengan orang lain. - Distress Tolerance Keterampilan metolerir keadaan sulit, sehingga dapat mencapai tujuan, menghilangkan perilaku impulsive dan merusak diri. - Interpersonal Effectiveness Tuntunan Terapi Episode Depresi Mayor Farmakoterapi Respons terapi akan berkurang bila pengobatan terlambat. Makin kronis depresi, makin buruk respons terhadap pengobatan. Episode depresi mayor sering tidak berhasil diobati. Tidak ada ketentuan pasti lama pengobatan yang dianggap tidak berhasil. Tahapan dalam pengobatan depresi: a. Meningkatkan dosis obat, bila tidak ada respons Hal ini dapat dilakukan bila obat memiliki efek samping minimal atau tidak ada efek samping. b. Mengganti dengan antidepresan lain Sering dilakukan dengan mengganti obat, terutama dari kelas yang sama. Terjadi peningkatan efikasi setelah SSRI diganti dengan venlafaxine. Potensi interaksi farmakokinetik atau farmakodinamik perlu diperhatikan. Misalnya, penggantian dari monoamine oxidase inhibitor (MAOI) ke SSRI dapat menimbulkan sindrom serotonin. c. Penambahan obat lain FARMAKO Ada beberapa jenis obat untuk obat gangguan bipolar, yaitu: Lithium (Lithobid, dll) merupakan obat untuk menstabilkan suasana hati (mood stabilizer) yang efektif dan sudah dipergunakan selama bertahun-tahun. Pada pemberian lithium, pemeriksaan darah secara Tirto Jiwo 15 periodik diperlukan karena lithium dapat menyebabkan gangguan kelenjar thyroid atau ginjal. Efek samping yang sering muncul adalah: mulut kering, gangguan pencernaan dan gelisah. Anticonvulsants. Obat yang mentsabilkan suasana hati (mood stabilizer) dalam kelompok ini antara lain: valproic acid (Depakene, Stavzor), divalproex (Depakote) and lamotrigine (Lamictal). Obat asenapine (Saphris) bisa dipakai untuk mengobati episode campuran (mixed
Peningkatan hubungan interpersonal dengan oranglain melalui penetapan batasan, menyelesaikan konflik, meminta apa yang kita inginkan serta berlatih untuk menyatakan tidak atau menolak kepada orang lain. - Emotion Regulation Mengelola emosi yang efektif dari ekstrem emosi untuk keseimbangan emosi diri. 15. Deprivasi tidur parsial : bangun mulai di pertengahan malam dan tetap terjaga sampai malam berikutnya. Dapat membantu menurunkan gejala depresi mayor untuk sementara. 16. Latihan fisik (berlari, berenang) dapat memperbaiki depresi dengan mekanisme biologis yang belum dimengerti Fase Pengobatan Depresi Ada tiga fase pengobatan depresi27: 1. Fase akut, biasanya berlangsung selama 6-10 minggu 2. Fase lanjutan, sering berlangsung sekitar 16-20 minggu dan dapat hingga 9-12 bulan 3. Fase rumatan; pada pasien depresi rekuren, fase ini dapat berlangsung selama hidup.
Terdapat bukti adanya perbaikan depresi setelah antidepresan ditambah dengan lithium, olanzapine, risperidone, quetiapine, atau aripiprazole. Penambahan dengan aripiprazole terlihat lebih efektif.31 Terapi Psikologik Kombinasi antidepresan dengan cognitive behavioral therapy (CBT ) lebih efektif dibandingkan antidepresan atau CBT saja. Terapi Fisik Electroconvulsive therapy dapat digunakan pada depresi sangat berat yang tidak berhasil diatasi dengan dua atau lebih terapi lainnya. Penempatan elektroda mempengaruhi efikasi dan efek samping; unilateral lebih baik. Vagal nerve stimulation, merupakan pilihan untuk pasien depresi kronik yang resisten terhadap pengobatan Luaran (Outcome) Terapi pada Gangguan Depresi Mayor Nurmiati Amir Departemen Psikiatri, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia / RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta, Indonesia episode). Efek samping tergantung obat yang diminum, antara lain berupa: pusing, penambahan berat badan dan perasaan mengantuk (drowsiness). Beberapa jenis anticonvulsant bisa mengakibatkan efek samping lebih serius seperti bercak bercak merah di kulit, gangguan darah dan gangguan liver. Antipsikotik .Beberapa obat antipsikotik seperti aripiprazole (Abilify), olanzapine (Zyprexa), risperidone (Risperdal) dan quetiapine (Seroquel) bisa diberikan pada penderita gangguan bipolar yang tidak cocok dengan obat dari kelompok anticonvulsants. Satu satunya obat antipsikotik yang dianjurkan oleh FDA (Badan P engawasan Obat dan Makanan, Amerika) untuk gangguan bipolar adalah quetiapine, namun dokter tetap dapat meresepkan obat yang lain. Efek samping yang timbul tergantung obat yang dipakai, namun yang sering muncul adalah: penambahan berat badan, penglihatan kabur, gemetar
(tremor), mengantuk dan detak jantung yang cepat. Pada anak anak penambahan berat badan sering jadi keluhan. Obat antipsikotik sering mengganggu kemampuan mengingat (memory) dan gangguan perhatian (atensi) dan gerakan spontan otot wajah dan anggota badan. Obat anti depresi. Tergantung gejala yang ada, dokter kemungkinan akan memberi obat anti depresi. Pada beberapa kasus, pemberian anti depresi pada penderita gangguan bipolar bisa memicu timbulnya gejala mania. Namun hal ini bisa dihindari bila obat anti depresi diberikan bersamaan dengan obat penstabil suasana hati (mood stabilizer). Efek samping paling sering dari anti depresi adalah menurunnya dorongan seksual dan kesulitan orgasme. Beberapa obat anti depresi kuno, seperti golongan tricyclic dan MAOI dapat menyebabkan efek sa mping yang fatal sehingga memerlukan monitor yang ketat. Symbiax. Merupakan campuran obat anti depresi fluoxetine dan obat anti psikotik olanzapine. Campuran tersebut bekerja sebagai anti depresi dan mood stabilizer. Efek sampingnya berupa penambahan berat badan, peningkatan nafsu makan, dan rasa mengantuk. Obat ini Tirto Jiwo 16 juga menimbulkan efek samping berupa penurunan dorongan seksual seperti pada obat anti depresi. Benzodiazepine. Obat ini untuk mengurangi kecemasan (anxiety) dan memperbaiki gangguan tidur. Obat dalam kelompok ini antara lain: clonazepam (Klonopin), lorazepam (Ativan), diazepam (Valium), chlordiazepoxide (Librium) dan alprazolam (Niravam, Xanax). Obat kelompok benzodiazepine biasanya hanya dipakai sementara untuk mengurangi kecemasan (anxiety). Efek sampingnya berupa mengantuk, gangguan mengingat (memory), keseimbangan badan dan menurunnya koordinasi otot. Kasper S, Calabrese JR, Johnson G, Tajima O, Vieta E, Viguera AC, Yatham LN, Young AH. International Consensus Group on the Evidence – Based Pharmacologic Treatment of Bipolar I and II Depression. J Clin Psychiatry 2008; 69: 1632-1646 PATOFISIOLOGI Pergantian episode mania dan depresi dapat lambat atau cepat (rapid cycling) bahkan sangat cepat (ultra rapid cycling dan ultradian cycling). Secara umum, Gangguan Bipolar sebagai gangguan otak dan secara tradisional dikonsepkan sebagai gangguan neurokimiawi. Kelainan neurotransmiter yang didapatkan di otak seperti disfungsi serotonin (5-HT), norepinefrin (NE) dan dopamin (DA) pada tempat-tempat tertentu di otak, dimana pada keadaan depresi didapatkan hipoaktif dan sebaliknya hiperaktif pada keadaan mania. Dari mekanisme kerja obat yang tergolong dalam mood stabilizer diketahui bahwa terdapat gangguan pada sistem yang lain adalah pada saluran ion Natrium dan kemungkinan saluran ion Kalsium. Juga neurotransmiter glutamat dan GABA. Atipikal antipsikotika juga dapat berfungsi sebagai mood stabilizer karena mekanisme kerjanya antagonis pada reseptor 5-HT2 yang mempunyai efek antidepresan dan mengurangi kerja glutamat dan dopamin D2, sehingga dapat mengatasi gejala mania sekaligus depresi. Kelainan Neurokimiawi Otak pada Gangguan Bipolar Margarita M. Maramis Staf pada Bag./SMF. Psikiatri, RSU DR. SOETOMO/FK UNAIR, Surabaya. Rentang respon emosional
Menurut Purwaningsih (2009) Reaksi Emosi dibagi menjadi dua yaitu: 1) Reaksi Emosi Adaptif Merupakan reaksi emosi yang umum dari seseorang terhadap rangsangan yang diterima dan berlangsung singkat. Ada 2 macam reaksi adaptif : a) Respon emosi yang responsive Keadaan individu yang terbuka dan sadar akan perasaannya. Pada rentang ini individu dapat berpartisipasi dengan dunia eksternal dan internal. b) Reaksi kehilangan yang wajar Merupakan posisi rentang yang normal dialami oleh individu yang mengalami kehilangan. Pada rentang ini individu menghadapi realita dari kehilangan dan mengalami proses kehilangan, misalnya Bersedih, berhenti kegiatan sehari – hari, takut pada diri sendiri, berlangsung tidak lama. 2) Reaksi Emosi Maladaptif Merupakan reaksi emosi yang sudah merupakan gangguan, respon ini dapat dibagi 3 tingkatan yaitu : a) Supresi Tahap awal respon emosional maladaptive, individu menyangkal, menekan atau menginternalisasi semua aspek perasaannya terhadap lingkungan. b) Reaksi kehilangan yang memanjang Supresi memanjang ® mengganggu fungsi kehidupan individu Gejala : bermusuhan, sedih berlebih, rendah diri. c) Mania/ Depesi Merupakan respon emosional yang berat dan dapat dikenal melalui intensitas dan pengaruhnya terhadap fisik individu dan fungsi social. Mekanisme koping yang digunakan pada reaksi kehilangan yang memanjang adalah denial dan supresi,hal ini untuk menghindari tekanan yang hebat.Depresi,yaitu perasaan berduka yang belum terselesaikan,mekanisme koping yang digunakan adalah represi,supresi,denial dan disosiasi.Tingkah laku mania merupakan mekanisme pertahanan terhadap depresi yang diakibatkan dari kurang efektifnya koping dalam menghadapi kehilangan.
3.
Kriteria Complicated Grieving menurut ajuan DSM V (Prigerson et al, 2009) a) Event criterion: Bereavement (loss of a loved person). b) Separation distress: The bereaved person experiences at least one of the three following symptoms that must be experienced daily or to a distressing or disruptive degree: 1) Intrusive thoughts related to the lost relationship. 2) Intense feelings of emotional pain, sorrow, or pangs of grief related to the lost relationship. 3) Yearning for the lost person. c) Cognitive, emotional, and behavioral symptoms: The bereaved person must have five (or more) of the following symptoms: 1) Confusion about one’s role in life or diminished sense of self (i.e., feeling that a part of oneself has died). 2) Difficulty accepting the loss. 3) Avoidance of reminders of the reality of the loss.
4) Inability to trust others since the loss. 5) Bitterness or anger related to the loss. 6) Difficulty moving on with life (e.g., making new friends,pursuing interests). 7) Numbness (absence of emotion) since the loss. 8) Feeling that life is unfulfilling, empty, and meaningless since the loss. 9) Feeling stunned, dazed, or shocked by the loss. d) Duration: Diagnosis should not be made until at least 6 months have elapsed since the death. (masih menjadi perbincangan, ada literature yang mengutarakan bahwa durasi complicated grieving adalah kurang dari 14 bulan, untukmembedakan dengan PTSD) e) Impairment: The above symptomatic disturbance causes clinically significant distress or impairment in social, occupational, or other important areas of functioning (e.g., domestic responsibilities). f) Medical exclusion: The disturbance is not due to the physiological effects of a substance or a general medical condition. g) Relation to other mental disorders: Not better accounted for by Major Depressive Disorder, Generalized Anxiety Disorder, or Post traumatic Stress Disorder. Tambahan dari jurnal biocentral article : Macam-macam Grieving : 1. Grieving normal : suatu ungkapan atau pernyataan normal seseorang terhadap respon kehilangan baik emosional maupun perilaku. Respon ini merupakan respon normal yang apabila dapat dilallui, maka akan membantu seseorang menjadi lebih matur dalm perkembangannya. 2. Anticipatory grief : waktu terjadinya sebelum seseorang meninggal, biasanya pada waktu diagnosis penyakit. Individu mulai mengantisipasi hilangnya kesehatan, kebebasan dan kehidupannya sendiri. 3. Complicated grief : terjadi apabila seseorang mengalami progress yang sulit dalam melalui tahap berduka yang normal sehingga menjadi complicated. Ini dapat mengancam hubungan dengan orang lain. Dengan macam-macamnya sbb : Chronic grief : kesedihan biasa namun terus menerus terjadi. Delayed grief : reaksi kesedihan normal yang ditekan atau tertunda Exaggerated grief : seseorang menjadi kewalahan menghadapi proses berduka.dapar direfleksikan dalam bentuk phobia yang berat atau perilaku dekstruktif terhadap diri misal dengan alkohilosm. Masked grief : kehilangan menghasilkan dampak terhadap perubahan pola perilakunya setiap hari tanpa disadari.misal: pola tidur dan makan berubah setelah kehilangan hewan peliharaannya. 4. Disenfranchised grief : seseorang mengalami kehilangan yang tidak dapat diungkapkan secara terbuka, misal kehilangan teman yang menderita AIDS. Penatalaksana Complicated Grieving 1. Farmakologi 2. Konseling 3. Psikoterapi : CBT dan psikodinamika. Complicated grieving biasanya diobati dengan konseling
4.
5.
psikologis yang disebut dengan complicated grief therapy, mirip dengan teknik psikoterapi pada PTSD 4. Touch therapy : dilakukan pada ibu yang kehilangan anaknya setelah kelahiran. 5. Penerimaan kognitif (pikiran akan realita) dan penerimaan emosional (diikhlaskan). Strategi mekanisme koping meruakan usaha yang dilakukan untuk mengatasi perasaan berduka setelah melahirkan. 6. Dukungan sosial orang terdekat. Kebanyakan orang mengalami berduka dengan menggunakan mekanisme koping avoidinggrief (menyibukkan diri). tahap shock dan disbelief merupakan tahap berduka awal sekaligus mekanisme koping agar tidak menuju pada komplikasi lebih lanjut. 7. Replacement child syndrome, yaitu kehadiran anak yang baru. Berfungsi untuk menggantikan bayi yang meninggal dan mempersingkat duka cita. Bisa dengan berusaha untuk membuat anak lagi atau dengan cara adopsi. 8. Prinsip keperawatan pada orang tua dengan rspon kehilangan (kematian anak) - Menyediakan sarana ibadah, termasuk pemuka agama - Menganjurkan pasien untuk memegang atau melihat jenazah anaknya - Menyiapkan perangkat kenangan (dikasih ke orang lain) - Menganjurkan pasien untuk mengikuti program lanjutan bila diperlukan - Menjelaskan kepada pasien atau keluarga cirri – cirri respon yang patologis serta tempat mereka minta bantuan bila diperlukan Berikut macam – macam pengkajian dengan menggunakan instrument. a. Complicated Grief Assesment : pengisian kuesioner yang dialami selama 1 bulan terakhir. (Lampiran) b. Clinician – Administered Rating Scale for Mania (CARS-M): sensitivity 0.85, specificity 0.87 c. Mood Disorder Questionaire (MDQ) : sensitivity 0.72, specificity 0.90 d. Brief Psychiatric Rating Scale (BPRS) : sensitivity 0,67, specificity 0.72 e. Grief Psychiatric Assesment *Instrument yang paling baik dan sering digunakan adalah no d,e,f. tapi untuk diagnosis tentang gangguan tersebut harus tetap melihat DSM dan ICD-10. ASKEP Dx. Complicated Grieving Definisi : gangguan yang terjadi setelah seseorang yang berarti meninggal dunia, dimana pengalaman distress menyertai kehilangan untuk mengikuti harapan normative dan bermanifestasi kepada kerusakan fungsional. Batasan karakteristik : Penurunan fungsi peran Depresi Low level of intonocy Mengatakan kurangnya penerimaan terhadap kematian Separation distress Fatique Faktor yang berhubungan : kematian significan ot hers NOC : Grief Resolutions
Definisi : pengaturan kehilangan aktul atau yang mendatang Indikator : Menetapkan rasa mengenai kehilangan Menunjukkan kepercayaan spiritual mengenai kematian Mengatakan realitas kehilangan Mengatakan penerimaan kehilangan Mencari dukungan social NIC : Grief Work fasilitation Definisi : membantu mengatasi kehilangan significan other Aktivitas : Mengidentifikasi kehilangan Membantu mengidentifikasi reaksi awal kehilangan Membantu coping personal Mengidentifikasi sumber dukungan komunitas Modifikasi hidup Peranan perawat pada pasien dengan bipolar ; a. Terdapat 22 masalah pasien yang sering dihadapi Top Five Problem : 1) Nonacceptable disease Pasien tidak menerima keadaan penyakitnya : Patien tellme, “It’s going really well, why should I take medication” 2) Social Problem Kehilangan pemasukan, kehilangan harga diri, kehilangan rumah. Pasien dengan gangguan bipolar mengekspresika murung, wajah bersedih. Orang disekitarnya tidak berani untuk berbicara dengan pasien, karena mereka tidak tahu bagaimana menangani pasien seperti itu. 3) Work related problem Susah konsentrasi, bekerja dibawah kapasitas intelegen mereka, ketidakmampuan merencanakan, intoleransi stress. Takut akan stigma masyarakat yang nantinya akan mengganggu pekerjaan dan berujung pada pemecatan. “pasien sering menyuruh saya untuk membantunya dalam menulis surat kepada institusi sosial karena mereka takut kemampuan mereka menghilang karena sakit, atau mejadi terpakasa dalam pekerjaan yang mereka ketahui bahwa mereka tidak bisa menyelesaikannya. 4) Relation problem Kepercayaan, kesepian, merasa diabaikan oleh pasangan, konflik loyalitas, dan mengabaikan penyakit dengan mitra. “pasangan mereka mengatakan kepada saya, bahwa mereka kesulitan dalam menetapi janji mereka : menuju pada paling baik dan untuk paling jelek”. 5) Mood instability b. 10 outcome yang sering digunakan Top five outcome : 1) Euthymic mood state: evaluasi yang biasa dilakukan adalah mood state, sleeping behavior, weight gain or loss, medication use, dan the occurance of life evets. 2) self management : meliputi kemampuan seseorang untuk mengintegraasikan dalam kehidupan mereka. Evaluasi yang bisa dilakukan manajemen diri pasien ditandai dengan kemampuan pasien untuk mengenali tanda – tanda awal, atau tanda – tanda episode hipomania atau depresi dan kemampuanya utuk mengatasi tanda – tanda peringatan awal yang
ditunjukan. Indicator lain adala kemampuan mengeahui kerentanan dan mengatasi kerentanan. 3) Quality of life is yet another desired outcome and defined by the participants in the focus group as the ability of a patient to fulfill various social role. Dapat dinilai dari kepuasan pasien terhadap kegiatannya sehari – hari, harga diri pasien, dan level kesenangan pasien. 4) Penerimaan mempunyai penyakit kronis dan mengerti penyakit yang diderita. Evaluasi meliputi dalam hal pengelolaan diri kemampuan, kapasitas pasien untuk mengenali masalah / kerentanan, kemampuan pasien untuk mengatasi konsekuensi dari memiliki kondisi seperti ini dan menghindari episode hipomanik dan depresi seminimal mungkin. c. 18 intervensi yang sering digunakan Top five intervention : 1) Nurse accesbility : perawat menjadi tempat dimana pasien mudah untuk bercerita mengenai persaanya. Membina hubungan saling percaya adalah kuncinya sehingga pasien mau untuk berkomunikasi denga perawat. 2) Information and education Seluruh perawat mengetahui tentang Maastrich model untuk training psichoeducation kelompok. Berlangsung dalam 6 sesi, pasien dan kelaurga terdekat diberikan penjelasan mengenai gangguan bipolar meliputi gejala yang ditimbulkan, karakteristik, kursus dan outcome. Psikofarmakologi, psikoterapi, grafik hidup, rencana kerja, self report legal issues, bagaimana untuk mendapatkan informasi, dna menghubbungi persatuan pasien. 3) Support and counseling Perawat menyatakan bahwa ereka sering membantu dalam menyusun rancangan aktiitas sehari – hari. Peralatan gaya hidup dibutuhkan. Perawat diharapkan ampu untuk memotivasi pasien untuk lebih aktif dan pelan – pelan berdasarkan tingkat mood. 4) Action plan Membantu merumuskan rencana kerja pasien merupakan standar intervensi dalam keperawatan. Kebanyakan perawat menyatakan bahwa pasien harus mempunyai rencana kerja. Perawat juga setuju bahwa rancangan kerja dapat membantu tenaga kesehatan dalam menangani saat tahap krisis dan menguatkan pasien sehingga pasien mempunyai koping yang lebih baik dalam melakukan terapi mereka. rancangan kerja harus sering direview dan direvisi. Setiap kamuh atau mendekati akan kambuh, perlu diinformasikan mengenai tanda seseorang akan kambuh lagi. 5) Monitoring of medication use Hampir seluruh perawat berhati – hait dalam memonitor level serum untuk mood stabilizer. Mereka menyatakan hal itu dilakukan untuk mengetahi efek samping dair pengobatan. Nevid, Jeffery S, Spencer A ratuhus dan Beverly Greene. 2003. Psikologi abnormal.Jakarta : Erlangga Direktorat Kesehatan Jiwa, Dit Jen Yan Medik Depkes R.I: Pedoman Penggolongan Gangguan Jiwa di Indonesia Edisi II