INFLUENZA A. Gambaran Klinis
Influenza adalah penyakit virus akut yang menyerang saluran pernafasan ditandai dengan timbulnya demam, sakit kepala, mialgia, lesi, coryza, sakit tenggorokan dan batuk. Batuk biasanya keras dan panjang namun gejala-gejala lainnya bisanya hilang dengan sendirinya. Penyakit ini sembuh dalam waktu 2-7 hari. Penyakit ini dikenal karena karakteristik epidemiologisnya; kasus sporadis diketahui hanya dengan pemeriksaan laboratorium. Influenza pada seseorang dapat dibedakan dengan penyakit yang 285 disebabkan oleh virus pernafasan lainnya. Gambaran klinis dapat berkisar mulai dari Common Common cold , Croup Croup,, bronchiolitis, pneumonia akibat virus dan penyakit pernafasan akut lain yang tidak jelas. Gejala pada saluran pencernaan (mual, muntah, diare) jarang terjadi, tetapi bisa saja gejala tersebut terjadi menyertai fase pernafasan pada anak yang terserang influenza, dan dilaporkan lebih dari 25% anak-anak pada KLB yang terjadi di sekolah disebabkan influenza B dan A (H1N1) mengalami
gejala
gastrointestinal.
Influenza
menjadi
penting
karena
dari
kecepatannya menyebar dan menjadi wabah, luasnya penyebaran penyakit dan timbulnya komplikasi yang serius khususnya terjadi, pneumonia akibat virus dan bakteri. Selama terjadinya wabah yang meluas, dapat terjadi penyakit yang berat dengan angka kematian yang tinggi, terutama pada orang dengan usia lanjut dan orang-rang yang lemah akibat berbagai penyakit seperti penyakit jantung, paru, ginjal atau penyakit gangguan metabolisme kronis. Proporsi kematian yang diakibatkan pneumonia dan influenza jika dibandingkan dengan angka kematian yang normal terjadi pada tahun-tahun tersebut berbeda dari wabah ke wabah dan tergantung pada prevalensi tipe virus. Dari tahun 1972-1973 sampai dengan tahun 1994-1995, diperkirakan lebih dari 20.000 kematian karena influenza terjadi pada salah satu dari sebelas kali kejadian wabah yang berbeda di Amerika Serikat, dan lebih dari 40.000 kasus influenza meninggal selama 6 dari 11 kali kejadian wabah tersebut, 80%-90% kematian terjadi pada orang yang berusia lebih dari 65 tahun. Namun demikian, pada pandemi yang terjadi pada tahun 1918, angka kematian tertinggi terjadi dikalangan dewasa muda. Sindroma Reye, yang menyerang SSP dan hati, merupakan komplikasi
yang jarang dan terjadi pada anak-anak yang menelan obat salisilat; komplikasi ini terjadi terutama pada anak-anak dengan penyakit influenza B dan jarang terjadi pada anak dengan influenza A. Selama penyakit pada fase demam, konfirmasi laboratorium dibuat dengan melakukan isolasi virus influenza dari sekret faring atau secret hidung atau hasil cucian faring atau hidung yang ditanam pada kultur sel atau pada telur yang sudah berembrio. Dapat juga dengan identifikasi langsung antigen virus pada sel nasofaring dan cairan nasofaring dengan menggunakan tes FA atau ELISA, atau dengan amplifikasi RNA virus. Infeksi dapat juga ditegakkan dengan ditemukannya respons serologis spesifik antara serum akut dan konvalesen.
B. Etiologi
Tiga tipe virus influenza yang dikenal yaitu: A, B dan C. Tipe A terdiri dari 3 subtipe (H1N1, H2N2 dan H3N2) yang dikaitkan dengan terjadinya epidemi dan pandemi yang luas. Tipe B jarang sekali menyebabkan terjadinya KLB regional atau yang menyebar luas. Tipe C dikaitkan dengan timbulnya kasus sporadis dan KLB kecil yang terlokalisir. Tipe virus ditentukan oleh sifat antigen dari dua struktur protein internal yang relatif stabil ditentukan oleh nukeloprotein dan matrik protein. Subtipe influenza A dikelompokkan sesuai dengan sifat antigen dari glikoprotein permukaan, hemaglutinin (H) dan neuraminidase (N). Seringnya terjadi mutasi dari gen yang membawa kode-kode genetik pada permukaan glycoprotein dari virus influenza A dan virus influenza B mengakibatkan timbulnya varian baru yang dibedakan dengan wilayah geografis darimana virus tersebut diisolasi, nomer kultur dan tahun isolasi. Beberapa contoh dari prototipe strain ini dengan cara penandaan tersebut adalah A/Beijing/262/95 (H1N1), A/Japan/305/57 (H2N2), A/Sydney/5/97 (H3N2) dan B/Yamanashi/166/98. 286 Munculnya subtipe yang benar-benar baru (perubahan antigen) terjadi dengan interval yang tidak beraturan dan hanya terjadi dengan virus tipe A. Virus ini menyebabkan terjadinya pandemi dan diakibatkan karena terjadinya rekombinasi dari antigen manusia, babi dan unggas yang tidak dapat diramalkan terjadi. Perubahan relatif dari antigen minor (penyimpangan antigen) dari virus A dan B mengakibatkan
sering terjadi wabah dan KLB regional dan setiap tahun harus dilakukan reformulasi tahunan untuk vaksin influenza.
C. Cara Penularan
Penularan melalui udara terutama terjadi pada daerah yang padat penduduk pada ruangan tertutup (seperti pada bis sekolah) penularan dapat juga terjadi dengan kontak langsung, oleh karena virus influenza dapat hidup berjam-jam diluar tubuh manusia, khususnya di daerah dingin dan di daerah dengan kelembaban yang rendah. Biasanya, influenza ditularkan melalui udara atau droplet infection oleh batuk atau bersin, menciptakan udara di sekitarnya yang mengandung virus. Influenza juga dapat ditularkan melalui kotoran burung, air liur, nasal secretions (ingus), kotoran dan darah. Infeksi juga terjadi melalui kontak dengan cairan tubuh penderita misalnya ingus penderita dapat berpindah ke orang lain melalui salaman tangan, memegang gelas yang sama atau berenang. Udara yang tercemar virus ini dianggap bisa menyebabkan infeksi kebanyakan, walaupun demikian, cara penularan dari udara ke tubuh masih belum jelas. Virus influenza dapat menjadi tidak aktif/mati oleh sinar matahari, disinfektan dan deterjen. Virus dapat juga dibunuh oleh sabun; sering mencuci tangan mengurangi
risiko
infeksi.
Kita tidak pernah menyadari bahwa tertular infeksi saluran napas tersebut karena adanya kontak di sekitar penderita. Sering tak disadari bahwa manusia dewasa juga sering mengalami sakit terkena virus flu atau infeksi virus lainnya. Namun pada beberapa orang dewasa bila terkena gejala sangat ringan dan sering dikira masuk angin, kecapekan atau panas dalam.
Transmisi virus influenza lewat partikel udara dan lokalisasinya di traktus respiratorius. Penularan bergantung pada ukuran partikel (droplet ) yang membawa virus tersebut masuk ke dalam saluran napas. Penularan dari virus influenza secara
umum dapat terjadi melalui inhalasi, kontak langsung ataupun kontak tidak langsung. Pada dosis infeksi 10 virus/droplet 50 % orang-orang yang terserang dosis ini akan menderita
influenza.
Virus
influenza
dapat
diinaktivasi
oleh sinar
matahari, disinfektan, dan deterjen. D. Risk Faktor
a. Kelompok ber-resiko tinggi karena usia yang masih sangat muda, seprti bayi
dan anak balita
b. Kelompok orang berusia lanjut > 65 tahun yang relative sehat c. Kelompok ber-resiko tinggi orang berusia lanjut > 65 tahun, dan juga menderita salah satu, atau beberapa jenis penyakit khronik berikut ini, seperti diabetes, hipertensi, asthma, penyakit jantung, stroke, penyakit ginjal, penyakit liver d. Orang dewasa muda dengan faktor resiko, misalnya wanita hamil, ibu menyusui, atau juga menderita penyakit khronik seperti diatas, dan mereka dengan gangguan sistem pertahanan tubuh atau gangguan sistim imunologi tubuh e. Tenaga kesehatan seperti dokter, perawat, bidan dan tenaga kesehatan lain yang sering berhubungan dengan orang sakit dan bekerja dilingkungan rumah sakit
E. Cara-cara pemberantasan
Petunjuk secara terperinci untuk pencegahan dan pengendalian influenza dikeluarkan setahun sekali oleh CDC dan WHO. a. Cara Pencegahan
1) Berikan penyuluhan kepada masyarakat dan tenaga pelayanan kesehatan tentang dasar-dasar kebersihan perorangan, khususnya mengenai bahayanya batuk dan bersin tanpa menutup mulut dan hidung, dan bahaya penularan melalui tangan ke selaput lendir.
2) Imunisasi dengan menggunakan vaksin virus yang tidak aktif dapat memberikan 70%-80% perlindungan terhadap infeksi pada orang dewasa muda yang sehat apabila antigen yang ada didalam vaksin sama atau dekat dengan strain virus yang orang bersirkulasi. Pada orang dengan usia lanjut, pemberian imunisasi mungkin kurang bermanfaat untuk pencegahan infeksi namun pemberian imunisasi mungkin dapat mengurangi beratnya penyakit dan terjadinya komplikasi sebesar 50%-60% dan terjadinya kematian ratarata 80%. Mereka yang dirawat di rumah sakit yang berusia 65 tahun keatas yang menderita pneumonia dan influenza di Amerika Serikat selama kurun waktu lebih tahun 1989 – 1992 telah turun sekitar 30%-50% dengan pemberian imunisasi. Imunisasi influenza harus diberikan bersamaan dengan pemberian imunisasi terhadap pneumonia akibat peneumococci (q.v.) Satu dosis tunggal sudah cukup bagi mereka yang sebelumnya pernah terpajan dengan virus influenza A dan B; 2 dosis vaksin dengan interval 1 bulan diperlukan bagi mereka yang sebelumnya belum pernah diimunisasi. Imunisasi rutin diarahkan terutama kepada mereka yang paling berisiko mendapatkan komplikasi serius atau kematian kalau terserang influenza (lihat Identifikasi yang diuraikan di atas) dan terhadap mereka yang dapat menularkan penyakit kepada mereka yang rentan. Imunisasi bagi anak-anak yang mendapatkan juga disarankan untuk mencegah terjadinya sindroma Reye karena infeksi influenza. Vaksin yang diberikan intra nasal, yaitu vaksin influenza trivalent cold pengobatan aspirin jangka panjang 288 adapted live attenuated masih dalam uji klinis tahap akhir untuk melihat efikasi pada anak-anak dan dewasa dan diharapkan sudah beredar pada awal millennium ini. Pemberian Imunisasi harus juga dipertimbangkan untuk diberikan kepada mereka yang bergerak pada bidang pelayanan masyarakat dan kepada personil militer. Namun sebetulnya jika diberikan maka, setiap orang akan memperoleh keuntungan dari imunisasi.
Imunisasi harus diberikan setiap tahun sebelum penularan influenza terjadi di masyarakat (yaitu pada bulan November sampai dengan bulan Maret di Amerika Serikat). Bagi mereka yang tinggal dan bepergian ke luar Amerika Serikat, waktu pemberian imunisasi harus didasarkan pada pola musiman dari virus influenza dinegara tersebut (biasanya dari bulan April sampai dengan bulan September di wilayah Bumi bagian Selatan dan didaerah topis). Rekomendasi biannual untuk menentukan jenis komponen yang harus ada dalam vaksin yang akan dibuat didasarkan pada strain virus yang sedang beredar saat ini yang dapat diketahui dari kegiatan surveilans Internasional. Kontraindikasi: Mereka yang hipersensitif dan alergi terhadap protein telur atau terhadap komponen vaksin yang lain merupakan kontraindikasi pemberian imunisasi. Selama dilakukan program vaksinasi untuk babi pada tahun 1976, peningkatan risiko berkembangnya sindroma Guillain-Barre (GBS) 6 minggu setelah vaksinasi di Amerika Serikat. Vaksin yang dibuat pada periode belakangan ini yang dibuat dari strain virus yang berbeda belum jelas mempunyai kaitan dengan peningkatan risiko GBS. 3) Hydrochloride amantadine (Symmetrel®, Symadine®) atau rimantadine hydrochloride (Flumadine®) efektif sebagai obat kemoprofilaksis untuk influenza A, namun tidak efektif untuk influenza tipe B. Amantadine dapat menyebabkan terjadinya efek samping pada SSP pada 5%-10% dari mereka yang divaksinasi. Mereka yang mendapat komplikasi lebih parah adalah kelompok usia lanjut atau mereka dengan fungsi ginjal yang tidak baik. Untuk alasan ini, seseorang dengan penurunan fungsi ginjal harus diberikan dosis vaksin yang dikurangi sesuai dengan tingkat kerusakan ginjal. Rimantadine dilaporkan mengakibatkan lebih banyak terjadinya efek pada SSP. Penggunaan obat-obatan tersebut harus dipertimbangkan benar bagi mereka yang belum pernah diimunisasi atau bagi mereka yang mempunyai risiko tinggi terjadinya komplikasi, seperti penghuni asrama atau penghuni rumah-rumah jompo, atau obat ini diberikan apabila vaksin yang tepat tidak
tersedia atau sebagai suplemen terhadap vaksinasi yang sedang diberikan apabila perlindungan maksimal sangat mendesak diperlukan terhadap infeksi influenza A. Pemberian obat harus dilanjutkan selama terjadinya wabah; hal itu tidak akan mempengaruhi respons terhadap vaksin influenza. Inhibitor terhadap neuraminidase influenza cukup aman dan cukup efektif untuk pencegahan dan pengobatan terhadap influenza A dan B. Obat-obat baru tersebut pada awalnya digunakan di Australia dan Swedia, dan pada pertengahan tahun 1999 digunakan di Amerika Serikat. Neuraminidase Inhibitor diharapkan tersedia secara luas dipasaran pada awal millennium ini.
b. Penanganan Penderi ta, Kon tak dan Li ngku ngan seki tar
1) Laporan ke institusi kesehatan setempat; laporan terjadinya KLB dan konfirmasi laboratorium dapat membantu kegiatan surveilans penyakit. Laporan penyebab infeksi pada KLB bila mungkin harus ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium, Kelas 1 A (lihat pelaporan tentang penyakit menular). 2) Isolasi: Tidak dilakukan karena tidak praktis oleh karena keterlambatan diganosa, kecuali diagnosa dapat ditegakkan dalam waktu singkat, maka isolasi bermanfaat pemeriksaan langsung virus tersedia. Pada keadaan epidemi, dengan adanya peningkatan jumlah penderita, perlu dilakukan isolasi terhadap penderita (khususnya terhadap bayi dan anak-anak usia muda) yang diduga menderita influenza dengan cara menempatkan mereka di ruangan yang sama (secara cohort) selama 5-7 hari pertama sakit. 3) Disinfeksi serentak: Tidak diperlukan. 4) Karantina: Tidak ada. 5) Perlindungan
Kontak:
Pemberian
obat
kemofrofilaksis
seperti
amantadine atau rimantadine cukup bermanfaat terhadap strain tipe A.
6) Investigasi kontak dan sumber infeksi: Tidak praktis. 7) Pengobatan spesifik: Amantadine atau rimantadine diberikan dalam 48 jam setelah timbulnya gejala akibat influenza A dan diberikan selama 35 hari untuk mengurangi gejala dan titer virus di dalam sekret saluran pernafasan. Dosis pemberian adalah 5 mg/kg/hari yang dibagi dalam 2 dosis bagi mereka yang berusia antara 1-9 tahun dan 100 mg dua kali sehari bagi mereka yang berumur 9 tahun ke atas (jika berat badan kurang dari 45 kg, gunakan 5 mg/kg/hari dalam 2 dosis) selama 2-5 hari. Dosis harus dikurangi bagi mereka yang berusia 65 tahun keatas atau mereka dengan penurunan fungsi ginjal dan hati. Neuramididase inhibitor baru yang saat ini sedang berkembang dapat dipertimbangkan dipakai untuk pengobatan influenza A dan B, preparat ini beredar di Amerika Serikat pada musim influenza 1999/2000. Selama dilakukan pengobatan dengan obat tersebut, mungkin muncul virus yang resisten terhadap obat tersebut dan selama berlangsungnya pengobatan dapat ditularkan kepada orang lain; oleh karena itu perlu dilakukan Cohorting pada waktu melakukan pengobatan antiviral, khususnya pada populasi yang tertutup dengan banyak individu yang mempunyai risiko tinggi. Penderita harus diamati terus untuk melihat terjadinya komplikasi bakteri untuk dapat segera diberikan antibiotik. Karena ada kaitannya dengan munculnya sindroma Reye, maka salisilat tidak dibolehkan diberikan pada anak-anak.
C. Upaya penan ggulan gan wabah
1) Akibat yang berat dan mengganggu yang disebabkan epidemi influenza disuatu masyarakat dapat dikurangi dengan melakukan penyuluhan kesehatan dan membuat perencanaan kesehatan yang efektif, khususnya perencanaan program imunisasi bagi penderita dengan risiko tinggi dan kepada orang-orang yang merawat penderita.
Surveilans dan laporan penemuan kasus oleh petugas kesehatan pada saat merebaknya KLB dan sangat penting dilakukan. 2) Menutup kegiatan sekolah secara khusus tidak terbukti sebagai tindakan pengendalian yang efektif; oleh karena umumnya dilakukan cukup terlambat dan biasanya penutupan sekolah dilakukan karena tingginya absensi murid dan staff. 3) Manajemen rumah sakit harus mengantisipasi terjadinya peningkatan kebutuhan
akan
pelayanan
kesehatan
lainnya
selama
masa
berlangsungnya wabah; mungkin juga terjadi peningkatan absensi tenaga pelayanan kesehatan karena influenza. Untuk mencegah hal ini, petugas kesehatan harus diberikan imunisasi setiap tahun atau diberikan obat antiviral selama terjadinya wabah influenza. A. 4) Penyediaan obat antiviral dalam jumlah yang cukup untuk mengobati penderita yang berisiko tinggi dan untuk melindungi mereka yang masuk kategori tenaga/staf penting pada saat terjadinya pandemi dengan strain baru dimana belum tersedia vaksin yang tepat pada waktu gelombang pertama kasus.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2007. Modul Pelatihan Tim Gerak Cepat Pengendalian Flu Burung dan Kesiapsiagaan menghadapi pandemic influinza. Jakarta.
Agus Priyana.2008.FAKTOR RISIKO KEJADIAN
INFLUENZA A. (Studi Kasus Di Wilayah Kerja Puskesmas Mojosongo Kabupaten Boyolali). eprints.undip.ac.id/16408/1/Agus_Priyana. pdf DKK Balikpapan.2012. FLU, influenza atau infeksi saluran napas lainnya.http://dkk.balikpapan.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=125&Ite
mid=1