penggolongan obat berdasarkan ketentuan yang di tetapkan oleh depkes, beserta contoh-contoh obat generiknya. merupakan tugas ilmu kuliah farmasi
Instrumen ABC oleh STIKES Cahaya Bangsa Banjarmasin yang mengambil dari sumber Depkes
Indikator Kinerja Rumah Sakit Menurut Depkes RI Tahun 2005
Indikator kinerja rumah sakit dilaksanakan secara swa-nilai (self
Assesment). Penilaian dilaksanakan setiap hari yang dikompilasi secara
bulanan. Hasil penilaian ini dijadikan sebagai bahan rapat bulanan
peningkatan mutu oleh Direksi rumah sakit dan Komite medik. Bagi kalangan
medik, hasilnya dapat digunakan untuk menilai pelaksanaan tindakan medik di
beberapa bagian/instalasi/departemen. Setiap analisis yang dilakukan dapat
digunakan untuk menjawab pertanyaan apakah kebutuhan dari
bagian/instalasi/departemen ruangan/pelayanan telah dipenuhi sehingga mutu
pelayanan dapat terjamin.
Agar suatu rumah sakit dapat diukur dan dimonitor kinerjanya dibutuhkan
metode tertentu. Ada beberapa macam metode yang dapat digunakan untuk
mengukur indikator kinerja rumah sakit antara lain :
1. Inspeksi
Inspeksi hanya untuk mengukur apakah suatu rumah sakit telah memenuhi
persyaratan minimal untuk keamanan pasien.
2. Survei Pelanggan
Standarisasi dari cara survei ditujukan untuk mengidentifikasikan hal-
hal yang bernilai bagi pasien dan masyarakat. Standarisasi dapat
disesuaikan untuk mengukur hal-hal yang spesifik terhadap pengalaman
dan kepuasan.
3. Penilaian oleh pihak ke tiga
Penilaian dilakukan baik melalui penilaian internal maupun penilaian
eksternal secara nasional dan penilaian yang dilakukanoleh pihak
internasional. Penilaian pihak ketiga antara lain seperti standar ISO
dan akreditasi.
4. Indikator statistik
Indikator statistik adalah alat untuk menilai kinerja suatu rumah
sakit baik secara internal maupun eksternal. Indikator didesain agar
dapat mencapai tujuan secara objektif.
Ada 12 (dua belas) indikator kinerja rumah sakit yang disepakati telah
memenuhi persyaratan :
1. Rerata jam pelatihan per karyawan pertahun.
2. Persentase tenaga terlatih di unit khusus.
3. Kecepatan penanganan penderita gawat darurat.
4. Waktu tunggu sebelum operasi efektif.
5. Angka kematian ibu karena persalinan (perdarahan,
preklampsia/eklampsia dan sepsis, khusus untuk kasus non rujukan).
6. Angka infeksi nosokomial.
7. Kelengkapan pengisian rekam medis.
8. Persentasi kepuasan pasien (survei).
9. Persentasi kepuasan karyawan (survei).
10. Baku mutu limbah cair.
11. Status keuangan rumah sakit.
12. Persentase penggunaan obat generik di rumah sakit.
Berdasarkan standar pengukuran jasa pelayanan kesehatan nasional (Depkes
RI., 2005), indikator-indikator pelayanan rumah sakit dapat dipakai untuk
mengetahui tingkat pemanfaatan, mutu, dan efisiensi pelayanan rumah
sakit.Indikator-indikator berikut bersumber dari sensus harian rawat inap :
1. BOR (Bed Occupancy Ratio) :angka penggunaan tempat tidur BOR menurut
Huffman (1994) adalah "the ratio of patient service days to inpatient
bed count days in a period under consideration". Sedangkan menurut
Depkes RI (2005), BOR adalah persentase pemakaian tempat tidur pada
satuan waktu tertentu. Indikator ini memberikan gambaran tinggi
rendahnya tingkat pemanfaatan tempat tidur rumah sakit. Nilai
parameter BOR yang ideal adalah antara60-85% .
2. AvLOS (Average Length of Stay) :rata-rata lamanya pasien dirawatAvLOS
menurut Huffman (1994) adalah "The average hospitalization stay of
inpatient discharged during the period under consideration". AvLOS
menurut Depkes RI (2005) adalah rata-rata lama rawat seorang pasien.
Indikator ini memberikan gambaran tingkat efisiensi, juga dapat
memberikan gambaran mutu pelayanan, apabila diterapkan pada diagnosis
tertentu dapat dijadikan hal yang perlu pengamatan yang lebih lanjut.
Secara umum nilai AvLOS yang ideal antara 6-9 hari (Depkes RI, 2005).
3. TOI (Turn Over Interval) :Tenggang perputaran TOI menurut Depkes RI
(2005) adalah rata-rata hari dimana tempat tidur tidak ditempati, dari
telah diisi ke saat terisi berikutnya. Indikator ini memberikan
gambaran tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur. Idealnya tempat
tidur kosong /tidak terisi pada kisaran 1-3 hari.
4. BTO (Bed Turn Over): Angka perputaran tempat tidur BTO menurut Huffman
(1994) adalah "...the net effect of changed in occupancy rate and
length of stay". BTO menurut Depkes RI (2005) adalah frekuensi
pemakaian tempat tidur pada satu periode, berapa kali tempat tidur
dipakai dalam satu satuan waktu tertentu. Idealnya dalam satu tahun,
satu tempat tidur rata-rata dipakai 40-50 kali.
5. NDR (Net Death Rate) : angka kematian bersihNDR menurut Depkes RI
(2005) adalah angka kematian 48 jam setelah dirawat untuk tiap-tiap
1000 penderita keluar. Indikator ini memberikan gambaran mutu
pelayanan di rumah sakit. Idealnya angka NDR adalah < 25 .
6. GDR (Gross Death Rate) : angka kematian kotor GDR menurut Depkes RI
(2005) adalah angka kematian umum untuk setiap 1000 penderita keluar.
Idealnya Angka GDR adalah < 45 .