IKTERUS NEONATORUM FISIOLOGIS
Micco Joshua Apriano P 10.2009.204 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510 Telp. (021) 56966593-4 Fax. (021) 5631731 Email :
[email protected]
A. Pendahuluan Kuning/ jaundice pada jaundice pada bayi baru lahir atau disebut dengan ikterus neonatorum neonatoru m merupakan warna kuning pada kulit dan bagian putih dari mata (sklera) pada beberapa hari setelah lahir yang disebabkan oleh penumpukan bilirubin. Gejala ini dapat terjadi antara 25%-50% pada seluruh bayi cukup bulan dan lebih tinggi lagi pada bayi prematur. Walaupun kuning pada bayi baru lahir merupakan keadaan yang relatif tidak berbahaya, tetap i pada usia inilah kadar bilirubin 1
yang tinggi dapat menjadi toksik dan berbahaya terhadap sistim saraf pusat bayi.
Angka kejadian Ikterus pada bayi sangat bervariasi di RSCM persentase ikterus neonatorum pada bayi cukup bulan sebesar 32,1% dan pada bayi kurang bulan sebesar 42,9%, sedangkan di Amerika Serikat sekitar 60% bayi menderita ikterus baru lahir menderita ikterus, lebih dari 50%. Bayi-bayi yang mengalami ikterus itu mencapai kadar bilirubin yang melebihi 10 mg. Ikterus terjadi apabila terdapat bililirubin dalam darah. Pada sebagian besar neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama dalam kehidupannya. Dikemukakan bahwa kejadian ikterus terdapat pada 60% bayi cukup bulan dan pada bayi 80% bayi kurang bulan. Ikterus dapat 1
bersifat patologik yang dapat menimbulkan gangguan yang menetap atau menyebabkan kematian. Sedangkan ikterus fisiologi yang normal terjadi pada neonatus. Dalam keadaan tersebut penatalaksanaan ikterus dilakukan sebaik-baiknya agar akibat buruk ikterus dapat dihindarkan. Ikterus yang ditemukan pada bayi baru lahir dapat merupakan suatu gejala fisiologis (terdapat pada 25-50% nonatus cukup bulan dan lebih tinggi lagi pada neonates kurang bulan) atau dapat merupakan hal yang patologis misalnya pada inkompatibilitas Rhesus dan 2
ABO, sepsis, galaktosemia, penyumbatan saluran empadu dan sebagainya. Dengan demikian, setiap bayi yang mengalami ikterus, harus dibedakan apakah ikterus yang terjadi merupakan keadaan fisiologis atau patologis serta dimonitor apakah mempunyai kecendrungan untuk 3
berkembang menjadi hiperbilirubinemia berat.
B. Definisi Ikterus adalah menguningnya sklera, kulit atau jaringan lain akibat penimbunan bilirubin dalam tubuh atau akumulasi bilirubin dalam darah lebih dari 5 mg/dl dalam 24 jam, yang menandakan terjadinya gangguan fungsional dari hepar, sistem biliary, atau sistem hematologi. Ikterus dapat terjadi baik karena peningkatan bilirubin indirek (unconjugated) dan direk (conjugated).
2
Ikterus pada neonatus dapat bersifat fisiologis dan patologis. Ikterus fisiologis
adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan atau mempunyai potensi menjadi kernicterus dan tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi. Ikterus patologis ialah ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut 2,3
hiperbilirubinemia.
C. Anamnesis Anamnesis adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara. Anamnesis dapat dilakukan langsung kepada pasien, yang disebut autoanamnesis, atau dilakukan terhadap orang tua, wali, orang yang dekat dengan pasien, atau sumber lain, disebut sebagai aloanamnesis. Termasuk didalam aloanamnesis adalah semua keterangan dokter yang merujuk, catatan rekam medik, dan semua keterangan yang diperoleh selain dari pasiennya sendiri. Oleh karena bayi dan sebagian besar anak belum dapat memberikan keterangan, maka dalam bidang kesehatan anak 2
aloanamnesis menduduki tempat yang jauh lebih penting dari pada autonamnesis. Yang perlu dilakukan pada anamnesis pada anak adlah sebagai berikut: a. Identitas Nama lengkap
Jenis kelamin
Tanggal lahir
Umur/ usia anak (Neonatus/ bayi, Balita/ prasekolah, Sekolah)
Nama orang tua
Umur orang tua
Alamat
pendidikan/ pekerjaan orang tua b. Riwayat penyakit -
Keluhan utama: Keluhan/ gejala yang menyebabkan pasien dibawa berobat Biasa datang dengan keluhan bayi kuning
-
-
-
-
-
Apakah ada usaha pengobatan sebelumnya dan hasilnya (macam obat dll) Perkembangan penyakit – gejala sisa/ cacat Riwayat penyakit pada anggota keluarga (anemia, pembesaran hepar dan limpa) Riwayat alergi Riwayat penyakit dahulu yang pernah diderita
c. Hal – hal yang perlu ditanyakan tentang keluhan / gejala -
-
-
-
-
-
-
Sejak kapan dan lama keluhan Mendadak, terus-menerus, sesaat Keluhan lokal: lokasi, menetap, pindah-pindah, menyebar Faktor pencetus yang mendahului keluhan Bertambah berat sebelum sakit dan sesudah sakit Warna feses bayi (kuning,pucat/dempul) Warna Urin berwarna gelap (coklat tua seperti air teh )
3
-
Keluhan penyerta: demam, mual, muntah, tidak mau menyusu, ada/ tidak dehidrasi
-
-
Bagaimana dengan pemberian ASI Riwayat Persalinan dan kehamilan dengan komplikasi (obat-obatan, ibu DM, gawat janin, malnutrisi intra uterin, infeksi intranatal)
-
-
Riwayat ikterus / terapi sinar / transfusi tukar pada bayi sebelumnya Riwayat inkompatibilitas darah
D. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik seperti biasa pada bayi juga dilakukan inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Pada abdomen: pemeriksaan auskultasi didahulukan (supaya tidak mengganggu pemeriksaan akibat palpasi 1. Bayi/ anak dibaringkan pada meja pemeriksaan dengan posisi kepala sebelah kiri dokter (pemeriksa di kanan pasien) 2. Posisi pasien yang nyaman 3. Bila pasien tidak mau berbaring, periksa dalam gendongan/ pangkuan dulu, atau dalam posisi duduk/ berdiri kemudian dibaringkan. a) Inspeksi
-
Inspeksi umum: dilihat anak secara umum apa ada perubahan
-
Inspeksi lokal: pemeriksaan setempat. (Warna kulit, lesi kulit, bentuk permukaan torak dan abdomen)
b) Palpasi Apakah ada benjolan atau masa pada abdomen, memeriksa adakah pembesaran hati:
-
Permukaan: licin/ benjol-benjol
-
Konsistensi: lunak, keras, kenyal
-
Tepi: tajam, tumpul
c) Auskultasi Mendengarkan Bising usus, denyut jantung, pernapasan
4
Secara klinis ikterus dapat dideteksi dari warna kulit yaitu pemucatan kulit dengan cara menekan kulit dengan jari, ketika bilirubin melebihi 5 mg/dL(85 mikromol/L). Ikterus dimulai dari wajah, kemudian menyebar ke abdomen dan kemudian ke ekstremitas. Jika terdapat pertanyaan mengenai keparahan ikterus, ukur k adar bilirubin dan plotkan pada diagram bilirubin , 4,5
sesuai dengan usia dalam jam.
Ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir atau beberapa hari kemudian. Amati ikterus pada siang hari dengan lampu sinar yang cukup. Ikterus akan terlihat lebih jelas dengan sinar lampu dan bisa tidak terlihat dengan penerangan yang kurang, terutama pada 4,5
neonatus yang kulitnya gelap.
4
Tabel 1. Derajat ikterus berdasarkan Kramer. Derajat ikterus
Perkiraan kadar
Daerah ikterus
bilirubin
I
Kepala dan leher
5,0 mg%
II
Sampai badan atas (di atas umbilikus)
9,0 mg%
Sampai III
badan
bawah
(di
bawah
umbilikus) hingga tungkai atas (di atas
11,4 mg/dl
lutut)
E.
IV
Sampai lengan, tungkai bawah lutut
12,4 mg/dl
V
Sampai telapak tangan dan kaki
16,0 mg/dl
Pemeriksaan Penunjang 3,7
Pemeriksaan penunjang diindikaskan jika Ikterus pada usia kurang dari 24 jam. Untuk ikterus yang muncul 24 jam sampai 2 minggu perlu dipantau kadar bilirubinnya agar mudah terdeteksi terjadinya ikterus berkepanjangan atau tidak.
5
1. COOMBS’ DIREK Pemeriksaan Coombs’ direk (antiglobulin) mendeteksi antibodi-anyibodi . Pemeriksaan Coombs’ positif menunjukan adanya antibodi pada sel-sel darah merah, tetapi pemeriksaan ini tidak mendeteksi antibodi yang ada. Masalah-masalah klinis:Positif (+1 sampai +4) : Eritroblastosis fetalis, anemia hemolitik (autoimun atau obat-obatan), reaksi 8
hemolitik transfusi (darah inkompatibel), leukemia< SLE. 2. Bilirubin
Dalam uji laboratorium, bilirubin diperiksa sebagai bilirubin total dan bilirubin direk. Sedangkan bilirubin indirek diperhitungkan dari selisih antara bilirubin total dan bilirubin direk. Hati bayi yang baru lahir belum berkembang sempurna sehingga jika kadar bilirubin yang ditemukan sangat tinggi. Kadar bilirubin (total) pada bayi baru lahir bisa mencapai 12 mg/dl; kadar yang menimbulkan kepanikan adalah > 15 mg/dl. Ikterik kerap nampak jika kadar bilirubin mencapai > 3 mg/dl. Bayi baru lahir: total : 1 – 12 mg/dl. 3. Golongan darah ABO, rhesus ibu dan bayi 4. Serum Albumin 5. Hitung darah lengkap 6. Pemeriksaan hitung retikulosit untuk melihat apakah bayi memproduksi sel darah merah yang baru 7.
Konsentrasi G6PD untuk melihat respon terhadap foto terapi kuran g
8. Urinalisis untuk mengetahui zat pereduksi (galaktosemia)
F. Diagnosis Kerja I kteru s fi siologi
Ikterus fisiologis merupakan masalah yang sering timbul pada bayi premature maupun bayi cukup bulan selama minggu pertama kehidupan yang frekuensinya pada bayi cukup bulan dan kurang bulan berturut-turut adalah 50-60% dan 80%. Ikterus fisiologis tidak disebabkan oleh 3
factor tunggal tetapi kombinasi dari berbagai factor yang berhubungan dengan bayi baru lahir.
Peningkatan bilirubin merupakan hasil dari produksi bilirubin dan early bilirubin yang lebih besar serta penurunan usia sel darah merah. Resirkulasi aktif bilirubin di enterohepatik, yang meningkatkan kadar serum bilitubin tidak terkonjugasi, disebabkan oleh penurunan bakteri flora normal, aktifitas -glukurodinase yang tinggi dan penurunan motilitas usus halus. Pada bayi 6
yang diberi minum lebih awal atau diberi minum lebih sering dan bayi dengan aspirasi mekonium atau pengeluran mekonium yang lebih awal cendrung mempunyai insiden rendah ikterus fisiologi. Pada bayi yang diberi susu formula cendrung mengeluarkan bilirubin lebih banyak dan pada mekoniumnya selama 3 hari pertama kehidupan dibandingan dengan yang mendapat ASI. Pada bayi yang mendapat ASI kadar bilirubinnya lebih rendah dan defekasinnya lebih sering. Bayi yang terlambat mengeluarkan mekonium lebih sering terjadi ikterus fisiologi. 3
Umumnya mencapai kadar puncaknya pada usia 2-5 hari, kemudian hilang,
Dalam keadaan normal, kadar bilirubin indirek dalam serum tali pusat adalah sebesar 1-3 mg/dl dan akan meningkat dengan kecepatan kurang dari 5 mg/dl/24 jam; dengan demikian ikterus baru terlihat pada hari ke 2-3, biasanya mencapai puncaknya antara hari ke 2-4, dengan kadar 5-6 mg/dl untuk selanjutnya menurun sampai kadarnya lebih rendah dari 2 mg/dl antara lain ke 5-7 kehidupan. Ikterus akibat perubahan ini dinamakan ikterus “fisiologis” dan diduga sebagai akibat hancurnya sel darah merah janin yang disertai pembatasan sementara pada konjugasi dan ekskresi bilirubin oleh hati. Diagnosis ikterus fisiologik pada bayi aterm atau preterm, dapat ditegakkan dengan menyingkirkan penyebab ikterus berdasarkan anamnesis dan penemuan klinik dan laboratorium. Ikterus Fisiologis memiliki karakteristik sebagai berikut:
8
Timbul pada hari kedua – ketiga
Kadar bilirubin indirek setelah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg % pada neonatus cukup bulan dan 10 mg % per hari pada kurang bulan
Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg % perhari
Kadar bilirubin direk kurang dari 1 mg %
Ikterus hilang pada 10 hari pertama
Tidak mempunyai dasar patologis
7
G. Gejala klinis Ikterus fisiologis dapat ditemukan ikterik pada bayi setelah 24 jam dan mencapai puncaknya pada hari ke 5 setelah itu menghilang. Secara klinis terlihat pemucatan warna kulit dengan cara menekan kulit dengan jari ataupun kekuning-kuningan, Terlihat kuning pada bagian putih bola mata si bayi, tidak ada bukti infeksi atau patologis. Pada ikterus fisiologi bayi masih terlihat masih aktif dan mau menyusui. Pada ikterus patologis Urin berwarna gelap (coklat tua seperti air teh), kuning timbul dan terlihat dalam waktu kurang dari 24 jam setelah bayi lahir, Tubuh menguning berkepanjangan lebih dari satu minggu. Fesesnya tidak kuning, melainkan pucat (putih kecoklatan seperti dempul), memar, peteqie, bukti adanya infeksi, hepatosplenomegali, dehidrasi dan penurunan berat badan.
H. Diagnosis Banding I kterus patologis
Ikterus yang terjadi < 24 jam kelahiran ataupun ikterus yang berkepanjangan yang terjadi diatas usia 3 minggu kelahiran. 7
Keadaan dibawah ini merupakan petunjuk untuk dilakukan tindakan lebih lanjut: 1. Ikterus terjadi sebelum umur 24 jam 2. Peningkatan kadar bilirubin total serum . 0,5 mg/dL/jam
3. Adanya tanda-tanda penyakit yang mendasari ( muntah, malas menyusu, penurunan berat badan, apnea, takipnea, suhu tubuh tidak stabil 4. Ikterus bertahan setelah 8 hari pada bayi cukup bulan atau 14 hari pada bayi kurang bulan. Breastfeeding jaundice, dapat terjadi pada bayi yang mendapat air susu ibu (ASI) eksklusif. Terjadi akibat kekurangan ASI yang biasanya timbul pada hari kedua atau ketiga pada waktu 1
ASI belum banyak dan biasanya tidak memerlukan pengobatan.
Ikterus akibat ASI(breast milk jaundice) Umum dijumpai. Bilirubin tak terkonjugasi. Bergantung dengan kemampuan bayi mengubah bilirubin indirek. Pemberian ASI tetap harus dilanjutkan. Akan dieksaserbasi oleh dehidrasi 8
akibat kegagalan untuk memberikan ASI atau pemberian susu yang tidak adekuat. Berlanjut hingga usia diatas 2 minggu pada 15% kasus. Pada sebagian bayi yang mendapat ASI eksklusif, dapat terjadi ikterus yang yang berkepanjangan. Hal ini dapat terjadi karena adanya faktor tertentu dalam ASI yang diduga meningkatkan absorbsi bilirubin di usus halus. Bila tidak ditemukan faktor risiko lain, ibu tidak perlu khawatir, ASI tidak perlu dihentikan dan frekuensi ditambah. Apabila keadaan umum bayi baik, aktif, minum kuat, tidak ada tata 7
laksana khusus meskipun ada peningkatan kadar bilirubin.
Sepsis Sebagian kecil bayi yang tampak ikterik saat lahir, menderita suatu infeksi kongenital yang dapat melewati plasenta dan mungkin dapat menyebabkan kerusakan serius pada janin. Infeksi kongenital tersebut adalah toksoplasmosis, rubella, cytomegalovirus, virus herpes, dan sifilis. Ikterus akibat infeksi kongenital ini biasanya merupakan gabungan bilirubin tak terkonjugasi dan bilirubin terkonjugasi. Bayi memperlihatkan tanda-tanda infeksi lainnya yang abnormal. Bayi-bayi baru lahir sangatlah rentan terhadap sepsis bakterial(infeksi sistemik dengan kultur darah ataupun kultur sentral lainnya yang positif). Sepsis onsetdini(early-onset sepsis, EOS): <72 jam setelah kelahiran. Definisi ini berkisar dari 24 jam sampai 6 hari, namun paling banyak terjadi dalam 72 jam setelah kelahiran. Kondisi ini disebabkan oleh pajanan vertikal ke jumlah bakteri yang tinggi selama kelahiran dan jumlah antibodi pelindung yang sedikit. Sepsis onset-lambat:>72 jam setelah kelahiran. Organisme 7,9
biasanya didapat melalui transmisi nosokomial dari orang ke orang.
Inkompatibilitas ABO dan penyakit Rhesus. Golongan darah ibu O, golongan darah bayi A atau B. IgG antihemolisin maternal melewati plasenta dan menyebabkan hemolisis pada bayi, pemeriksaan antibodi direk(DAT atau tes Coombs) positif(namun hasil yang positif merupakan prediktor buruk bahwa bayi akan mengalami ikterus-hanya 10% yang membutuhkan fototerapi), kakak kandungnya mungkin juga terkena, kurang berat dibandingkan penyakit Rhesus, onset setelah kelahiran, hemolisis dengan anemia dapat berkembang selama beberapa minggu pertama kehidupan dan hal ini membutuhkan tindak lanjut untuk pemantauan anemia. Penyakit Rhesus adalah keadaan bentuk penyakit hemolitik yang paling berat dan berawal in utero. Saat lahir, bayi mungkin mengalami anemia, hidrops, ikterus, dan hepatosplenomegali. Biasanya teridentifikasi pada 9
skrining antenatal, kini keadaan ini tidak umum ditemukan akibat adanya profilaksis, antibodi Duffy dan Kell dan golongan darah lainnya dapat timbul, namun tidak terlalu 7
benar.
Percepatan destruksi sel darah merah pada janin dan neonatus paling sering disebabkan oleh inkompatibilitas golongan darah Rh dan ABO dengan golongan darah ibu (eritoblastosis fetalis). Konsentrasi bilirubin serum hanya sedikit meningkat di darah tali pusat bayi yang 10
terkena, tetapi dapat meningkat pesat setelah p emisahan plasenta saat persalinan.
Hepatitis B. Hepatitis merupakan radang pada hepar yang bisa disebabkan oleh virus hepatitis A, B, C, D, E,dan G. Hepatitis dapat didiagnosa terutama melalui pemeriksaan serologi. Pada bayi baru lahir, hepaitits terutama disebabkan oleh HBV. HBV spesifik menginfeksi hati karena reseptor spesifik untuk virus terdapat pada membrana sel hepatosit yang memudahkan 7
masuknya virus dan faktor transkripsi hanya ada dalam sel hati.
Hemolisis Akibat defisiensi suatu enzim sel darah merah. Banyak bayi bangsa Negro dan Asia yang realtif kekurangan glukosa-6-fosfat dehidrogenase. Hal ini dapat diketahui dengan skrining. Mereka yang terkena harus menghindari sejumlah obat yang dapat mempresipitasi terjadinya hemolisis. Akhirnya, kelainan bentuk sel darah merah seperti sferositosis dapat 8
mengakibatkan peningkatan fragilitas osmotic dan hemolisis.
I. Epidemiologi Di Amerika Serikat, dari 4 juta bayi yang lahir setiap tahunnya, sekitar 65% mengalami ikterus. Di Indonesia, didapatkan data ikterus neonatorum dari beberapa rumah sakit pendidikan. Sebuah studi cross-sectional yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Rujukan Nasional Cipto Mangunkusumo selama tahun 2003, menemukan prevalensi ikterus pada bayi baru lahir sebesar 58% untuk kadar bilirubin di atas 5 mg/dL dan 29,3% dengan kadar bilirubin di atas 12 mg/dL pada minggu pertama kehidupan. RS Dr. Sardjito melaporkan sebanyak 85% bayi cukup bulan sehat mempunyai kadar bilirubin di atas 5 mg/dL dan 23,8% memiliki kadar bilirubin di atas 13 mg/dL. Pemeriksaan dilakukan pada hari 0, 3 dan 5. Dengan pemeriksaan kadar bilirubin
10
setiap hari, didapatkan ikterus dan hiperbilirubinemia terjadi pada 82% dan 18,6% bayi cukup bulan. Sedangkan pada bayi kurang bulan, dilaporkan ikterus dan hiperbilirubinemia ditemukan pada 95% dan 56% bayi. Tahun 2003 terdapat sebanyak 128 kematian neonatal (8,5%) dari 1509 neonatus yang dirawat dengan 24% kematian terkait hiperbilirubinemia. Data yang agak berbeda didapatkan dari RS Dr. Kariadi Semarang, di mana insidens ikterus pada tahun 2003 hanya sebesar 13,7%, 78% di antaranya merupakan ikterus fisiologis dan sisanya ikterus patologis. Angka kematian terkait hiperbilirubinemia sebesar 13,1%. Didapatkan juga data insidens ikterus pada bayi cukup bulan sebesar 12,0% dan bayi kurang bulan 22,8%.
J. Etiologi Bilirubin pada neonatus meningkat akibat terjadinya pemecahan eritrosit. Bilirubin mulai meningkat secara normal setelah 24 jam, dan puncaknya pada hari ke 3-5. Setelah itu perlahanlahan akan menurun mendekati nilai normal dalam beberapa minggu. Jenis bilirubin yang menyebabkan pewarnaan kuning pada ikterus disebut bilirubin tidak terkonjugasi, merupakan jenis yang tidak mudah dibuang dari tubuh bayi. Hati bayi akan mengubah bilirubin ini menjadi bilirubin terkonjugasi yang lebih mudah dibuang oleh tubuh. Hati bayi baru lahir masih belum matang sehingga masih belum mampu untuk melakukan pengubahan ini dengan baik sehingga akan terjadi peningkatan kadar bilirubin dalam darah yang ditandai sebagai pewarnaan kuning pada kulit bayi. 3
Adapun faktor yang berhubungan dengan ikterus fisiologi:
1. Peningkatan produksi bilirubin yang disebabkan peningkatan sel darah merah, penurunan umur sel darah merah 2. Peningkatan resirkulasi melalui enterohepatik shunt yang disebabkan peningkatan aktifitas β-glukoronidase tidak adanya flora bakteri, dan pengeluraan mekonium yang terlambat
11
K. Metabolisme bilirubin 1. Pembentukan bilirubin Bilirubin adalah pigmen Kristal berwarna jingga ikterus merupakan bentuk akhir dari pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi oksidasi-reduksi. Langkah oksidasi yang pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan enzim hemeoksigenase. Pada reaksi tersebut terbenyuk besi yang digunakan kembali untuk pembentukan hemoglobin dan karbon monoksida (CO) yang diekskresikan ke dalam paru. Biliverdin kemudian akan direduksi menjadi bilirubin oleh enzim biliverdin reduktase. Biliverdin larut dalam air dan cepat akan diubah menjadi bilirubin melalaui reaksi bilirubin reduktase. Bayi baru lahir akan memproduksi 8-10 mg/kgBB/hari, sedangkan orang dewasa sekitar 3-4 mg/kgBB/hari. Peningkatan bilirubin pada bayi baru lahir disebabkan oleh peningkatan massa eritrosit (hematokrit lebih tinggi) dan pemendekan rentang usia eritrosit 70-90 hari, dibandingkan dengan 120 hari rentang usia eritrosit dewasa.
3,4
2. Transport Pembentukan bilirubin yang terjadi di retikuloendotelia, selanjutnya dilepaskan ke sirkulasi yang akan berikatan dengan albumin. Bilirubin yang terikat pada albmin akan ditransportasi ke sel hepar. 3. Konjugasi Dalam sel hepar bilirubin kemudian dikonjugasi menjadi bilirubin diglukosonide. Walaupun ada sebagian kecil dalam bentuk monoglukoronide. Glukoronil transferase merubah bentuk monoglukoronide menjadi diglukoronide. Pertama-tama yaitu uridin di fosfat glukoronide transferase (UDPG : T) yang mengkatalisasi pembentukan bilirubin monoglukoronide. Sintesis dan ekskresi diglokoronode terjadi di membran kanilikulus. Isomer bilirubin yang dapat membentuk ikatan hidrogen seperti bilirubin natural IX dapat diekskresikan langsung kedalam empedu tanpa konjugasi. Misalnya isomer yang terjadi sesudah terapi sinar (isomer foto). 4. Ekskresi Sesudah konjugasi bilirubin ini menjadi bilirubin direk yang larut dalam air dan di ekskresi dengan cepat ke sistem empedu kemudian ke usus. Dalam usus bilirubin direk
12
ini tidak diabsorpsi; sebagian kecil bilirubin direk dihidrolisis menjadi bilirubin indirek dan direabsorpsi. Siklus ini disebut siklus enterohepatis. Pada neonatus karena aktivitas enzim B glukoronidase yang meningkat, bilirubin direk banyak yang tidak dirubah menjadi urobilin. Jumlah bilirubin yang terhidrolisa menjadi bilirubin indirek meningkat dan tereabsorpsi sehingga siklus enterohepatis pun meningkat.
L. Patofisologi Penyakit hemolitik bayi baru lahir merupakan penyebab umum ikterus neonatus. Meskipun demikian, karena imaturitas metabolisme bilirubin, banyak bayi baru lahir menjadi ikterus tanpa adanya hemolisis. Bilirubin dihasilkan pada katabolisme hemoglobin dalam sistem retikuloendotelial. Cincin tetrapirol heme dipecah oleh heme oksigenase membentuk biliverdin dan karbon monoksida dengan jumlah yang sama. Karena tidak ada sumber biologis lain untuk karbon monoksida, ekskresi gas ini secara stoikiometrik identik dengan produksi bilirubin oleh biliverdin reduktase. Satu gram hemoglobin menghasilkan 35 mg bilirubin. Sumber bilirubin selain dari hemoglobin dalam sirkulasi mewakili 20% produksi bilirubin; sumber ini meliputi produksi hemoglobin inefisien dan lisis sel prekursor dalam sumsum tulang. Dibandingkan dengan dewasa, bayi baru lahir mempunyai kecepatan produksi bilirubin dua sampai tiga kali lebih besar. Ini sebagian disebabkan oleh peningkatan massa eritrosit (hematokrit lebih tinggi) dan pemendekan rentang usia eritrosit 70-90 hari, dibandingkan dengan 120 hari rentang usia eritrosit dewasa.
3,4
13
M.Penatalaksanaan Dasarnya bayi yang mengalami ikterus fisiologis, tidak berbahaya dan tidak diperlukan pengobatan khusus, kondisi tersebut akan hilang dengan sendirinya. Namun pada ikterus yang patologis prinsip pengobatan warna kekuningan pada bayi baru lahir adalah menghilangkan penyebabnya. Tujuan utama penatalaksanaan ikterus neonatal adalah untuk mengendalikan agar kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat menimbulkan kernikterus/ensefalopati biliaris, dengan mengusahakan agar konjugasi bilirubin dapat lebih cepat berlangsung. Pada penanganan yang terutama dapat dilakukan untuk memulihkan penyakit ikterus neonatorum yaitu terapi sinar dan tranfusi tukar.
9,10 ,
Penanganan saat dirumah berikan ASI yang cukup (8-12 kali sehari) Sinar matahari dapat membantu memecah bilirubin sehingga lebih mudah diproses oleh hati. Tempatkan bayi dekat dengan jendela terbuka untuk mendapat matahari pagi antara jam 7-8 pagi agar bayi tidak kepanasan, atur posisi kepala agar wajah tidak menghadap matahari langsung. Lakukan penyinaran selama 30 menit, 15 menit terlentang dan 15 menit tengkurap. Usahakan kontak sinar dengan kulit seluas mungkin, oleh karena itu bayi tidak memakai pakaian (telanjang) tetapi hati1
hati jangan sampai kedinginan.
N. Pencegahan
3
Primer
a) Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya paling sedikit sekitar 8-12 kali perhari untuk beberapa hari pertama b) Tidak memberikan cairan tambahan rutin seperti air atau formula pengganti pada bayi yang mendapat ASI dan sedang tidak mengalami dehidrasi.
3
Skunder
a) Saat hami periksa golongan darah ABO dan rhesus serta penyaringan serum antibodi isoimun yang tidak biasa, bila golongan darah ibu tidak deketahui atau Rh(-) dilakukan pemeriksaan Antibodi direk (Tes combs), golongan darah dan tipe darah tali pusat bayi b) Secara rutin memonitor terhadap timbulnya ikterus dan menetapkan penilaian terhadap ikterus yang dinilai saat memeriksa tanda -tanda vital
14
c) Menghindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi pada masa kehamilan dan kelahiran, misalnya sulfafurazole, novobiosin, oksitosin dan lainlain.
O. Prognosis Prognosis pada bayi yang mengalami ikterus fisiologi adalah baik.
P. Kesimpulan Dari pembahasan diatas dan kaitannya dengan skenario, Pada bayi yang tampak kuning dalam rentang waktu 24 jam – 5 hari setelah lahir dapat disimpulkan mengalami ikterus fisiologi. Ini hal normal yang terjadi pada neonatus dan tidak diperlukan pengobatan khusus.
15
Daftar Pustaka 1
Tjipta GD. Kuning pada bayi baru lahir. Medan: Divisi Perinatologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU; 2012.
2
Staf Ilmu Penyakit Anak Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala BLU. Ikterus neonatorum. Banda Aceh: Bagian Ilmu Penyakit Anak Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala BLU; 2010.
3
IDAI. Buku ajar neonatologi. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2008.h. 147-59.
4
Hassan R, Alatas H, editors. Ilmu kesehatan anak. Jilid ke-2. Jakarta: Fakultas Kedokteran UI; 2007.h.519-22; 1101-23.
5
Hidayat AAA. Pengantar ilmu kesehatan anak. Jakarta: Salemba Medika; 2008.h.66.
6
Suresh GK, Clark RE. Cost-effectiveness of strategies that are intended to prevent kernicterus in newborn infants. Pediatrics. 2004.p.114;917-24.
7
Lissauer T, Fanaroff AA. At a glance neonatologi. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2009.h.96109.
8
Hull D., Johnston D.I. Dasar-dasar pediatri. Edisi ke-3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2008.h.61-4;168-70.
9
Yusna D, Hartanto h, editors. Dasar-dasar pediatri. Edisi ke-3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2008.h.62. th
10 Appleton, Lange. Rudolph’s pediatrics. 20 ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007.h.1249-52.
16