1. LATAR BELAKANG Reformasi di Indonesia yang telah berlangsung selama hampir 15 tahun lamanya telah membawa banyak perubahan dalam demokrasi di Indonesia. Proses yang dialami Indonesia mulai sejak diterapkannya demokrasi parlementer, demokrasi terpimpin, sampai kepada demokrasi pancasila merupakan suatu perjalanan dalam rangka mencapai demokratisasi yang ideal bagi bangsa Indonesia . Demokrasi menurut asal katanya berarti rakyat berkuasa atau government by the people (kata Yunani, demos berarti rakyat, kratos/kratein berarti kekuasaan). 1 Maka dalam pemerintahan demokrasi, rakyat memiliki peranan penting di dalam urusan negara. Hal ini memberikan suatu keleluasaan bagi rakyat Indonesia untuk memberikan partisipasinya dalam kegiatan politik. Seperti terwujud dalam UUD 1945 pasal 28, bahwa “kemerdekaan berserikat dan berkumpul mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagaimana ditetapkan oleh Undang – Undang.” – Undang.”2 Artinya negara menjamin hak kolektifitas (hak bersama-sama) dalam melakukan kegiatan kolektif termasuk kegiatan politik. Namun pada kenyataannya untuk mencapai suatu negara yang demokratis, masih terasa tidak mudah untuk diwujudkan di Indonesia, dimana demokrasi menuntut banyak aspek untuk mencapai suatu demokrasi yang ideal bagi suatu bangsa. Kriteria untuk mencapai suatu pemerintahan yang demokratis dan ideal selalu menuntut berbagai hal. Salah satu yang menjadi indikator suatu pemerintahan yang demokratis mampu kita lihat dari partisipasi politik masyarakat tersebut. Partisipasi politik adalah keikutsertaan warga negara biasa dalam menentukan segala keputusan yang menyangkut atau mempengaruhi kehidupannya. 3 Partisipasi politik masyarakat adalah aspek penting dari demokratisasi di dalam sebuah negara, dimana unsur demokrasi ditentukan oleh
1
Miriam Budiarjo, Dasar – Dasar Ilmu Politik , Jakarta:PT.Gramedia Pustaka Umum, 2008, hal 105. Perpustakaan Nasional; UUD 1945 Negara Republik Indonesia Dalam Satu Naskah (Amandemen I-IV),Jakarta ;Pustaka Nasional, 2010.Hal.26 3 Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, Jakarta : Gramedia Widya Sarana, 1992. Hal.140 2
1
bagaimana kesadaran dari warga negara untuk berpartisipasi di dalam politik dan pemerintahan. Hal ini menjadi suatu yang penting penti ng di dalam konteks pemerintahan demokrasi karena rakyat sebagai pemegang kedaulatan dalam pemerintahan adalah aktor yang paling mengetahui apa yang dibutuhkan bagi dirinya. Kesadaran inilah yang perlu diwujudkan dalam rangka mewujudkan partisipasi politik untuk mempengaruhi kebijakan dalam pemerintahan. Partisipasi berhubungan dengan kepentingan-kepentingan masyarakat, sehingga apa yang dilakukan rakyat dalam partisipasi politiknya menunjukkan derajat kepentingan mereka. Kepentingan-kepentingan masyarakat tersebut dipengaruhi oleh sikap politik masyarakat, dimana sikap politik merupakan reaksi terhadap objek tertentu yang bersifat politik, sebagai hasil penghayatan terhadap objek tertentu. Dengan munculnya sikap politik tertentu akan dapat diperkirakan perilaku politik apa yang sekiranya akan muncul.
4
Misalnya,
ketidaksetujuan terhadap kebijakan pemerintah menaikkan pajak merupakan suatu sikap politik. Dengan adanya ketidaksetujuan tersebut, perilaku yang diperkirakan akan muncul adalah pernyataan keberatan, protes, ataupun unjuk rasa. Perilaku politik merupakan hasil dari manifestasi sikap politik. Salah satu faktor yang mempengaruhi sikap politik masayarakat adalah tingkat status sosial ekonominya. Di samping faktor tersebut adapun faktor-faktor lain yang mempengaruhi, diantaranya adalah faktor komunikasi politik, tingkat kesadaran politik,tingkat pengetahuan masyarakat terhadap proses pengambilan keputusan, kontrol masyarakat terhadap kebijakan publik, lingkungan, dan nilai budaya. Status sosial ekonomi ialah kedudukan seseorang warga negara dalam pelapisan sosial yang disebabkan kekayaan. Dengan status sosial ekonomi yang tinggi diperkirakan seseorang akan memiliki tingkat pengetahuan politik, minat dan perhatian pada politik, serta sikap dan kepercayaan yang tinggi pada pemerintah. Status sosial ekonomi 4
Sudjino, Sastroatmodjo, Perilaku Politik:IKIP Semarang Press, 1995.Hal.4.
2
memiliki pengaruh dalam membentuk sikap politik yang mendorong pandangan perilaku politik seseorang.5 Pada gilirannya perilaku politik akan menentukan bagaimana tindakantindakan masyarakat tersebut. Tindakan-tindakan masyarakat itulah yang disebut dengan partisipasi politik. Maka, berangkat dari status sosial ekonomi yang mempengaruhi sikap politik masyarakat dapat diambil suatu kesimpulan bahwa, bila status sosial ekonomi masyarakat tinggi akan berkorelasi positif terhadap partisipasi politik masyarakat tersebut. Seperti diungkapkan dalam penelitian oleh Frank Linderfeld menemukan bahwa faktor utama yang mendorong orang untuk berpartisipasi dalam kehidupan politik adalah kepuasan finansial. Dalam studinya ia juga mengemukakan bahwa status sosial ekonomi yang rendah menyebabkan seseorang merasa teralienasi dari kehidupan politik, dan orang yang bersangkutan pun akan menjadi apatis. Hal ini tidak terjadi dengan orang yang memiliki kemapanan ekonomi. 6 Sebaliknya, dalam penelitian yang dilakukan oleh Lipset dan Deustch di Amerika Serikat dengan kajian perilaku warga negara dalam pemilihan umum ditemukan suatu pola bahwa pendapatan, pendidikan, dan status sosial merupakan faktor penting dalam proses partisipasi. Dengan kata lain, tingkat pendapatan yang tinggi, pendidikan yang tinggi, dan status sosial yang tinggi, cenderung memepengaruhi tingginya partisipasi politik masyarakat tersebut.7 Pemilihan kepala daerah merupakan rekruitmen politik yaitu penyeleksian rakyat terhadap tokoh-tokoh yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah, baik Gubernur/Wakil Gubernur maupun Bupati/Wakil Bupati atau Walikota/Wakil Walikota. 8 Pemilihan kepala daerah merupakan bentuk dari partisipasi politik yang memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk dapat ambil bagian dalam menentukan wakil-wakil mereka yang akan 5
Ramlan, Surbakti, Op Cit., hal.232. Rafael Raga Maran, Pengantar Sosiologi Politik , (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), hal. 156. 7 Miriam, Budiarjo, Op Cit., hal.9 8 Joko J. Prihatmoko, Pemilihan Kepala Daerah Langsung, (Filosofi, Sistem dan Problema Penerapan di Indonesia), Yogyakarta, Pustaka Pelajar,2005, hal.203 6
3
melaksanakan fungsi pemerintahan. Bila partisipasi politik bertujuan untuk mencapai kepentingan dan tujuan masyarakat maka Pilkada sendiri juga hendaknya menjadi wadah yang mampu menampung partisipasi politik masyarakat agar tercapainya kepentingan dan tujuan masyarakat tadi. Bermaknanya Pilkada dalam rangka sebagai wadah partisipasi politik masyarakat menjadi indikator demokratisnya suatu bangsa. Pilkada SUMUT 2013 telah berlangsung 7 Maret 2013. Hasil rekapiltulasi KPU menunjukkan bahwa tingkat partisipasi pemilih sebesar 48,50 persen, dan yang tidak ikut memilih atau golput mencapai 51,50 persen. 9 Dengan tingkat partisipasi pemilih yang belum mencapai lebih dari 50% maka rendahnya partisipasi politik di SUMUT menunjukkan bahwa PILKADA SUMUT 2013 belum mampu menjadi wadah bagi masyarakat untuk mengaspirasikan kepentingan mereka. Namun disamping rendahnya tingkat partisipasi politik tersebut banyak faktor yang mempengaruhi sehingga partisipasi politik belum mencapai seperti yang diharapkan. Sebab tindakan-tindakan politik masyarakat dipengaruhi oleh motifmotif politik yang terbentuk dalam menyuarakan hak pilihnya. 10 Sebagaimana yang telah diuraikan di atas bahwa faktor yang mempengaruhi partisipasi politik masyarakat salah satunya adalah tingkat status ekonomi masyarakat tersebut. Maka dengan rendahnya tingkat partisipasi politik maysarakat di SUMUT, apakah faktor yang mempengaruhi rendahnya tingkat partisipasi politik di SUMUT disebabkan oleh rendahnya tingkat ekonomi? Untuk itulah penelitian ini akan menjadi studi yang membuktikan apakah ada hubungan tingkat ekonomi terhadap partisipasi politik masyarakat? Dalam studi ini, peneliti mengambil salah satu objek penelitian yang berada di Lingkungan V Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan. Daerah ini merupakan daerah dengan rata-rata masyarakatnya adalah tingkat ekonomi menengah ke bawah. Seperti kita ketahui 9
http://news.detik.com/read/2013/03/15/203521/2195547/10/tingkat-golput-dalam-pilgub-sumut-lebih-dari50-persen 10 Sudjino, Sastroatmodjo, Op Cit.,hal.82
4
juga bahwa daerah yang timpang secara ekonomi juga daerah yang sarat dengan tujuantujuaan politik demi kepentingan daerah tersebut. Maka berdasarkan atas pemaparan yang telah diuraikan di atas, peneliti mengangkat permasalahn penelitian ini dengan judul : Hubungan Tingkat Ekonomi Terhadap Partisipasi Politik Pada PILKADA SUMUT 2013 di Lingkungan V Kelurahan Bagan Deli Kecamatan
Medan Belawan”.
2. Perumusan Masalah Masalah merupakan kesenjangan antara harapan dan kenyataan. 11 Berdasarakan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, peneliti mengangkat objek penelltian yang berlokasi di daerah Lingkungan V Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan untuk membuktikan apakah ada hubungan tingkat ekonomi berkorelasi dengan partisipasi politik masyarakat. Daerah tersebut merupakan daerah yang mayoritas dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah. Hal ini berdasarkan sumber yang diperoleh dari data kelurahan bahwa jumlah masyarakat di daerah masih berada di kategori masyarakat “prasejahtera” (keluarga yang belum dapat memenuhi salah satu atau lebih dari kebutuhan dasarnya, seperti kebutuhan akan pengajaran agama, pangan, papan, sandang, ataupun kesehatan) adalah lebih dari 50 % jumlah masyarakat disana.
12
Salah satu faktor penyebabnya adalah sumber terbesar
matapencaharian masyarakat Kelurahan Bagan Deli adalah nelayan dan buruh nelayan, dimana penghasilan yang diperoleh dari hasil perikanan tidaklah menentu dan sangat ditentukan oleh kondisi alam. Tingkat partisipasi politik masyarakat di daerah Lingkungan V sendiri tercatat bahwa hanya 36 % dari jumlah pemilih tetap yang memberikan hak suaranya pada PILKADA
11 12
Consuelo, G. Sevilla, Pengantar Metode Penelitian, Jakarta: UI-Press,1993, hal.3. Anonim 1, Data Kelurahan Bagan Deli, Medan, 2013
5
SUMUT 2013.
13
Apakah hubungan tingkat ekonomi mempengaruhi partisipasi politik
masyarakat di daerah tersebut? Untuk itulah, berdasarkan permasalahan ini, peneliti merumuskan masalah pada penelitian ini sebagai berikut : “ apakah ada hubungan tingkat ekonomi terhadap partisipasi politik masyarakat di Lingkungan V Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan?”
3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 3.1 Tujuan Penelitian
Untuk memberi kegunaan dari penelitian ini, dimana penulis membuat suatu tujuan dari penelitian ini yang tentunya adalah untuk menjawab dari rumusan masalah di atas yaitu: a. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh tingkat status sosial ekonomi masyarakat terhadap partisipasi politik masyarakat di Lingkungan V Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan pada PILKADA SUMUT 2013. b. Untuk mengetahui masalah partisipasi politik masyarakat di Lingkungan V Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan pada PILKADA SUMUT 2013. 3.2 Manfaat Penelitian
1. Bagi institusi, hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi referensi di bidang ilmu politik dan dapat memberikan informasi mengenai perilaku pemilih masyarakat, 2. Bagi masyarakat, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai macam – macam perilaku pemilih pada saat kegiatan politik (Pilkada).
13
Anonim 2, Data Kelurahan Bagan Deli, Medan, 2013
6
3. Bagi peneliti, sebagai penelitian dan memperluas khasanah dan pengetahuan di bidang ilmu politik, khususnya mengenai perilaku pemilih masyarakat dalam pemilihan kepala daerah.
4 Kerangka Teori 4.1 Pengertian Ekonomi
Di dalam struktur sosial kemasyarakatan banyak terdapat ukuran – ukuran di dalam pelapisan-pelapisan yang terjadi di dalam masyarakat tersebut yang lebih dikenal dengan istilah stratifikasi sosial. Diantaranya adalah pelapisan yang terjadi karena kekayaan seseorang yang lebih dikenal dengan sebutan tingkat ekonomi. Ekonomi sendiri adalah sebuah cabang ilmu sosial yang berobjek pada individu dan masyarakat, secara estimologis dapat diartikan ekonomi teridiri dari dua suku kata bahasa Yunani yaitu, oikos dan nomos yang berarti tata laksana rumah tangga.14 Untuk melihat defenisi ekonomi sendiri secara utuh yang dijelaskan oleh Rosyidi, ilmu ekonomi adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan yang berdaya upaya untuk memberikan pengetahuan dan pengertian tentang gejala-gejala masyarakat yang timbul karena perbuatan manusia dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhannya atau untuk mencapai kemakmuran. 15 Dari defenisi tersebut dapat dikatakan bahwa ekonomi secara umum mengkaji mengenai pemenuhan kebutuhan manusia dan kemakmuran manusia. Dua hal pokok dari permasalahan ekonomi tersebut yaitu kebutuhan dan pencapaian kemakmuran merupakan salah satu dasar di dalam pelapisan sosial masyarakat bila dihubungkan dengan permasalahan mikro tingkat ekonomi masyarakat, dengan kata lain semakin makmur seseorang dan semakin mampu untuk memenuhi 14
Suherman Rosyidi, Pengantar Teori Ekonomi Pendekatan kepada Teori Ekonomi Mikro dan Makro , Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada,1996, hal.5. 15 Ibid, hal.7
7
kebutuhannya maka semakin tinggi pula tingkat ekonomi seseorang di dalam struktur sosial kemasyarakatan. Selanjutnya, kita dapat melihat defenisi yang diungkap Silk, dimana ilmu ekonomi adalah suatu studi tentang kekayaan dan merupakan suatu bagian yang penting daripada studi tentang manusia. Hal ini disebabkan karena sifat manusia yang telah dibentuk oleh kerjanya sehari-hari, serta sumber-sumber material yang mereka dapatkan. 16 Dari defenisi di atas, terdapat satu unsur yaitu kekayaan yang menjadi ukuran di dalam studi tentang ekonomi tersebut dimana unsur kekayaan dan sumber-sumbernya merupakan akses di dalam pemenuhan tingkatan kebutuhan manusia. Dengan kekayaan maka pemenuhan kebutuhan akan tercapai di mana semakin kaya seseorang maka akan semakin tinggi kemampuannya untuk memenuhi tingkatan kebutuhannya. Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa ekonomi adalah studi tentang individu dan masyarakat yang mengkaji tentang pemenuhan kebutuhan individu dan masyarakat yang terdiri dari berbagai hierarkis kebutuhan dan keinginan masyaraakat, dimana konsep dari uraian di atas menghasilkan beberapa unsur untuk mendukung konsep tersebut namun kesemuanya itu apabila ditelaah tetap mengacu pada satu konsep yaitu kemampuan akses terhadap pemenuhan tingkat-tingkat kebutuhan dan keinginan manusia yang bermuara kepada kemakmuran seseorang, kemampuan akses tersebut diwujudkan melalui pendapatan seseorang dan kekayaannya yang bertujuan untuk pemenuhan berbagai tingkatan kebutuhan dan keinginannya tersebut. Aspek-aspek yang mendukung pemenuhan kebutuhan tersebut tergolong dalam unsur indikator penentuan tingkatan ekonomi ses eorang.
16
Ibid, hal.27
8
4.2 Status Sosial Ekonomi
Di dalam melakukan pemisahan atau penentuan tingkatan-tingkatan atau pelapisan status ekonomi seseorang di dalam masyarakat tidak terlepas dari konsep sosiologis tentang terjadinya stratifikasi (pengelompokan) sosial di dalam masyarakat. Konsep ini diperlukan dalam penelitian ini, dimana konsep ini menjelaskan tetang dasar terjadinya tingkatantingkatan atau lapisan-lapisan di dalam kehidupan masyarakat. Pengertian stratifikasi sosial itu adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (hierarkis). Perwujudannya adalah kelas tinggi dan kelas rendah yang terdiri dari berbagai dasar bentuk indikator dalam penentuan kelas tinggi dan rendah tersebut.17 Stratifikasi sosial selalu terdapat di dalam sebuah masyarakat di manapun masyarakat itu berada, artinya setiap masyarakat selalu terdiri dari tingkatan atau pelapisan pelapisan di dalam struktur masyarakat itu sendiri yang menentukan posisi atau kedudukan individu di dalam masyarakat tersebut, yang didasarkan atas adanya sesuatu yang dihargai di masyarakat. Sesuatu yang dihargai di dalam masyarakat tersebut itulah yang tentunya sebagai sebab timbulnya sistem yang berlapis-lapis di dalam masayarakat. Sesuatu yang dihargai di dalam masyarakat itu mungkin sesuatu barang, mungkin berupa uang atau benda-benda bernilai ekonomis, mungkin berupa tanah, kekuasaan, ilmu pengetahuan, atau mungkin juga keturunan dari keluarga yang terhormat. Sistem lapisan merupakan ciri yang tetap dan umum dalam setiap masyarakat yang hidup teratur. Barang yang memiliki sesuatu yang berharga dalam jumlah yang sangat banyak dianggap masyarakat yang berkedudukan dalam lapisan atas begitu juga sebaliknya. 18 Maka, bentuk-bentuk dasar di dalam lapisan masyarakat tersebut sangat beragam tetapi tetap menjurus kepada sesuatu yang dihargai di dalam masyarakat.
17 18
Soerjono Soekatno, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: PT.RafaGrafindo Persada,2001, hal.252 Ibid, hal.251
9
Yang dimaksud status ekonomi adalah kedudukan seseorang di dalam pelapisan masyarakat berdasarkan pemilikan kekayaan. 19 Faktor kekayaan tersebut dasar penentuan pelapisan seseorang di dalam masyarakat berdasarkan status ekonominya dan sebagai dasar di dalam menentukan tinggi rendahnya status ekonomi individu di dalam masyarakat. Unsurunsur yang dapat digunakan sebagai tolak ukur dalam melihat pemilikan kekayaan seseorang individu di dalam masyarakat, walaupun berkait dengan konsep status sosial lainnya, dapat dijadikan indikator di dalam melihat status ekonomi seseorang di dalam masyarakat. Ukuran atau kriteria yang ditawarkan para ahli dalam menggolong-golongkan anggota masyarakat berdasarkan status ekonominya dapat dipaparkan lebih lanjut sebagai dasar di dalam melihat tinggi rendahnya ukuran kekayaan seseorang. Berdasarkan yang diungkapkan oleh Soekanto, bahwa yang termasuk di dalam ukuran kekayaan seseorang dapat dilihat dari bentuk rumah bersangkutan, mobil pribadinya, cara-cara mempergunakan pakaian, kebiasaan untuk belanja barang-barang mahal. 20 Lalu Surbakti sendiri mengungkapkan bahwa ukuran status ekonomi seseorang dapat diketahui dari pendapatan, pengeluaran, ataupun pemilikan benda-benda berharga dari orang tersebut.21 Dari penjelasan yang dipaparkan di atas dapat diketahui bahwa seseorang itu termasuk dalam status ekonomi tinggi, sedang, dan rendah dalam lapisan masyarakat adalah berdasarkan banyak tidaknya bentuk penghargaan masyarakat kepadanya dilihat dari kekayaan seseorang sebagai kunci akses terhadap pemenuhan tingkatan kebutuhan dan keinginan seseorang tersebut dalam masyarakat. Maka ukuran yang dipakai dalam penelitian ini untuk melihat tingkat ekonomi seseorang adalah penghasilan, pengeluaran, pemilikan terhadap benda-benda berharga, jabatan pekerjaan/matapencaharian, dan pemenuhan
19
Ramlan Surbakti, Op Cit., hal.144. Soerjono Soekanto, Op Cit., hal.263. 21 Ramlan Surbakti, Op.Cit.,hal.144. 20
10
tingkatan kebutuhan. Bedasarkan ukuran ini, maka dapat ditetapkan seseorang berada dalam kedudukan status ekonomi tinggi, sedang, dan rendah. Semakin tinggi faktor-faktor di atas dimiliki seseorang, maka semakin tinggi tingkatan status ekonominya dan sebaliknya. Adanya status ekonomi yang berbeda akan sangat berpengaruh terhadap seseorang dalam pembentukan sikap politiknya dan tingkah laku politiknya yang tertuang di dalam partisipasi politik yang dilakukan pada pemilihan kepala daerah. 4.3 Pengertian Partisipasi Politik
Secara umum definisi Partisipasi Politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, antara lain dengan jalan memilih pimpinan Negara dan secara langsung maupun tidak langsung, mempengaruhi kebijakan pemerintah. Berikut beberapa definisi Partisipasi politik dari beberapa ahli. Adapun pengertian partisipasi politik menurut Michael Rush dan Philip Althoft yakni: “Partisipasi politik sebagai kegiatan warga negara biasa dalam mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan kebijakan umum dan dalam ikut serta menentukan pemimpin pemerintahan”.22 Segala kegiatan warga negara yang mempengaruhi proses pembuatan serta pelaksanaan kebijakan umum termasuk dalam memilih pemimpin pemerintahan dapat digolongkan sebagai kegiatan partisipasi politik. Dalam hubungan dengan negara – negara baru Samuel P. Hunington dan Joan Nelson dalam bukunya yang berjudul P embangunan Politik di Negara-Negara Berkembang memberi tafsiran yang lebih luas dengan memasukan secara eksplisit tindakan ilegal dan kekerasan. Menurut mereka partisipasi politik adalah:
22
Michael Rush dan Philip Althoff, Pengantar Sosiologi Politik , Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada: 2003, hal. 121.
11
“Kegiatan warga negara yang bertindak sebagai pribadi – pribadi, yang dimaksud untuk mempengaruhi pembuatan keputusan oleh pemerintah, karena Partisipasi bisa bersifat individual atau kolektif, terorganisir atau spontan, mantap atau sporadis, secara damai atau dengan kekerasan, legal atau ilegal, efektif atau tidak efektif”.23
Kemudian Ramlan Surbakti juga memberikan pengertian yang sejalan dengan pengertian partisipasi politik diatas, yakni: “Partisipasi politik sebagai kegiatan warganegara biasa dalam mempengaruhi proses pembuata dan pelaksanaan kebijakan umum dan dalam ikut serta menentukan pemimpin pemerintahan”.24 Partisipasi politik tersebut didefinisikan sebagai keikutsertaan warga negara dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan publik yang dilakukan oleh warga negara biasa. Lalu kemudian Miriam Budiardjo mendefinisikan partisipasi politik tersebut sebagai berikut: “Partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok untuk ikut serta aktif dalam kehidupan politik yaitu dengan jalan memilih pemimpin negara, secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kebijakan negara. Kegiatan ini mencakup seperti memberikan suara pada pemilihan umum, menghadiri rapat umum, menjadi salah satu anggota partai atau kelompok kepentingan, mengadakan hubungan (contacting ) dengan pejabat pemerintah atau anggota parlemen dan sebagainya”. 25 Dalam hal ini, Miriam Budiardjo mendefenisikan partisipasi politik tersebut sebagai kegiatan individu atau kelompok yang bertujuan agar masyarakat tersebut ikut aktif dalam kehidupan politik, memilih pimpinan publik atau mempengaruhi kebijakan publik. 23
Samuel P. Huntington dan Nelson, Partisipasi Politik di Negara Berkembang , (Jakarta: Rineka Cipta, 1990) ,
hal. 16-18. 24 25
Ramlan Surbakti, Op Cit., hal.118. Miriam Budiardjo, Partisipasi dan Partai Politik , Jakarta: Gramedia, 1998, hal. 1.
12
Berdasarkan beberapa defenisi konseptual partisipasi politik yang dikemukakan di atas, secara substansial menyatakan bahwa setiap partisipasi politik yang dilakukan oleh masyarakat merupakan kegiatan-kegiatan sukarela yang nyata dilakukan, atau tidak menekankan pada sikap-sikap. Kegiatan partisipasi politik dilakukan oleh warga negara preman atau masyarakat biasa, sehingga seolah-olah menutup kemungkinan bagi tindakantindakan serupa yang dilakukan oleh warga negara asing yang tinggal di negara yang dimaksud. Selain itu dalam partisipasi politik berarti dimungkinkan terdapat hubungan antara pemerintah dan masyarakatnya. Kita ketahui bahwa yang berperan melakukan kegiatan politik itu adalah warga negara yang mempunyai jabatan dalam pemerintahan dan warga negara biasa yang tidak memiliki jabatan dalam pemerintahan. Dalam sistem pemerintahan, yang berwenang membuat dan melaksanakan keputusan politik adalah pemerintah, akan tetapi masyarakat mempunyai hak untuk mempengaruhi proses pembuatan serta pelaksanaan keputusan yang dibuat oleh pemerintahan tersebut. 26 Samuel P. Huntington dan Joan Nelson membedakan partisipasi menjadi dua yakni: partisipasi otonom (dilakukan pribadi secara sadar) dan partisipasi yang dimobilisasi (digerakkan). 27 Apabila kegiatan partisipasi itu dilakukan oleh pelakunya sendiri, maka partisipasi tersebut dapat digolongkan kedalam partisipasi otonom, sedangkan jika kegiatan tersebut digerakkan oleh orang lain maka dapat dimasukkan kedalam partisipasi mobilisasi. Masyarakat Indonesia yang memiliki karakteristik, seperti pendidikan rendah, ekonomi kurang baik dan kurang memiliki akses informasi membuat pola partisipasinya cenderung dimobilisasi. Karakteristik tersebut belum mendorong masyarakat untuk membangun suatu pola partisipasi yang mandiri. Sejak merdeka, elite-elite partai cenderung menggunakan caracara mobilisasi ataupun penetrasi ke masyarakat untuk mendukung partai politik tertentu.
26 27
Sudijono, Sastroatmodjo, Op. Cit., hal. 5-6 Samuel P. Huntington dan Nelson, Op. Cit hal. 9-12 .,
13
Demokrasi parlementer yang dinilai memiliki ruang publik dan kebebasan politik yang memadai juga ditandai dengan intervensi elite lokal maupun pusat untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat. Kemudian adapun fungsi dari partisipasi politik di antaranya dikemukakan oleh Robert Lane, yakni sebagai sarana pemenuhan kebutuhan ekonomis, penyesuaian diri, mengejar nilai-nilai khusus, dan pemenuhan kebutuhan psikologis.
28
Bagi pemerintah,
partisipasi politik dapat dikemukakan dalam berbagai fungsi. Fungsi yang Pertama: partisipasi politik masyarakat untuk mendukung program-program pemerintah. Hal ini berarti bahwa peran serta masyarakat diwujudkan untuk mendukung program politik dan program pembangunan. Fungsi yang Kedua: partisipasi masyarakat berfungsi sebagai organisasi yang menyuarakan kepentingan masyarakat untuk masukan bagi pemerintah dalam mengarahkan dan meningkatkan pembangunan. Ketiga: sebagai sarana untuk memberikan masukan , saran, dan
kritik
terhadap
pemerintah
dalam
perencanaan
dan
pelaksanaan-pelaksanaan
pembangunan. Organisasi-organisasi sosial kemasyarakatan (ormas) dan organisasi sosial politik (orsospol) merupakan contoh dari fungsi politik ini. 29 Uraian di atas memperlihatkan bahwa partisipasi politik sebagai suatu bentuk kegiatan atau aktivitas dapat dilihat dari beberapa sisi. Sehubungan dengan itu penelitian yang dilakukan penulis adalah menyangkut partisipasi politik atau keikutsertaan masyarakat pemilih, dikaitkan dengan faktor sosial ekonomi di Kelurahan Bagan Deli Pada PILKADA SUMUT 2013, maka disini yang akan dilihat adalah menyangkut: a. Keikutsertaan seseorang dalam kampanye oleh salah satu partai b. Keanggotaan seseorang dalam salah satu organisasi peserta pemilu 28 29
Michael Rush dan Philip Althoff, Op. Cit., hal. 181-182. Sudjono, Sastroatmodjo, Op. Cit., hal.86.
14
c. Pemberian suara kepada kekuatan politik tersebut
4.4 Bentuk Partisipasi Politik
Secara sederhana, Gabriel Almond membagi bentuk partisipasi politik menjadi dua, yakni: Pertama, partisipasi secara konvensional di mana prosedur dan waktu partisipasinya diketahui publik secara pasti oleh semua warga. Hal ini dapat dilihat dalam bentuk pemberian suara (voting), diskusi politik, kegiatan kampanye, membentuk dan bergabung dalam kelompok kepentingan, serta komunikasi individual dengan pejabat politik dan administratif. Kedua, partisipasi secara non-konvensional. Artinya, prosedur dan waktu partisipasi ditentukan sendiri oleh anggota masyarakat yang melakukan partisipasi itu sendiri. Dapat dilihat dari tindakan pengajuan petissi, berdemonstrasi, konfrontasi, mogok, tindak kekerasan politik terhadap manusia (penculikan, pembunuhan), serta perang gerilya dan revolusi. 30 Dalam buku Pengantar Sosiologi Politik , Michael Rush dan Phillip Althoff juga mengidentifikasikan bentuk-bentuk partisipasi politik yang mungkin, yakni sebagai berikut: • Mencar i jabatan politik / administratif, • Menjadi anggota aktif dalam suatu organisasi politik, • Menjadi anggota pasif organisasi politik, • Menjadi anggota aktif organisasi semi-politik ( quasi-political ), • Menjadi anggota pasif suatu organisasi semi-politik, • Menjadi partisipan dalam rapat umum, demonstrasi, dan sebagainya,
30
Budi Suryadi, Sosiologi Politik, Sejarah, Definisi, dan Perkembangan Konsep , (Yogyakarta: IRCISOD,
2007), hal. 133-134.
15
• Menjadi partisipan dalam diskusi politik informal, • Menjadi partisipan dalam pemungutan suara ( voting ) 31 Sedangkan Samuel P. Huntington dan Joan Nelson membagi bentuk-bentuk partisipasi politik tersebut menjadi: 1. Kegiatan Pemilihan – yaitu kegiatan pemberian suara dalam pemilihan umum, mencari dana partai, menjadi tim sukses, mencari dukungan bagi calon legislatif atau eksekutif, atau tindakan lain yang berusaha mempengaruhi hasil pemilu; 2. Lobby – yaitu upaya perorangan atau kelompok menghubungi pimpinan politik dengan maksud mempengaruhi keputusan mereka tentang suatu isu; 3. Kegiatan Organisasi – yaitu partisipasi individu ke dalam organisasi, baik selaku anggota maupun pemimpinnya, guna mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pemerintah; 4. Contacting – yaitu upaya individu atau kelompok dalam membangun jaringan dengan pejabat-pejabat pemerintah guna mempengaruhi keputusan mereka, dan 5. Tindakan Kekerasan (violence) – yaitu tindakan individu atau kelompok guna mempengaruhi keputusan pemerintah dengan cara menciptakan kerugian fisik manusia atau harta benda, termasuk di sini adalah huru-hara, teror, kudeta, pembutuhan politik (assassination), revolusi dan pemberontakan.32 Kelima bentuk partisipasi politik menurut Huntington dan Nelson telah menjadi bentuk klasik dalam studi partisipasi politik. Keduanya tidak membedakan apakah tindakan individu atau kelompok di tiap bentuk partisipasi politik legal atau ilegal. Sebab itu, penyuapan, ancaman, pemerasan, dan sejenisnya di tiap bentuk partisipasi politik adalah
31 32
Michael Rush dan Philip Althoff , Op. Cit., hal. 124. Samuel P. Huntington dan Nelson, Op. Cit., hal. 16-18.
16
masuk ke dalam kajian ini. Di negara yang menganut paham demokrasi, bentuk partisipasi politik masyarakat yang paling mudah diukur adalah ketika pemilihan umum berlangsung. Perilaku warga negara yang dapat dihitung itensitasnya adalah melalui perhitungan persentase orang yang menggunakan hak pilihnya ( voter turnout ) dibanding dengan warga negara yang berhak memilih seluruhnya.
4.5 Hubungan Tingkat Ekonomi Terhadap Partisipasi Politik Masyarakat
Bagi sebuah negara yang demokrasi untuk mencapai suatu demokratisasi yang tinggi maka hal ini dapat diwujudkan dengan meningkatkan partisipasi politik warga negara tersebut. Namun, pada kenyataannya kalau kita merujuk pada perkembangan demokratisasi pada negara-negara dunia ketiga lebih banyak mengalami permasalahan penegakan demokrasi khususnya dibanding dengan negara-negara maju lainnya. Dari berbagai penelitian yang dilaksanakan di negara dunia ketiga banyak terdapat permasalahan rendahnya wujud demokratisasi, sehingga dapat dijelaskan lebih lanjut bahwa negara dunia ketiga adalah negara-negara yang pertumbuhan ekonomi atau tingkat ekonominya cenderung lebih rendah dibanding dengan negara-negara maju. Hal ini diperjelas lagi oleh pendapat Lipset dan Lerner dimana adanya hubungan yang positif antara pembangunan ekonomi dan demokrasi juga hubungan antara modernisasi sosio-ekonomi dengan partisipasi politik. 33 Tingkat ekonomi suatu negara menjadi faktor atau variabel penentu di dalam mewujudkan sebuah negara yang demokratis. Dalam konteks mikro perwujudan demokrasi di dalam sebuah negara ditentukan oleh bagaimana keterlibatan rakyat di dalam pemerintahan sebuah negara, hal ini akan mengacu pada partisipasi politik masyarakat, dimana semakin tinggi partisipasi politik masyarakat maka akan semakin baik wujud demokratisasi di negara tersebut. Seperti yang diungkapkan oleh Sastroatmodjo, bahwa partisipasi politik merupakan
33
Samuel P. Hutington & Nelson, Op.Cit., hal.27
17
aspek penting dalam sebuah tatanan negara demokrasi. 34 Maka dapat diartikan bahwa faktor utama perwujudan demokrasi di dalam sebuah negara adalah partisipasi warganya di dalam proses politik di negara tersebut. Pada gilirannya tingkat kemakmuran sebuah negara akan mempengaruhi warga negaranya untuk berpartisipasi di dalam proses politik yang akan berdampak demi terwujudnya demokratisasi. Dalam konteks mikro, tingkat ekonomi masyarakat akan mempengaruhi tingkat partisipasi politik masyarakat tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Samuel P. Huntington yang menyatakan bahwa terdapat korelasi antara pembangunan sosial dengan partisipasi politik, dan tingkat status sosial ekonomi masyarakat. Mereka yang berpendikan lebih tinggi, berpenghasilan lebih besar, dan mempunyai status pekerjaan yang lebih tinggi biasanya lebih partisipatif daripada mereka yang miskin dan tidak berpendidikan. 35 Selain itu ditegaskan juga oleh Surbakti, bahwa seseorang yang memiliki status sosial dan status ekonomi yang tinggi diperkirakan tidak hanya memiliki pengetahuan politik, tetapi juga mempunyai minat dan perhatian pada politik, serta sikap dan kepercayaan pada pemerintah. Sebaliknya masyarakat yang miskin dalam sumber-sumber ekonomi akan mengalami kesukaran untuk memenuhi tuntutan dan harapan masyarakatnya yang akan menyebabkan timbulnya frustasi dan keresahan yang pada gilirannya melumpuhkan demokrasi. 36 Maka dari ungkapan tersebut dapat dikatakan bahwa tingkat ekonomi seseorang berkorelasi dan sebagai salah satu variabel yang menentukan terwujudnya partisipasi politik seseorang tersebut di dalam proses politik. 5. Hipotesa
Hipotesa adalah kesimpulan sementara atau preposisi tentative tentang hubungan antara dua variabel atau lebih. Hipotesis yang baik harus memenuhi dua kriteria, pertama hipotesis harus menggambarkan hubungan antara variabel. Kedua hipotesis harus
34
Sudjino, Sastroatmodjo, Op.Cit.,hal.67 Samuel P. Huntington dan Nelson, Op. Cit. hal. 60-66. 36 Ramlan, Surbakti, Op.Cit., hal.144,232 35
,
18
memberikan petunjuk bagaimana pengujian hubungan tersebut. 37 Maka penulis merumuskan hipotesa dalam penelitian ini bahwa: Tingkat ekonomi berkorelasi terhadap partisipasi politik masyarakat. Maka penulis juga merumuskan secara statistik, dua alternative hipotesa untuk memahami pengujian hubungan kedua variabel diatas yaitu sebagai berikut: Ho
:
Tidak ada hubugan tingkat ekonomi terhadap partisipasi politik masyarkat
Ha
:
Ada hubungan tingkat ekonomi terhadap partisipasi politik masyarakat.
6. Metodologi Penelitian 6.1 Bentuk dan Jenis Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah analisa kuantitatif, dengan format penelitian eksplanasi yaitu penelitian yang ingin melihat hubungan atau korelasi diantara dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat.38 Sebagai variabel bebas adalah tingkat ekonomi dan variabel terikat adalah partisipasi politik yang akan diuji dengan rumus statistik. 6.2 Lokasi Penelitian
Dalam menganalisis penelitian ini, maka peneliti melakukan penelitian di tempat yang berlokasi di Lingkungan V Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan.
7. Populasi dan Sampel Penelitian 7.1 Populasi 37 38
Masri dan Effendi, Singarimbun, Motede Penelitian Survai, Yogyakarta: LP3ES, 1981, hal.21-22 Burhan, Bungin, Metodologi Penelitian Sosial , Surabaya: Airlangga University Press, 2001, hal.51
19
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.39 Adapun populasi dalam penelitian ini adalah Pemilih yang terdaftar dalam PILKADA SUMUT 2013 yang berdomisili di Lingkungan V Kelurahan Bagan Deli, Kecamatan Medan Belawan. 7.2 Sampel
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. 40 Untuk menentukan jumlah sample dalam penelitian ini, penulis menggunakan rumus Taro Yamane, yaitu: N =
N N.d2 + 1
……………41
Keterangan:
n= Jumlah Sampel N= Jumlah populasi d2= Presisi (tingkat kesalahan penarikan sample ditetapkan 10% dengan tingkat kepercayaan 90%) Adapun jumlah populasi pemilih yang terdaftar dalam PILKADA SUMUT 2013 di Lingkungan V Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan berjumlah 1151 orang. Dari rumus diatas, maka jumlah sampel yang akan diambil adal ah:
1151 N =
=
92,0063
2
1151 × (0,01) + 1 39
Sugiyono, “Statistika Untuk Penelitian”, Bandung: Alfabeta, 2006, hal. 55 . Ibid, 41 Rahmat Jalaludin, Metode Penelitian Komunikasi , (Bandung: Remaja Rodaskarya, 1995), hal. 82. 40
20
Dengan demikian jumlah responden yang dijadikan obejek penelitian ini digenapkan menjadi 92 orang.
8. Teknik Pengumpulan Data Untuk memperoleh data-data guna dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan metode, yaitu : 1. Observasi : Mengadakan pengamatan langsung unutk memperoleh gambaran nyata mengenai situasi kondisi social dari lokasi yang diteliti. 2. Wawancara : melakukan tanya jawab dengan beberapa orang yang menguasai lokasi atau daerah yang akan diteliti 3. Studi Dokumentasi : meneliti bahan-bahan tulisan dan dokumen kelurahan 4. Kuesioner tertutup (penyebaran angket) : menyebarkan daftar pertanyaan yang akan ditanyakan kepada responden.
9. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini, seluruh data ataupun informasi yang sudah terkumpul akan disusun sedemikian rupa secara sederhana dan sistematis yang lalu kemudian diuraikan dengan cara menjelaskan fenomena-fenomena yang terjadi dalam proses pengumpulan data tersebut. Setelah data-data dan informasi tersebut terkumpul dan disusun dengan teratur, maka akan dilakukan analisis data. Untuk mengetahui seberapa besar tingkat ekonomi masyarakat berpengaruh terhadap Partisipasi politik di Lingkungan V Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan yang dibahas dalam penelitian ini, maka peneliti menggunakan analisa dengan alat uji statistik menggunakan analisis regresi linier dengan rumus sebagai berikut: Y = a + bX………..42
Keterangan: 42
Sugiyono, Op.Cit., hal.204
21
Y
= Variabel dependen (Tingkat Partisipasi Politik)
X
= Variabel independen (Tingkat Ekonomi )
a
= Konstanta yang merupakan nilai Y bila X = 0
b
= Koefesien arah regresi, berupa pertambahan / pengurangan Y
10. Defenisi Konsep Konsep adalah unsur penelitian yang terpenting dan merupakan defenisi yang dipakai oleh para peneliti untuk menggambarkan secara abstrak suatu fenomena sosial ataupun fenomena alami. Agar tidak menimbulkan kekaburan dan kesalahan di dalam pengertian konsep yang dipergunakan, maka perlu ditegaskan batasan-batasan yang dipergunakan dalam tulisan ini. Adapun defenisi konsep yang dikemukakan disini adalah sebagai berikut: 10.1 Status ekonomi atau Tingkat ekonomi
Tingkatan stratifikasi social atau pelapisan social kemasyarakatan yang didasarkan pada penghargaan kepada seseorang di dalam masyarakat dilihat dari kekayaan seseorang tersebut sebagai kunci akses terhadap pemenuhan tingkatan-tingkatan kebutuhan dan keinginan manusia yang dipandang di dalam masyarakat, artinya semakin tinggi penghargaan masyarakat terhadap seseorang dilihat dari kekayaan seseorang tersebut, maka akan semakin tinggi pula tingkat ekonomi atau status ekonominya di dalam masyarakat tersebut. 10.2 Partisipasi Politik
Kegiatan, keterlibatan, keikutsertaan seseorang warga Negara biasa secara sukarela yang dilakukan secara legal di dalam proses momen politik tertentu yang diantaranya bertujuan untuk melakukan pemilihan terhadap penguasa atau pejabat pemerintahan baik ditingkat pusat maupun daerah (lokal) secara langsung maupun tidak langsung.
22
11. Defenisi Operasional
Definisi operasional ialah suatu definisi mengenai variabel yang dirumuskan berdasarkan karakteristik-karakteristik variabel tersebut yang dapat diamati. Karakteristik-karakteristk tersebut dapat dideskripsikan melalui indicator-indikator yang dapat diukur. Dalam penelitian ini yang menjadi defenisi operasional adalah :
1. Variabel X (Variabel Bebas) atau variabel pengaruh (independent variable) adalah variabel penyebab yang diduga, terjadi lebih dahulu. Tingkat status sosial ekonomi masyarakat (individu) yang diukur dari indikator berikut: a. Tingkat Pendapatan b. Tingkat Pengeluaran (pemenuhan kebutuhan) c. Tingkat Kekayaan (pemilikan benda berharga) d. mata pencaharian/pekerjaan
2. Variabel Y (Variabel Terikat) atau variabel terpengaruh (dependent variable) adalah variabel akibat yang diperkirakan terjadi kemudian. Partisipasi Politik yang mereka lakukan dapat diukur dengan indicator-indikator, yaitu: a. Keterlibatan dalam proses PILKADA b. Keikutsertaan dalam kampanye c. Keikutsertaan dalam menyuarakan hak pilihnya pada PILKADA SUMUT 2013 d. Dukungan terhadap kandidat Gubernur/Wakil Gubernur.
12. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan ini menggambarkan susunan dan dijabarkan tetapi rencaan penulisan atau bentuk fisik hasil penelitian. Sehingga dapat mempermudah isi dan skripsi ini,
23
maka penulis membagi ke dalam 4 (empat) bab. Untuk itu disusun sistematika sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Bab ini membahas gambaran secara umum kecamatan Medan Belawan seperti letak geografis, batas wilayahm, dan mengenai demografis. BAB III : PENYAJIAN DAN ANALISA DATA Bab ini memuat penyajian data dan analisa data yang diperoleh dari kuesioner yang telah diberikan kepada responden. Data tersebut disajikan dan dianalisa sesuai dengan karakteristik responden dan faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi politik masyarakat. BAB IV : PENUTUP Bab ini berisi kesimpulan dan saran-saran yang terkait dengan penelitian.
24
DAFTAR PUSTAKA Buku-Buku
25