Good To Great: dari Baik menjadi Perusahaan Hebat Posted on 22/04/2011 by admin in Kepemimpinan
Baik adalah Musuh dari Hebat Adalah kata-kata pembuka yang ada di halaman awal buku good to great ini. Buku ini berusaha menjelaskan beberapa alasan mengapa hanya beberapa perusahaan p erusahaan tertentu yang berhasil melompat dari sekedar ‘baik’ menjadi ‘hebat’. Sedangkan kebanyakan perusahaan tidak bisa mencapai tingkat ‘hebat’ karena mereka merasa sudah ‘baik’. Buku ini adalah jawaban, rahasia besar bagi mereka yang ingin menjadikan perusahaannya menjadi great!
1. Kepemimpinan tingkat 5, adalah kepemimpinan yang ditemukan dalam riset yang dilakukan untuk menulis buku good to great ini. Kepemimpinan ini memadukan antara profesionalisme dengan kerendahan hati menjadi satu hal baru. Jim Collins menyebutnya paradoks. Mereka adalah para pemimpin yang sangat ambisius dalam bekerja, tidak punya agenda tersembunyi untuk kepentingan pribadi, tetapi semua ambisinya hanyalah untuk kesuksesan perusahaan. Mereka bukanlah orang yang suka menepuk dada jika berhasil, tetapi lebih suka menunjuk teamnya yang berhasil. Mereka tidak suka menyalahkan, mereka menunjuk diri sendiri jika terjadi kesalahan dan segera memperbaikinya. Mereka juga menerapkan sistem suksesi kepemimpinan yang baik dengan pengganti yang memiliki kepribadian dan visi yang kurang lebih sama dan mereka senang jika penggantinya nanti dapat memimpin perusahaan sehingga mencapai kesuksesan yang lebih baik dibanding mereka sekarang. 2. Pertama siapa… Kemudian apa. Dalam Good Go od to Great ini diumpamakan seperti penumpang yang menunggu antrian untuk masuk ke dalam bis. memilih penumpang terlebih dahulu, itu lebih penting dibanding ke mana bis yang akan aka n kita bawa menuju. Artinya, tim kita dan orang-orang yang ada di dalamnya memegang peranan yang lebih penting dibanding arah tujuan perusahaan. Sehingga dalam proses rekruitmen, menentukan orang yang tepat adalah hal yang wajib dilakukan agar visi perusahaan tercapai. Jadi, menemukan orang-orang yang kita anggap layak adalah wajib hukumnya kemudian baru kita arahkan ke arah mana yang tepat.
3. Hadapi Fakta Brutal. Jim Collins menggunakan istilah Stockdale paradox. Stockdale adalah nama seorang kolonel penerbang amerika yang pada saat perang Vietnam pesawatnya tertembak jatuh. Melalui keuletannya, ketangguhannya bertahan dalam kamp tawanan serta dapat memotivasi tawanan yang lain melalui metode yang sederhana. Ia menciptakan bahasa isyarat berupa ketukan di dinding, yang jika di dengarkan labih detail adalah berupa kata-kata motivasi bagi tawanan yang lain untuk terus bertahan sampai hari kebebasan. Semangat stockdale inilah yang mengilhami Jim Collins untuk mengambilnya menjadi contoh good to great di bagian ini. 4. Konsep Landak adalah konsep yang mengatakan bahwa jika Anda ingin menjadi Good to Great Company, maka Anda harus fokus pada Keunggulan Anda, yaitu: Fokus kepada apa yang menjadi hasrat utama Anda, fokus pada mesin uang Anda dan fokus pada bidang di mana Anda dapat menjadi yang terbaik. Ibarat landak yang selalu diganggu bila bertemu rubah, ia tidak menggubris gangguan itu, tetapi hanya diam sambil memekarkan duri-duri di tubuhnya ke segala arah. Ketika rubah telah pergi ia melanjutkan perjalanannya. Fokus, fokus, fokus! 5. Budaya Disiplin Menciptakan Budaya Disiplin sebagai budaya yang betul-betul mengakar menjadi langkah berikutnya untuk menggapai dari good to great. disiplin dalam hal taat terhadap azas, aturan baku, SOP yang ada diperusahaan serta selalu mengembangkan kreativitas untuk peningkatan kinerja. Bernard H. Semler, akuntan di Abbot menjadi perintis perilaku disiplin untuk departemen akunting. Dia memandang bahwa sistem s istem kerja akuntan tradisional tr adisional sudah bukan jamannya lagi. Oleh karena itu dia memperkenalkan Responsibility Accounting yang merupakan mekanisme baru bahwa laporan cost, pendapatan perusahaan, dan investasi akan mudah diidentifikasi dengan masing-masing pekerja bertanggung jawab atas tugasnya. Kebijakan yang waktu itu tergolong radikal ini nyatanya mampu membawa Abbot menjadi jaya karena akhirnya diterapkan pada semua departemen. 6. Teknologi Pemercepat Tidak satu pun perusahaan good to great memulai transformasinya dengan menjadi pelopor teknologi, sekali pun demikian mereka semua menjadi pelopor dalam aplikasi teknologi setelah mereka memahami bagaimana teknologi itu cocok dengan perpotongan tiga lingkaran mereka. Hati-hati, teknologi digunakan setelah sumber daya manusianya siap untuk mengaplikasikan teknologi tersebut. Karena jika dibalik, teknologi baru mempersiapkan manusianya, maka akan
terjadi gagap teknologi massal yang akibatnya malah menjadikan kinerja perusahaan menurun. Good to Great Companies selalu mengatakan bahwa prestasi luar biasa yang mereka raih bukanlah sebuah keajaiban yang harus dibesar besarkan. Semua berjalan dengan normal dan natural. Semua orang hanya bekerja keras dari waktu ke waktu. Padahal itulah salah satu bentuk dari kelebihan yang mereka miliki: rendah hati. Tags: kepemimpinan motivasi pelatihan