BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Gangguan jiwa adalah gangguan dalam cara berpikir ( cognitive), cognitive), kemauan (volition), emosi (affective (affective), ), tindakan ( psychomotor ). ). Penderita gangguan jiwa sering mendapatkan stigma dan diskriminasi yang lebih besar dari masyarakat disekitarnya dibandingkan individu yang menderita penyakit medis lainnya. Perlakuan ini disebabkan karena ketidaktahuan atau pengertian yang salah dari keluarga atau anggota masyarakat mengenai gangguan jiwa. WHO (2009) memperkirakan 450 juta orang diseluruh dunia mengalami gangguan mental, sekitar 10% orang dewasa mengalami gangguan jiwa saat ini dan 25% penduduk diperkirakan akan mengalami gangguan jiwa pada usia tertentu selama hidupnya. Menurut Maslim (2013: 17-20) macam-macam gangguan jiwa dibedakan menjadi gangguan mental organik dan simtomatik, skizofrenia, gangguan skizotipal dan gangguan
waham,
gangguan
suasana
perasaan,
gangguan
neurotik,
gangguan
somatoform, sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktor fisik, Gangguan kepribadian dan perilaku masa dewasa, retardasi mental, gangguan perkembangan psikologis, gangguan perilaku dan emosional dengan onset masa kanak dan remaja. Berdasarkan uraian diatas untuk menanggulangi ketidaktahuan atau pengertian yang salah mengenai gangguan jiwa. Penulis akan menjelaskan salah satu dari beberapa gangguan jiwa diatas yaitu tentang gangguan mental organik (termasuk dangguan mental simtomatik). B. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan Gangguan Mental Organik? 2. Apa ciri-ciri Gangguan Mental Organik? 3. Bagaimana terapi-terapi mengatasi Gangguan Mental Organik? C. Tujuan 1. Untuk mengetahui tentang Gangguan Mental Organik 2. Untuk mengetahui ciri-ciri Gangguan Mental Organik 3. Untuk mengetahui terapi-terapi mengatasi Gangguan Mental Organik
BAB II PEMBAHASAN
A. Gangguan Mental Organik Merupakan gangguan jiwa yang psikotik atau non-psikotik yang disebabkan oleh gangguan fungsi jaringan otak (Maramis,1994). Gangguan fungsi jaringan otak ini dapat disebabkan oleh penyakit badaniah yang terutama mengenai otak atau yang terutama diluar otak. Bila bagian otak yang terganggu itu luas , maka gangguan dasar mengenai fungsi mental sama saja, tidak tergantung pada penyakit yang menyebabkannya bila hanya bagian otak dengan fungsi tertentu saja yang terganggu, maka lokasi inilah yang menentukan gejala dan sindroma, bukan penyakit yang menyebabkannya. Pembagian menjadi psikotik dan tidak psikotik lebih menunjukkan kepada berat gangguan otak pada suatu penyakit tertentu daripada pembagian akut dan menahun. Gangguan mental organik merupakan gangguan-ganguan yang dikaitkan dengan disfungsi otak secara temporer atau permanen.
Menurut Maslim (2013, 20-21)
Gangguan Mental Organik dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Delirium a. Delirium karena kondisi medis umum. b. Delirium akibat zat. c. Delirium yang tidak ditentukan (YTT) 2. Demensia a. Demensia tipe Alzheimer. b. Demensia vaskular. c. Demensia karena kondisi umum. 1) Demensia karena penyakit HIV. 2) Demensia karena penyakit trauma kepala. 3) Demensia karena penyakit Parkinson. 4) Demensia karena penyakit Huntington. 5) Demensia karena penyakit Pick 6) Demensia karena penyakit Creutzfeldt – Jakob d. Demensia menetap akibat zat e. Demensia karena penyebab multipeL f. Demensia yang tidak ditentukan (YTT)
3. Gangguan amnestik Gangguan amnestik karena kondisi medis umum. Gangguan amnestik menetap akibat zat Gangguan amnestik yang tidak ditentukan ( YTT ) 4. Gangguan kognitif yang tidak ditentukan. B. Gangguan Mental Organik (karakteristik Diagnostik) Sulit untuk melakukan diagnosa yang tepat pada perilaku abnormal yang disebabkan oleh faktor organik. Kerusakan otak mengakibatkan simptom-simptom yang bervariasi, tergantung pada faktor lokasi dan luasnya area kerusakan, dan adanya kemampuan penderita dalam mengatasinya, serta adanya dukungan sosial (social support). Kerusakan pada struktur terntu atau bagian yang mempunyai fungsi tertentu, dapat menyebabkan terganggunya fungsi tersebut. Misal, bila yang mendapat gangguan kerusakan adalah area bicara motoris, maka individu tersebut akan mengalami kesulitan untuk berbicara (secara motorik). Kerusakan pada area otak yang sama, tidak selalu mengakibatkan pola simptom yang sama; mungkin dikarenakan terjadinya perubahan minor pada tempat terjadinya kerusakan; mungkin karena faktor psikologis yang berinteraksi dengan faktor organik. Dengan mengetahui luas dan lokasi kerusakan pada otak dapat membantu menentukan range dan beratnya kerusakan. Makin meluasnya kerusakan otak, makin luas pula kerusakan pada fungsinya. Diagnosis dini dari simptom-simptom yang terjadi, memungkinkan beberapa gangguan kondisi organik dapat segera diobati atau dipulihkan, dengan menggunakan treatment yang tepat. Misal, treatment yang tepat untuk tumor otak adalah dengan pembedahan/operasi, bukan dengan psikoterapi. Pada umumnya, gangguan mental organik disebabkan oleh kerusakan atau trauma otak, penyakit (disease), ketidakseimbangan nutrisi. Gambaran utama dari gangguan mental organik yaitu : 1. Gangguan fungsi kognitif Meliputi gangguan daya ingat (memory), daya pikir (intelect), daya belajar (learning). 2. Gangguan sensorium Misalnya, gangguan kesadaran (consciousness) dan perhatian (attention). 3. Sindrom dengan manifestasi yang menonjol dalam bidang : a. persepsi (halusinasi)
b. isi pikiran (waham/delusi) c. suasana perasaan dan emosi (depresi, gembira, dan cemas). (Maslim, 2013: 20-21) Berdasarkan klasifikasi gangguan mental organik maka dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Delirium a. Definisi Delirium Delirium adalah suatu sindrom dengan gejala pokok adanya gangguan kesadaran yang biasanya tampak dalam bentuk hambatan pada fungsi kognitif. Delirium merupakan sindrom klinis akut dan sejenak dengan ciri penurunan taraf kesadaran, gangguan kognitif, gangguan persepsi, termasuk halusinasi & ilusi, khas adalah visual juga di pancaindera lain, dan gangguan perilaku, seperti agitasi. Gangguan ini berlangsung pendek dan berjam-jam hingga berhari, taraf hebatnya berfluktuasi, hebat di malam hari, kegelapan membuat halusinasi visual & gangguan perilaku meningkat. Biasanya reversibel. Penyebabnya termasuk penyakit fisik, laboratorium
intoxikasi
dan
obat (zat).
pemeriksaan
Diagnosis
pencitraan
biasanya
(imaging)
klinis,
untuk
dengan
menemukan
penyebabnya. Terapinya ialah memperbaiki penyebabnya dan tindakan suportif. Delirium bisa timbul pada segala umur, tetapi sering pada usia lanjut. Sedikitnya 10% dari pasien lanjut usia yang dirawat inap menderita delirium; 1550% mengalami delirium sesaat pada masa perawatan rumah sakit. Delirium juga sering dijumpai pada panti asuhan. Bila delirium terjadi pada orang muda biasanya karena penggunaan obat atau penyakit yang berbahaya mengancam jiwanya. b. Penyebab Delirium Delirium mempunyai berbagai macam penyebab. Semuanya mempunyai pola gejala serupa yang berhubungan dengan tingkat kesadaran dan kognitif pasien. Penyebab utama dapat berasal dari penyakit susunan saraf pusat seperti ( sebagai contoh epilepsi ), penyakit sistemik, dan intoksikasi atau reaksi putus obat maupun zat toksik. Penyebab delirium terbanyak terletak di luar sistem pusat, misalnya gagal ginjal dan hati. Neurotransmiter yang dianggap berperan adalah asetilkolin, serotonin, serta glutamat Area yang terutama terkena adalah formasio retikularis.
Penyebab delirium dibagi menjadi: 1) Penyebab intrakranial a) Epilepsi atau keadaan pasca kejang b) Trauma otak (terutama gegar otak) c) Infeksi (meningitis.ensetalitis). d) Neoplasma. e) Gangguan vaskular. 2) Penyebab ekstrakranial a) Obat-obatan (di telan atau putus) Obat antikolinergik, antikonvulsan, obat antihipertensi, obat antiparkinson, obat antipsikotik, cimetidine, klonidine, disulfiram, insulin, opiat, fensiklidine, fenitoin, ranitidin, sedatif (termasuk alkohol) dan hipnotik, steroid. b) Racun Karbon monoksida, logam berat dan racun industri lain. c) Disfungsi endokrin (hipofungsi atau hiperfungsi) Hipofisis, pankreas, adrenal, paratiroid, dan tiroid. d) Penyakit organ nonendokrin Hati (ensefalopati hepatik), ginjal dan saluran kemih (ensefalopati uremik), paru-paru (narkosis karbon dioksida, hipoksia), sistem kardiovaskular (gagal jantung, aritmia, hipotensi). e) Penyakit defisiensi (defisiensi tiamin, asam nikotinik, B12 atau asain folat) f) Infeksi sistemik dengan demam dan sepsis g) Ketidakseimbangan elektrolit dengan penvebab apapunKeadaan pasca operatif h) Trauma (kepala atau seluruh tubuh) i) Karbohidrat: hipoglikemi c. Diagnosis Kriteria diagiostik untuk delirium karena kondisi medis umum: 1) Gangguan lingkungan)
kesadaran dengan
(yaitu,
penurunan
penurunan
kejernihan
kemampuan
kesadaran untuk
terhadap
memusatkan,
mempertahankan, atau mengalihkan perhatian. 2) Gangguan timbul setelah suatu periode waktu yang singkat (biasanya beberapa jam sampai hari dan cenderung berfluktuasi selama perjalanan hari. 3) Perubahan kognisi (seperti defisit daya ingat disorientasi, gangguan bahasa) atau perkembangan gangguan persepsi yang tidak lebih baik diterangkan demensia yang telah ada sebelumnya, yang telah ditegakkan, atau yang sedang timbul.
Terdapat bukti-bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan Iaboratorium bahwa gangguan adalah disebabkan oleh akibat fisiologis langsung dan kondisi medis umum. d. Pengobatan Tujuan utama adalah mengobati gangguan dasar yang menyebabkan delirium. Tujuan pengobatan yang penting lainnya adalah memberikan bantuan fisik, sensorik, dan lingkungan. Dua gejala utama dari delirium yang mungkin memerlukan pengobatan farmakologis adalah psikosis dan insomnia Obat yang terpilih untuk psikosis adalah haloperidol (Haldol), suatu obat antipsikotik golongan butirofenon, dosis awal antara 2 – 10 mg IM, diulang dalam satu jam jika pasien tetap teragitasi, segera setelah pasien tenang, medikasi oral dalam cairan konsentrat atau bentuk tablet dapat dimulai, dosis oral +I,5 kali lebih tinggi dibandingkan dosis parenteral Dosis harian efektif total haloperidol 5 – 50 mg untuk sebagian besar pasien delirium. Droperidol (Inapsine) adalah suatu butirofenon yang tersedia sebagai suatu formula intravena alternatif monitoring EKG sangat penting pada pengobatan ini. Insomnia diobati dengan golongan benzodiazepin dengan waktu paruh pendek, contohnva. hidroksizine (vistaril) dosis 25 – 100 mg. b. Dimensia a. Definisi Dimensia Demensia merupakan suatu gangguan mental organik yang biasanya diakibatkan oleh proses degeneratif yang progresif dan irreversible yang mengenai arus pikir. Demensia merupakan sindroma yang ditandai oleh berbagai gangguan fungsi kognitif tanpa gangguan kesadaran. Fungsi kognitif yang dipengaruhi pada demensia adalah inteligensia umum, belajar dan ingatan, bahasa, memecahkan masalah, orientasi, persepsi, perhatian, dan konsentrasi, pertimbangan, dan kemampuan sosial. Kepribadian pasien juga terpengaruh. Demensia ialah kondisi keruntuhan kemampuan intelek yang progresif setelah mencapai pertumbuhan & perkembangan tertinggi (umur 15 tahun) karena gangguan
otak
organik,
diikuti
keruntuhan
perilaku
dan
kepribadian,
dimanifestasikan dalam bentuk gangguan fungsi kognitif seperti memori, orientasi, rasa hati dan pembentukan pikiran konseptual. Biasanya kondisi ini tidak reversibel, sebaliknya progresif. Diagnosis dilaksanakan dengan pemeriksaan klinis, laboratorlum dan pemeriksaan pencitraan (imaging), dimaksudkan untuk
mencari penyebab yang bisa diobati. Pengobatan biasanya hanya suportif. Zat penghambat kolinesterasa (Cholinesterase inhibitors) bisa memperbaiki fungsi kognitif untuk sementara, dan membuat beberapa obat antipsikotika lebih efektif daripada hanya dengan satu macam obat saja. b. Penyebab Dimensia Dimensia disebabkan oleh: Penyakit Alzheimer, Demensia Vaskular, Infeksi, Gangguan nutrisional, Gangguan metabolik, Gangguan peradangan kronis, Obat dan toksin (termasuk demensia alkoholik kronis), Massa intrakranial (tumor, massa subdural, abses otak), Anoksia, Trauma (cedera kepala, demensia pugilistika (punch-drunk syndrome)), Hidrosefalus tekanan normal. c. Diagnosis Kriteria diagnostik untuk demensia tipe alzheimer: 1) Perkembangan defisit kognitif multipel yang dimanifestasikan oleh: a) Gangguan daya ingat (gangguan kemampuan untuk mempelajari informasi baru dan untuk mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya). b) Satu (atau lebih) gangguan kogntif berikut : Afasia (gangguan bahasa), Apraksia (gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas motorik walaupun fungsi motorik adalah utuh), Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau mengidentitikasi benda walaupun fungsi sensorik adalah utuh), Gangguan dalam fungsi eksekutif (yaitu, merencanakan, mengorganisasi, mengurutkan, dan abstrak) 2) Defisit kognitif dalam kriteria al dan a2 masing-masing menyebabkan gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan dan menunjukkan suatu penurunan bermakna dari tingkat fungsi sebelumnya. 3) Defisit tidak terjadi semata-mata hanya selama perjalanan suatu delirium dan menetap melebihi lama yang lazim dari intoksikasi atau putus zat. 4) Terdapat bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium bahwa defisit secara etiologis berhubungan dengan efek menetap dari pemakaian zat (misalnya suatu obat yang disalahgunakan). Kriteria diagnostik untuk demensia vaskular: 1) Perkembangan defisit kognitif multipel yang dimanifestasikan oleh: a) Gangguan daya ingat (ganguan kemampuan untuk mempelajari informasi baru dan untuk mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya)
b) Satu (atau lebih) gangguan kognitif berikut : Afasia (gangguan bahasa), Apraksia (gangguan untuk mengenali atau melakukan aktivitas motorik ataupun fungsi motorik adalah utuh), Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda walaupun fungsi sensorik adalah utuh), Gangguan dalam fungsi eksekutif (yaitu, merencanakan, mengorganisasi, mengurutkan, dan abstrak). 2) Defisit kognitif dalam kriteria A1 dan A2 masing-masing menyebabkan gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan dan menunjukkan suatu penurunan bermakna dan tingkat fungsi sebelumnya. 3) Tanda dan gejala neurologis fokal (misalnya, peninggian refleks tendon dalam, respon ekstensor plantar, palsi pseudo bulbar, kelainan gaya berjalan, kelemahan pada satu ekstremitas) atau tanda-tanda laboratorium adalah indikatif untuk penyakit serebrovaskular (misalnya, infark multipel yang mengenai korteks dan substansia putih di bawahnya) yang berhubungan secara etiologi dengan gangguan. 4) Defisit tidak terjadi semata-mata selama perjalanan delirium d. Pengobatan Pendekatan pengobatan umum adalah untuk memberikan perawatan medis suportit, bantuan emosional untuk pasien dan keluarganya, dan pengobatan farmakologis untuk gejala spesifik (perilaku yang mengganggu). Pengobatan farmakologis dengan obat yang mempunyai aktivitas antikolinergik yang tinggi harus dihindari. Walaupun thioridazine (Mellaril), yang mempunyai aktivitas antikolinergik yang tinggi, merupakan obat yang efektif dalam mengontrol perilaku pasien demensia jika diberikan dalam dosis kecil. Benzodiazepim kerja singkat dalam dosis kecil adalah medikasi anxiolitik dan sedatif yang lebih disukai untuk pasien demensia. Zolpidem (Ambient) dapat digunakan untuk tujuan sedatif. TetrahidroaminoKridin (Tacrine) sebagai suatu pengobatan untuk penyakit Alzheimer, obat ini merupakan inhibitor aktivitas antikolinesterase dengan lama kerja yang agak panjang. c. Gangguan Amnestik a. Definisi Gangguan amnestik ditandai terutama oleh gejala tunggal suatu gangguan daya ingat yang menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan. Diagnosis gangguan amnestik tidak dapat dibuat jika mempunyai tanda
lain dari gangguan kognitif, seperti yang terlihat pada demensia, atau jika mempunyai gangguan perhatian (attention) atau kesadaran, seperti yang terlihat pada delirium. b. Penyebab 1) Kondisi medis sistemik: Defisiensi tiamin (Sindroma Korsakoff) dan Hipoglikemia 2) Kondisi otak primer: Kejang, Trauma kepala (tertutup dan tembus), Tumor serebrovaskular (terutama thalamik dan lobus temporalis), Prosedur bedah pada otak, Ensefalitis karena herpes simpleks, Hipoksia (terutama usaha pencekikan yang tidak mematikan dan keracunan karbonmonoksida), Amnesia global transien, Terapi elektrokonvulsif, Sklerosis multipel 3) Penyebab
berhubungan
dengan
zat:
Gangguan
pengguanan
alkohol,
Neurotoksin, Benzodiazepin (dan sedatif- hipnotik lain), Banyak preparat yang dijual bebas. c. Diagnosis Kriteria diagnosis untuk gangguan amnestik karena kondisi medis umum 1) Perkembangan gangguan daya ingat seperti yang dimanifestasikan oleh gangguan kemampuan untuk mempelajari informasi baru atau ket idak mampuan untuk mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya. 2) Ganguan daya ingat menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan dan merupakan penurunan bermakna dan tingkat fungsi sebelumnya. 3) Gangguan daya ingat tidak terjadi semata-mata selama perjalanan suatu delirium atau suatu demensia. 4) Terdapat bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium bahwa gangguan adalah akibat fisiologis langsung dari kondisi medis umum (termasuk trauma fisik) d. Pengobatan Pendekatan utama adalah mengobati penyebab dasar dari gangguan amnestik Setelah resolusi episode amnestik, suatu jenis psikoterapi (sebagai contohnya, kognitif, psikodinamika, atau suportif) dapat membantu pasien menerima pangalaman amnestik kedalam kehidupannya.
d. Gangguan Mental Organik Lain (Epilepsi) a. Definisi Suatu kejang (seizure) adalah suatu gangguan patologis paroksismal sementara dalam gangguan patologis paroksismal sementara dalam fungsi cerebral yang disebabkan oleh pelepasan neuron yang spontan dan luas Pasien dikatakan menderita epilepsi jika mereka mempunyai keadaan kronis yang ditandai dengan kejang yang rekuren. Epilepsi merupakan suatu gejala akibat lepasnya aktivitas elektrik yang periodik dan eksesif dari neuron serebrum yang dapat menimbulkan hilangnya kesadaran, gerakan involunter, fenomena sensorik abnormal, kenaikan aktifitas otonom dan berbagai gangguan psikis. b. Penyebab Penyebab epilepsi umumnya dibagi menjadi 2 : 1) Idiopatik ( primer/essensial ) Pada jenis ini, tidak dapat diketemukan adanya suatu lesi organik di otak. Tidak dimulai dengan serangan fokal. Gangguan bersifat fungsional di daerah dasar otak yang mempunyai kemampuan mengontrol aktifitas korteks. 2) Simptomatik akibat kelainan otak Serangan epilepsi merupakan gejala dari suatu penyakit organik otak. Misalnya karena adanya demam, penyakit otak degeneratif difus, infark, enchepalitis, abses, tumor serebrum, jaringan parut setelah cedera kepala, anoksia, toksemia, hipogliklemia, hipokalasemia, atau gejala putus obat. Timbulnya
serangan
kejang
adalah
kemugkinan
adanya
ketidakseimbangan antara asetilkolin dan GABA ( asam gama amino butirat ), merupakan neurotransmitter sel-sel otak. Asetilkolin menyebabkan depolarisasi, yang
dalam
jumlah
berlebihan
menimbulkan
kejang.
Sedang
GABA
menimbulkan hiperpolarissasi, yang sebaliknya akan merendahkan eksitabilitas dan
menekan
timbulnya
kejang.
Berbagai
kondisi
yang
mengganggu
metabolisme otak seperti penyakit metabolik, racun, beberapa obat dan putus obat, dapat menimbulkan pengaruh yang sama. c. Diagnosis Diagnosis epilepsi yang tepat sulit khususnya jika gejala iktal dan interiktaldari epilepsi merupakan manifestasi berat dari gejala psikiatrik tanpa adanya perubahan yang bemakna pada kesadaran dan kemampuan kognitif.
Dengan demikian, dokter psikiatrik harus menjaga tingkat kecurigaan yang tinggi selama memeriksa seorang pasien baru dan harus mempertimbangkan kemungkman gangguan epileptik, bahkan jika tidak ada tanda dan gejala klasik. Diagnosis banding lain yang dipertimbangkan adalah kejang semu (psudoseizure), dimana pasien mempunyai suatu kontrol kesadaran atas gejala kejang yang mirip. Pada pasien yang sebelumnya mendapatkan suatu diagnosis epilepsi, timbulnya gejala psikiatrik yang baru harus dianggap sebagai kemungkinan mewakili suatu evolusi, timbulnya gejala epileptiknya. Timbulnya gejala psikotik, gejala gangguan mood, perubahan kepribadian, atau gejala kecemasan (sebagai contohnya, serangan panik) harus menyebabkan klinisi menilai pengendalian epilepsi pasien dan memeriksa pasien untuk kemungkinan adanya gangguan mental yang tersendiri. Pada keadaan tersebut klinisi harus menilai kepatuhan pasien terhadap regimen obat antiepileptik dan harus mempertimbangkan apakah gejala psikotik merupakan efek toksik dari obat antipileptik itu sendiri. Jika gejala psikotik tampak pada seorang pasien yang pernah mempunyai epilepsi yang telah didiagnosis atau dipertimbangkan sebagai diagnosis di masa lalu, klinisi harus mendapatkan satu atau lebih pemeriksaan EEG. Pada pasien yang sebelumnya belum pernah mendapatkan diagnosis epilepsi. empat karakteristik hams menyebabkan klinisi mencurigai kemungkinan tersebut; onset psikosis yang tiba-tiba pada seseorang yang sebelumnya dianggap sehat secara psikologis, onset delirium yang tiba-tiba tanpa penyebab yang diketahui, riwayat episode yang serupa dengan onset yang mendadak dan pemulihan spontan, dan riwayat terjatuh atau pingsan sebelumnya yang tidak dapat dijelaskan. d. Pengobatan Karbamazepin (Tegretol) dan asam valproik (Depakene) mungkin membantu dalam mengendalikan gejala iritabilitas dan meledaknya agresi, karena obat ini adalah obat antipsikotik tipikal Psikoterapi, konseling keluarga, dan terapi kelompok mungkin berguna dalam menjawab masalah psikososial yang berhubungan dengan epilepsi. Disamping itu, klinisi haru; menyadari bahwa banyak obat antiepileptik mempunyai suatu gangguan kognitif derajat ringan sampai sedang dan penyesuaian dosis atau penggantian medikasi harus dipertimbangkan jika gejala gangguan kognitif merupakan suatu masalah pada pasien tertentu.
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa gangguan mental organik merupakan gangguan pada mental yang disebabkan oleh adanya gangguan atau penyakit pada fisik. Umumnya disebabkan oleh adanya gangguan pada otak serta fungsi jaringan jaringan otak.
Hal ini mengakibatkan berkurangnya atau rusaknya fungsi-fungsi
kognitif, yaitu antara lain daya ingat, daya pikir (intelektual), daya belajar 9learning), daya nilai (juggment), daya konsentrasi dan perhatian; juga dapat mempengaruhi emosi dan motivasinya. Gangguan mental organik ini merupakan efek sekunder dari ganguan yang sebenarnya. Dengan kata lain, efek gangguan pada mental menyertai atau merupakan akibat adanya gangguan utama pada fisiknya (primer). Gangguan pada mental ada yang dapat sembuh dan ada yang tidak. Terutama pada kerusakan otak yang permanen, cenderung meninggalkan efek mental yang permanen pula. Pengobatan yang baik adalah yang sesuai dengan kebutuhan penyembuhan atau untuk mengurangi simptom-simptom yang terjadi. Disamping terapi fisik yang biasanya dengan obat-obatan, terapi psikologis sangat penting untuk mendukung kesembuhan atau mengurangi efek mental pada penderita. Biasanya, penderita akan mengalami depresi mental setelah menyadari adanya kekurangan atau gangguan yang terjadi pada dirinya, yang justru akan memperburuk keadaannya. Selain itu penerimaan lingkungan sosial seperti keluarga dan masyarakat sangat penting terhadap keadaan penderita, dan dapat mendukung keberhasilan psikoterapi tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Maslim, Rusdi. 2013. Diagnosis Gangguan Jiwa: Rujukan singkat dari PPDGJ – III dan DSM-5. Jakarta: PT Nuh Jaya. Maramis, W.F. 1994. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press. WHO. 2009. Improving Health System and Service for Mental Health. WHO Library.
DAFTAR PUSTAKA
Agustian, Ary Ginanjar. 2003. Rahasia Sukses Membangun ESQ: Berdasarkan Rukun Iman dan Rukun Islam. Jakarta: Arga. ___________________, 2004. Rahasia Sukses Membangun ESQ Power: Sebuah Inner Journey Melalui Al-Ihsan. Jakarta: Arga. Al-Kumayi, Sulaiman 2003. 99Q (Kecerdasan 99)- Cara Meraih Kemenangan dan Ketenangan Hidup Lewat Penerapan 99 Nama Allah . Jakarta: Hikmah. Al-Ghazali. 1998. Ihya’ Ulumuddin- (terj. Ismail Yakub), Singapura: Pustaka Nasional. Azwar, Saifuddin. t.t.h. Pengantar Psikologi Intelegensi. Jakarta: Pustaka Pelajar. Arikunto, Suharsini. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek . Jakarta: Rineka Cipta. Abu An-Nur, Al-Ahmadi. 2000. Narkoba (Terj. Ihdzar Al_Mukahdirat). Jakarta: Darul Falah.. Bastaman, Hana Djumhana. 1995. Integrasi Psikologi Dengan Islam. Yogyakarta: Yayasan Insan Kamil. Bakran, M. Hamdani. 2002. Psikotrapi Dan Konseling Islam. Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru. Caplin, J.P. 2002. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Coper dan Sawaf. 1998. Executive EQ: Kecerdasan Emosional dalam Kepemimpinan dan Organisasi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Daradjat, Zakiah. 2001. Kesehatan Mental. Jakarta: Haji Masagung. ______________ 1982. Islam dan Kesehatan Mental . Jakarta: Gunung Agung ______________ 1984. Peranan Agama dalam Pembinaan Mental . Jakarta: Bulan Bintang. Drever, James. 1986. Kamus Psikologi. Jakarta: Bina Aksara. Departemen Agama Republik Indonesia. 1985/1986. Al-Qur’an dan Tafsirnya. Jilid X. Faqih, Aunur Rohim. 2001. Bimbingan Dan Konseling Dalam Islam. Yogyakarta: LPPAI. Fahmi, Mustofa. 1982. Penyesuaian Diri: Pengertian dan Peranannya Dalam Kesehatan. (terj). Jakarta: Bulan Bintang. Goleman, Daniel. 2003. Emotional Intelegence, Mengapa EQ Lebih Penting
Daripada IQ, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hawari, Dadang. 1997. Al-Qur’an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa . Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa. Hasby, Ash Shddieqy. 1987. Pembersih Jiwa (terj. Tazkiyah Al-Nafs). Bandung. Pustaka. Hallen. 2002. Bimbingan Dan konseling . Jakarta: Ciputat Press. Haryanto, Sri. 2004. Konsep Spritual Quotient DanahZohar dan Ian Marshall. (Skripsi Tidak diterbitkan) Fakultas Dakwah: IAIN Walisongo Semarang). Jaelani, Af. 2000. Penycian Jiwa (Takziyah Al-Nafs) dan Kesehatan Mental . Jakarta: Amzah. Kartono, Kartini. 2000. Hygiene Mental . Bandung: Mandar Maju. ______________1981. Gangguan Psikis. Bandung: Sinar Baru. ______________1989. Hygiene Mental Dan Kesehatan Mental Islami, Mandar Maju, Bandung. ______________1986. Patologi Social 3 - Gangguan-Gangguan Kejiwaan . Jakarta: Rajawali. ______________, dan Gali Gulo. 1987. Kamus Psikologi. Bandung: Pionir Jaya. Kelompok Studi Mahasiswa Psikologi Surakarta. 1991. Melihat Sigmeun Freud Dari Jendela Lain. Solo: Studia. Langgulung, Hasan. 1986. Teori-Teori Kesehatan Mental . Jakarta: Pustaka AlHusna. Masyarakat Jakarta Sakit. Higina, No. 59. Oktober 1995. Mubarok, Ahmad. 2000. Al Irsyad dan Nafsy, Konseling Agama teori dan Kasus. Jakarta: Bina Rena Parawira. Moleong, Lexy J. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif . Bandung: PT. Remaja Rosda Karya. May, Rollo. 2003. Seni Konseling . Yogyakarta: Pustaka Pelajar (Penerjemah:Darwin Ahmad dan Afifah Inayati). Maskawi, Ibnu. 1994. Menuju Kesempurnaan Ahlak (Terj. Tahzib Al-Akhlaq). Bandung: Mizan. Maslim, Rusdi. Tth. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III. Musnamar, Thohari. 1992. Dasar-Dasar Bimbingan Dan Konseling Islam. Yogyakarta: UII Press. Najati, Utsman. 2003. Belajar EQ dan SQ Dari Sunnah Nabi. Jakarta: Hikmah. ____________, 1997. Al-Qur’an dan Ilmu Jiwa. Jakarta: Pustaka. Nataatmaja, Hidayat. 2003. Intelegensi Spritual . Jakarta: Intuisi Press. Nggermanto, Agus. 2002. Quanten Quotient . Bandung: Nuansa. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1998. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Pasiak, Taufiq. 2003. Revolusi IQ/EQ/SQ : Antara Neurosisains dan Al-Qur’an. Bandung: Mizan. Prayitno dan Erman Amti. 1999. Dasar-Dasar Bimbingan Dan Konseling , Jakarta: Rineka Cipta. Permadi, K. tth. Iman dan Taqwa: Menurut Al-Qur’an. Jakarta: Rineka Cipta. Quthub, Sayyid. 1982. Fi Zhilaalil Qur’an Juz Pertama : Tafsir Di Bawah Naungan Al-Qur’an. Surabaya: Bina Ilmu. Rahmawati, Diah. 2001. Konsepsi Sabar dan Implikasinya Terhadap Pencegahan Penyakit Mental. (Skripsi Tidak diterbitkan) Fakultas Dakwah: IAIN Walisongo Semarang). Sukidi. 2002. Kecerdasan Spritual . Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Stein dan Howard. 2003. 15 Prinsip Kecerdasan Emosional Meraih Sukses. Bandung: Kaifa. Surakhmad, Winarno. 1980. Perkembangan Pribadi Dan Keseimbangan Mental , Bandung: Jemars. Syukur, Amin. 2000. Zuhud di Abad Modern. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi. 1982. Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES. Surya, Mohammad (t.t.h). Dasar-Dasar Konseling Pendidikan (Konsep dan Teori), Bandung: Pustaka Bani Quraisy. _______________2003. Teori-Teori Konseling . Bandung: Pustaka Bani Quraisy. Supratiknya. 1999. Mengenal Prilaku Abnormal . Yogyakarta:Kanisius. Shihab, Quraish. 1996. Wawasan Al-Qur’an. Bandung: Mizan. Tasmara, Toto. 2002. Membudayakan Etos Kerja Islami. Jakarta: Gema Insani Press. ____________, 2001. Kecerdasan Ruhaniah (Transcendental Intelligence) Membentuk Kepribadian yang Bertanggung Jawab, Profesional, dan berakhlak. . Jakarta: Gema Insani Press. ____________, 1999. Dimensi Do’a dan Zikir: Menyelami Samudera Qalbu Mangisi Makna Hidup. Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa. Willis, Sofyan. S. 2004. Konseling Individual Teori dan Praktek . Bandung: Alfabet. Wijaya, Johana. 1988. Psikologi Bimbingan. Bandung: Eresco. Wiramihardja, Sutardjo. A. 2004. Psikologi Klinis. Bandung:Refika Aditama. Yahya, Jaya. 1993. Spritualisasi Islam Dalam Menumbuh-Kembangkan Kepribadian Dan Kesehatan Mental . Jakarta: Ruhama. Zohar dan Marshall, 2003. SQ- Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual dalam Berpikir Integralistik dan Holistik untuk Memaknai kehidupan. Bandung: Mizan.