FUNGSI DAN DISFUNGSI ENDOTEL Fungsi Endotel Fungsi utama endotel adalah : 1. mengatur tonus pembuluh darah, 2. mengatur adesi lekosit dan inflamasi, dan 3. mempertahankan keseimbangan antara trombosis dan fibrinolisis(3). Fungsi endotel ini dilakukan oleh substansisubstansi khusus(1-5) yang dikelompokkan dalam 2 golongan besar yaitu Endothelium yaitu Endothelium Derived Relaxing Factors (EDRFs) dan Endothelium dan Endothelium Derived Contrcting Factors (EDCFs) 1.
EDRFs Substansi yang tergolong EDRFs adalah : nitric oxide (NO), prostasiklin, dan faktor relaksasi hiperpolarisasi (Endothelium Derived Hyperpolarizing Hyperpolarizing Factor, EDHF)(3-5). NO merupakan EDRFs terpenting yang ter bentuk dari transformasi asam amino L-arginin menjadi sitrulin (7,10) melalui jalur L-arginine-nitric oxide (10) dengan bantuan enzim NO sintetase (NOS). NO diproduksi atas p engaruh asetilkolin, bradikinin, serotonin, dan bertindak sebagai reseptor endotel spesifik (7) (7). NOS diaktivasi oleh adanya robekan pa da pembuluh darah dan estrogen, sebaliknya aktivasi NOS dihambat oleh asam amino dalam sirkulasi dan oleh ADMA (asymmetrical dimethylarginine). Pada pembuluh darah, sintesis NO mem pengaruhi tonus pembuluh darah sehingga berperan pada pengaturan tekanan darah (3-5,9), selain itu pada sistem saraf pusat NO merupakan n eurotransmiter eurotransmiter yang menjalankan beberapa fungsi termasuk pembentukan in gatan(10). Prostasiklin dihasilkan endotel sebagai respons adanya shear stress dan hipoksia. Prostasiklin Prostasiklin meningkatkan cAMP pada otot polos dan trombosit(1). NO(3,10) dan prostasiklin secara sinergistik menghambat agregasi trombosit sehingga dengan adanya kedua zat ini terjadilah penghambatan aktivasi trombosit secara maksimal(1). EDCFs Endotel juga menghasilkan faktor kontraksi yang disebut EDCFs seperti ET-1 (endotelin-1), tromboksan A 2 (TXA2), prostaglandin H2 (PGH2) , dan angiotensin II(1,3,9). Pembuluh darah intramiokard lebih sensitif terhadap efek vasokontriksi ET-1 daripada arteri koronaria, sehingga endotel berperan penting dalam pengaturan aliran darah koroner. Hingga kini terdapat 3 isoform endotelin, yaitu : endotelin-1, endotelin-2, dan endotelin-3. Telah ditemukan dua reseptor endotelin, yaitu reseptor ET A dan ETB. Reseptor ETB berperan dalam pembentukan NO dan prostasiklin, hal ini menjelaskan mengapa endotelin memiliki efek vasodilatasi sesaat(1). ET-1 menyebabkan vasodilatasi pada konsentrasi rendah dan terus±menerus menimbulkan kontraksi pada konsentrasi tinggi sehingga dapat menyebabkan iskemi, aritmi dan kematian (otot) jantung(5). Angiotensin II menyebabkan proliferasi dan migrasi sel otot polos melalui reseptor AT 1, selain itu angiotensin II memproduksi vasokonstriktor poten dan menyebabkan retensi garam dan air. Hal ini m erupakan komponen utama dalam patogenesis berbagai penyakit vaskuler seperti h ipertensi(4,5).
Pada keadaan tertentu seperti penuaan(1,2), menopause(1,2), dan keadaan patologis seperti hipertensi(1-4), diabetes melitus(1,2), aterosklerosis(1-4), sel endotel teraktivasi untuk menghasilkan faktor konstriksi seperti EDCF (TXA 2, PGH2) dan radikal bebas yang menghambat efek relaksasi NO. Radikal bebas dapat menghambat fungsi endotel dengan menyebabkan rusaknya NO(7,9). Ketidakseimbangan antara faktor kontraksi dan relaksasi yang terjadi pada endotel inilah yang disebut disfungsi endotel(1-4). Sumber lain menyebutkan disfungsi endotel merupakan perubahan fungsi sel endotel yang berakibat pada kegagalan availabilitas NO, sehingga disfungsi endotel harus dibedakan dari kerusakan endotel yang berarti terjadinya kerusakan anatomi endotel(7)(Gambar 2). Letak endotel pada pembuluh darah sangat menguntungkan tapi juga sekaligus merugikan, karena pada keadaan hipertensi, diabetes melitus, dan hiperlipidemia, endotel men jadi sasaran (target organ) dari kerusakan akibat penyakit penyakit tersebut (2). DISFUNGSI ENDOTEL PADA HIPERTENSI Mekanisme disfungsi endotel pada hipertensi Hasil penelitian menunjukkan bahwa disfungsi endotel pada hipertensi esensial disebabkan oleh penurunan availa bilitas NO. Dibanding orang n ormal, pemberian infus L NMMA (N G ±monomethyl-L-arginine) pada pasien hipertensi esensial menyebabkan tonus pembuluh darah menjadi lebih rendah dan tidak terjadi penurunan respons terhadap asetilkolin (vasodilator yang tergantung endotel) atau bradikinin(5,7). Hal ini menunjukkan adanya kerusakan NO dan munculnya rangsangan pelepasan NO pada arteri pasien hipertensi esensial. Kerusakan NO ini kemudian dibuktikan dengan adanya penurunan kadar nitrit dan nitrat plasma, yang merupakan produk akhir dari oksidasi NO(7). Adanya penurunan respons terhadap agonis endotel pada pasien hipertensi tampaknya tidak berhubungan dengan kerusakan reseptor membran atau jalur transduksi sinyal karena penurunan ini terjadi pada berbagai agonis yang bekerja pada reseptor atau pada jalur transduksi intraseluler yang berbeda(7). Pendapat lain menyatakan bahwa hip ertensi esensial berhubungan dengan perubahan fungsi dan morfologi endotel menyebabkan peningkatan volume sel sehingga endotel mencembung ke dalam lumen. Pada pembuluh darah yang hipertensi interaksi antara endotel dengan trombosit dan monosit meningkat(4). Pengaruh NO dalam terjadinya disfungsi endotel pada hipertensi diuji pada sebuah penelitian dengan hewan coba tikus hipertensi. Pada tikus yang mengalami hipertensi spontan, aktivitas NOS meningkat namun aktivitas biologis NO menurun, hal ini mungkin menunjukkan adanya inaktivasi oleh O2, dan selain itu produksi TXA 2 dan PHG2 juga meningkat. Pada tikus yang hipertensinya diinduksi dengan garam, terjadi penurunan produksi NO. Produksi ET-1 meningkat pada tikus yang diinduksi dengan garam namun menurun pada tikus-tikus Stimulasi Inhibisi
Stimulasi Inhibisi Gambar 2 . Stimulasi dan inhibisi faktor-faktor kontraksi dan dilatasi endotel (9)
yang mengalami hipertensi spontan. Hal ini menunjukkan adanya heterogenisitas disfungsi endotel dalam h ipertensi Penelitian pada manusia juga menunjukkan bahwa pada pasien hipertensi esensial terjadi penurunan vasodilatasi oleh endotel. Hal ini ditunjukkan dengan terjadinya penurunan respons terhadap asetilkolin yang merupakan vasodilator yang tergantung pada endotel(11). Peran stres oksidatif Pendapat lain tentang mekanisme t erjadinya kerusakan NO adalah produksi stres oksidatif. Stres oksidatif yang berupa ROS (Reactive Oxygen Species) terutama anion superoksida ini dapat bergabung dan menghancurkan peroksinitrat yang menghasilkan NO, sehingga terjadi efek negatif terhadap struktur dan fungsi pembuluh darah(7). Pendapat tentang peran stres oksidatif tersebut didukung oleh adanya bukti bahwa asam askorbat(2,3,9) , yang merupakan scavenger radikal bebas, dapat meningkatkan respons terhadap asetilkolin pada sirkulasi perifer dan pada arteri koroner epikardial(7)dan arteri brakial(2) pasien hipertensi esensial. Kemungkinan lain dari mekanisme penurunan produksi NO adalah terbentuknya analog L-arginin yaitu ADMA (N G NG ±dimethyl-L-arginine) yang merupakan kompetitor endogen bagi NOS (7,9,10) . Belakangan ditemukan bahwa kadar ADMA plasma berhubungan dengan tekanan arteri rata-rata dan faktor risiko kardiovaskuler lain (7).
DISFUNGSI ENDOTEL DAN OBAT ANTIHIPERTENSI Obat antihipertensi adalah obat yang memberi efek penurunan tekanan darah. Obat-obat ini terdiri dari berbagai golongan, berdasar m ekanisme kerjanya (Tabel 2). Sebagian besar telah diteliti manfaatnya pada endotel, terutama efek untuk menimbulkan vasodilatasi(3-5,7) . Penyekat beta (beta blockers) Penyekat beta merupakan golongan obat antihipertensi yang bekerja dengan menghambat adrenoseptor saraf simpatis sehingga menimbulkan efek penurunan ran gsang simpatis(12). Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menilai efektivitas penyekat beta dalam memperbaiki disfungsi endotel. Pengunaan atenolol selama 1 maupun 3 tahun terbukti tidak memperbaiki respons terhadap asetilkolin maupun bradikinin sehingga tidak menyebabkan vasodilatasi(7). Nebivolol yang memiliki profil vasodilatasi mampu meningkatkan relaksasi yang tergantung pada endotel, terbukti dengan terjadinya peningkatan FBF ( f ore-arm blood f low, aliran darah lengan bawah) setelah pemberian infus nebivolol pada arteri brakialis. Efek ini secara nyata dihambat oleh L NMMA dan diperbaiki oleh L-arginin. Namun demikian, pada penelitian lain penggunaan nebivolol pada pasien hipertensi tidak berhasil menunjukkan adanya efek vasodilatasi jika tidak disertai dengan pemberian asam askorbat sebagai anti-
oksidan(7). Karvedilol terbukti potensial dalam memperbaiki fungsi endotel dan meningkatkan efek antioksidan. Hal ini tampak karena karvedilol dapat m eningkatkan dilatasi arteri brakialis pasien hipertensi esensial (7). Antagonis kalsium Antagonis kalsium adalah golongan obat yang bekerja menghambat masuknya ion kalsium melalui kanal yang terdapat pada membran sel sehingga menyebabkan vasodilatasi dan penurunan tekanan darah(12). Kalsium intraseluler berperan dalam banyak proses intraseluler, yaitu dalam mekanisme pemberian sinyal. Pada penyakit pembuluh darah, peningkatan kalsium intraseluler berperan dalam aktivasi trombosit, vasokonstriksi, proliferasi otot polos pembuluh darah, serta pelepasan substansi vasoaktif oleh sel-sel endotel. Penghambat jalur kalsium menghalangi masuknya kalsium intraseluler melalui voltage operated channels ke dalam sel-sel otot polos, sehingga terjadi vasodilatasi terutama pada arteri-arteri besar. Selain itu, antagonis kalsium mempermudah vasodilatasi yang diinduksi oleh NO. NO menurunkan kalsium intraseluler melalui guanilil siklase sehingga menimbulkan peningkatan cGMP intraseluler (5). Terapi jangka panjang dengan nifedipin atau isradipin pada tikus hipertensi spontan dapat memperbaiki relaksasi endotel terhadap asetilkolin(5,13). Hal yang menarik adalah pada terapi jangka panjang dengan verapamil, tapi tidak pada t erapi jangka pendek, terjadi peningkatan efek relaksasi pada tikus hipertensi dengan defisiensi NO(5). Pendapat lain juga menyebutkan bahwa antagonis kalsium menurunkan efek kontraktilitas ET-1, karena produksi ET-1 berhubungan dengan Ca++ intraseluler, walaupun secara in vitro maupun in vivo antagonis kalsium tidak mengubah kuantitas produksi ET-1(5). Selain itu, endotelin mempotensiasi efek vasokonstriktor lain seperti serotonin dan norepinefrin, bahkan pada konsentrasi yang tidak merangsang respons kontraktilitas. Efek potensiasi tidak langsung dari endotelin ini disebabkan oleh peningkatan sensitivitas kalsium dari sel-sel otot polos dalam kondisi hipertensi. Beberapa studi menunjukkan bahwa pembuluh darah kecil lebih tergantung pada masuknya kalsium ekstraseluler ke dalam sel daripada pembuluh darah besar. Jadi pada sirkulasi lengan manusia, pemberian verapamil dan nifedipin intraarteri dapat menghambat efek vasokonstriksi endotelin endogen(5). Data yang didapat dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa antagonis kalsium terutama kelas dihidropiridin seperti nifedipin mampu meningkatkan relaksasi yang tergantung pada endotel(7). Muncul pertanyaan, yaitu bagaimana antagonis kalsium mampu menimbulkan aktivitas tersebut pada sel endotel, mengingat fungsi sel endotel tidak tergantung pada kerja kanal kalsium. Bukti dari penelitian menunjukkan bahwa antagonis kalsium memiliki efek antioksidan yang menjaga sel endotel terhadap kerusakan akibat radikal bebas sehingga antagonis kalsium mencegah rusaknya NO pada keadaan hipertensi, yang pada akhirnya mencegah disfungsi endotel(7).
Mungkin dengan mekanisme antioksidan tersebut pula penelitian pada hewan membuktikan bah wa antagonis kalsium mampu menghambat aterogenesis(2). Penghambat Enzim Konversi Angiotensin (EKA) Dalam sistem renin angiotensin, EKA m engubah angiotensin I menjadi angiotensin II (3-5,12) . Walaupun perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II ini terjadi terutama di paru-paru, ternyata ditemukan pula sistem EKA jaringan di sepanjang endotel pembuluh darah(2). Obat±obat yang termasuk dalam penghambat EKA (ACE inhibitor) bekerja dengan menghambat enzim ini sehingga angiotensin II(12), yang merupakan salah satu EDCFs, tidak terbentuk. Selain itu, EKA menyebabkan degradasi bradikinin menjadi peptida inaktif sehingga pemberian penghambat EKA akan menyebabkan bradikinin tidak diubah(2,5,7). Dengan demikian, peran penghambat EKA dalam disfungsi endotel adalah meningkatkan kadar bradikinin yang merupakan vasodilator serta mencegah efek angiotensin II yang bersifat sebagai vasokonstriktor poten (2-5,7) . Pendapat lain menyatakan bahwa penghambat EKA memperbaiki fungsi endotel yang mengatur pembentukan superoksida, bahkan pada konsentrasi di bawah ambang dari angiotensin II yang tidak meningkatkan tekanan darah dapat melipatgandakan aktivitas NADH dan produksi superoksida(5). Salah satu penelitian yang membuktikan hal ini adalah studi TREND (Trial on Reversing ENdothelial Dys f unction) yang menggunakan regimen kuinapril 40 mg/hari pada pa sien penyakit jantung koroner. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya penurunan vasokonstriksi pembuluh darah koroner (5,7) dan peningkatan fungsi vasomotor pada endotel(4). Terapi dengan cilazapril selama 2 tahun mampu meningkatkan respons terhadap asetilkolin pada pasien hipertensi esensial, hal ini juga terjadi pada penggunaan lisinopril selama 3 tahun. Pemberian perindroprilat intravena mengembalikan respons normal pembuluh darah terhadap rangsang endotel. Bahkan pada pasien dengan pen yakit arteri koroner, ramipril 10 mg/hari selama 4 minggu mampu meningkatkan dilatasi. Selain itu, karena pemberian ramipril dapat mempertahankan aktivitas vasodilatasi asam askorbat, diduga penghambat EKA memiliki aktivitas antioksidan (7). Efek penghambat EKA terhadap perbaikan fungsi endotel juga berlaku pada sirkulasi ginjal. Pada pasien hipertensi, penghambat EKA terbukti secara spesifik memperbaiki respons vasodilatasi pembuluh darah ginjal(7). Namun, apakah efek penghambat EKA pada fungsi endotel ini merupakan class e ff ect atau hanya melibatkan jenis obat tertentu, masih m erupakan kontroversi dan memerlukan penelitian lebih lanjut (3). Antagonis reseptor angiotensin II Angiotensin II yang terbentuk dari perubahan angiotensin I oleh EKA merupakan vasokonstriktor kuat yang menyebabkan kenaikan tekanan darah(12). Selain itu, angiotensin II memiliki efek negatif terhadap fungsi endotel yaitu menyebabkan pelepasan ET-1 dari sel pembuluh darah, produksi vasokonstriktor PGH2 dari endotel dan penghambatan aktivitas
NOS. Lebih dari itu, penelitian pada tikus menunjukkan bahwa angiotensin II meningkatkan produksi radikal bebas yang akan merusak fungsi relaksasi asetilkolin(7). Obat-obat yang termasuk dalam an tagonis reseptor angiotensin II bekerja dengan menduduki reseptor AT1 secara kompetitif sehingga efek angiotensin II tidak terjadi(12). Penelitian menunjukkan bahwa pemberian antagonis reseptor angiotensin II seperti losartan dapat menyebabkan produksi anion superoksida dan relaksasi asetilkolin kembali normal. Pemberian losartan jangka panjang a kan memperbaiki disfungsi endotel karena terjadi peningkatan relaksasi oleh NO dan turunnya pembentukan EDCFs(7). Selain itu, karena antagonis r eseptor angiotensin II hanya menghambat reseptor AT1, angiotensin II dapat berikatan dengan reseptor AT2. Hal ini mungkin dapat menguntungkan karena pengikatan angiotensin II dengan reseptor AT2 akan merangsang sintesis NO pada sel endotel(7). Pada studi lain, penggunaan kandesartan 8-16 mg/hari selama lebih dari 1 tahun tidak terbukti meningkatkan respons terhadap asetilkolin. Namun demikian, kandesartan dinyatakan memiliki efek positif karena dapat mempengaruhi aktivitas endotelin dengan cara menghambat umpan balik angiotensin II pada sintesis endotelin (7). Demikian pula halnya dengan penggunaan telmisartan 4080 mg/hari selama lebih dari 6 bulan tidak berhasil menunjukkan adanya perbaikan dilatasi pada pasien hipertensi esensial(7). Secara keseluruhan, peran antagonis r eseptor angiotensin II terhadap perbaikan fungsi endotel pada p asien hipertensi masih membutuhkan pembuktian lebih lan jut. KESIMPULAN Endotel merupakan organ yang memiliki peran penting dalam patogenesis berbagai keadaan patologis seperti hipertensi, aterosklerosis, hiperkolesterolemi, diabetes melitus, dan lain-lain. Peran penting endotel terletak pada fungsinya dalam mensekresi berbagai substansi yang mengatur konstriksi dan relaksasi pembuluh darah. Ketidakseimbangan antara faktor konstriksi dan r elaksasi tersebut dapat menyebabkan keadaan disfungsi endotel yang pada akhirnya menyebabkan gangguan pada organ. Hipertensi esensial merupakan salah satu keadaan patologis yang berhubungan dengan disfungsi endotel. Kini ber bagai antihipertensi diteliti peranannya dalam memperbaiki disfungsi endotel sebagai keadaan yang mendasari terjadinya hipertensi esensial. Dari banyaknya golongan an tihipertensi, beberapa di antaranya memang sudah terbukti m emperbaiki disfungsi endotel melalui mekanisme penghambatan faktor konstriksi maupun melalui mekanisme antioksidan. Namun demikian, apakah efek obat yang sudah diteliti tersebut dapat mewakili semua obat dalam golongannya, masih diperlukan banyak studi dan pembuktian lebih lanjut.
KEPUSTAKAAN
1. Luscher TF, Barton M. Biology of the endothelium. Clin. Cardiol.1997; 20 Suppl 2:3-10 2. Cooke JP. Therapeutic interventions in endothelial dysfunction: endothelium as a target organ. Clin Cardiol. 1997; 20 Suppl 2:45-51 3. Sowinski KM. Endothelial function and dysfunction. Report of the American College of Clinical Pharm acy 2000 Annual Meeting; 2000 Nov 5-8, Los Angeles, California 4. Kadirvelu A, Chee KH, Chim C L. Endothelial dysfunction in cardiovascular diseases. Med. Progr. 2002 : 4-12 5. Sargowo D. Peran endotel pada patogenesis penyakit kardiovaskular dan program pencegahannya. Medika 1999; 10 : 643-55 6. Chambers JC, Fusi L, Malik IS, Haskar d DO, de Swiet M, Kooner JS. Association of maternal endothelial dysfunction with preeclampsia. JAMA 2001; 285 : 1607-12 7. Taddei S, Virdis A, Ghiadoni L, Sudano I, S alvetti A. Effects of antihypertensive drugs on endothelial dysfunction. Drugs 2002; 62 : 26 584 8. Dorland¶s Illustrated Medical Dictionary, 27th ed., WB. Saunders, 1988 : 556 9. Goligorsky MS, Gross SS. The ins and outs of endothelial dysfunction : much a do about NO-thing. Drug New Pe rspect 2001; 14 : 133-42 10. Moncada S, Higgs A. The L-arginine-nitric oxide pathway. N Engl J Med 1993; 329 : 2002-12 11. Panza JA, Quyyumi AA, Brush JE, Epstein SE. Abnormal endotheliumdependent vascular relaxation in patients with essenti al hypertension. N Engl J Med 1990; 323 : 22-7 12. Oates JA, Brown NJ. Anti hypertensive agents and drug therapy of hypertension. In: Hardman JG, Gilman AG, e ds. The pharmacological Basis of Therapeutics. 10th ed.New York : McGraw-Hill; 2001.p. 891-5 13. Tschudi MR, Criscione L, Novosel D, Pfeiffe r K, Lscher TF. Antihypertensive therapy augments endothelium-dependent relaxations in coronary arteries of spontaneously hypertensive rats. Circul ation 1994; 89: 2212-8