FRAKTUR PADA MAKSILA (LE FORT I, II, III)
Abstrak
Suatu trauma yang mengenai bagian tengah wajah, biasanya dapat menyebabkan jejas atau fraktur pada maksila dan tulang-tulang di sekitarnya. Pola fraktur yang terjadi pada maksila biasanya mengikuti area terlemah pada kompleks midfasial. Le Fort mengklasifikasi pola fraktur pada maksila menjadi fraktur Le Fort tipe I, II, dan III, tergantung pada organorgan yang terlibat. Penanganan dan rehabilitasi pasien dengan trauma pada maksila meliputi pemahaman terhadap jenis, evaluasi, dan perawatan bedah pada wajah. aksud dari penyusunan makalah ini adalah untuk menggambarkan mengenai tipetipe fraktur pada maksila, pemeriksaan, serta penanganannya agar diperoleh hasil pemulihan yang optimal.
Kata kunci: Fraktur, Le Fort, trauma, reduksi, fiksasi.
1
BAB I PENDAULUAN
Suatu hal yang hampir tidak mungkin untuk menggambarkan penatalaksanaan fraktur pada wajah tengah tanpa referensi kerja !ene Le Fort. Pada abad lalu, Le Fort merupakan orang pertama yang mendokumentasik mendokumentasikan an kemungkin kemungkinan an pola fraktur spesifik spesifik pada wajah tengah tengah yang yang terjadi terjadi akibat akibat bentur benturan an langsu langsung ng pada pada wajah. wajah. Penjela Penjelasan sannya nya mengen mengenai ai efek efek trauma benda tumpul terhadap wajah pada "# tengkorak, dibuat pada suatu masa ketika bertahan hidup terhadap trauma berat tidak pernah dapat dibayangkan. Perjalanan mulai dari observasi anatomis hingga penatalaksanaan trauma kompleks fasial dengan teknik lanjut kraniomaksilofasial (!). Pen$etus awal aplikasi klinis dari observasi Le Fort yaitu terjadinya ribuan jejas berat pada jaringan lunak dan keras pada wajah akibat Perang %unia I. &illies dan 'a(anjian saat ini memperkenalkan pentingnya lengkung gigi dalam menstabilisasi wajah tengah melalui pengunaan berbagai alat fiksasi ekstraskeletal yang sekarang merupakan suatu bagian yang utama. )ra antibiotik selama Perang %unia II, bagaimanapun, merupakan awal kesuksesan intervensi bedah primer melalui prinsip reduksi anatomis dan stabilisasi tulang interna. Pada awal awal tahu tahun n *+" *+",, Ipsen Ipsen memp memper erke kena nalk lkan an fiksas fiksasii '-wi '-wire re inter interna nall pada pada frak fraktu turr wajah wajah,, kemudian dipopulerkan oleh rown dan $%owell. %ingman dan atvig memperkenalkan imobilisasi fraktur wajah tengah dengan traksi rubber band . Pada tahun *+/0, ilton 1dams pertama kali memperkenalkan reduksi terbuka dan fiksasi internal 2Open Reduction and Internal Fixation, ORIF 3 dengan menggunakan kawat suspensi pada basis kranium yang stabil (!). engikuti Perang %unia II, &illies mengeksplorasi pengalamannya dari perbaikan trauma fasial ke lahan anomali wajah kongenital dan mengawali osteotomi Le Fort III elektif untuk untuk sindro sindrom m 4rou(o 4rou(on. n. 5ingg 5ingginy inyaa angka angka kolaps kolaps pada pada wajah wajah tengah tengah poster posterior ior jangka jangka panjang, merubah fokus dari suspensi kraniofasial pada tahun *+6 menjadi teknik !eduksi 5erbuka dan Fiksai Internal 2OR 2 ORIF IF)) yang memberikan fiksasi intermaksiler dalam periode yang lebih lama dan akhirnya mengurangi angka deformitas paska trauma. Pendekatan ini, awalnya dipopulerkan oleh anson dan &russ, tergantung pada penggambaran jejas sekeletal yang yang akurat akurat oleh Computerized-Tomography (CT) scan, scan , pembukaan yang luas pada daerah fraktur fraktur,, mobili mobilisasi sasi terbuka terbuka dan reduks reduksii semua semua segmen segmen tulang tulang,, primary autogenous bone
2
grating, dan fiksasi internal yang stabil dengan plat dan sekrup. Prinsip-prinsip ini masih merupakan dasar dari hampir semua penatalaksanaan fraktur kraniomaksila modern (!). Fraktur pada daerah ini mempunyai gambaran yang unik dibandingkan dengan injury pada bagian tubuh yang lain seperti7 *. elibatkan elibatkan jalan jalan nafas, yang yang harus harus dilakukan dilakukan tindakan tindakan $epat $epat dan langsu langsung. ng. 0. ena enam mpilk pilkan an oklu oklusi si gig gigi, yang ang
dapat apat memba embant ntu u seba sebag gai ped pedoman oman dalam alam
pengembalikan perlekatan dan stabilisasi fraktur. ". 5erdapat 5erdapat suplay suplay darah darah yang sangat sangat bagus bagus ke wajah, wajah, sehingga sehingga membantu membantu dalam dalam proses proses penyembuhan yang $epat.
3
BAB II TIN"AUAN PUSTAKA I#
ANATOMI MAKSILA
idfasial menghubungkan basis kranii dengan dataran oklusal. Ia menyediakan pondasi kepada proyeksi fasial anterior sambil memberikan perlindungan kepada basis tengkorak dan berperan sebagai jangkar kepada ligamen fasial dan perlekatan otot. 5ulang midfasial terdiri dari rangkaian penebalan vertikal, sagital dan hori(ontal yang menutupi sinus (!).
$a%bar !# %isartikulasi tulang midfasial menggambarkan anatomi maksila, (igoma,
tulang nasal, dan septum nasal (&). Pada daerah maksila ini perdarahan disuplai oleh arteri palatina mayor bersama-sama dengan arteri alveolar superior dan posterior yang bermuara pada palatum durum dan mole. Pada regio anterior $abang terminal dari arteri naso palatinus keluar pada foramen insisivus dan mereka mensuplai mukoperiosteum dan palatum bagian anterior. Sedangkan persyarafan melalui divisi kedua dari nervus trigeminus. ervus ini mun$ul dari foramen infra orbital dan kemudian berjalan untuk mensyarafi nasal lateral, labial superior dan regio palpebral inferior, termasuk juga mensyarafi labial dan gigi-gigi anterior ('). 'ompleks midfasial dilengkapi oleh struktur dukungan vertikal untuk menahan tekanan dari bawah. idfasial se$ara efektif menyerap, melawan dan mengusir tekanan infrasuperior melalui beberapa tahanan. 5etapi midfasial tidak dilengkapi dengan kemampuan menahan tekanan dari lateral dan frontal. Struktur dukungan vertikal pada midfasial terdiri atas pilar nasomaksilaris 2medial3, zygomaticomaxillary 2lateral3 dan pterygomaxillary 2posterior3. Pilar nasomaksilaris memanjang dari apertura piriformis dari kaninus dan anterior maksila melalui prossesus frontalis dari maksila dan naik ke $erukan lakrimal dan dinding 4
medial orbita ke os frontalis. Pilar zygomticomaxillary memanjang tulang alveolaris di atas molar I maksila melalui korpus (ygoma naik ke prossesus frontalis dari zygoma ke os frontalis. Pilar medial dan lateral memberikan tahanan anterior. Sisi posterior, pilar pterygoid mengubungkan maksila ke lempeng pterygoid dari os sphenoidalis dan memberikan stabilisasi kepada dataran vertikal dari midfasial. Pilar midfasial hori(ontal meliputi rima orbita superior dan anterior juga palatum durum. Lengkung (ygoma menyediakan satusatunya pilar sagital, memandang midfasial mudah untuk kolaps dan mudah bergeser pada segmen sentral (!). %ukungan superior pada pilar ini adalah arkus yang dibentuk oleh rima orbita superior dan inferior dan arkus zygomaticus (')#
$a%bar '# Pilar vertikal terdiri dari pilar medial atau nasomaksilari 28*3, pilar lateral atau (igomatikomaksilari 2803, dan pilar posterior atau pterygoma9illary 28"3 yang berfungsi menahan tekanan kepada basis kranii. Pilar hori(ontal meluas sepanjang rima supraorbita 2:*3, rima infraorbita 2:03 dan prossesus dentoalveolar dan palatum 2:"3, memberikan dukungan struktural kepada fungsi dari mata, hidung dan mulut. Lengkung (ygoma berfungsi sebagai satu-satunya pilar sagital 2S*3 (!)#
!ekonstruksi defek struktur midfasial membutuhkan rekonstruksi dari pilar-pilar ini untuk mengembalikan pola tahanan normal pretrauma dan parameter biomekanikal yang penting untuk mempertahankan integritas struktur skeletal. Penebalan-penebalan tulang ini memberikan tempat untuk aplikasi pelat fiksasi guna memastikan dukungan dan penyembuhan yang maksimal (!).
5
II#
KLASIFIKASI FRAKTUR
5idak ada gambaran pola fraktur pada wajah tengah seberhasil Le Fort. 'lasifikasi Le Fort bukan merupakan klasifikasi maksila murni, sebagaimana banyak tulang-tulang wajah yang ikut terlibat. agaimanapun, perlu di$atat bahwa keutamaan fraktur maksila biasanya bersifat comminuted, melibatkan sejumlah kombinasi fraktur tipe Le Fort. Le Fort menggambarkan tiga (ona lemah transversa pada tulang wajah tengah yang dapat memberikan prediksi pola fraktur 2&ambar "3 (!).
$a%bar &ambaran frontal 213 dan lateral obli;ue 23 dari tengkorak, mengilustrasikan pola fraktur Le Fort I, II dan III (!)#
*. Fraktur Le Fort I7 Suatu pola fraktur hori(ontal yang terjadi dalam arah transmaksila pada tingkat margin piliformis. ilateral, dan menghasilkan suatu < loating palate= yang memutuskan hubungan alveolaris maksilaris atas dari basis kranial (!). Fraktur Le Fort I merupakan hasil benturan yang te rjadi diatas level gigi. Fraktur yang terjadi mulai dari batas lateral sinus pirimormis, berjalan sepanjang dinding antral lateral, belakang tuberositas maksilaris, dan melewati pteriogoid !unction" Septum nasal dapat terjadi fraktur, dan kartilago nasal mungkin terkena. 'arena tarikan baik dari otot pterigoid eksternal dan internal, maksila dapat berada pada posisi posterior dan inferior. Pada fraktur ini, biasanya tampak open bite klasik (')
0. Fraktur Le Fort II7
6
Fraktur piramidal>sub(igomatik yang menyebabkan terpisahnya wajah tengah pusat dari kompleks orbito(igomatikus (!). Fraktur Le Fort II terjadi akibat benturan yang didapat pada level tulang nasal. Fraktur terjadi sepanjang sutura nasofrontalis, melalui tulang lakrimalis, dan melewati garis infraorbita pada area sutura (igomatikomaksilaris (').
". Fraktur Le Fort III7 %isebut juga ?cranioacial dis!unction#" Fraktur ini menyebabkan terpisahnya sutura fronto(igomatik dan nasorontal !unction, akibat suatu benturan pada tingkat orbita. &aris fraktur melintas sepanjang sutura (igomatikotemporal dan (igomatikofrontal, sepanjang dinding lateral orbita, melewati fisura orbitalis inferior, dan ke arah medial menuuju sutura nasofrontalis. Fraktur berakhir pada fisa pterigomaksilari (')# III#
EPIDEMIOLO$I
Penyebab utama dari fraktur maksila adalah ke$elakaan lalu lintas 2@A3, perkelahian 20/A3, jatuh 2+A3, ke$elakaan kerja 2/A3, olah raga 20A3, luka tembakan 20A3. 5anpa termasuk fraktur nasal, wajah tengah terlibat pada /A dari seluruh kasus. Para ahli sepakat bahwa distribusi frekuensi fraktur Le Fort yaitu tipe II B tipe I B tipe III, dimana Le Fort I men$apai " A, Le Fort II men$apai /0A, dan Le Fort III men$apai 06A dari seluruh kasus Le Fort. 'ejadian $edera bersamaan dengan trauma kepala 2#A3, $edera servikal 2*A3, $edera abdominal 2*#A3, $edera skeletal 2"A3 ditemukan pada pasien dengan fraktur midfasial (!).
I# PEMERIKSAAN DAN $E"ALA KLINIS !# P%riksaan A*a+ / Primary Survey
7
)valuasi awal dan penatalaksanaan yang menyeluruh seringkali menentukan apakah pasien mampu bertahan dari trauma mereka. Cejas pada kepala dan leher seringkali melibatkan jalan nafas dan pembuluh utamaD oleh karena itu resusitasi 14 harus dilakukan se$ara ketat pada tahap awal pemeriksaan dan penatalaksanaan pasien dengan fraktur maksilofasial. Setiap pasien yang datang dengan jejas trauma, perhatian pertama harus ditujukan langsung pada evaluasi menyeluruh. Selama pemeriksaan awal, jejas yang membahayakan hidup dan kondisi medis sistemik harus dievaluasi se$ara tepat. Pasien dengan jejas pada wajah sebaiknya diperkirakan memiliki jejas lain yang berhubungan, tergantung dari insidensi trauma (). 1. 1irway 2Calan afas3 Eang harus dinilai adalah kelan$aran jalan nafas. Ini meliputi pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas yang dapat disebabkan oleh benda asing., fraktur tulang wajah, fraktur mandibula atau maksila, fraktur laring atau trakea. saha untuk membebaskan air$ay, harus melindungi vertebra servikal. :al ini dapat dimulai dengan melakukan $hin lift atau jaw thrust. Pada penderita yang dapat berbi$ara, dapat dianggap bahwa jalan nafas bersih, walaupun demikian penilaian ulang terhadap air$ay tetap harus dilakukan. Selama memeriksa dan memperbaiki air$ay, harus diperhatikan bahwa tidak bleh melakukan ekstensi, fleksi atau rotasi dari leher. 'e$urigaan adanya kelainan vertebra servikalis didasarkan riwayat perlukaan. %alam keadaan ke$urigaan fraktur servikal fraktur servikal harus dipakai alat imobilisasi. ila alat imobilisasi ini harus dibuka untuk sementara, maka untuk kepala harus dilakukan imobilisasi manual. 1lat imobilisasi ini harus dipakai dipakai sampai kemungkinan fraktur servikal dapat disingkirkan. . reathing 2Pernafasan3 8entilasi yang baik meliputi fungsi yang baik dari paru, dinding dada dan diafragma. %ada pasien harus dibuka untuk melihat ekspansi pernafasan. 1uskultasi dilakukan untuk memastikan masuknya udara ke dalam paru. Perkusi dilakukan untuk menilai adanya udara atau darah dalam rongga pleura. Inspeksi dan palpasi dapat memperlihatkan kelainan dinding dada yang mungkin menggangu ventilasi. 4. 4ir$ulation 2Sirkulasi3
8
Perdarahan luar harus dikelola pada primary sur%ey. Perdarahan eksternal dihentikan dengan penekanan pada pada luka. Tourni&uet sebaiknya jangan dipakai karena merusak jaringan dan menyebabkan iskemia. %. %isability enjelang akhir primary sur%ey dilakukan evaluasi terhadap keadaan neurologis se$ara $epat. anyak pasien yang mengalami injuri fasial mengalami hilang kesadaran. 'esemua pasien ini, walaupun hanya pingsan dalam waktu yang singkat, harus diperiksa se$ara keseluruhan dengan Skala 'oma &lagow 2&4S3 dan dikonsulkan ke bagian bedah syaraf.
Skor
ata 2)3
8erbal 283
otorik 23
*
!espon 2-3
!espon 2-3
!espon 2-3
0
5erbuka karena
5idak dipahami
)kstensi
5idak tepat
Fleksi
rangsang sakit "
5erbuka bila diminta
/
5erbuka spontan
ingung
#
-
er$akap-$akap
&erakan tidak spesifik
enunjukkan tempat yg sakit
@
-
-
isa melakukan perintah
5abel *. Skala koma dari &lasgow 2'lasgo$ Coma cale, &4S3 untuk evaluasi $edera kepala (-).
). xposure en%ironmental control
9
Penderita harus dibuka keseluruhan pakaiannya, sering dengan $ara menggunting guna memeriksa dan evaluasi penderita. Setelah pakaian dibuka harus dipakaikan selimut hangat, ruangan $ukup hangat dan diberikan $airan intravena yang sudah dihangatkan. Langkah pertama yaitu memastikan pasien memiliki jalan nafas yang baik serta ventilasi yang adekuat. 5anda klinis, termasuk respirasi, nadi, dan tekanan darah sebaiknya diperiksa dan di$atat. Selama pemeriksaan awal, masalah lain yang dapat mengan$am kehidupan, seperti perdarahan eksesif, sebaiknya diperiksa. Penanganan awal, seperti gigit tampon, sebaiknya dilakukan sesegera mungkin. Selanjutnya pemeriksaan status nerologis pasien dan evaluasi spina servikalis pasien. enturan yang $ukup berat yang dapat menyebabkan fraktur pada tulang wajah biasanya tersalurkan ke spina servikalis. Leher harus diimobilisasi sementara hingga jejas pada leher dikatakan baik (.)# Perawatan terhadap jejas kepala dan leher biasanya dilakukan setelah didapat evaluasi menyeluruh, pemeriksaan, dan stabilisasi pasien. agaimanapun, beberapa perawatan awal seringkali penting untuk kestabilan pasien. Seringkali, fraktur pada tulang wajah yang berat dapat mengurangi kemampuan pasien dalam menjaga jalan nafas (.)# Cejas pada daerah wajah tidak hanya melibatkan tulang wajah tapi juga jaringan lunak, seperti lidah atau daerah leher atas, atau dapat berhubungan dengan jejas seperti fraktur laring. Pada beberapa kasus, perlu dilakukan trakheostomi untuk memberikan jalan nafas yang adekuat. Pada pasien trauma dengan obstruksi jalan nafas atas komplit, krikotirotomi merupakan $ara paling $epat untuk mengakses trakea (.)# Selama primary survey, keadaan yang mengan$am nyawa harus dikenali dan resusitasinya harus dilakukan pada saat itu juga. Penyajian primary sur%ey diatas adalah dalam bentuk berurutan sesuai dengan prioritas dan agar lebih jelas, namun dalam prakteknya hal-hal diatas sering dilakukan berbarengan (/).
'# P%riksaan Ri*a0at 1an K+inis a. Pemeriksaan !iwayat Penyakit
Setelah pasien stabil, dapatkan riwayat selengkap mungkin. !iwayat ini sebaiknya diperoleh dari pasien, tetapi karena kehilangan kesadaran atau status nerologi, informasi 10
harus diperoleh dari anggota lain yang mendampingi. Lima pertanyaan penting yang sebaiknya dipertimbangkan7 *. agaimana kejadiannya terjadiG 0. 'apan kejadiannya terjadiG ". 1pakah spesifikasi jejasnya, termasuk jenis benda yang berkontak, pertimbangan logistikG /. 1pakah terjadi penurunan kesadaranG #. &ejala apa yang sekarang sedang dirasakan oleh pasien, termasuk nyeri, perubahan sensasi, perubahan visual, dan maloklusiG Informasi lengkap, termasuk mengenai alergi, pengobatan, dan imunisasi tetanus terdahulu, kondisi medis, dll (.)# endapatkan riwayat yang adekuat dari korban trauma adalah sulit, karena biasanya mereka tidak mampu memberi respon dengan baik. 'eadaan tidak sadar 2koma3, syok, amnesia merupakan hambatan yang sering terjadi dalam menjalin komunikasi dengan pasien. Sumber terbaik yang dapat digunakan adalah keluarga dekat yang menemaninya, temannya, polisi atau pekerja pada unit gawat darurat. 5anggal, waktu, tempat kejadian dan peristiwa khusus di$atat. 1pabila $edera disebabkan oleh ke$elakaan mobil, apakah si korban yang menyetir, atau sebagai penumpang, apakah korban memakai sa buk pengamanG 1pakah pasien merupakan korban tindak kejahatan dengan senjata tertentuG 1pakah pasien jatuh>tidak sadarG 'ondisi medis resiko tinggi, alergi dan tanggal imunisasi tetanus juga di$atat. 1danya tanda-tanda ke$anduan alkohol dan obat-obatan,
di$atat karena tingkat kesadaran
dipengaruhi oleh obat-obatan tersebut. Informasi mengenai waktu makan dan minum yang terakhir sangat penting apabila akan dilakukan anestesi umum (-)# b. Pemeriksaan 'linis Fraktur midfasial biasanya didiagnosa se$ara klinis dan dikuatkan dengan pemeriksaan radiologis. Sejumlah faktor bisa membuat pemeriksaan klinis menjadi sulit, termasuk kehadiran edema fasial, epistaksis, maksila yang tumpang tindih atau bahkan pasien yang tidak sadar atau tidak kooperatif (!)# *. Pemeriksaan )kstraoral Pemeriksaan pada area fasial harus dilakukan dalam teknik yang terorganisir dan berkelanjutan. Hajah dan kranii harus diinspeksi se$ara hati-hati terhadap kemungkinan trauma termasuk laserasi, abrasi, kontusio, edema ataupun hematom dan kemungkinan $a$at pada kontur. 1rea ekimosis harus dievaluasi se$ara hati-hati.
11
Hajah dievaluasi terhadap kemungkinan terdapatnya laserasi dan depresi tulang yang jelas. 1simetri area wajah perlu di$atat, dan $airan yang keluar baik dari hidung maupun telinga diasumsikan sebagai $airan serebrospinal hingga terbukti bukan itu. Cika diduga terdapat $airan serebrospinal, hidung maupun telinga sebaiknya tidak ditutup tampon, karena dapat menyebabkan infeksi retrograde yang menyebabkan meningitis (')# 5ulang wajah dipalpasi untuk mengetahui adanya diskontinuitas tulang. Pemeriksaan sebaiknya dilakukan se$ara bimanual dan disiplin. Pertama kita lakukan pemeriksaan rima orbitalis, lalu berlanjut ke bawah untuk meliputi rima lateral dan infraorbitalis, dimana apabila terdapat edema yang $ukup besar dapat membuat pemeriksaan menjadi sulit. Lengkung (igomatikus dipalpasi lalu ke tulang nasal. Pemeriksaan berakhir dengan pemeriksaan maksila dan mandibula. )valuasi midfasial dimulai dengan penilaian mobiliti maksila, sendiri ataupun kombinasi dengan (ygoma atau os nasal. ntuk menilai mobiliti pada maksila, kepala pasien harus distabilkan dengan menggunakan satu tangan menekan dahi. %engan menggunakan jempol dan jari telunjuk dari tangan yang lain, memegang maksila, digoyang dengan hati-hati untuk melihat adanya mobiliti pada maksila. Fasial dan midfasial sebaiknya dipalpasi untuk melihat adanya gap pada dahi, rima orbita, nasal atau (ygoma (.)# Pembukaan mandibula dievaluasi baik untuk fraktur lengkung (igoma maupun (igoma yang terdisposisi ke lateral, yang dapat mengobstruksi pergerakan prosesus koronoid ke depan. 8estibulum bukalis dipalpasi dengan jari telunjuk. 5erdapatnya krepitasi dan pergeseran dinding antral lateral dan (igoma dapat mudah didapatkan dengan teknik ini. klusi dievaluasi, keadaan dan kualitas gigi perlu di$atat, faktor ini berpengaruh besar terhadap metode perawatan (')# %aerah ekimosis, terutama pada palatum, merupakan gambaran umum pada fraktur maksila. Faring diperiksa untuk laserasi atau perdarahan retrofaringeal. Pasien sebaiknya ditanya mengenai keluarnya $airan rasa metal dan asin, yang merupakan indikasi terdapatnya drainase $airan serebrospinal.
12
$a%bar . )kimosis subkonjungtival
$a%bar -# )kimosis sirkumorbital bilateral 2racoon eyes) (2)
Pada Le Fort II, tanda dan gejala yang dapat kita temukan adalah adanya oedem wajah dan terjadi retrusi mid fasial yang menyebabkan wajah terlihat datar. 'eadaan ini disebut sebagai deformitas dish ace atau pan ace. 5erjadi haemoragi subkonjun$tiva dan diplopia. 'adang timbul parestesi daerah pipi karena trauma pada nervus infraorbita. 5erdapat hematom pada sul$us bukalis rahang atas posterior, karena garis fraktur melewati tulang (ygoma. Segmen maksila bergeser ke posterior dan inferior, hal ini akan menyebabkan kontak prematur gigi molar dan open bite anterior (/).
$a%bar .# penbite anterior.
0. Pemeriksaan Intraoral
13
Pemeriksaan intra oral dapat melihat keadaan oklusi, gigi geligi, stabilitas alveolar ridge dan palatum serta jaringan lunak. Palpasi intra oral dengan jari pada maksila dapat memberikan informasi tentang integritas dinding nasomaksilaris, dinding sinus maksilaris anterior, dan dinding (igomatikomaksilaris. Selama pemeriksaan mata dan tulang orbita, dapat dilihat integritas dari lingkar orbita dan dasar orbita, penglihatan, pergerakan ektra o$ular dan posisi bola mata, serta jarak inter$anthal. 5idak seperti fraktur Le fort II, Le fort III berhubungan dengan adanya $edera pada (ygomatikus. Perubahan penglihatan menandakan adanya gangguan pada persyarafan mata, masalah pada retina ataupun masalah neurologi$ lainnya. &angguan pada pergerakan ekstraokular atau enopthalmos menandakan adanya
suatu blow out pada dasar orbita.
Peningkatan jarak inter$hantal menandakan adanya perubahan pada tulang frontomaksilaris atau tulang la$rimalis ataupun adanya avulsi dari ligamentum $anthal medialis . %alam hal kerusakan yang parah pada mata dan tulang orbita dapat dikonsultasikan kepada opthalmologis. %eformitas pada kontur tulang dapat tertutupi oleh pembengkakan, tetapi permeriksaan dapat menemukan adanya kehilangan kontinuitas tulang atau displacement" &angguan pada oklusi dapat melokalisir adanya fraktur. Pergerakan abnormal pada tulang dapat didiagnosa dan jika terjadi maka akan diikuti oleh sakit dan krepitasi akibat dari ujung tulang yang keras bergesekan satu sama lain. :ilangnya fungsi pada rahang merupakan hal biasa sebagai akibat dari trismus atau sakit (/)# Fraktur transversal pada Le Fort membuat muskulus pterygoid medial yang kuat men$iptakan tarikan posteroinferior pada segmen yang bergerak men$iptakan maloklusi klas III, kontak prematur pada molar dan anterior open bite (!)#
14
$a%bar /# Pemeriksaan mobiliti pada maksila. 1. %ahi difiksasi dengan tangan kiri, maksila digoyang-goyangkan untuk menilai adanya mobiliti. . 5angan kiri juga dapat diletakkan pada os nasal untuk menilai mobiliti pada os nasal (.)#
J $a%bar 2# etode palpasi wajah tengah pada fraktur Le Fort. &igi anterior dipegang dan maksila dimanipulasi untuk memeriksa adanya pergerakan. Cika gerakan dapat dipalpasi pada jembatan nasal 213, maka terdapat adanya Le Fort II atau III. Cika gerakan terdeteksi juga pada (igoma 23, maka terdapat fraktur III. 1pabila tidak terdeteksi adanya gerakan pada daerah tersebut namun maksila mengapung, maka kemungkinan terjadi fraktur Le Fort I ()#
$a%bar 3# Saat melakukan pemeriksaan fraktur pada maksila, kepala distabilisasi lalu prosesus dentoalveolar dimanipulsi sehingga adanya pergerakan segmen fraktur dapat dideteksi. Pemeriksaan fraktur Le Fort II dan III dilakukan dengan $ara satu tangan memegang pun$ak hidung sementara tangan lain memanipulasi maksila. Pergerakan pada sutura nasofrontal menunjukkan kemungkinan terdapatnya fraktur Le Fort II atau III (&)#
Perbedaan klinis fraktur maksila7 !# L 45rt I
anifestasi 'linis Le Fort I antara lain adalah7 Seluruh rahang atas dapat digerakan dengan mudah # 'e$uali apabila segmen fraktur mengalami impaksi kearah posterior.
15
5erjadinya kontak premature dari gigi posterior karena tulang maksila turun dan menimbulkan open bite yang klasik. Palpasi tulang alveolar pada jaringan pendukung akan terasa nyeri %apat dilihat dengan jelas pada foto roentgen dan sering adanya gambaran sinus yang berkabut serta gangguan kontinuitas yang bilateral dari dinding sinus maksila (-)#
'# L 45rt II
anifestasi klasik Le Fort II antara lain 7 •
edema periorbital se$ara bilateral, diikuti dengan e$$hymosis yang memberikan kesan seperti ra$$oon sign 2menyerupai ku$ing3.
•
:ipoesthesia dari nervus infra orbital juga ditemukan, kondisi ini mun$ul karena perkembangan odema yang sangat $epat.
•
Suatu maloklusi dapat terjadi bersamaan dengan open bite.
•
Suatu kelainan bentuk ini dapat dideteksi pada daerah rima infra orbital atau daerah sutura naso frontal. 4ara pendeteksian ini dapat dengan mengandalkan genggaman pada gigi anterior maksila dan menggerakannya arah anterior- posterior, sehingga frakmen yang pe$ah dari lantai orbita atau dinding media bisa terlihat dan ikut bergerak.
•
%ari gambaran foto roentgen dapat terlihat pemisahan atau pergeseran pada sutura (ygomati$omaksilaris serta terputusnya kontinuitas rima orbital inferior didekat sutura tersebut (',-)#
## L 45rt III anifestasi klinis Le Fort III antara lain 7 •
Sering terlihat kebo$oran $airan $erebrospinal akibat sobeknya meninge 2selaput otak3 16
•
edema yang hebat dan e$$hymosis peri orbital terlihat bilateral karena terjadinya perdarahan subkonjungtiva dalam berbagai tingkat keparahan.
•
5rauma tele$antus dapat terasa seperti halnya juga ephypora. 1da baiknya temuan ini dikomfirmasikan dengan 45 $oronal dan sagital s$an, hal ini berguna dalam ren$ana perawatan dan pertolongan nyawa pasien.
•
Fraktur ini biasanya diikuti dengan fraktur (ygoma, dan naso orbita eithmoid, luka yang dihasilkan pun berfariasi.
•
Pada waktu dilakukan tes mobilitas dari maksila akan memperlihatkan pergerakan dari seluruh bagian atas wajah (',-)#
$a%bar !6# &ambaran 'linis Fraktur Le Fort III III#
P%riksaan Ra1i5+57is
Setelah dilakukan pemeriksaan klinis pada area fasial dan keadaan pasien stabil, pemeriksaan radiologi harus dilakukan untuk memberikan tambahan informasi tentang trauma fasial. )valuasi pada fraktur midfasial se$ara umum ditambahkan dengan gambaran radiografik, minimal foto HaterKs, s$heidel anteroposterior, lateral dan foto submentoverte9. Foto 5owneKs sangat bermanfaat dalam menggambarkan lengkung (igomatikus dan rami mandibula. Lengkung (igoma paling bagus digambarkan pada foto submentoverte9. Foto HaterKs memperlihatkan antrum hampir jelas. Foto lateral
skull
berguna
dalam
menggambarkan kehadiran $airan pada sinus paranasal dan udara intrakranial. Cika pasien tidak dapat tengkurap, dapat menggunakan reverse HaterKs 2frontoosipital3. 'ekurangannya yaitu bertambahnya jarak antara tulang wajah ke film (').
17
$a%bar !!. HaterKs view memperlihatkan gambaran fraktur Le Fort II yang membentuk segmen fraktur bentuk Piramid. 5ampak fraktur pada hidung, os.lakrimal, dinding orbita media, dasar orbita, maksilla anterior, lempeng pteriogoid (2).
$a%bar !'# Foto waterKs lateral menunjukkan fraktur Le Fort II
amun, dikarenakan kesulitan untuk menginterpretasi foto polos midfasial, teknik yang lebih memuaskan biasanya digunakan. iasanya menggunakan 45 2 Computed Tomography) s$an atau rekonstruksi "-% (&)# S$an yang diambil se$ara baik dan hasil tepat, dapat menjadi alat diagnostik radiologi tunggal, tanpa foto lain. 45 s$an juga menggambarkan terdapatnya edema dan kehadiran benda asing yang sering terlewat pada foto konvensional.
$a%bar ! 45 s$an a9ial menunjukkan fraktur Le Fort II
18
$a%bar !# &ambaran "% fraktur Le Fort II.
I#
PERA8ATAN
Prinsip umum perawatan terhadap fraktur Le Fort terdiri dari reduksi, fiksasi, mobilisasi, dan imobilisasi. eberapa jenis tekhnik reduksi pada fraktur maksila7 !# R1uksi trtutu9 (close red)
etode ini dilakukan tanpa melakukan insisi untuk mereduksi kembali bagian tulang yang fraktur seperti pada fragmen fraktur ini bergerak, biasanya gigi geligi yang terdapat pada segmen fraktur mengalami kegoyahan. Pada kasus ini dibutuhkan tekanan berulang 2digital3 untuk mereduksi tulang yang patah. Pada kasus fraktur unilateral maksila atau terpisahnya sisi kanan dan kiri palatum pada sutura palatine, maka digunakan alat R5* Disi%9acti5n 45rc9s atau a0t5n8i++ia%s 45rc9 untuk mereduksi kembali kedua sisi palatum tersebut. 1r$h bar dipasang pada
lengkung maksila dan mandibula. &igi yang goyah diikat dengan kawat 2wiring3 kear$h bar maksila, sedangkan gigi yang terdapat pada segment yang tidak fraktur dilindungi dengan fiksasi intermaksila. 'emudian fiksasi dilanjutkan kedaerah fraktur yang telah direduksi tadi. Fiksasi dibiarkan selama / sampai @ minggu didalam mulut pasient dan pasien diberikan diet lunak selama fiksasi. Indikasi dilakukannya metode tertutup pada fraktur maksila adalah7 •
%imana pada pemeriksaan klinis dan radiografis tidak memperlihatkan gambaran perobahan letak pada kedua segmen fraktur atau segmen frakturnya terletak pada variable yang stabil dari tekanan otot-otot mastikasi 2ndispla$ement fra$ture3.
19
•
Pada pasien yang edentulous 2tidak bergigi3 dan fraktur maksila se$ara radiology memperlihatkan perobahan letak yang minimal dan letak garis fraktur kemudian menjadi stabil oleh otot-otot pengunyahan. aka union tulang pada fraktur ini dapat menjadi penghubung yang baik.
•
Pasien dengan fraktur yang menimbulakan kerusakan pada otak dan tidak adanya rangsangan untuk bangun, maka metode terbuka untuk sementara merupakan kontra indikasi.
'# R1uksi trbuka (open red)
etode ini lebih baik untuk kasus fraktur maksila khususnya yang komplek. %engan metode ini dapat di$apai immobilisasi fraktur yang sempurna dan fiksasi yang kuat dan rigid. etode ini dimulai dengan tahapan sebagai berikut7 *. Pembukaan flap dengan insisi vestibular se$ara bilateral. 0. Sisi fraktur disingkapkan dengan meretraksi flap tadi ". %ilakukan pembersihan segment pada garis fraktur. /. %ilakukan perlekatan kembali kontunuitas tulang yang terputus. #. Fiksasi garis fraktur dengan wiring atau mini dan mikro plat serta bautnya. @. 5utup daerah operasi dengan mengembalikan flap pada posisi awal dan dijahit . Fiksasi inter maksila selama / minngu 2masa penyembuhan3 6. Pasien diberikan diet lunak selama fiksasi dengan kandungan gi(i yang $ukup.
Indikasi dilakukannya metode fraktur terbuka adalah sebagai berikut7 •
1pabila metode tertutup gagal dilakukan
•
Fraktur dengan displa$ement yang kearah bawah dengan segala komplikasinya seperti open bite klasik, elongasi fasial dana dish fa$e.
•
Fraktur fasial kompleks dan multiple seperti Le fort I, II, III .
•
Fraktur dengan impaksi pada rahang bawah.
•
Fraktur yang memerlukan pemasangan miniplate dengan skrup untuk reduksi dan stabilitas segment fraktur.
•
Fraktur yang membutuhkan bone graft.
20
Fiksasi 1an I%5bi+isasi 4raktur %aksi+a
1da beberapa ma$am alat untuk Immobilisasi fraktur ma9illa yang mana pada dasarnya menggunakan prinsip berikut ini (-): 1. Fiksasi Intramaksila dan Intermaksila. *. :anya rahang atas saja yang dipasangkan alat fiksasi misalnya, dengan memakai ar$h bar dari )ri$h. 4ontoh pada kasus fraktur sebagian ke$il dari prosesus alveolaris rahang atas 2Intramaksila3. 0. Pemasangan alat fiksasi pada gigi-geligi di maksila dan mandibula, kemudian pada kedua rahang ini dipasang rubber elasti$ band melalui kaitan atau ho$k pada a$rh bar yang digunakan. )lastik hanya dipakai pada gigi-geligi yang tidak mengalami fraktur rahang 2berguna untuk fraktur unilateral atau segmental 3 sehingga tulang alveolar yang mengalami fraktur akan terdorong keatas oleh tekanan gigi-geligi dirahang atas dan rahang bawah 2Intermaksila3.
$a%bar !-# 1r$h bar dan fiksasi intermaksilaris (&)#
. Fiksasi Internal 5eknik ini ditemukan oleh 1dam yang mana diindikasikan pada fraktur hori(ontal yang sederhana dengan tidak terlibatnya tulang orbita. 5eknik ini menggunakan kawat suspensi 2stainless steel ukuran .*6 atau ,0 in$hi, ,/# atau ,#mm3 yang dimasukan 2diikatkan3 pada titik tertentu di tulang bagian superior. agian yang paling sering digunakan adalah 1pertura piriformis, Spina nasalis, tonjolan alar, 1r$ur (ygomatikus, Prosesus (ygomatikus ossis frotalis dan pinggiran tulang infra orbita. kemudian kawat menelusuri daerah fasial terus kebawah dan kemudian dihubungkan 2diikatkan3 pada ar$h bar yang telah dipasang pada gigi-geligi rahang atas 2terhadap maksila3 21
disebut fiksasi kraniomaksila. Sedangkan pada ikatan atau perlekatan kawat terhadap mandibula disebut fiksasi kraniomandibula. &igi-geligi rahang atas dan rahang bawah dalam keadaan fiksasi Intermaksila 25ransosseous wiring fi9ation3. 1pabila mandibula utuh atau karena perawatan bisa stabil, maka fiksasi kraniomandibula lebih dianjurkan
dibanding
perawatan fiksasi kraniomaksila, karena perlekatan ini memberikan hasil terbaik untuk mempertahankan posisi komponen maksila yang mengalami fraktur. 4. Fiksasi eksternal *. Pesawat 4ranio-a9illa. %imana digunakan suatu alat :ead 1pplian$es yang dihubungkan dengan alat lain yang dipasang pada maksila. :ead applian$es yaitu suatu alat yang dipasang pada kepala yang berfungsi sebagai penahan untuk fiksasi fraktur maksila dengan tulang $ranial. 1lat ini ada beberapa ma$am yang biasa digunakan yaitu7 •
Plaster of Paris head $ap.
•
Hoodards applian$e.
•
)nglands applian$e.
•
isnoffs head band.
•
4rawford head frame.
•
4rawford bloom head applian$e
Pesawat 4ranio a9illa sendiri ada beberapa ma$am yaituD a. Pesawat 4- yang menggunakan 'ingsley splint yang dapat dihubungkan dengan berbagai ma$am splint yang diletakan pada gigi-gigi dirahang atas seperti7 •
Hire splint
•
4ast metal splint
•
and orthodonti$
•
Pada pasien edentulous digunakan modifikasi dari kingsley sendiri.
b. Pesawat 4- yang menggunakan Steinmann pin, dimana pin ini dimasukan kedalam tulang alveolar rahang atas yang mengalami fraktur melalui pipi lalu pin ini dihubungkan kembali kealat head applian$e. $. Pesawat 4- yang menggunakan $ranio fasial wire. %itemukan oleh )ri$h, dimama kawat dihubungkan dengan ar$h bar yang telah dipasang sebelumnya pada rahang 22
atas 2 gigi-geligi 3, kawat ini menembus pipi lalu dihubungkan denga head applian$e. Pemakaian alat ini diindikasikan pada fraktur dengan tidak adanya perubahan tempat dari rahang 2fragmen3 dan mandibula dapat bergerak untuk berbi$ara dan makan 2makanan lunak3.
0. Pesawat 4ranio M andibula. Pada metode ini gigi-geligi pada kedua rahang berada dalam keadaan oklusi dengan menggunakan Intermaksila wiring fi9ation dan eksternal tra$tion. Pesawat ini pun ada beberapa ma$am yaitu 7 a. Pesawat 4-mand dengan menggunakan 5ra$tion bandage 2head bandage3. 5erdiri dari arton bandage denagn elasti$ yang dilekatkan pada kedua sisi dengan menggunakan plaster. Ini untuk perawatan sementara dari fraktur rahang. b. Peasawat 4-mand dengan menggunakan Steinmann-pin yang dimasukan kedalam $orpus mandibula , dibagian luar dihubungkan dengan Fra$-sure link verti$al rod dikedua sisi. Fra$-sure rods ini dihubungkan dengan head applian$e $. Pesawat 4-mand dengan half pin hamper sama dengan Steinmann pin, juga digunakan Fra$-sure rods dipakai sebagai penghubung dengan head applian$e. d. Pada kasus tidak bergigi digunakan &unning splint yaitu suatu a$rilik aplint yang digunakan sebagai alat fiksasi mandinbula.
". Pesawat alar-andibula fi9ation. Pesawat ini ditemukan oleh &ross, yang mana dua buah pin dimasukan kedalam tulang pipi kiri dan kanan. Pin ini lalu dihubungkan dengan pin yang telah dipasang pada $orpus mandibula melalui suatu batang penghubung 2rods3 atau rubber elasti$ band.
23
$a%bar !.# Fiksasi kraniomaksilar (/)#
5ahapan perawatan pada fraktur Le Fort7 !# Pra*atan Fraktur L F5rt I
Perawatan fraktur maksila dapat dilakukan dengan metode terbuka maupun metode tertutup tergantung dari berat dan ringannya kasus, namun untuk fraktur maksila yang meliputi le fort I, II, III atau yang diikuti kelainan oklusi sebaiknya dilakukan dengan metode terbuka (',-)# 1turannya, reduksi dini fraktur Le Fort I memberikan kesulitan minimal. %i atas hingga * hari, perlu tenaga tambahan untuk melakukan reduksi sempurna. Fraktur dr pergeseran minimal direduksi di diimobilisasi se$ara ideal dengan reduksi terbuka dan immobilisasi diperoleh dengan penempatan plat yang tepat. Sebagai alternatif yang kurang ideal, melakukan fiksasi intermaksilari selama sebulan, biasanya $ukup untuk terjadi penyembuhan. Pada kasus fraktur remuk yang parah, diperlukan perpanjangan periode fiksasi hingga @ minggu. Fraktur impacted atau fraktur yang tidak mudah direduksi karena penyatuan dini oleh jaringan ikut 2 ibrous union3 sebaiknya direduksi dengan menggunakan tang disimpaksi !owe atau :ayton-Hilliams. Paruh dari tang !owe ditempatkan sepanjang dasar hidung, dan sisi lainnya pada palatum keras 2gambar3. %igunakan se$ara sepasang atau sendiri. ntuk melindungi mukosa hidung dan mukoperiosteum palatum, dapat ditempatkan ujung karet pada paruh tang. &unakan gerakan menekan atau memutar, maksila ditarik ke depan dan ke bawah (')#
24
$a%bar !/# Penggunaan tang disimpaksi !owe untuk mereduksi maksila (',&)#
'# Pra*atan Fraktur L F5rt II
!eduksi tertutup yang dilakukan pada fraktur Le Fort II mudah dilakukan dengan tang disimpaksi !owe. Fiksasi intermaksilari kemudian dilakukan untuk memperbaiki posisi anteroposterior fraktur. :al tersebut perlu dilakukan untuk mendapat stabilitas dan penyembuhan yang adekuat. Imobilisasi dilakukan minimal / minggu. Sebagai alternatif, dapat dilakukan reduksi terbuka. Pada fraktur Le Fort II dilakukan insisi pada sulkus bukalis, pembukaan tambahan ke superior sering dibutuhkan untuk akses yang $ukup dari orbital rim. :al ini dapat di$apai dengan insisi subsiliary atau transkonjun$tiva. Perawatan dimulai dengan pemasangan I%H untuk mendapatkan oklusi. Pada umumnya segmen maksila pyramidal yang bebas distabilisasi ke tulang (ygoma yang intak. Fiksasi
dapat
dilakukan
dengan mini plate
yang menjangkau penyangga
(ygomati$omaksilaris (/)# Setelah dilakukan reduksi pada fraktur, terdapat variasi pilihan untuk imobilisasi. inimal fiksasi tiga-titik atau mungkin empat-titik diperlukan. :al ini dapat diperoleh dengan membuka regio sutura (igomatikomaksilaris baik dari rima inferior maupun intraoral, atau dapat juga menggunakan daerah sutura nasofrontal. 'ombinasi yang diperlukan tergantung pada kebutuhan untuk mengeksplor dasar orbita, atau rekonstruksi rima inferior,
25
atau keduanya, dan rekonstruksi regio nasofrontal karena daerah ini sering kali terjadi keremukan (')# Pilihan lain dari perawatan pada fraktur Le Fort II yaitu imobilisasi sutura nasofrontal. %apat dilakukan dengan bilateral Lyn$h, open s*y, atau insisi flap koronal, atau melalui laserasi yang sudah ada. Semua pendekatan ini dapat memberikan akses yang baik ke daerah sutura nasofrontalis. Penempatan plat pada daerah ini dapat memberikan kestabilan dan keamanan dalam arah superior posterior.
Pra*atan Fraktur L F5rt III
Fraktur Le Fort III se$ara esensial merupakan kombinasi fraktur (igoma bilateral dan fraktur pada kompleks nasal-orbital-ethmoid 2)3. 5erdapatnya jejas yang remuk dan parah bervariasi, tetapi prinsip perawatannya identik dengan yang lain (')# Prinsip umum perawatan fraktur ini yaitu, reduksi dan imobilisasi (igomatikofrontal, (igomatikotemporal, dan sutura nasofrontal, serta reduksi yang tepat dari maksila ke wajah tengah inferior. Pada gilirannya, oklusi yang baik harus didapatkan untuk mendapatkan posisi anteroposterior dan lateral wajah tengah (')# %alam perawatan fraktur Le Fort III, kita menstabilisasi segmen tulang yang bergerak untuk stabilisasi mandibula dan tulang kranium. 1walnya, rahang atas harus dalam kondisi tidak terpendam 2direposisi3 dan F dilakukan. Insisi jaringan lunak dapat dilakukan di lokasi yang sama seperti untuk fraktur Le Fort II. Insisi alis lateral, lipatan glabela, atau flap kulit
kepala
bi$oronal
dapat
digunakan
untuk
topangan
tambahan
pada
tulang
fronto(igomatik. Flap bi$oronal dapat diperpanjang untuk men$apai akses ke lengkung (igoma. Flap bi$oronal harus diran$ang hati-hati untuk menghindari $edera pada $abang saraf wajah. 'etika flap dibuat pada area lengkung orbita, perikranium dapat diinsisi tepat di atas lengkung untuk menjaga suplai darah dari daerah supraorbital dan supratroklearis ke flap. Pada daerah lateral, kita melakukan diseksi superfisial dari fasia temporalis. %alam men$apai lengkung (igomatik, kita lakukan insisi fasia temporalis di atasnya. Perluas bidang insisi ke dalam fasia sampai tulang (igoma yang fraktur. Patahan tulang kemudian dapat dikurangi dengan elevator kaku. Cika terpendam atau $omminuted, fiksasi langsung mungkin diperlukan. Cangan gunakan flap bi$oronal dalam situasi dimana flap membutuhkan suplai arteri temporal. &aris rambut yang terlalu mundur juga dapat menjadi bahan pertimbangan 26
untuk menggunakan tipe insisi lain. Sehubungan dengan tindakan fiksasi pada fraktur maksila, kurangi dan stabilkan setiap patahan tulang yang terlibat. Setelah ini dilakukan dan segmen fraktur terlihat, maka fiksasi dapat dilakukan. Fiksasi iniplate saat ini merupakan tipe yang paling dapat diandalkan. &unakan template lunak, pelat pembentuk kontur yang akurat dan mono$orti$al serta sekrup sel-tapping . &unakan pelat yang menjangkau seluruh penopang utama. Pada fraktur Le Fort III sejati, fiksasi (ygomati$ofrontal bilateral mungkin sudah $ukup. amun, se$ara umum, tetap dibutuhkan fiksasi tambahan 2misalnya, nasoma9illary, nasofrontal, lengkung inferior orbital, lengkung (igomati$3. &unakan s esedikit mungkin pelat untuk men$apai fiksasiD pelat berlebihan tidak diperlukan. Interoseus wiring dan suspension wiring digunakan pada fraktur Le Fort III, tetapi hasilnya tidak sebaik miniplate fiksasi karena vektor gaya untuk mempertahankan reduksi kurang akurat dan mi$romotion meningkat.
Pra*atan P5st O9rasi
ntuk meminimalisir edema paska operasi, lakukan pembalutan kassa dengan tekanan ringan, pada daerah operasi. Cika pembalut tetap kering, dapat diangkat setelah 0-# hari. 1pabila daerah fraktur terbuka terhadap lingkungan eksternal atau terdapat komunikasi dengan intra oral atau ruang nasal, maka perlu diberikan antibiotik profilaksis terhadap organisme gram-positif dan anaerob selama #-* hari +. Setelah pembedahan, observasi pasien selama semalam terhadap kemungkinan terjadinya perdarahan, masalah pada jalan nafas, dan muntah. Cika menggunakan fiksasi dengan kawat pada IF, tempatkan pemotong kawat di dekat pasien setiap saat pada awal periode post-operasi untuk mengeluarkan muntah. Lepas kawat atau rubber band apabila pasien mulai merasa mual +. Sebelum pulang, instruksikan pasien mengenai $ara melepas IF apabila muntah. Selain itu, pasien diberi tahu untuk membatasi diet yaitu bubur atau $airan +.
27
F5++5* U9
Lakukan evaluasi ollo$-up pada hari ke #- 2jahitan kulit dapat dilepas pada saat ini3, minggu ke 0-/, lalu minggu ke "-6 untuk melepas IF. Follo$-up jangka panjang mungkin dibutuhkan untuk memonitor terjadinya komplikasi post-operasi atau deformitas +. 5ujuan paling penting selama periode awal post-operasi yaitu memelihara imobilisasi. 5ergantung pada umur dan kesehatan umum pasien, keparahan dan displacement fraktur, serta teknik perawatan yang digunakan, periode ini berkisar antara /-6 minggu. Sehingga IF perlu dirawat selama periode ini. Selama periode ini, tekankan pasien untuk memelihara kebersihan mulut dengan rajin menyikat gigi dan arch bar dan berkumur dengan saline atau mouth$ash antiseptik setiap pagi dan malam serta setiap habis makan +. Pada pemeriksaan post-operasi, lakukan tes stabilitas tulang wajah dengan mempalpasi geligi rahang atas pasien saat menggigit dan merelaksasi otot pengunyahan. 5erdapatnya Pergerakan minimal mungkin masih dapat diterima, tapi mobilisasi berlebihan dapat mengindikasikan terjadinya penyembuhan yang buruk. Pengambilan foto post-operasi 2misal, serial mandibula, +anorex dental %ie$s, acial series, CT scan3 dapat membantu pada pasien yang di$urigai terjadi malunion +. 1pabila tulang wajah telah sembuh dengan baik dan didapat oklusi normal, IF dapat dilepas. obiliti vertikal yang minimal pada midfasial dapat pulih seiring dengan waktu. Pergerakan yang berlebihan mengindikasikan terlalu dininya melepas arch bar atau terdapatnya masalah penyatuan tulang. Pada umumnya, F dapat dilepas lebih $epat pada fraktur yang diperbaiki dengan fiksasi miniplate, dan lebih lama pada fraktur yang diperbaiki dengan kawat interosseus atau suspensi +.
28
BAB III KOMPLIKASI
eberapa komplikasi yang dapat terjadi akibat fraktur maksila dan penyembuhannya biasanya tidak tampak hingga beberapa minggu hingga bulan setelah terjadinya trauma, tetapi potensi kemun$ulannya dapat diperkirakan selama evaluasi dan perawatan (&)# 'omplikasi yang mungkin terjadi sehubungan dengan fraktur maksila antara lain (&)7 *. Parestesi n. infraorbital 0. )nopthalmus ". Infeksi /. 1lat terekspos #. %eviasi septum @. bstruksi nasal . Perubahan penglihatan 6. onunion +. alunion atau maloklusi *. )piphora **. !eaksi benda asing *0. Caringan parut *". Sinusitis 5erjadinya obstruksi jalan nafas perioperatif dan postoperatif jarang terjadi pada fraktur maksila tunggal. agaimanapun, kondisi ini dapat terjadi sehubungan dengan ekstubasi, dengan hematom septum atau nasal pac*ing, dan dengan edem berat jaringan lunak yang menghalangi pernafasan melalui jalan nafas nasal. Pasien dengan fiksasi intermaksilari dan gigi lengkap biasanya mengalami kesulitan pernafasan pada saat ini. !eintubasi, pembukaan jalan nafas nasofaringeal, dan pembukaan fikasi intermaksilari dapat efektif menghilangkan gangguan jalan nafas. Faktur pada septum nasal yang tidak diperbaiki dapat menyebabkan terjadinya obstruksi jalan nafas postoperatif yang akan tetap ada hingga semua pembengkakan jaringan lunak hilang (&). Sinusitis akut dapat terjadi akibat tindakan intubasi trakheal yang berkepanjangan. Sinusitis akut atau kronik dapat juga terjadi pada sinus ethmoid, sphenoid, frontal, dan maksila, karena fraktur dapat mengobstruksi duktus sinus atau ostia (&). :emoragi post operatif dapat terjadi jika arteri dan vena tidak diligasi ketika memperbaiki laserasi, jika reduksi tulang inadekuat dapat menyebabkan perdarahan berlanjut, 29
jika terjadi aneurisma, atau jika arteri sebagian terpotong. Laserasi sebaiknya diperiksa ulang sehingga hemoragi dapat dikontrol. :ematom yang ada, sebaiknya didrainase. Pada perdarahan tulang sebaiknya dilakukan reduksi ulang atau menggunakan bone $ax. :emoragi dari arteri utama harus segera ditangani, apabila sumbernya tidak dapat diidentifikasi,
maka perlu
dilakukan
arteriografi
dan
embolisasi.
1neurisma dan
pseudoaneurisma merupakan komplikasi trauma pada maksilofasial tetapi jarang terjadi akibat fraktur maksila tersendiri (&). 'arena kedekatan maksila dengan orbita, maka dapat terjadi komplikasi yang berhubungan dengan penglihatan. 'ebutaan jarang terjadi sehubungan dengan fraktur midfasial dan paling sering terjadi pada pola fraktur yang melibatkan orbita, seringkali dengan mekanisme jejas yang lebih berat. 'ebutaan postoperatif imediet dapat merupakan komplikasi reduksi pada fraktur Le Fort III 2atau fraktur yang melibatkan orbita3 dan terjadi akibat peningkatan hemoragi atau tekanan intraorbital, spasme arteri retinal, hemoragi retrobulbar, dan menekannya fragmen tulang pada nervus optikus. Fraktur pada dasar orbita yang tidak terdiagnosa atau ditangani dengan tidak adekuat 2sendiri atau kombinasi dengan komponen (igoma3 dapat menyebabkan terjadinya enopthalmus dan diplopia (&). 'omplikasi postoperatif lain yaitu salah penempatan segmen tulang atau alat fiksasi. 'omplikasi ini dapat diidentifikasi melalui pemeriksaan klinis 2misal, maloklusi3 atau pemeriksaan radiografi postoperatif. Perlu dilakukan prosedur pembedahan kedua untuk memperbaiki komplikasi tersebut (&).
30
BAB I KESIMPULAN
Fraktur pada maksila merupakan fraktur yang paling sering terjadi pada suatu jejas yang mengenai wajah tengah. Hajah tengah memiliki pilar-pilar yang dapat menentukan pola fraktur tertentu. Le Fort merupakan orang pertama yang menggambarkan klasifikasi fraktur pada wajah tengah, yang disebut sebagai klasifikasi fraktur Le Fort I, II, dan III, tergantung tulang-tulang yang terlibat. Prinsip perawatan terhadap fraktur Le Fort yaitu reduksi, fiksasi, imobilisasi, dan mobilisasi. 5erdapat beberapa komplikasi yang dapat terjadi akibat fraktur maksila dan biasanya tidak tampak hingga beberapa minggu hingga bulan setelah terjadinya trauma.
31