Nama
: Idka Setia Ningrum
NIM
: 20140420271 20140420271
Kelas
:F
Fakultas
: Ekonomi
Jurusan
: Akuntansi
Hakikat Ekonomi dan Bisnis HAKIKAT EKONOMI Ekonomi berasal dari kata Yunani oikonomia oikonomia yang berarti pengelolaan rumah rumah (Capra, 2002). Yang dimaksud dengan pengelolaan rumah adalah cara rumah tangga memperoleh dan menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan hidup (fisik) anggota rumah tangganya. Dari sini berkembang disiplin ilmu ekonomi yang dapat didefinisikan sebagai ilmu yang berhubungan dengan produksi, distribusi, dan konsumsi. Ilmu ekonomi berkembang berdasarkan asumsi dasar yang masih dipegang hingga saat ini, yaitu adanya kebutuhan (needs) manusia yang tidak terbatas dihadapkan pada sumber daya yang terbatas (scarce resources) sehingga menimbulkan persoalan bagaimana
mengekploitasi sumber daya yang terbatas tersebut secara efektif dan efisien guna memenuhi kebutuhan manusia yang tak terbatas.
ETIKA DAN SISTEM EKONOMI Ada dua paham sistem ekonomi yang berkembang, yaitu ekonomi kapitalis dan ekonomi komunis. Inti dari paham ekonomi kapitalis adalah adanya kebebasan individu untuk memiliki, mengumpulkan, dan mengusahakan kekayaan secara individu. Sistem kapitalis sering disebut juga sistem ekonomi liberal. Ada dua ciri pokok dari sistem ekonomi kapitalis, yaitu: liberalisme kepemilikan dan dukungan ekonomi pasar bebas. Menurut paham ini, kebebasan individu akan memicu motivasi setiap orang untuk melakukan kegiatan bisnis dan ekonomi dalam rangka memakmurkan dirinya masing-masing. Sebaliknya paham ekonomi komunis yang memperoleh inspirasi dari pemikiran Karl Marx justru sangat menentang sistem kapitalis ini. Menurut sistem ekonomi komunis, setiap
individu dilarang menguasai modal dan alat-alat produksi. Alat-alat produksi dan modal harus dikuasai oleh masyarakat (melalui negara) sehingga tidak ada lagi eksploitasi oleh sekelompok kecil majikan terhadap masyarakat mayoritas (kaum buruh). Karena perhatian utama sistem komunis adalah kemakmuran masyarakat secara keseluruhan dan bukan kemakmuran orang per orang, maka sering kali sistem komunis ini — dengan beberapa variasinya — disebut sebagai sistem sosialis. Walaupun sistem kapitalis dan sistem komunis sangat bertentangan, namun sebenarnya ada persamaan yang sangat esensial, yaitu keduanya hanya
ditujukan
untuk
mengejar
kemakmuran/kenikmatan
duniawi
dengan
hanya
mengandalkan kemampuan pikiran rasional dan melupakan tujuan tertinggi umat manusia (kebahagiaan di akhirat).
Etika dan Sistem Ekonomi Komunis Tujuan sistem ekonomi komunis adalah untuk memeratakan kemakmuran masyarakat dan menghilangkan eksploitasi oleh manusia (majikan, pemilik modal) terhadap manusia lainnya (kaum buruh). Tujuan pemerataan kemakmuran tidak tercapai; yang terjadi adalah pemerataan kemiskinan. Terjadi kesenjangan kekayaan yang sangat mencolok antara oknum pejabat sangat kaya, sementara rakyatnya tetap dililit kemiskinan. Mengapa sistem ekonomi komunis mengalami kegagalan walaupun sebenarnya tujuannya sangat mulia? Jawaban atas hal ini dapat diberikan sebagai berikut: a. Sistem ekonomi komunis didasarkan atas hakikat manusia tidak utuh. b. Dalam sistem ekonomi komunis, alat-alat produksi dan kekayaan individu tidak diakui. c. Produktivitas tenaga kerja sangat rendah karena rakyat yang bekerja untuk negara tidak termotivasi untuk bekerja lebih giat. d. Keadaan perekonomian negara-negara Blok Komunis semakin memburuk karena terjadi pemborosan kekayaan negara, terutama untuk memproduksi senjata yang dipaksakan dalam rangka perang dingin menghadapi negara-negara Blok Barat.
Etika dan Sistem Ekonomi Kapitalis Dalam sistem ekonomi kapitalis, tujuan manusia direndahkan hanya untuk mengejar kemakmuran ekonomi (fisik) semata dan mengabaikan kekuatan Tuhan. Sistem ekonomi ini juga melupakan tujuan tertinggi hakikat sebagai manusia, yaitu kebahagiaan di akhirat. Sistem
ekonomi kapitalis yang berkembang di negara-negara Barat telah melahirkan perusahaan perusahaan multinasional dengan ciri-ciri sebagai berikut: a. Kekayaan mereka sudah semakin besar, bahkan sudah melewati pendapatan negaranegara yang sedang berkembang. b. Kekuasaan para pemiliknya telah melewati batas-batas wilayah suatu negara.
Etika dan Sistem Ekonomi Pancasila Sistem ekonomi pancasila mencoba memadukan hal-hal positif yang ada pada kedua sistem ekonomi ekstrem — komunis dan kapitalis. Ciri keadilan dan kebersamaan pada sistem ekonomi Pancasila diambil dari sistem komunis; ciri hak dan kebebasan individu diambil dari sistem kapitalis; ditambah dengan ciri ketiga yang tidak ada pada kedua sistem tersebut, yaitu kepercayaan kepada Tuhan YME dengan memberikan kebebasan rakyatnya memeluk agama sesuai dengan keyakinan masing-masing. Secara teoretis, sistem ekonomi Pancasila merupakan fondasi yang paling baik dan paling sesuai untuk membangun hakikat manusia seutuhnya.
Etika dan Sistem Ekonomi Etika pada intinya mempelajari perilaku/tindakan seseorang dan kelompok atau lembaga yang dianggap baik atau tidak baik. Sistem ekonomi adalah seperangkat umur (manusia, lembaga, wilayah, sumber daya) yang terkoordinasi untuk mendukung peningkatan produksi (barang dan jasa) serta pendapatan untuk menciptakan kemakmuran masyarakat. Kesimpulannya adalah bahwa sistem ekonomi apa pun dapat saja memunculkan banyak persoalan yang bersifat tidak etis. Etis tidaknya suatu tindakan lebih disebabkan tingkat kesadaran individual para perilaku dalam aktivitas ekonomi (oknum birokrasi, pejabat negara, pemimpin perusahaan), bukan pada sistem ekonomi yang dipilih oleh suatu negara. Di sini yang berperan adalah tingkat kesadaran dalam memaknai hakikat dirinya — hakikat manusia sebagai manusia utuh atau manusia tidak utuh.
PENGERTIAN DAN PERANAN BISNIS Aktivitas bisnis bukan saja kegiatan dalam rangka menghasilkan barang dan jasa, tetapi juga termasuk kegiatan mendistribusikan barang dan jasa tersebut ke pihak-pihak yang memerlukan serta aktivitas lain yang mendukung kegiatan produksi dan distribusi tersebut. Dua pandangan tentang bisnis sebagaimana diungkapkan oleh Sonny Keraf (1998), yaitu
pandangan praktis-realistis dan pandangan idealis. Pandangan praktis-realistis melihat
tujuan bisnis adalah untuk mencari keuntungan (profit) bagi pelaku bisnis, sedangkan aktivitas
memproduksi
dan
mendistribusikan
barang
merupakan
sarana/alat
untuk
merealisasikan keuntungan tersebut. Pandangan idealis adalah suatu pandangan di mana tujuan bisnis yang terutama adalah menghasilkan dan mendistribusikan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, sedangkan keuntungan yang diperoleh merupakan konsekuensi logis dari kegiatan bisnis tersebut. Inti dari pandangan idealis adalah bahwa tujuan pokok dari bisnis adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, sedangkan keuntungannya hanyalah akibat dari kegiatan bisnis. Tabel 4.1 Komponen-komponen Budaya Etis Kriteria Etis
Egoisme (pendekatan berpusat pada kepentingan diri) Benevolence (pendekatan berpusat pada kepentingan orang lain) Principles (pendekatan berpusat pada prinsip integritas)
Individu Kepentingan diri (selfinterest)
Fokus Perusahaan Kepentingan perusahaan (company interest)
Masyarakat Efisiensi ekonomi
Kepentingan Bersama (friendship)
Kepentingan tim (team interest)
Tanggung jawab sosial (social responsibility)
Moralitas pribadi (personal morality)
Prosedur dan peraturan perusahaan
Kode etik dan hukum
LIMA DIMENSI BISNIS Dimensi Ekonomi Bisnis paling mudah dipahami bila dilihat dari dimensi ekonomi. Dari sudut pandang ini, bisnis adalah kegiatan produktif dengan tujuan memperoleh keuntungan. Bisnis merupakan tulang punggung kegiatan ekonomi; tanpa bisnis tidak ada kegiatan ekonomi. Harta adalah sumber daya ekonomis yang masih mempunyai manfaat untuk menciptakan penjualan pada periode mendatang.
Dimensi Etis Konsep bisnis bila dilihat dari dimensi ekonomi yaitu aktivitas produktif dengan tujuan mencari keuntungan — sudah sangat jelas dan dipahami oleh hampir semua pihak. Namun bila dilihat dari dimensi etis, bisnis masih menimbulkan diskusi yang diwarnai oleh pro dan kontra. Persoalan pro dan kontra dari dimensi etika ini dapat dimaklumi karena belum semua pihak mempunyai pemahaman yang sama tentang pengertian etika dan ukuran yang tepat untuk menilai etis tidaknya suatu tindakan bisnis.
Berikut ini adalah pembahasan bisnis dari dimensi etis. Pertama, kegiatan bisnis adalah kegiatan produktif, artinya kegiatan menghasilkan dan mendistribusikan barang dan jasa untuk kebutuhan seluruh umat manusia. Kedua, bila dilihat dari pihak yang memperoleh manfaat dari keuntungan suatu kegiatan bisnis (masalah keadilan dalam distribusi keuntungan) dan tindakan bisnis dalam merealisasikan keuntungan itu, isu etika muncul untuk memberikan penilaian atau dampak negatif yang ditimbulkan bagi masyarakat dan l ingkungan alam (merugikan orang lain atau menimbulkan kerusakan lingkungan).
Dimensi Hukum Hukum dan etika sebenarnya mempunyai hubungan yang sangat erat karena keduanya mengatur perilaku manusia. Hukum dibuat oleh negara atau beberapa negara melalui suatu mekanisme formal yang sesuai dengan konstitusi/aturan internasional dan mengikat seluruh warga suatu negara atau lebih dari satu negara bila hukum/peraturan itu diratifikasi oleh lebih dari satu negara. Pelanggaran terhadap hukum akan dikenai sanksi hukum.
Dimensi Sosial Sebagai suatu sistem, artinya di dalam organisasi perusahaan terdapat berbagai elemen, unsur, orang, dan jaringan yang saling terhubung (interconnected), saling berinteraksi (interacted), saling bergantung (interdepended), dan saling berkepentingan. Sebagai sistem terbuka, artinya keberadaan perusahaan ditentukan bukan saja oleh elemen-elemen yang ada di dalam perusahaan atau yang sering disebut faktor internal, seperti: sumber daya manusia (tenaga kerja, manajer, eksekutif) dan sumber daya non-manusia (uang, peralatan, bangunan, dan sebagainya), tetapi juga oleh faktor-faktor di luar perusahaan atau yang sering disebut faktor eksternal, yang juga terdiri atas dua elemen, yaitu: faktor manusia dan nonmanusia.
Dimensi Spiritual Kegiatan bisnis dalam pandangan Barat tidak pernah dikaitkan dengan agama. Padahal kalau ditelusuri dalam ajaran agama-agama besar, ada ketentuan yang sangat jelas tentang kegiatan bisnis ini. Dalam agama Islam dijumpai suatu ajaran bahwa menjalankan kegiatan bisnis ini merupakan bagian dari ibadah, asalkan kegiatan bisnis (ekonomi) diatur berdasarkan wahyu yang tercantum dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasul (Dawan Rahardjo, 1990).
Selanjutnya Dawan Rahardjo mengatakan bahwa ada tiga doktrin dalam Islam, yaitu: ibadah, akhirat, dan amal saleh. Kegiatan bisnis yang spiritual tumbuh berdasarkan paradigma sebagai berikut:
Pengelola dan pemangku kepentingan (stakeholders) menyadari bahwa kegiatan bisnis adalah bagian dari ibadah (God devotion).
Tujuan bisnis adalah untuk memajukan kesejahteraan semua pemangku kepentingan atau masyarakat (prosperous society).
Dalam menjalankan aktivitas bisnis, pengelola mampu menjamin kelestarian alam (planet conservation).
Gambar 4.1 Kegiatan Bisnis Spiritual Ibadah (God Devotion)
Bisnis (Profit)
Alam Lestari (Planet Conservation)
Masyarakat Sejahtera (Prosperous Society)
PENDEKATAN PEMANGKU KEPENTINGAN (STAKEHOLDER) Tanggung Jawab Manajemen dan Teori Pemangku Kepentingan Dari sudut pandang pengelola perusahaan (manajemen), dijumpai beberapa paradigma berkaitan dengan peran dan tanggung jawab manajemen dalam mengelola perusahaan. Dalam dunia akuntansi wujud peran dan tanggung jawab manajemen ini tercermin dalam beberapa teori yang berkaitan dengan pemangku kepentingan. Pada umumnya, dulu perusahaan didirikan oleh pemilik yang sekaligus merangkap sebagai pengelola perusahaan tidak ada perusahaan antara pengelola (manajemen) dengan pemilik perusahaan. Tujuan pengelolaan perusahaan jelas adalah untuk meningkatkan laba dan kekayaan pemilik. Paradigma yang sangat berbeda dijumpai dalam teori dana dan teori komando. Dalam teori dana, manajemen dalam mengelola suatu lembaga/organisasi lebih berorientasi kepada restriksi legal atas pengguanaan dana yang dipercayakan kepadanya. Pemangku kepentingan
(stakeholders) adalah semua pihak (orang atau lembaga) yang mempengaruhi keberadaan perusahaan dan/atau dipengaruhi oleh tindakan perusahaan. Selanjutnya Lawrence, Weber, dan Post membagi pemangku kepentingan ke dalam dua golongan, yaitu pemangku kepentingan pasar (market stakeholders) dan pemangku kepentingan nonpasar (nonmarket stakeholders).
Hubungan Tingkat Kesadaran, Teori Etika, dan Paradigma Pengelolaan Perusahaan Tabel 4.2 Hubungan Tingkat Kesadaran, Teori Etika, dan Paradigma Pengelolaan Perusahaan Tingkat Kesadaran Kesadaran Hewani
Teori Etika
Teori Egoisme Teori Hak
Paradigma Pengelolaan
Kesadaran Manusiawi
Memperoleh kekayaan dan keuntungan optimal bagi pengelola yang sekaligus merangkap sebagai pemilik perusahaan
Paradigma Pemegang Saham (Stockholders Paradigm)
Pengelola (manajemen) sudah terpisah dari para pemegang saham selaku pemilik perusahaan.
Paradigma Ekuitas (Equity Paradigm)
Teori Teonom
Paradigma Perusahaan Tercerahkan (Enlightened Company)
Kesadaran Transendental
Paradigma Kepemilikan (Proprietorship Paradigm)
Teori Utilitarianisme Teori Keadilan (Fairness Theory) Teori Kewajiban (Deontologi) Teori Keutamaan
Sasaran Perusahaan
Paradigma Perusahaan (Enterprise Paradigm)
Sasaran perusahaan adalah memperoleh kekayaan dan keuntungan optimal bagi para pemegang saham Sasaran pengelolaan perusahaan untuk meningkatkan kekayaan dan keuntungan para investor (pemegang saham dan kreditur) Sasaran pengelolaan perusahaan adalah untuk kesejahteraan seluruh masyarakat (semua pemangku kepentingan/ stakeholders) Tujuan pengelolaan perusahaan adalah sebagai bagian dari ibadah kepada Tuhan melalui pengabdain tulus untuk kemakmuran bersama dan menjaga kelestarian alam
Analisis Pemangku Kepentingan (Stakeholder Analysis) Sebagai suatu sistem terbuka, perusahaan saling berinteraksi dengan semua pihak terkait (stakeholders) sehingga keberadaan perusahaan bersifat saling mempengaruhi dengan semua pemangku kepentingan tersebut. Oleh sebab itu perlunya menyadari pentingnya melakukan proses pengambilan keputusan berdasarkan pendekatan dan analisis pemangku kepentingan. Hal penting yang perlu dipertimbangkan dalam proses pengambilan keputusan berdasarkan pendekatan pemangku kepentingan, antara lain:
a. Lakukan identifikasi semua pemangku kepentingan, baik yang nyata maupun yang masih bersifat potensial. b. Cari tahu kepentingan (interest) dan kekuasaan (power) setiap golongan pemangku kepentingan. c. Cari tahu apakah ada koalisi kepentingan dan kekuasaan antar golongan pemangku kepentingan tersebut.
TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN (CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY — CSR) Pengertian CSR Definisi CSR yang dikutip dari buku Membedah Konsep dan Aplikasi CSR karangan Yusuf Wibisono (2007) dan buku Corporate Social Responsibility dari A.B. Susanto (2007) salah satunya adalah: a. The World Business Council for Sustainable Development mendifinisikan CSR sebagai “Komitmen bisnis untuk secara terus menerus berperilaku etis dan berkontribusi dalam pembangunan ekonomi serta meningkatkan kualitas hidup karyawan dan keluarganya, masyarakat lokal, serta masyarakat luas pada umumnya.” b. A.B. Susanto mendifinisikan CSR sebagai tanggung jawab perusahaan baik ke dalam maupun ke luar perusahaan. Tanggung jawab ke dalam diarahkan kepada pemegang saham dan karyawan dalam wujud profitabilitas dan pertumbuhan perusahaan, sedangkan tanggung jawab ke luar dikaitkan dengan peran perusahaan sebagai pembayar pajak dan penyedia lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan dan kompetensi masyarakat, serta memelihara lingkungan bagi generasi mendatang.
Berangkat dari konsep 3P yang dikemukakan oleh Elkington, konsep CSR sebenarnya ingin memadukan tiga fungsi perusahaan secara seimbang, yaitu: a. Fungsi ekonomis b. Fungsi sosial c. Fungsi alamiah
Tingkat/Lingkup Keterlibatan dalam CSR Gambar 4.3 Hubungan Tingkat Kesadaran, Teori Etika, dan Tingkat Keterlibatan CSR Tingkat Kesadaran
Teori Etika
Tingkat Keterlibatan CSR
Khewani
Egoisme
Rendah
Manusiawi
Utilitarianisme
Transendental
Teonom
Tinggi
Pro dan Kontra terhadap CSR Alasan-alasan yang menentang CSR ini antara lain: a. Perusahaan adalah lembaga ekonomi yang tujuan pokoknya mencari keuntungan, bukan merupakan lembaga sosial. b. Perhatian manajemen perusahaan akan terpecah dan akan membingungkan mereka bila perusahaan dibebani banyak tujuan. c. Biaya kegiatan sosial akan meningkatakan biaya produk yang akan ditambahkan pada harga produk sehingga pada gilirannya akan merugikan masyarakat/konsumen itu sendiri. d. Tidak semua perusahaan mempunyai tenaga yang terampil dalam menjalankan kegiatan sosial.
Sementara itu, alasan-alasan yang mendukung CSR ini adalah: a. Kesadaran yang meningkat dan masyarakat yang makin kritis terhadap dampak negatif dari tindakan perusahaan yang merusak alam serta merugikan mas yarakat sekitarnya. b. Sumber daya alam yang makin terbatas. c. Menciptakan lingkungan sosial yang lebih baik. d. Perimbangan yang lebih adil dalam memikul tanggung jawab dan kekuasaan dalam memikul beban sosial dan lingkungan antara pemerintah, perusahaan, dan masyarakat. e. Bisnis sebenarnya mempunyai sumber daya yang berguna. f. Menciptakan keuntungan jangka panjang.