Buletin Metrologi Kimia Indonesia No. 1 Tahun I - 2017
ISSN : 2579-3748
Estimasi Ketidakpastian Pengukuran pH Larutan Bufer Sitrat Menggunakan Elektroda Gelas Dengan Metode Dua Titik Kalibrasi Ayu Hindayani Laboratorium Metrologi Kimia (LMK), Pusat Penelitian Metrologi-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2M-LIPI), Gedung 456, Kawasan PUSPIPTEK, Serpong 15314, Tangerang Selatan, Banten E-mail:
[email protected],
[email protected]
ABSTRAK Pengukuran pH merupakan salah satu pengukuran kuantitatif yang paling sering dilakukan dalam analisis kimia. Berbagai bidang seperti industri, pangan, lingkungan, pertanian serta penelitian dipengaruhi oleh hasil pengukuran pH. Salah satu kualitas hasil pengukuran pH dapat dilihat dari nilai pH yang dilengkapi dengan pernyataan ketidakpastian pengukurannya. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai penentuan nilai pH larutan bufer sitrat menggunakan elektroda gelas dengan metode dua titik kalibrasi beserta estimasi ketidakpastiannya. Sumber-sumber ketidakpastian pengukuran pH yang berkontribusi diidentifikasi dan dihitung ketidakpastian bakunya untuk menentukan ketidakpastian diperluas. Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh nilai pH larutan bufer sitrat 4,91 dengan ketidakpastian diperluas ( ) sebesar 0,0246 dengan . Kata kunci:dua titik kalibrasi, ketidakpastian, pH
PENDAHULUAN pH didefinisikan sebagai nilai dari -log aH yang melibatkan jumlah ion tunggal dan aktivitas hidrogen1. Pengukuran pH banyak digunakan pada berbagai bidang, seperti pertanian, pengolahan limbah, proses industri, monitoring lingkungan serta penelitian. Hasil pengukuran pH menjadi salah satu parameter penting yang dapat dijadikan dasar pengambilan suatu keputusan. Oleh sebab itu, hasil pengukuran pH yang benar dan akurat menjadi sangat penting dilakukan. Salah satu kualitas hasil pengukuran pH dapat dilihat dari pernyataan ketidakpastian pengukurannya, karena suatu pengukuran belum dikatakan lengkap tanpa pernyataan ketidakpastiannya2. Sebenarnya, hasil pengukuran pH merupakan perkiraan dari nilai benar yang tidak diketahui secara pasti karena dipengaruhi banyak hal dalam proses pengukurannya3. Hal inilah yang berkontribusi dalam estimasi ketidakpastian pengukuran pH. Ketidakpastian pengukuran bukanlah menyatakan keraguan atas hasil pengukuran yang didapatkan, namun menjadi peningkatan kepercayaan seberapa absah hasil pengukuran yang dilakukan. Ketidakpastian merupakan bagian penting dalam pengukuran, karena dalam suatu pengukuran terdapat banyak faktor yang mempengaruhi ketidaktepatan pengukuran. Ketidakpastian pengukuran dapat berasal dari alat, bahan yang diukur, lingkungan, analis serta sumber lainnya. Berdasarkan VIM (International Vocabulary of Metrology), ketidakpastian adalah suatu parameter non-negatif yang menggambarkan sebaran nilai kuantitatif suatu hasil pengukuran4. Ketidakpastian juga diartikan sebagai bagian dari setiap nilai yang diukur dan spesifikasi ketidakpastian merupakan bagian dari setiap prosedur analitis5. Ketidakpastian pengukuran juga merupakan salah satu persyaratan akreditasi ISO/IEC 17025 dalam butir 5.4.6, dimana laboratorium kalibrasi atau laboratorium pengujian yang melakukan kalibrasi sendiri harus mempunyai dan menetapkan prosedur untuk mengestimasi ketidakpastian pengukuran untuk semua kalibrasi6. Ketidakpastian pengukuran pH diestimasi berdasarkan metode yang digunakan. Pada umumnya, pengukuran pH yang biasa dilakukan oleh laboratorium adalah metode potensiometri menggunakan elektroda gelas. Elektroda gelas pada pH 1
Buletin Metrologi Kimia Indonesia No. 1 Tahun I - 2017
ISSN : 2579-3748
meter harus dikalibrasi secara rutin menggunakan larutan standar bufer yang tertelusur agar didapatkan hasil pengukuran yang valid dan dapat diakui secara internasional, sehingga dapat dijadikan dasar pengambilan keputusan. Tujuan dilakukan kalibrasi elektroda gelas yaitu melihat linearitas respon elektroda pada nilai pH yang berbeda serta untuk mendeteksi kerusakan pada elektroda dengan melihat slope elektrodanya7. pH meter dapat dikatakan memiliki kinerja yang baik apabila memiliki slope antara 95-102% dan potensial asimetrik pada pH 7 bernilai maksimal +15 mV 8. Namun hal ini bergantung pada pH meter yang digunakan, karena pH meter memiliki spesifikasinya masing-masing. Larutan standar bufer yang digunakan untuk kalibrasi elektroda gelas harus memiliki kualitas yang baik karena akan mempengaruhi hasil kalibrasi dan juga ketidakpastiannya 9. Berdasarkan jumlah larutan standar bufer yang digunakan, terdapat tida macam jenis kalibrasi, yaitu satu titik (single point), dua titik (two point), dan banyak titik (multi point)1. Satu titik kalibrasi menggunakan satu buah larutan standar bufer untuk kalibrasi. Pada prosedur kalibrasi ini akan didapatkan hasil yang kurang akurat karena memiliki target ketidakpastian yang besar, yaitu 0,3 dengan k=2 pada 25°C1. Kalibrasi ini digunakan ketika tidak diperlukan ketidakpastian yang kecil10 dan untuk menentukan perkiraan sementara nilai pH larutan sampel sebelum dilakukan pengukuran lebih tepat dengan dua titik kalibrasi atau banyak titik11. Dua titik kalibrasi atau disebut juga bracketing prosedur menggunakan dua buah larutan standar bufer yang mengapit nilai pH larutan sampel yang diukur dengan target ketidakpastian sebesar 0,02-0,03 dengan k=2 pada 25°C10. Sedangkan kalibrasi banyak titik menggunakan lima buah larutan standar bufer untuk kalibrasi. Metode ini sangat direkomendasikan ketika dibutuhkan ketidakpastian yang kecil, yaitu 0,01-0,03 dengan k=2 pada 25°C10. Dari ketiga macam jenis kalibrasi, dua titik kalibrasi merupakan prosedur yang paling umum digunakan karena memiliki metode yang lebih sederhana, lebih akurat dibandingkan kalibrasi satu titik dan lebih menguntungkan untuk nilai pH di daerah non-linear, karena larutan standar bufer yang dipilih memiliki nilai pH yang sedekat mungkin dengan nilai pH sampel 10. Pada prosedur ini, ketika elektroda gelas dicelupkan ke dalam larutan standar bufer ke-1 ( ), larutan standar bufer ke-2 ( ) dan larutan sampel ( ) akan didapatkan potensial listrik terukur untuk masing-masing, yaitu , dan . Persamaan yang digunakan untuk menentukan nilai pH larutan sampel digambarkan pada persamaan (1)12. , dimana Tabel1.
dan
(
Fosfat Boraks Karbonat Kalsium Hidroksida
(
),
*
(
)+
*
(
)+-
(1)
adalah koefisien temperatur untuk larutan bufer standar pH yang dapat dilihat pada
Larutan bufer Tetraoksalat Tartrat Sitrat Ftalat
)-
Tabel 1. Koefisien temperatur larutan bufer standar pH 1 Molalitas Koefisien Rumus Molekular (mol/Kg) temperatur (K -1) KH3C4O8·2H2O 0,05 +0,001 KHC4H4O6 0,0341 (jenuh) -0,0014 KH2C6H5O7 0,05 -0,0022 KHC8H4O4 0,05 +0,00012 Na2HPO4, 0,025 -0,0028 KH2PO4 0,025 Na2B4O7·10H2O 0,01 -0,0082 NaHCO3 0,025 -0,0096 Na2CO3 0,025 Ca(OH)2
0,0203
2
-0,033
Buletin Metrologi Kimia Indonesia No. 1 Tahun I - 2017
ISSN : 2579-3748
Pada umumnya, laboratorium melakukan pengukuran pH (298,15oK), sehingga persamaan (1) akan menjadi lebih sederhana, yaitu: ,
-
,
Dimana
pada
suhu
25°C
(2)
-
,
(3)
-
Potensial listrik terukur dari larutan bufer standar dan sampel pada penentuan nilai pH dilakukan secara paralel, seri, longterm (pembacaan setiap 15 menit) dan shortterm (pembacaan yang dilakukan sebanyak 10 kali selama 5 menit). Pengukuran secara paralel adalah mengukur potensial listrik pada satu batch larutan uji dengan cara mengukur potensial listrik kemudian mengambil kembali larutan uji yang baru dalam batch yang sama dan diukur potensialnya sebanyak 10 kali pengambilan bahan uji dan pembacaan potensial listrik. Sedangkan pengukuran seri yaitu mengukur potensial listrik sebanyak 10 kali pembacaan untuk satu larutan yang sama (tidak diganti-ganti)13. Pada saat estimasi ketidakpastian pengukuran pH, hal yang harus dilakukan yaitu mengidentifikasi semua komponen yang dapat berkontribusi pada saat pengukuran. Berdasarkan Eurachem/Citac Guide CGC 4, estimasti ketidakpastian terdiri dari 4 langkah, yaitu14: 1. Spesifikasi kuantitas yang diukur. Meliputi model pengujian, rumus/formula perhitungan atau data percobaan. Dalam hal ini kuantitas yang diukur adalah pH larutan bufer sitrat ( ) pada suhu 25°C. 2. Identifikasi sumber-sumber ketidakpastian. Meliputi sumber-sumber ketidakpastian yang mungkin berkontribusi dalam ketidakpastian. Kemudian sumber-sumber tersebut dievaluasi statistiknya menggunakan tipe A untuk mengevaluasi efek random yang meliputi efek personel (pengulangan penimbangan, pemipetan, pengukuran dengan alat), kinerja alat (presisi hasil pengukuran), kinerja metode. Sedangkan tipe B digunakan untuk mengevaluasi efek random dan bias yang meliputi nilai acuan dari standar (bahan acuan), hasil kalibrasi alat dan variasi suhu ruang yang berasal dari sertifikat15. Setelah semua sumber ketidakpastian pengukuran pH diidentifikasi, langkah selanjutnya adalah menentukan koefisien sensitifitas dari masing-masing sumber ketidakpastian. Koefisien sensitifitas mengkonversikan semua sumber ketidakpastian ke dalam satuan yang sama dengan satuan besaran ukur. Koefisien sensitifitas juga berperan dalam memberikan skala fungsi pembobot untuk setiap sumber ketidakpastian yang menjelaskan bagaimana taksiran keluaran bervariasi dengan perubahan nilai taksiran masukan. Evaluasi koefisien sensitifitas dilakukan berdasarkan turunan parsial dari persamaan model matematisnya 16. Perhitungan koefisien sensitifitas pada pengukuran pH dengan metode dua titik kalibrasi menggunakan persamaan umum pHx pada persamaan (1), sehingga didapat persamaan berikut untuk masing-masing parameter:
(
)
(
)
(
(
),
( (
(
)
(
(
)
(
),
(
)( (
))
)-
*
(
*
)+
(
*
(
)+-
*
(
)+-
)
)+ (
(4)
(5)
)
(
),
,(
)
)
3
(6)
(7)
Buletin Metrologi Kimia Indonesia No. 1 Tahun I - 2017 (
,
)
*
(
)+
*
(
(
( )
)+-
)
)( (
(
ISSN : 2579-3748
)
(8)
(9)
)
3. Kuantifikasi komponen ketidakpastian.Meliputi estimasi ketidakpastian baku setiap komponen terlihat pada Tabel 2. Tabel 2. Estimasi ketidakpastian baku setiap komponen pada pengukuran pH dengan metode dua titik kalibrasi Sumber ketidakpastian Nilai ketidakpastian baku ( ) Evaluasi Tipe Sertifikat kalibrasi larutan (10) standar bufer Dimana adalah ketidakpastian B diperluas larutan standar bufer, dan adalah faktor cakupan (11) untuk paralel Pengukuran potensial listrik √ larutan untuk seri, longterm dan A (12) shorttem adalah simpangan baku pengukuran ( ) (13) Resolusi pengukuran √ potensial listrik di pH meter B ( ) adalah resolusi pengukuran potensial listrik ( ) (14) Resolusi pengukuran suhu di B √ pH meter ( ) adalah resolusi pengukuran suhu
Ketidakpastian baku untuk pengukuran potensial listrik, diperoleh dari ketidakpastian baku pengukuran secara paralel, seri, longterm, shortterm, serta resolusi pH meter yang digambarkan pada persamaan (15).
( )
√
(15)
4. Menghitung ketidakpastian gabungan. Ketidakpastian gabungan bernilai sama dengan akar kuadrat positif dari jumlah masing-masing ketidakpastian baku setiap komponen yang digambarkan pada persamaan (16).
√∑ (
)
(16)
Dimana adalah ketidakpastian baku dari masing-masing sumber ketidakpastian, dan koefisien sensitifitas masing-masing sumber ketidakpastian.
adalah
Setelah itu ketidakpastian diperluas dihitung dengan mengalikan ketidakpastian gabungan ( faktor cakupan ( ) yang terlihat pada persamaan (17).
) dengan
(17) 4
Buletin Metrologi Kimia Indonesia No. 1 Tahun I - 2017
ISSN : 2579-3748
METODE PERCOBAAN Larutan bufer sitrat dalam makalah ini terbuat dari campuran larutan asam sitrat dan larutan natrium hidroksida. Larutan asam sitrat dibuat dengan melarutkan asam sitrat (C 6H8O7) kualitas p.a (Merck) sebanyak 40,032 g dengan air demineral hingga volumenya mencapai 2 L. Kemudian larutan natrium hidroksida dibuat dengan melarutkan natrium hidroksida (NaOH) kualitas p.a (Merck) sebanyak 16,054 g dengan air demineral hingga volumenya mencapai 2 L. Kedua larutan tersebut (asam sitrat dan natrium hidroksida) dicampurkan dalam botol nalgene 10 L dan dilakukan proses homogenisasi selama satu malam. Selanjutnya larutan bufer sitrat diukur potensial listriknya dengan elektroda gelas menggunakan dua titik kalibrasi pada suhu 25°C, kemudian dihitung nilai pH nya menggunakan persamaan (2) serta dilakukan estimasi ketidakpastiannya.
HASIL DAN PEMBAHASAN Larutan bufer sitrat yang telah dibuat diukur potensial listriknya dengan elekroda gelas yang dikalibrasi dengan dua titik kalibrasi menggunakan larutan standar bufer fosfat ( dan ) dan
larutan standar bufer ftalat ( dan ). Kedua larutan standar beserta sampel diukur potensial listriknya sebanyak sepuluh (10) kali dan didapatkan hasil pengukuran yang terlihat pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil pengukuran potensial listrik
1
Potensial bufer fosfat (Volt) -0,0137
1
Potensial bufer ftalat (Volt) 0,1528
2
-0,0140
2
3
-0,0140
4
Dimana
dan
1
0,1529
2
0,0999
3
0,1528
3
0,1000
-0,0140
4
0,1528
4
0,1000
5
-0,0140
5
0,1529
5
0,1000
6
-0,0140
6
0,1528
6
0,1000
7
-0,0140
7
0,1528
7
0,1000
8
-0,0140
8
0,1528
8
0,1000
9
-0,0139
9
0,1529
9
0,1000
10 ̅̅̅
-0,0139
0,1528 0,1528
10 ̅̅̅
0,1000
-0,0139
10 ̅̅̅
SD
9,7183E-05
SD
4,8305E-05
SD
6,7495E-05
No.
Nilai
,
Potensial bufer sitrat (Volt) 0,0998
No.
No.
dihitung dengan persamaan (2) dan (3) seperti berikut: , ,
-
, -
,
-
,
,
-
Maka: ,
,
(
)-
5
0,1000
Buletin Metrologi Kimia Indonesia No. 1 Tahun I - 2017
ISSN : 2579-3748
Dari 10 kali hasil pengukuran, didapatkan nilai pH larutan bufer sitrat adalah 4,91. Kemudian estimasi ketidakpastiannya adalah sebagai berikut: ) adalah Nilai sertifikat untuk ketidakpastian diperluas ( ) larutan standar bufer fosfat ( dengan , sehingga nilai ketidakpastian bakunya dihitung dengan persamaan (10), yaitu ( ) . Kemudian nilai sertifikat untuk ketidakpastian diperluas ( ) larutan standar bufer ftalat ( ) adalah dengan , sehingga ketidakpastian bakunya dihitung ) dengan persamaan (10), yaitu ( . Pengukuran potensial listrik dengan resolusi pH meter yang digunakan 0,0001, sehingga ketidakpastian baku dihitung dengan persamaan (13), yaitu . √ Pengukuran potensial dilakukan dengan pembacaan paralel, seri, longterm dan shorterm yang diperlihatkan pada Tabel 4. Tabel 4. Pengukuran potensial listrik larutan bufer standar fosfat (
1
Paralel (Volt) -0,0154
1
2
-0,0152
2
-0,0148
2
-0,0138
2
-0,0140
3
-0,0152
3
-0,0148
3
-0,0137
3
-0,0140
4
-0,0151
4
5
-0,0151
5
-0,0148
4
-0,0136
4
-0,0140
-0,0149
5
-0,0135
5
-0,0140
6
-0,0151
6
-0,0148
6
-0,0134
6
-0,0140
7
-0,0151
7
-0,0148
7
-0,0132
7
-0,0140
8
-0,0151
8
-0,0149
8
-0,0132
8
-0,0140
9
-0,0151
9
-0,0148
9
-0,013
9
-0,0139
10
-0,0152
10
-0,0148
10
-0,0129
10
-0,0139
SD ̅̅̅
9,66E-05
SD ̅̅̅
5,68E-05
SD ̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅
3,39E-04
SD ̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅
9,72E-05
(
-0,0152 3,06E-05
)
No.
Seri (Volt)
No.
1
-0,0147
1
(
)
-0,0148 5,68E-05
(
)
Dari data diatas didapatkan rata-rata nilai potensial listrik ̅̅̅
̅̅̅
̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅
-0,0134 3,39E-04
adalah
̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅
Kemudian, nilai ketidakpastian baku menggunakan persamaan (15) yaitu: (
) Shortterm (Volt) -0,0137
No.
Longterm (Volt) -0,0139
)
√
√
6
No.
(
)
-0,0140 9,72E-05
Buletin Metrologi Kimia Indonesia No. 1 Tahun I - 2017
ISSN : 2579-3748
Pengukuran potensial listrik dengan resolusi pH meter yang digunakan 0,0001, sehingga ketidakpastian baku dihitung dengan persamaan (13), yaitu . Pengukuran √
potensial dilakukan dengan pembacaan paralel, seri, longterm dan shorterm yang diperlihatkan pada Tabel 5. Tabel 5. Pengukuran potensial listrik larutan bufer standar ftalat (
1
Paralel (Volt) 0,1514
1
Seri (Volt) 0,1515
1
Longterm (Volt) 0,153
2
0,1514
2
0,1518
2
3
0,1514
4
0,1515
3
0,1520
4
0,1520
5
0,1515
5
6
0,1515
7
1
Shorterm (Volt) 0,1528
0,1528
2
0,1529
3
0,153
3
0,1528
4
0,1531
4
0,1528
0,1521
5
0,1532
5
0,1529
6
0,1521
6
0,1534
6
0,1528
0,1515
7
0,1521
7
0,1534
7
0,1528
8
0,1515
8
0,1521
8
0,1537
8
0,1528
9
0,1515
9
0,1521
9
0,154
9
0,1529
10 ̅̅̅
0,1515
0,1521
0,1534
10 ̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅
0,1528
0,1520
10 ̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅
0,1541
0,1515
10 ̅̅̅
SD
4,83E-05
SD
1,97E-04
SD
4,4E-04
SD
4,83E-05
No.
(11)
1,53E-05
No.
(12)
1,97E-04
No.
4,4E-04
(12)
Dari data diatas didapatkan rata-rata nilai potensial listrik ̅̅̅
)
̅̅̅
̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅
No.
(12)
0,1528
4,83E-05
adalah
̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅
Kemudian, nilai ketidakpastian baku menggunakan persamaan (15) yaitu:
(
)
√ √
Pengukuran potensial listrik larutan bufer sitrat ( ) dengan resolusi pH meter yang digunakan 0,0001, sehingga ketidakpastian baku dihitung dengan persamaan (13), yaitu . Pengukuran potensial dilakukan dengan pembacaan paralel, seri, √
longterm dan shorterm yang diperlihatkan pada Tabel 6.
7
Buletin Metrologi Kimia Indonesia No. 1 Tahun I - 2017
ISSN : 2579-3748
Tabel 6. Pengukuran potensial listrik larutan bufer sitrat (
1
Paralel (Volt) 0,0983
1
2
0,0983
2
0,0991
2
0,0996
2
0,0999
3
0,0982
3
0,0991
3
0,0998
3
0,1000
4
0,0982
4
0,0991
4
0,0998
4
0,1000
5
0,0981
5
0,0992
5
0,0999
5
0,1000
6 7
0,0981
6
0,0992
6
0,0997
6
0,1000
0,098
7
0,0991
7
0,0997
7
0,1000
8
0,0982
8
0,0991
8
0,0999
8
0,1000
9
0,0981
9
0,0991
9
0,1001
9
0,1000
10 ̅̅̅
0,0980
0,0991
0,0998
10 ̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅
0,1000
0,0991
10 ̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅
0,1000
0,0982
10 ̅̅̅
SD
1,08E-04
SD
4,22E-05
SD
1,55E-04
SD
6,75E-05
3,42E-05
(11)
No.
Seri (Volt)
No.
1
0,0991
1
) Shorterm (Volt) 0,0998
No.
Longterm (Volt) 0,0997
(12)
4,22E-05
1,55E-04
(12)
Dari data diatas didapatkan rata-rata nilai potensial listrik ̅̅̅
̅̅̅
̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅
No.
(12)
0,1000
6,75E-05
adalah
̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅
Kemudian, nilai ketidakpastian baku menggunakan persamaan (15) yaitu:
(
)
√
√
Salah satu kontribusi ketidakpastian dalam pH meter yang tidak dapat diukur adalah residualliquid junction potential (RLJP). Kontribusi ini disebabkan oleh difusi potensial dalam liquid junction dari elektroda yang tidak sama untuk semua larutan. Residual liquid junction potential sangat penting dalam ketidakpastian pengukuran pH17, yaitu menghitung perbedaan junction potential antara larutan standar bufer untuk kalibrasi dan larutan sampel. Berdasarkan BIPM dan ISO panduan ketidakpastian pengukuran, residual liquid junction potential sebagai efek sistematis harus dikoreksi dan ketidakpastian koreksi harus dimasukkan dalam perhitungan ketidakpastian. Meskipun sangat sulit (atau tidak mungkin) dikoreksi, karena membutuhkan pengetahuan mengenai komposisi sampel dan geometri liquid junction. Oleh sebab itu IUPAC Recommendations 2002 mengatakan ketidakpastian baku RLJP adalah dengan 1 koefisien sensitifitas ( ) . Resolusi pengukuran suhu di pH meter yaitu 0,1, sehingga ketidakpastian bakunya dihitung dengan persamaan (14), yaitu . √
8
Buletin Metrologi Kimia Indonesia No. 1 Tahun I - 2017
ISSN : 2579-3748
Tahap selanjutnya adalah menghitung koefisien sensitifitas untuk masing-masing parameter sesuai persamaan (4-9). a. (
( (
)
) )
[
(
[
)
]
]
b. (
)
( (
) ) ( (
) )
c. (
)
(
),
-
(
)
(
), (
(
-
( )(
))
)
(
) 0
d. (
)
(
), (
)
( (
), (
))
9
Buletin Metrologi Kimia Indonesia No. 1 Tahun I - 2017 (
)( (
ISSN : 2579-3748
) )
e. (
)
,
(
) ,
(
)
f. (
( )
(
)(
(
)( ( )
)
(
) )
(
),(
)(
) (
),(
)
(
(
)(
)-
)
)-
Sehingga diperoleh ketidakpastian gabungan pengukuran pH larutan bufer sitrat yang terlihat pada Tabel 7. Tabel 7. Perhitungan ketidakpastian larutan bufer sitrat dengan dua titik kalibrasi Sumber
Unit
Ketidakpastian Baku
Koefisien Sensitivitas (c)
Unit Koefisien Sensitivitas
1
1
1
1
V
1/V
V
1/V
V
1/V
ERLJP
V
1/V
T
K
1/K
Ketidakpastian relatif
(16) (17)
Dari hasil perhitungan ketidakpastian diperluas ( ), didapatkan ketidakpastian diperluas untuk larutan bufer sitrat adalah 0,0246 dengan pada tingkat kepercayaan 95%. Nilai ketidakpastian ini sesuai seperti dalam IUPAC recommendation untuk pengukuran pH dengan 2 titik kalibrasi10. 10
Buletin Metrologi Kimia Indonesia No. 1 Tahun I - 2017
ISSN : 2579-3748
KESIMPULAN Hasil pengukuran pH larutan bufer sitrat menggunakan elektroda gelas dengan dua titik kalibrasi menghasilkan nilai 4,91+0,0246.
DAFTAR PUSTAKA 1.
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.
R. P. Buck, S. Rondinini, A. K. Covington, F. G. K. Baucke, C. M. A. Brett, M. F. Camões, M. J. T. Milton, T. Mussini, R. Naumann, K. W. Pratt, P. Spitzer, Wilson, G. S. Measurement of pH. Definition, Standards, and Procedures. Pure Appl. Chem. 2002, 74, 2169-2200. J. L. Love. Chemical Metrology, Chemistry AndThe Uncertainty Of Chemical Measurements. Accred Qual Assur 2002, 7, 95-100. G. Meinrath, P. Spitzer. Uncertainties in Determination of pH. Mikrochim. Acta 2000, 135, 155168. V. J. Barwick, E. Prichard. Eurachem Guide: Terminology in Analytical Measurement – Introduction to VIM 3. 2011. R.Degner. Measurement Uncertainty In The pH Measurement Procedure. Anal Bioanal Chem 2002, 374, 831-834. Panitia Teknis PK 03-01 Lembaga Penilaian Kesesuaian. SNI ISO/IEC 17025:2008 Persyaratan Umum Kompetensi Laboratorium Pengujian dan Laboratorium Kalibrasi. 2008. WHO. The International Pharmacopoeia-Sixth Edition, Determination of pH. 2016. E. Kardash, I. Kuselman. Calibration of pH meters and glass electrodes at the National Physical Laboratory of Israel. INPL Report2010. I. Ekeltchik, E. Kardash-Strochkova, O, Dreazen, I. Kuselman. Influence Of Buffer Quality On pH Measurement Uncertainty: Prediction And Experimental Evaluation. Accred Qual Assur 2002, 7, 412–416. F. G. K. Baucke,. New IUPAC Recommendations On The Measurement Of pH – Background And Essentials. Anal Bioanal Chem 2002, 374, 772–777. P. Spitzer, K. W.Pratt. The History and Development of a Rigorous Metrological Basis for pH Measurements. J Solid State Electrochem 2011, 16, 69-76. Susumu Nakamura, et.al. APMP.QM-P09 pH Measurement Study in APMP. NMIJ-Japan Report 2006. Sujarwo. Technical Note 01-EM-2014. Metrology in Chemistry Laboratory-LIPI 2014. S. L. R. Ellison; Williams, A. Quantifying Uncertainty in Analytical Measurement-Third Edition. EURACHEM/CITAC Guide CG 4 2012. Sumardi; Elishian, a. C. Prinsip Dasar Estimasi Ketidakpastian Pengukuran/Pengujian. Materi Training Ketidakpastian. KAN. Pedoman Evaluasi dan Pelaporan Ketidakpastian Pengukuran 2013. G. Schmitz. The Uncertainty of pH. J Chem Educ 1994, 71.
Tentang penulis Ayu Hindayani, S.Si. Lahir di Cilegon, tanggal 16 Juli 1989. Menyelesaikan pendidikan Sarjana Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam di Universitas Gadjah Mada. Sejak tahun 2014, memulai karir sebagai peneliti di Laboratorium Elektrokimia, metrologi kimia-LIPI. Saat ini terlibat dalam penelitian untuk pengembangan metode pengukuran sekunder untuk pH dan daya hantar listrik, pengembangan bahan acuan bersertifikat, serta penyelenggaraan program uji profisiensi. Pernah mengikuti Global Metrology Academy (GMA) Course of Metrology in Chemistry yang diselenggarakan oleh KRISS pada 21 Maret-1 April 2016 di Korea serta workshop uji profisiensi di Bangkok pada 10-13 Oktober 2016.
11
Buletin Metrologi Kimia Indonesia No. 1 Tahun I - 2017
ISSN : 2579-3748
Perhitungan Estimasi Ketidakpastian Untuk Pengukuran Senyawa Organik Menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi-Detektor Diode Array Dillani Putri Ramadhaningtyas Laboratorium Metrologi Kimia (LMK), Pusat Penelitian Metrologi-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2M-LIPI), Gedung 456, Kawasan PUSPIPTEK, Serpong 15314, Tangerang Selatan, Banten Email:
[email protected]
ABSTRAK Dalam pengukuran ilmiah, kebijakan-kebijakan penting dan strategis diambil berdasarkan informasi analitis yang diperoleh dari suatu metoda yang standar dan valid. Oleh karena itu, pengukuran yang akurat dan berkualitas menjadi hal yang penting sebagai jaminan bahwa hasil yang diperoleh bersifat sebanding dan dapat dipertanggungjawabkan karena berkaitan erat dengan perlindungan dan keselamatan konsumen. Salah satu parameter yang dapat digunakan sebagai jaminan keandalan dari suatu pengukuran adalah estimasi ketidakpastiannya. Pada artikel ini akan dibahas mengenai salah satu aplikasi estimasi ketidakpastian dalam pengukuran senyawa organik yaitu pengukuran asam benzoat dalam minuman ringan menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi-detektor diode array dengan teknik kalibrasi eksternal. Berdasarkan sumber-sumber ketidakpastian yang telah dikuantitasi, diperoleh nilai ketidakpastian sebesar 7,2 mg/ kg atau sekitar 3,4% (k=2, dengan tingkat kepercayaan 95%) pada konsentrasi 211 mg/kg. Nilai ketidakpastian ini cukup baik bila dibandingkan dengan batas nilai ketidakpastian yang diperoleh dari persamaan Horwitz, dimana pada rentang 200 mg/kg nilai ketidakpastiannya adalah sebesar 6,3%. Kata kunci:ketidakpastian, asam benzoat, kromatografi cair, diode array
PENDAHULUAN Perhitungan ketidakpastian merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam pengukuran kimia. Nilai ketidakpastian menunjukkan kuantitasi atas besaran yang mencerminkan sebaran dari hasil suatu pengukuran. Berdasarkan International Vocabulary of Metrology (VIM), ketidakpastian adalah parameter non-negatif yang mengkarakterisasi dispersi/sebaran dari nilai kuantitas yang menyertai hasil pengukuran dan diperoleh berdasarkan informasi yang digunakan 1. Pada pengukuran konvensional, ketidakpastian umumnya tidak dikuantitasi dan dinyatakan untuk menyertai nilai hasil pengukuran. Namun seiring dengan kebutuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan, nilai ketidakpastian menjadi hal yang sangat penting karena selain sebagai salah satu jaminan kualitas pengukuran, nilai ketidakpastian juga memiliki konsekuensi ekonomi terhadap aktivitas pengukuran dan kalibrasi secara global. Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) merupakan teknik pengukuran yang sangat umum dan telah dikenal sejak lama untuk digunakan dalam pemisahan, identifikasi dan kuantitasi senyawa organik baik dalam bentuk murni maupun campuran. Untuk melakukan kuantifikasi atau identifikasi, KCKT umumnya dipasangkan dengan detektor untuk menangkap dan mengkonversi sinyal sesuai dengan kebutuhan analisis. Jenis-jenis detektor yang umum dipasangkan dengan alat KCKT diantaranya adalah detektor UV-Vis, diode array, fluorescence, spektroskopi massa, refraktif indeks, elektrokimia dan detektor hamburan cahaya. Pemilihan detektor ditentukan sesuai dengan kebutuhan analisis dan 12
Buletin Metrologi Kimia Indonesia No. 1 Tahun I - 2017
ISSN : 2579-3748
karakteristik senyawa target seperti berat molekul, polaritas, atau absorbansinya 2. Meskipun detektor yang digunakan berbeda, secara umum estimasi penentuan ketidakpastian menggunakan teknik KCKT atau kromatografi lainnya (kromatografi gas dan lapis tipis) memiliki sumber dan cara penentuan yang mirip. Perbedaan yang mungkin timbul pada saat estimasi ketidakpastian salah satunya dapat berasal dari perbedaan teknik kalibrasi yang diterapkan pada sampel (kalibrasi internal, eksternal atau point match). Pada artikel ini akan dibahas mengenai salah satu aplikasi estimasi ketidakpastian pengukuran senyawa organik yaitu penentuan asam benzoat dalam minuman ringan menggunakan KCKT dengan detekor diode array (DAD) dan teknik kalibrasi eksternal.
TEORI Kromatografi cair kinerja tinggi dengan detektor diode array (KCKT-DAD) KCKT-DAD merupakan kromatografi cair kinerja tinggi yang dipasangkan dengan detektor multipanjang gelombang yang dapat melakukan analisis pada beberapa panjang gelombang sekaligus secara simultan dengan rentang yang cukup lebar (190-950 nm). Berbeda dengan detektor UV-Visyang hanya memiliki satu sisi penerima cahaya, DAD memiliki banyak diode array untuk menangkap cahaya yang dipantulkan oleh kisi sehingga dapat menangkap sinyal secara simultan dari beberapa panjang gelombang3. Hal ini yang menjadikan penggunaan detektor DAD lebih menguntungkan dan efisien dibandingkan penggunaan detektor UV-Vis biasa. Gambar 1 menunjukkan skema diagram optical path dari detektor diode array secara umum.
Gambar 1. Skema diagram optical path dari detektor diode array6. Pada pengukuran senyawa organik, KCKT-DAD banyak digunakan untuk analisis senyawa polar maupun nonpolar terutama senyawa non-volatile yang tidak dapat dianalisis menggunakan kromatografi gas. Aplikasi analisis senyawa organik menggunakan KCKT-DAD yang telah dipublikasikan diantaranya pada pengukuran pestisida4, bahan tambahan pangan5, senyawa fenolik6 dan vitamin C7. Hal yang penting dalam melakukan analisis menggunakan KCKT adalah tahapan preparasi sampel sebelum dinjeksikan. Secara garis besar tahapan preparasi sampel menggunakan KCKT dapat dibagi menjadi 4 (empat) yaitu: 1. Pengambilan sampel. Teknik pengambilan sampel dan juga penyimpanannya sangat bergantung dari karakteristik sampel itu sendiri. Contohnya untuk sampel gas terdapat metode grab sampling dimana sampel gas dipindahkan menggunakan syringe atau kantong plastik khusus, teknik lain yang dapat digunakan adalah dengan headspace sampling8. Pemilihan metode sampling harus dilakukan secara tepat untuk mendapatkan hasil yang dapat mewakili keseluruhan target analit yang akan diukur. 13
Buletin Metrologi Kimia Indonesia No. 1 Tahun I - 2017
ISSN : 2579-3748
2. Ekstraksi.Ekstraksi dilakukan dengan tujuan untuk melakukan proses transfer analit target kedalam fasa yang diinginkan. Teknik ekstraksi yang umum dilakukan pada KCKT diantaranya adalah melalui sentrifugasi, presipitasi, ekstraksi cair-cair, ekstraksi fasa padat, ekstraksi ultrasonik, dan ekstraksi dengan pemekatan. 3. Proses pembersihan.Proses pembersihan atau clean up dilakukan untuk membersihkan hasil ekstrak yang didapat. Proses clean up ini dapat dilakukan dengan filtrasi, penambahan karbon hitam atau penambahan magnesium sulfat. Selain itu, clean up juga dapat dilakukan menggunakan teknik khusus lainnya misalnya pada analisis senyawa aflatoksin menggunakan teknik immunoassay9. 4. Derivatisasi.Proses derivatisasi dilakukan untuk mengubah struktur suatu senyawa kimia sehingga senyawa tersebut lebih stabil dan mudah untuk dikuantitasi atau dipisahkan. Proses derivatisasi secara garis besar dapat dibagi menjadi dua tipe: pre-column dan post-column derivatisasi. Perbedaannya terletak pada waktu dari proses derivatisasinya. Pre-column derivatisasi dilakukan sebelum senyawa dianalisis kedalam kolom misalnya dengan penambahan reagen tertentu atau penguapan, sedangkan post-kolom dilakukan setelah senyawa memasuki kolom contohnya dengan melakukan reaksi fotokimia menggunakan cahaya pada pengukuran fenilalanin 10.
KETIDAKPASTIAN PENGUKURAN Sumber-sumber ketidakpastian dalam pengukuran senyawa organik menggunakan KCKT Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Konieczka dkk11, terdapat lima sumber utama ketidakpastian pada analisis kromatografi yaitu: 1. Ketidakpastian dari jumlah sampel yang digunakan dalam pengukuran. Pengambilan sampel (gravimetri atau volumetri) dapat memberikan ketidakpastian pada nilai pengukuran meskipun umumnya nilai ketidakpastian yang dihasilkan sangat kecil bila dibandingkan dengan sumber lain, kuantifikasi ketidakpastian dari nilai ini umumnya dilakukan berdasarkan informasi dari sertifikat kalibrasi alat yang digunakan. 2. Ketidakpastian dari perolehan kembali (akurasi).Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengevaluasi akurasi suatu pengukuran adalah dengan melakukan analisis terhadap Certified Reference Materials (CRM) untuk melihat kedekatan antara nilai hasil pengukuran dengan yang tertera pada sertifikat CRM. Apabila pengukuran dengan CRM tidak memungkinkan, dapat dilakukan penambahan analit target kedalam sampel blanko. Kuantifikasi dari nilai ketidakpastian ini dapat diperoleh dari persamaan:
√.
dimana: uR R uCobs Cobs uCref Cref
/
(
)
(1)
Ketidakpastian baku dari perolehan kembali Nilai perolehan kembali Ketidakpastian baku dari konsentrasi hasil pengamatan/analisis Konsentrasi hasil pengamatan/analisis Ketidakpastian baku dari nilai konsentrasi acuan Konsentrasi acuan
3. Ketidakpastian dari keberulangan analisis (presisi).Ketidakpastian ini diperoleh dari serangkaian replikasi pengukuran yang dilakukan baik dalam hari yang sama (presisi) ataupun berbeda (intermediate presisi). Untuk mendapatkan kuantifikasi dari nilai ini, dapat digunakan persamaan: (2)
√
14
Buletin Metrologi Kimia Indonesia No. 1 Tahun I - 2017
ISSN : 2579-3748
Dimana: SD = Standar deviasi dari pengukuran n = Jumlah replikasi 4. Ketidakpastian dari nilai konsentrasi standar. Ketidakpastian yang dihasilkan dari nilai konsentrasi ini dapat berasal dari konsentrasi standar yang dibuat. Penentuan kuantitasinya dapat diperoleh dari perhitungan ketidakpastian gravimetri atau volumetri sesuai dengan proses pembuatan standar yang digunakan, selain itu nilai kemurnian dari standar yang digunakan juga diperhitungkan dalam estimasi ketidakpastian. Umumnya nilai ketidakpastian ini dihitung dari nilai ketidakpastian larutan standar yang berada pada titik tengah kurva kalibrasi. 5. Ketidakpastian dari kalibrasi.Kurva kalibrasi dari suatu pengukuran analitis diperoleh dengan cara melakukan fitting terhadap suatu set eksperimental data kedalam bentuk suatu persamaan tertentu (linear, logaritma atau eksponensial)12. Persamaan yang paling umum dalam teknik kalibrasi eksternal adalah persamaan linear dalam bentuk non-zero intercept dengan persamaan: y = bx ± a
(3)
Penentuan ketidakpastian dari kurva kalibrasi dapat dilakukan menggunakan persamaan ketidakpastian fitting linear dengan penentuan standar deviasi dari residual error (S y/x) melalui persamaan: ∑(
)
√
(4)
Dimana: yi Nilai respon alat yang terukur ŷi Nilai y hasil perhitungan dari persamaan kalibrasi n Jumlah titik kalibrasi
Untuk mendapatkan nilai ketidakpastian suatu sampel di konsentrasi tertentu (x 0) pada kurva kalibrasi, dapat digunakan persamaan: √
( ∑(
)
(5)
̅)
Dimana: b Kemiringan kurva kalibrasi m Jumlah replikasi sampel n Jumlah titik kalibrasi y0 Sinyal yang dihasilkan oleh sampel ӯ Rata-rata nilai sinyal kurva kalibrasi xi Nilai konsentrasi kurva kalibrasi ̅ Rata-rata nilai konsentrasi kurva kalibrasi Kelima komponen utama tersebut (dan komponen lain yang masih berkaitan jika ada) dikuantifikasi dan dikombinasikan untuk mendapatkan ketidakpastian gabungan (uc), selanjutnya uc diperluas sebesar faktor cakupan (k)untuk mendapatkan ketidakpastian yang diperluas (U)13.
15
Buletin Metrologi Kimia Indonesia No. 1 Tahun I - 2017
ISSN : 2579-3748
METODE Metode analisis sederhana diterapkan pada sampel minuman ringan. Sampel minuman ringan terlebih dahulu didegas selama 10 menit untuk menghilangkan gas. Selanjutnya sebanyak 1 mL sampel diencerkan 20 kali secara gravimetri menggunakan metanol dan dilanjutkan dengan filtrasi menggunakan PTFE syringe. Larutan hasil filtrasi kemudian dianalisis menggunakan teknik eksternal kalibrasi dengan instrument KCKT DAD. Kurva kalibrasi dibuat dengan rentang 1 sampai 40 mg/kg dengan 6 titik kalibrasi (1,5,10,20,30 dan 40 mg/kg) dari larutan induk asam benzoat dengan konsentrasi 5000 mg/kg. Pembuatan kurva kalibrasi juga dilakukan secara gravimetri. Konsentrasi sampel dihitung berdasarkan rumus:
(6) Dimana: Cx : konsentrasi akhir (mg/kg) Chplc : konsentrasi yang diperoleh dari kurva kalibrasi (mg/kg) Wakhir : massa sampel setelah diencerkan (g) Wsampel : massa sampel sebelum diencerkan (g) Studi presisi dilakukan dengan cara menganalisis 10 replikasi sampel pada hari yang sama untuk memperoleh standar deviasi dan standar deviasi relative pengukuran. Sedangkan studi akurasi dilakukan melalui studi perolehan kembali menggunakan sampel blanko yang di spike dengan larutan standar pada konsentrasi 200 mg/kg.
HASIL DAN PEMBAHASAN Beberapa dokumen acuan yang dapat digunakan sebagai panduan untuk melakukan estimasi ketidakpastian dalam pengukuran kimia diantaranya adalah JCGM 100:2008 dan EURACHEM/CITAC Guide1, 14. Berdasarkan dokumen tersebut, terdapat beberapa pendekatan untuk menghitung dan mengkuantitasi nilai ketidakpastian, diantaranya yaitu dengan menggunakan koefisien sensitifitas, pendekatan persamaan simple rule atau Kragten spreadsheet. Pada pembahasan ini akan dilakukan penentuan nilai ketidakpastian dengan pendekatan persamaan simple rule. Langkah pertama yang dilakukan untuk melakukan evaluasi ketidakpastian adalah mengidentifikasi sumber-sumber yang dapat menjadi komponen ketidakpastian dalam pengukuran. Berdasarkan metode analisis sampel yang sudah dijelaskan diatas dapat dilakukan identifikasi terhadap sumber-sumber utama ketidakpastian pengukurannya, yaitu: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Ketidakpastian dari pengambilan sampel ( ) Ketidakpastian dari pengenceran sampel ( ) Ketidakpastian dari presisi metode ( ) Ketidakpastian dari akurasi metode ( ) Ketidakpastian dari pembuatan larutan standar untuk kurva kalibrasi ( Ketidakpastian dari kurva kalibrasi ( )
)
Sumber-sumber utama tersebut kemudian dikuantifikasi dan digabungkan untuk memperoleh ketidakpastian gabungan (uc) melalui pendekatan simple rule berdasarkan Eurachem guide. Pada pengukuran menggunakan teknik eksternal kalibrasi, diperoleh nilai konsentrasi akhir asam benzoat dalam sampel minuman ringan adalah sebesar 211 mg/kg. Dengan Cx sebagai konsentrasi akhir sampel, nilai ketidakpastian gabungan dari pengukuran sampel dapat dihitung berdasarkan persamaan:
16
Buletin Metrologi Kimia Indonesia No. 1 Tahun I - 2017 ( )
√.
/
.
/
(
)
.
/
ISSN : 2579-3748
.
/
.
/
(7)
Seperti telah dijelaskan sebelumnya mengenai beberapa cara untuk mengkuantitasi nilai ketidakpastian dari masing-masing komponen ketidakpastian, maka akan didapat ketidakpastian standar untuk setiap komponen (u). Masing-masing komponen ketidakpastian dan nilainya serta ketidakpastian gabungan dari pengukuran dapat dilihat pada tabel 1 dibawah. Tabel 1. Komponen ketidakpastian dari pengukuran asam benzoat dalam sampel minuman ringan No Sumber Ketidakpastian Nilai ketidakpastian standar (u) Satuan 1 Pengambilan sampel 1 2.12132E-05 g 2 Pengenceran sampel 20 2.12132E-05 g 3 Presisi metode 1 0.005614556 4 Kurva kalibrasi (Chplc) 8.992766 0.063693521 mg/kg 5 Perolehan kembali 0.996 0.014230251 6 Larutan standar (titik tengah) 21.04243 0.050210625 mg/kg Ketidakpastian gabungan (u) 3.6 mg/kg Selanjutnya ketidakpastian gabungan yang diperoleh dikalikan dengan faktor cakupan (k) untuk mendapatkan nilai ketidakpastian yang diperluas. Umumnya faktor cakupan yang digunakan adalah k=2 yang menunjukkan tingkat kepercayaan pengukuran sebesar 95%. Untuk pengukuran tertentu, faktor cakupan ini dapat berubah dan dihitung secara teoritis sesuai dengan informasi analitis yang diperoleh yang berkaitan dengan pengukuran yang dilakukan. Nilai ketidakpastian yang diperluas inilah yang biasanya dinyatakan dalam laporan hasil pengukuran sebagai nilai ketidakpastian pengukuran. Nilai ketidakpastian pengukuran asam benzoat dalam sampel minuman ringan menggunakan KCKT-DAD dapat dilihat pada tabel 2 dibawah. Tabel 2. Nilai konsentrasi asam benzoat dalam sampel minuman ringan dan ketidakpastiannya Konsentrasi asam benzoat ketidakpastian yang diperluas No. % ketidakpastian dalam sampel(mg/kg) (k=2, 95%)(mg/kg) 1 211 7.2 3.4
Untuk mengevaluasi nilai ketidakpastian yang diperoleh dari pengukuran sampel, salah satu pendekatan yang dapat dilakukan adalah dengan membandingkan persentasi nilai ketidakpatian dengan nilai presisi dari persamaan Horwitz15. Pada rentang 100-500 ppm (mg/kg), nilai presisi yang diperoleh dari persamaan Horwitz adalah sebesar 6.3%. Hal ini menunjukkan nilai ketidakpastian yang diperoleh pada pengukuran sampel (3.4%) dapat diterima dengan baik karena masih lebih rendah dibandingkan presisi yang diperoleh dari persamaan Horwitz. Sehingga dapat dinyatakan bahwa pengukuran yang telah dilakukan memberikan nilai ketidakpastian yang wajar dan dapat diterima.
KESIMPULAN Perhitungan estimasi ketidakpastian pengukuran dalam analisis senyawa asam benzoat menggunakan KCKT-DAD telah dilakukan dengan sumber utama komponen ketidakpastian terdiri dari proses penimbangan sampel, proses pengenceran sampel, proses pembuatan larutan standar, studi akurasi pengukuran, studi presisi pengukuran dan kurva kalibrasi. Hasil perhitungan memberikan nilai ketidakpastian sebesar 7.2 mg/kg atau sebesar 3.4% pada konsentrasi 211 mg/kg. Berdasarkan 17
Buletin Metrologi Kimia Indonesia No. 1 Tahun I - 2017
ISSN : 2579-3748
evaluasi ketidakpastian pengukuran yang dilakukan, dapat dinyatakan bahwa pengukuran yang telah dilakukan memberikan nilai ketidakpastian yang baik serta dapat digunakan sebagai salah satu jaminan mutu yang menunjukkan keandalan dari pengukuran.
DAFTAR PUSTAKA 1. JCGM. JCGM 200:2012 International vocabulary of metrology – Basic and general concepts and associated terms (VIM) 3rd edition. 2012. 2. K. Ramni, K. Navneet, U. Ashutosh, O.P. Suri dan T. Arti. High Performance Liquid Chromatography Detectors-A Review. IRJP 2011; 2(5): 1-7. 3. https://www.agilent.com/cs/library/slidepresentation/Public/2%20Diode%20Array%20Detector% 20Optimization.pdf. Diakses Januari 2017. 4. S. Topuz, G. Ozhan, B. Alpertunga. 2005. Simultaneous determination of various pesticides in fruit juices by HPLC-DAD. Food Control 16(2005): 87-92. 5. K. Maa, Y.N. Yang, X.X. Jiang, M. Zhao dan Y.Q. Cai. Simultaneous determination of 20 food additives by high performance liquid chromatography with photo-diode array detector. Chinese Chemical Letters 23(2012): 492-495. 6. K. Moussi, B. Nayak, L.B. Perkins, F. Dahmoune, K. Madani dan M. Chibane . HPLC-DAD profile of phenolic compounds and antioxidant activity ofleaves extract of Rhamnus alaternus L. Industrial Crops and Product 74(2015): 858-866. 7. A. Mazurek dan J. Jamroz. Precision of dehydroascorbic acid quantitation with the use of the subtraction method – Validation of HPLC–DAD method for determination of total vitamin C in food. Food Chemistry 173(2015): 543-550. 8. https://www.agilent.com/cs/library/primers/Public/5991-3326EN_SPHB.pdf. Diakses pada Januari 2017. 9. W.M.W. Ainiza, S. Jinap dan M. Sanny. Simultaneous determination of aflatoxins and ochratoxin A in single and mixed spices. Food Control 50(2015): 913-918. 10. S.M. Lunte. Pre- and post-column derivatization reactions for liquid chromatography electrochemistry. Trends in Analytical Chemistry 1991; 10(3): 97-102. 11. P. Konieczka dan J. Namiesnik. Estimating uncertainty in analytical procedures based on chromatographic techniques. Journal of Chromatography A. 1217(2010): 882-891. 12. JCGM. JCGM 100:2008 Evaluation of measurement data — Guide to the expression of uncertainty in measurement: first edition. 2008. 13. D. Stone dan J. Ellis. Calibration and Linear Regression Analysis: A Self-Guided Tutorial Part 2 – The Calibration Curve, Correlation Coefficient and Confidence Limits CHM314. Instrumental Analysis Department of Chemistry, University of Toronto. 14. EURACHEM / CITAC Guide CG 4, 2012. Quantifying Uncertainty in Analytical Measurement: third edition.2012. 15. Y.V. Heyden dan J.S.Verbeke. Set-up and evaluation of interlaboratory studies. Journal of Chromatography A 1158(2017): 158-167.
Tentang penulis Dillani Putri Ramadhaningtyas, S.Si. Lahir di Garut pada 22 Maret 1991, Penulis dibesarkan di Bandung dan menyelesaikan pendidikan Sarjana Kimia di Institut Teknologi Bandung pada tahun 2012. Bergabung di LIPI sejak tahun 2014 dan memulai karirnya sebagai peneliti sejak tahun 2016, Penulis saat ini bekerja sebagai peneliti pertama di bidang metrologi kimia, Pusat Penelitian Metrologi-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Fokus penelitian yang dilakukan adalah pengembangan bahan acuan untuk pengukuran senyawa organik terutama yang berkaitan dengan keamanan pangan. Pelatihan terkait metrologi kimia yang pernah diikuti diantaraya adalah pelatihan ISO/IEC 17025:2008, pelatihan ketidakpastian pengukuran, Euromaster Summer School: Measurement Analytical Science di Polandia dan AB Sciex Qtrap Training di Amerika Serikat.
18
Buletin Metrologi Kimia Indonesia No. 1 Tahun I - 2017
ISSN : 2579-3748
Tiga Metode Perhitungan Nilai Ketidakpastian Gabungan Dyah Styarini Laboratorium Metrologi Kimia (LMK), Pusat Penelitian Metrologi-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2M-LIPI), Gedung 456, Kawasan PUSPIPTEK, Serpong 15314, Tangerang Selatan, Banten E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Dalam perhitungan nilai ketidakpastian hasil pengujian, terdapat beberapa tahapan yang harus dilakukan sesuai dengan yang direkomendasikan pada beberapa panduan seperti ISO GUM maupun Eurachem. Salah satu tahapan dalam perhitungan ketidakpastian adalah perhitungan ketidakapstian gabungan yang merupakan tahap akhir dari proses perhitungan nilai ketidakpastian itu sendiri. Pada tahap ini, semua nilai ketidakpastian standar dari masing-masing komponen ketidakpastian digabungkan menjadi satu hingga diperoleh nilai ketidakpastian gabungan. Untuk menghitung nilai ketidakpastian gabungan, terdapat beberapa metoda yang dapat digunakan yaitu metoda sensitivity coefficient, metoda ―Simple Rule‖ dan metoda spreadsheet / numerical method yang dikenal juga sebagai metoda Kragten. Pada tulisan ini dijabarkan teknik perhitungan dengan menggunakan masing-masing metoda tersebut melalui suatu studi kasus. Dari hasil studi kasus, dapat diketahui bahwa nilai ketidakpastian yang dihasilkan dari ketiga metoda tersebut relatif sama. Kata kunci: ketidakpastian gabungan, sensitivity coefficient, simple rule, Kragten spreadsheet
PENDAHULUAN Pada kegiatan pengukuran ataupun pengujian kimia kuantitatif, nilai hasil pengukuran perlu disertai dengan nilai estimasi ketidakpastian hasil pengukuran. Hal tersebut sesuai dengan yang dipersyaratkan pada SNI ISO/IEC 17025:2008 khususnya pada klausul 5.4.6.2 dimana dituliskan bahwa laboratorium pengujian harus mempunyai dan menerapkan prosedur untuk mengestimasi ketidakpastian pengukuran1. Ketidakpastian (uncertainty) merupakan istilah dalam metrologi dan didefinisikan sebagai ―non-negative parameter characterizing the dispersion of the quantity values being attributed to a measurand, based on the information used‖2. Dengan demikian, ketidakpastian (uncertainty) dapat diartikan sebagai parameter non negatif yang menggambarkan sebaran nilai kuantitatif dari suatu hasil pengujian berdasarkan informasi yang digunakan. Sebaran nilai kuantitatif itu sendiri merupakan suatu rentang nilai yang diyakini bahwa nilai benar berada di dalamnya, pada suatu tingkat kepercayaan tertentu. Pengetahuan mengenai ketidakpastian atas hasil pengukuran merupakan suatu hal yang sangat penting dan mendasar bagi laboratorium. Beberapa alasan yang menjadikan ketidakpastian penting adalah: 1. Nilai ketidakpastian dari hasil pengukuran dapat mendemonstrasikan kualitas dari pengukuran yang dilakukan. 2. Membantu dalam mengidentifikasi kontributor utama ketidakpastian sehingga memungkinkan untuk mengoptimasi prosedur pengujian. 3. Membuat perbandingan yang valid antara beberapa hasil pengujian. 4. Memungkinkan untuk membandingkan hasil pengukuran terhadap suatu nilai, sebagai contoh batas toleransi. 5. Bagi pengguna akhir, ketidakpastian memberikan hasil dengan keyakinan yang tepat. 19
Buletin Metrologi Kimia Indonesia No. 1 Tahun I - 2017
ISSN : 2579-3748
Proses estimasi ketidakpastian hasil pengukuran yang direkomendasikan oleh ISO, Eurachem dan Eurolab Guides terdiri dari beberapa tahapan yaitu2: 1. 2. 3. 4.
Menentukan spesifikasi dari besaran ukur. Identifikasi sumber-sumber ketidakpastian. Kuantifikasi komponen ketidakpastian dan merubahnya menjadi ketidakpastian standar. Menggabungkan komponen-komponen ketidakpastian.
Dalam perhitungan ketidakpastian gabungan, seringkali kita dihadapkan dengan bervariasinya unit komponen-komponen ketidakpastian yang dianggap meyulitkan dan membuat bingung untuk menggabungkannya. Hal yang harus dipastikan adalah bahwa nilai dari komponen ketidakpastian (x) dan nilai ketidakpastian standarnya (ux) harus memiliki unit yang sama sehingga dapat mempermudah proses penggabungannya dan dapat menhindari kesalahan dalam menghitung ketidakpastian gabungan. Pada panduan perhitungan ketidakpastian seperti pada JCGM 100:2008 dan juga pada EURACHEM / CITAC GUIDE CG 4 QUAM, diterangkan bagaimana cara menghitung ketidakpastian gabungan dengan beberapa metoda yaitu sensitivity coefficient, Simple Rule dan Spreadsheet / numerical method yang dikenal juga sebagai metoda Kragten4,5. Pada umumnya, metoda sensitivity coefficientmerupakan metoda yang paling sering digunakan dan juga cukup banyak panduannya. Namun demikian, seringkali dianggap cukup rumit, karena sensitivity coefficient umumnya dihitung dari hasil menurunkan fungsi persamaan matematis terhadap masingmasing komponen ketidakpastian. Jika persamaan matematis dituliskan sebagai y f xi , j ,... , dimana
i dan j = 1 hingga n, maka hubungan umum antara ketidakpastian standar gabungan u c y dari nilai y dan ketidakpastian dari parameter-parameter independen x1 , x2 ,...xn adalah sebagai berikut:
u c yx1 , x2 ,... dimana
c u x
i 1,n
2 i
2
(1)
i
yx1 , x2 ,... adalah fungsi dari beberapa parameter x1 , x2 ,... dan ci adalah sensitivity
coefficient yang dievaluasi sebagai ci y xi . Variabel y xi dapat dievaluasi secara langsung melalui percobaan atau melalui diferensiasi persamaan matematis apabila dapat dideskripsikan secara jelas. Metoda sensitivity coefficient ini banyak diaplikasikan untuk menghitung ketidakpastian gabungan pada pengukuran pH dan konduktivitas. Selain itu juga biasa digunakan pada perhitungan ketidakpastian dengan metoda primer Isotope Dillution Mass Spectrometry (IDMS).
Tabel 1. Aturan penggabungan komponen ketidapastian untuk memperoleh nilai ketidakpastian gabungan Aturan Penggabungan
Hubungan antara measurand dengan komponen ketidakpastian
Aturan 1
a=b+c
Aturan 2
a bc
atau atau
a=b-c
ab
Perhitungan ketidakpastian gabungan
ua
u a 2 ub 2 2
c
Aturan 3
q Bx ; B adalah konstanta
Aturan 4
q xn
u u ua a b c b c u q Bu x uq q
2
n u x x
Apabila pada suatu persamaan matematis, masing-masing komponen ketidakpastian yang akan digabungkan bersifat independen atau tidak bergantung satu dengan lainnya seperti umumnya pada pengujian kimia, maka perhitungan ketidakpastian gabungan dapat dilakukan dengan metoda yang 20
Buletin Metrologi Kimia Indonesia No. 1 Tahun I - 2017
ISSN : 2579-3748
lebih sederhana dengan empat buah aturan penggabungan sederhana (simple rule) yang diperlihatkan pada Tabel 1. Pada pengujian kimia, umumnya perhitungan kadar analit dihitung dengan model operasi penjumlahan dan juga perkalian, untuk itu yang paling banyak digunakan dalam perhitungan ketidakpastian gabungan pada hasil pengujian kimia adalah dengan mengikuti aturan 1 dan aturan 2. Selain kedua metoda tersebut, terdapat metoda lain untuk menghitung ketidakpastian gabungan yaitu dengan menggunakan teknik spreadsheet yang diperkenalkan oleh Kragten. Metoda ini biasa disebut sebagai numerical method atau spreadsheet method yang juga dipaparkan pada panduan perhitungan ketidakpastian yang diterbitkan oleh Eurachem5,6. Metoda ini dapat diaplikasikan pada hampir semua metoda analisa yang dapat dideskripsikan persamaan matematisnya. Untuk menghitung ketidakpastian gabungan dengan metoda ini, dapat dengan hanya menggunakan MS Excel, sehingga relatif sederhana dan template dapat dibuat sehingga analis dapat menggunakannya dengan mudah. Nilai ketidakpastian yang dihasilkan dengan metoda ini dapat diperbandingkan dengan nilai yang dihasilkan dari kedua metoda lainnya. Untuk lebih memperjelas penggunaan ketiga metoda perhitungan ketidakpasian gabungan tersebut, berikut ini diberikan suatu contoh kasus mengenai estimasi nilai ketidakpastian gabungan dari suatu larutan standar.
STUDI KASUS Dalam analisis kimia khususnya analisis kuantitatif, biasanya kita melakukan pembuatan sejumlah larutan standar untuk keperluan kalibrasi instrumen analisis. Hal tersebut biasanya dilakukan dengan cara melarutkan serbuk standar senyawa murni dengan suatu pelarut yang sesuai, kemudian diencerkan beberapa kali hingga diperoleh nilai konsentrasi yang dikehendaki. Sebagai contoh adalah pembuatan larutan standar asam benzoat sebagai berikut: Sebanyak 10 mg (m1)standar murni asam benzoat yang memiliki nilai kemurnian 99,99 ± 0,33 % dilarutkan dengan methanol menggunakan labu takar 10 ml (V 1) dan ditepatkan hingga tanda batas, sehingga diperoleh larutan stok standar asam benzoat dengan konsentrasi 0.9999 mg ml -1 (C1). Kemudian larutan standar asam benzoate dengan konsentrasi 99,99 µg ml -1 (C2)dibuat dengan cara mengencerkan 5 ml (V2) larutan stok standar asam benzoat yang diambil dengan pipet volumetri, dengan methanol pada labu takar 50 ml (V 3). Setelah itu larutan standar kembali diencerkan dengan memipet 5 ml (V 4) larutan standar 100 mg ml-1 ke dalam labu takar 50 ml (V5) dan menambahkan methanol ke dalamnya hingga tanda batas. Dengan demikian diperoleh larutan standar dengan konsentrasi 9,999 µg ml -1 (C3). Persamaan matematis untuk menghitung konsentrasi larutan standar asam benzoat 10 mg ml -1adalah sebagai berikut:
C3
m1 V V P 2 4 V1 V3 V5
(2)
Dari persamaan matematis tersebut, dapat diketahui beberapa parameter yang berkontribusi memberikan nilai ketidakpastian terhadap nilai konsentrasi larutan standar asam benzoate 9,99 µg ml 1 . Sumber-sumber ketidakpastian tersebut berasal dari dari neraca analitik yang digunakan, kemurnian dari senyawa asam benzoate serta nilai ketidakpastian dari pipet volumetri dan labu takar yang digunakan seperti yang tertera pada Tabel 2.
21
Buletin Metrologi Kimia Indonesia No. 1 Tahun I - 2017
ISSN : 2579-3748
Tabel 2. Komponen Ketidakpastian dan Sumber data Ketidakpastian Komponen Sumber Data Ketidakpastian Ketidakpastian m Nilai ketidakpastian yang terkait dengan massa standar diestimasi menggunakan data dari sertifikat kalibrasi neraca analitik yang digunakan untuk menimbang. (Tipe B) V1 Nilai ketidakpastian yang terkait dengan volume pelarut pada pipet volumetri V2 dan labu takar yang digunakan untuk melarutkan standar dan untuk pengenceran V3 diperoleh dari spesifikasi pabrik pipet volumetri serta labu takar (Tipe B), Efek V4 temperatur terhadap muai volume (Tipe B) dan presisi (Tipe A). V5 P Sertifikat dari supplier yang memuat informasi kemurnian material. (Tipe B)
Setelah sumber-sumber ketidakpastian dapat diindentifikasi, kemudian dapat dilanjutkan dengan menghitung nilai ketidakpastian standar (u) dari masing-masing komponen ketidakpastian, sehingga nantinya masing-masing nilai ketidakpastian standar tersebut dapat digabungkan menjadi nilai ketidakpastian dari larutan standar C3. Nilai-nilai ketidakpastian standar untuk masing-masing komponen ketidakpastian diberikan pada Tabel 3 berikut ini.
Tabel 3. Nilai Ketidakpastian Standar untuk Masing-masing Sumber Ketidakpastian Komponen Nilai Unit Ketidakpastian Standar Ketidakpastian x (ux) m 10 mg 0,01 V1 10 ml 0,05 V2 5 ml 0,02 V3 50 ml 0,15 V4 5 ml 0,02 V5 50 ml 0,15 P 99,99 % 0,165
Perhitungan Nilai Ketidakpastian Gabungan Metoda 1 : Sensitivity Coefficient Berdasarkan persamaan matematis yang dijabarkan pada persamaan 2, sensitivity coefficient (ci) masing-masing parameter terlebih dahulu dihitung dengan menggunakan formulasi seperti yang dideskripsikan pada Tabel 4. Setelah itu, kemudian membuat tabel budget ketidakpastian seperti yang ditunjukkan pada Tabel 5.
22
Buletin Metrologi Kimia Indonesia No. 1 Tahun I - 2017
ISSN : 2579-3748
Tabel 4: Koefisien sensitivitas untuk masing-masing komponen ketidakpastian No Faktor Formulasi untuk menghitung ci 1
m
C3 C3 m m
2
V1
C3 C 3 V1 V1
3
V2
C3 C3 V2 V2
4
V3
5
V4
6
V5
7
P
C 3 C 3 V3 V3 C3 C3 V4 V4 C3 C 3 V5 V5
C3 C3 P P
Tabel 5. Budget ketidakpastian untuk Larutan Standar Asam Benzoat dengan menggunakan sensitivity coefficient No Faktor Nilai Ketidakpastian Sensitivity (ci*u(x))^2 Persen kontribusi standar coefficient x u(x) ci % 1 m 10 0,01 0,9999 9,998E-05 1,270276074 2 V1 10 0,05 -0,9999 0,0024995 31,75690185 3
V2
5
0,02
1,9998
0,00159968
20,32441718
4
V3
50
0,15
-0,19998
0,00089982
11,43248467
5
V4
5
0,02
1,9998
0,00159968
20,32441718
6
V5
50
0,15
-0,.19998
0,00089982
11,43248467
7
P C3 (µg ml-1)
0,9999 9,999
0,00165
10
0.00027225
3,45901838
0,0078707 0,08872
100
TOTAL uC(C3)
Nilai ci * u x selanjutnya dapat dihitung untuk masing-masing parameter yang memberikan kontribusi terhadap ketidakpastian. Nilai ketidakpastian gabungan kemudian dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 1 sehingga diperoleh nilai 0,08872 µg ml-1. Sedangkan nilai persen kontribusi dari masing-masing komponen ketidakpastian dapat dihitung dengan persamaan berikut ini: 2
2 ci * u x % kontribusi ketidakpastian = 100% 2 ci * u x
(3)
Persen kontribusi dari masing-masing komponen ketidakpastian terhadap keseluruhan nilai ketidakpastian gabungan dapat divisualisasikan dengan diagram pie seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1 berikut ini. 23
Buletin Metrologi Kimia Indonesia No. 1 Tahun I - 2017
ISSN : 2579-3748
Gambar 1. Diagram pie untuk persen kontribusi masing-masing komponen ketidakpastian terhadap ketidakpastian gabungan
Metoda 2 : Simple Rule Persamaan matematis untuk menghitung nilai larutan standar C 3 merupakan perkalian dan pembagian, untuk itu perhitungan ketidakpastian gabungannya mengikuti Aturan 2 seperti yang diperlihatkan pada Tabel 1 di atas. Dengan demikian nilai ketidakpastian dari larutan standar C 3 (uC3) dapat dihitung dengan persamaan berikut:
u C 3 C3
um m
2
2 uV 1 u P uV 2 uV 3 uV 4 uV 5 V P 1 V2 V4 V3 V5 2
2
2
2
2
(3)
Dengan memasukkan nilai-nilai pada Tabel 3 ke dalam persamaan 2 seperti berikut ini,
2
2
2
2
2
0,01 0,05 0,16 0,02 0,15 0,02 0,15 u C 3 10 10 10 99,99 5 50 5 50
2
maka akan diperoleh nilai ketidakpastian gabungan untuk C 3 adalah sebesar 0,0887 µg ml-1. Untuk mengetahui seberapa besar masing-masing komponen ketidakpastian menyumbang nilai ketidakpastian, biasanya nilai ketidakpastian standar relatif dihitung sebagai u(x)/x untuk melengkapi estimasi ketidakpastian secara keseluruhan. Hasil estimasi ketidakpastian secara keseluruhan dengan metoda simple rule ini biasanya dituliskan berupa rangkuman seperti yang diperlihatkan pada Tabel 4 dan untuk memvisualisasikannya biasanya digambarkan dengan bentuk diagram batang seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2. Tabel 4. Budget Ketidakpastian untuk Larutan Standar Asam Benzoat Komponen Nilai Unit Ketidakpastian Ketidakpastian standar Ketidakpastian x Standar(ux) Relatifu(x)/x (%) m 10 mg 0,01 0.1 V1 10 ml 0,05 0.5 V2 5 ml 0,02 0.4 V3 50 ml 0,15 0.3 V4 5 ml 0,02 0.4 V5 50 ml 0,15 0.3 P 99,99 % 0,165 0.17 24
Buletin Metrologi Kimia Indonesia No. 1 Tahun I - 2017
ISSN : 2579-3748
Gambar 2. Diagram batang untukkontribusi ketidakpastian pada pembuatan larutan standar Asam Benzoat
Metoda 3 : Numerical Method / Spreadsheet Method (Suggested by Kragten) Perhitungan ketidakpastian gabungan dengan metoda spreadsheet pada MS Excel dilakukan dengan menyusun komponen-komponen ketidakpastian pada kolom A dan ketidakpastian standar dari masingmasing komponen ketidakpastian pada kolom C1 hingga I1 seperti yang ditunjukkan pada Tabel 5. Tabel 5. Spreadsheet perhitungan ketidakpastian larutan standar asam benzoat A
B
4
m V1
10 10
5
V2
5
5
10.05 5
1 2 3
C um 0.01 10.01 10
D uV1 0.05
E uV2 0.02 10
F uV3 0.15 10
5.02 50
5
5
5
5
50
50.15 5
50
50
50
5
5
V3
50
7
V4
5
5
5
5
50 0.9999
50 0.9999
50 0.9999
10 11
10
50 0.9999
10
I P 0.00165 10 10 10 10
10
6
V5 50 P 0.9999 Konsent rasi (µg 9.999 ml-1) u(y,xi)
10
H uV5 0.15
10
50
8 9
G uV4 0.02
5.02 50 0.9999
50.15 0.9999
50 1.00155
10.009 9.94925 10.039 9.96909 10.039 9.96909 10.0155 0.009999 -0.04975 0.039996 -0.02991 0.039996 -0.02991 0.0165 0.08852
Nilai dari masing-masing parameter kemudian disusun pada kolom B3 sampai dengan B9 dan nilai ketidakpastian standar dari masing-masing parameter disusun mendatar pada C2 hingga I2. Formula perhitungan ketidakpastian gabungan pada metoda spreadsheet ini dijabarkan pada Tabel 6.
25
Buletin Metrologi Kimia Indonesia No. 1 Tahun I - 2017
ISSN : 2579-3748
Tabel 6. Formula spreadsheet untuk perhitungan ketidakpastian larutan asam benzoat A
B
4
m V1
10 10
=C2+B3 =B4
5
V2
5
=B5
=D2+B4 =B5
6
V3
50
=B6
7
V4
5 50 0.9999
1 2 3
V5 P Konsentrasi 10 (µg ml-1) 11 u(y,xi) 8 9
C um 0.01
D uV1 0.05 =B3
E uV2 0.02
F uV3 0.15
G uV4 0.02
H uV5 0.15
I P 0.00165
=B3 =B4
=B3 =B4
=B3 =B4
=B3 =B4
=B3 =B4
=E2+B5 =B6
=B5
=B5
=B5
=B5
=B6
=B6
=B6
=B6
=B7
=B7
=B7
=F2+B6 =B7
=B7
=B7
=B8 =B9
=B8 =B9
=B8 =B9
=B8 =B9
=G2+B7 =B8 =B9
=H2+B8 =B9
=B8 =I2+B9
=((B3/B4)*B9)*(B5/B6)*(B7/B8) =((C3/C4)*C9)*(C5/C6)*(C7/C8) =((D3/D4)*D9)*(D5/D6)*(D7/D8) =((E3/E4)*E9)*(E5/E6)*(E7/E8) =((F3/F4)*F9)*(F5/F6)*(F7/F8) =((G3/G4)*G9)*(G5/G6)*(G7/G8) =((H3/H4)*H9)*(H5/H6)*(H7/H8) =((I3/I4)*I9)*(I5/I6)*(I7/I8)
=C10-$B$10
=D10-$B$10
=E10-$B$10
=F10-$B$10
=G10-$B$10
=H10-$B$10
=I10-$B$10 =SQRT(SUMSQ(C29:I29))
KESIMPULAN Ketiga metoda perhitungan nilai ketidakpastian gabungan akan memberikan nilai yang relatif sama dimana dengan metoda coefficient sensitivity, simple rule dan spreadsheet method masing-masing sebesar 0,08872, 0,0887 dan 0,0885 µg ml-1. Kemudian nilai ketidakpastian standar yang diperluas (UC3) pada level kepercayaan 95% dengan faktor cakupan, k=2 dihitung dengan mengalikan nilai ketidakpastian gabungan dengan nilai faktor cakupan, sehingga diperoleh nilai sebesar 0,177 µg ml -1. Sehingga nilai konsentrasi larutan standar asam benzoat (C3) dituliskan sebagai 9,999 ± 0,177 µg ml-1.
DAFTAR PUSTAKA 1. SNI ISO/IEC 17025:2008. Persyaratan Umum Kompetensi Laboratorium Pengujian dan Laboratorium Kalibrasi. 2. International Vocabulary of Metrology – Basic and general concenpts and asscociated terms (VIM), 3rd Edition. ISO. Geneva. 3. S. Populaire dan Ester Campos Gimenez, A Simplified Approach to the Estimation of Analytical Measurement Uncertainty, Accred Qual Assur 10:485-493. 2006. 4. JCGM 100:2008 Evaluation of Measurement Data - Guide to The Expression of Uncertainty in Measurement. JCGM; 2008. 5. Eurachem / Citac Guide CG 4. Quantifying Uncertainty in Analytical Measurement. Third Edition. 2012. 6. J.Kragten, Analyst, 119,2161-2166 (1994).
Tentang penulis Dyah Styarini, M.Si. Lahir di Pati, 30 Oktober 1979 dan berhasil menyelesaikan pendidikan Sarjana di Jurusan Kimia di Universitas Indonesia pada tahun 2001. Pada Agustus 2009, melanjutkan pendidikan Master di Universitas Indonesia dan berhasil memperoleh gelar M.Si. pada Februari 2012. Karirnya sebagi peneliti dimulai sejak Februari 2005 sebagai kandidat peneliti di Pusat Penelitian Kimia LIPI. Bidang penelitian yang ditekuninya adalah analisis senyawa organik serta pengembangan bahan acuan tersertifikasi untuk penentuan senyawa organik baik kontaminan maupun pengawet pada matriks makanan.
26
Buletin Metrologi Kimia Indonesia No. 1 Tahun I - 2017
ISSN : 2579-3748
Estimasi Ketidakpastian Penentuan Logam Cd dan Pb pada Sampel Air Limbah Sintetik dengan ICP-OES Eka Mardika Handayani, Christine Elishian Laboratorium Metrologi Kimia (LMK), Pusat Penelitian Metrologi-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2M-LIPI), Gedung 456, Kawasan PUSPIPTEK, Serpong 15314, Tangerang Selatan, Banten Email:
[email protected]
ABSTRAK Estimasi ketidakpastian pengukuran sebagai indikasi kuantitatif kualitas hasil uji pada penentuan logam kadmium dan timbal dalam sampel air limbah sintetik menggunakan ICP-OES telah berhasil diidentifikasi menggunakan pendekatan ―bottom up‖ dan diagram ―cause effect‖. Komponenkomponen ketidakpastian yang menyumbang ketidakpastian standar pada pengukuran ini yaitu konsentrasi (Co), larutan standar logam (larutan standar induk dan larutan standar kalibrasi), massa pelarut, massa sampel, akurasi (recovery), dan presisi metode. Penyumbang ketidakpastian terbesar berasal dari komponen konsentrasi (Co), akurasi, dan presisi. Konsentrasi logam Cd dan Pb dan ketidakpastiannya dalam sampel air limbah sintetik berturut-turut adalah 50,4 ± 4,5 dan 2017 ± 208 µg.Kg-1 pada tingkat kepercayaan 95% dan faktor cakupan = 2. Kata kunci:ketidakpastian, ICP-OES, kadmium, timbal, air limbah, logam, bottom-up.
PENDAHULUAN Air limbah dapat mengandung bahan organik atau bahan anorganik yang dapat menurunkan kualitas air yaitu menimbulkan warna, rasa, serta bau bahkan mengandung logam-logam berat. Logam berat adalah polutan lingkungan yang berbahaya karena non-degradable, bioaccumulative dan beracun1. Air limbah yang mengandung logam berat perlu mendapat perhatian khusus, mengingat konsentrasi logam berat akan memberikan efek beracun yang sangat berbahaya bagi kehidupan manusia maupun bagi ekosistem di mana limbah tersebut dibuang. Menurut Peraturan Menteri LH No 5 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air 2, pemerintah telah menetapkan persyaratan baku mutu air limbah. Baku mutu air limbah adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemar dan/atau jumlah unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air limbah yang akan dibuang atau dilepas ke dalam media air dari suatu usaha dan/atau kegiatan. Kadmium (Cd) dan timbal (Pb) merupakan logam berat yang dapat terkandung dalam air limbah. Ada berbagai teknik pengukuran logam kadmium dan timbal pada air limbah, seperti flame absorption spectrometry (FAAS), graphite furnace atomic absorption spectrometry (GFAAS), inductively coupled plasma optical emission spectrometry (ICP-OES) dan inductively coupled plasma mass spectrometry (ICP-MS). Setiap teknik pengukuran mempunyai spesifikasi yang unik dengan kelebihan dan kekurangannya. Teknik pengukuran dengan ICP-OES memiliki kelebihan dalam pengukuran banyak unsur dalam satu waktu3. Saat ini, setiap hasil pengukuran baik pengukuran fisika maupun kimia harus disertai dengan indikasi kuantitatif kualitas data. Pada pengukuran kimia, konsep yang mudah dikenal, dapat diterima secara luas dan mencirikan kualitas hasil pengukuran kimia adalah ekspresi dari ketidakpastiannya 4. Bagian penting dari analisis rutin diantaranya memiliki hasil yang dapat dipercaya, keberulangan yang baik, akurat dan efektif dalam penggunaan bahan acuan. Setiap bahan dan metode harus memiliki nilai ketidakpastian yang lengkap sehingga akurasi data dapat dihasilkan oleh setiap laboratorium 5. 27
Buletin Metrologi Kimia Indonesia No. 1 Tahun I - 2017
ISSN : 2579-3748
Menurut JCGM6 dan ISO GUM7, definisi ketidakpastian adalah suatu parameter, terkait dengan hasil pengukuran, yang mencirikan sebaran nilai-nilai yang dapat dianggap mewakili besaran yang diukur. Estimasi ketidakpastian semakin dikenali sebagai bagian penting dalam proses pengujian karena dapat memfasilitasi perbandingan hasil analisis, dan merupakan salah satu persyaratan ISO 17025-2008 untuk akreditasi metode8,9. Dalam tulisan ini, akan ditentukan sumber-sumber ketidakpastian dan penyumbang ketidakpastian terbesar pada pengukuran Cd dan Pb dalam air limbah melalui estimasi ketidakpastian dengan pendekatan ―bottom up‖ menggunakan diagram cause effect.
BAHAN DAN METODA Bahan dan Alat Bahan kimia yang digunakan adalah HNO 3 dengan kualitas untuk pengukuran AAS dari Cica Merck (Jepang). Bahan acuan bersertifikat yang digunakan adalah ERM CA713 Trace elements in waste water (LGC, United Kingdom). Air yang digunakan untuk analisis adalah air ultra pure dengan konduktivitas =18,2 M cm-1 dari alat Millipore Milli-Q Plus 185 (Perancis). Semua larutan disiapkan dengan metoda penimbangan menggunakan neraca AND 200 (Kyoto, Jepang). Sampel air limbah sintetik (ALS) merupakan kandidat bahan acuan dari PP Kimia LIPI yang diukur langsung tanpa dilakukan preparasi sampel. Sampel ALS diencerkan sebanyak empat kali dan ditambahkan internal standar yttrium kemudian konsentrasi Cd dan Pb diukur menggunakan Inductively Coupled Plasma- optical Emission Spectrometry (ICP-OES) Vista-MPX Varian (Australia). Kondisi pengoperasian disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Kondisi pengoperasian ICP-OES Metoda ICP-OES Varian -1 Plasma flow (L min ) 15 Auxiliary flow (L min -1) 1,5 Nebulizer pressure (kPa) 200 Power (kW) 1,1 Viewing Axial Sample uptake delay (s) 10 Nebulizer Glass concentric Spray chamber Cyclone Analyte wavelength (nm) Cd 226.439 Pb 217.000 Internal standar Yttrium (nm) 371.029
Preparasi Larutan Standar Larutan stok Cd 10.000 mg Kg-1 dan Pb 1.000 mg Kg-1 dilarutkan dalam HNO3 0,1 M menjadi beberapa larutan intermediet sampai diperoleh larutan standar campuran 5-50 µg Kg-1 untuk Cd dan 20-200 µg Kg-1 untuk Pb. Masing-masing larutan standar campuran ditambahkan internal standar yttrium sebanyak 0,2 ppm.
Penggunaan Internal Standard Internal standard merupakan suatu analit murni yang ditambahkan ke sampel, standard maupun blanko. Internal standard adalah larutan yang diketahui jumlahnya, stabil, tidak terdapat dalam sampel dan dapat mendeteksi dan mengkoreksi drift dari instrumen ICP-OES. Internal standard yang umumnya digunakan adalah Yttrium (Y), Scandium (Sc), Rhodium (Rh) dan Bismuth (Bi). 28
Buletin Metrologi Kimia Indonesia No. 1 Tahun I - 2017
ISSN : 2579-3748
MenurutMerson, dkk5, pemilihan internal standard dalam matriks yang kompleks merupakan hal yang sangat penting untuk mencapai hasil yang akurat. Yttrium (Y) digunakan sebagai internal standard karena unsur pada panjang gelombang 371.029 nm ini termasuk yang paling stabil, bebas dari gangguan analit dan tidak ditemukan dalam sampel. Jika metode ini diulang untuk matriks yang berbeda, atau perubahan analit, penting untuk mengevaluasi kembali pemilihan internal standard untuk memastikan bahwa tidak terjadi gangguan matriks dari analit.
HASIL DAN PEMBAHASAN Metode Estimasi Ketidakpastian Terdapat beberapa pendekatan dalam metode estimasi ketidakpastian berdasarkan pada ISO/IEC Guide 17025-20089, JCGM 100:20086dan EURACHEM 20127. Perhitungan estimasi ketidakpastian dalam penentuan logam dalam air limbah ini diestimasi menggunakan pendekatan ―bottom-up‖ berdasarkan EURACHEM dengan beberapa tahapan yaitu (1) spesifikasi model pengujian, (2) identifikasi sumber - sumber ketidakpastian, (3) estimasi ketidakpastian baku setiap komponen dan mengkonversinya ke ketidakpastian standar, dan (4) menghitung ketidakpastian gabungan.
Spesifikasi model pengujian Dalam menentukan model pengujian, perlu dibuat diagram alir dari rangkaian prosedur pengukuran yang telah dilakukan untuk mempermudah mengidentifikasi sumber ketidakpastian. Diagram alir pengukuran logam Cd dan Pb dapat dilihat pada Gambar 1.
Larutan standar induk -1 Cd : 10007 mg Kg -1 Pb : 999.91 mg Kg 1 Sampel ditimbang sebanyak 1,5 g Larutan standar intermediet -1 Cd +1000 mg Kg Ditambahkan internal standard Yttrium (Y)
Pb
-1
100 mg Kg 1
Larutan standar induk -1 Cd 0.1 mg Kg -1 Pb 1 mg Kg 1
Diencerkan sampai 6g dengan larutan HNO31M
Larutan sampel siap diukur dengan ICP-OES
Larutan standar kalibrasi Co
Gambar 1. Diagram alir pengukuran logam Cd dan Pb dalam sampel air limbah sintetik (ALS). Hasil pengukuran sampel air limbah dihitung dengan memperhitungkan nilai recovery dari hasil pengujian CRM ERM713, sehingga formula untuk menghitung kadar Cd dan Pb dalam sampel dapat dilihat pada persamaan (1).
.
/
(1)
( )
29
Buletin Metrologi Kimia Indonesia No. 1 Tahun I - 2017
ISSN : 2579-3748
Keterangan : Cx = Kadar Cd dan Pb dalam sampel [µg Kg-1] C0 = Konsentrasi Cd dan Pb dalam larutan yang diukur dengan ICP-OES [µg Kg-1] Mpel = Massa pelarut [g] m = Massa sampel [g] Rec = Nilai perolehan kembali hasil analisis dari CRM [%]
Identifikasi sumber - sumber ketidakpastian Setelah kuantitas pengukuran dan model persamaan diketahui, langkah berikutnya yang dilakukan adalah identifikasi sumber-sumber ketidakpastian yang mempengaruhi persamaan tersebut. Dari formula yang telah ditentukan di atas, dapat diidentifikasi sumber-sumber ketidakpastian pada seluruh pengujian seperti yang dicantumkan pada diagram causeeffect pada Gambar 2.
Standar Tipe B, larutan induk
Mpel
Re c
Type A, larutan kalibras i
Cx (mg/kg)
ca l mtare
kurva kalibrasi
mgross m
ca l
C o
Presisi
Gambar 2. Diagram causeeffect untuk pengujian logam Cd dan Pb dalam sampel air limbah sintetik Berdasarkan diagram cause effect tersebut (Gambar 2), sumber-sumber ketidakpastian yang berkontribusi pada pengujian Cd dan Pb dalam sampel air limbah sintetik ini diperoleh dari konsentrasi, standar logam (larutan standar induk dan larutan standar kalibrasi), massa pelarut, massa sampel, akurasi (recovery), dan presisi metode.
Estimasi ketidakpastian baku setiap komponen Konsentrasi Cd dan Pb dalam larutan yang diukur dengan ICP-OES (C0) Ketidakpastian dari konsentrasi Cd dan Pb dalam larutan sampel air limbah sintetik diperoleh dari kurva kalibrasi dengan metode eksternal kalibrasi yang mengacu pada Eurachem/Citac Guide7. Konsentrasi logam tersebut diperoleh dari interpolasi persamaan garis y = bx+A, di mana y merupakan derajat penyerapan intensitas dari kurva kalibrasi, b adalah koefisien kemiringan kurva, x adalah konsentrasi dari kurva kalibrasi dan A yaitu titik potong dengan garis y. Kurva kalibrasi untuk penentuan Cd dan Pb ini terdiri dari sederet larutan standar yang diukur masing masing tiga kali. Ketidakpastian standar dari Co ini dihitung berdasarkan persamaan (2).
S u (Co ) S X Y / X b
(YSpl Yrata 2 ) 2 1 1 m n b 2 . X i X rata 2 2 30
(2)
Buletin Metrologi Kimia Indonesia No. 1 Tahun I - 2017
ISSN : 2579-3748
dan standard deviasi residual Sy/x (µg.Kg-1) ditentukan menggunakan persamaan (3)
Yi Yc
2
SY / X
(3)
n 2
dengan: m : jumlah pengukuran untuk menentukan Co n : jumlah pengukuran untuk kurva kalibrasi Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh nilai ketidakpastian standar Cd dan Pb untuk komponen ini, berturut – turut yaitu 0,30 dan 7,47 µg.Kg-1. Massa Komponen ketidakpastian yang berasal dari massa baik itu massa pelarut maupun massa sampel diidentifikasi dari sumber ketidakpastian untuk berat tare dan gross saat penimbangan. Sebanyak ± 1,5g sampel air limbah ditimbang dan dilarutkan menjadi ± 6 g menggunakan neraca analitik dengan ketidakpastian ± 0,0011 g pada tingkat kepercayaan 95% dan faktor cakupan 2. Perhitungan ketidakpastian baku dari massa ini mengacu pada artikel8. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh ketidakpastian standar massa sampel dan massa pelarut dengan nilai yang sama karena menggunakan neraca analitik yang sama yaitu 7,78 x 10 -4 g baik untuk penentuan Cd maupun Pb.
Akurasi (Recovery) dan ketertelusuran
Ketertelusuran dari metoda ini diperoleh dari pengukuran bahan acuan ERM CA713 Trace elements in waste water yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel 2. Akurasi dilakukan dengan menguji bahan acuan bersertifikat yang diperlakukan sama dengan sampel, dan membandingkan hasilnya dengan nilai yang tercantum pada sertifikat, kemudian dihitung nilai perolehan kembali (recovery) logam Cd dan Pb dalam CRM menggunakan persamaan (4).
(4)
Nilai akurasi yang diperoleh pada Tabel 2 adalah sesuai dengan nilai yang tercantum pada sertifikat dengan nilai recovery yang baik. Perhitungan ketidakpastian untuk komponen ini juga mengacu pada Elishian, dkk.8.Sehingga diperoleh nilai ketidakpastian untuk komponen akurasi ini seperti yang tercantum pada Tabel 2 berikut. Tabel 2. Hasil pengukuran Cd dan Pb dalam CRM ERM CA713 CRM ERM CA713 Analit Hasil pengukuran * Nilai Sertifikat (µg Kg-1) (µg Kg-1) Cd 5,04 ± 0,16 5,09 ± 0,20 Pb 49,4± 1,9 49,7 ± 1,7 *Hasil rata-rata dan presisi dari 3 replikat
31
Buletin Metrologi Kimia Indonesia No. 1 Tahun I - 2017
ISSN : 2579-3748
Presisi metode
Presisi metoda ini ditentukan secara kuantitatif melalui analisis 10 independent replikat sampel air limbah dan dinyatakan melalui nilai simpangan bakunya (SD) menggunakan persamaan (5). Untuk menguji nilai presisi pengujian yang didapat, maka ditentukan nilai koefisien variasinya (KV) dan dibandingkan dengan koefisien variasi Horwitz (KV Horwitz) menggunakan persamaan (6) dan (7). Jika nilai KV hasil pengujian lebih kecil daripada 0,67 x KV Horwitz maka presisi tersebut dinyatakan memenuhi syarat.
√
( )
∑
(
̅)
(5)
(6)
̅
( )
(7)
Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh hasil KV hasil pengukuran lebih kecil dari 0,67 x KV Horwitz sebagaimana terdapat pada Tabel 3 sehingga ketidakpastian dari komponen presisi ini dinyatakan memenuhi syarat dengan besar simpangan baku relative (%RSD) metode penentuan Cd dan Pb berturut-turut, yaitu 2,71 % dan 0,89 %. Tabel 3. Presisi metode pengukuran Cd dan Pb dan KV Horwitz nya Analit KV pengukuran 0,67 x KV Horwitz Cd Pb
(%) 2,71 0,89
(%) 5,94 3,41
Standar logam
Terdapat dua sumber ketidakpastian yang berkontribusi pada komponen ketidakpastian dari konsentrasi standar kalibrasi ini, yaitu tipe A dari efek random larutan kalibrasi dan neraca analitik dan tipe B dari analisis statistika dari beberapa observasi yang diperoleh dari sertifikat larutan standar. Cara mengestimasi ketidakpastian dari standar ini mengacu pada artikel 8dengan menggunakan larutan standar intermediet 1.000 mg.Kg-1 dan 100 mg.Kg-1 untuk Cd dan 100 mg.Kg-1 untuk Pb, sehingga diperoleh ketidakpastian standar logam tipe A dan B untuk penentuan Cd dan Pb sebagaimana tercantum dalam Tabel 4.
Menghitung Ketidakpastian Gabungan (uc) Ketidakpastian gabungan dari semua komponen yang berkontribusi pada penentuan Cd dan Pb dalam air limbah ini terdapat pada Tabel 4. Komponen ketidakpastian ini digabungkan menggunakan persamaan (8) dan (9).
32
Buletin Metrologi Kimia Indonesia No. 1 Tahun I - 2017
ISSN : 2579-3748
Tabel 4. Ketidakpastian gabungan penentuan Cd dan Pb dalam air limbah. Sumber Ketidakpastian Presisi Akurasi (Recovery) Massa sampel (m) Massa pelarut (Mpel) Konsentrasi logam dalam larutan yang diukur dengan ICP-OES (Co)
Nilai (Xi)
Kadmium (Cd) KetidakRSU* (uXi pastian / Xi) baku (uXi)
Timbal (Pb) Ketidakpastian baku (uXi)
Nilai (Xi)
RSU* (uXi / Xi) 4,48 x 10-2 2,02 x 10-2 5,15 x 10-4 1,27 x 10-4
Satuan
Tipe
-
A
%
A&B
g
B
g
B
-
-
2,71 x 10-2
-
-
99,0
2,54
2,57 x 10-2
99,4
2,01
1,51
7,78 x 10-4
5,15 x 10-4
1,51
7,78 x 10-4
6,13
7,78 x 10-4
1,27 x 10-4
6,13
7,78 x 10-4
11,79
0,30
2,54 x 10-2
482
7,47
1,55 x 10-2
mg/kg
A
Standar logam Larutan induk kalibrasi (LarKaltipeB) Larutan standar kalibrasi (LarStdtipeA)
10.007
13,8
1,38 x 10-3
1.000
4,45 x 10-1
4,45 x 10-4
mg/kg
B
9,96
3,42 x 10-3
3,44 x 10-4
9,95
1,11 x 10-3
1,11 x 10-4
mg/kg
A
*RSU = Ketidakpastian baku relatif (relative standard uncertainty) Ketidakpastian gabungan: 2 2 2 u presisi urec um uM pel uc 2 m M Cx presisi Re c pel
uc C x
uc0 uC LarKaltypeB c 0 cLarKaltypeB 2
2 2 2 u presisi urec um uM pel presisi Re c m M pel
2
2 uc0 uC LarKaltypeB c c 0 LarKaltypeB 2
2
ucLarStdtypeA cLarStd typeA 2
uc LarStdtypeA cLarStd typeA
2
(8)
2
(9)
Berdasarkan Tabel 4 terlihat bahwa sumber ketidakpastian dari presisi, akurasi dan Co berkontribusi paling besar terhadap ketidakpastian penentuan Cd dan Pb dalam air limbah sehingga perlu diberikan perhatian lebih untuk komponen ini. Ketidakpastian gabungan dari seluruh komponen yang berkontribusi terhadap penentuan logam Cd dan Pb dalam air limbah ini berturut – turut yaitu 2,27 dan 104 µg.Kg-1.
Ketidakpastian Diperluas Ketidakpastian yang diperluas pada tingkat kepercayaan 95% dan faktor cakupan (k) = 2 untuk penentuan Cd dan Pb dalam air limbah, dihitung menggunakan persamaan (10) dengan hasil seperti yang dapat dilihat pada Tabel 5. U(Cx) = k x uc (Cx)
(10)
33
Buletin Metrologi Kimia Indonesia No. 1 Tahun I - 2017
ISSN : 2579-3748
Tabel 5. Konsentrasi akhir, ketidakpastian gabungan (u c) dan diperluas (U(Cx)) untuk pengukuran Cd dan Pb Analit Konsentrasi uc U(Cx) (µg.Kg-1) (µg.Kg-1) (µg.Kg-1) Cd 50,4 2,27 4,55 Pb 2017 104 208
Pelaporan Maka nilai konsentrasi logam Cd dan Pb dalam air limbah sintetis menggunakan ICP OES berturut – turut adalah 50,4 ± 4,5 dan 2.017 ± 208 µg.Kg-1 pada tingkat kepercayaan 95% dan faktor cakupan = 2.
KESIMPULAN Kandungan logam Cd dan Pb dalam sampel air limbah sintesis telah ditentukan menggunakan ICP OES dengan konsentrasi sebesar 50,4 µg.Kg-1 untuk Cd dan 2.017 µg.Kg-1 untuk Pb. Komponen ketidakpastian pada pengukuran ini diestimasi menggunakan metode ―bottom up‖ berdasarkan Eurachem/Citac Guide 2012 dan diperoleh ketidakpastian diperluas untuk Cd dan Pb berturut – turut yaitu 4,55 dan 208 µg.Kg-1 untuk tingkat kepercayaan 95% dan faktor cakupan (k) = 2. Penyumbang ketidakpastian terbesar diperoleh dari komponen presisi, akurasi (recovery) dan konsentrasi kurva kalibrasi (Co).
DAFTAR PUSTAKA 1. Chand, Vimlesh, and Surendra Prasad. 2013. ―ICP-OES Assessment of Heavy Metal Contamination in Tropical Marine Sediments : A Comparative Study of Two Digestion Techniques.‖ Microchemical Journal 111. Elsevier B.V.: 53–61. doi:10.1016/j.microc.2012.11.007. 2. PermenLH. 2014. ―Baku Mutu Air Limbah.‖ No 5, no. 1815. 3. Ferreira, L C, Jailson B De Andrade, Maria Grac, Madson De G Pereira, Valfredo A Lemos, N L Walter, Frederico De Medeiros, Anderson S Souza, Hadla S Ferreira, and G P Erik. 2007. ―Review of Procedures Involving Separation and Preconcentration for the Determination of Cadmium Using Spectrometric Techniques‖ 145: 358–67. doi:10.1016/j.jhazmat.2007.03.077. 4. Araujo, T O, R M H Borges, P R G Couto, M F G Rosias, O G F Rocha, D S Vaitsman, and V Dias. 2005. ―Evaluation of Uncertainty Sources Associated with Toxic Trace Element Concentrations in Rice,‖ 277–82. doi:10.1007/s00769-005-0937-z. 5. Merson, Sheila, and Peter Evans. 2003. ―A High Accuracy Reference Method for the Determination of Minor Elements in Steel by ICP-OES,‖ no. January: 11–14. doi:10.1039/b301688a. 6. JCGM. 2008. Evaluation of Measurement Data — Guide to the Expression of Uncertainty in Measurement. doi:http://doi.org/10.1373/clinchem.2003.030528. 7. EURACHEM. 2012. Quantifying Uncertainty in Analytical Measurement. 8. C.Elishian, W.C. Nugraha, & R. Ketrin. 2012. ―Estimasi Ketidakpastian Pada Pengujian Kadmium Dalam Produk Perikanan Menggunakan Graphite Funace Atomic Absorption Spectrometry.‖ Jurnal Kimia Terapan Indonesia 14 (28 Juni 1012): 47–54. 9. 17025, SNI ISO. 2008. General Requirement for the Competence of Testing and Calibration Laboratories.
34
Buletin Metrologi Kimia Indonesia No. 1 Tahun I - 2017
ISSN : 2579-3748
Tentang penulis Eka Mardika Handayani, S.Si. Lahir di Bogor 5 Maret 1984 dan berhasil menyelesaikan pendidikan diploma Analis Kimia di AKA Bogor.Memulai karir sbg teknisi di P2 Kimia pada tahun 2008 sambil melanjutkan pendidikan Sarjana di Universitas Padjadjaran Bandung dan lulus tahun 2011.Pada tahun 2013 mengikuti training Metrologi (GMA) di KRISS-Korea,selanjutnya mengikuti training anorganik di PTB-Jerman pada Okt 2014.Meneruskan karir sebagai peneliti sejak 2016 dan terlibat dalam penelitian untuk pengembangan bahan acuan dan turut serta dlm penyelenggaraan UP dan uji banding Internasional (APMP/CCQM). Christine Elishian, S.Si., M.Sc. Lahir pada 14 Desember 1986 dan berhasil menyelesaikan pendidikan sarjana di jurusan kimia Fakultas MIPA Institut Teknologi Bandung pada tahun 2009. Memulai pendidikan Master pada program Erasmus Mundus Quality for Analytical Laboratory (EMQAL) pada Oktober 2014 di University of Bergen, Norway dan University of Barcelona, Spanyol yang didanai oleh Erasmus Mundus Studentship A dan berhasil memperoleh gelar Master of Science (M.Sc) pada September 2016. Memulai karir sebagai sebagai peneliti muda di Pusat Penelitian Kimia LIPI sejak tahun 2009 untuk bidang metrologi kimia anorganik. Saat ini terlibat dalam penelitian untuk pengembangan bahan acuan bersertifikat untuk komoditas air dan pangan, keikutsertaan aktif dalam uji banding APMP dan CCQM dan penyelenggaraan rutin uji profisiensi.
35
Buletin Metrologi Kimia Indonesia No. 1 Tahun I - 2017
ISSN : 2579-3748
Evaluasi Ketidakpastian Pengukuran Konduktivitas Larutan Elektrolit Menggunakan Metode Sekunder Fransiska Sri Herwahyu Krismastuti Laboratorium Metrologi Kimia (LMK), Pusat Penelitian Metrologi-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2M-LIPI) Gedung 456, Kawasan PUSPIPTEK, Serpong 15314, Tangerang Selatan, Banten Email:
[email protected],
[email protected]
ABSTRAK Akurasi dalam melakukan pengukuran konduktivitas larutan elektrolit sangat diperlukan karena konduktivitas merupakan salah satu parameter penting dalam penentuan kualitas air. Secara metrologi, tingkat akurasi hasil pengukuran dinyatakan sebagai nilai hasil pengukuran dan dilengkapi dengan nilai ketidakpastian. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai penentuan nilai konduktivitas dan perhitungan ketidakpastiannya. Sumber-sumber ketidakpastian ditetapkan dan kontribusi masingmasing sumber ketidakpastian dihitung nilainya untuk menentukan ketidakpastian yang diperluas. Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh nilai konduktivitas sampel adalah sebesar . Nilai ketidakpastian yang diperoleh sangat kecil (0.41%), mengindikasikan keakuratan pengukuran konduktivitas yang telah dilakukan. Kata kunci: konduktivitas larutan elektrolit, ketidakpastian, metode sekunder
PENDAHULUAN Pengukuran konduktivitas atau daya hantar listrik larutan elektrolit (DHL) merupakan salah satu metode analisis yang banyak digunakan untuk menentukan kualitas air dan konsentrasi senyawa terionisasi di dalam larutan1. Larutan elektrolit adalah larutan yang mengandung ion-ion (anion dan kation) yang bergerak bebas. Kemampuan ion-ion dalam mengalirkan arus listrik inilah yang disebut dengan konduktivitas atau DHL dan diberi simbol dengan satuan S m-1 2. Besarnya DHL dipengaruhi oleh sifat ion (muatan, ukuran dan mobilitas) dan sifat pelarutnya (kekentalan dan konstanta dielektrik)3. Besarnya ditentukan oleh pengukuran resistan ( ) dari suatu larutan dengan menggunakan cell konduktivitas. Besarnya berbanding lurus dengan jarak efektif antara dua elektroda ( ) dan berbanding terbalik dengan luas area dari elektroda ( ), dirumuskan:
(1) dimana (resistivitas, satuan Ωm) adalah konstanta yang besarnya spesifik untuk jenis larutan tertentu. Besarnya berbanding terbalik dengan resistivitas:
(2)
36
Buletin Metrologi Kimia Indonesia No. 1 Tahun I - 2017
ISSN : 2579-3748
Cell konduktivitas yang digunakan untuk mengukur DHL mempunyai konstanta cell ( besarnya dihitung dari persamaan berikut:
) yang
(3)
dengan mengukur dan dari cell konduktivitas, jika metode yang digunakan untuk mengukur konduktivitas adalah metode primer. Sedangkan untuk penentuan konduktivitas dengan metode sekunder, dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:
(4) atau
(5)
dengan adalah konduktan dan
adalah nilai yang diperoleh dari larutan standar yang tertelusur.
Selain metode primer dan sekunder, pengukuran DHL larutan elektrolit dapat dilakukan dengan metode komersial menggunakan konduktometer. Akan tetapi, hanya metode primer dan sekunder yang bisa digunakan untuk menghasilkan bahan acuan tersertifikasi (Certified Reference Materials)2. Secara metrologi, hasil pengukuran DHL, tidak hanya dinyatakan dengan nilai ( ) tetapi juga dilengkapi dengan nilai ketidakpastiannya ( ). Hal ini, secara matematis, dinyatakan dalam:
(6) Ketidakpastian (uncertainty),dalam ilmu metrologi, didefinisikan sebagai suatu parameter yang menggambarkan sebaran nilai kuantitatif suatu hasil pengujian. Sedangkan menurut ISO GUM, ketidakpastian dari suatu pengukuran adalah suatu parameter yang berkaitan dengan hasil pengukuran yang mencirikan penyebaran nilai-nilai yang dapat dikaitan dengan hasil pengujian4. Penyebaran nilainilai tersebut merupakan suatu rentang di mana nilai benar dari suatu hasil pengujian diyakini berada di dalamnya dengan tingkat kepercayaan tertentu. Semakin kecil suatu nilai ketidakpastian, pengukuran yang dilakukan juga semakin akurat. Secara metrologi, ketidakpastian pengukuran erat kaitannya dengan ketertelusuran (traceability). Ketertelusuran merupakan sifat dari pengukuran, di mana hasil yang diperoleh dapat dihubungkan ke suatu nilai acuan melalui suatu mata rantai yang tidak terputus yang terdokumentasi, di mana masingmasing mata rantai berkontribusi terhadap ketidakpastian hasil pengukuran. Jadi nilai ketidakpastian suatu pengukuran tidak dapat dievaluasi sebelum aspek ketertelusuran dari pengukuran tersebut dinyatakan secara jelas. Makalah ini bertujuan untuk mendeskripsikan mengenai pengukuran konduktivitas larutan elektrolit dengan menggunakan metode sekunder termasuk penentuan nilai konduktivitas dan ketidakpastiannya.
37
Buletin Metrologi Kimia Indonesia No. 1 Tahun I - 2017
ISSN : 2579-3748
METODE Sampel larutan elektrolit untuk pengukuran DHL dibuat dari garam Kalium khlorida (KCl) yang mempunyai kemurnian tinggi dengan konsentrasi 0.0498 ± 0.0003 mol/L. Resistan sampel diukur dengan menggunakan Jones cell (metode sekunder) pada suhu 25°C. Pengukuran dilakukan di sebelas titik frekuensi dengan rentang 200 – 2000 Hz. Besarnya nilai konduktivitas dihitung dengan meggunakan yang diperoleh dari larutan standar tertelusur, sedangkan nilai ketidakpastiannya dihitung dengan menggunakan metode ISO GUM4.
HASIL DAN PEMBAHASAN Jaminan mutu hasil pengukuran DHL larutan elektrolit penting dilakukan untuk memberikan hasil pengukuran yang akurat. Secara metrologi, hal ini dilakukan dengan menggunakan alat yang terkalibrasi dan larutan standar yang tertelusur. Nilai suatu hasil pengukuran tidak bisa mutlak, maka umumnya hasil pengukuran ( ) dilengkapi dengan nilai ketidakpastiannya ( ).
Penentuan nilai konduktivitas sampel Metode sekunder penentuan konduktivitas larutan elektrolit dengan menggunakan Jones Cell, dilakukan dengan menentukan pada sebelas titik frekuensi ( ) pada suhu 25°C. Berdasarkan data tersebut, grafik vs ⁄ dapat dibuat (Gambar 1) dan ekstrapolasi linear grafik tersebut dapat dihitung. Intersep yang diperoleh dari ekstrapolasi linear digunakan sebagai pembagi untuk menentukan nilai .
Gambar 1. Grafik
vs ⁄ pada suhu 25 °C.
Gambar 1 menunjukkan hubungan linear antara dan ⁄ dengan persamaan regresi linear . Berdasarkan persamaan linear tersebut, nilai dapat diketahui, yaitu sebesar
Dari nilai
ini, nilai konduktivitas sampel dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan:
(7) 38
Buletin Metrologi Kimia Indonesia No. 1 Tahun I - 2017 nilai diperoleh dengan mengukur yang lebih tinggi) pada suhu 25°C.
ISSN : 2579-3748
dari larutan CRM yang tertelusur ke standar primer (standar
Dalam percobaan ini, larutan standar tersertifikasi yang digunakan mempunyai nilai sehingga nilai konduktivitas sampel adalah sebesar
sebesar .
Estimasi ketidakpastian pengukuran DHL larutan elektrolit Setelah diperoleh nilai konduktivitas sampel, langkah selanjutnya adalah menentukan nilai ketidakpastian sampel. Secara umum, estimasi ketidakpastian pengukuran dilakukan dalam tiga tahap utama, yaitu: 1) penentuan besaran ukur atau obyek yang diukur; 2) pengestimasian sumber-sumber ketidakpastian (termasuk pembuatan diagram tulang ikan dan penentuan sumber-sumber ketidakpastian baku); dan 3) perhitungan ketidakpastian (termasuk koefisien sensitivitas dan komponen-komponen ketidakpastian baku, perhitungan ketidakpastian gabungan, faktor cakupan dan perhitungan ketidakpastian yang diperluas)4, 5. 1. Penentuan besaran ukur Langkah pertama dalam mengevaluasi ketidakpastian pengukuran adalah menentukan besaran ukur yang berkontribusi pada nilai ketidakpastian. Dalam konteks ketidakpastian pengukuran, hal ini memerlukan pernyataan yang jelas dan tidak meragukan mengenai obyek yang akan diukur dan persamaan kuantitatif yang menghubungkan obyek yang akan diukur dengan parameter lain yang berpengaruh, misalnya formula atau rumus perhitungan, parameter yang tidak diukur secara langsung, ataupun konstanta. Dalam studi kasus konduktivitas, besaran ukur yang berpengaruh dalam ketidakpastian dapat dituliskan dengan menggunakan persamaan matematis sebagai berikut6 (
)(
)(
)
(8)
Nilai ( ) diperoleh dari pengukuran larutan CRM dan besarnya tetap, maka ( ) dapat dianggap konstan ( ), sedangkan efek CO2 dianggap terlalu kecil sehingga tidak diperhitungkan, sehingga persamaan di atas dapat dituliskan6: )(
(
)
(9)
dimana: = = =
ekstrapolasi (dengan ⁄ koefisien suhu deviasi suhu
)
2. Estimasi sumber-sumber ketidakpastian pengukuran Setelah menentukan besaran ukur, langkah kedua adalah menetukan sumber-sumber ketidakpastian pengukuran. Secara umum, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap ketidakpastian pengukuran adalah spesifikasi alat, kemurnian reagen atau bahan acuan, kesalahan acak (reprodusibilitas dan repeatabilitas), kemampuan personel dan kurva kalibrasi. Faktor-faktor tersebut bisa dievaluasi dan digolongkan menjadi dua, yaitu kesalahan tipe A dan tipe B. Kesalahan tipe A terjadi jika ketidakpastian berasal dari evaluasi komponen acak dan nilai ketidakpastiannya diperoleh dari hasil pengukuran berulang. Kesalahan tipe B terjadi jika ketidakpastian berasal dari evaluasi komponen acak + sistematik dan nilai ketidakpastian berasal dari sumber informasi terpercaya, seperti sertifikat hasil kalibrasi, handbook atau katalog (bukan hasil pengukuran)4. 39
Buletin Metrologi Kimia Indonesia No. 1 Tahun I - 2017
ISSN : 2579-3748
Faktor-faktor penyumbang ketidakpastian dari suatu pengukuran biasanya dinyatakan dengan menggunakan diagram tulang ikan (fish bone diagram). Untuk pengukuran DHL, faktor-faktor penyumbang ketidakpastian dapat digambarkan seperti berikut:
Alat (LCR) meter)
C kalibrasi resolusi Konduktivitas ∆T k’
Linearitas
Suhu
Gambar 2. Contoh diagram tulang ikan untuk ketidakpastian pengukuran konduktivitas larutan elektrolit Diagram pada Gambar 2 menunjukkan bahwa estimasi ketidakpastian untuk penentuan konduktivitas berasal dari konstanta dari larutan CRM, kalibrasi alat (LCR meter), resolusi alat (LCR meter), linearitas, dan suhu (koefisien suhu dan deviasi suhu)6. Berdasarkan sumber-sumber ketidakpastian tersebut, hanya linearitas yang merupakan sumber kesalahan tipe A karena nilai yang diperoleh berasal dari hasil pengukuran berulang. Sedangkan sumber-sumber ketidakpastian yang lain tergolong dalam sumber kesalahan tipe B. 3. Perhitungan ketidakpastian pengukuran Langkah yang ketiga mencakup perhitungan nilai ketidakpastian dari masing-masing faktor yang berkontribusi, perhitungan ketidakpastian baku, termasuk perhitungan koefisien sensitivitas, perhitungan ketidakpastian gabungan, penentuan faktor cakupan dan perhitungan ketidakpastian yang diperluas. Untuk mempermudah pemahaman dan penyajian perhitungan ketidakpastian atau yang biasanya dikenal dengan istilah budget ketidakpastian, maka perhitungan ketidakpastian ditampilkan dalam bentuk tabel seperti di bawah ini: Pada Tabel 1 kolom 2 disebutkan semua faktor ketidakpastian pengukuran konduktivitas, seperti yang telah ditunjukkan pada diagram tulang ikan (Gambar 2). Kemudian masing-masing faktor ketidakpastian tersebut ditentukan pola distribusinya; apakah distribusi normal, rectangular, triangular, bentuk U, atau pola lainnya seperti yang dinyatakan pada kolom 3 (Tabel 1). Pola distribusi ini akan berpengaruh pada besarnya faktor konversi atau faktor pembagi (kolom 5) yang akan digunakan untuk menghitung ketidakpastian baku ( ) khususnya untuk ketidakpastian yang berasal dari kesalahan tipe B. Kolom 4 (Tabel 1) menunjukkan nilai ketidakpastian yang akan digunakan untuk menghitung . Untuk kesalahan tipe A (linearitas), nilai ini bisa berasal dari perhitungan deviasi standar dari hasil pengukuran berulang. Sedangkan untuk kesalahan tipe B, nilai ini berasal dari sumber yang terpercaya, yaitu sertifikat kalibrasi (untuk kalibrasi dan resolusi LCR meter), konstanta (untuk dan ) dan kondisi alat ( ). Faktor pembagi yang disebutkan pada kolom 5 (Tabel 1) adalah faktor konversi dari nilai ketidakpastian untuk memperoleh nilai . Faktor konversi ini berkaitan dengan pola distribusi (kolom 3) dan juga tipe kesalahannya. Untuk kesalahan tipe A (linearitas), faktor pembaginya adalah akar dari jumlah pengulangan pengukuran (√ ), dalam perhitungan ini, . Sedangkan untuk kesalahan tipe 40
Buletin Metrologi Kimia Indonesia No. 1 Tahun I - 2017
ISSN : 2579-3748
B, faktor konversi untuk pola distribusi normal adalah 2, dimana angka 2 adalah nilai untuk tingkat kepercayaan 95 %, sedangkan untuk distribusi rectangular, faktor konversinya adalah √ 4. Setelah diketahui nilai ketidakpastian dan faktor konversi (pembagi), maka ketidakpastian baku (kolom 6) untuk masing-masing sumber ketidakpastian dapat dihitung, yaitu dengan membagi nilai ketidakpastian (kolom 4) dengan faktor konversi (kolom 5). Tabel 1. Budget ketidakpastian pengukuran DHL larutan elektrolit No.
Sumber
1.
R 1a 1b
Kalibrasi G (LCR meter) Resolusi G (LCR meter)
2. 3.
Linearitas
Distribusi
Nilai
Pembagi
Normal
4.20E-03
2
2.08E-03
µS
1.53
cm-1
3.18E-03
Rectangular
1.00E-03
1.73
5.77E-04
µS
1.53
cm-1
8.82E-04
Normal
2.00E-03
2
1.00E-03
cm-1
Normal
1.45E-02
3.32
4.59E-03
Normal
2.00E-2
2
0.01
µS
10094.73 1.53
µS
10.09 -1
cm
7.01E-03
4. 4a 4b
Rectangular
3.3E-02
1.73
0.019
K K
2922.81 306.05
µS.cm-1.K-1 -1
-1
µS.cm .K
29.23 5.83 31.467 62.935
Langkah selanjutnya adalah menghitung ketidakpastian gabungan ( ). Untuk menghitung , perlu dihitung terlebih dahulu koefisien sensitivitas ( ). Persamaan yang digunakan untuk menghitung untuk masing-masing komponen ketidakpastian ditampilkan pada Tabel 2. Hasil perhitungan masing-masing komponen ketidakpastian dituliskan di kolom 8 (Tabel 1). Tabel 2. Koefisien sensitivitas untuk masing-masing sumber ketidakpastian No. Sumber Ketidakpastian Formulasi untuk menghitung 1a
Kalibrasi G (LCR meter)
(
)
1b
Resolusi G (LCR meter)
(
)
(
)
2 3
(
Linearitas
)
4a 4b Dengan menggunakan hasil perhitungan dan menghitung dengan menggunakan persamaan:
(kolom 6 dan 8 Tabel 1), akan digunakan untuk
41
Buletin Metrologi Kimia Indonesia No. 1 Tahun I - 2017 √∑(
)
ISSN : 2579-3748
(10)
Langkah terakhir dalam penetuan ketidakpastian adalah menghitung ketidakpastian diperluas ( ), dengan menggunakan persamaan:
(11)
dimana
dengan asumsi tingkat kepercayaan 95 %.
Berdasarkan hasil perhitungan yang telah dijabarkan di atas, nilai konduktivitas sampel yang diukur adalah:
(12)
Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa ketidakpastian yang berkontribusi pada nilai konduktivitas cukup kecil, yaitu 0.41%. Hal ini mengindikasikan bahwa pengukuran telah dilakukan dengan akurat.
KESIMPULAN Penentuan nilai konduktivitas larutan elektrolit dengan menggunakan metode sekunder telah berhasil dilakukan dengan akurat, yang ditunjukkan dengan ketertelusuran dan nilai ketidakpastian pengukuran tersebut. Nilai konduktivitas yang diperoleh yaitu sebesar . Nilai ini tertelusur ke larutan standar primer yang tersertifikasi. Sedangkan untuk ketidakpastiannya diperoleh dengan memperhitungkan masing-masing sumber ketidakpastian, yaitu konstanta dari larutan CRM, kalibrasi alat (LCR meter), resolusi alat (LCR meter), linearitas, dan suhu (koefisien suhu dan deviasi suhu). Nilai ketidakpastian gabungan dari semua unsur ketidakpastian tersebut dikalikan dengan faktor cakupan (yang bernilai 2 untuk tingkat kepercayaan 95%) sehingga diperoleh nilai ketidakpastian diperluas sebesar atau sebesar 0.41%. Hasil perhitungan konduktivitas sampel menunjukkan tingkat akurasi dan performa yang baik dari laboratorium yang melakukan pengukuran.
DAFTAR PUSTAKA 1. E. Orrù. Traceability of Electrolytic Conductivity Measurements for Ultra Pure Water. Giugno: Politecnico Di Torino; 2014.
2. M. Máriássy, K. W. Pratt, P. Spitzer, Major Applications of Electrochemical Techniques at National Metrology Institutes.Metrologia 46 (2009) 199. 3. R. H. Shreiner, K. W. Pratt, Primary Standards and Standard Reference Materials for Electrolytic Conductivity.National Institute of Standards and Technology Special Publication 260-142 (2004) 1. 4. JCGM. JCGM 100:2008 Evaluation of Measurement Data - Guide to The Expression of Uncertainty in Measurement. JCGM; 2008. p. 1. 5. C. S. Fraga, P. R. G. Couto, P. P. Borges, B. S. R. Marques, W. B. Silva Junior, C. M. Ribeiro, J. C. Lopes, S. P. Sobral, J. C. Dias, V. S. Cunha, editors. Uncertainty Budget For Primary Electrolytic Conductivity Measurement Comparing Different Methods. International Conference on Metrology of Environmental, Food and Nutritional Measurements; 2008; Budapest. 42
Buletin Metrologi Kimia Indonesia No. 1 Tahun I - 2017
ISSN : 2579-3748
6. U. Breuel, N. Garbotz, B. Werner. The Measurement with Secondary Cells for The Electrolytic Conductivity. 2006.
Tentang penulis Dr. Fransiska Sri Herwahyu Krismastuti. Lahir di Yogyakarta, 25 Desember 1982 dan berhasil menyelesaikan pendidikan Sarjana di Jurusan Kimia di Universitas Gadjah Mada pada tahun 2005. Januari 2010, memulai pendidikan Master di Flinders University, Adelaide, South Australia yang didanai oleh Australian Development Scholarship dan berhasil memperoleh gelar Master of Nanotechnology pada Desember 2011. Kecintaannya pada kota Adelaide membuatnya kembali ke kota itu pada 16 Juli 2012 untuk menempuh program PhD selama 3 tahun di University of South Australia dengan beasiswa dari Mawson Institute dan International President’s Scholarship dan berhasil memperoleh gelar Doktor untuk bidang Minerals and Materials Science pada 10 Desember 2015. Karirnya sebagi peniliti dimulai sejak April 2006 sebagai kandidat peneliti di Pusat Penelitian Kimia LIPI. Mulai tahun 2015, bergabung dengan Laboratorium Elektrokimia-Metrologi Kimia untuk mengembangkan bahan acuan untuk pH dan konduktivitas. Selain itu, mulai tahun 2017 juga ikut serta dalam penelitian untuk mengembangkan Nanometrologi di Indonesia di bawah naungan Pusat Penelitian Metrologi LIPI.
43
Buletin Metrologi Kimia Indonesia No. 1 Tahun I - 2017
ISSN : 2579-3748
Estimasi Ketidakpastian Untuk Pengukuran CO2 Dalam Matriks N2 Menggunakan Kromatografi Gas–Detektor Penghantar Panas Harry Budiman, Oman Zuas Laboratorium Metrologi Kimia (LMK), Pusat Penelitian Metrologi-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2M-LIPI), Gedung 456, Kawasan PUSPIPTEK, Serpong 15314, Tangerang Selatan, Banten E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Estimasi ketidakpastian pengukuran harus diaplikasikan oleh laboratorium karena pentingnya ketidakpastian pengukuran ini dalam interpretasi yang tepat dari hasil pengukuran dan sebagai alat untuk membantu pengambilan suatu keputusan. Tahapan-tahapan dalam mengestimasi ketidakpastian untuk pengukuran CO2 dalam matriks nitrogen (N2) menggunakan kromatografi gas–detektor penghantar panas akan dibahas dalam artikel ini. Tahapan estimasi ketidakpastian pengukuran meliputi menspesifikasikan measuran, identifikasi sumber ketidakpastian untuk setiap parameter yang berkontribusi, mengkuantifikasi komponen ketidakpastian dari sumber-sumber ketidakpastian pengukuran, menghitung ketidakpastian total dan menghitung ketidakpastian diperluas pada tingkat kepercayaan 95%. Kata kunci: ketidakpastian pengukuran, karbon dioksida, kromatografi gas
PENDAHULUAN Peningkatan level konsentrasi karbon dioksida (CO2) dari waktu ke waktu saat ini disebabkan terutama oleh emisi dalam jumlah besar CO2 dari sumber antropogenik seperti pembakaran bahan bakar fosil di pembangkit tenaga listrik, industri dan sektor transportasi. Hal ini mendorong diberlakukannya peraturan (nasional dan internasional) yang ketat dengan tujuan untuk menjaga konsentrasi CO2 pada level yang diperbolehkan. Namun permberlakuan peraturan dengan ambang batas yang ketat dari suatu polutan gas tidaklah cukup, apabila tidak diikuti dengan tahapan-tahapan konkret untuk memastikan proteksi lingkungan udara atmosfer yang tepat dan cukup. Oleh karena itu, program monitoring polutan gas dan pemberlakukan regulasi melalui penindakan hukum secara tegas menjadi faktor yang sangat penting dalam upaya mengevaluasi ketepatan dan kecukupan peraturan proteksi lingkungan udara yang diterapkan. Dalam aktifitas memonitor polutan gas di lingkungan, pengukuran gas CO2 yang reliabel sangat dibutuhkan agar data CO2 yang diperoleh memiliki tingkat akurasi dan validitas yang tinggi. Data pengukuran CO2 yang valid dan reliabel nantinya akan digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan oleh pemangku kepentingan (dalam hal ini pemerintah) berkaitan dengan pengontrolan polusi udara dan pengimplementasian peraturan emisi CO21. Beberapa metode pengukuran dapat digunakan untuk mengukur CO2 seperti kromatografi gas, spektroskopi non-dispersive infrared, spektroskopi fourier transform infrared, dan spektroskopi cavity ringdown. Dari beberapa metode ini, kromatogafi gas merupakan metode yang paling sering digunakan untuk menganalisa CO2 karena biaya operasional yang rendah.Walaupun kemajuan teknologi dalam pengembangan instrumen kromatografi gas untuk menganalisa sampel gas telah dilakukan dan dikomersialisasikan oleh beberapa perusahaan manufaktur kromatografi gas, namun usaha-usaha berkaitan dengan validasi metode kromatografi gas untuk pengukuran gas tertentu harus tetap dilakukan oleh pengguna1. 44
Buletin Metrologi Kimia Indonesia No. 1 Tahun I - 2017
ISSN : 2579-3748
Dalam eksperimen dan prakteknya di laboratorium, metode analitik tervalidasi dengan evaluasi ketidakpastian pengukurannya menjadi dasar hasil pengukuran yang reliabel dan akurat. Menurut ISO/IEC 17025, validasi metode merupakan upaya mengkonfirmasi metode dengan mengevaluasi dan menentukan bukti obyektif dimana persyaratan atau tujuan tertentu suatu metode analisa telah terpenuhi (misalnya rentang konsentrasi analit, matriks sampel yang dapat diukur, presisi dan parameter lainnya)2.Tujuan analitik dari suatu metode adalah mencapai mutu hasil pengukuran yang tinggi dengan level ketidakpastian pengukuran yang dapat diterima3,4. Estimasi ketidakpastian pengukuran harus diaplikasikan oleh laboratorium karena pentingnya ketidakpastian pengukuran ini dalam interpretasi yang tepat dari hasil pengukuran dan sebagai alat untuk membantu pengambilan suatu keputusan5,6.
KETIDAKPASTIAN PENGUKURAN Menurut theInternational Vocabulary of Basic and General Terms in Metrology (VIM) and ISO ―guide to the expression of uncertainty in measurement‖(GUM), ketidakpastian pengukuran didefinisikan sebagai parameter berkaitan dengan hasil pengukuran yang mengkarakterisasi persebaran nilai yang dipunyai oleh measuran (parameter pengukuran)7. Secara umum, prosedur untuk mengestimasi ketidakpastian pengukuran meliputi: 1. 2. 3. 4.
Menspesifikasikan measuran, yaitu pernyataan apa yang diukur Identifikasi sumber ketidakpastian untuk setiap parameter yang berkontribusi Mengkuantifikasi komponen ketidakpastian dari sumber-sumber ketidakpastian pengukuran. Menghitung ketidakpastian total yang merupakan gabungan dari komponen-komponen ketidakpastian yang sudah dikuantifikasikan8-10.
Komponen ketidakpastian dapat diestimasi dari informasi sebelumnya yang relevan (sebagai contoh, toleransi alat gelas volumetrik yang dinyatakan dalam katalog manufaktur atausertifikat kalibrasi), dari pengalaman eksperimen atau penilaian oleh seorang ahli berdasarkan pengalaman. Hasil evaluasi ketidakpastian pengukuran bergantung pada model pengukuran yang dijabarkan oleh spesifikasi prosedur analitik, sumber ketidakpastian yang teridentifikasi, dan tingkat kepercayaan dalam penilaian oleh ahli dan personil lainnya atas dasar hasil teoritik9. Evaluasi ketidakpastian membutuhkan seorang analis untuk memperhatikan dengan cermat semua kemungkinan sumber-sumber ketidakpastian yang berkontribusi. Beberapa kemungkinan sumber ketidakpastian yang dapat berkontribusi dalam suatu eksperimen seperti sampling, efek sampel (efek matriks dan pengganggu), efek instrumen, kondisi penyimpanan, kemurnian reagen, kondisi pengukuran, ketidakpastian peralatan volumetrik dan massa, nilai acuan, efek komputasional, koreksi blanko, efek operator dan efek acak. Dalam mengestimasi keseluruhan ketidakpastian, setiap sumber ketidakpastian diidentifikasi dan diperlakukan secara terpisah supaya mendapatkan kontribusi ketidakpastian darisumber tersebut. Setiap kontribusi terpisah dari ketidakpastian disebut dengan sebuah komponen ketidakpastian dan dikenal sebagai ketidakpastian baku. Ketidakpastian baku ini diekspresikan dengan nilai standar deviasi.Untuk hasil pengukuran, ketidakpastian total atau disebut juga ketidakpastian baku gabungan. Ketidakpastian baku gabungan ini dihitung dan diperoleh dari penggabungan seluruh komponen ketidakpastian.Selanjutnya, ketidakpastian diperluas dihitung dan digunakan untuk mengekspresikan ketidakpastian dari suatu pengukuran dalam kimia analitik.Ketidakpastian diperluas memberikan nilai interval dimana nilai measuran dipercaya berada pada tingkat kepercayaan yang tinggi8. Estimasi ketidakpastian yang baik adalah dengan memfokuskan pada sumber ketidakpastian yang berkontribusi paling besar karena nilai yang diperoleh untuk ketidakpastian gabungan sangat ditentukan oleh ketidakpastian yang kontribusinya terbesar. Apabila nilai ketidakpastian telah dievaluasi dan diestimasi untuk metode tertentu yang diaplikasi di laboratorium (prosedur pengukuran tertentu), maka nilai estimasi ketidakpastian pengukuran dapat diaplikasikan secara reliabel untuk hasil pengukuran berikutnya yang diperoleh dengan metode yang sama dan pengukuran dilakukan oleh laboratorium yang sama.Namun, estimasi ketidakpastian perlu dievaluasi kembali apabila 45
Buletin Metrologi Kimia Indonesia No. 1 Tahun I - 2017
ISSN : 2579-3748
prosedur atau alat yang digunakan berubah.Dalam hal ini evaluasi ketidakpastian pengukuran dilakukan kembali sebagai salah satu tahapan re-validasi metode8. Pada artikel ini, akan dibahas tahapan-tahapan dalam mengestimasi ketidakpastian untuk pengukuran CO2 dalam matriks nitrogen (N2) menggunakan kromatografi gas–detektor penghantar panas.
Spesifikasi Measuran Model matematika pada persamaan 1 digunakan untuk menghitung konsentrasi analit dari sampel gas campuran.
(1)
Dimana Asampel adalah luas puncak dari sampel gas, Astandar adalah luas puncak dari standar gas, Cstandar adalah konsentrasi dari standar gas dan Rec adalah rekoveri yag mengindikasikan penyimpangan dari nilai benar. Dari model matematika di atas, measuran dapat ditentukan sebagai konsentrasi CO 2 dalam sampel gas campuran (Csampel), yang bergantung pada luas puncak dari sampel gas, luas puncak standar gas, konsentrasi standar gas dan rekoveri dari metode.
Identifikasi Sumber Ketidakpastian Semua sumber ketidakpastian yang mungkin dalam pengukuran CO 2 dalam matriks N2 menggunakan kromatografi gas-detektor penghantar panas di identifikasi dan ditentukan. Diagram sebab akibat (cause-effect) atau dikenal juga sebagai diagram tulang ikan Ishikawa dibuat untuk menggambarkan pengaruh sumber ketidakpastian dari tiap parameter terhadap nilai measuran. Pada Gambar 1 hasil pengukuran konsentrasi gas CO2 dalam sampel dipengaruhi oleh beberapa sumber ketidakpastian diantaranya yaitu ketidakpastian dari luas puncak sampel gas, ketidakpastian dari luas puncak standar gas, ketidakpastian dari konsentrasi standar gas, dan ketidakpastian dari rekoveri metode.
Gambar 1.Sumber-sumber ketidakpastian dalam pengukuran gas CO2 dalam matriks N2 menggunakan kromatografi gas penghantar panas.
46
Buletin Metrologi Kimia Indonesia No. 1 Tahun I - 2017
ISSN : 2579-3748
Kuantifikasi Komponen Ketidakpastian 1. Luas puncak sampel (Asampel) dan Luas puncak standar (Astandar) Dalam kromatografi, kuantifikasi konsentrasi sampel dilakukan melalui perbandingan antara luas puncak sampel (Asampel) dan standar (Astandar). Luas puncak CO2 dalam standar dan sampel gas dapat dilihat pada Tabel 1. Ketidakpastian baku dari luas puncak CO2 dari standar dan sampel gas, seperti terlihat pada Tabel 1, ditentukan dengan membagi standar deviasi luas puncak dengan akar dari jumlah replikasinya menggunakan persamaan 2.
(
)
(2)
√
Dimana Ax adalah luas puncak dari kromatografi gas, s adalah standar deviasi dari luas puncak dan n adalah jumlah replikasi pengukuran luas puncak. Tabel 1. Pengukuran gas CO2 menggunakan kromatografi gas- detektor penghantar panas1 Luas puncak CO2 Campuran gas Standar gas Sampel gas
n
Rata-rata
Standar deviasi
9 7
12886.80 1951.89
13.57 1.80
Ketidakpastian baku 4.52 0.68
n = jumlah replikasi pengukuran 2. Konsentrasi standar gas Ketidakpastian baku dari konsentrasi standar gas didapat dari informasi ketidakpastian yang tertera di sertifikat analisis. Dalam sertifikat analisis standar gas dinyatakan ketidakpastiannya sebesar 2% dari nilai konsentrasi komponen gas yang dilaporkan.Oleh karena tidak adanya informasi mengenai tingkat kepercayaan ketidakpastiannya, maka ketidakpastian baku dari kosnentrasi standar gas dapat dihitung dengan membagi nilai keidakpastian dari sertifikat dengan akar 3, seperti terihat pada persamaan 3.
(3)
√
3. Rekoveri metode (studi akurasi) Rekoveri metode dievaluasi dengan mengukur standar gas campuran tersertifikasi dan membandingkan dengan hasil pengukuran konsentrasi analit dengan nilai konsentrasi analit yang dinyatakan dalam sertifikat. Dari hasil validasi metode dapat disimpulkan bahwa metode tidak memiliki bias karena nilai biasnya berada pada rentang ±2σ, seperti terlihat pada Tabel 2. Oleh karena itu nilai koreksi tidak diaplikasikan terhadap metode, dan nilai recovery metode (Rm) adalah 1. Ketidakpastian baku dari recovery dapat dihitung dengan persamaan 4.
(
)
√(
)
.
(
)
/
(4)
Dimana sobs adalah standar deviasi hasil pengukuran dari replikasi analisis standar gas campuran tersertifikasi, n adalah jumlah replikasi, Cobs adalah konsentrasi analit dalam standar gas campuran yang tercantum di sertifikat, Cstandar adalah konsentrasi analit yang tercantum di sertifikat standar gas 47
Buletin Metrologi Kimia Indonesia No. 1 Tahun I - 2017
ISSN : 2579-3748
campuran (standar gas yang digunakan dalam validasi metode), µ(Cstandar) adalah nilai ketidakpastian baku dari nilai sertifikat standar gas campuran. 4. Reprodusibilitas dan linearitas Hasil validasi metode dalam Tabel 2 menunjukkan bahwa intermediat presisi dari analisis CO2 dan uji linearitas adalah 0.0037 (dalam bentuk relative standard deviation) dan 0.0094 secara berturutturut.Nilai ini dapat digunakan secara langsung untuk menghitung nilai ketidakpastian gabungan. Tabel2. Hasil validasi metode pengukuran CO2 dalam matriks N2 menggunakan kromatografi gas detektor penghantar panas1 Parameter Hasil Selectivity (α) 2,80a 4,18b Resolution (R) 15,32a 63,11b LoD, μmol/mol 3,13 LoQ, μmol/mol 10,47 Presisi Repeatabilitas relatif standard deviasi, % 0,07 Intermediat presisi relatif standar deviasi, % 0,37 CV Hortwitz, % 2,70 0.67 CV Hortwitz, % 1,81 Akurasi Bias, % mol/mol 0,002 Presisi metode (σ), 0,28 % mol/mol ±2σ, % mol/mol 0,57 Linearitas Standard deviasi kurva linearitas 0,0094 a
dihitung dengan membandingkan puncak N2 and CO dihitung dengan membandingkan dengan puncak C3H8
b
Kuantifikasi ketidakpastian baku gabungan Nilai parameter untuk menghitung konsentrasi gas CO 2 dalam sampel gas, ketidakpastian baku dan ketidakpastian baku relatif dirangkum dalam Tabel 3. Berdasarkan nilai yang terdapat pada Tabel 3, konsentrasi analit CO2 dalam gas sampel dihitung menggunakan persamaan 1. Tabel 3 menunjukkan konsentrasi CO2 dalam gas sampel adalah 2.12 %mol/mol. Selanjutnya ketidakpastian baku gabungan dari kuantifikasi konsentrasi CO2 ini dihitung menggunakan persamaan 5.
(
)
√
(
)
(
)
48
(
)
(
)
(
)
(5)
Buletin Metrologi Kimia Indonesia No. 1 Tahun I - 2017
ISSN : 2579-3748
Tabel 3. Ketidakpastian dalam pengukuran CO2 dalam matriks N2 di sampel gas Simbol CO2 Satuan Nilai (X) Ketidakpastian Ketidakpastian Baku (µX) baku relatif (µX/X) Asampel 1951,89 0,68 0,0003 Astandar 12886,80 4,52 0,0003 Cstandar 13,97 0,16 0,012 %mol/mol Rec 1 0,01 0,012 Reprodusibilitas (Rep) 1 0,0037 0,0037 Liniearitas 1 0,009 0,009 Csample dan ketidakpastian 0,041 2,12 %mol/mol baku gabungan Ketidakpastian diperluas 0,082 %mol/mol U(Csample) pada k=2
Tipe A/B
A A B B B
Kuantifikasi Ketidakpastian Diperluas Dari Tabel 3, ketidakpastian baku gabungan dikalikan dengan faktor cakupan 2 (pada tingkat kepercayaan 95%) untuk memperoleh nilai ketidakpastian pengukuran yang diperluas. Ketidakpastian diperluas dari pengukuran CO2 dalam matriks N2 menggunakan kromatografi gas–detektor penghantar panas adalah 0.082 %mol/mol.
Hasil Estimasi Ketidakpastian Pengukuran Dari keseluruhan hasil analisis data pengukuran dan estimasi ketidakpastiannya di atas, maka dapat dilaporkan konsentrasi CO2 dalam matriks N2 menggunakan metode kromatografi gas-detektor penghantar panas adalah 2.12 ± 0.082 %mol/mol, dengan nilai ketidakpastiannya dinyatakan dalam tingkat kepercayaan 95%.
KESIMPULAN Pengukuran CO2 dalam matriks N2 menggunakan metode kromatografi gas-detektor konduktifitas termal menghasilkan konsentrasi CO2 sebesar 2.12 %mol/mol. Estimasi ketidakpastian pengukuran konsentrasi CO2 dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu menspesifikasikan measuran, identifikasi sumber ketidakpastian untuk setiap parameter yang berkontribusi, mengkuantifikasi komponen ketidakpastian dari sumber-sumber ketidakpastian pengukuran, menghitung ketidakpastian total dan menghitung ketidakpastian diperluas. Hasil estimasi ketidakpastian pengukuran kosentrasi CO 2 didapat 0.082 %mol/mol pada tingkat kepercayaan 95%. Oleh karena itu dapat dilaporkan konsentrasi CO2 dalam matriks N2 menggunakan metode kromatografi gas-detektor konduktifitas termal adalah 2.12 ± 0.082 %mol/mol, dengan nilai ketidakpastiannya dinyatakan dalam tingkat kepercayaan 95%.
DAFTAR PUSTAKA 1. Budiman, H., Zuas O., Validation of analytical method for determination of high level carbon dioxide (CO2)in nitrogen gas (N2) matrices using gas chromatography thermal conductivity detector,Periódico Tchê Química, 2011, 12:7–16. 2. International Standard ISO/IEC 17025:2005,General requirements for the competence of testing and calibration laboratories, 2nd edition, 2005. 3. Taverniers, I., De Loose, M., Van Bockstaele, E.: Trends in quality in the analytical laboratory . II . Analytical method validation and quality assurance, Trends in Analytical Chemistry, 2004, 23 (8), 535–552. 49
Buletin Metrologi Kimia Indonesia No. 1 Tahun I - 2017
ISSN : 2579-3748
4. Taverniers, I., Van Bockstaele, E., De Loose, M.,Trends in quality in the analytical laboratory . I . Traceability and measurement uncertainty of analytical results, Trends in Analytical Chemistry, 2004, 23 (7), 480–490; 5. Stepan, R., Hajšlová, J., Tichá, J.,Uncertainties of gas chromatographic measurement of troublesome pesticide residues in apples employing conventional and mass spectrometric detectors, Analytica Chimica Acta, 2004, 520, 245–255; 6. Hund, E., Massart, D. L., Smeyers-verbeke, J.,Comparison of different approaches to estimate the uncertainty of a liquid chromatographic assay, Analytica Chimica Acta, 2003, 480, 39–52; 7. International vocabulary of metrology- Basic and general concepts and associated terms (VIM), JCGM200:2008. 8. Magnusson, B., Ornermark, U.: Eurachem Guide :The Fitness for Purpose of Analytical Methods A Labortory Guide to Method Validation and Related Topics, Second Edition. 2014. 9. Kuselman, I., Shenhar, A., Uncertainty in chemical analysis and validation of the analytical method: acid value determination in oils, Accred Qual Assur, 1997, 2: 180-185. 10.Ellison, S.L.R., Barwick, V.J., Estimating measurement uncertainty: reconciliation using a cause and effect approach, Accred Qual Assur, 1998, 3: 101:105.
Tentang penulis Harry Budiman, M.Sc. Penulis dilahirkan pada tanggal 15 Juli 1982 di Sukabumi. Penulis menyelesaikan pendidikan S1 Kimia di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Padjadjaran pada tahun 2003. Selanjutnya penulis menempuh pendidikan S2 dengan bidang science of measurement (gas analysis&measurement) pada program Joint Degree University of Science and Technology (UST)- Korea Research Institute of Standards and Science (KRISS), Korea Selatan. Saat ini, penulis bekerja sebagai peneliti muda di bidang kimia analitik dan standart, Pusat Penelitian Metrologi-LIPI. Fokus penelitian yang dilakukan adalah di bidang metrologi kimia khususnya metrologi gas. Dr. Oman Zuas. Lahir dan dibesarkan di Tanggamus-Lampung. S1-Jurusan Kimia, FMIPA, Universitas Lampung (Beasiswa SUPERSEMAR), S2-Wageningen University and Research Centre- Belanda (Beasiswa The Netherlands Fellowship Program), dan S3-Jurusan Kimia, FMIPA, Universitas Indonesia dengan full doctoral research dilakukan di Gas Analysis Centre, Korea Research Institute of Standard and Science/National Metrology Institute of Korea (Korean National Agenda Projec-Developement of Measurement Technology Solving Climate Change). Memulai karir di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia pada tahun 1999. Saat ini aktif sebagai peneliti (jenjang Peneliti Madya) di Pusat Penelitian Metrologi-LIPI dan sebagai koordinator kegiatan di laboratorium analisa gas. Fokus utama penelitian adalah pembuatan dan pengembangan bahan acuan primer dan sekunder untuk ruang lingkup pengujian dan kalibrasi bidang analisa gas. Sebagai contact person untuk APMP-GAWG (Asia Pacific Metrology Progam-Gas Analysis Working Group), asesor kalibrasi kimia dan konsultan laboratorium untuk pengujian dan kalibrasi gas/sensor gas, serta sistem manajemen mutu ISO/IEC17025. E-mail :
[email protected].
50
Buletin Metrologi Kimia Indonesia No. 1 Tahun I - 2017
ISSN : 2579-3748
Penentuan Komposisi Gravimetrik Bahan Acuan Gas Biner dan Estimasi Ketidakpastiannya Muhammad Rizky Mulyana, Oman Zuas Laboratorium Metrologi Kimia (LMK), Pusat Penelitian Metrologi-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2M-LIPI), Gedung 456, Kawasan PUSPIPTEK, Serpong 15314, Tangerang Selatan, Banten Email:
[email protected]
ABSTRAK Penentuan komposisi gravimetrik bahan acuan gas dan estimasi ketidakpastiannya merupakan hal yang sangat penting demi memenuhi standar yang dipersyaratkan oleh ISO 6142. Oleh sebab itu, dalam artikel ini dipaparkan secara mendetail tentang bagaimana menentukan nilai komposisi gravimetrik bahan acuan gas dan estimasi ketidakpastiannya. Ketiga faktor utama yang menentukan komposisi akhir bahan acuan gas beserta ketidakpastiannya yaitu massa gas murni yang ditransfer, massa molekul dalam gas murni, beserta konsentrasi tiap komponen dalam gas murni, dibahas lengkap dengan metode perhitungannya. Sebagai contoh, dilakukan perhitungan komposisi gravimetrik bahan acuan gas biner CO 2 dalam N2 beserta estimasi ketidakpastiannya. Dari hasil perhitungan berdasarkan ISO 6142 diperoleh nilai komposisi akhir CO 2 pada contoh bahan acuan gas tersebut sebesar 12.9 % dengan ketidakpastian 0.002%. Pada akhirnya, kualitas bahan acuan gas sangat bergantung pada prosedur penimbangan serta spesifikasi gas murni yang digunakan. Kata Kunci: bahan acuan gas, ketidakpastian, gravimetri.
PENDAHULUAN Bahan acuan gas merupakan suatu kebutuhan vital bagi laboratorium yang bergerak dalam bidang pengujian atau analisa gas, untuk dapat melakukan kalibrasi serta validasi metode analisa gas di laboratorium tersebut berdasarkan ISO/IEC 17025 1. Akan tetapi, untuk dapat digunakan pada pengujian rutin dalam laboratorium, ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan dari suatu bahan acuan gas. Salah satunya yaitu persyaratan yang tercantum dalam ISO 6142 yang merupakan regulasi dasar dalam pembuatan bahan acuan gas dengan metode gravimetri. ISO 6142 menyatakan bahwa bahan acuan gas yang akan digunakan dalam kalibrasi atau validasi metode harus disertai dengan sertifikat yang didalamnya tercantum nilai benar dari konsentrasi tiap komponen yang telah dihitung secara gravimetrik (selanjutnya disebut komposisi gravimetrik) beserta dengan ketidakpastiannya2. Oleh sebab itu, dalam artikel ini akan dibahas secara mendetail tentang bagaimana menentukan komposisi gravimetrik bahan acuan gas biner (berasal dari campuran dua gas murni) dan bagaimana melakukan estimasi ketidakpastiannya berdasarkan ISO 6142.
PREPARASI BAHAN ACUAN GAS Bahan acuan gas dibuat dengan cara mencampurkan dua gas murni (biner) atau lebih (multikomponen) yang telah diketahui kemurnian dan kandungan pengotornya. Pencampuran gas-gas murni tersebut dapat dilakukan dengan beberapa metode; antara lain metode statis yang mencakup manometri, volumetri, dan gravimetri; serta metode dinamis 3. Berdasarkan ISO 6142, metode primer untuk preparasi bahan acuan gas adalah metode gravimetri, dimana komposisi bahan acuan gas 51
Buletin Metrologi Kimia Indonesia No. 1 Tahun I - 2017
ISSN : 2579-3748
ditentukan berdasarkan massa tiap komponen didalamnya2. Dengan demikian, dalam artikel ini digunakan metode gravimetri dalam preparasi bahan acuan gas biner yang merupakan pencampuran dari dua gas murni, dimana salah satu gas murni merupakan komponen target atau analit, dan gas murni lainnya sebagai matriks. Adapun peralatan dan bahan yang dibutuhkan dalam preparasi bahan acuan gas telah dibahas dalam artikel sebelumnya 3. Secara garis besar, prosedur pembuatan bahan acuan gas dapat diurutkan sebagai berikut: 1. Penentuan target konsentrasi tiap komponen dan tekanan bahan acuan gas 2. Persiapan, pemvakuman, dan pengujian silinder sebagai wadah bahan acuan gas 3. Pengecekan kemurnian serta konsentrasi pengotor pada gas murni yang akan dicampur menjadi bahan acuan gas (bisa diperoleh dari sertifikat gas murni yang terpercaya, apabila tidak ada fasilitas pengecekan kemurnian gas) 4. Perhitungan target jumlah massa gas murni yang harus ditransfer ke dalam silinder bahan acuan 5. Penimbangan silinder bahan acuan gas yang masih dalam keadaan vakum 6. Pengisian / transfer gas murni pertama (komponen target) ke dalam silinder bahan acuan menggunakan sistem pengisian gas 7. Penimbangan silinder bahan acuan yang telah diisi oleh gas murni pertama 8. Pengisian / transfer dan pencampuran gas murni kedua (matriks) ke dalam silinder bahan acuan menggunakan sistem pengisian gas 9. Penimbangan silinder bahan acuan yang telah diisi oleh gas murni kedua 10.Perhitungan massa aktual tiap gas murni yang telah ditransfer ke dalam bahan acuan gas berdasarkan hasil penimbangan 11.Perhitungan komposisi gravimetrik bahan acuan gas berdasarkan massa komponen di dalamnya 12.Estimasi ketidakpastian dari konsentrasi komponen bahan acuan gas. Penimbangan silinder bahan acuan gas merupakan langkah terpenting dalam metode gravimetri, karena nilai komposisi bahan acuan ditentukan dari hasil penimbangan tersebut. Oleh sebab itu, untuk meningkatkan keakuratan hasil penimbangan, dibutuhkan suatu silinder referensi dengan bahan dan volume yang sama dengan silinder bahan acuan sebagai pembanding. Prosedur penimbangan dengan menggunakan silinder referensi sebagai pembanding adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Penimbangan silinder referensi Penimbangan silinder bahan acuan Penimbangan silinder referensi Penimbangan silinder bahan acuan Penimbangan silinder referensi Penimbangan silinder bahan acuan Penimbangan silinder referensi Perhitungan selisih antara hasil rata-rata penimbangan silinder referensi dengan hasil rata-rata penimbangan silinder bahan acuan.
Hasil penimbangan dengan prosedur tersebut dapat dihitung dengan persamaan berikut:
mA e(wA wA1 ) KP air V air L
(1)
dimana: mA = massa gas A murni yang ditransfer ke dalam silinder e = faktor kalibrasi atau linearitas timbangan ∆wA = selisih hasil penimbangan silinder referensi dan silinder bahan acuan setelah transfer gas A murni ke dalam silinder ∆wA-1 = selisih hasil penimbangan silinder referensi dan silinder bahan acuan sebelum transfer gas A murni ke dalam silinder K = koefisien ekspansi volume silinder akibat perubahan tekanan ∆P = perubahan tekanan sebelum dan sesudah pengisian gas murni Ρair = densitas udara 52
Buletin Metrologi Kimia Indonesia No. 1 Tahun I - 2017 δV ∆L
ISSN : 2579-3748
= variasi volume silinder yang diakibatkan perubahan suhu = massa yang hilang atau bertambah akibat debu, pengelupasan, dan sebagainya4
Pada persamaan 1 diatas, notasi A merupakan representasi dari gas murni yang digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan bahan acuan gas. Faktor kalibrasi e dapat dilihat dari sertifikat kalibrasi timbangan yang digunakan, atau dengan perhitungan kalibrasi internal. Adapun nilai ∆wA dan ∆wA-1 merupakan selisih antara hasil rata-rata penimbangan silinder referensi dengan hasil rata-rata penimbangan silinder bahan acuan setelah dan sebelum transfer gas dilakukan. Penjelasan lebih detail mengenai ∆wA dan ∆wA-1dilihat pada gambar berikut. Penimbangan silinder vakum dan silinder refrensi∆w1-1 atau ∆w0 Transfer gas murni pertama ke dalam silinder Penimbangan silinder berisi gas murni pertama dan silinder referensi∆w2-1 atau ∆w1 Transfer gas murni kedua ke dalam silinder Penimbangan silinder berisi gas murni pertama dan silinder referensi∆w2 Gambar 1.Diagram alir perhitungan hasil penimbangan ∆wAdan ∆wA-1 Variabel lain dalam Persamaan 1 yaitu koefisien ekspansi K, variasi volume silinder δV, serta massa yang hilang atau bertambah ∆L, dapat dilihat pada penelitian terdahulu 4,5 atau dengan melakukan eksperimen di laboratorium sendiri. Adapun densitas udara atau Ρair dapat diambil dari data rekaman alat pengamatan atau monitoring udara lingkungan di ruang penimbangan. Terakhir untuk perubahan tekanan atau ∆P sebelum dan sesudah transfer gas ke dalam silinder dapat dilihat dari pembacaan sensor tekanan pada sistem pengisian gas yang digunakan dalam transfer gas murni, atau dihitung dengan menurunkan persamaan gas ideal seperti berikut:
(2)
Dimana ∆n merupakan perubahan mol total gas dalam silinder sebelum dan sesudah transfer gas murni dilakukan, R sebagai konstanta gas ideal, T sebagai temperatur ruang pengisian gas murni, dan V adalah volume silinder bahan acuan gas.
PERHITUNGAN KOMPOSISI GRAVIMETRIK BAHAN ACUAN GAS Setelah prosedur preparasi bahan acuan gas dilakukan dengan metode gravimetri, komposisi konsentrasi komponen dalam bahan acuan gas dapat ditentukan berdasarkan hasil penimbangan. Berdasarkan ISO 6142, persamaan umum untuk menentukan komposisi konsentrasi dari tiap komponen menggunakan prinsip gravimetri adalah sebagai berikut: xi , A m A n A1 xi , A M i i 1 xi P mA n A1 xi , A M i i 1 P
(3) 53
Buletin Metrologi Kimia Indonesia No. 1 Tahun I - 2017 dimana: xi = P = n = mA = Mi = xi,A =
ISSN : 2579-3748
konsentrasi komponen i dalam bahan acuan gas jumlah gas murni yang digunakan jumlah komponen dalam campuran bahan acuan massa gas murni A yang ditransfer ke dalam silinder massa molekul komponen i konsentrasi komponen i dalam gas murni A. 2
Notasi A merupakan representasi dari gas murni seperti pada Persamaan 1, sedangkan notasi i merupakan representasi dari komponen-komponen gas yang terdapat dalam gas murni tersebut. Sebagai contoh, dalam pembuatan bahan acuan gas biner CO2 dalam N2, dibutuhkan gas CO2 murni sebagai komponen analit serta gas N2 murni sebagai matriks. Total gas murni yang dibutuhkan ada dua jenis dengan spesifikasi seperti pada contoh berikut: Tabel 1. Contoh Komposisi Gas Murni untuk Bahan Acuan Gas CO2 dalam N2 Gas Murni Pengotor Konsentrasi(mol/mol Massa ) Molekul(gram/mol) N2 (massa molekul = 28,0100 O2 0,050% + 0,001% 15,9900 + 0,0004 + 0,0001) H2 O 0,040% + 0,001% 18,0200 + 0,0003 kemurnian 99,900% + 0,002% CO2 0,010% + 0,001% 44,0100 + 0,0019 CO2 (massa molekul = CO 0,300% + 0,005% 28,0100 + 0,0010 44,0100 + 0,0019) H2 O 0,200% + 0,005% 18,0200 + 0,0003 kemurnian 99,500%+ 0,008%
Untuk mempermudah perhitungan, gas murni dalam Tabel 1 dapat direpresentasikan dengan notasi A seperti dalam Persamaan 1, dengan notasi A=1 untuk gas N 2 murni dan A=2 untuk gas CO2 murni. Apabila dari hasil penimbangan didapat massa gas N 2 dan CO2 murni yang ditransfer ke dalam silinder bahan acuan masing-masing sebesar 300 gram dan 70 gram, maka komposisi gravimetrik CO2 dalam bahan acuan tersebut dapat diselesaikan dengan Persamaan 3 seperti berikut:
{( {(
.
.
/
/
) (
.
/
) (
.
{.(
)
{.(
)
/
/ .(
)
/ .(
)
)}
(4) )}
/} /}
(5)
0,129 atau 12,9 %.
Dengan demikian, komposisi gravimetrik bahan acuan gas biner CO 2 dalam N2 yang diperoleh dari pencampuran 300 gram gas N2 murni dengan 70 gram gas CO2 murni adalah 12,9 % mol/mol. Hasil tersebut dapat diperoleh apabila gas murni yang digunakan memiliki spesifikasi seperti pada contoh dalam Tabel 1, dan tentunya akan berubah apabila gas murni yang digunakan memiliki spesifikasi yang berbeda. Oleh sebab itu, data spesifikasi kemurnian dan pengotor gas murni sangat dibutuhkan dalam pembuatan bahan acuan gas dengan metode gravimetrik, sebagaimana tertera dalam beberapa laporan uji banding internasional untuk pengukuran gas. 6–8 54
Buletin Metrologi Kimia Indonesia No. 1 Tahun I - 2017
ISSN : 2579-3748
ESTIMASI KETIDAKPASTIAN KOMPOSISI GRAVIMETRIK Setelah nilai komposisi bahan acuan didapatkan, langkah berikutnya yang harus dilakukan agar bahan acuan gas dapat memenuhi persyaratan yang tertera dalam ISO 6142 yaitu estimasi ketidakpastian. Nilai ketidakpastian komposisi bahan acuan dapat diestimasi dengan menurunkan persamaan yang digunakan dalam menentukan komposisi bahan acuan itu sendiri, dalam hal ini Persamaan 3. Dengan mengacu pada ketentuan propagasi persamaan ketidakpastian dalam ISO Guide to The Expression of Uncertainty in Measurement atau ISO GUM9, Persamaan 3 dapat diturunkan menjadi seperti di bawah ini: 2
n x x u xi i u 2 m A i A1 m A i 1 M i P
2
P n x u 2 M i i u 2 xi , A A1 i 1 xi , A 2
(6)
dengan notasi A merupakan representasi dari gas murni yang digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan bahan acuan gas, sedangkan notasi i merupakan representasi dari komponen-komponen gas yang terdapat dalam gas murni tersebut seperti pada Persamaan 3. Pada Persamaan 4 dapat dilihat bahwa ketidakpastian komposisi bahan acuan u(xi) merupakan gabungan dari tiga ketidakpastian baku yaitu u(mA), u(Mi), serta u(xi,A).Ketidakpastian baku u(Mi) merupakan ketidakpastian massa molekul tiap komponen dalam gas murni yang dapat dilihat dalam database IUPAC yang diperbaharui setiap beberapa tahun 10. Sedangkan ketidakpastian baku u(xi,A) merupakan ketidakpastian konsentrasi tiap komponen dalam gas murni. Nilai ketidakpastian konsentrasi komponen dalam gas murni dapat dilihat dalam sertifikat yang dilampirkan oleh produsen gas murni tersebut; atau diambil dari ketidakpastian hasil pengukuran di laboratorium sendiri. Adapun untukketidakpastian baku u(mA) yang merupakan ketidakpastian massa gas murni yang ditransfer ke dalam silinder bahan acuan, dapat diestimasi dengan menurunkan Persamaan 1 sesuai ketentuan propagasi persamaan ketidakpastian dalam ISO GUM9 seperti berikut:
u 2 (mA) (wA wA1 ) 2 u 2 (e) (e) 2 u 2 (wA ) (e) 2 u 2 (wA1 ) (P air ) 2 u 2 ( K ) ( K air ) 2 u 2 (P) u 2 (L) ( air ) 2 u 2 (V ) ( KP V ) 2 u 2 ( air ).
(7)
Pada Persamaan 5, dapat dilihat bahwa ketidakpastian baku u(mA) pada Persamaan 4 pada dasarnya merupakan gabungan dari beberapa ketidakpastian baku lain. Penjelasan lebih detail mengenai ketidakpastian baku yang mempengaruhi ketidakpastian massa gas murni yang ditransfer ke dalam silinder bahan acuan atau u(mA) dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini.
55
Buletin Metrologi Kimia Indonesia No. 1 Tahun I - 2017
ISSN : 2579-3748
Tabel 2.Ketidakpastian Baku yang Mempengaruhi u(mA) Ketidakpastian Baku Deskripsi Cara Estimasi u(e) Ketidakpastian dari Mengacu pada sertifikat atau informasi linearitas timbangan / ketidakpastian dari standar yang digunakan faktor kalibrasi untuk mengkalibrasi timbangan (Tipe B) u(∆wA) Ketidakpastian dari selisih Standar deviasi dari hasil penimbangan hasil penimbangan dengan beberapa kali pengulangan (Tipe A) silinder bahan acuan dengan silinder referensi setelah transfer gas murni u(∆wA-1) Ketidakpastian dari selisih Standar deviasi dari hasil penimbangan hasil penimbangan dengan beberapa kali pengulangan (Tipe A) silinder bahan acuan dengan silinder referensi sebelum transfer gas murni u(K) Ketidakpastian dari Mengacu pada penelitian terdahulu 5 (Tipe koefisien ekspansi volume B) atau berdasarkan standar deviasi hasil silinder akibat perubahan eksperimen berulang-ulang di laboratorium tekanan sendiri (Tipe A) u(∆P) Ketidakpastian dari Distribusi segiempat dari pembacaan sensor perubahan tekanan tekanan pada sistem pengisian gas atau sebelum dan sesudah distribusi segiempat dari ∆P hasil pengisian gas murni perhitungan (Tipe B) u(∆L) Ketidakpastian dari massa Mengacu pada penelitian terdahulu 4 (Tipe yang hilang atau B) atau berdasarkan standar deviasi hasil bertambah akibat debu, eksperimen berulang-ulang di laboratorium pengelupasan, dan sendiri (Tipe A) sebagainya u(δV) Ketidakpastian dari Mengacu pada penelitian terdahulu 4, 5 (Tipe variasi volume silinder B) atau berdasarkan standar deviasi hasil yang diakibatkan eksperimen berulang-ulang di laboratorium perubahan suhu sendiri (Tipe A) u(ρair) Ketidakpastian dari Distribusi segiempat dari pembacaan densitas udara instrumen perekaman atau monitoring di ruang penimbangan (Tipe B) Keterangan: 1. Tipe A adalah ketidakpastian baku yang nilainya diestimasi dari eksperimen dan perhitungan di laboratorium sendiri 2. Tipe B adalah ketidakpastian baku yang nilainya diestimasi berdasarkan informasi yang berasal dari luar laboratorium sendiri 3. Distribusi segiempat adalah salah satu metode estimasi ketidakpastian dari Tipe B dengan cara membagi hasil perhitungan/pembacaan dengan √3. Berdasarkan sejumlah ketidakpastian baku yang terdapat Persamaan 6 dan 7, dapat dilihat sumbersumber ketidakpastian yang mempengaruhi komposisi konsentrasi gravimetrik bahan acuanyang dirangkum dalam diagram tulang ikan pada Gambar 2. Sumber-sumber ketidakpastian tersebut merupakan faktor penting yang harus diperhitungkan sebagai budget ketidakpastian dalam penentuan komposisi gravimetrik bahan acuan gas.
56
Buletin Metrologi Kimia Indonesia No. 1 Tahun I - 2017
ISSN : 2579-3748
Gambar 2. Diagram tulang ikan sumber-sumber ketidakpastian komposisi gravimetrik bahan acuan gas.
Setelah semua ketidakpastian baku dikalkulasi dari masing-masing sumber yang terdapat pada Gambar 2, ketidakpastian komposisi gravimetrik dapat diestimasisebagai gabungan dari seluruh ketidakpastian baku tersebut. Ketidakpastian gabungan komposisi gravimetrik dapat diestimasi
x x x , serta i pada x i, A
i , i menggunakan Persamaan 6. Akan tetapi, koefisien sensitifitas m A M i
Persamaan 6 harus terlebih dahulu diuraikan dengan penurunan differensial, sehingga Persamaan 6 terkonversi seperti berikut:
Nx k , j N k u ( xk ) N 2M j a j p
2
2 2 n p Nx 2 2 Nk mj u (m j ) k , j ( ) x u ( M ) i , j i 2 2 j a N M i 1 j
(8)
n Nx N 2 Nx k , j N k mj mj Nj 2 k, j k ( ) M u ( x ) ( ) M u ( x ) N2 i i, j k k, j N M 2j N2 M 2j j a i 1,i k p
2
2
dengan notasi j sebagai representasi gas murni yang digunakan, notasi i sebagai representasi komponen dalam gas murni, notasi k sebagai representasi komponen target atau analit dalam campuran bahan acuan gas4. Adapun variabel Mj adalah massa molekul gabungan dalam gas murni, Nj adalah total mol dalam gas murni, sedangkan Nk adalah total mol dalam campuran bahan acuan gas. Dengan demikian, dapat dibuat budget ketidakpastian komposisi gravimetrik bahan acuan gas berdasarkan persamaan 8 seperti pada Tabel 3 berikut.
57
Buletin Metrologi Kimia Indonesia No. 1 Tahun I - 2017 Sumber Massa hasil penimbangan transfer gas murni Massa molekul tiap komponen dalam gas murni Konsentrasi tiap komponen dalam gas murni
ISSN : 2579-3748
Tabel 3. Budget Ketidakpastian Bahan Acuan Gas Ketidakpastian Koefisien Sensitifitas (c) Kontribusi Ketidakpastian Baku (u) (u x c) p
u
2
(m j )
2
(M i )
j a
n
u i 1
u 2 ( xi , j ) 2 j a i 1, i k u ( xk , j ) p
n
Nx k , j N k N 2M j a j p
Nx k , j N k N 2M j a j
2
p
2
2 u (m j )
2 p Nx N mj k k , j ( 2 ) x i , j 2 N Mj i 1 j a
2 p Nx N 2 mj k, j k ( ) x u ( M i ) i, j 2 2 N Mj i 1 j a
2 Nxk , j N k mj ( 2 ) M i 2 p n N M j 2 j a i 1, i k Nx Nk mj Nj k, j ( ) M k N2 M 2j N
2 Nxk , j N k m ( j2 ) M i u 2 ( xi , j ) 2 n N M j 2 j a i 1, i k Nx N m N k j j 2 k, j ( ) M u ( x ) k k, j N2 M 2j N
n
n
Ketidakpastian Gabungan
√
p
(
)
Tabel 4. Contoh Budget Ketidakpastian Bahan Acuan Gas Biner CO2 dalam N2 Sumber Ketidakpastian Baku* Koefisien Kontribusi (u) Sensitifitas**(c) Ketidakpastian**(u x c) Massa hasil penimbangan 1,3776 x 10-11 transfer gas: 0,002 gram 0,0016 0,005 gram -0,0004 CO2 murni N2 murni Massa molekul tiap 5,5123 x 10-12 komponen dalam gas murni: 0,0004 gram/mol 2,0028 x 10-9 O2 0,0003 gram/mol -3,5087 x 10-11 H2 O 0,0019 gram/mol -0,0025 CO2 0,0010 gram/mol -7,6663 x 10-6 CO 0,0001 gram/mol 0,0040 N2 Konsentrasi tiap komponen 1,3507 x 10-10 dalam gas CO2murni: 0,00005 mol/mol 1,2809 x 10-11 CO 0,00005 mol/mol 5,2985 x 10-12 H2 O 0,00008 mol/mol 1,4635 x 10-12 CO2 dan gas N2 murni: 0,00001 mol/mol 1,6428 x 10-12 O2 0,00001 mol/mol 5,2073 x 10-13 H2 O 0,00001 mol/mol 1,0956 x 10-10 CO2 0,00002 mol/mol 3,7773 x 10-12 N2 + 0,0000124 mol/mol Ketidakpastian Gabungan Atau+0,001% mol/mol Ketidakpastian Diperluas +0,002 % mol/mol (tingkat kepercayaan 95%; k=2) Keterangan: *= didapat dari data pada Tabel **= didapat dengan perhitungan menggunakan Microsoft™ Excel berdasarkan Persamaan 8 Setelah seluruh kontribusi ketidakpastian diperhitungkan dalam budget ketidakpastian dan diperoleh nilai ketidakpastian gabungan, langkah selanjutnya yaitu menghitung ketidakpastian diperluas. Nilai ketidakpastian diperluas adalah dua kali dari nilai ketidakpastian gabungan, untuk tingkat kepercayaan 95% 9. Nilai ketidakpastian diperluas inilah yang perlu dicantumkan dalam sertifikat bahan acuan gas 58
Buletin Metrologi Kimia Indonesia No. 1 Tahun I - 2017
ISSN : 2579-3748
bersama dengan komposisi gravimetriknya, sehingga bahan acuan gas yang dibuat dapat memenuhi ketentuan yang dipersyaratkan dalam ISO 6142 2. Sebagai contoh, dengan menggunakan data pada Tabel 1 dan ketidakpastian massa hasil penimbangan gas murni CO 2 dan N2 yang ditransfer ke dalam silinder masing-masing dimisalkan sebesar + 0,002 gram dan + 0,005 gram; dapat disusun budget ketidakpastian beserta ketidakpastian diperluas seperti pada Tabel 4. Dari contoh perhitungan diatas, komposisi bahan acuan biner CO 2 dalam N2 dapat dinyatakan seperti pada Tabel 5. Komposisi gravimetrik hasil perhitungan seperti pada contoh tersebut harus dicantumkan dalam sertifikat bahan acuan gas, demi memenuhi persyaratan yang tertera dalam ISO 6142. Adapun komposisi dalam Tabel 5 hanya merupakan contoh yang didapat dengan memasukkan data pada Tabel 1 ke dalam Persamaan 8. Tabel 5.ContohKomposisi Gravimetrik Bahan Acuan Gas Biner CO 2 dalam N2 Komponen Komposisi(mol/mol) Karbon Dioksida (CO2) 12,900% + 0,002% Nitrogen (N2) balance
KESIMPULAN Berdasarkan pemaparan mengenai komposisi gravimetrik bahan acuan gas biner dan ketidakpastiannya yang telah dijabarkan di sepanjang artikel ini, dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga hal penting dalam pembuatan bahan acuan gas. Ketiga hal tersebut adalah massa gas murni yang ditransfer ke dalam silinder bahan acuan, massa molekul tiap komponen dalam gas murni, serta konsentrasi tiap komponen dalam gas murni yang digunakan dalam pembuatan bahan acuan gas. Dengan demikian, untuk menghasilkan komposisi gravimetrik yang akurat dan meminimalisir ketidakpastiannya, perlu diperhatikan bahwa prosedur penimbangan telah dilakukan dengan tepat sesuai ketentuan, dan gas murni yang digunakan memiliki spesifikasi kemurnian dan pengotor yang jelas dan terpercaya. Kedua hal tersebut sangat menentukan kualitas dari bahan acuan gas yang akan dibuat, dan digunakan dalam pengujian gas rutin di laboratorium.
DAFTAR PUSTAKA 1. BSN, Persyaratan umum kompetensi laboratorium pengujian dan laboratorium kalibrasi. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional, 2008. 2. ISO, ―Gas Analysis - Preparation of calibration gas mixtures - Gravimetric method,‖ International Organization for Standardization. 2002. 3. O. Zuas, ―Metode Gravimetri untuk Pembuatan Bahan Acuan Campuran Gas,‖ Warta Kimia Analitik, pp. 29–33, 2014. 4. D. Wang, Z. Zhou, and Y. Zhao, ―Uncertainty Calculation of Gas Mixture Prepared by Gravimetric Method,‖ in 6th Workshop of APMP/TCQM Gas Analysis Working Group, 2008. 5. A. Alink and A. M. H. van der Veen, ―Uncertainty calculations for the preparation of primary gas mixtures - part 1. Gravimetry,‖ Metrologia, vol. 37, no. 6, pp. 641–650, 2000. 6. J. Lee, J. Lee, D. Moon, J. S. Kim, R. Wessel, N. Aoki, K. Kato, F. Guenther, G. Rhoderick, L. A. Konopelko, Q. Han, and B. Hall, ―CCQM-K68 Final Report International Comparison CCQM K68 Nitrous Oxide in synthetic air,‖ 2011. 7. L. A. Konopelko, Y. A. Kustikov, A. V. Kolobova, M. S. Rozhnov, N. V. Khairova, A. S. Kluchits, and H.-J. Heine, ―International Key Comparison,‖ 2003. 8. Z. Zhou, Q. Han, D. Wang, T. Macé, H. Kipphardt, K. Miroslava, V. David, and A. B. Paul, ―International Comparison CCQM-K101 : Oxygen in Nitrogen.‖ 9. JCGM, ―Evaluation of measurement data — Guide to the expression of uncertainty in measurement,‖ Int. Organ. Stand. Geneva ISBN, vol. 50, no. September, p. 134, 2008. 10.M. E. Wieser, N. Holden, T. B. Coplen, J. K. Böhlke, M. Berglund, W. A. Brand, P. De Bièvre, M. Gröning, R. D. Loss, J. Meija, T. Hirata, T. Prohaska, R. Schoenberg, G. O’Connor, T. Walczyk, S. 59
Buletin Metrologi Kimia Indonesia No. 1 Tahun I - 2017
ISSN : 2579-3748
Yoneda, and X.-K. Zhu, ―Atomic weights of the elements 2011 (IUPAC Technical Report),‖ Pure Appl. Chem., vol. 83, no. 2, p. 2012, 2010.
Tentang penulis Muhammad Rizky Mulyana, S.T.. Lahir di Bandar Lampung, 30Maret 1988 dan berhasil menyelesaikan pendidikan Sarjana di Jurusan Teknik Kimia di Universitas Lampung pada tahun 2013. Pada tahun yang sama, memulai karir sebagai ProcessSupervisor di PT. South Pacific Viscose di Purwakarta selama lebih dari satu tahun. Pada tahun 2015 memulai karir di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia sebagai Peneliti Pertama di bidang metrologi kimia, tepatnya metrologi gas.Pernah mengikuti Summerschool of Measurement Science in Chemistry di Belgia yang didanai oleh SEA-EU-Net serta mengikuti pelatihan pembuatan bahan acuan gas dengan metode gravimetri di National Institute of Metrology di China yang didanai oleh PTBJerman, pada tahun 2016. Saat ini tengah aktif dalam kegiatan pengembangan bahan acuan gas primer CO2 dalam N2 dan bahan acuan multikomponen untuk emisi gas buang kendaraan. Dr. Oman Zuas. Lahir dan dibesarkan di Tanggamus-Lampung. S1-Jurusan Kimia, FMIPA, Universitas Lampung (Beasiswa SUPERSEMAR), S2-Wageningen University and Research Centre- Belanda (Beasiswa The Netherlands Fellowship Program), dan S3-Jurusan Kimia, FMIPA, Universitas Indonesia dengan full doctoral research dilakukan di Gas Analysis Centre, Korea Research Institute of Standard and Science/National Metrology Institute of Korea (Korean National Agenda Projec-Developement of Measurement Technology Solving Climate Change). Memulai karir di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia pada tahun 1999. Saat ini aktif sebagai peneliti (jenjang Peneliti Madya) di Pusat Penelitian Metrologi-LIPI dan sebagai koordinator kegiatan di laboratorium analisa gas. Fokus utama penelitian adalah pembuatan dan pengembangan bahan acuan primer dan sekunder untuk ruang lingkup pengujian dan kalibrasi bidang analisa gas. Sebagai contact person untuk APMP-GAWG (Asia Pacific Metrology Progam-Gas Analysis Working Group), asesor kalibrasi kimia dan konsultan laboratorium untuk pengujian dan kalibrasi gas/sensor gas, serta sistem manajemen mutu ISO/IEC17025. E-mail :
[email protected].
60
Buletin Metrologi Kimia Indonesia No. 1 Tahun I - 2017
ISSN : 2579-3748
Ketidakpastian Pengukuran dalam Penyelenggaraan Uji Profisiensi Nurhani Aryana Laboratorium Metrologi Kimia (LMK), Pusat Penelitian Metrologi-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2M-LIPI), Gedung 456, Kawasan PUSPIPTEK, Serpong 15314, Tangerang Selatan, Banten E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Uji profisiensi merupakan suatu cara untuk menilai kompetensi laboratorium dalam melakukan suatu pengujian dan / atau pengukuran tertentu. Berdasarkan ISO 13528:2015, ada 5 cara yang dapat digunakan untuk menilai kompetensi laboratorium. Dari kelima cara ini, komponen-komponen yang memberikan pengaruh pada perhitungan statistik kinerja peserta terdiri dari hasil uji peserta, nilai acuan, standar deviasi uji profisiensi ( ),ketidakpastian nilai acuan dan ketidakpastian dari hasil uji yang dilaporkan oleh laboratorium peserta. Perkiraan ketidakpastian pengukuran merupakan salah satu komponen perhitungan pada tiga dari lima cara perhitungan statistik kinerja peserta sehingga sangat penting untuk mengetahui tentang cara-cara perkiraan ketidakpastian pengukuran ini baik untuk penyelenggara uji profisiensi maupun untuk laboratorium peserta agar tidak terjadi salah interpretasi dan salah penilaian yang mengakibatkan kesalahan dalam pengambilan keputusan. Pada tulisan ini dijelaskan mengenai cara-cara perkiraan ketidakpastian pengukuran baik untuk nilai acuan uji profisiensi maupun untuk hasil uji laboratorium peserta. Kata kunci:Ketidakpastian pengukuran, nilai acuan, uji profisiensi, statistik kinerja
PENDAHULUAN Perkiraan ketidakpastian pengukuran memperlihatkan kualitas dari hasil uji. Suatu hasil uji dapat disebut memiliki kredibilitas apabila hasil uji tersebut tertelusur kepada suatu standar pengukuran, sebaiknya tertelusur ke unit SI, dan harus disertai dengan pernyataan ketidakpastiannya1. Kegagalan dalam melaporkan perkiraan ketidakpastian pengukuran dapat mengakibatkan salah interpretasi dan salah penilaian terhadap kualitas dari hasil uji, yang dapat mengakibatkan kesalahan dalam pengambilan keputusan. Dalam SNI ISO/IEC 17043:2010 Penilaian kesesuaian-Persyaratan umum uji profisiensi, perkiraan ketidakpastian pengukuran disebutkan dalam 2 hal yaitu perkiraan ketidakpastian pengukuran dari nilai acuan dan perkiraan ketidakpastian pengukuran dari hasil uji yang dilaporkan oleh setiap peserta2. Keduanya terkait dengan perhitungan statistik kinerja peserta. Guide to the expression of uncertainty in measurement, GUM (ISO/IEC Guide 98-3: 2008) memberikan panduan dalam mengevaluasi ketidakpastian pengukuran3. ISO Guide 35 menyediakan panduan dalam menentukan ketidakpastian dari nilai acuan untuk nilai sifat yang tersertifikasi, yang dapat diaplikasikan pada banyak skema uji profisiensi4. Berdasarkan ISO 13528: 2015 Statistical methods for usein proficiency testing by interlaboratory comparison, perhitungan statistik kinerja peserta terdiri dari 5 (lima) jenis perhitungan seperti ditunjukkan dalam Tabel 15.
61
Buletin Metrologi Kimia Indonesia No. 1 Tahun I - 2017
ISSN : 2579-3748
Tabel 1. Perhitungan statistik kinerja peserta berdasarkan ISO 13528: 2015. No. Dasar perhitungan statistik kinerja peserta Rumus perhitungan 1. Perkiraan deviasi (kesalahan pengukuran) 2. Nilai z ( ) 3.
Nilai z’ √
4.
)
Nilai ζ √
5.
(
Nilai En
(
( )
(
)
) √
( )
(
)
Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa komponen perhitungan yang dapat mempengaruhi perhitungan statistik kinerja peserta terdiri dari hasil uji peserta, nilai acuan, standar deviasi uji profisiensi ( ), ketidakpastian nilai acuan dan ketidakpastian dari hasil uji yang dilaporkan oleh peserta. Secara langsung, perkiraan ketidakpastian pengukuran mempengaruhi perhitungan statistik kinerja dengan menggunakan nilai z’, nilai ζ dan nilai En.
PENENTUAN NILAI ACUAN UJI KETIDAKPASTIAN PENGUKURANNYA
PROFISIENSI
DAN
PERKIRAAN
Metode penentuan nilai acuan uji profisiensi, x pt, dan perkiraan ketidakpastian pengukurannya, u(x pt), dibahas secara terperinci dalam ISO 13528: 20155. Secara umum, ketidakpastian dari nilai acuan dapat diekspresikan seperti ditunjukkan pada persamaan (1) berikut:
(
)
(1)
√
Perhitungan dapat disesuaikan dengan desain skema uji profisiensi yang digunakan jika ada bias yang belum tercakup dalam perhitungan tersebut. Terdapat 5 (lima) prosedur yang digunakan untuk penentuan nilai acuan berdasarkan ISO 13528: 20155, yaitu: 1.
Formulasi Prosedur ini digunakan untuk bahan uji profisiensi yang disiapkan dengan cara mencampurkan material dengan komposisi berbeda yang diketahui dalam proporsi yang telah ditentukan, atau dengan menambahkan proporsi spesifik dari senyawa tertentu ke dalam bahan dasar. Nilai acuan, xpt, diperoleh dari perhitungan massa senyawa yang digunakan. Dengan cara ini, ketidakpastian asal karakterisasi, (uchar), diperkirakan dengan kombinasi ketidakpastian menggunakan model yang sesuai, seperti menyertakan ketidakpastian asal penimbangan, pengukuran volume dan kemurnian standar. Ketidakpastian standar pengukuran, (u(x pt)), kemudian dihitung dengan menggunakan persamaan 1.
2.
Bahan acuan tersertifikat Ketika bahan uji profisiensi adalah suatu certified reference material (CRM), maka nilai acuannya, xCRM, digunakan sebagai nilai acuan uji profisiensi, x pt. Ketidakpastian pengukurannya 62
Buletin Metrologi Kimia Indonesia No. 1 Tahun I - 2017
ISSN : 2579-3748
adalah ketidakpastian yang tercantum pada sertifikat, yang merupakan komponen dari persamaan 1. 3.
Hasil uji satu laboratorium Nilai acuan dapat ditentukan oleh satu laboratorium menggunakan metode acuan, seperti metode primer. Metode acuan harus dijelaskan secara lengkap dan dapat dimengerti, dengan pernyataan ketidakpastian lengkap dan ketertelusuran metrologi yang terdokumentasi yang sesuai dengan skema uji profisiensi. Penentuan nilai acuan dapat menggunakan kalibrasi terhadap nilai acuan dari suatu CRM yang memiliki sifat yang mirip dengan bahan uji profisiensi. Nilai acuan diperoleh dari persamaan 2 berikut: ̅
(2)
Ketidakpastian standar asal karakterisasi diperoleh dari ketidakpastian dari pengukuran yang digunakan untuk penentuan nilai, seperti ditunjukkan pada persamaan 3 berikut:
(3)
√
4.
5.
Nilai konsensus dari laboratorium ahli Nilai acuan dapat juga ditentukan dengan melakukan studi uji banding antar laboratorium dengan laboratorium ahli, sebagaimana disebutkan dalam ISO Guide 35 untuk menggunakan uji banding antar laboratorium untuk mengkarakterisasi CRM. Bahan uji profisiensi disiapkan hingga siap didistribusikan kepada peserta, lalu beberapa dari bahan uji profisiensi ini diambil secara acak dan dianalisis oleh kelompok laboratorium ahli. Ketika laboratorium ahli melaporkan satu hasil uji dan tidak menyertakan ketidakpastian pengukurannya, maka ketidakpastian standar pengukuran dihitung sesuai dengan persamaan 4. Namun jika laboratorium ahli melaporkan beberapa hasil uji dan disertai dengan ketidakpastian pengukurannya maka pertimbangan-pertimbangan lain harus dilakukan. Nilai konsensus dari hasil uji peserta Dengan pendekatan ini, nilai acuan uji profisiensi x pt ditentukan dengan menggunakan rata-rata robust, median atau rata-rata aritmetik, seperti dijelaskan lebih lanjut dalam Annex C ISO 13528: 2015. Ketika nilai acuan diperoleh dari rata-rata robust maka ketidakpastian standar dari nilai acuan u(xpt) diperoleh melalui persamaan 4 berikut:
(
)
(4) √
Penyedia uji profisiensi memiliki kriteria keberterimaan suatu nilai acuan terkait dengan ketidakpastiannya. Dalam ISO 13528 dan dalam IUPAC Harmonized Protocol, kriteria tersebut disediakan berdasarkan sasaran untuk membatasi efek ketidakpastian nilai acuan dalam evaluasi, yaitu untuk membatasi kemungkinan peserta menerima hasil evaluasi yang tidak sesuai yang disebabkan oleh ketidakpastian nilai acuan4-6. Jika ketidakpastian standar, u(xpt), dari nilai acuan lebih besar dibandingkan dengan kriteria evaluasi kinerja, maka ada risiko bahwa beberapa peserta akan menerima sinyal tindakan (action) dan peringatan (warning) karena ketidaktelitian dalam penentuan nilai acuan, bukan karena 63
Buletin Metrologi Kimia Indonesia No. 1 Tahun I - 2017
ISSN : 2579-3748
penyebab dari peserta. Untuk alasan ini, ketidakpastian standar dari nilai acuan ditentukan dan wajib dilaporkan kepada peserta5. (
(5)
)
Jika kriteria pada persamaan 5 terpenuhi, maka ketidakpastian nilai acuan dapat dianggap diabaikan dan tidak perlu dimasukkan dalam interpretasi hasil dari putaran uji profisiensi. Namun jika kriteria ini tidak terpenuhi, maka penyedia uji profisiensi mempertimbangkan hal-hal berikut ini untuk memastikan setiap tindakan yang diambil tetap konsisten dengan kebijakan penilaian kinerja yang disepakati untuk skema uji profisiensi5. a) b) c)
d) e)
Pilih metode untuk menentukan nilai yang diberikan sehingga ketidakpastian memenuhi kriteria. Gunakan ketidakpastian nilai acuan dalam interpretasi hasil skema uji profisiensi (untuk nilai z', nilai ζ, atau nilai En). Jika nilai yang diberikan berasal dari hasil peserta, dan ketidakpastian yang besar muncul dari perbedaan antara diidentifikasi sub-populasi peserta, laporkan nilai yang terpisah dan ketidakpastian untuk setiap sub-populasi (misalnya, peserta menggunakan pengukuran yang berbeda metode). Menginformasikan peserta bahwa ketidakpastian nilai yang diberikan tidak dapat diabaikan, dan evaluasi bisa terpengaruh. Jika tidak ada dari a) - d) yang diterapkan, maka peserta harus diberitahu bahwa tidak ada nilai yang diberikan terpercaya dapat ditentukan dan bahwa tidak ada skor kinerja dapat disediakan.
PERKIRAAN PESERTA
KETIDAKPASTIAN
PENGUKURAN
OLEH
LABORATORIUM
Bagi laboratorium peserta, perkiraan ketidakpastian pengukuran juga adalah sesuatu yang penting. Dalam SNI ISO/IEC 17025:20087 dinyatakan bahwa laboratorium uji atau kalibrasi yang ingin menerima akreditasi harus mengikuti uji profisiensi (UP), memvalidasi metode analisisnya, dan memperkirakan ketidakpastian pengukurannya8. Saat ini ada beberapa dokumen panduan yang telah diterima secara internasional yang dapat digunakan oleh laboratorium pengujian untuk memperkirakan ketidakpastian pengukuran, di antaranya adalah ISO Guide to the expression of uncertainty in measurement, Eurachem/CITAC QUAM, Eurolab, Nordtest Technical Reports dan ISO Standard 113522, 9-11. Untuk metode rutin yang telah digunakan untuk kurun waktu yang lama, pendekatan eksperimental10, 11 untuk memperkirakan ketidakpastian pengukuran dapat digunakan12. Beberapa perangkat lunak untuk memperkirakan ketidakpastian pengukuran berdasarkan kontrol kualitas dan validasi data dengan pendekatan Nordtest juga tersedia secara gratis dalam format Excel dari Universitas Stuttgart dan sebagai program yang terpisah yaitu Mukit dari SKYE 12-14. Perkiraan ketidakpastian pengukuran dapat dilakukan dengan berbagai macam pendekatan, misalnya melalui validasi data oleh laboratorium tunggal, data kontrol kualitas, data uji profisiensi sebelumnya, data reprodusibilitas, formula perhitungan, dan dispersi dari beberapa kali observasi terhadap sampel uji15. Pada UP, ketidakpastian pengukuran dari peserta memberikan pengaruh pada tiga isu penting yaitu penentuan nilai konsensus, penggunaan skor sebagai cek terhadap ketidakpastian yang dilaporkan, dan penggunaan ketidakpastian peserta untuk menilai kesesuaian dengan tujuan laboratorium yang bersangkutan6. Oleh karena itu, perkiraan ketidakpastian pengukuran sangat penting untuk dilakukan mengingat bahwa hanya ketidakpastian pengukuran yang berkualitas saja yang dapat digunakan untuk menghasilkan pengolahan data yang berkualitas. Pada program uji profisiensi Laboratorium Metrologi Kimia, untuk memandu perkiraan ketidakpastian pengukuran dari hasil uji yang dilaporkan oleh peserta dilakukan kontrol oleh penyelenggara, yaitu dengan cara menyediakan lampiran untuk menuliskan secara detail rumus perhitungan, sumber64
Buletin Metrologi Kimia Indonesia No. 1 Tahun I - 2017
ISSN : 2579-3748
sumber ketidakpastian apa saja yang mempengaruhi perhitungan dan menyediakan template contoh perkiraan ketidakpastian pengukuran. Perkiraan ketidakpastian pengukuran akan lebih kecil jika digunakan metodologi acuan dan peralatan yang lebih canggih. Contohnya pengukuran dengan menggunakan instrumen ICP-MS akan menghasilkan ketidakpastian yang lebih kecil daripada pengukuran dengan menggunakan instrumen Flame-AAS. Namun adakalanya, tidak semua sumber ketidakpastian disertakan oleh peserta sehingga dapat terjadi pengukuran dengan menggunakan instrumen Flame-AAS memiliki ketidakpastian pengukuran yang lebih kecil (underestimate) dan tidak realistis. Jika terjadi hal demikian, maka sebaiknya laboratorium memberikan pelatihan mengenai perkiraan ketidakpastian pengukuran kepada staf yang terlibat.
KESIMPULAN Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa perkiraan ketidakpastian pengukuran baik untuk nilai acuan maupun ketidakpastian pengukuran dari hasil uji oleh setiap laboratorium peserta memegang peranan penting dalam menentukan kualitas penyelenggaraan suatu uji profisiensi.
DAFTAR PUSTAKA 1. Ian Robert Juniper, Quality issues in proficiency testing, Accred Qual Assur (1999) 4 : 336–341, doi:10.1007/s007690050377 2. JCGM 100 (2008). Evaluation Of Measurement Data - Guide To The Expression of Uncertainty in Measurement (GUM). 3. ISO 35 (2006) Reference materials — General and statistical principles for certification, Geneva 4. SNI ISO/IEC 17043 (2010) Conformity Assessment—General Requirements For Proficiency Testing. International Organization For Standardization, Geneva 5. ISO 13528:2015 (E) (2015) Statistical methods for use in proficiency testing by interlaboratory comparison, Geneva 6. Michael Thompson, Stephen L. R. Ellison, and Roger Wood, The International Harmonized Protocol for The Proficiency Testing of Analytical Chemistry Laboratories, Pure Appl. Chem., (2006) Vol. 78, No. 1, Pp. 145–196,. Doi:10.1351/Pac200678010145 7. SNI ISO/IEC 17025 (2008) General requirements for the competence of testing and calibration laboratories. International Organization for Standardization, Geneva 8. Filipe de Medeiros Albano, Carla Schwengber ten Caten, Analysis of the relationships between proficiency testing, validation of methods and estimation of measurement uncertainty: a qualitative study with experts, Accred Qual Assur, April 2016, Volume 21, Issue 2, pp 161–166. doi: 10.1007/s00769-016-1194-z 9. Eurachem/CITAC Guide CG 4 (2012). Quantifying Uncertainty in Analytical Measurement, 3rd edition. 10.Eurolab (2007). Measurement Uncertainty Revisited: Alternative Approaches to Uncertainty Evaluation. 11.B. Magnusson, T. Näykki, H. Hovind and M. Krysell (2011). Nordtest Technical Report 537 Handbook for the calculation of measurement uncertainty in environmental laboratories, 3rd edition, Nordic Innovation, Oslo, Norway. 12.Teemu Näykki, Bertil Magnusson, Irja Helm, Lauri Jalukse, Tero Väisänen and Ivo Leito, Comparison of measurement uncertainty estimates using qualitycontrol and validation data, J. Chem. Metrol. (2014) 8:1, 1-12, doi: 10.1080/02652030802189765 13.www.iswa.uni-stuttgart.de/ch/aqs/download/freeware.en.html 14.MUkit website: http://www.syke.fi/enUS/Services/Calibration_services_and_contract_laboratory/MUkit__Measure ment_Uncertainty_Kit 65
Buletin Metrologi Kimia Indonesia No. 1 Tahun I - 2017
ISSN : 2579-3748
15.Stephen L. R. Ellison Æ Kenneth Mathieson, Performance of uncertainty evaluation strategies in a food proficiency scheme, Accred Qual Assur (2008) 13:231–238, doi: 10.1007/s00769-007-0353-7
DAFTAR SIMBOL ̅
P s*
( ( ( (
Perbedaan rata-rata antara nilai pengukuran dan nilai acuan CRM Perbedaan antara nilai peserta dengan nilai acuan (x-xpt) Nilai ―Kesalahan, ternormalisasi‖ yang meliputi ketidakpastian hasil peserta dan nilai acuan Jumlah peserta yang mengikuti satu putaran skema uji profisiensi Perkiraan robust dari standar deviasi peserta Standar deviasi untuk uji profisiensi Ketidakpastian standar yangg disebabkan oleh perbedaan antara bahan uji profisiensi Ketidakpastian standar yang disebabkan oleh ketidakstabilan selama periode uji profisiensi Ketidakpastian standar yang disebabkan oleh ketidakstabilan selama transportasi ) Ketidakpastian standar dari hasil peserta i ) Ketidakpastian standar dari nilai acuan ) Ketidakpastian yang diperluas dari hasil yang dilaporkan peserta i ) Ketidakpastian yang diperluas dari nilai acuan Hasil pengukuran peserta i Nilai acuan Nilai acuan Certified Reference Material (CRM) Nilai yang digunakan untuk uji profisiensi Nilai z termodifikasi yang meliputi ketidakpastian dari nilai acuan Nilai zeta – nilai z termodifikasi yang meliputi ketidakpastian dari hasil peserta dan nilai acuan
Tentang penulis Nurhani Aryana, M.Si. Lahir di Bandung, tanggal 15 Agustus 1986. Mendapat beasiswa DIKTI untuk menyelesaikan S1 dan S2 di Program Studi Kimia, Institut Teknologi Bandung. Sejak 2011, memulai karir sebagai peneliti di Laboratorium Metrologi Kimia Organik. Saat ini terlibat dalam penelitian untuk pengembangan metode identifikasi dan pengukuran analit organik dalam berbagai matriks yang berfokus pada keamanan pangan dan lingkungan, pengembangan bahan acuan bersertifikat, serta penyelenggaraan program uji profisiensi. Pernah mengikuti Global Metrology Academy (GMA) Course of Metrology in Chemistry yang diselenggarakan oleh KRISS, Korea, pelatihan CRM producer di LGC, Inggris dan pelatihan Guide To The Expression of Uncertainty in Measurement (GUM) di PTB, Jerman.
66
Buletin Metrologi Kimia Indonesia No. 1 Tahun I - 2017
ISSN : 2579-3748
Estimasi Ketidakpastian pada Pengukuran Larutan Standar Tembaga (Cu ) dengan Metode Titrasi Fotometri Nuryatini Laboratorium Metrologi Kimia (LMK), Pusat Penelitian Metrologi-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2M-LIPI), Gedung 456, Kawasan PUSPIPTEK, Serpong 15314, Tangerang Selatan, Banten E-mail n_nuryatini @yahoo.com atau
[email protected]
ABSTRAK Pembuatan bahan acuan larutan standard tembaga untuk kalibrasi alat instrumen pada analisis logam telah dilakukan dengan cara gravimetrik yaitu menimbang logam tembaga (Cu) dengan kemurnian tinggi ( >99.99% ) dan melarutkannya dengan asam nitrat dalam labu takar yang telah dikalibrasi. Konsentrasi dari larutan Cu diperoleh dengan cara perhitungan gravimetrik yaitu berat (mg) Cu per mL larutan, serta nilai ketidakpastiannya. Hasil perhitungan ini kemudian di konfirmasi atau dibandingkan dengan menganalisis larutan standard tersebut, menggunakan metode titrasi kompleksometri-EDTA dengan autotitrator dan detektor fotometri. Secara metrologi kualitas dari pengukuran /pengujian dapat dikuantisasikan dengan menghitung ketidakpastian pengukuran nya, dimana semakin kecil ketidakpastiannya metode tersebut semakin akurat. Pada tulisan ini telah dilakukan perhitungan nilai dan ketidakpastian pengukuran Cu dalam larutan standard dengan metode Komplesometri-EDTA. Perhitungan ketidakpastian dilakukan berdasarkan Eurachem/ Citac Guide,Quantifying Uncertainty in Analytical Measurement, yang memberikan hasil bahwa konsentrasi larutan standard Cu adalah 996 ± 6 mg/L untuk metode titrasi sedangkan berdasarkan perhitungan gravimetrik konsentrasi Cu adalah 997±3 mg/L. Dari Hasil yang diperoleh ini menunjukan bahwa hasil pengujian dengan kedua metode ini tidak berbeda nyata dan ketidakpastian untuk metode titrasicukup rendah yaitu 0,6 % yang menunjukan bahwa metode tersebut cukup akurat. Kata kunci: Titrasi , Kompleksometri-EDTA, larutan standard Cu, Ketidakpastian pengukuran.
PENDAHULUAN Pembuatan larutan standard logam untuk analisis ion Cu dapat dibuat dengan metode gravimetrik yaitu dengan menimbang logam Cu dengan kemurnian yang tinggi ( > 99.99%) dan dilarutkan dalam asam nitrat sampai volume tertentu pada labu takar yang telah dikalibrasi. Metode gravimetrik ini dapat digunakan untuk penentuan nilai atau sertifikasi dari larutan standard tersebut karena mempunyai kehandalan dan akurasi yang tinggi, akan tetapi perlu dibandingkan dengan metode instrumen yang lainnya1. Beberapa metode yang dapat digunakan untuk penentuan ion Cu diantaranya adalah metode ICP-OES, metode AAS, ataupun metode titrasi secara kompleksometri-EDTA2,3, sehingga untuk konfirmasi metode gravimetrik dapat dilakukan dengan metode-metode tersebut. Pada pembuatan bahan acuan ini konfirmasi akan dilakukan dengan metode titrasi kompleksometri-EDTA karena metode tersebut merupakan metode primer artinya memiliki traceability (ketertelusuran) langsung ke SI (Standar internasional satuan ukuran) sehingga mempunyai akurasi yang tertinggi1, sedangkan untuk memverifikasi nilainya, digunakan SRM (Standard Reference Material) dari NIST, yaitu bahan acuan primer yang diakui secara internasional. Secara metrologi, suatu hasil pengukuran harus tertelusur ke SI atau ke bahan acuan tersertifikasi dan 67
Buletin Metrologi Kimia Indonesia No. 1 Tahun I - 2017
ISSN : 2579-3748
mempunyai nilai ketidakpastian pengukuran, oleh karena itu analisis Cu dengan metode titrasi ini harus memberikan nilai ketidakpastiannya pula yang dapat meggambarkan kualitas dari metode pengujian tersebut. Petunjuk formal untuk penentuan ketidakpastian pengujian pertama kali diterbitkan oleh ISO pada tahun 1993 yaitu Guide to the expression of uncertainty in measurement,yang seringkali dikenal dengan istilah ISO-GUM,yang mengekspresikan ketidakpastian dalam lingkup yang luas4. Pada tahun 1995 Eurachem menerbitkan dokumen yang menunjukkan bagaimana konsep estimasi ketidakpastian dalam ISO-GUM diterapkan dalam pengukuran/pengujian kimia5. Ketidakpastian pengukuran didefinisikan sebagai parameter yang terkait dengan hasil pengukuran, yang mengkarakterisasikan penyebaran nilai-nilai yang mewakili nilai yang diukur atau kisaran nilai dimana nilai benar dari hasil pengukuran tersebut diyakini berada di dalamnya dengan tingkat kepercayaan tertentu 5, 6. Mengestimasi ketidakpastian pengukuran dalam hasil analisis terutama dalam menentukan nilai dari bahan acuan atau standar harus selalu dilakukan, oleh karena itu pada tulisan ini akan dibahas tentang bagaimana cara menghitung nilai ketidakpastian pengukuran pada analisis Cu dengan metode titrasi kompleksometri EDTA berdasarkan Eurachem/Citacguide Quantifying Uncertainty in Analytical Measurement (QUAM)5.
METODE Pembuatan bahan acuan larutan standard Cu Larutan standard Cu dibuat dengan cara gravimetri yaitu menimbang logam Cu murni dengan kemurnian >99.99% sebanyak 4.985 gram dengan akurat. Lalu dilarutkan dengan asam nitrat dan dimasukkan kedalam labu takar 5 L yang telah dikalibrasi, secara kuantitatif. Kemudian diencerkan dengan air bebas mineral hingga 5 Liter.
Standarisasi larutan EDTA
Ditimbang kurang lebih 13,3900 gram bahan acuan primer Zn (NIST- SRM 3168a). Diencerkan dengan air bebas mineral sampai volumenya menjadi 100 mL . Dipipet 8 mL dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer. Kemudian ditambah air bebas mineral 40 mL,dan 5 mL Buffer pH 10 serta sedikit EBT Larutan kemudian dititrasi dengan larutan standar EDTA menggunakan alat Mettler DL 77-Titraror dengan detektor phototrode DP660 sampai titik akhir titrasi tercapai
Penentuan kandungan tembaga (Cu) di dalam larutan standar Cu
Dipipet 10 mL larutan standar Cu, kemudian ditambah 0,4 mL larutan buffer pH 10. Ditambahkan air bebas mineral sampai volumenya menjadi 60 mL, kemudian ditambah murexide secukupnya Dititrasi dengan larutan EDTA menggunakan alat Mettler DL-77Titrator, dengan detektor phototrode DP 550 sampai tercapai titik akhir titrasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN Didalam metode titrimetrik, konsentrasi analit ditentukan dengan cara mengukur volume titran yang di ketahui konsentrasinya yang setara dengan konsentrasi analit, faktor yang sangat penting dalam metode ini adalah reaksi kimia yang terjadi, harus berlangsung sempurna secara stokiometri. Metode titrimetrik yang digunakan untuk analisis Cu adalah metode kompleksometri EDTA. Metode kompleksometri dengan EDTA ini seringkali digunakan untuk analisis logam logam secara titrimetrik karena, dengan EDTA 1 . Ion logam selalu membentuk kompleks (1:1) sehingga reaksi berjalan 1 tahap. 68
Buletin Metrologi Kimia Indonesia No. 1 Tahun I - 2017
ISSN : 2579-3748
2. Kondisi kestabilan kelatnya umumnya besar sekali sehingga reaksinya sempurna. Untuk mengestimasi ketidakpastian pengukuran perlu dilakukan tahapan-tahapan sebagai berikut: 1. Spesifikasi kuantitas yang diukur. Dalam tahap ini harus diketahui kuantitas apa yang akan diukur, kemudian input kuantitas apa yang diperlukan dan korelasi kuantitas yang diukur dengan kuantitas input 2. Mengidentifikasi sumber- sumber ketidakpastian 3. Mengkuantisasikan nilai ketidakpastian. 4. Menghitung ketidakpastian gabungan dan menghitung ketidakpastian yang diperluas dengan menggunakan faktor pencakupan . Berikut adalah prosedur perhitungan estimasi ketidak pastian untuk analisa logam dengan metode titrimetrik kompleksometrik-EDTA.
Spesifikasi kuantitas yang diukur Dalam melakukan spesifikasi kuantitas yang diukur, pembuatan model pengujian berupa diagram alir dapat membantu memahami prosedur percobaan dan melihat faktor-faktor yang dapat berkontribusi pada ketidakpastian serta mengecek kembali rumus-rumus perhitungan yang digunakan untuk mendapatkan kuantitas yang diukur. Pada penentuan nilai konsentrasi Cu dengan metode titrimetrik ini, ada 2 tahap titrasi yang dilakukan yaitu pertama adalah titrasi Standarisasi EDTA dengan menggunakan larutan standard Zn untuk penentuan konsentrasi EDTA. EDTA yang telah diketahui konsentrasi dan nilai ketidakpastiannya kemudian digunakan sebagai titran pada titrasi penentuan nilai Cu.
Diagram alir untuk standarisasi larutan EDTA dapat digambarkan sebagai berikut : m gram bhn acuan . Zn diencerkan sampai 100 mL (V1) Dipipet 8 mL ( V2 mL ) Ditambah air bebas mineral 40 mL, 5 mL Buffer pH 10 dan sedikit EBT.Dititrasi dengan larutan EDTA *) (V3 mL )
*) dengan auto titrator dan titik akhir ditentukan dengan fotometer Konsentrasi EDTA ( MEDTA ) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
MEDTA =
(1)
Dari rumus perhitungan diatas dapat dilihat bahwa kuantitas yang diukur adalah M EDTA, Kuantitas masukan adalah m, C, V 1,2,3, dan Mzn,.Uraian dari simbol tersebut serta data yang diperoleh pada standarisasi EDTA dapat diliat pada Tabel 1 dibawah ini
69
Buletin Metrologi Kimia Indonesia No. 1 Tahun I - 2017
ISSN : 2579-3748
Tabel 1 : Data data untuk persamaan (1) pada titrasi standarisasi laruta EDTA. Simbol Uraian Nilai Satuan MEDTA Molaritas larutan EDTA 0,0202 Mol /Liter m Berat larutan bahan acuan Zn2+ 13,3974 Gram C Konsentrasi larutan bahan acuan Zn 9,99 Mg/gram MZn Berat Molekul Zn 65,409 V1 Volume Larutan bahan acuan Zn 100 mL V2 Volume Lar bahan acuan Zn yang dititrasi 8 mL V3 Volume EDTA /Titran 8,1018 mL
Identifikasi sumber-sumber ketidakpastian Dalam tahap ini perlu dibuat suatu daftar yang menyeluruh dari semua sumber ketidakpastian yang relevan. Tujuan dari tahap ini adalah untuk mengidentifikasi semua sumber sumber ketidakpastian dan memahami pengaruh sumber-sumber tersebut terhadap parameter yang diukur serta nilai ketidakpastiannya. Untuk tahap ini bisanya digambarkan dengan diagram ―Cause and effect― seperti pada Gambar 1 dibawah ini
Gambar 1. Diagram ―Cause & Effect‖ pada standarisasi larutan EDTA Dari Gambar 1 diatas dapat dilihat bahwa faktor faktor yang akan mempengaruhi nilai ketidakpastian ini adalah Ketidakpastian Penimbangan; dimana nilai ketidakpastian penimbangan ini akan dipengaruhi oleh ketidakpastian dari kalibrasi neraca. Ketidakpastian konsentrasi larutan Zn. Ketidakpastian Berat atom Zn Ketidakpastian Volume Larutan bahan acuan Zn : dimana nilai ketidakpastian ini akan dipengaruhi oleh ketidakpastian dari kalibrasi labu takar dan pengaruh suhu Ketidakpastian Volume Lar bahan acuan Zn yang dititrasi: dimana nilai ketidakpastian ini akan dipengaruhi oleh kaetidakpastian dari kalibrasi pipet dan pengaruh suhu Ketidakpastian Volume EDTA : dimana nilai ketidakpastian ini akan dipengaruhi oleh ketidakpastian dari kalibrasi buret , pengaruh suhu dan bias titik akhir Ketidakpastian dari repetibilitas titrasi
70
Buletin Metrologi Kimia Indonesia No. 1 Tahun I - 2017
ISSN : 2579-3748
Mengkuantisasikan komponen ketidakpastian baku ( ) Pada tahap ini dilakukan kuantifikasi nilai ketidakpastian yang berasal dari masing-masing sumber ketidakpastian. Data ketidakpastian yang berasal dari masing masing sumber perlu dikonversi terlebih dahulu menjadi ketidakpastian baku () agar dapat digunakan dalam perhitungan ketidakpastian akhir. Jenis data sumber ketidakpastian dan cara konversi nya untuk mendapatkan ketidakpastian baku adalah : Standar deviasi ( s) cara konversinya adalah s/√ n , Rentang kepercayaan 97% cara konversinya x/3.0 Rentang kepercayaan 95 % cara konversinya x/1,96 atau 2 Asumsi pola distribusi data ; Rectangular konversinya = x /√ Triangular konversinya = x /√ Data perhitungan ketidakpastian baku ( ) pada standarisasi larutan EDTA dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini Tabel 2. Perhitungan ketidakpastian baku pada standarisasi larutan EDTA Simbol Perhitungan ketidakpastian baku / Ketidakpasµµtianbaku / M Ketidakpastian penimbangan m= 0,00001 Dengan neraca 0,02 mg = 0,00002 / 2 = 0,00001 gram C Sertifikat : U = 0,03 mg C = 0,015 = 0,03/2 0,015mg MZn V1 Suhu kamar 20 2 0C V2 Suhu kamar 20 2 0C V3 Suhu kamar 20 1 0C Repeatabilitas titrasi
= 0,004 /3 = 0,0023 Labu takar 0,02 mL = 0,02/3 = 0,0115 mL dari suhu ; = 100x2x2,1x10-4 /3 = 0,024 Pipet 0,02 mL = 0,02/3 = 0,0115 mL dari suhu ; = 8 x 2x2,1x10-4 /3 = 0,00194 Buret 0,002 mL = 0,002/6 = 0,00082 mL dari suhu ; = 8,1018 x 2,1x10-4 /3 = 0,001965 Standar deviasi relatif = 0,000622
M = 0,0023 V1= √ = 0,026613 v2=√ = 0,011662 v3=√ 0,002118
=
rep = 0,000622
Perhitungan ketidakpastian gabungan Untuk menghitung ketidakpastian baku gabungan digunakan aturan 2 ( aturan perkalian atau pembagian ) misalnya, Y = abc atau y = a/bc Maka ketidakpastian baku gabungannya adalah c ( Y ) = Y √(
)
(
)
(
)
(2)
71
Buletin Metrologi Kimia Indonesia No. 1 Tahun I - 2017
ISSN : 2579-3748
Jadi ketidakpastian baku gabungan untuk M EDTA adalah c M EDTA = MEDTA√( cM EDTA
)
(
)
(
)
(
)
(
)
(
)
(
)
=
√
√
√
= 0,020211 x 0,002183= 4,4122 x 10-5
Ketidakpastian diperluas pd tingkat kepercayaan 95% , ( k=2) U (MEDTA ) = 2 x 4,4122.10-5= 8,82441 x 10-5 = 0,020200 0,000088 M
MEDTA
Dari perhitungan diatas diperoleh nilai ketidakpastian dari M EDTA yang selanjutnya digunakan pada perhitungan penentuan kandungan Cu dalam larutan standar.
akan
Diagram alir untuk penentuan kandungan Cu dalam larutan standar secara titrasi komplesometrikEDTA.
Dipipet 10 mL larutan standar Cu (V1 mL ) Ditambah buffe pH 10 (0,4 mL) Ditambah air bebas mineral sampai 60 mL Ditambah sedikit indikator murexide Dititrasi dengan larutan EDTA *) Diperoleh mL Larutan standar EDTA utk titrasi ( V2 ) *) dengan auto titrator dan titik akhir ditentukan dengan fotometer Perhitungan : V2 x MEDTA x MCu x 103 CCu =
(3)
V1 x R Data hasil titrasi dan uraian dari simbol tersebut dapat dilihatpada tabel 3 dibawah ini
72
Buletin Metrologi Kimia Indonesia No. 1 Tahun I - 2017
Simbol MEDTA MFe V1 V2 R CCu
ISSN : 2579-3748
Tabel 3 : Data data untuk persamaan (2) Uraian Nilai Molaritas larutan EDTA 0,0202 Berat Atom Cu Volume larutan standar Cu yang dititrasi Volume EDTA /Titran Recovery Konsentrasi Cu
63,546 10 7,7120 0,9946 995,85
Satuan Mol /L
mL mL mg/L
Selanjutnya dilakukan identifikasi sumber sumber ketidakpastiannya dengan menggunakan diagram Cause & efek seperti pada gambar 2 dibawah ini :
Gambar 2 : Diagram Cause & effect untuk pengukuran Cu didalam larutan standar dengan metode titrasi Dari gambar 2 diatas, dapat dilihat bahwa faktor-faktor yang akan mempengaruhi nilai ketidakpastian ini adalah Ketidakpastian dari konsentrasi ( M ) EDTA Ketidakpastian Berat atom Cu Ketidakpastian Volume larutan standar Cu yang ditirasi : dimana nilai ketidakpastian ini akan dipengaruhi oleh ketidakpastian dari kalibrasi pipet dan pengaruh suhu Ketidakpastian Volume Larutan Standar EDTA sebagai titran dimana nilai ketidakpastian ini akan dipengaruhi oleh ketidakpastian dari kalibrasi buret dan pengaruh suhu , serta bias tirasi Ketidakpastian dari nilai recoveri metode Ketidakpastian dari repeatabilita titrasi
Perhitungan kuantitas ketidakpastian baku Perhitungan ketidakpastian baku dapat dilihat pada Tabel 4 dibawah ini.Pada ketidakpastian ini diperhitungkan ketidakpastianrecovery metode, yaitu recovery pada waktu pengukuran bahan acuan primer( CRM). Nilai recovery adalah nilai konsentrasi CRM yang diperoleh pada waktu titrasi dibagi dengan nilai konsentrasi CRM dari sertifikat. Ketidakpastian baku untuk nilai recoveriy dihitung dengan persamaan berikut: 73
Buletin Metrologi Kimia Indonesia No. 1 Tahun I - 2017
s 2 obs CRM R R 2 n.cobs CCRM
ISSN : 2579-3748
2
(4)
Dimana: R = Nilai recovery sObs= standar deviasi dari analisis CRM yang berulang. n = jumlah pengulangan CRM = ketidakpastian baku CRM CCRM = Konsentrasi CRM C obs = konsentrasi RCM yang diperoleh pada pengujian recovery
Simbol MEDTA MCu V1 Suhu kamar 20 20C V2 Suhu kamar 20 20C
R Rep titrasi
Tabel 4.Perhitungan estimasi ketidakpastian baku Perhitungan ketidakpastian baku Ketidakpastian ( ) Baku / M = 0,00004412 = 0,0003/3 = 0,0001732 MCu = 0,0001732 Pipet 0,02 mL V1= = 0,02/3 = 0,0115mL √ dari suhu ; =0,011748 = 10 x 2 x 2,1x 10-4 /3 = 0,0024 Buret 0,002 mL V2= = 0,002/6 = 0,00082 mL √ dari suhu ; = 0.005669 =(7,7120x 2 x 2,1x10-4)/3 =0,00561 Bias *) 0,000796 R 4)= RSD = 0,0008204 rep = 0,0008204 = 0,0008204
*) bias tidak dihitung karena titrasi diditeksi secara fotometri 4) = sesuai dengan persamaan 4
Menghitung ketidakpastian gabungan Ketidakpastian baku gabungan dihitung berdasarkan aturan 2 (aturan untuk perkalian dan pembagian ) seperti pada persamaan 2 diatas . Untuk mempermudah perhitungan dibuat tabel untuk nilai ketidakpastian relatifnya,seperti pada tabel 5 dibawah ini:
Tabel5. Ketidakpastian baku relatif pada pengukuran Cu Kuantitas Nilai Ketidakpastian baku Ketidakpastian baku Relatif Repeatabilitas 1 0,0008204 0,0008204 M EDTA 0,0202 0,00004412 0,00218415 MCu 63,546 0,0001732 2,72558E-06 1V1 10 0,011748 0,0011748 V2 7,7120 0,005669 0,0007350 R 0,9946 0,000796 0,000800322 CCu 995,8489 74
Buletin Metrologi Kimia Indonesia No. 1 Tahun I - 2017
ISSN : 2579-3748
√
µc CCu = 995,8489 x 0,002829 = 2,8172 Ketidakpastian diperluas pd tingkat kepercayaan 95% (k= 2) adalah:
U (C Cu) = 2 x 2,8172= 5,63 Dari hasil perhitungan diatas diperoleh nilai konsentrasi larutan standar Cu adalah : C Cu = 996 6 mg/L Dari nilai ketidakpastian relatif diatas dapat terlihat bahwa distribusi nilai ketidakpastian yang paling besar berasal dari konsentrasi titran dan volume sampel. Untuk memperkecil nilai ini sebaiknya untuk titrasi menggunakan EDTA yang tersertifikasi sehingga tidak perlu standarisasi lagi yang menyebabkan adanya penambahan nilai pada waktu standarisasi. Volume sampel memberikan distribusi yang cukup besar pula hal ini disebabkan pipet yang digunakan mempunyai nilai ketidakpastian yang besar oleh karena itu perlu dipilih pipet dengan ketidakpastian yang kecil . Larutan standard Cu dibuat secara gravimetri, hasil perhitungan secara gravimetrik memberikan nilai konsentrasi Cu = 997 ± 3 mg/L7 . Hal ini menunjukkan bahwa hasil pengukuran Cu dengan metode titrasi ini, tidak berbeda dengan gravimetrik. Ketidakpastian metode titrasi memberikan nilai cukup rendah yaitu sekitar 0.6 %.
KESIMPULAN Dari hasil pengukuran nilai larutan standard Cu dengan metode titrasi kompleksometri-EDTA secara fotometri , memberikan nilai konsentrasi Cu = 996 ± 6 mg/L. Nilai ketidakpastian yang diperoleh dari metode ini cukup baik yaitu 0,6%. Faktor yang memberikan kontribusi nilai ketidakpastian terbesar berasal dari komponen konsentrasi titran yaitu EDTA dan volume dari larutan yang dititrasi. Pemakaian titran dalam pengukuran secara metode titrimetrik ini perlu diperhatikan yaitu perlu dipilih titran atau larutan standar dengan kemurnian yang tinggi atau bahkan sebagai titran perlu menggunakan bahan acuan dengan nilai ketidakpastian yang rendah. Penggunaan alat volumetrik perlu diperhatikan pula dimana peralatan tersebut perlu dikalibrasi dan dipilih alat yang mempunyai nilai ketidakpastian yang rendah. Hasil pengukuran Cu dengan metode titrasi, memberikan nilai yang sama jika dibandingkan dengan metode gravimetrik.
DAFTAR PUSTAKA 1. Wolfgang Richter, Primary methods of measurement in chemical Analysis, Accred Qual Assur,(1997),2:354-359 . 2. Standard Metods for the examination of water and waste water , method 3500-Cu, 22nd edition , APHA, AWWA,NEF, 2013. 3. Meites L, Handbook of analytical chemistry, Mc Graw-Hill Book Company, First Edition, New York, (1962),3-185,172,179. 4. Ruhger Kessel,Introduction to the evaluation of uncertainty in measurement,Metrodata GMBH, Germany ( 2004). 5. EURACHEM / CITAC guide , Quantifying uncertainty in Analytical measurement, Second Edition, (2000). 6. JCGM: 100:2008, Evaluation of Measurement data- Guide to the expression of uncertainty in 75
Buletin Metrologi Kimia Indonesia No. 1 Tahun I - 2017
ISSN : 2579-3748
7. measurement ( 2008) 8. Nuryatini, Sumardi ( 2008), Preparation of Metal standard Solution for Chemical Analysisi of Fe, Cu,Cd, Hg and Pb , MAPAN - Journal of Metrology Society of India , vol 23, No 2,107-1113.
Tentang penulis Nuryatini , M.Si. Lahir di Tasikmalaya pada tahun 1957, Menyelesaikan pendidikan sarjana Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam-Universitas Gajah Mada pada tahun 1983. Melanjutkan pendidikan S2 di Jurusan Kimia Analitik=FMIPAITB dan lulus pada tahun 1989. Sejak tahun 1983 bekerja di Pusat Penelitian KimiaLIPI sebagai peneliti untuk bidang Kimia Analitik . Melakukan penelitian pembuatan bahan acuan dan bahan untukuji profisiensi dimulai sejak tahun 2002 untuk pengujian anion di dalam air yang dilanjutkan dengan pengujian logam di dalam bahan acuan larutan standar . Mulai tahun 2012 penelitian di bidang metrologi elektrokimia yaitu pembuatan bahan acuan untuk pengukuran pH dan konduktivitas. Pada awal tahun 2017 bidang metrology kimia –Pusat Penelitian Kimia bergabung dengan bidang metrology Fisika di Pusat Penelitian Metrologi-LIPI, sehingga kini bekerja sebagai peneliti di bidang metrologi elektro kimia di Pusat Penelitian Metrologi-LIPI.
76
Buletin Metrologi Kimia Indonesia No. 1 Tahun I - 2017
ISSN : 2579-3748
Penentuan Kembali Nilai Acuan Larutan Standard Logam (yang sudah Kadaluwarsa) dan Perhitungan Ketidakpastiannya Rosi Ketrin Laboratorium Metrologi Kimia (LMK), Pusat Penelitian Metrologi-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2M-LIPI), Gedung 456, Kawasan PUSPIPTEK, Serpong 15314, Tangerang Selatan, Banten E-mail :
[email protected]
ABTRAK Larutan standard yang sudah kadaluwarsa dapat digunakan kembali setelah nilainya ditentukan ulang menggunakan larutan standard yang baru. Pada makalah ini dibahas penentuan ulang nilai konsentrasi laturan standard Fe menggunakan hanya satu buah larutan standard Fe yang baru (onepoint calibration) di mana konsentrasi larutan standard dibuat semirip mungkin dengan larutan yang akan ditentukan kembali nilainya (sebagai sampel). Dari hasil percobaan ini didapatkan konsentrasi larutan standard Fe yang semula adalah (998 ± 3) mg/L (sudah kadaluwarsa) setelah ditentukan kembali menjadi (1001.05 ± 0.26) mg/L. Kata kunci: larutan standard logam, nilai acuan, one-point calibration
PENDAHULUAN Kadang kala kita masuk ke laboratorium dan menemukan larutan standard yang ternyata sudah kadaluwarsa. Apa yang harus kita lakukan dengan larutan standard tersebut? Dibuang bukanlah solusi yang tepat, karena selain faktor ekonomi, juga dapat menambah daftar polutan. Yang harus dilakukan adalah membeli larutan standard baru dengan jumlah volume yang lebih sedikit dan menentukan ulang nilai acuan dari larutan standard yang sudah kadaluwarsa tersebut menggunakan larutan standard yang baru dibeli. Dengan demikian, larutan standard tadi sudah mendapatkan nilai acuan yang baru sehingga dapat digunakan kembali untuk keperluan analisis tanpa kuatir terjadi bias. Nilai acuan adalah nilai hasil pengukuran yang diketahui dengan benar untuk setiap bagian pengukurannya, digunakan dalam analisis sebagai dasar pembanding untuk mendapatkan nilai-nilai dari sampel lain untuk analit yang sama1. Nilai acuan ini bisa didapatkan dari: a) perhitungan secara teoritis, b) nilai hasil percobaan dan pengukuran yang dilakukan oleh beberapa negara atau organisasi internasional, c) nilai konsensus, berdasarkan hasil kerjasama dan percobaan suatu kelompok ilmiah 2. Nilai dari suatu standard disebut sebagai nilai acuan karena nilai ini dipakai sebagai dasar untuk menentukan nilai dari sampel yang dianalisis. Larutan standard biasanya berupa larutan dari satu atau beberapa unsur murni dengan pelarut tertentu, tanpa adanya matriks. Untuk larutan standard logam biasanya digunakan asam nitrat, asam klorida, atau air sebagai pelarut, bergantung kepada jenis logamnya. Karena berupa standard, biasanya didapatkan dengan konsentrasi yang tinggi, baik 1000 ppm, 100 ppm, atau 10 ppm, sehingga tidak akan ditemukan kesulitan berarti dalam penentuan ulang nilai acuannya. Proses penentuan nilai acuan dari suatu standard ini disebut sebagai proses kalibrasi atau lebih dikenal dengan istilah kalibrasi analitik. Istilah kalibrasi berdasarkan International vocabulary of metrology, adalah kegiatan yang dilakukan pada kondisi tertentu, dengan langkah pertama, adalah untuk menentukan informasi mengenai hubungan antara nilai dan ketidakpastian dari suatu standar dengan 77
Buletin Metrologi Kimia Indonesia No. 1 Tahun I - 2017
ISSN : 2579-3748
pengukuran standard tersebut, serta pada langkah kedua, menggunakan informasi ini untuk menentukan nilai dan ketidakpastian hasil pengukuran dari sampel2. Jadi sebenarnya, istilah kalibrasi ini lebih cocok diterapkan untuk kalibrasi peralatan yang lebih menekankan kepada pengukuran secara fisika. Berbeda dengan kalibrasi peralatan, kalibrasi analitik lebih kompleks karena dapat melibatkan sampel preparasi, pengukuran, dan pengolahan data3. Kalibrasi analitik dibagi menjadi 3 macam: 1. Tipe 1: kalibrasi menggunakan metode absolut atau metode primer, yaitu metode yang berhubungan langsung dengan Sistem Satuan Internasional, misalnya gravimetrik atau titrimetrik. Hasil pengukuran dapat dihitung secara langsung dengan membandingkannya terhadap standard. 2. Tipe 2: kalibrasi yang dilakukan dengan cara membandingkan isi dari sampel terhadap satu set standard yang diketahui konsentrasinya. Metode ini dikenal sebagai metode kurva kalibrasi, merupakan metode relatif yang bebas dari gangguan matriks. 3. Tipe 3: kalibrasi yang diterapkan untuk metode dengan sistem deteksi yang sensitif untuk analit dan juga sensitif terhadap perbedaan matriks. Jika pengaruh dari matriks diabaikan akan dapat menimbulkan bias yang disebut sebagai bias sistematik. Pada umumnya kalibrasi Tipe 1 dan 2 menggunakan larutan standard murni, sedangkan pada Tipe 3 perlu juga digunakan larutan standard bermatriks atau yang lebih dikenal dengan bahan acuan bersertifikat (Certified Reference Materials, CRM). Metode kurva kalibrasi merupakan metode yang umum dipakai untuk penentuan konsentrasi suatu sample yang bebas dari gangguan matriks. Ada beberapa cara yang dipakai, bergantung kepada jumlah larutan standard yang dipakai4, yaitu: 1. Kalibrasi single-point, yaitu kurva kalibrasi yang hanya menggunakan satu larutan standard, dengan asumsi bahwa kurva linear dari konsentrasi 0 hingga konsentrasi larutan standard yang digunakan. Pada kenyataannya hal ini tidak selalu benar dan dapat memberikan hasil yang tidak akurat, namun bila digunakan untuk sampel dengan response yang sangat mirip dengan standard, maka pengerjaan ini dapat memberikan hasil dengan presisi yang sangat baik5. 2. Kalibrasi double-point, yaitu kurva kalibrasi dengan menggunakan dua standard yang konsentrasinya berbeda. Metode ini umum dipakai untuk pengukuran pH larutan. Konsentrasi analit dalam sampel harus berada di dalam rentang konsentrasi dari kedua larutan standard yang digunakan. Untuk mendapatkan hasil yang akurat, metode pengukuran dengan brakecting banyak digunakan untuk penentuan bahan acuan6-8. 3. Kalibrasi multiple-point, yaitu kurva kalibrasi menggunakan lebih dari dua larutan standard dengan rentang konsentrasi tertentu. Metode ini merupakan metode yang umum digunakan, biasanya menggunakan satu set larutan standard dengan 4 konsentrasi yang berbeda. Pada ulasan ini akan dijelaskan pemberian nilai acuan suatu standard Fe yang sudah kadaluwarsa (dianggap sebagai sampel) menggunakan satu buah larutan standard Fe lain sebagai larutan standard pengkalibrasi (kalibrasi single-point, Tipe 2). Larutan standard yang digunakan sebagai acuan sedapat mungkin memiliki level yang lebih tinggi (bahan acuan atau bahan acuan bersertifikat), sehingga tidak menurunkan level dari standard yang akan ditentukan (sebagai sampel) dan konsentrasi dari standard harus dibuat sedemikian rupa sehingga sama dengan sampel. Dari proses kalibrasi single-point ini, faktor respon dari alat (F) dapat dihitung menggunakan Persamaan 15. ̅
(1)
di mana ̅ adalah nilai rata-rata dari respons alat (intensitas) untuk larutan standard dan adalah konsentrasi analit di dalam standard. Pada alat FAAS, ̅ adalah Absorbansi, sedangkan pada alat ICPOES, ̅ adalah emisi dalam count per second (cps). Faktor respon ini kemudian dipakai untuk 78
Buletin Metrologi Kimia Indonesia No. 1 Tahun I - 2017 mengubah respons alat terhadap data sampel ̅ menggunakan Persamaan 25.
ISSN : 2579-3748
menjadi konsentrasi analit di dalam sampel,
̅
(2)
Persamaan 1 dan 2 ini mengilustrasikan dua langkah kegiatan kalibrasi sesuai definisi di atas, yaitu menetapkan hubungan antara dan respons ̅, dan menggunakan nilai ini untuk menentukan nilai dari sampel, . Seperti pada umumnya, hasil dari suatu kalibrasi akan memiliki ketidakpastian yang terkait. Ketidakpastian ini harus dimasukkan sebagai salah satu sumber ketidakpastian dari hasil yang diperoleh dengan menggunakan peralatan terkalibrasi tersebut.Dalam kasus kalibrasi single-point, ketidakpastian yang terkait langsung dengan kalibrasi dapat dinyatakan seperti pada Persamaan 3 5.
(
)
√(
(
)
)
.
(̅ ̅
)
/
.
(
)
/
(3)
Bila ada pengenceran dari sampel, maka pada Persamaan 3 ditambahkan faktor pengenceran tersebut sehingga menjadi Persamaan 4.
(
)
√(
(
)
)
.
(̅ ̅
)
/
.
(
)
/
.
(
)
/
.
(
)
/
(4)
Pada persamaan di atas, semuanya dalam bentuk ketidakpastian relatif, dengan ( ) adalah ketidakpastian dari sebagai hasil proses kalibrasi. Penjelasan dari bagian kanan persamaan adalah: -
Ketidakpastian yang muncul dari variasi respons alat terhadap sampel, ( ). Ketidakpastian yang muncul dari variasi respons alat terhadap larutan standard pengkalibrasi, ( ̅ ). ). Ketidakpastian yang berhubungan dengan nilai acuan dari standard sebagai pengkalibrasi, ( Ketidakpastian yang berhubungan dengan faktor pengenceran, yaitu dari massa analit dan massa ) dan ( ). larutan, (
Semua bentuk ketidakpastian ini digabungkan sebagai akar dari penjumlahan bentuk kuadratnya.
PROSEDUR I. Pembuatan 10 mg/L larutan standard Fe yang digunakan sebagai acuan atau larutan standard pengkalibrasi. 1. Siapkan larutan standard pengkalibrasi Fe. Berdasarkan data pada sertifikat, larutan ini memiliki konsentrasi Fe adalah (1000 ± 0.2) mg/L dengan faktor cakupan 2.02. 2. Timbang botol plastik (disarankan HDPE) 100 mL yang kosong ( ). 3. Masukkan HNO3 hingga setengah dari isi botol dan timbang ( ). 4. Tuang larutan standard Fe (x0) kurang lebih 1 mL ke dalam botol berisi HNO 3 tadi, dan timbang ( ). 79
Buletin Metrologi Kimia Indonesia No. 1 Tahun I - 2017
ISSN : 2579-3748
5. Hitung massa larutan standard Fe yang dituang ke dalam botol, dan hitung pelarut (HNO 3) yang diperlukan untuk mendapatkan konsentrasi 10 mg/L Fe. 6. Tambahkan HNO3 sehingga didapatkan volume yang sesuai, dan timbang ( ). 7. Hitung konsentrasi larutan standard Fe yang baru (x cal) sesuai dengan Persamaan 5. 8. (
)
(
)
(5)
Data hasil penimbangan diberikan pada Tabel 1dan hasil perhitungan konsentrasinya diberikan di Tabel 2. II.
Pembuatan 10 mg/L larutan sampel
Sampel adalah larutan standard yang sudah kadaluarsa dan akan ditentukan kembali nilai konsentrasinya. Sebelumnya larutan ini memiliki konsentrasi Fe adalah (998 ± 3) mg/L. 1. Timbang botol plastik (disarankan HDPE) 100 mL yang kosong ( ’). 2. Masukkan HNO3 hingga setengah dari isi botol dan timbang ( ’). 3. Tuang larutan standard yang akan ditentukan nilainya (xsp) kurang lebih 1 mL ke dalam botol berisi HNO3 tadi, dan timbang ( ’). 4. Tambahkan pelarut (HNO3) yang diperlukan untuk mendapatkan konsentrasi 10 ppm Fe (konsentrasi larutan awal dianggap tidak berubah, yaitu 998 ppm) dan timbang ( ’). 5. Ukur larutan dengan alat Flame-Atomic Absorption Spectrometry (FAAS) atau Inductively Coupled Plasma-Optical Emmision Spectrometry (ICP-OES). 6. Hitung faktor respon dari alat berdasarkan Persamaan 1. 7. Hitung konsentrasi analit di dalam sampel, menggunakan Persamaan 2. 8. Hitung konsentrasi larutan yang baru dengan memperhitungkan faktor pengenceran. Data hasil penimbangan dan pengukuran diberikan pada Tabel 3. III. Pengukuran dengan FAAS atau ICP-OES Kedua larutan memiliki konsentrasi yang cukup tinggi, sehingga pengukuran akan lebih baik menggunakan FAAS atau ICP-OES. Untuk dapat menutupi kekurangan dari kalibrasi single-point, maka pengukuran dilakukan menggunakan metode bracketing, di mana pengukuran sampel diapit oleh pengukuran standard7,9.
Blanko-Standard-Sample-Standard-Sampel-Standard-dst Semakin banyak replikasi yang dibuat, maka presisi akan semakin baik, sehingga ketidakpastian akan menjadi semakin kecil.
HASIL DAN PEMBAHASAN I. Penentuan konsentrasi larutan standard pengkalibrasi dan ketidakpastiannya Konsentrasi larutan standard pengkalibrasi dihitung menggunakan Persamaan 4, di mana melibatkan pengenceran dari suatu standard yang tersertifikasi berdasarkan metode gravimetrik, yaitu dengan menggunakan penimbangan dengan neraca analitik. Pengenceran dapat juga dilakukan merdasarkan volumetrik, yaitu dengan menggunakan labu takar. Pada pengerjaan ini dilakukan dengan gravimetrik karena selain lebih teliti (neraca analitik memiliki satuan hingga 4 desimal dan dikalibrasi ulang secara rutin), juga dapat dengan mudah disesuaikan penimbangannya untuk mengatur konsentrasi larutan 80
Buletin Metrologi Kimia Indonesia No. 1 Tahun I - 2017
ISSN : 2579-3748
yang akan dibuat. Data dari sertifikat larutan standard dan hasil penimbangan untuk pengenceran larutan standard pengkalibrasi diberikan pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil penimbangan dan data sertifikat larutan standard pengkalibrasi Komponen Simbol Nilai Satuan Ketidakpastian Massa botol kosong 10.2534 g 0.0011/2 = 0.00055 Massa botol + pelarut 62.8539 g 0.0011/2 = 0.00055 Massa botol + pelarut + analit 63.8621 g 0.0011/2 = 0.00055 Massa botol + total larutan 111.073 g 0.0011/2 = 0.00055 Konsentrasi mula-mula larutan 1000 mg/L 0.2/2.02 = 0.099 standard pengkalibrasi
Penimbangan dilakukan dalam 4 tahapan, yaitu dengan tambahan tahapan berupa penimbangan pelarut sebelum ditambahkan analit ke dalam botol. Hal ini dilakukan untuk mencegah penguapan atau menekan penguapan sekecil mungkin, yaitu dengan cara menimbang pelarut yang cukup banyak hingga lebih dari setengah botol, segera setelah penimbangan botol kosong. Adanya pelarut yang cukup banyak di dalam botol dapat mencegah analit untuk menguap. Untuk itu botol yang digunakan untuk pembuatan atau penyimpanan larutan tidak boleh terlalu besar atau larutan di dalamnya terlalu sedikit. Penguapan ini disebabkan oleh terjadinya proses kesetimbangan antara larutan yang ditimbang dengan udara di sekitarnya. Semakin sedikit larutan yang tertinggal di dalam botol, semakin besar penguapan yang terjadi, mengakibatkan konsentrasi larutan di dalam botol akan berubah semakin cepat. Ketidakpastian penimbangan berasal dari sertifikat kalibrasi neraca, di mana tertulis limit of performance timbangan adalah 0.0011 g. Limit of performance adalah rentang toleransi di mana di dalamnya terdapat kemungkinan semua pembacaan timbangan. Nilai ini dibagi dengan 2 yaitu faktor cakupan pada tingkat kepercayaan 95%. Konsentrasi mula-mula larutan standard pengkalibrasi merupakan konsentrasi larutan yang tertera di dalam sertifikat dengan ketidakpastiannya yaitu (1000 ± 0.2) mg/L dengan faktor cakupan adalah 2.02, sesuai dengan data yang tertera pada sertifikat larutan standard pengkalibrasi. Untuk mendapatkan nilai harus dilakukan perhitungan berdasarkan Persamaan 4. Dengan memasukkan semua data penimbangan dari Tabel 1, didapatkan hasil perhitungan 10.00 mg/L. Berdasarkan Persamaan 4, faktor yang menjadi sumber ketidakpastian larutan standard ini adalah konsentrasi mula-mula larutan standard pengkalibrasi, massa analit, dan massa larutan. Massa analit dan massa larutan merupakan fungsi pengurangan yang nilainya harus dikalikan dengan konsentrasi mula-mula standard pengkalibrasi. Karena melibatkan 2 fungsi yang berbeda, maka nilai ketidakpastian gabungannya dihitung menggunakan 2 aturan yang berbeda. Untuk fungsi massa menggunakan Aturan 1, yaitu sesuai dengan Persamaan 6, sedangkan untuk digabungkan dengan konsentrasi larutan standard menggunakan Aturan 2, sesuai dengan Persamaan 7. Hasil perhitungan diberikan di Tabel 2. Aturan 1 Ketidakpastian gabungan yang melibatkan fungsi penjumlahan atau pengurangan.
( (
))
√ ( )
( )
(6)
Aturan 2 Ketidakpastian gabungan yang melibatkan fungsi perkalian atau pembagian.
81
Buletin Metrologi Kimia Indonesia No. 1 Tahun I - 2017 √.
( )
( )
/
.
( )
ISSN : 2579-3748
/
(7)
Berdasarkan Persamaan 6, ketidakpastian massa analit =
(
)
)
√(
(
)
0.00078
dan ketidakpastian massa larutan =
(
)
)
√(
(
)
0.00078
Ketidakpastian gabungan larutan standard pengkalibrasi dihitung berdasarkan Persamaan 7,
(
)
√(
(
)
√.
/
)
(
.
(
)
/
)
.
(
( )
)
/ = 0.0078
Tabel 2.Hasil perhitungan massa dan konsentrasi larutan standard pengkalibrasi beserta nilai ketidakpastiannya Komponen Simbol Nilai Satuan Ketidakpastian Massa analit 1.0082 g 0.00078 Massa larutan 100.8196 g 0.00078 Konsentrasi larutan standard 10.00 g/L 0.0078 pengkalibrasi
II. Perhitungan nilai konsentrasi sampel dan ketidakpastiannya Untuk dapat memberikan hasil yang akurat dengan hanya menggunakan satu larutan standard pengkalibrasi, maka konsentrasi standard harus dibuat semirip mungkin dengan sampel sehingga dapat memberikan response alat (intensitas) yang sangat bermiripan. Selain dapat memberikan hasil dengan presisi yang sangat baik, pengerjaan ini dapat mengatasi ketidaklinieran kurva kalibrasi yang mungkin saja terjadi dan juga mengatasi fluktuasi sinyal (drift) pada alat10. Berdasarkan Persamaan 1 dan 2, konsentrasi larutan sampel bergantung pada nilai konsentrasi larutan standard pengkalibrasi dan intensitas standard maupun sampel. Nilai intensitas ini merupakan hasil pengukuran menggunakan ICP-OES pada panjang gelombang Fe = 259.940 nm. Seperti dijelaskan di atas, nilai intensitas ini didapatkan sebagai hasil pengukuran bracketing, di mana sampel diapit oleh larutan standard pengkalibrasi. Karena itu, nilai intensitas merupakan rata-rata dari 11 kali pengukuran larutan standard pengkalibrasi dan 10 kali pengukuran larutan sampel. Nilai ketidakpastiannya merupakan nilai standard deviasinya. Konsentrasi larutan sampel dihitung menggunakan Persamaan 1 dan 2. Data hasil pengukuran dan perhitungan diberikan pada Tabel 3.
82
Buletin Metrologi Kimia Indonesia No. 1 Tahun I - 2017
ISSN : 2579-3748
Tabel 3. Data hasil pengukuran dan perhitungan larutan sampel Komponen Simbol Nilai Satuan Ketidakpastian Massa botol kosong g 0.0011/2 = 0.00055 10.5034 Massa botol + pelarut g 0.0011/2 = 0.00055 62.9531 Massa botol + pelarut + analit g 0.0011/2 = 0.00055 63.9555 Massa botol + total larutan g 0.0011/2 = 0.00055 110.5040 Massa analit dalam larutan 1.0024 g 0.000777817 sampel Massa larutan sampel g 100.0010 0.000777817 Intensitas rata-rata larutan 683986 cps 6561 ̅ standard pengkalibrasi Intensitas rata-rata larutan 686343 cps 5818 ̅ sampel Faktor respons dari alat F 68398.3 Konsentrasi larutan sampel 10.0345 mg/L 0.26 Konsentrasi sampel 1001.05 mg/L 0.26
Dari Persamaan 1 didapatkan nilai faktor respon dari alat. ̅
= 68398.6
Dengan menggunakan nilai F di atas, dilakukan perhitungan konsentrasi sampel menggunakan Persamaan 2. ̅
Konsentrasi larutan standard yang baru adalah konsentrasi sampel yang dikalikan dengan faktor pengencerannya.
Ketidakpastian dari larutan standard yang baru ini dihitung menggunakan Persamaan 4.
(
√(
)
(
)
(
√(
)
)
(
)
(̅ ̅
)
(
)
(
(
)
83
)
(
)
(
)
(
)
(
)
(
)
(
)
(
)
)
Buletin Metrologi Kimia Indonesia No. 1 Tahun I - 2017
ISSN : 2579-3748
Ketidakpastian yang diperluas dari larutan sampel ini adalah 0.26 yang didapatkan dengan mengalikan nilai ketidakpastian gabungan dengan faktor cakupan 2, yaitu faktor cakupan pada tingkat kepercayaan 95%.
KESIMPULAN Larutan standard yang sudah kadaluwarsa dapat digunakan kembali setelah nilainya ditentukan ulang menggunakan larutan standard yang baru. Penentuan ulang nilai konsentrasi laturan standard ini dapat menggunakan satu buah larutan standard saja (one-point calibration) dengan syarat bahwa konsentrasi larutan standard yang baru dibuat semirip mungkin dengan konsentrasi larutan standard yang akan ditentukan kembali nilainya (sebagai sampel) sehingga dapat mengatasi ketidaklinearan kurva kalibrasi dan fluktuasi sinyal dari alat. Dari hasil percobaan ini didapatkan konsentrasi larutan standard yang ditentukan kembali adalah (1001.05 ± 0.26) mg/L.
DAFTAR PUSTAKA 1. ISO GUIDE 30:1992 Terms and definitions used in connection with reference materials. 2. JCGM 200:2012 International vocabulary of metrology – Basic and general concepts and associated terms (VIM), 3rd edition. 3. E. Almansa-lo, L. Ga, L. C. Rodr, Luis Calibration in chemical measurement processes: I . A metrological approach. TRAc 20 (2001) 195-206. 4. L. C. Rodriguez, L. G. Gracia, E. M. A. Lopez, J. M. B. Sendra, Calibration in chemical measurement processes : II . A methodological approach, TRAc 20 (2001) 620-636. 5. J. Vogl, Using Reference materials for calibration- background, ERM Application Note 2a, 2011. 6. R. Ketrin, E. M. Handayani, I. Komalasari, Bracketing method with certified reference materials for high precision and accuracy determination of trace cadmium in drinking water by Inductively Coupled Plasma Mass Spectrometry, Procedia Chemistry 17 (2016) XX, 7. K. Peel, D. Weiss, J. Chapman, T. Arnold, B. Coles, A simple combined sample-standard bracketing and inter-element correction procedure for accurate mass bias correction and precise Zn and Cu isotope ratio measurements, J. Anal. At. Spectrom., 23 (2008) 103. 8. L. M. Thienpont, B. V. Niewenhove, D. Stockl, A. P. de Leenheer, Calibration for Isotope Dilution Mass Spectrometry – description of an altenative to the bracketing procedure, J. Mass Spectrom 31 (1996) 1119. 9. H. Yuan, C. Cheng, K. Chen, Z. Bao, Standard-sample bracketing calibration method combined with Mg as an internal standard for silicon isotopic compositions using multi-collector inductively coupled plasma mass spectrometry, Acta Geochim 35 (2016) 421. 10.M. L. Salit,* G. C. Turk, A. P. Lindstrom, T. A. Butler, C. M. Beck II, and B. Norman, SingleElement Solution Comparisons with a High-Performance Inductively Coupled Plasma Optical Emission Spectrometric Method, Anal. Chem., 73 (2001) 4821-4829.
Tentang penulis Dr. Rosi Ketrin.Lahir dan dibesarkan di Bandung hingga menyelesaikan program Sarjana di Jurusan Kimia Institut Teknologi Bandung pada tahun 1997. Melanjutkan pendidikan S2 dan S3 di Jurusan Kimia Okayama University Jepang dengan beasiswa Monbukagakusho dan lulus tahun 2009. Memulai karir sebagai peneliti sejak Januari tahun 2000 di Pusat Penelitian Kimia LIPI Bandung. Training terkait metrologi dimulai dengan mengikuti Summer School of Metrology di Brazil (2009), Metrology in Chemistry (MiC) training di BAM dan PTB Jerman (2010) dan NIMT-Thailand (2011), serta aktif mengikuti pertemuan APMP dan menjadi contact person Pusat Penelitian Kimia di TCQM (Technical Committeemenjadi contact person Pusat Penelitian Kimia di TCQM (Technical Committee of Quantity of Mater)-APMP pada tahun 2010-2014. Sebagai koordinator Laboratorium Metrologi Pusat Penelitian Kimia pada tahun 2009-2016. Menjabat sebagai Kepala Bidang Kimia Analitik dan Standard Pusat Penelitian Kimia LIPI pada 2013-2014. Selain sebagai peneliti, juga aktif sebagai asesor (sejak 2011) untuk akreditasi Laboratorium Pengujian yang diselenggarakan oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN).
84