Menanggapi Perbankan Syariah Sebagai Alternatif Dalam Pembangunan Daerah, Bagaimana dengan Akad Salam ? Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia sebagai makhluk sosial yang selalu saling berinteraksi untuk mengadakan transaksi ekonomi. Salah satu dari transaksi ekonnomi tersebut adalah jual beli yaitu akad yang melibatkan dua pelaku yaitu penjual dan pembeli. Namun sering kali kita menemukan bahwa konsumen (pembeli) memerlukan barang yang tidak atau belum di hasilkan oleh produsen (penjual) sehingga konsumen melakukan transaksi jual beli dengan cara pesanan. Di dalam hukum Islam transaksi jual beli seperti ini disebut dengan Salam (sebutan ini lazim digunakan oleh fuqoha fuqoha Hijaz) atau Salaf (Sebutan ini lazim digunakan oleh fuqoha Iraq). Pesatnya pertumbuhan bank syariah di Indonesia seharusnya diringi dengan berkembangnya jenis produk akad yang sesuai dengan prinsip syariah. Salah satu masalah yang dihadapi bank syariah adalah masalah variasi produk pembiayaan yang masih didominasi oleh murabahah, murabahah, musyarakah, musyarakah, dan mudharabah. mudharabah. Padahal masih ada beragam akad lainnya. Salah satunya adalah akad salam. Berdasarkan Statistik Perbankan Syariah Bank Indonesia Januari 2012, komposisi pembiayaan bank syariah masih didominasi oleh akad murabahah yang berada di level tertinggi dengan nilai Rp56,47 miliar disusul kemudian dengan akad musyarakah dan qardh. Sementara akad salam, sejak tahun 2006 hingga Januari 2012, menunjukkan angka Rp0. Sebaliknya, di BPR Syariah, akad salam masih ada yang melirik, terbukti dengan adanya pembiayaan sebesar Rp18 juta. Komposisi pembiayaan di BPR Syariah juga masih didominasi oleh akad murabahah yang mencapai Rp2,2 miliar. Hal ini juga ditunjukan d itunjukan dalam data statistik perbankan syariah yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia mulai tahun 2003 hingga tahun 2011, pembiayaan dengan akad salam akad salam selalu ditampakkan dalam setiap laporan tahunannya.
Sayangnya data menunjukkan bahwa akad salam akad salam sudah sudah tidak lagi diterapkan di bank syariah (0,00%). Sebagaimana disebutkan dalam data BI dari tahun 2002 hingga bulan Juni 2011, komposisi pembiayaan bank syariah berdasarkan akad dapat terlihat pada gambar 1.1 berikut: Gambar 1.1 Komposisi Pembiayaan Bank Syariah Berdasarkan Akad
Sumber diperoleh dan diolah dari: Data Statistik Perbankan Syariah 2002-2011 Dari trend data data pada gambar 1.1 dapat dilihat bahwa pembiayaan dengan akad salam di salam di perbankan syariah sama sekali tidak terlihat, kecuali pada bulan ke 3 tahun 2002 sebesar 0,02% (Rp 392 juta). Sementara itu BPRS juga menerapkan akad salam akad salam dengan proporsi pembiayaan yang terus menurun. Menurut data BPRS pada tahun 2005, pembiayaan dengan akad salam salam sebesar Rp 90 juta dan angka ini menurun drastis di awal tahun 2009 hingga tahun 2010 dan kembali muncul di tahun 2011. Meskipun demikian, hal ini haruslah diapresiasikan karena lembaga keuangan mikro ini turut berkontribusi menyalurkan pembiayaan dengan akad salam. salam. Begitu juga pada januari 2012 sampai oktober 2012 yang menyatakan bahwa komposisi pembiayaan yang diberikan d iberikan Bank Umum Syariah dan d an Unit Uni t Usaha Syariah pada akad salam senilai Rp o.
Permasalahan lainnya mengenai akad salam salam adalah sejauh ini akad salam hanya dianggap cocok untuk industri pertanian. Namun besarnya risiko yang terkandung dalam sektor pertanian mempengaruhi keengganan pihak bank dalam penyaluran modal kerja ke sektor pertanian. Padahal, berdasarkan definisi yang terkandung dari bay’ al salam itu salam itu sendiri tidaklah sesempit sebagaimana para pelaku perbankan mengaplikasikan akad salam akad salam dalam dalam penyaluran pembiayaannya. Namun, jika memang akad salam salam dianggap tepat untuk membiayai sektor pertanian, maka hal ini seharusnya menjadi peluang dalam rangka memperluas pangsa pasar yang harus dimanfaatkan oleh industri perbankan syariah. Pada gambar 1.2 dapat dilihat dari tahun 2007 hingga bulan Juni tahun 2011, komposisi pembiayaan untuk sektor pertanian tidak pernah lebih dari 5%. Proporsi pembiayaan bank syariah ke sektor pertanian pun mengalami perubahan yang tidak terlalu signifikan dari tahun ke tahun. Tercatat pembiayaan bank syariah untuk sektor pertanian di tahun 2007 sebesar 3,49% dari keseluruhan total pembiayaan bank syariah, lalu menurun hingga 2.49% di pertengahan tahun 2011. Pembiayaan ke sektor pertanian pun masih belum sebesar pembiayaan ke sektor jasa, perdagangan dan konstruksi. Pembiayaan bank syariah yang lebih mendominasi adalah ke sektor pelayanan bisnis (business services). services). Mengapa hal ini dapat terjadi? Ada beberapa faktor serta solusi yang akan kita bahas berikut be rikut ini. Gambar 1.2 Komposisi Pembiayaan Bank Syariah Berdasarkan Sektor Usaha
Sumber diperoleh dan diolah dari: Data Statistik Perbankan Syariah 2007-2011
Pembahasan
Ada beberapa faktor mengapa akad salam layaknya sudah tidak diterapkan kembali selama empat tahun tersebut yaitu berikut ini: 1. Akad salam tidak di prioritaskan Bank syariah di Indonesia lebih dominan memakai akad murabahah, musyarakah, dan mudharabah. Karena culture bisnis culture bisnis di Indonesia lebih cenderung ke trading dan home industri, sehingga yang menjadi sangat populer sekali adalah akad murabah. murabah. Oleh karena itu bank dirasa tidak perlu lagi menggunakan akad salam karena salam karena sudah dapat diakomodir melalui akad perbankan lainnya. 2. Biaya yang tinggi dan kurangnya dana jangka panjang Masalah yang kedua adalah pembiayaan dengan akad salam akad salam juga juga membutuhkan biaya operasional yang tinggi layaknya biaya survei di awal dan biaya pra akad lainnya serta membiayai sektor pertanian melalui akad salam membutuhkan jangka waktu yang tidak sebentar (sampai panen sekitar 3 bulan6bulan- lebih dari 2 tahun). Padahal bank tidak memiliki cukup banyak simpanan uang untuk.pembiayaan dalam jangka panjang. Hal ini mengakibatkan pembiayaan akad salam berisiko tinggi. 3. Terbatasnya Jaringan perbankan syariah serta kurang ya informasi Mayoritas sektor pertanian berada di desa, sedangkan perbankan berada di kota. Susahnya akses ke kota guna menjangkau perbankan syariah yang ada di kota juga menimbulkan cost yang yang harus dikeluarkan oleh petani. Belum lagi akan ada banyak hal yang harus diurus oleh petani seperti misalnya urusan administrasi dan sebagainya, sehingga double cost bisa bisa saja terjadi. Hal inilah yang menyebabkan petani lebih senang memilih alternatif pembiayaan yang lebih mudah dan murah untuk dijangkau seperti rentenir. Kurangnya sosialisasi
perbankan ke petani-petani juga menjadi salah satu faktor petani tidak tahu tentang akad salam akad salam..
4. Orientasi bisnis Bank merupakan lembaga keuangan yang beriorientasi pada bisnis yang menjadikan keuntungan sebagai prioritas utamanya. Akibatnya bank sangat selektif dalam memilih serta membiayai sektor usaha.
5. Kurangnya pemahaman Kurangnya pemahaman, kemampuan serta keahlian para officer perbankan tentang penyaluran pembiayaan dengan akad salam disebabkan karena kurangnya sumber daya manusia lulusan syariah yang paham betul tentang ekonomi syariah termasuk mengenai perbankan syariah dengan segala produk-produknya.
6. Menghindari risiko. Masalah selanjutnya adalah officer perbankan bekerja untuk menciptakan keuntungan bagi perusahaan yang menaunginya. Sehingga mereka akan bekerja sangat hati-hati terutama dalam hal memilih sektor usaha yang akan dibiayai terutama pada akad salam yang berisiko sangat tinggi.
7. Tidak mau repot. Dengan adanya alternatif produk yang dapat disalurkan dengan lebih mudah, cepat dan murah, maka bank menghindari penggunaan produk yang menyulitkan. Pembiayaan dengan akad salam mengharuskan adanya pembayaran uang dimuka secara tunai kepada nasabah, dan secara tidak langsung menjadi kewajiban pihak bank untuk mengontrol kegiatan usaha nasabah. Selain membutuhkan waktu d an tenaga, aktifitas ini juga membutuhkan biaya tam bahan, seperti untuk transport, pelatihan, dan sebagainya.
8. Orientasi pada target. Officer perbankan bekerja lebih menekankan pada target bisnis dan keuntungan sehingga officer perbankan akan melakukan apa saja untuk mencapai target yang telah ditetapkan, baik target dari kantor pusat maupun dari direksi kantor cabang. Dalam arti mereka lebih prefer untuk membiayai sektor usaha yang lebih menguntungkan dan menghasilkan cepat.
9. Kurangnya teknologi/fasilitas pendukung Masalah teknis lainnya yang menjadi hambatan akad salam secara khusus belum terkomputerisasinya sebagian besar bisnis pertanian di Indonesia. Padahal, Perubahan teknologi adalah sumber pertumbuhan produktivitas utama.
10. Petani kecil tidak bankable. Petani kecil dalam kaca mata bank sangat tidak bankable, hal ini dikarenakan petani kecil tidak memiliki pengetahuan yang baik dalam hal pembukuan serta pelaporan aktifitas pertanian. Disamping itu, aspek legal juga menjadi alasan bahwa petani kecil tidak bankable yang meliputi ketidakmampuan petani dalam menunjukkan izin usaha serta memberikan agunan tambahan.
11. Kurangnya keberpihakan pemerintah Regulasi maupun kebijakan pemerintah mempunyai kontribusi paling besar dalam perkembangan perbankan syariah di Indonesia. Demikian halnya dalam operasional penyaluran pembiayaan salam perlu kebijakan khusus guna mendukung penerapan akad salam. Kebijakan-kebijakan regulasi di atas perlu dituntun ke arah yang sinergis sehingga menimbulkan pemahaman yang syumuliyah dan berkelanjutan dalam menciptakan pembiayaan dengan akad salam agar dapat kompetitif dengan produk perbankan syariah lainnya.
12. Pajak Meskipun UU Perbankan syariah telah disahkan, tetapi pengenaan pajak berganda (double taxation) pada transaksi berbasis syariah masih menjadi kendala. Dalam pandangan Direktorat Jenderal Pajak, akad murabahah dianggap sebagai transaksi ganda. Akad salam merupakan s alah satu jenis pembiayaan dengan sistem jual beli. Dalam jual beli tentu dikenakan pajak. Pajak dapat menjadi biaya tambahan yang harus dikeluarkan oleh bank. Dalam mengatasi faktor-faktor penyebab kurang diminatinya akad salam, kita memerlukan beberapa solusi untuk penyelesaian pe nyelesaian masalah dia atas. Berikut ini penulis juga menyajikan beberapa solusi agar akad salam dapat diminati oleh kalangan Masyarakat (nasabah) maupun Bank, yaitu :
Daftar pustaka
Devi,
Abrista.
2008.
”Analisis
Faktor -Faktor -Faktor
yang
Mempengaruhi
Tidak
Diterapkannya Akad Salam di Bank Syariah di Indonesia”. Jurusan Manajemen Bisnis Islam. Sekolah Tinggi Ekonomi Islam Tazkia:Tidak Diterbitkan.