DERMATITIS SEBOROIK
Dermatitis seboroik merupakan penyakit inflamasi kronik dan kambuh- kambuhan yang ditandai dengan eritema dan skuama. Etiologi utama dari dermatitis seboroik ini adalah Malassezia sp. Tempat predileksi pada daerah tubuh yang banyak mengandung kelenjar sebasea seperti kulit kepala, alis, lipatan nasolabial, belakang telinga, cuping hidung, ketiak (Schwartz, 2013).
Dermatitis seboroik merupakan penyakit inflamasi yang kronik dan kambuh- kambuhan yang ditandai dengan eritema dan skuama. Etiologi utama dari dermatitis seboroik ini adalah Malassezia sp. Tempat predileksi pada daerah tubuh yang banyak mengandung kelenjar sebasea seperti kulit kepala, alis, lipatan nasolabial, belakang telinga, cuping hidung, ketiak (Schwartz, 2013).Pada penelitian yang dilakukan oleh Grodzka pada tahun 2012, mendapatkan bahwa pada dermatitis seboroik terjadi peningkatkan imun respon terutama IFN γ dan IL-2. Imun respon ini lah yang diduga berkaitan dengan berkembangnya dermatitis seboroik menjadi eritroderma.
IVFD Ringer Laktat
Perlunya pemberian cairan pada pasien eritroderma dikarenakan panderita eritroderma rawan terjadi dehidrasi. Penguapan cairan yang makin meningkat dapat menyebabkan dehidrasi. Bila suhu badan meningkat, kehilangan panas juga meningkat sehingga pengaturan suhu terganggu. Kehilangan panas menyebabkan hipermetabolisme kompensator dan peningkatan laju metabolisme basal (Earlia,2009)
Injeksi Methilprednisolon
Eritroderma diduga merupakan proses sekunder dari interaksi kompleks antara molekul sitokin dan molekul adhesi seluler yaitu Interleukin (IL-1, IL-2, IL-8), molekul adhesi interselular 1 (ICAM-1), tumor necrosis faktor, dan interferon-γ yang merupakan sitokin yang berperan dalam timbulmya eritroderma yang menyebabkan peningkatan proliferasi epidermal dan produksi mediator inflamasi. Karena adanya inflamasi ini lah sehingga diperlukan terapi kortikosteroid.
Injeksi Cefotaxim
Injeksi antibiotik pada pasien merupakan tindakan pencegahan komplikasi eritroderma berupa infeksi sekunder. Mengingat kulit berperan sebagai proteksi. Jika terdapat gangguan pada kulit, maka fungsi proteksi ini akan terganggu. Hal ini juga sesuai dengan yang disampaikan (Sehgal, 2011) dimana pada penderita eritroderma bisa terjadi komplikasi berupa infeksi sekunder.
Pasien Ny. D usia 63 tahun ini didiagnosis eritroderma ec suspek dermatitis seboroik
Diagnosis anamnesis, pemeriksaan fisisk dan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium.
anamnesis pasien datang dengan keluhan gatal diseluruh tubuh yang disertai kulit kemerahan, pecah- pecah, bersisik mengelupas, kaki dan tangan bengkak. Hal ini sesua dengan yang disamapaikan Djuanda 2007 tentang gejala khas eritroderma yaitu merupakan kelainan kulit yang ditandai adanya eritema universalis (90-100%) dan disertai skuama.
Eritroderma yang diderita pasien ini, kemungkinan disebabkan oleh dermatitis seboroik. Hal ini dapat diketahui dari hasil anamnesis dimana pasien mengatakan pada mulanya timbul gatal dikepalanya yang makin lama makin menyebar keseluruh tubuh dan diikuti timbulnya sisik dan gejala lainya. Dari hasil anamnesis juga tidak ditemukan penyakit sistemik atau penyakit kulit lain yang mendasari.
Makula patch eritema difus permukaan ditutupi skuama sedang berlapis, fisura dan likenifikasi.
Capitis, fasialis, coli anterior dan posterior, trunkus anterior dan posterior, ekstremitas superior dan ekstremitas inferior.
pemeriksaan laboratorium didapatkan hipoalbuminemia dan anemia. Dengan kadar albumin 5,6 mg/dL dan hemoglobin 10,3 g/dL . (Sehgal, 2011) mengatakan bahwa terlepasnya skuama mengakibatkan sel yang matur berada dalam epidermis yang relatif singkat yang mengakibatkan peningkatan kehilangan material epidermis bersama dengan hilangnya protein dan folat.
PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
Quo ad cosmeticum : dubia ad bonam
Injeksi ranitidin
Ranitidin adalah suatu histamin antagonis reseptor H2 yang menghambat kerja histamin secara kompetitif pada reseptor H2 dan mengurangi sekresi asam lambung. Pemerian ranitidin diperlukan pada pasien yang mendapatkan terapi kortikosteroid. Hal ini dikarenakan salah satu efek kortikosteroid yaitu meningkatkan kejadian ulkus peptikum pada saluran penceranan (Narum, 2013).
Transfusi albumin dan diet tinggi protein (4 butir telur/hari)
Transfusi albumin dan diet tinggi protein diperlukan karena penderita eritroderma disertai dengan hipoalbumin. Hal ini dikarenakan terlepasnya skuama mengakibatkan sel yang matur berada dalam epidermis yang relatif singkat yang mengakibatkan peningkatan kehilangan material epidermis bersama dengan hilangnya protein dan folat (Sehgal, 2011).
Antihistamin pada penderita eritroderma digunakan untuk mengurangi gejala pruritus (Umar, 2011). Cetirizine merupakan antihistmain generasi kedua, mempunyai efek sedasi yang lebih rendah. Bekerja sebagai antagonis reseptor H1 periferal pada fase awal dan menghambat perpindahaln sel radang atau inflamasi. Sedangkan clorpheniramin maleat (CTM) CTM merupakan antihistamin golongan pertama, mempunyai efek sedatif yang lebih tinggi dibanding generasi kedua. Cara kerja CTM sebagai antagonis reseptor H1. CTM akan menghambat efek histamin pada pembuluh darah, bronkus dan bermacam-macam otot polos, selain itu klorfeniramin maleat dapat merangsang maupun menghambat susunan saraf pusat (Reddy, 2014).
Cetirizin dan Clorpheniramin maleat
NON MEDIKAMENTOSA
Edukasi tentang penyakit eritroderma, pencetus dan perjalanannya yang kronik, residif, dan pengobatannya.
MEDIKAMENTOSA
IVFD Ringer Laktat 20 tpm
Anjuran untuk tidak menggaruk atau mengelupas kulit.
Menghindari faktor pencetus.
Menjelaskan pasien agar teratur dalam mengkonsumsi obat dan pemakaian obat salep.
Menjelaskan prognosis penyakit.
Pemantauan efek samping obat.
Diet tinggi protein (putih telur =12,8 gram) .Kebutuhan protein 1 gram /kgbb per hari.
Kebutuhan protein = 53 x 1 gram = 53 gram/ hari setara dengan 4 butir telur/hari.
Injeksi Methilprednisolon 125 mg 2x1 amp (tapp off)
Injeksi Cefotaxim 2x1 gr
Injeksi ranitidin 2x50mg
Cetirizin 1x10mg
Clorpheniramin maleat 2x4mg
Transfusi albumin
Cream topikal (kortikosteroid, urea dan klobetasol)
DIAGNOSIS
Eritroderma et causa suspek dermatitis seboroik
RO THORAX
Tampak corakan bronchovascular normal, CTR < 0,52, kedua diafragma licin, tidak mendatar, kedua sinus costofrenicus lancip
PEMBAHASAN KASUS
Kesimpulan
Eritroderma merupakan kelainan kulit berupa eritema difuse dan skuama yang melibatkan lebih dari 90% permukaan tubuh.
Saran
Saran untuk pasien dan keluarga
Etiologi eritroderma diantaranya alergi obat, perluasan penyakit kulit lainnya, akibat penyakit sitemik dan keganasan dan tidak diketahui penyebabnya.
Penegakan diagnosis eritroderma dapat dilakukan dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Penatalaksanaan eritroderma terdiri dari penatalaksanaan medikamentosa dan non medikamentosa.
Pasien Ny. D usia 63 tahun pada kasus ini didiagnosis eritroderma ec suspek dermatitis seboroik.
Menjaga higienitas diri
Menghindari faktor pencetus
Rutin minum obat sesuai anjuran
Rutin kontrol
Saran untuk rumah sakit
Perlunya penyediaan ruang khusus untuk penderita eritroderma dikarenakan penderita eritroderma rawan terjadi infeksi.
Perlunya penyediaan pemeriksaan penunjang yang lebih lengkap untuk menegakkan etiologi.
Makula patch eritema difus permukaan ditutupi skuama sedang berlapis, fisura dan likenifikasi
TERIMAKASIH
Cream Topikal ( urea dan klobetasol)
Cream ini dapat berisi emolien atau pelembab dan steroid dengan potensi rendah. Bertujuan untuk menjaga kelembapan kulit dan mengurangi inflamasi yang terjadi (Earlia, 2009)
Makula patch eritema difus permukaan ditutupi skuama sedang berlapis
Makula patch eritema difus permukaan ditutupi skuama sedang berlapis
LABORATORIUM
HISTOLOGI
Pemeriksaan histologi dari eritroderma sering menunjukan gambaran yang tidak spesifik yang terdiri dari ortokeratosis (hiperkeratosis, parakeratosis), akantosis dan inflamatori infiltrat kronik perivaskular
Anemia, limfositosis, eosinopilia, peningkatan IgE, penurunan albumin serum kenaikan laju endap darah dan peningkatan ureum kreatinin
PSORIASIS
Penyakit yang penyebabnya autoimun, bersifat kronik dan residif, ditandai dengan adanya bercak- bercak eritema berbatas tegas dengan skuama yang kasar, berlapis-lapis dan transparan (Djuanda, 2007).
DERMATISTIS SEBOROIK
Penyakit inflamasi yang kronik dan kambuh- kambuhan yang ditandai dengan eritema dan skuama
Tempat predileksi pada daerah tubuh yang banyak mengandung kelenjar sebasea seperti kulit kepala, alis, lipatan nasolabial, belakang telinga, cuping hidung, ketiak (Schwartz, 2013).
Pada eritroderma yang disebabkan oleh dermatitis seboroik, menurut penelitian yang dilakukan oleh Okada (2014) dilihat dari tanda yang muncul awal berupa skuama dengan eritema yang gatal terutama pada daerah yang mempunyai kelenjar sebasea. Eritema dan skuama ini makin lama makin menyebar keseluruh badan dan ekstremitas. Dari hasil pemeriksaan biopsi didapatkan dermatitis spongiotik dan parakeratosis
Anamnesis
Anamnesis yang lengkap merupakan hal terpenting dalam diagnosis eritroderma. Seperti riwayat pemakaian obat atau medikasi lain. Pasien dengan penyakit kulit sebelumnya (psoriasis, dermatitis) dapat berkembang menjadi eritroderma.
PEMERIKSAAN FISIK
Pada pemeriksaan fisik awalnya menunjukan eritema yang general. Skuama timbul 2-6 hari setelah onset eritema. Dapat juga dijumpai pruritus yang menyebabkan ekskoriasi. (Umar, 2011).
PERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium tidak spesifik pada eritroderma anemia, limfositosis, eosinopilia, peningkatan IgE, penurunan albumin serum, kenaikan laju endap darah dan peningkatan ureum kreatinin
Histologi tidak spesifik yang terdiri dari ortokeratosis( hiperkeratosis, parakeratosis), akantosis dan inflamatori infiltrat kronik perivaskular dengan atau tanpa eosinofil.
Kehilangan skuama dapat mencapai 9 gram/m² permukaan kulit atau lebih sehari sehingga menyebabkan kehilangan protein. Hipoproteinemia dengan berkurangnya albumin dan peningkatan relatif globulin merupakan kelainan khas. Edema sering terjadi, kemungkinan disebabkan oleh pergeseran cairan ke ruang ekstravaskuler. Eritroderma akut dan kronis dapat mengganggu mitosis rambut dan kuku yang menyebabkan kerontokan rambut dan kehilangan kuku. Pada eritroderma yang telah berlangsung berbulan-bulan dapat terjadi perburukan keadaan umum yang progresif (Harahap, 2000).
Pada eritroderma terjadi peningkatan epidermal turnover rate, kecepatan mitosis dan jumlah sel kulit germinatif meningkat penggantian yang cepat ini beberapa zat tidak dapat dimetabolisme dan diserab secara normal pada stratum korneum, hilangnya sebagian besar material epidermis secara klinis ditandai dengan skuama dan pengelupasan yang hebat. Skuama muncul setelah eritema, biasanya setelah 2-6 hari (Sofyan, 2013).
Sitokin pelebaran pembuluh darah aliran darah kekulit meningkat eritema universal dan kehilangan panas bertambah dingin dan menggigil. Eritema umumnya terjadi pada area genitalia, ekstrimitas, atau kepala. Meluas sehingga dalam beberapa hari atau minggu seluruh permukaan kulit "red man syndrome" (Mystri et.al, 2015)
PATOFISIOLOGI ERITRODERMA
Secara umum patofisiologi eritroderma patofisiologi penyakit yang mendasarinya.
Namun belum sepenuhnya diketahui mekanisme bagaimana penyakit yang mendasari tersebut dapat berkembang menjadi eritroderma.
Pada berbagai penelitian yang telah dilakukan, ditemukan sel T helper
Penelitian terbaru interaksi kompleks antara molekul sitokin dan molekul adhesi seluler yaitu Interleukin (IL-1, IL-2, IL-8), molekul adhesi interselular 1 (ICAM-1), tumor necrosis faktor, dan interferon-γ peningkatan proliferasi epidermal.
Sitokin yang menginfiltrasi dermis dapat timbul dari berbagai penyakit yang mendasarinya. Sitokin ini diduga berperan dalam pelebaran pembuluh darah dan peningkatan epidermis turnover rate, peningkatan laju mitosis, sehingga sel matur hanya dalam waktu yang singkat berada dalam epidermis. Hal ini menyebabkan hilangnya material epidermis secara cepat bersama dengan hilangnya protein dan folat khusunya pada eritroderma karena psoriasis (Sehgal, 2004). (Sehgal, 2004).
TERAPI
(Goldmith et.al, 2012)
Antihistmamin
Antibiotik
Kortikosteroid
Cairan
KOMPLIKASI
Sepsis
Gagal jantung
Gagal ginjal
Limfadenopati
Alopesia
PERMASALAHAN
STATUS DERMATOLOGI
Lokasi : Capitis, fasialis, coli anterior dan posterior, trunkus anterior dan posterior, ekstremitas superior dan ekstremitas inferior
Inspeksi : Makula patch eritema difus permukaan ditutupi skuama sedang berlapis, fisura dan likenifikasi.
Palpasi : Hangat.
Thoraks
Pulmo :
Inspeksi : Hemithorax dextra sama dengan sinistra
Palpasi : vokal fremitus dekstra sama dengan sinistra
Perkusi : sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : SD Vesikuler, Wheezing (-/-), Ronkhi( -/-)
Cor :
Inspeksi : Ictus cordis di SIC IV 2 jari lateral LMCS
Palpasi : Iktus cordis teraba, kuat angkat (-)
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : BJ I dan II normal, regular, bising (-)
Abdomen
Inspeksi : cembung, tidak terdapat jejas
Auskultasi : bising usus normal
Perkusi : timpani
Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan
Status Generalis
Kepala
Simetris, mesochepal, rambut berwarna putih, distribusi tidak merata. Pada kulit kepala tampak patch eritema difus permukaan ditutupi skuama sedang berlapis.
Wajah
Tampak simetris. Pada kulit wajah tampak patch eritema difus permukaan ditutupi skuama sedang berlapis.
Mata
Pupil bulat isokor diameter 3mm/3mm, terdapat reflek cahaya pada kedua mata, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik.
Hidung
Pada pemeriksaan hidung tidak tampak discharge, tidak ada nafas cuping hidung, septum tidak deviasi
Mulut
Bibir tampak simetris, tidak sianosis, lidah tidak kotor, faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1
Telinga
Telinga tampak simetris dan tidak tampak discharge.
Leher
Tidak terdapat pembesaran limfonodi servikal.
KU KES
Tampak sakit sedang
TANDA VITAL
ANTOPOMETRI
BB : 53 kg
Tekanan Darah : 130/80
HR : 65x/menit, isi dan tegangan cukup
RR : 24 x/menit
Suhu : 36 oC axillar
TB : 145 cm
Composmentis (E4M6V5)
RPD
Riwayat sakit yang sama disangkal.
RPK
Riwayat keluhan serupa disangkal
RIWAYAT PENGOBATAN
Pasien mendapatkan obat dari dokter umum. Namun pasien tidak mengetahui obat yang didapat.
Riwayat penyakit kulit sebelumnya disangkal.
Riwayat alergi makanan dan obat disangkal
Riwayat minum obat tertentu disangkal
Riwayat penyakit hipertensi, diabetes, TB, gamgguam ginjal disangkal.
Riwayat alergi disangkal
Riwyat hipertensi, diabetes disangkal
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien datang ke IGD RSUD Brebes dengan surat rujukan dari dokter spesialis kulit pada tanggal 8 Juni 2015 pukul 17.00. Pasien mengeluhkan bercak kemerahan diseluruh tubuhnya.
Awalnya dua bulan yang lalu muncul bercak kemerahan dikepala. Bercak tersebut, makin lama semakin menyebar keseluruh tubuh. Bercak merah tersebut kemudian terasa panas dan gatal. Semakin lama, bercak kemerahan, panas dan gatal dirasa semakin bertambah sampai megganggu aktivitas sehari- hari pasien. Keluhan dirasakan terus menerus sepanjang hari, bertambah merah, panas dan bertambah gatal jika pasien beraktifitas dan berkeringat. Pasien juga sering menggaruk- nggaruk badanya. Selain itu, pasien juga mengeluh seluruh tubuh pecah- pecah, bersisik mengelupas terasa perih, kaki dan tangan terasa kaku dan bengkak. Kadang pasien juga menggigil
Untuk mengurangi keluhanya, selama dua bulan ini pasien mengunjungi dokter umum setiap dua minggu sekali. Dari dokter umum tersebut, pasien mendapatkan obat. Obat tersebut dapat mengurangi keluhanya. Kemerahan, gatal, panas dapat berkurang. Sisik dibadanya juga berkurang. Namun kembali kambuh saat obat habis. Pasien tidak mengetahui jenis obat yang diberikan oleh dokter tersebut.
Karena dirasa keluhanya kambuh- kambuhan dan tidak kunjung sembuh, maka pasien mengunjungi dokter kulit dan dirujuk ke RSUD brebes.
Bercak merah hampir diseluruh tubuh.
Keluhan Utama
Seluruh tubuh terasa panas, kulit gatal, pecah- pecah, bersisik mengelupas terasa perih, kaki dan tangan terasa kaku dan bengkak.
Keluhan Tambahan
IDENTITAS PASIEN
Nama penderita : Ny. D
Umur : 63 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Wanasari RT 2 RW 1, Brebes
Pekerjaan : Buruh tani
Suku : Jawa
Agama : Islam
Tanggal datang ke RS : 8 Juni 2015
No. CM : 024757
PATOFISIOLOGI ERITRODERMA
Normalnya kulit mempunyai sistem pertahanan imunologi. Sistem ini akan aktif jika terdapat stimulator berupa luka, bakteri, atau antigen di kenali oleh sel dentririk yang berperan sebagai antigen presenting sel mengaktifkan sel T pada limfe nodi menstimulasi pengeluaran sitokin proses inflamasi.
Proses imunologi ini merupakan sistem normal dalam respons terhadap antigen dan lingkungan, namun terjadinya abnormalitas fungsi sel T pada penyakit kulit, termasuk eritroderma masih belum diketahui sebabnya (Robert, 2000).
HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaana
Hasil
Nilai normal
Hemoglobin
10,3 g/dL
13-16 g/dL
Leukosit
9350 /μL
4000-10000 /μL
Hematokrit
31,3 %
37-43 %
Trombosit
591000 /μL
200000-500000 μL
Gula darah sewaktu
133 mg/dL
< 200 mg/dL
Protein total
5,6mg/dL
6,8-8,6mg/dl
SGOT
15U/L
1-37U/L
SGPT
21U/L
1-37U/L
Albumin
2,6mg/dL
3,8-5,1mg/dL
Creatinin
1,04mg/dL
0,6-1,1mg/dL
NY. D 65 TAHUN DENGAN ERITRODERMA
TERAPI
PEMERIKAAN FISIK
Ektremitas
KANAN
KIRI
EDEMA
+
+
+
+
AKRAL HANGAT
+
+
+
+
SIANOSIS
-
-
-
-
PEMERIKAAN FISIK
PEMERIKAAN FISIK
PEMERIKSAAN FISIK
ALERGI OBAT
Biasanya secara sistemik
Anamnesis yang teliti
Penyakit bervariasi dapat segera sampai 2 minggu
Bila ada obat lebih dari pada satu yang masuk kedalam badan yang disangka sebagai penyebabnya adalah obat yang paling sering menyebabkan alergi (Djuanda, 2007).
HARI / TANGGAL
S
O
A
P
Senin, 8 Juni 2015
Seluruh tubuh terasa gatal, panas, kemerahan, bersisik, kedua kaki dan tangan bengkak.
KU / KES : tampak sakit sedang / Komposmentis
Vital Sign:
TD :130/80 mmHg
HR :65 x/menit
Rr : 24 x/menit
t : 36 0 C
Status Dermaologis :
Lokasi :
Capitis, fasialis, coli anterior dan posterior, trunkus anterior dan posterior, ekstremitas superior dan ekstremitas inferior.
Inpeksi UKK :
Eritema generalisata ditutupi skuama, fisura dan likenifikasi.
Ekstremitas
Superior : edema +/+
Inferior : edema +/+
Eritroderma
Medikamentosa
IVFD Ringer Laktat 20 tpm
Injeksi Methilprednisolon 125 mg 2 x1
Injeksi cefixim 1 gr 2x 1
TERAPI
TERAPI
TERAPI
KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Djuanda, Adhi. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta : FKUI
Criado, Paulo. 2004. Severe cutaneous adverse reactions to drugs - relevant
aspects to diagnosis and treatment - Part I: anaphylaxis and anaphylactoid reactions, erythroderma and the clinical spectrum of Stevens-Johnson syndrome & toxicepidermal necrolysis (Lyell´s disease.) Diakses di www.scielo.br/scielo.php pada tanggal 24 Agustus 2015.
Earlia, Nand. Firdausi Nurharini, Andri Catur Jatmiko, Evy Ervianti.2009.
Erythroderma: A clinico-etiological study of 58 cases in a tertiary hospital of North India.Diakses di /nepjol.info/index.php/AJMS pada tanggal 26 Juli 2015.
Goldmith, Lowell A, et. al. 2012. Fitpatrick Dermatologi In General Medicine 8th Edition.USA :The Mcgraw Hill
Grodzkal, Ewa Trznadel, Marcin Błaszkowski1, Helena Rotsztejn. 2012. Investigations of seborrheic dermatitis. Part I. The role of selected cytokines in the pathogenesis of seborrheic dermatitis. Diakses di www.phmd.pl/fulltxt.php pada tanggal 26 Juli 2015.
Harahap M. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta : Hipokrates; 2000.Diakses di https://ml.scribd.com/doc/47725908/Eritroderma pada tanggal 25 Juli 2015.
Habif TP, Campbell JL, et al. 2006 "Seborrheic dermatitis." In: Dermatology DDxDeck.China. Diakses di www.aad.org pada tanggal 24 Agustus 2015.
Hulmani, Manjunath B. NandaKishore, M. Ramesh Bhat, D. Sukumar, Jacintha Martis, Ganesh Kamath, M. K. Srinath. 2014. Clinico etiological study of 30 erythroderma cases from tertiary center in South India. Diakses di http://www.idoj. pada tanggal 25 Juli 2015.
Imtikhananik. 1992. Dermatitis Exfoliativa. Cermin Dunia Kedokteran.Volume74.16-19. Diakses di https://ml.scribd.com pada tanggal 25 Juli 2015.
Kurniawan, Dedy. Wahyudhy, Harry Utama. 2007. Erupsi alergi obat. Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Mistry, Nisha. Ambika Gupta Afsaneh Alavi. Gary ibbald. 2015. A Review of the Diagnosis and Management of Erythroderma (Generalized Red Skin). Diakses di http://www.nursingcenter.com , Volume 28 Number 5 , p 228 - 236 pada tanggal 25 Juli 2015.
Narusm, Sigrid.Tone Westergren. Marianne Klemp. 2013. Corticosteroids and risk of gastrointestinal bleeding: a systematic review and meta-analysis. Diakses di http://bmjopen.bmj.com/ pada tanggal 26 Juli 2015.
Okada, Kayo. 2014. Refractory sebhorroic dermatitis of the head In a Patient With Malignan Lymphoma. Diakses diwww.ncbi.nlm.nih.gov/ pada tanggal 5 September 2015.
Penderita Eritroderma di Instalasi Rawat Inap Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya Tahun 2005–2007. Diakses di journal.unair.ac.id pada tanggal 25 Juli 2015.
Reddy. 2014. Cetirizine Hydrochloride. Diakses di www.medicines.org.uk/emc/medicine pada tanggal 5 September 2015.
Robert, Caroline. 2000. Inflamatory Skin Diseases, T Cell, And Immune Surveilance.Diakses diwww.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed pada tanggal 25 Juli 2015.
Schwartz,James R, et.al. 2013. A Comprehensive Pathophysiology of Dandruff and SeborrheicDermatitis – Towards a More Precise Definition of Scalp Health. Diakses diwww.medicaljournals.se/acta pada tanggal 5 September 2015.
Sehgal, Virendra N, Govind Srivastava , and Kabir Sardana. 2004. Erythroderma/exfoliative dermatitis: a synopsis. Diakses di www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/ pada tanggal 25 Juli 2015.
Shirazi Nadia , Rashmi Jindal2, Akanksha Jain2, Kanika Yadav, Sohaib Ahmad. 2015.Erythroderma: A clinico-etiological study of 58 cases in a tertiary hospital of North India. Diakses di http://www.nepjol.info/index.php/index pada tanggal 26 Juli 2015
Sofyan, Asrawati. Sitti Nur Rahmah, Asnawi Madjid. 2013.Erythroderma Caused Drug Allergies. Diakses dijournal.unhas.ac.id pada tanggal 25 Juli 2015.
Umar H, Sanusis. 2010. Erythroderma (generalized exfoliative dermatitis). Diakses di www. Emedicine.com pada tanggal 25 Juli 2015.
Wasitaatmadja SM. 2007. Anatomi kulit. Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin.. Jakarta : FKUI
DIAGNOSIS
HARI / TANGGAL
S
O
A
P
Selasa, 9 Juni 2015
Seluruh tubuh terasa gatal, panas, kemerahan, bersisik, kedua kaki dan tangan bengkak.
KU / KES : tampak sakit sedang / Komposmentis
Vital Sign:
TD :130/80 mmHg
HR :65 x/menit
Rr : 24 x/menit
t : 36 0 C
Status Dermaologis :
Lokasi :
Capitis, fasialis, coli anterior dan posterior, trunkus anterior dan posterior, ekstremitas superior dan ekstremitas inferior
Inspeksi UKK :
Makula patch eritema difus permukaan ditutupi skuama sedang berlapis, fisura dan likenifikasi.
Ekstremitas
Superior : edema +/+
Inferior : edema +/+
Eritroderma et causa Suspek Dermatitis Seboroik
Nonmedikamentosa
Diet tinggi protein (putih telur) 4 butir/hari
Medikamentosa
IVFD Ringer Laktat 20 tpm
Injeksi Methilprednisolon 125 mg 2x1 amp (tapp off)
Injeksi Cefotaxim 2x1 gr
Injeksi ranitidin 2x50 mg
Cetirizin 1x10mg
CTM 2x4mg
Transfusi albumin
Cream topikal
HARI / TANGGAL
S
O
A
P
Rabu, 10 Juni 2015
Gatal berkurang, sisik berkurang, sudah tidak panas, bengkak berkurang
KU / KES : tampak sakit sedang / Komposmentis
Vital Sign:
TD :110/80 mmHg
HR :84 x/menit
Rr : 20 x/menit
t : 36, 7 0 C
Status Dermatologis :
Lokasi :
Capitis, fasialis, coli anterior dan posterior, trunkus anterior dan posterior, ekstremitas superior dan ekstremitas inferior
Inspeksi UKK :
Makula patch eritema difus permukaan ditutupi skuama sedang berlapis, fisura dan likenifikasi.
Ekstremitas
Superior : edema +/+
Inferior : edema +/+
Eritroderma et causa Suspek Dermatitis Seboroik
Nonmedikamentosa
Diet tinggi protein (putih telur) 4butir/hari
Medikamentosa
IVFD Ringer Laktat 20 tpm
Injeksi Methilprednisolon 125 mg 2x1 amp (tapp off)
Injeksi Cefotaxim 2x1 gr
Injeksi ranitidin 2x50 mg
Cetirizin 1x10mg
CTM 2x4mg
Cream topikal
HARI / TANGGAL
S
O
A
P
Kamis, 11 Juni 2015
Gatal semakin berkurang, sisik tinggal sedikit
KU / KES: tampak sakit ringan / Komposmentis
Vital Sign:
TD :140/90 mmHg
HR :60 x/menit
Rr : 18 x/menit
t : 36, 7 0 C
Status Dermatologis :
Lokasi :
Capitis, fasialis, coli anterior dan posterior, trunkus anterior dan posterior, ekstremitas superior dan ekstremitas inferior
Inspeksi UKK :
Hiperpigmentasi ditutupi skuama halus, fisura dan likenifikasi.
Ekstremitas
Superior : edema -/-
Inferior : edema +/+
Eritroderma et causa Suspek Dermatitis Seboroik
Nonmedikamentosa
Diet tinggi protein (putih telur) 4 butir/hari
Medikamentosa
IVFD Ringer Laktat 20 tpm
Injeksi Methilprednisolon 125 mg 1x1 amp (pagi)
Injeksi Methilprednisolon 125 mg 1x1/2 amp (sore)
Injeksi Cefotaxim 2x1 gr
Injeksi ranitidin 2x50 mg
Cetirizin 1x10mg
CTM 2x4mg
Cream topikal
HARI / TANGGAL
S
O
A
P
Jumat, 12 Juni 2015
Tidak ada keluhan
KU / KES: tampak sakit ringan / komposmentis
Vital Sign:
TD :130/90 mmHg
HR :80 x/menit
Rr : 24 x/menit
t : 36 0 C
Status Deramtologis :
Lokasi :
Capitis, fasialis, coli anterior dan posterior, trunkus anterior dan posterior, ekstremitas superior dan ekstremitas inferior
Inspeksi UKK :
Makula hiperpigmentasi, fisura, likenifikasi.
Ekstremitas
Superior : edema -/-
Inferior : edema +/+
Assesment
Eritroderma et causa Suspek Dermatitis Seboroik
Nonmedikamentosa
(putih telur) 4 butir/hari
Medikamentosa
IVFD Ringer Laktat 20 tpm
Injeksi Methilprednisolon 125 mg 1x1 amp (pagi)
Injeksi Methilprednisolon 125 mg 1x1/2 amp (sore)
Injeksi Cefotaxim 2x1 gr
Injeksi ranitidin 2x1 amp
Cetirizin 1x1
CTM 2x1
Cream topikal
HARI / TANGGAL
S
O
A
P
Sabtu, 13 Juni 2015
Tidak ada keluhan
KU / KES : baik / komposmentis
Vital Sign:
TD :110/80 mmHg
HR :116 x/menit
Rr : 20 x/menit
t : 36, 5 0 C
Status Deramtologis :
Lokasi :
Capitis, fasialis, coli anterior dan posterior, trunkus anterior dan posterior, ekstremitas superior dan ekstremitas inferior
Inspeksi UKK :
Makula hiperpigmentasi. fisura, likenifikasi.
Ekstremitas
Superior : edema -/-
Inferior : edema -/-
Eritroderma et causa Suspek Dermatitis Seboroik
Nonmedikamentosa
Diet tinggi protein (putih telur) 4 butir/hari
Medikamentosa
IVFD Ringer Laktat 20 tpm
Injeksi Methilprednisolon 125 mg 1x1 amp (pagi)
Injeksi Cefotaxim 2x1 gr
Injeksi ranitidin 2x1 amp
Cetirizin 1x1
CTM 2x1
Cream topikal
Tidak diketahui penyebabnya
PERLUASAN PENYAKIT KULIT, SISTEMIK, KEGANASAN
Obat penyebab Eritroderma (Goldmith, et. al, 2012).
ETIOLOGI
alergi obat
perluasan penyakit kulit
penyakit sistemik termasuk keganasan
tidak diketahui penyebabnya
TINJAUAN PUSTAKA
Kemudian berkembang menjadi sindrom sezary. Sindrom sezary termasuk dalam cutaneus T cell limfoma.
Merupakan penyakit yang ditandai dengan eritema berwarna merah membara yang disertai skuama yang sangat gatal. Terdapat infiltrat pada kulit dan edema.
Dapat ditemukan splenomegali, limfadenopati superfisisal, alopesia, hiperpigmentasi, hiperkeratosis palmaris dan plantaris serta kuku yang dimosfik.
Pemeriksaan laboratorium leukositosis , eusionifilia, limfositosis. Terdapat limfosit atipik yang disebut sel sezary. Sel dengan inti 10-20 µ, homogen, lobular dan tak teratur. Selain dalam darah sel tersebut juga ada dalam kelenjar getah bening dan kulit. Disebut sindrom sezary jika sel sezary yang beredar 1000/mm3 (Djuanda, 2007).
LAPORAN KASUS PORTOFOLIO
ERITRODERMA ET CAUSA SUSPEK DERMATITIS SEBOROIK
Disusun Oleh :
dr. Elli Dwi Ermawati
Pembimbing : dr. Sinar Mehuli, Sp. KK
Pendamping : dr. Megawati
PROGRAM DOKTER INTERNSIP INDONESIA
BANGSAL KULIT
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BREBES
2015
Eritroderma
eritema difus dan skuama yang melibatkan lebih dari 90% permukaan tubuh (Goldmith, et. al, 2012).
PEMERIKSAAN PENUNJANG
DIAGNOSIS BANDING
ERITRODERMA et causa DERMATITIS SEBOROIK
DIAGNOSIS
PATOFISIOLOGI DERMATITIS SEBOROIK
GEJALA KLINIS
GEJALA KLINIS
GEJALA KLINIS
Click to edit Master title style
Click to edit Master text styles
Second level
Third level
Fourth level
Fifth level
8/23/16
#
8/23/16
#
Click to edit Master title style
Click to edit Master text styles
Second level
Third level
Fourth level
Fifth level
Click to edit Master text styles
8/23/16
#
Click to edit Master title style
Click to edit Master text styles
8/23/16
#
Click to edit Master title style
Click to edit Master text styles
Second level
Third level
Fourth level
Fifth level
8/23/16
#
Click to edit Master title style
Click to edit Master subtitle style
8/23/16
#
Click to edit Master title style
8/23/16
#
Click to edit Master title style
Click to edit Master text styles
Click to edit Master text styles
Second level
Third level
Fourth level
Fifth level
Click to edit Master text styles
Click to edit Master text styles
Second level
Third level
Fourth level
Fifth level
8/23/16
#
Click to edit Master title style
Click to edit Master text styles
Second level
Third level
Fourth level
Fifth level
Click to edit Master text styles
Second level
Third level
Fourth level
Fifth level
8/23/16
#
Click to edit Master title style
Click to edit Master text styles
8/23/16
#
Click to edit Master title style
Click to edit Master text styles
Second level
Third level
Fourth level
Fifth level
8/23/16
#
Click to edit Master title style
Click to edit Master text styles
Second level
Third level
Fourth level
Fifth level
8/23/16
#
TERIMAKASIH
PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
Quo ad cosmeticum : dubia ad bonam
PEMBAHASAN KASUS
NON MEDIKAMENTOSA
Edukasi tentang penyakit eritroderma, pencetus dan perjalanannya yang kronik, residif, dan pengobatannya.
Anjuran untuk tidak menggaruk atau mengelupas kulit.
Menghindari faktor pencetus.
Menjelaskan pasien agar teratur dalam mengkonsumsi obat dan pemakaian obat salep.
Menjelaskan prognosis penyakit.
Pemantauan efek samping obat.
Diet tinggi protein (putih telur =12,8 gram) .Kebutuhan protein 1 gram /kgbb per hari.
Kebutuhan protein = 53 x 1 gram = 53 gram/ hari setara dengan 4 butir telur/hari.
MEDIKAMENTOSA
IVFD Ringer Laktat 20 tpm
Injeksi Methilprednisolon 125 mg 2x1 amp (tapp off)
Injeksi Cefotaxim 2x1 gr
Injeksi ranitidin 2x50mg
Cetirizin 1x10mg
Clorpheniramin maleat 2x4mg
Transfusi albumin
Cream topikal (kortikosteroid, urea dan klobetasol)
RO THORAX
Tampak corakan bronchovascular normal, CTR < 0,52, kedua diafragma licin, tidak mendatar, kedua sinus costofrenicus lancip
DIAGNOSIS
Eritroderma et causa suspek dermatitis seboroik
Cream ini dapat berisi emolien atau pelembab dan steroid dengan potensi rendah. Bertujuan untuk menjaga kelembapan kulit dan mengurangi inflamasi yang terjadi (Earlia, 2009)
Cream Topikal ( urea dan klobetasol)
Kesimpulan
Eritroderma merupakan kelainan kulit berupa eritema difuse dan skuama yang melibatkan lebih dari 90% permukaan tubuh.
Etiologi eritroderma diantaranya alergi obat, perluasan penyakit kulit lainnya, akibat penyakit sitemik dan keganasan dan tidak diketahui penyebabnya.
Penegakan diagnosis eritroderma dapat dilakukan dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Penatalaksanaan eritroderma terdiri dari penatalaksanaan medikamentosa dan non medikamentosa.
Pasien Ny. D usia 63 tahun pada kasus ini didiagnosis eritroderma ec suspek dermatitis seboroik.
Saran
Saran untuk pasien dan keluarga
Menjaga higienitas diri
Menghindari faktor pencetus
Rutin minum obat sesuai anjuran
Rutin kontrol
Saran untuk rumah sakit
Perlunya penyediaan ruang khusus untuk penderita eritroderma dikarenakan penderita eritroderma rawan terjadi infeksi.
Perlunya penyediaan pemeriksaan penunjang yang lebih lengkap untuk menegakkan etiologi.
Ranitidin adalah suatu histamin antagonis reseptor H2 yang menghambat kerja histamin secara kompetitif pada reseptor H2 dan mengurangi sekresi asam lambung. Pemerian ranitidin diperlukan pada pasien yang mendapatkan terapi kortikosteroid. Hal ini dikarenakan salah satu efek kortikosteroid yaitu meningkatkan kejadian ulkus peptikum pada saluran penceranan (Narum, 2013).
Injeksi ranitidin
Antihistamin pada penderita eritroderma digunakan untuk mengurangi gejala pruritus (Umar, 2011). Cetirizine merupakan antihistmain generasi kedua, mempunyai efek sedasi yang lebih rendah. Bekerja sebagai antagonis reseptor H1 periferal pada fase awal dan menghambat perpindahaln sel radang atau inflamasi. Sedangkan clorpheniramin maleat (CTM) CTM merupakan antihistamin golongan pertama, mempunyai efek sedatif yang lebih tinggi dibanding generasi kedua. Cara kerja CTM sebagai antagonis reseptor H1. CTM akan menghambat efek histamin pada pembuluh darah, bronkus dan bermacam-macam otot polos, selain itu klorfeniramin maleat dapat merangsang maupun menghambat susunan saraf pusat (Reddy, 2014).
Cetirizin dan Clorpheniramin maleat
Transfusi albumin dan diet tinggi protein diperlukan karena penderita eritroderma disertai dengan hipoalbumin. Hal ini dikarenakan terlepasnya skuama mengakibatkan sel yang matur berada dalam epidermis yang relatif singkat yang mengakibatkan peningkatan kehilangan material epidermis bersama dengan hilangnya protein dan folat (Sehgal, 2011).
Transfusi albumin dan diet tinggi protein (4 butir telur/hari)
Pasien Ny. D usia 63 tahun ini didiagnosis eritroderma ec suspek dermatitis seboroik
Diagnosis anamnesis, pemeriksaan fisisk dan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium.
anamnesis pasien datang dengan keluhan gatal diseluruh tubuh yang disertai kulit kemerahan, pecah- pecah, bersisik mengelupas, kaki dan tangan bengkak. Hal ini sesua dengan yang disamapaikan Djuanda 2007 tentang gejala khas eritroderma yaitu merupakan kelainan kulit yang ditandai adanya eritema universalis (90-100%) dan disertai skuama.
Eritroderma yang diderita pasien ini, kemungkinan disebabkan oleh dermatitis seboroik. Hal ini dapat diketahui dari hasil anamnesis dimana pasien mengatakan pada mulanya timbul gatal dikepalanya yang makin lama makin menyebar keseluruh tubuh dan diikuti timbulnya sisik dan gejala lainya. Dari hasil anamnesis juga tidak ditemukan penyakit sistemik atau penyakit kulit lain yang mendasari.
Makula patch eritema difus permukaan ditutupi skuama sedang berlapis, fisura dan likenifikasi.
Capitis, fasialis, coli anterior dan posterior, trunkus anterior dan posterior, ekstremitas superior dan ekstremitas inferior.
pemeriksaan laboratorium didapatkan hipoalbuminemia dan anemia. Dengan kadar albumin 5,6 mg/dL dan hemoglobin 10,3 g/dL . (Sehgal, 2011) mengatakan bahwa terlepasnya skuama mengakibatkan sel yang matur berada dalam epidermis yang relatif singkat yang mengakibatkan peningkatan kehilangan material epidermis bersama dengan hilangnya protein dan folat.
Dermatitis seboroik merupakan penyakit inflamasi yang kronik dan kambuh- kambuhan yang ditandai dengan eritema dan skuama. Etiologi utama dari dermatitis seboroik ini adalah Malassezia sp. Tempat predileksi pada daerah tubuh yang banyak mengandung kelenjar sebasea seperti kulit kepala, alis, lipatan nasolabial, belakang telinga, cuping hidung, ketiak (Schwartz, 2013).Pada penelitian yang dilakukan oleh Grodzka pada tahun 2012, mendapatkan bahwa pada dermatitis seboroik terjadi peningkatkan imun respon terutama IFN γ dan IL-2. Imun respon ini lah yang diduga berkaitan dengan berkembangnya dermatitis seboroik menjadi eritroderma.
Perlunya pemberian cairan pada pasien eritroderma dikarenakan panderita eritroderma rawan terjadi dehidrasi. Penguapan cairan yang makin meningkat dapat menyebabkan dehidrasi. Bila suhu badan meningkat, kehilangan panas juga meningkat sehingga pengaturan suhu terganggu. Kehilangan panas menyebabkan hipermetabolisme kompensator dan peningkatan laju metabolisme basal (Earlia,2009)
IVFD Ringer Laktat
Eritroderma diduga merupakan proses sekunder dari interaksi kompleks antara molekul sitokin dan molekul adhesi seluler yaitu Interleukin (IL-1, IL-2, IL-8), molekul adhesi interselular 1 (ICAM-1), tumor necrosis faktor, dan interferon-γ yang merupakan sitokin yang berperan dalam timbulmya eritroderma yang menyebabkan peningkatan proliferasi epidermal dan produksi mediator inflamasi. Karena adanya inflamasi ini lah sehingga diperlukan terapi kortikosteroid.
Injeksi Methilprednisolon
Injeksi antibiotik pada pasien merupakan tindakan pencegahan komplikasi eritroderma berupa infeksi sekunder. Mengingat kulit berperan sebagai proteksi. Jika terdapat gangguan pada kulit, maka fungsi proteksi ini akan terganggu. Hal ini juga sesuai dengan yang disampaikan (Sehgal, 2011) dimana pada penderita eritroderma bisa terjadi komplikasi berupa infeksi sekunder.
Injeksi Cefotaxim
Makula patch eritema difus permukaan ditutupi skuama sedang berlapis, fisura dan likenifikasi
Pada eritroderma yang disebabkan oleh dermatitis seboroik, menurut penelitian yang dilakukan oleh Okada (2014) dilihat dari tanda yang muncul awal berupa skuama dengan eritema yang gatal terutama pada daerah yang mempunyai kelenjar sebasea. Eritema dan skuama ini makin lama makin menyebar keseluruh badan dan ekstremitas. Dari hasil pemeriksaan biopsi didapatkan dermatitis spongiotik dan parakeratosis
Anamnesis yang lengkap merupakan hal terpenting dalam diagnosis eritroderma. Seperti riwayat pemakaian obat atau medikasi lain. Pasien dengan penyakit kulit sebelumnya (psoriasis, dermatitis) dapat berkembang menjadi eritroderma.
Anamnesis
Pada pemeriksaan fisik awalnya menunjukan eritema yang general. Skuama timbul 2-6 hari setelah onset eritema. Dapat juga dijumpai pruritus yang menyebabkan ekskoriasi. (Umar, 2011).
PEMERIKSAAN FISIK
Laboratorium tidak spesifik pada eritroderma anemia, limfositosis, eosinopilia, peningkatan IgE, penurunan albumin serum, kenaikan laju endap darah dan peningkatan ureum kreatinin
Histologi tidak spesifik yang terdiri dari ortokeratosis( hiperkeratosis, parakeratosis), akantosis dan inflamatori infiltrat kronik perivaskular dengan atau tanpa eosinofil.
PERIKSAAN PENUNJANG
PSORIASIS
Penyakit yang penyebabnya autoimun, bersifat kronik dan residif, ditandai dengan adanya bercak- bercak eritema berbatas tegas dengan skuama yang kasar, berlapis-lapis dan transparan (Djuanda, 2007).
DERMATISTIS SEBOROIK
Penyakit inflamasi yang kronik dan kambuh- kambuhan yang ditandai dengan eritema dan skuama
Tempat predileksi pada daerah tubuh yang banyak mengandung kelenjar sebasea seperti kulit kepala, alis, lipatan nasolabial, belakang telinga, cuping hidung, ketiak (Schwartz, 2013).
KOMPLIKASI
Sepsis
Gagal jantung
Gagal ginjal
Limfadenopati
Alopesia
ETIOLOGI
alergi obat
perluasan penyakit kulit
penyakit sistemik termasuk keganasan
tidak diketahui penyebabnya
Antihistmamin
Antibiotik
Kortikosteroid
Cairan
TERAPI
(Goldmith et.al, 2012)
LABORATORIUM
Anemia, limfositosis, eosinopilia, peningkatan IgE, penurunan albumin serum kenaikan laju endap darah dan peningkatan ureum kreatinin
HISTOLOGI
Pemeriksaan histologi dari eritroderma sering menunjukan gambaran yang tidak spesifik yang terdiri dari ortokeratosis (hiperkeratosis, parakeratosis), akantosis dan inflamatori infiltrat kronik perivaskular
Kehilangan skuama dapat mencapai 9 gram/m² permukaan kulit atau lebih sehari sehingga menyebabkan kehilangan protein. Hipoproteinemia dengan berkurangnya albumin dan peningkatan relatif globulin merupakan kelainan khas. Edema sering terjadi, kemungkinan disebabkan oleh pergeseran cairan ke ruang ekstravaskuler. Eritroderma akut dan kronis dapat mengganggu mitosis rambut dan kuku yang menyebabkan kerontokan rambut dan kehilangan kuku. Pada eritroderma yang telah berlangsung berbulan-bulan dapat terjadi perburukan keadaan umum yang progresif (Harahap, 2000).
PATOFISIOLOGI ERITRODERMA
Normalnya kulit mempunyai sistem pertahanan imunologi. Sistem ini akan aktif jika terdapat stimulator berupa luka, bakteri, atau antigen di kenali oleh sel dentririk yang berperan sebagai antigen presenting sel mengaktifkan sel T pada limfe nodi menstimulasi pengeluaran sitokin proses inflamasi.
Proses imunologi ini merupakan sistem normal dalam respons terhadap antigen dan lingkungan, namun terjadinya abnormalitas fungsi sel T pada penyakit kulit, termasuk eritroderma masih belum diketahui sebabnya (Robert, 2000).
DERMATITIS SEBOROIK
Dermatitis seboroik merupakan penyakit inflamasi kronik dan kambuh- kambuhan yang ditandai dengan eritema dan skuama. Etiologi utama dari dermatitis seboroik ini adalah Malassezia sp. Tempat predileksi pada daerah tubuh yang banyak mengandung kelenjar sebasea seperti kulit kepala, alis, lipatan nasolabial, belakang telinga, cuping hidung, ketiak (Schwartz, 2013).
Kemudian berkembang menjadi sindrom sezary. Sindrom sezary termasuk dalam cutaneus T cell limfoma.
Merupakan penyakit yang ditandai dengan eritema berwarna merah membara yang disertai skuama yang sangat gatal. Terdapat infiltrat pada kulit dan edema.
Dapat ditemukan splenomegali, limfadenopati superfisisal, alopesia, hiperpigmentasi, hiperkeratosis palmaris dan plantaris serta kuku yang dimosfik.
Pemeriksaan laboratorium leukositosis , eusionifilia, limfositosis. Terdapat limfosit atipik yang disebut sel sezary. Sel dengan inti 10-20 µ, homogen, lobular dan tak teratur. Selain dalam darah sel tersebut juga ada dalam kelenjar getah bening dan kulit. Disebut sindrom sezary jika sel sezary yang beredar 1000/mm3 (Djuanda, 2007).
PATOFISIOLOGI ERITRODERMA
Secara umum patofisiologi eritroderma patofisiologi penyakit yang mendasarinya.
Namun belum sepenuhnya diketahui mekanisme bagaimana penyakit yang mendasari tersebut dapat berkembang menjadi eritroderma.
Pada berbagai penelitian yang telah dilakukan, ditemukan sel T helper
Penelitian terbaru interaksi kompleks antara molekul sitokin dan molekul adhesi seluler yaitu Interleukin (IL-1, IL-2, IL-8), molekul adhesi interselular 1 (ICAM-1), tumor necrosis faktor, dan interferon-γ peningkatan proliferasi epidermal.
Sitokin yang menginfiltrasi dermis dapat timbul dari berbagai penyakit yang mendasarinya. Sitokin ini diduga berperan dalam pelebaran pembuluh darah dan peningkatan epidermis turnover rate, peningkatan laju mitosis, sehingga sel matur hanya dalam waktu yang singkat berada dalam epidermis. Hal ini menyebabkan hilangnya material epidermis secara cepat bersama dengan hilangnya protein dan folat khusunya pada eritroderma karena psoriasis (Sehgal, 2004). (Sehgal, 2004).
Pada eritroderma terjadi peningkatan epidermal turnover rate, kecepatan mitosis dan jumlah sel kulit germinatif meningkat penggantian yang cepat ini beberapa zat tidak dapat dimetabolisme dan diserab secara normal pada stratum korneum, hilangnya sebagian besar material epidermis secara klinis ditandai dengan skuama dan pengelupasan yang hebat. Skuama muncul setelah eritema, biasanya setelah 2-6 hari (Sofyan, 2013).
ALERGI OBAT
Biasanya secara sistemik
Anamnesis yang teliti
Penyakit bervariasi dapat segera sampai 2 minggu
Bila ada obat lebih dari pada satu yang masuk kedalam badan yang disangka sebagai penyebabnya adalah obat yang paling sering menyebabkan alergi (Djuanda, 2007).
Sitokin pelebaran pembuluh darah aliran darah kekulit meningkat eritema universal dan kehilangan panas bertambah dingin dan menggigil. Eritema umumnya terjadi pada area genitalia, ekstrimitas, atau kepala. Meluas sehingga dalam beberapa hari atau minggu seluruh permukaan kulit "red man syndrome" (Mystri et.al, 2015)
Thoraks
Pulmo :
Inspeksi : Hemithorax dextra sama dengan sinistra
Palpasi : vokal fremitus dekstra sama dengan sinistra
Perkusi : sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : SD Vesikuler, Wheezing (-/-), Ronkhi( -/-)
Cor :
Inspeksi : Ictus cordis di SIC IV 2 jari lateral LMCS
Palpasi : Iktus cordis teraba, kuat angkat (-)
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : BJ I dan II normal, regular, bising (-)
Abdomen
Inspeksi : cembung, tidak terdapat jejas
Auskultasi : bising usus normal
Perkusi : timpani
Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan
Status Generalis
Kepala
Simetris, mesochepal, rambut berwarna putih, distribusi tidak merata. Pada kulit kepala tampak patch eritema difus permukaan ditutupi skuama sedang berlapis.
Wajah
Tampak simetris. Pada kulit wajah tampak patch eritema difus permukaan ditutupi skuama sedang berlapis.
Mata
Pupil bulat isokor diameter 3mm/3mm, terdapat reflek cahaya pada kedua mata, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik.
Hidung
Pada pemeriksaan hidung tidak tampak discharge, tidak ada nafas cuping hidung, septum tidak deviasi
Mulut
Bibir tampak simetris, tidak sianosis, lidah tidak kotor, faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1
Telinga
Telinga tampak simetris dan tidak tampak discharge.
Leher
Tidak terdapat pembesaran limfonodi servikal.
STATUS DERMATOLOGI
Lokasi : Capitis, fasialis, coli anterior dan posterior, trunkus anterior dan posterior, ekstremitas superior dan ekstremitas inferior
Inspeksi : Makula patch eritema difus permukaan ditutupi skuama sedang berlapis, fisura dan likenifikasi.
Palpasi : Hangat.
Makula patch eritema difus permukaan ditutupi skuama sedang berlapis
Makula patch eritema difus permukaan ditutupi skuama sedang berlapis
Tampak sakit sedang
Composmentis (E4M6V5)
KU KES
Tekanan Darah : 130/80
HR : 65x/menit, isi dan tegangan cukup
RR : 24 x/menit
Suhu : 36 oC axillar
TANDA VITAL
BB : 53 kg
TB : 145 cm
ANTOPOMETRI
IDENTITAS PASIEN
Nama penderita : Ny. D
Umur : 63 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Wanasari RT 2 RW 1, Brebes
Pekerjaan : Buruh tani
Suku : Jawa
Agama : Islam
Tanggal datang ke RS : 8 Juni 2015
No. CM : 024757
PERMASALAHAN
Bercak merah hampir diseluruh tubuh.
Keluhan Utama
Seluruh tubuh terasa panas, kulit gatal, pecah- pecah, bersisik mengelupas terasa perih, kaki dan tangan terasa kaku dan bengkak.
Keluhan Tambahan
Riwayat sakit yang sama disangkal.
Riwayat penyakit kulit sebelumnya disangkal.
Riwayat alergi makanan dan obat disangkal
Riwayat minum obat tertentu disangkal
Riwayat penyakit hipertensi, diabetes, TB, gamgguam ginjal disangkal.
RPD
Riwayat keluhan serupa disangkal
Riwayat alergi disangkal
Riwyat hipertensi, diabetes disangkal
RPK
Pasien mendapatkan obat dari dokter umum. Namun pasien tidak mengetahui obat yang didapat.
RIWAYAT PENGOBATAN
eritema difus dan skuama yang melibatkan lebih dari 90% permukaan tubuh (Goldmith, et. al, 2012).
Eritroderma
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien datang ke IGD RSUD Brebes dengan surat rujukan dari dokter spesialis kulit pada tanggal 8 Juni 2015 pukul 17.00. Pasien mengeluhkan bercak kemerahan diseluruh tubuhnya.
Awalnya dua bulan yang lalu muncul bercak kemerahan dikepala. Bercak tersebut, makin lama semakin menyebar keseluruh tubuh. Bercak merah tersebut kemudian terasa panas dan gatal. Semakin lama, bercak kemerahan, panas dan gatal dirasa semakin bertambah sampai megganggu aktivitas sehari- hari pasien. Keluhan dirasakan terus menerus sepanjang hari, bertambah merah, panas dan bertambah gatal jika pasien beraktifitas dan berkeringat. Pasien juga sering menggaruk- nggaruk badanya. Selain itu, pasien juga mengeluh seluruh tubuh pecah- pecah, bersisik mengelupas terasa perih, kaki dan tangan terasa kaku dan bengkak. Kadang pasien juga menggigil
Untuk mengurangi keluhanya, selama dua bulan ini pasien mengunjungi dokter umum setiap dua minggu sekali. Dari dokter umum tersebut, pasien mendapatkan obat. Obat tersebut dapat mengurangi keluhanya. Kemerahan, gatal, panas dapat berkurang. Sisik dibadanya juga berkurang. Namun kembali kambuh saat obat habis. Pasien tidak mengetahui jenis obat yang diberikan oleh dokter tersebut.
Karena dirasa keluhanya kambuh- kambuhan dan tidak kunjung sembuh, maka pasien mengunjungi dokter kulit dan dirujuk ke RSUD brebes.