KAJIAN ATAS ENSIKLOPEDI AL-QUR’AN (Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-Konsep Kunci Karya Dawam Rahardjo)
Makalah ini dibuat dibuat untuk memenuhi memenuhi tugas Mata Kuliah Studi Studi Tafsir dan Tokoh-Tokohny Tokoh-Tokohnya a yang diampu oleh oleh bapak Prof.Dr. Prof.Dr. Mohammad Mohammad Hirzin, M.A.
Penulis: Mohamad Sobirin
PROGRAM PASKA SARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA 2013 1
KAJIAN ATAS ENSIKLOPEDI AL-QUR’AN (Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-Konsep Kunci Karya Dawam Rahardjo)
I. Pendahuluan
Maraknya tafsir tematik (tafsir maudlu’i) di Indonesia tidak dapat kita lepaskan dari prakarsa Quraish Shihab yang telah mengenalkan metodologi tafsir maudlu’i dalam konteks Indonesia modern. 1 Demikian pula kajian al-Qur’an ditengah masyarakat Indonesia semakin diminati sejak adanya tulisan-tulisan Quraish Syihab ini, itulah sebabnya Howard M. Federspiel menilai buku ini (di dalamnya memuat isu-isu audien kontemporer, seperti Islam, gizi dan kesehatan umum dan Islam, penduduk dan lingkungan) sebagai karya yang ditulis pengarangnya untuk dapat digunakan kalangan awam sekalipun sebenarnya ia ditujukan kepada pembaca yang cukup terpelajar. 2 Melalui tafsir tematik ini pula lah masyarakat Islam dengan mudah memahami konsep al-Qur’an secara utuh tentang persoalan-persoalan kotemporer yang dihadapinya. Demikian pentingnya kajian tematik al-Quran sekaligus banyak diminati pembaca dari pada modelmodel pengkajian al-Quran yang analitik (tahlil) yang cenderung melelahkan sekaligus “menjemukan”, menjadikan studi tematik al-Qur’an ini “boleh dinyatakan” sebagai tren kajian tafsir di Indonesia sejak akhir abad 20. Melihat sejarah kajian al-Quran di Indonesia, studi tematik al-Quran masa Quraish shihab ini bukanlah yang paling awal, setidak-tidaknya kajian surat tertentu seperti surat alFatihah, atau surat Yasin telah banyak dilakukan oleh penulis–penulis Indonesia sebelumnya, seperti samudra al-Fatihah karya Empu Wesi Geni, Risalah al-Fatihah karya A. Hassan, Kandungan al-Fatihah karya Bahrun Rangkuti, Surat al-Fatihah karya Mukhtar Yahya, Samudera al-Fatihah karya Bey Arifin, Tafsir Surah al-Fatihah karya Mahmud Yunus, dan Memahami Surah Yasin karya Radiks Purba serta kajiaan tematik surat lainnya. Bahkan kajian tematik berdasasarkan persoalan tertentu juga telah ada sebelumnya, seperti Jagad Raya menurut al-Qur’an karya Hazairin, dan masih banyak lainnya. Salah satu kajian tafsir tematik yang menyemarakan hazanah studi Islam di Indonesia ini adalah buku Mohammad Dawam Rahardjo yang berjudul Ensiklopedi al-Qur’an: Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-konsep Kunci. Untuk mengetahui lebih jauh muatan tafsir di 1
Lihat Quraish Syihab, Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu didalam Masyarakat (Mizan,
Bandung, 1994) 2
Howard M.Federspiel, Kajian Al-Qur’an di Indonesia dari Mahmud Yunus hingga Quraish Syihab, terj. Tajul
Arifin (Mizan: Bandung, 1996), hlm. 295-297.
2
dalamnya, sekaligus menilai buku ini baik terikat kualitas ataupun kelayakannuya disebut sebagai Tafsir al-Qur’an, berikut ini akan dibahas karya ini, mulai dari biografi singkat penulis, sekilas tentang buku Ensiklopedi al-Qur’an, dan diakhiri beberapa analisis penilaian terhadap buku ini. II. Kajian atas Ensiklopedi Al-Qur’an a. Riwayat Hidup Mohammad Dawam Rahardjo3
Mohammad Dawam Rahardjo lahir di kampung Buluwarti, Solo, tanggal 20 April 1942. Anak sulung dari delapan bersaudara ini merupakan putra pasangan Juweni (dari desa Tempusari, Klaten) dan Mutmainah (seorang guru Sekolah Rakyat di Ambarawa yang berasal dari desa Baluwarti, Solo, ia juga sebagai “putri Solo”). Juweni yang alumni Mambaul ‘Ulum serta santri “Jamsaren” ini setelah menikah berganti nama (sebagaimana adat Jawa) dengan Muhammad Zuhdi Rahardjo. Ayahnya tersebut sehari-hari bekerja segabai pengusaha batik dan tenunan setelah beralih dari profesi sebelumnya yaitu guru di sekolah Muhammadiyah. Sejak kecil Dawam paling gemar mebaca, sehingga ayahnya (sekalipun menginginkan anaknya menjadi pengusaha seperti dirinya) tak segan-sega memberinya uang yang banyak untuk kepentingan membeli buku, dan atas dukungan orang tuanya ini pula Dawam bercitacita menjadi seorag ekonom yang nota bene sangat dekat dengan kehidupan keluarganya tersebut. Karier pendidikan Dawam menuju cita-cita besarnya diawali dari Bustanul Athfal Muhammadiyah di Kauman, kemudian melanjutkan ke Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah di samping sekolah umum Al-Rabitha al-Alawiyah dikelas satu, kemudian masuk di Sekolah Rakyat Loj Wetan (langsung di kelas 2), sementara sore harinya (sejak kelas 3) di Madrasah Diniyah “Al-Islam” hingga tamat (lulus 1954). Setelah lulus masuk di SMP 1, yang dibarengi pendidikan agama hingga tingkat Tsanawiyah (lulus 1957). Dawam kecil juga dikenal sebagai seorang penggemar sastra, bahkan sewaktu di SMA sering dijuluki teman-temannya sebagai “penyair muda”. Namun kegemarannya dalam bidang sastra ini tidak ia dalami dan beralih kebidang ekonomi, khususnya setamat dari SMA ia memilih Fakultas Ekonomi di UGM Yogyakarta (lulus 1969).
3
Tulisan biografi Dawam Rahardjo yang penulis tampilkan di makalah ini adalah ringkasan dari beberapa
tulisan berikut ini, M. Dawam Rahardjo, Keadilan Sosial dalam Perekonomian Madani,
(Pidato
Penganugerahan Doctor Honoris Causa Bidang Ekonomi Islam IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 17 Juni 2000 (Mizan: Bandung, 2000), hlm. 77; lihat juga Tim Majalah Tempo, Apa dan Siapa Sejumlah orang Indonesia 1985-1986 versi majalah berita mingguan Tempo, (Jakarta: Grafiti, 1986), lihat juga Team, Ensiklopedi Nasional Indonesia, (Jakarta: PT.Cipta Adi Pusaka 1990, jilid 14).
3
Sejak kuliah di UGM, Dawam aktif di HMI bersama-sama Ahmad Wahib dan Djohan Efendi (khususnya bidang perkaderan, training-training) yang menghantarkannya gemar membaca buku-buku politik dan agama. Selain itu, ia juga aktif dalam penulisan artikel, seperti pada Koran Mercusuar Yogyakarta. Aktifitas lainnya yang bersinggungan dengan politik dan ilmiah keagamaan ini adalah bergabungnya Dawam dalam kelompok diskusi Limited Group yang dipimpin Mukti Ali dengan beberapa anggota tetap diantaranya Ahmad Wahib dan Dawam. Karier Dawam setamat dari UGM (1969) diawali dengan keikutsertaan dia bekerja di Bank of America (BoA) Jakarta, namun hanya berlangsung 2 tahun, dengan beberapa alasan diantaranya tidak bisa aktif dalam pergerakan yang saat itu ia juga menjadi redaktur Mimbar Demokrasi dank Koran mingguan Forum, ia sempat menyatakan bahwa bekerja disitu hanya membuat oran menjadi banker, sementara ia ingin menjadi ekonom sesungguhnya. Alasan lainnya adalah keinginan Dawam untuk bekerja disuatu lembaga riset, dan ia-pun bergabung di LP3ES (Lembaga Peneliti, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial) yang saat dipimpin Nano Anwar Makrim. Karier Dawam di LP3ES menanjak mulai 1971-1972 sebagai staf peneliti, 1972-1974 sebagai Kepala Bagian Penelitian, tahun 1974-1976 sebagai Koordinator Bagian Penelitian dan Pengembangan, tahun 1976-1978 sebagai Wakil Direktur dan dari tahun 1980-1986 menjadi Direktur lembaga ini. Selama menjadi Direktur LP3ES Dawam banyak melakukan kerjasama dengan LSM Internasional, kemudian ia juga memprakarsai berdirinya INGI( Inter Non-Governmental Forum for Indonesia) yang berganti nama menjadi INFID ( Inter Non-Governmental Forum for Development ), ia juga memprakarsai berdirinya SEAFDA (South East Asia Forum for Development Alternatif ). Dawam juga banyak memberikan motifasi berdirinya LSM-LSM, diantara LSM yang diprakarsainya LSIS (Lembaga Studi Ilmu-ilmu Sosial). Dawam yang tercatat sebagai pengerak berdirinya ICMI ini memilih dua orang putri putra yaitu Aliva dan Jauhari
dari seorang istri yang bernama Sumarni. Saat ini selain
menjabat sebagai Rektor UNISMA (Universitas Islam ‘45) di Bekasi juga menjabat sebagai Direktur Pascasarjana di UMM (Universitas Muhammadiyah Malang) sejak tahun 1996. Disamping itu, ia juga menjabat Presiden Director CIDES Persada Consultant (CPC) yang bergerak dibidang konsultan pembangunan, menjadi Direktur III-T ( Internasional Institut of Islamic Thought ) Indonesia, yaitu menangani misi Islamisasi ilmu pengetahuan dan kebudayaan, serta menjadi President of The Board of Directors IFIS ( Internasional Forum of Islamic student ). 4
Dawam Rahardjo sebagai seorang peneliti banyak menghasilkan beberapa tulisan buku, seperti: Esai-esai Ekonomi Islam, Transformasi pertanian, Industrialisasi, Kesempatan Kerja, dll. Tulisan dalam bidang sosial ekonomi khususnya banyak dimuat dalam majalah Prisma, seperti pada no 3, th. X, 1981 Pembangunan dan Kekerasan Struktural: Agenda Riset Perdamaian), dan beberapa lainnya. b. Gambaran Umum Ensiklopedi Al-Qur’an
Ensiklopedi Al-Qur’an4 diterbitkan Yayasan Paramadina untuk cetakan pertama pada tahun 1996, buku ini memiliki tebal 77 halaman lebih, dengan rincian: Bagian depan: Berisi daftar isi dan pengantar penulis serta sambutan Nucholis Madjid (Direktur Paramadina). Bagian Isi: terdiri dari 3 point, antara lain: 1) Pendahuluan: Metodologi tafsir dan akses terhadap al-Qur’an, 2) Tema, yaitu: Pertama, Dimensi Spiritual Keagamaan meliputi tema-tema: Fitrah, Hanif, Ibrahim, Din, Islam, Taqwa, ‘Abd, ‘Amal, Rahman, Ruh, Nafsu,syaitan. Kedua, Dimensi Sosisal-Keagamaan meliputi tema-tema: Nabi, Madina, Khalifah, ‘Adl, Zhalim, Fasik , Syura, Ulu al-Amri, Ummah, Jihad, ‘Ilm, Ulu al-Albad, Rizq, Riba, Amar Ma’ruf Nahi Munkar. 3) Penutup yang mengangkat beberapa ulasan antara lain: tentang visi social al-Qur’an dan fungsi ulama, Memahami al-Qur’an dalam konteks sejarah, al-Qur’an dan rangsangan berfikir historis, al-Fatihah surat yang menjelaskan alQur’an, Misi Nabi Muhammad Membangun Masyarakat Baru, Taqwa: Pembentuk masyarakat Egalitarian dan Membangun masyarakat berdasrkan tata nilai Rabbaniyah. Bagian akhir: Berisi daftar pustaka disertai indeks. Dalam
pengantar
ensiklopedinya,
Dawam
mengemukakan
alasan
pokok
keberaniannya (notabene buka seorang mufassir) melakukan suatu penafsiran (atau menurut Quraish yang dikutip oleh Dawam sendiri, lebih tepat disebut sebagai sebuah “pemahaman terhadap al-Qur’an dari sarjana ilmu-ilmu sosial”) yaitu berdasrkan pemahaman nash alQur’an sendiri dalam QS al-Baqarah 2:185. 5 Berangkat dari ayat ini Dawam menitik beratkan pada fungsi al-Qur’an sebagai hudan lin-Nas (seluruh manusia) yang menurutnya setiyap manusia memiliki potensi untuk
4
M.Dawam Rahardjo, Ensiklopedi Al-Qur’an: Tafsir Sosial berdasarkan Konsep-Konsep Kunci (Jakarta:
Paramadina, 1996). 5
Ibid , lihat lebih detailnya pada halaman xvii-xix. Intinya bahwa al-Qur’an sebagai hudan, bayan terhadap
hudan, dan sebagai furqon.
5
mendapatkan petunjuk tersebut. Atas dasar inilah Dawam mengemukakan secara rinci “alasan” keberaniannya menulis buku ini: 1. Kalaupun memahami al-Qur’an yang berbahasa Arab itu membutuhkan penguasaan bahasa guna menyingkap simbol-simbol yang dikandungnya, menurutnya bahasa saja tidak cukup, apalagi menurutnya bahasa al-Qur’an itu tidak sulit karena alQur’an sendiri dikomunikasikan dengan bahasa yang terang dan mudah dipahami. 2. Untuk mengetahui isi al-Qur’an, setiap orang harus mengkaji, apalagi salah satu keistimewaan al-Qur’an karena ayat-ayatnya dapat dipahami oleh manusia pada berbagai tingkatan. 3. Di pihak lain untuk mampu membaca sekaligus memahami al-Qur’an bagi mereka yang tidak menguasai bahasa Arab dapat dilakukan melalui terjemahan. 4. Modal lain yang bersifat personal adalah pengetahuan agama dan bahasa Arab yang ia pelajari saat di Madrasah Diniyah dan secara otodidak, sekalipun basic ini tidak membuatnya menyatakan diri sebagai orang yang memenuhi persyaratan mufassir, ia hanya ingin mengatakan “cukup akrab dengan al-Qur’an” dan karena itu pula ia cenderung pada istilah Quraish sebagai bentuk pemahaman. Dari alasan inilah, didukung dengan do’a untuk memohon petunjuk Allah SWT. Sebelum melakukan penulisan, Dawam Rahardjo bekerja keras menyusun Ensiklopedi alqur’an yang kita bahas ini dengan menggunakan kaedah ilmiah yang ia miliki(sosialekonomi).6. Pada muqaddimah Ensiklopedi, 7 Dawam mengemukakan metodologi tafsir al-Qur’an dan akses terhadap al-Qur’an. Secara global dapat diuraikan sebagai beriukut: Dawam menilai bahwa asal-usul serta masa depan kaum muslimin ada dalam al-Qur’an, maka umat harus memahami al-Qur’an dan mengamalkannya sesuai konteks zamannya karena inti alQur’an cocok dengan segala zaman dan tempat. Upaya memahami secara kontekstual telah dilakukan ulama terdahulu yang menghasilkan tafsir-tafsir besar seperti al-Manar dan sebagainya yang pada umumnya menafsirkan al-Qur’an secara keseluruhan. Pada zaman modern ini terdapat trend yang kontekstual dengan zamannya yaitu tidak menafsirkan seluruh ayat, melainkan surat-surat tertentu bahkan ayat-ayat tertentu yang dikemudian hari melahirkan model maudlu’i
6
Ibid, hlm. xx.
7
Ibid, hlm. 1-2.
6
(mengambil tema tertentu didukung oleh ayat-ayat tertentu). Menurut Dawam model Maudlu’i ini dipengaruhi konsep ilmu-ilmu social dan perkembangan modernisasi.8 Seiring dengan trend baru dalam penafsiran al-Qur’an, perlu kiranya al-Qur’an yang diorientasikan pada pemberdayaan nilai-nilai al-Qur’an dalam konteks ke-Indonesiaan. Dawam melihat tafsir-tafsir yang kasik sudah tidak tepat lagi untuk saat ini, yang tepat utuk zaman sekarang seperti The Holy al-Qur’an karya Maulana Muhammad Ali, The Massage of The Qur’an karya Muhammad Asad, Tafsir al-Bayan karya Hasbi ash-Shiddiqi (model tafsir yang hanya memberikan catatan kaki pada ayat tertentu). 9 Sistem penyusunan Ensiklopedi al-Qur’an khususnya pada masing-masing tema didalamnya, secara konsisten diuraikan Dawam dalam 4 point pokok: 1) Pengantar, dengan mengemukakan penggunaan istilah tema yang diangkat atau wacana tema tersebut dalam masyarakat (ada yang diberikan judul ada yang tidak), 2) Tema tersebut dalam al-Qur’an seperti Din, Islam dalam al-Qur’an dan seterusnya, 3) Dimensi-dimensi yang terkait dengan ayat-ayat yang telah dihimpun pada bagian kedua dengan tema-tema yang beragam seperti pada tema Ibrahim terdapat 4 dimensi yang ditawarkan antara lain: Ibrahim manusia pilihan, Riwayat Ibrahim, Do’a masa depan Ibrahim, Tauhid dasar kerukunan. 4) Munasabah tema dengan tema berikutnya seperti pada tema Fitrah menuju tema berikutnya Hanif diberikan poin munasabah dengan judul Dari Fitrah ke Hanif. Begitu juga seperti Dari Ibrahim ke Din, dan Dari ‘Adl ke Dzalim, dan seterusnya. Metode yang digunakan Dawam dalam tafsir ini adalah menampilkan tema tertentu kemudian melihatnya dari wacana umum dan bahasa, baru kemudian merujuk kepada alQur’an untuk mengetahui sejauh mana al-Qur’an menggunakan istilah pada tema tersebut, baik secara kuantitas maupun kualitas, baru kemudian ia menganalisis beberapa persoalan terkait dengan tema. Dan untuk membantu analisisnya Dawam menggunakan beberapa rujukan dengan sistem silang.
8
Ibid, hlm. 3-7. Lebih lanjut ada tiga model tafsir maudlu’u, antara lain 1. Berangkat dari konsep-konsep ilmu
sosial sepert demokrasi, rakyat, dan sebagainya, 2. Tumbuh dari istilah dalam Al-Qur’an itu sendiri seperti taqwa, Ihsan, Iman dan sebagainya, 3. Muncul dari ilmu-ilmu keislaman tradisional seperti syari’ah, aqidah, tasawwuf dan lain sebagainya. 9
Ibid, hlm. 8-22,33.
7
c. Komentar Pakar Terhadap Dawam dan Ensiklopedinya
Howard M Federspiel mencatat Dawam sabegai slah seorang intelektual muslim pada masa Pembangunan Nasional yang mendorongmemperoleh pemahaman yang lebih jelas mengenai kewajiban dan peranan umat Islam di Indonesia. 10 Secara khusus terkait karya Dawam, Nurcholis Madjid dalam memberikan sambutan buku dan menyampaikan apresiasi yang cukup baik sebagai bentuk pemahaman ajaaran Islam khususnya al-Qur’an yang kreatifitasnya dibentuk oleh lingkungan budaya Indonesia. 11 Michael Finer menempatkan karya Dawam Rahardjo sebagai tafsir kontemporer disamping tafsir Hamka, HB Yasin, Quraish Shihab, dan Jalaluddin Rahmat yang sebagiannya mengadopsi dari literatur-literatur klasik, sebagian lagi mengadopsi dari literature modern (Abduh dan S.Quthb), ada juga yang menempuh model tematik neomodernisme (Fazlurrahman). Bagi Feener, karya Dawam ini merupakan bentuk social vision of the Qur’an yang dilakukan oleh tokoh yang memiliki social science background (ekonomi) sekaligus pendekatan baru terhadap Al-Qur’an. Feener juga melihat bahwa tematema yang diangkat oleh Dawam seperti syukur, ikhlas, ummah secara faktual umumnya muslim Indonesia menggunakan tema yang sama dalam diskursus sosial keagamaan. 12 Komaruddin Hidayat melakukan studi banding beberapa studi tematik al-Qur’an. Ia menilai karya tematik Dawam ini diangkat dari model tematik Fazlurrahman yang mengangkat tema pembahasannya dari pesan dasar al-Qur’an dalam perspektif metafisisantologis serta etis-teologis. Pengambilan tema yang dilakukan Dawam seperti taqwa, amanah, Islam, ‘adl dan sebagainya dengan suatu asumsi bahwa istilah-istilah tersebut padat makna dan multidimensional. 13 d. Analisis terhadap Model Pemahaman Dawam dalam Ensiklopedi Al-Qur’an
Penulis menilai bahwa karya Dawam ini merupakan edisi edit dari tulisan-tulisannya di Journal Ulumul Qur’an, sekalipun urutan tematiknya tidak urut sebagaimana urutan terbit pada jurnal tersebut, melainkan sistematika yang dibuat sedemikian rupa dengan mengkategorikan pada dua dimensi yaitu spiritual-keagamaan dan social-keagamaan., dengan tata urutan yang ia ijtihadi sebagai tema berkait antara tema satu dengan tema berikutnya, 10
Howard M.Federspiel, Kajian Al-Qur’an ..., Op. Cit., hlm. 61.
11
M. Dawam Rahardjo, Ensiklopedi ...., hlm. xxvii.
12
Michael Feener, “Notes towards the history of qur’anic exegesis in southest Asia ”, Studia Islamika, vol. 5 ,
no.3, 1998, hlm. 48,51,66,76. 13
Komarudin Hidayat, Memahami Bahasa Agama, sebuah Kajian Hermeneutik (Jakarta: Paramadina, 1996),
hlm. 197,199,200.
8
sekalipun penulis pada akhir analisis mengemukakan bahwa pertalian tema satu dengan tema lainnya tidak tergambar secara jelas. Dalam rangka memahami karakter “tuangan pemikiran” Dawam dalam memahami tema-tema kunci di dalam al-Qur’an, penulis ingin menampilkan sebuah contoh tema yang ditampilkan Dawam sebagai dasar penilaian yang didukung oleh gambaran global pada tema lainnya, yaitu tema ‘Adl.14 Setiap kali mengawali
penjelasan tema tertentu dalam al-Qur’an, Dawam
menyampaikan beberapa ulasan tentang istilah yang dijadikan tema tersebut degan istilah yang sering digunakan masyarakat Indonesia.
Seperti tema ‘adl yang tertuang dalam
Pancasila sila kelima, kemudian pada tema Fitrah, istilah ini begitu akrab dengan orang Indonesia sebagai nama orang (Fithri, Fithriyah), kemudian tema ‘abd juga telah menjadi kosakata Indonesia nebjadi Abdi, sekalipun telah mengalami perubahan arti sperti dalam bahasa Sunda yang memaknainya dengan “saya”, sementara makna aslinya adalah “hamba”. Begitu juga seperti kata nafs, yang berkonotasi pada nafsu yang negatif ketika pada kontek bahasa Indonesia.15 Dalam aspek inilah tampak sekali Dawam mengangkat wacana tema dalam konteks social khususnya masyarakat Indonesia dan memiliki akar bahasa dari al-Qur’an. 16 Lebih lanjut Dawam mengembalikan akar bahasa dari tema-tema tersebut kepada beberapa kamus atau tafsir.17 Contoh langkah awal Dawam pada aspek pertama dalam tema ‘Adl ini sebagai berikut: Pertama, mengemukakan wacana ‘adl dalam social-historis. Dalam konteks Indonesia, term ini lebih banyak dirasakan daripada difahami secara rasional, dimana rakyat banyak menuntut keadilan karena merasakan ketidakadilan. Kedua: Mengangkat tema ‘adl dengan mengembalikan kepada akar kata ‘adl dalam al-Qur’an, Dawam menyatakan bahwa adil dalam budaya Indonesia ini berasal dari ajaran Islam yaitu serapan dari bahasa Arab, ‘adl . Pada aspek kedua, Dawam melakukan penelusuran tema tersebut dalam al-Qur’an, seperti tema ‘adl menurutnya sebagai kata benda disebut dalam al-Qur’an sebanyak 14 kali, 14
M. Dawam Rahardjo, Ensiklopedi ..., op.cit., hlm. 366-390.
15
Ibid., hlm. 39, 170, 247, 367.
16
Dalam tema ‘adl, Dawam menyatakan bahwa istilah adil bagi orang Indonesia itu bersal dari bahasa Al-
Qur’an. Hal ini sebagai antitesa atas ilmuan yang menyatakan adil berasal dari sosialisme, dan dari kolumnis yang menganggap adil tidak dikenal orang Jawa karena pengaruh kasta pada bahasa. 17
Ibid., hlm.62.
9
sementara padaan kata lainnya qisth disebut 15 kali.Sementara derivasi dari kata ‘adl yaitu ‘a-d-l diulang sebanyak 28 kali dalam al-Qur’an, sedangkan derivasi dari kata qisth yaitu q-sth disebut 25 kali tanpa menyebut secara rinci. Namun dalam tema yang lain terkadang disebutkan bentuk-bentuk kata dari derivasi tema tersebut, seperti pada tema ‘abd . Dipihak lain Dawam terkadang memberikan pemaknaan masing-masing kata bentukan dari derivasi tema tersebut, sebagaimana pad tema ruh yang memiliki padanan raha (keberangkatan, sedang pergi, sedang meninggalkan) , rih (angin, kekuatan, aroma) , rahyan (kesenangan) dan Ruh (semangat dan daya hidup).18 Contoh secara rinci penelusuran tema ‘adl di atas, antara lain melalui tahapan berikut ini. Pertama: Melacak term yang senada di dalam al-Qur’an. Kedua: Mengemukakan ritme pemakaian kedua term (‘adl wa qisth) dalam al-Qur’an. Ketiga: Menyertakan contoh penerapan kedua term tersebut dalam al-Qur’an, seperti Qul amara robby bil qisth (Al-A’raf, 28-29). Keempat: Menerangkan arti ayat serta mengambil pemahaman term dalam ayat tersebut. Kelima: Memberikan komentar. Menurut penilaian penulis, sekalipun uraian-uraian diatas tidak seluruhnya disertai penjelasan riel tentang muatan konteks masing kata dalam ayat kecuali beberapa tema tertentu, namun setidaknya uraian tersebut mewakili gambaran makna yang dikandung tema, seperti tema ‘adl yang menurutnya memiliki muradif dengan al-qisth, dimana masing-masing term dijelaskan pada penerapan ayat, namun demikian tampaknya pada akhir pembahasan tersebut belum ada kesimpulan yang jelas perbedaan antara ‘adl dengan qisth,
kecuali
persamaan makna keadilan secara umum.19 Tentang tema-tema domensoinal pada sapek ketiga, tampaknya Dawam ingin menampilkan aspek yang substansial dan perlu diperbincangkan dalam tema tersebut, sekaigus persoalan tersebut telah menjadi wacana publik seperti pada tema ‘adl ia mengangkat dua dimensi, yaitu kedilan Ilahi (intinya bahwa keadilan adalah dimensi dari sifat Tuhan) dan dimensi-dimensi keadilan (meliputi aspek hokum, kekuasaan, social, ekonomi, dan lainnya), kesemuanya dikuatkan dengan nash al-Qur’an.20 Contoh langkah Dawam secara rinci pada aspek ketiga ini sebagai berikut: Pertama: Melihat
‘adl sebagai
salah
satu asma’ dari
al-asma’
al-husna
dengan
variasi
pengungkapannya, seperti ahkam al-hakim dalam Qs Hud 11:4, Huwa al-Aziz al-Hakim dalam Qs Ali Imran 3:18, wa kafa bina hasibin dalam Qs al-Anbiya’ 21:47. Kedua: Melihat 18
Ibid., hlm. 177, 229.
19
Ibid., hlm. 369-376.
20
Ibid., hlm. 377-388.
10
muatan ‘adl dalam al-Qur’an yang umumnya berkaitan erat dengan pengadilan, dimana di dalamnya melibatkan hakim, saksi yang dituntut untuk “jujur” sebagai bagian dari dimensi keadilan secara luas sebagaimana digambarkan pada Qs al-Nisa 4:58. Ayat ini dalam tafsir Departemen Agama berada pada sub judul “Dasar-dasar Pemerintahan”, karena ayat selanjutnya berkaitan dengan ketaatan pada “ulul amri”. Lebih lanjut Dawam mengutip pendapat Maulana Muammad Ali dalam The Holy Qur’an, yang dimaksud “amanat” dalam ayat tersebut adalah pemerintahan atau urusan Negara. Dawam memberikan komentar bahwa pemerintah/pemimpin selalu berhadapan dengan masyarakat yang terdiri dari beberapa golongan, maka ia harus berdiri disemua golongan tersebut sebagaimana tertuang dalam Qs al-Maidah 5:8 yang mengisyaratkan bahwa keadilan dekat dengan taqwa, atau bisa dinyatakan bahwa keadilan adalah unsure dari pemimpin harus memiliki sikap: fahkum baina al-haqq dalam konteks pemerintahan berarti “adil” itu sendiri. Oleh karena itu unsure utama keadilan adalah al-haqq, yang mana pada Qs Shad 38:22 disebut sebagai sawa’ al-shirath (jalan yang lurus). Kemudian Dawam melihat bahwa di samping dimensi keadilan yang tertian dalam Qs al-Maidah 5:8 yang disebutkan 3 kali dengan memuat prinsip-prinsip tertentu (pertama: syuhada’ bi al-qisth, kedua: wa la yajrimannakum syana’anu qawmin ‘ala alla ta’dilu, dan ketiga: I’dilu huwa aqrabu li al-taqwa), juga terdapat dimensi keadilan dalambidang ekonomi sebagaimana tertuang dalamQs Hud 11:84,85
yang tampak bahwa keadilan dapat
dipakaisebagai pengertian yang berlawanan yaitu “adil” sebagai lawan tindak yang merugikan manusia, merampas hak-hak manusia serta tindakan yang merugikan pada masyarakat. Dan itulah kiranya pesan adil ini dikumandangkan dalam seiap khutbah Jum’ah disamping pesan ihsan, menyantuni kerabat, serta mencegah kekejian, kemungkaran dan permusuhan (Qs al-Nahl 16:90). Dari uraian inilah disimpulkan bahwa adil adalah nilai dasar yang berlaku dalam kehidupan social dan sekaligus sebagai pusat orientasi dalam interaksi antar manusia, dengan konsekwensi bila keadilan itu dilanggar, maka akan terjadi ketidakseimbangan dalam pergaulan hidup, sekalipun ia akan memperoleh keuntungan dari ketidakseimbangan ini, namun keuntungan yang sepihak tersebut tidak akan bertahan lama. Dalam tema dimensional inilah, menurut hemat penulis kecenderungan Dawam sebagai peneliti ilmu-ilmu social mengangkat persoalan normative kearah historis, yaitu membawa sample ayat-ayat tertentu dalam tema tersebut untuk dujadikan stressing point atau dalam istilah ilmu tafsir dikenal dengan mihwar suatu tema. Dan istilah trend ini boleh dinyatakan nuansa baru dalam studi ilmu al-Qur’an yang umumnya menggunakan term mihwar al-surah atau mihwar al-ayah. 11
Demikian pula pada aspek keempat, yaitu munasabah tema sebagaimana pada akhir tema ‘adl dan hendak memasuki tema berikutnya zhalim terdapt suatu pasal berjudul “dari ‘adl ke zhalim”, kemudian pada tema fitrah dan hendak memasuki tema hanif terdapat suatu pasal berjudul “dari fitrah ke hanif ” , sekalipun keterkaitan antara dua tema ini tidak seluruhnya ditampakkan, ada kecenderungan sekedar menyimpulkan tema yang telah diuraikan dan menghantar kepada tema yang akan dibahas berikutnya. Khusus pada tema terakhir seperti syaitan pada bagian I dan Amar Ma’ruf Nahi Munkar pada bagian II tidak diberikan munasabah ini kecuali sekedar penutup. Model munasabah tema ini merupakan hal baru yang umumnya kita jumpai dan kita kenal dalam ulumul Qur’an istilah munasabah al-ayah atau munasabah al-suwar, hanya menurut penulis letak keterkaitan yang ditawarkan Dawam belum mencerminkan sebuah uraian yang mengkaitkan antara tema sebelumnya dengan tema berikutnya. Demikianlah sekilas pengamatan penulis terhadap pemahaman Dawam terhadap alQur’an dengan visi sosialnya yang tidak menitik beratkan kepada analisis kebahasaan yeng berbelit-belit bahkan menerima tinjauan bahasa yang telah diberikan para mufassir dalam kitab-kitab yang di kutipnya. Bila diamati dari ± 260 literatur, sekitar 30 literatur yang merupakan kitab tafsir dan umumnya berbahasa Inggris atau bahasa Indonesia,sehingga hampir literatur klasik tafsir al-Qur’an tidak tersentuh olehnya. Dari sisi ini tampaknya apa yang dinyatakan Dawam tentang jenis kitab tafsir yang paling tepat untuk saat ini benar benar tercermin dalam karyanya ini, bahkan hampir disetiap tema pembahasan, tafsir Muhammah Ali seringkali dikutipnya. III. Kesimpulan
Dari uraian diatas, ada beberapa kesimpulan tentang Ensiklopedi al-Qur’an dan merupakan karakter ysng cukup dominan di dalamnya, antara lain: 1. Ensiklopedi al-Qur’an Dawam Rahardjo ini menghimpun sejumlah tema yang diangkat dari wacana spiritual dan social keagamaan yang cukup dikenal ditengah masyarakat Islam Indonesia yang sebenarnya berakar dari al-Qur’an. 2. Apa yang di lakukan Dawam merupakan ijtihad untuk menelusuri maka tema tersebut dari al-Qur’an dengan menghimpun seluruh data ayat yang berkaitan dengan tema serta mengambil suatu ayat sebagai model, kemudian menggunakan beberapa buku tafsir sebagai alat bantu untuk memahaminya. 3. Wacana sosio historis yang diuraikan Dawam sebagai penghantar atau saat mengkontekstualisasikan ayat sangat kentara sekaligus menunjukkan warna background ilmu yang dikuasainya di dalamnya. 12
4. Ada dua kontribusi yang baru dalam ilmu-ilmu al-Qur’an yang secara tidak langsung ditawarkan oleh Dawam dalam Ensiklopedinya ini, yaitu mihwar al-maudlu’, sekalipun dua hal ini belum jelas landasan teoritiknya.
DAFTAR PUSTAKA
Quraish Syihab, Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu didalam Masyarakat (Mizan, Bandung, 1994). \
Howard M.Federspiel, Kajian Al-Qur’an di Indonesia dari Mahmud Yunus hingga Quraish Syihab, terj. Tajul Arifin (Mizan: Bandung, 1996).
M.Dawam Rahardjo, Ensiklopedi Al-Qur’an: Tafsir Sosial berdasarkan Konsep-Konsep Kunci (Jakarta: Paramadina, 1996). Michael Feener, “Notes towards the history of qur’anic exegesis in southest Asia”, Studia Islamika, vol. 5 , no.3, 1998. Komarudin Hidayat, Memahami Bahasa Agama, sebuah Kajian Hermeneutik (Jakarta: Paramadina, 1996
13