PANDANGAN PANCASILA TERHADAP PRAKTEK POLITIK UANG DI INDONESIA Rivi Hamdani Pendidikan Teknologi Informasi, Teknik, Universitas Negeri Surabaya Email:
[email protected]
Nur Hayati NLR Pendidikan Teknologi Informasi, Teknik, Universitas Negeri Surabaya Email:
[email protected]
Nur Afni Syarifah Pendidikan Teknologi Informasi, Teknik, Universitas Negeri Surabaya Email:
[email protected]
Syarif Hidayatullah Pendidikan Teknologi Informasi, Teknik, Universitas Negeri Surabaya. Email:
[email protected]
Ristyawan Kautsar Pendidikan Teknologi Informasi, Teknik, Universitas Negeri Surabaya Email:
[email protected]
Febrian Edi T Pendidikan Teknologi Informasi, Teknik, Universitas Negeri Surabaya Email:
[email protected]
Abstrak Artkel ini memuat tentang bagaimana praktek Politik Uang yang terjadi di Indonesia yang sekarang sudah sangat marak terjadi. Praktek politik uang ini tidak hanya merugikan negara tapi juga mencemarkan proses Pemilihan Umum atau Pemilu dan juga sarana pembodohan masyarakat secara besar-besaran. Dalam kaitannya dengan Pancasila sebagai Etika Politik, praktek Politik Uang ini sudah bertentangan nilai-nilai Pancasila yang terkandung dalam sila keempat. Tingkat kemiskinan yang tinggi, kesadaran dan kesejahteraan yang rendah dari masyarakat Indonesia dalam memilih calon Politikus inilah yang menjadi latar belakang terjadinya Politik Uang, dan lemahnya hukum tentang Politik Uang yang menjadikan praktek Politik Uang semakin marak terjadi. Kata Kunci: Politik Uang, Etika Pancasila, Hukum.
Abstract This artkel containing about how the practice of money politics which occurred in Indonesia are now so rife. The practice of money politics is not only detrimental to the country but also pollute the General Election process or Election and also a means of duping the public on a large scale. In relation to the Pancasila, this practice of Money Politics it is contrary to the values contained in Pancasila fourth principle. High levels of poverty, low awareness and well-being of the people of Indonesia in selecting candidates politician that is the background of Money Politics, and the weakness of the law that makes the practice of Political Money Money Politics increasingly rife. Keywords: Money Politics, Ethics Pancasila, Law. PENDAHULUAN Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang terdiri dari berbagai suku, ras, agama, dan budaya dengan luas daratan yang dipisahkan oleh lautan, inilah yang menjadikan bangsa Indonesai sebagai bangsa yang besar. Seiring dengan bertambahnya usia bangsa ini, makin
bertambah pula masalah yang harus dihadapi, salah satu tantangan yang harus dihadapi yaitu dibidang politik. Reformasi telah mengubah wajah dunia perpolitikan Indonesia, yang dulunya otoriter dan canggung kini telah
1
menjadi lebih demoktratis dan mendapat perhatian yang vukup besar dari setiap lapisan masyarakat, hal ini dapat dilihat dari banyaknya partai-partai politikbaru bermunculan. Partai politik sejatinya menjadi penyalur aspirasi rakyat, dan salah satu caranya yaitu dengan diadakannya Pemilihan Umum atau Pemilu. Pemilu merupakan suatau kegiatan politik yang melibatkan semua lapisan masyarakat. Momen ini sangat berarti bagi kelangsungan kehidupan berdemokrasi di negara ini. Rakyat Indonesia sangat membutuhkan pemimpin yang memahami masyarakat, bangsa, dan negaranya. Fungsi partai politik sebagai kendaraan politik yang diatur undang-undang yang dapat mengantarkan seorang politikus mendapatkan posisi di dewan legislatif. Seorang politikus yang profesional adalah seorang yang cakap membawa aspirasi masyarakat dengan isu-isu yang mencuat ke permukaan yang perlu dipecahkan ke arena politik dengan menggunakan Etika Politik. Salah satu tantangan terbesar dalam sisitem pemilihan umum di Indonesia saat ini adalah pada pencerdasan rakyat untuk memilih para wakil rakyat dan kepala pemerintahan, rakyat yang cerdas akan lebih selektif memilih wakil-wakil mereka di lembaga legislatif. Kecerdasan rakyat itu berkaitan erat dengan kesejahteraan, kesehatan dan tingkat pendidikan rakyat itu sendiri. Rakyat yang sejahtera, sehat dan memperoleh pendidikan yang baik akan menjadi pemilih cerdas, sementara rakyat yang rendah kesejahteraan dan kesehatannya akan terisolasi dari informasi-informasi yang valid tentang pembangunan. Mereka juga menjadi tidak tahu secara mendalam siapa figur-figur yang tepat untuk memimpin proses pembangunan yang berat dan kompleks di negara ini. Semua ini bisa dilatar belakangi oleh kurangnya minat baca, apatisme dan ketiadaan harapan untuk masa depan pasca pemilu. Hal ini menyebabkan rakyat yang rendah kecerdasannya menjadi sasaran bagi para politisi untuk membeli suara mereka dengan harga murah, sehingga dikenal dengan Politik Uang /Money Politics. Contoh kasus Politik Uang yang baru saja terjadi adalah terjadinya Politik Uang saat Pemilu Legislatif 9 April 2014. Maraknya praktik politik uang dalam Pemilihan Umum Legislatif (Pileg) 2014 masih terus terjadi. Hal itu membuktikan betapa masifnya pelanggaran pidana pemilu yang berujung tercemarnya pemilu yang jujur dan adil. Demikian disampaikan anggota Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW), Donal Fariz, dalam paparan hasil pemantauan politik uang dalam Pemilu Legislatif 2014 di Jakarta, Senin (21/4). “Praktik politik uang masih masif terjadi dalam pemilu
legislatif tahun 2014 dengan modus pemberian secara prabayar dan pasca bayar,” ujarnya. ICW bersama jaringan di daerah melakukan pemantauan di 15 provinsi sejak masa kampanye, minggu tenang, hingga hari pencoblosan. Hasil final pemantauan, setidaknya mendapatkan 313 temuan pelanggaran. Mulai pemberian uang sebanyak 104 kasus, pemberian barang sebanyak 128 kasus, pemberian jasa 27 kasus, dan penggunaan sumber daya negara 54 kasus. Untuk politik uang berdasarkan latar belakang partai, Golkar menduduki nomor urut pertama, dengan 57 kasus. Sedangkan PPP 30 kasus, PAN 25 kasus, Demokrat 25 kasus, dan PDIP 24 kasus. “Demokrasi kita masih pada pemodal uang, bisa kita bayangkan hasilnya nanti,” ujarnya. Lebih jauh Donal menuturkan, dari hasil temuan di sejumlah provinsi itu, aktor pelaku politik uang lebih didominasi oleh kandidat caleg sebanyak 170 kasus. Sedangkan Tim Sukses (Timses) sebanyak 107 kasus, aparat pemerintah 24 kasus. Berdasarkan catatan ICW, tren politik uang dari Pemilu pasca reformasi meningkat. Pemilu 1999 sebanyak 62 kasus. Sedangkan Pemilu 2004 sebanyak 113 kasus, Pemilu 2009 sebanyak 150 kasus, dan Pemilu 2014 sebanyak 313 kasus. “Ini membuktikan tren pelanggaran pemilu politik uang meningkat dari pemilu ke pemilu,” ujarnya. Dalam tujuan penulisan ini adalah untuk memahami tentang Pancasila sebagai Etika Politik, prektek Politik Uang yang terjadi di Indonesia, apa saja yang menyebabkan Politik Uang itu terjadi, dasar hukum dari Politik Uang, dampak, dan bagaimana pandangan Pancasila, serta solusi untuk megatasi masalah Politik Uang. Rumusan masalah yang menjadi topik pembahsan ini adalah: 1. Apa itu Politik Uang? 2. Apa saja penyebab terjadinya Politik uang? 3. Apa dasar hukum dari Politik Uang? 4. Dampak apa yang ditimbulkan dari Politik Uang? 5. Bagaimana pandangan Pancasila terhadap Politik Uang? dan 6. Bagaimana solusi mengatasi masalah Politik Uang? Manfaat yang diharapkan dari penulisan ini adalah pembaca dapat mengetahui pengertian Politik Uang, penyebab terjadinya Politik Uang, dasar hukum Politik Uang, dampak yang ditimbulkan dari Politik uang, pandangan Pancasila terhadap Politik Uang, dan solusi untuk mengatasi masalah Politik Uang
METODE
Dalam penelitian ini, menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif yaitup enelitian yang berisi tentang gambaran atau melukis keadaan yang sedang diteliti dan berusaha memberikan gambaran yang jelas secara mendalam tentang apa yang sedang di teliti dan menjadi pokok permasalahan. Teknik pengambilan data menggunakan data sekunder yaitu pengumpulan data dengan merujuk sumber tertulis sebagai data pendukung. Survei persepsi masyarakat terhadap integritas Pemilu yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK pada 2013 yang dikutip dalam Tempo.co.id menyebutkan 71 persen responden paham bahwa praktek Politik Uang dalam Pemilu merupakan hal yang umum terjadi di Indonesia. Bahkan menurut hasil survei itu, hampir seluruh responden (92 persen) menyatakan tersangkutnya pejabat dan politikus dalam kasus korupsi merupakan hal yang galib terjadi di Indonesia. Adapun data dari Global Corruption Barometer 2013 yang dikeluarkan oleh Transparency International menyebut partai politik dan parlemen sebagai salah satu institusi yang sarat dengan korupsi. Budaya politik uang tidak lepas dari faktor kemiskinan, mentalitas, dan kultur yang melihat politik sebagai sarana untuk hal-hal yang sifatnya materialistik. Hal ini menunjukan bahwa peran Politik Pang di Pemilu berpengaruh terhadap partisipasi pemilih dalam Pemilu.
Politik uang atau politik perut adalah suatu bentuk pemberian atau janji menyuap seseorang baik supaya orang itu tidak menjalankan haknya untuk memilih maupun supaya ia menjalankan haknya dengan cara tertentu pada saat pemilihan umum. Pembelian bisa dilakukan menggunakan uang atau barang. Politik uang adalah sebuah bentuk pelanggaran kampanye. Politik uang umumnya dilakukan simpatisan, kader atau bahkan penguruspartai politik menjelang hari H pemilihan umum. Praktik politik uang dilakukan dengan cara pemberian berbentuk uang, sembako antara lain beras, minyak dan gula kepada masyarakat dengan tujuan untuk menarik simpati masyarakat agar mereka memberikan suaranya untuk partai yang bersangkutan. Dijelaskan Sudjito (2009), filosofi manusia modern mempunyai beberapa ciri. Di antaranya, pertama, manusia modern hidup berdasarkan rasionalitas yang tinggi. Kedua, kebutuhan manusia terfokus pada materi kebendaan. Di antara materi kebendaan yang dipandang memiliki nilai tertinggi adalah uang. Dalam realitas masih sangat besar jumlah orang miskin di Indonesia, maka dalam setiap pemilihan umum telah dijadikan oleh masyarakat sebagai sarana untuk mendapatkan uang dan sembako. Edy Suandi Hamid (2009) yang melihat dari kacamata ekonomi, menilai money politic muncul karena adanya hubungan mutualisme antara pelaku (partai, politisi, atau perantara) dan korban (rakyat). Keduanya saling mendapatkan keuntungan dengan mekanisme money politic. Bagi politisi, money politic merupakan media instan yang dengan cara itu suara konstituen dapat dibeli. Sebaliknya, bagi rakyat, money politic ibarat bonus rutin di masa Pemilu yang lebih riil dibandingan dengan program-program yang dijanjikan. Modusnya: Pertama : para calon yang bertanding dalam pemilu, pemilukada dan pilkades, menjadikan masyarakat sebagai obyek dalam politik uang dengan membagi uang dan sembako kepada mereka pada minggu tenang kampanye yang sering disebut “serangan fajar”. Kedua : masyarakat secara langsung ataupun melalui tim sukses menjadikan pula para calon sebagai obyek untuk mendapatkan uang dan sembako.
HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum membahas Pancasila sebagai Etika Politik dan praktek Politik uang, terlebih dahulu kita membahas pengertian Etika, Politik, dan Politik Uang. Etika berasal dari bahasa Yunani yaitu “ethos” yang berarti watak, adat, atau kesusialaan. Dalam konteks filsafat, etika membahas tentang tingkah laku manusia dipandang dari segi baik dan buruk. Politik berasal dari bahasa Yunani yaitu “politikos” yang berarti dari,untuk, atau yang berkaitan dengan warga negara. Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Pada pengertian lain, Politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama (Aristoteles, ). Dari sini dapat disimpulkan bahwa Etika Politik adalah nilai-nilai azas moral yang disepakati bersama baik pemerintah dan/atau masyarakat untuk dijalankan dalam proses pembagian kekuasaan dan pelaksanaan keputusan yang mengikat untuk kebaikan bersama. Etika Politik adalah filsafat moral tentang dimensi politik kehidupan manusia. Karena itu, Etika Politik mempertanyakan tanggung jawab dan kewajiban manuisia sebagai manusia dan sebagai warga negara terhadap negara, hukum dan sebagainya (Suseno, 1988).
Kedua belah pihak secara langsung ataupun tidak langsung menjalin kerjasama yang bersifat simbiotik mutualistik yang saling menguntungan, yaitu para calon sangat memerlukan dukungan suara masyarakat untuk memenangkan pemilu, pemilukada atau pilkades. Sebaliknya, masyarakat memerlukan uang dan sembako untuk bertahan hidup.
3
Kedua belah pihak melakukan transaksi jual beli suara dalam pemilu yang kemudian disebut Politik Uang. Di dalam KUHP (Kitab Hukum Undang-Undang Pidana) terdapat 5 pasal mengenai tindak pidana “Kejahatan Terhadap Pelaksanaan Kewajiban dan Hak Kenegaraan” yang ada hubungannya dengan pemilihan umum. Di sini penulis akan mengutip 1 pasal terkait delik Politik Uang — yaitu pada Pasal 149 yang berbunyi; “..menyuap atau berjanji menyuap seseorang agar jangan menggunakan haknnya untuk memilih; diancam pidana penjara selama-lamanya 9 (sembilan) bulan atau denda Rp. 4.500 (empat ribu lima ratus rupiah)”. Kemudian dari KUHP tsb, delik dirumuskan dan dikodifikasi ulang dalam undang undang khusus pemilu (UU Pemilu) 1999, dan diperbaharui lagi dalam UU Pemilu 2008 yang diterbitkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam lembar Negara Republik Indonesia Nomor 10. Berikut bunyi lengkapnya; “Barang siapa pada waktu diselenggarakannya pemilihan umum menurut undang-undang ini dengan pemberian atau janji menyuap seseorang, baik supaya orang itu tidak menjalankan haknya untuk memilih maupun supaya ia menjalankan haknya dengan cara tertentu, dipidana dengan pidana hukuman penjara paling lama 3 (tiga) tahun. Pidana itu dikenakan juga kepada pemilih yang menerima suap berupa pemberian atau janji berbuat sesuatu.” — Pasal 73 ayat 3 UU Pemilu No.3/1999. Delik PolitikUang juga diatur dalam undang undang Pilkada Tahun 2004 dengan bunyi; “Setiap orang yang dengan sengaja memberi atau menjanjikan uang atau materi lainnya kepada seseorang supaya tidak menggunakan hak pilihnya, atau memilih pasangan calon tertentu, atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, diancam dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) bulan dan /atau denda paling sedikit Rp satu juta rupiah (1.000.000)” – UU Pilkada No.32 Pasal 117 Tahun 2004. Tak hanya berimbas buruk bagi masyarakat, pelaku, dan pemerintah, praktik Politik Uang ini berakibat pada pencitraan yang buruk serta terpuruknya partai politik. Dengan adanya Politik Uang akan melatih masyarakat untuk bertindak curang. Pelakunya pun bila terpilih, mungkin sekali melakukan penyalahgunaan jabatan dan terlibat kasus korupsi. Sementara mereka yang gagal menjabat, bisa-bisa terganggu secara psikologis atau depresi. Dalam masyarakatpun kurang untuk peduli terhadap Politik Uang bahkan terkesan mengharapkan sesuatu dari seseorang yang sedang “bertarung” dalam proses pemilu ataupun pilkada. Masyarakat menganggap bahwa saat
itulah mereka bisa panen uang, karena suara mereka yang dapat ditukar dengan uang Di sisi lain, kerugian berjalannya Politik Uang bagi pemerintah adalah terciptanya produk perundangan atau kebijakan yang kolutif dan tidak tepat sasaran. Pasalnya mereka yang menjabat tidak sesuai dengan kapasitas atau bukan ahli di bidangnya. Jika dikaitkan dengan Pancasila sebagai Etika Politik dan berbicara mengenai pemimpin yang menghandalkan uang dan kekuasaan sebagai dasar kepemimpinannya, maka semua itu tentulah bersimpangan dengan etika bangsa yang berlandasan padaPancasila yang termaktub pada sila ke-4 yang berbunyi; “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan”. Jika seorang pemimpin yang berlatar belakang demikian, tentulah pemikirannya hanya kecurangan dalam menjalankan kepemimpinan. Musyawarah yang telah dilaksanakan hanya akan menjadi sebuah sandiwara panggung politik bagi pemimpin-pemimpin yang hanya berlandaskan pada kekuasaan dan jabatan semata. Denga demikian negara bukan semakin baik akan tetapi semakin hancur akibat terpilihnya pemimpin yang tidak berkualitas. Jika demikian yang terjadi, lantas siapakah yang akan bertanggung jawab? Tentulah mereka yang memilih dan dipilih, karena yang memilih hanya berdasarkan keuangan semata, dan pemimipin juga menggunakan cara yang curang yang melanggar pasal 73 ayat 3 undang-undang nomor 3 tahun 1999 yang di dalamnya berbunyi; “Barang siapa pada waktu dislenggarakannya pemilihan umum menurut undang-undang ini dengan pemberian atau janji menyuap seseorang, baik supaya orang itu tidak menjalankan haknya untuk memilih maupun supaya ia menjalankan haknya dengan cara tertentu, dipidana dengan pidana hukuman penjara paling lama 3(tiga) tahun. Pidana itu dikenakan juga kepada pemilih yang menerima suap berupa pemberian atau janji berbuat sesuatu”. Dengan melihat penyebab utama Politik Uang adalah kemiskinan di masyarakat kita dan dampak yang ditimbulkan pada masyarakat yang cukup banyak, maka kami memiliki pendapat dalam mengatasi masalah Politik Uang ini. Pertama : memberntas kemiskinan, yang dimulai dengan memtong lingkaran kemiskinan melalui pemberian beasiswa penuh kepada anak-anak miskin untuk belajar di daerah lain atau di luar negeri. Ini sangat penting karena salah satu penyebab kemiskinan adalah faktor budaya. Maka anak-anak miskin, harus
dirubah budaya mereka sehingga menjadi dinamis dan progresisf dengan menyekolahkan mereka ke daerah lain yang berarti memisahkan kehidupan mereka dengan orang tuanya dan lingkungannya. Kedua : merubah budaya masyarakat miskin menjadi budaya yang disiplin, kerja keras, optimis dan tidak cepat menyerah terhadap nasib. Ketiga : pemerintah harus memberi special treatment (perlakuan khusus) kepada rakyat miskin dengan memberi pelatihan kepakaran secara gratis supaya setiap orang mempunyai keahlian (kepakaran) kerja dan bisnis. Keempat : beri tempat berusaha yang layak dan ramai dikunjungi pembeli.
DAFTAR PUSTAKA Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas. 2014, Politik Uang (Online), (http://id.wikipedia.org/wiki/Politik _Uang, diakses 07 Desember 2014) Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas. 2014, Politik (Online), (http://id.wikipedia.org/wiki/Politik, diakses 07 Desember 2014) Umar, Musni. 2014, Kemiskinan Penyebab Merajalelanya Politik Uang dalam Pemilu (Online), (http://politik.kompasiana.com/2014/04/18/musniumar-kemiskinan-penyebab-terjadinya-politik-uangdalam-pemilu-648851.html, diakses 07 Desember 2014)
Kelima : jadikan APBN dan APBD sebagai instrumen untuk memajukan usaha kecil menengah dan koperasi dengan memberi order kepada mereka, modal kerja dan modal investasi, izin usaha, promosi, dan pembinaan secara reguler. Dengan adanya usaha dari setiap lembagapemerintahan dan dari seluruh lapisan masyarakat, diharapkan penyelesaian masalah tentang praktek Politik Uang yang terjadi di Indonesia bisa diminimalisir atau bahkan bisa diselesaikan dan dihindari, dan mengembalikan nilai-nilai Pancasila sebagai Etika Politik.
Mujab, Mohammad. 2013, Haram Hukum Money Politik Karena Melanggar UU Negara (Online), (http://samansamin.wordpress.com/2013/05/24/haram -hukum-money-politik-karena-melanggar-uu-negara, diakses 07 Desember 2014) Wuryaning, Sri. __, Dampak Buruk Money Politics (Online), (http://satelitnews.co/dampak-buruk-moneypolitics/, diakses 07 Desember 2014) Rizqiyah, Mazidatur. 2014, PANDANGAN ETIKA PANCASILA TERHADAP MONEY POLITIK DALAM PEMILU (Online), (http://fie-kiecemungut.blogspot.com/2014/04/pandangan-etikapancasila-terhadap.html, diakses 07 Desember 2014)
PENUTUP Simpulan Perbuatan yang dianggap kriteria Politik Uang ialah sengaja memberi uang atau materi laninnya kepada pemilih atau sengaja menjanjikan uang atau materi lainnya kepada pemilih denga tujuan supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau supaya memilih pasangan calon tertentu. Perbuatan ini diharamkan bagi pemberi dan penerima.
Koswara, Andi. 2012,Money Politik Menciderai NilaiNilai Pancasila (Online), (http://andikoswara.blogspot.com/2012/07/money-politikmenciderai-nilai-nilai.html, diakses 07 Desember 2014) Tim Tempo. 2014, Korupsi Politikus Pengaruhi Pertumbuhan Ekonomi (Online), (http://www.tempo.co/read/news/2014/12/04/0636263 28/Korupsi-Politikus-Pengaruhi-PertumbuhanEkonomi, diakses 07 Desember 2014)
Saran Politik Uang adalah perbuatan yang dilarang oleh agama dan nergara, sehingga sebaiknya perbuatan praktek tersebut wajib dihindari. Bagi aparat hukum agar senantiasa memberantas atau meminimalisir adanya kecendrungan praktek Politik Uang dalam setiap momentum Pemilu. Praktet Politik Uang merupaka tanggung jawab bersama, sehingga peran pemerintah dan masyarakat seluruhnya harus sesuai peraturan, norma, undang-undang, dan hukum yang telah ada.
Tim Hukum Online. 2014, Praktik Politik Uang dalam Pileg 2014 Masif - Tren praktik politik uang sejak 2009 hingga 2014 meningkat (Online). (http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5354fb00 73589/praktik-politik-uang-dalam-pileg-2014-masif, diakses 07 Desember 2014)
5