1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Kedaruratan endodonsia merupakan tantangan baik bagi penegak diagnosis maupun bagi manajemennya. Diperlukan suatu pengetahuan dan keterampilan dalam beberapa aspek endodonsia karena ketidakberhasilan dalam pengaplikasiannya akan menimbulkan akibat serius bagi pasien. Nyeri, misalnya, tetap tidak akan hilang jika diagnosisnya tidak tepat atau perawatannya tidak benar, dan sesungguhya keadaan ini bisa memperparah keadaan. Nyeri atau pembengkakan sering dialami pasien baik sebelum, selama, maupun setelah perawatan saluran akar. Penyebab kedaruratan seperti ini adalah kombinasi iritan yang menginduksi inflamasi hebat di dalam pulpa dan atau jaringan periradikuler. Nyeri timbul akibat dua faktor yang terkait inflamasi yakni, mediator kimia dan tekanan.1 Eugenol merupakan bahan pereda nyeri topikal yang paling banyak digunakan di praktek dokter gigi,2,3,4 bahan ini digunakan untuk meredakan rasa sakit dari berbagai macam sumber, termasuk pulpitis.3 Selain memiliki sifat pereda nyeri, eugenol juga bersifat antiinflamasi, antimikrobial, antifungal, antiviral, dan antiseptik.3,4 Namun, sitotoksisnya dapat menyebabkan perubahan inflamasi pada jaringan pulpa yang terletak dibawahnya.1 Dalam dua dasa warsa terakhir, perhatian dunia terhadap obat-obatan dari bahan alam (obat tradisional) menunjukkan peningkatan, baik di negara-negara
2
berkembang maupun di negara-negara maju. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan bahwa hingga 65% dari penduduk negara maju telah menggunakan pengobatan tradisional dimana didalamnya termasuk penggunaan obat-obat bahan alam. Menurut data Secretariat Convention on Biological Diversity, pasar global obat alam mencakup bahan baku pada tahun 2000 mencapai nilai US$ 43 miliar. Indonesia merupakan mega-senter keragaman hayati dunia, dan menduduki urutan terkaya dua di dunia setelah Brazilia. Di antara 30.000 spesies tumbuhan yang hidup di kepulauan Indonesia, diketahui sekurang-kurangnya 9600 spesies tumbuhan berkhasiat sebagai obat, dan kurang dari 300 spesies telah digunakan sebagai bahan obat tradisional oleh industri obat tradisional.5 Untuk
mendukung
Keputusan
Mentri
Kesehatan
RI,
Nomor
381/MENKES/SK/III/2007 tentang Kebijakan obat tradisional diatas, maka perlu dicari bahan alternatif pereda nyeri yang berasal dai bahan alam. Buah lerak (Sapindus rarak DC) dapat menjadi salah satu alternatif bahan alami yang dapat dikembangkan sebagai bahan pereda nyeri. Pada umumnya buah ini digunakan untuk mencuci kain batik supaya awet, warnanya tetap bagus dan tidak luntur. Secara tradisional, lerak juga digunakan sebagai sabun wajah untuk mengurangi jerawat, obat eksim dan kudis.6,7 Sementara khasiat farmakologiknya antara lain adalah sebagai antijamur, bakterisid, anti radang, anti spasmodinamik, peluruh dahak, dan diuretik.8 Buah lerak diduga memiliki efek analgetik. Hal ini kemungkinan karena kandungan flavonoid, alkaloid, saponin yang terdapat pada buah lerak.7 Alkaloid bekerja dengan mengubah persepsi nyeri dengan meningkatkan ambang nyeri di Sistem Saraf Pusat.9 Sementara saponin dan flavonoid dapat menghambat enzim siklooksigenase yang dapat menurunkan
3
sintesis prostaglandin sehingga mengurangi terjadinya vasodilatasi pembuluh darah dan aliran darah lokal sehingga migrasi sel radang pada area radang akan menurun.10 Dari uraian diatas, belum ada penelitian efek analgetik ekstrak buah lerak yang dapat berguna untuk membantu mengatasi rasa nyeri pada kasus kedaruratan endodonsia. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian efek analgetik ekstrak buah lerak. Pada penelitian ini digunakan tiga rentang konsentrasi yang didapat dari hasil penelitian pendahuluan yang telah dilakukan sebelumnya, yaitu ekstrak buah lerak dengan konsentrasi 2,5%, 5%, dan 7,5% yang diujikan pada gigi-gigi kelinci jantan. Pada penelitian ini pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan metode stimulasi pulpa gigi. Stimulasi yang diberikan berupa rangsangan listrik menggunakan frekuensi 50 Hz, waktu rangsangan 1 detik, dan kuat arus dimulai dari 0,2 mA, nilai ambang nyeri dinyatakan dalam nilai voltase, nilai ini yang kemudian dijadikan sebagai indikator untuk mengukur intensitas dan durasi efek analgesik., dimana voltase dinaikkan dengan cara memutar tombol voltase dari posisi 0 hingga mencapai nilai voltase yang menimbulkan reaksi licking.11 Kemudian dilakukan perhitungan persen proteksi untuk mengetahui efek analgetik dengan menggunakan metode Langford dkk yang telah dimodifikasis.12
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka timbul permasalahan sebagai berikut : 1. Apakah ada efek analgetik ekstrak buah lerak pada gigi-gigi kelinci jantan? 2. Apakah ada perbedaan efek analgetik ekstrak buah lerak pada gigi-gigi kelinci jantan pada konsentrasi 2,5%, 5%, dan 7,5%?
4
3. Berapakah durasi efek analgetik ekstrak buah lerak pada gigi-gigi kelinci jantan pada konsentrasi 2,5%, 5%, dan 7,5%? 4. Pada menit keberapakah puncak efek analgetik ekstrak buah lerak pada gigi-gigi kelinci jantan pada konsentrasi 2,5%, 5%, dan 7,5%
1.3 Tujuan Penelitian 1. Untuk melihat efek analgetik ekstrak buah lerak pada gigi-gigi kelinci jantan 2. Untuk mengetahui perbedaan efek analgetik ekstrak buah lerak pada gigigigi kelinci jantan pada konsentrasi yang berbeda. 3. Untuk mengetahui durasi efek analgetik ekstrak buah lerak pada gigi-gigi kelinci jantan pada konsentrasi 2,5%, 5%, dan 7,5% 4. Untuk mengetahui waktu puncak efek analgetik ekstrak buah lerak pada gigi-gigi kelinci jantan pada konsentrasi 2,5%, 5%, dan 7,5%.
1.4 Manfaat Penelitian 1. Sebagai dasar untuk penelitian lebih lanjut apakah ekstrak buah lerak dapat dimanfaatkan sebagai bahan pereda nyeri gigi 2. Sebagai informasi bagi dokter gigi tentang manfaat dan efek analgetik ekstrak buah lerak 3. Meningkatkan pelayanan kesehatan gigi pada masyarakat dengan menggunakan bahan alami, mudah didapat, dengan harga yang terjangkau
5
4. Meningkatkan pengembangan material kedokteran gigi yang berasal dari bahan alam dan bersifat biokompatibel tinggi dengan cara kerja yang berbeda dengan bahan yang terdahulu 5. Dengan
adanya
penelitian
ini
diharapkan
masyarakat
dapat
mengembangkan pembudidayaan bahan tradisional buah lerak sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
6
Ekstrak lerak diharapkan dapat dikembangkan menjadi bahan irigasi saluran akar yang bersifat biokompatibel terhadap jaringan dan memiliki efek analgetik. Pada bab ini akan dibahas secara lengkap mengenai buah lerak (Sapindus rarak DC) dan nyeri intradental.
4.1 Buah lerak (Sapindus rarak DC) Menurut taksonominya, Sapindus rarak dikalsifikasikan dalam : •
Divisi
: Spermatophyta
•
Subdivisi
: Angiospermae
•
Kelas
: Dycotyledonae
•
Bangsa
: Sapindales
•
Suku
: Sapindaceae
•
Marga
: Sapindus
•
Spesies
: Sapindus rarak
Nama umumnya adalah lerak. Masyarakat Sunda menyebutnya dengan nama Rerek, penduduk Jambi menyebutnya Kalikea, masyarakat Minang menyebutnya Kanikia. Di Palembang tanaman ini dikenal dengan nama lamuran, di Jawa tanaman ini dikenal dengan nama Lerak atau Werak dan Tapanuli Selatan dikenal dengan nama buah sabun. Sapindus rarak merupakan tanaman rimba yang tingginya mencapai 42 m dan batangnya 1 m. Tanaman ini tumbuh liar di Jawa pada ketinggian antara 450 dan 1500
7
m diatas permukaan laut. Tanaman ini mempunyai batang berwarna putih kotor. Daun tanaman ini majemuk menyirip ganjil dan anak daun berbentuk lanset. Bunga tanaman ini melekat di pangkal, kuning, dan daun mahkotanya empat. Tanaman ini mempunyai buah yang keras, bulat, diameter + 1,5 cm dan berwarna kuning kecoklatan (Gambar 1). Biji tanaman ini tunggang dan kuning kecoklatan. Buah lerak terdiri dari 73% daging buah dan 27% biji.6
Gambar 1. Buah lerak yang berasal dari Desa Maga, Kecamatan Panyabungan, Tapanuli Selatan (skala = 1 cm).
Secara tradisional, lerak juga digunakan sebagai sabun wajah untuk mengurangi jerawat, obat eksim dan kudis.6,7 Sementara khasiat farmakologiknya antara lain adalah sebagai antijamur, bakterisid, anti radang, anti spasmodinamik, peluruh dahak, dan diuretik.11 Pada penelitian Nunik SA disebutkan bahwa senyawa saponin, alkaloid, steroid, dan triterpen yang dikandung oleh buah lerak secara berurutan adalah 12%, 1%, 0,036%, dan 0,029%.12 Kandungan utama lerak adalah saponin yang berfungsi sebagai detergen.6 Hal ini dibuktikan pada penelitian Dyatmiko W, dkk yang
8
mendapatkan saponin 20% dari buah lerak.12 Saponin buah lerak pada konsentrasi 0,008% dapat membersihkan dinding saluran akar gigi lebih baik dari NaOCl 5%.13 Berbagai khasiat farmakologik dari saponin adalah antiinflamasi, antimikroba, antijamur, antivirus, ekspektoran, antiulser, perbaikan sintesa protein, stimulasi dan depresi susunan saraf pusat dan molusida serta sebagai ekspektoran.14 Disamping itu, ekstrak lerak mempunyai efek antibakteri dan dan antifungal yang telah dibuktikan dengan beberapa penelitian. Penelitian Fadhilna I membuktikan bahwa ekstrak lerak komersil dan ekstrak lerak 0,01% mempunyai efek antibakteri terhadap Streptococcus mutans lebih baik dari NaOCl 5%,15 Sementara pada penelitian Sanny dibuktikan bahwa 0,25% ekstrak buah lerak dan 0,01% saponin buah lerak mempunyai efek antibakteri terhadap F.Nucleatum.16 Selain itu pada penelitian Juni F dibuktikan ekstrak lerak 0,01% mempunyai efek antifungal terhadap Candida albicans lebih baik dari NaOCl 5%.17
2.2. Nyeri intradental Menurut The International Association for the study of pain (IASP), nyeri didefinisikan sebagai pengalaman sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan yang berhubungan dengan kerusakan jaringan atau potensial yang akan menyebabkan kerusakan jaringan.18,19 Reseptor neurologik yang dapat membedakan antara rangsang nyeri dengan rangsang lain disebut nosiseptor. Nosiseptor ini terdapat seluruh jaringan dan organ tubuh, kecuali di Sistem Saraf Pusat. Nyeri harus dianggap sebagai isyarat bahaya tentang adanya gangguan di jaringan, seperti peradangan, infeksi jasad renik, dan kejang otot.20
9
Mekanisme nyeri adalah suatu seri kejadian elektrik dan kimia yang bisa dikelompokkan menjadi 4 proses, yaitu: transduksi, transmisi, modulasi, dan persepsi. Secara singkat mekanisme nyeri dimulai dari stimulasi nosiseptor oleh stimulus noksius pada jaringan, yang kemudian akan mengakibatkan stimulasi nosiseptor dimana disini stimulus noksius tersebut akan diubah menjadi potensial aksi. Proses ini disebut transduksi atau aktivasi neuron susunan saraf pusat yang berhubungan dengan nyeri. Dari sini jaringan neuron tersebut akan naik keatas di medula spinalis menuju batang otak dan talamus. Selanjutnya terjadi hubungan timbal balik antara talamus dan pusatpusat yang lebih tinggi di otak yang mengurusi respon persepsi dan afektif yang berhubungan dengan nyeri. Tetapi rangsangan nosiseptif tidak selalu menimbulkan reaksi nyeri dan sebaliknya persepsi nyeri bisa terjadi tanpa stimulasi nosiseptif. Terdapat proses modulasi sinyal yang mampu mempengaruhi proses modulasi sinyal tersebut, tempat modulasi sinyal yang paling diketahui adalah pada kornu dorsalis medula spinalis. Proses terakhir adalah persepsi, dimana pesan nyeri relai menuju ke otak dan menghasilkan pengalaman yang tidak menyenangkan (Gambar2).18
10
Gambar 2. Skema proses terjadinya nyeri nosiseptif 18
Penelitian menunjukkan bahwa nyeri orofasial yang paling sering terjadi pada gigi,20 yang disebabkan oleh penyakit inflamasi pada jaringan pulpa, maupun daerah penyangganya.1 Jaringan pulpa gigi terdiri dari perivaskuler dan perineural yang dikelilingi oleh jaringan keras yaitu dentin dan email. Saraf sensorik gigi berasal dari cabang nervi kranialis yaitu N.Trigeminus (N.V.). Hasil penelitian hitopatologis yang dilakukan Fearhead, Dahl dan Myor, Holland menunjukkan bahwa saraf sensorik gigi terdiri dari serabut-serabut saraf tipe A-δ (bermielin) dan serabut-serabut saraf tipe-C (nonmielin). Ujung saraf intradental yang merupakan ujung saraf bebas terletak pada
11
daerah batas dentin (inner dentin) dan pulpa, sehingga dengan lokasi ujung saraf serta adanya cairan tubulus dentin menyebabkan ujung saraf intradental sangat ideal menerima rangsang eksternal dan diteruskan ke susunan saraf pusat.21 Pada proses inflamasi, proses nyeri terjadi akibat pembebasan berbagai mediator biokimiawi selama proses inflamasi terjadi. Mediator nyeri (autacoids) terdiri atas histamine, bradikinin, leukotrien, dan prostaglandin.19 Mediator ini akan menyebabkan nyeri baik secara langsung dengan jalan menurunkan ambang rangsang serabut saraf sensoris, atau secara tidak langsung dengan jalan menigkatkan permeabilitas vaskuler yang akan menimbulkan edema, edema ini kemudian akan menyebabkan meningkatnya tekanan cairan yang secara langsung akan menstimulasi reseptor nyeri.1
2.3 Kelinci sebagai hewan coba Hewan coba memiliki peran penting dalam kemajuan ilmu pengetahuan pada umumnya dan biomedis khususnya. Terlebih lagi, hasil penelitian pada hewan coba dapat menjadi dasar untuk percobaan-percobaan klinis dan pengobatan masa depan.22 Kelinci telah banyak digunakan pada penelitian biomedis. Hewan ini memilki kedekatan secara genetik dan psikis dengan manusia. Untuk beberapa penelitian penggunaan kelinci dinilai lebih tepat dibandingkan dengan penggunaan tikus karena ukrannya yang lebih besar dan lebih mudah dalam melakukan manipulasi bedah.23 Penggunaan kelinci semakin diperluas, karna kemudahan dalam menanganinya dan harganya yang efektif.24
12
Terdapat 3 jenis kelinci yang sering digunakan pada penelitian biomedis, yaitu : New Zealand White, Dutch Belted, dan Flernish Giant.
24
Kelinci memiliki 6 gigi
insisivus. Terdapat 4 gigi insisivus maksila, 2 pada sisi labial, yang memiliki groove vertical pada garis tengahnya, dan 2 gigi rudimenter pada sisi palatal. Terdapat diastema yang besar diantara gigi insisivus dengan gigi premolar. Gigi premolar memiliki bentuk yang mirip dengan gigi molar, keduanya sering disebut gigi pipi.25
2.4. Kymograph sebagai alat pencatat respon nyeri Elektroda pencatat menurut jenisnya dibagi menjadi dua, yaitu: a. Elektroda pencatat dengan dua elektroda yang berfungsi sebagai anoda dan katoda (bipolar) b. Elektroda pencatat dengan satu elektroda (monopolar).21 Teknik pencatatan aktivitas sensorik intra dental pada hewan coba dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu: a. Pencatatan yang dilakukan dari saraf sensorik dalam hubungannya dengan sistem saraf pusat sesudah saraf meninggalkan foramen apikal b. Pencatatan yang dilakukan sebelum saraf meninggalkan gigi, dengan meletakkan elektroda pencatat pada saraf yang terdapat pada daerah dentin atau pulpa. 21 Pada penelitian ini alat pencatat yang digunakan adalah kymograph, dengan memanfaatkan elektroda bipolar yang ada pada alat tersebut, dan meletakkan elektroda pencatat tersebut pada pada kavitas pulpa. BAB 3
13
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Konsep Inflamasi pada pulpa
Obat pereda nyeri gigi
Pembebasan mediator biokimiawi
Ekstrak buah lerak (konsentrasi 2,5%,5%, dan 7,5%)
Rangsangan pada saraf sensorik gigi Saponin Serabut saraf tipe A-δ (bermielin)
Serabut saraf tipe-C (nonmielin)
Flavonoid Alkaloid
Sensasi nyeri yang terputusputus dan menusuk-nusuk dengan intensitas yang tinggi
Sensasi nyeri yang terus menerus dengan internsitas yang lebih rendah
Polifenol
Nyeri gigi Penurunan rasa nyeri ?
Perhitungan nilai ambang nyeri dilihat dari nilai voltase ketika kelinci memberikan respon licking, pada waktu menit ke-0, 5, 10, 20, 30, 40 50, 60, frekuensi 50 Hz, waktu rangsangan 1 detik, dan kuat arus 0,2 mA
Perhitungan persen proteksi (efek analgetik)
14
Pada proses inflamasi pulpa, proses nyeri terjadi akibat pembebasan berbagai mediator biokimiawi selama proses inflamasi terjadi. Mediator nyeri (autacoid) terdiri atas histamin, bradikinin, leukotrien, dan prostaglandin.20 Pembebasan mediator tersebut merangsang saraf sensorik gigi. Saraf sensorik gigi terdiri dari serabut-serabut saraf tipe A-δ (bermielin) yang menimbulkan sensasi nyeri yang terputus-putus dan menusuk dengan intensitas tinggi, dan serabut-serabut saraf tipe-C (nonmielin) yang menimbulkan sensasi nyeri terus-menenus dengan intensitas rendah.22 Untuk mengatasi nyeri tersebut diperlukan obat pereda nyeri, bahan pereda nyeri yang digunakan adalah ekstrak lerak. Kandungan kimia ekstrak lerak adalah saponin, alkaloid, flavonoid, dan polifenol. Mekanisme analgetik (pereda nyeri) ekstrak lerak kemungkinan berasal dari senyawa aktif yang dikandungnya seperti saponin, alkaloid, dan flavoniod. Alkaloid bekerja dengan mengubah persepsi nyeri dengan meningkatkan ambang nyeri di sistem saraf pusat.9 Sementara Saponin dan flavonoid dapat menghambat enzim siklooksigenase yang dapat menurunkan sintesis prostaglandin sehingga mengurangi terjadinya vasodilatasi pembuluh darah dan aliran darah lokal sehingga migrasi sel radang pada area radang akan menurun.10 Perhitungan nilai ambang nyeri dilihat dari nilai voltase ketika kelinci memberikan respon licking, pada waktu menit ke-0, 5, 10, 20, 30, 40 50, 60, frekuensi 50 Hz, waktu rangsangan 1 detik, dan kuat arus 0,2 mA.11 Kemudian dilakukan perhitungan persen proteksi dengan menggunakan metode Langford dkk yang telah dimodifikasi untuk mengetahui efek analgetik.12
3.2 Hipotesis Penelitian
15
Dari kerangka konsep di atas dapat ditarik hipotesa bahwa: 1. Ada efek analgetik ekstrak buah lerak pada gigi-gigi kelinci jantan 2. Ada perbedaan efek analgetik ekstrak buah lerak pada gigi-gigi kelinci jantan pada konsentrasi 2,5%, 5%, dan 7,5% 3. Ada durasi efek analgetik ekstrak buah lerak pada gigi-gigi kelinci jantan pada konsentrasi 2,5%, 5%, dan 7,5% 4. Ada waktu puncak efek analgetik ekstrak buah lerak pada gigi-gigi kelinci jantan pada konsentrasi 2,5%, 5%, dan 7,5%
BAB 4
16
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian Jenis Penelitian
: Rancangan Acak Lengkap : Eksperimental Laboratorium
4.2 Populasi, Sampel, dan Besar sampel 4.2.1 Populasi
: Kelinci Dutch jantan
4.2.2 Sampel
: Kelinci Dutch jantan
Kriteria inklusi kelompok sampel : •
Kelinci Dutch jantan dengan berat badan 1,5-1,8 kg
•
Kelinci Dutch jantan dengan rentang umur 3-4 bulan
•
Kelinci Dutch jantan yang memiliki gigi insisivus kanan dan kiri atas
Kriteria eksklusi kelompok sampel •
Kelinci Dutch jantan yang memiliki gigi insisivus kanan dan kiri atas yang mengalamai maloklusi
4.2.3 Besar sampel Penelitian ini menggunakan 4 kelompok, yaitu •
Kelompok 1 : diberi suspensi CMC (Carboxymethyl Cellulose) 0,5%
•
Kelompok 2 : diberi suspensi lerak 2,5%
•
Kelompok 3 : diberi suspensi lerak 5%
•
Kelompok 4 : diberi suspensi lerak 7,5%
17
Jumlah kelinci (ulangan) untuk setiap kelompok (perlakuan) ditentukan berdasarkan rumus Federer 28, yaitu : (t-1) (r-1) ≥ 15 (4-1) (r-1) > 15 r>6 Jadi besar sampel yang dipakai dari setiapkelompok perlakuan adalah 6. Keterangan : t = jumlah perlakuan r = jumlah ulangan
18
4.3 Variabel Penelitian Variabel bebas • Suspensi CMC (Carboxymethyl Cellulose) 0,5%, suspensi ekstrak lerak 2,5%,5%, 7,5
Variabel terkendali • Asal buah lerak • Suhu (50°C) penguapan dengan rotavapor • Waktu penguapan rotavapor • Jenis kelinci Dutch • Jenis kelamin kelinci jantan • Umur kelinci 3-4 bulan • Berat kelinci 1,5-1,8 kg • Lama waktu adaptasi kelinci didalam kandang 1 minggu • Kondisi kandang kelinci • Kondisi kymograph • Jenis dan bentuk mata bur (bur silindris) • Kecepatan putar dari bur (sedang) • Jumlah larutan yang diaplikasikan ke ruang pulpa gigi (20 mikro liter) • Keterampilan operator • Gigi insisivus atas kanan dan kiri kelinci 4.3.1
Variabel tergantung • Efek analgetik, dinyatakan dalan nilai persen proteksi
Variabel tidak terkendali • Perlakuan terhadap buah lerak selama tumbuh • Lingkungan (kondisi tanah dan iklim) tempat tumbuh buah lerak • Lamanya penyimpanan buah lerak setelah dipetik dipohon sampai ekstraksi buah lerak • Perlakuan terhadap kelinci dari lahir sampai usia dilakukannya percobaan • Variasi struktur anatomis gigi insisivus atas kanan kelinci
Variabel bebas: Suspensi CMC (Carboxymethyl Cellulose) 0,5%, suspensi ekstrak lerak 2,5%, 5%, 7,5%.
4.3.2
Variabel tergantung: Efek analgetik, dinyatakan dengan nilai voltase yang diukur dengan menggunakan kymograph (Universal model,
19
Harvard, USA) dengan frekuensi 50 Hz, lamanya rangsangan 1 detik, dan kuat arus dimulai dari 0,2 mA.
4.3.3 Variabel terkendali a. Asal buah lerak b. Suhu (50°C) penguapan dengan rotavapor c. Waktu penguapan rotavapor d. Jenis kelinci Dutch e. Jenis kelamin kelinci jantan f. Umur kelinci 3-4 bulan g. Berat kelinci 1,5-1,8 kg h. Lama waktu adaptasi kelinci didalam kandang 1 minggu i. Kondisi kandang kelinci j. Kondisi kymograph k. Jenis dan bentuk mata bur (bu silindris) l. Kecepatan putar dari turbin bur (sedang) m. Jumlah larutan yang diaplikasikan ke ruang pulpa gigi (20 mikro liter) n. Keterampilan operator o. Gigi insisivus atas kanan dan kiri kelinci
4.3.4
Variabel tidak terkendali
a. Perlakuan terhadap lerak selama tumbuh b. Lingkungan (kondisi tanah dan iklim) tempat tumbuh buah lerak
20
c. Lamanya penyimpanan buah lerak setelah dipetik dipohon sampai ekstraksi buah lerak d. Perlakuan terhadap kelinci dari lahir sampai usia dilakukannya percobaan e. Struktur anatomis gigi insisivus atas kanan dan kiri kelinci.
4.4 Definisi Operasional a. Ekstrak lerak adalah ekstrak yang diperoleh dengan melarutkan 520 gr serbuk simplisia dalam pelarut etanol 96% dan diperoleh ekstrak kental b. Suspensi ekstrak lerak konsentrasi 2,5% adalah ekstrak sebanyak 2,5 gr (2,5%) yang ditambahkan larutan CMC sedikit demi sedikit sambil digerus, ditambahkan air suling sampai volume 100 ml. c. Suspensi ekstrak lerak konsentrasi 5% adalah ekstrak sebanyak 5 gr (5%) yang ditambahkan larutan CMC sedikit demi sedikit sambil digerus, ditambahkan air suling sampai volume 100 ml. d. Suspensi ekstrak lerak konsentrasi 7,5% adalah ekstrak sebanyak 7,5 gr (7,5%) yang ditambahkan larutan CMC sedikit demi sedikit sambil digerus, ditambahkan air suling sampai volume 100 ml. e. Kelinci percobaan adalah kelinci jantan jenis dutch, berat 1,5-1,8 kg, umur 3-4 bulan, yang diberikan ektrak lerak dengan konsentrasi 2,5%, 5%, dan 7,5% dengan cara menginjeksikannya kedalam kavitas pulpa
21
gigi insisivus kanan dan kiri atas yang dicapai dengan jalan pengeboran gigi kelinci. f. Efek analgetik adalah nilai persen proteksi, yaitu persentase dari perlindungan obat dengan membandingkan nilai intensitas nyeri kelompok obat dibandingkan dengan kelompok yang belum diberi obat, yang datanya didadapat dari pencatatan nilai voltase dengan menggunakan kymograph pada saat kelinci merasakan nyeri yang ditandai dengan reaksi licking (menjilat), dilakukan pada menit ke-5, 10, 20, 30, 40, 50 dan 60 setelah eksrtak lerak diaplikasikan ke kavitas pulpa kelinci.
4.5 Bahan dan Alat Penelitian 4.5.1 Bahan Penelitian 1. Buah lerak 2. Etanol 96 % destilasi 4 liter (Kimia farma, Indonesia) 3. CMC (Carboxy Methil Cellulose) 4. Aquabidest 1 liter (Kimia farma, Indonesia) 5. Anastesi : Ketamin + diazepam (Kimia farma, Indonesia) 6. Cavit (Dentroit fluor, Prancis) 7. Calxyl (Ivoclar vivadeni, Liechtenstein) 8. Paper point (Roeko, Jerman)
22
4.5.2 Alat Penelitian 1. Timbangan (Vibra, Jepang) 2. Blender (Panasonic, Indonesia) 3. Vacum rotavapor (Heidolp WB 2000) 4. Kymograph (Universal model, Harvard, USA) 5. Lumpang (Pyrex, USA) 6. Timbangan hewan (Presica geniweighet, Indonesia) 7. Spuit 1 ml (Terumo, Japan) 8. Spuit 5 ml (Terumo, Japan) 9. Mikromotor (HNSY, Jerman) 10. Bur diamond silindris (Intensive, Switzerland) 11. Pinset, sonde, spatula semen, instrument plastis (Smick, China) 12. Alat destilasi pelarut (Electrothermal, England) 13. Kertas saring (Whatman no.42, England) 1.
Vaccum rotavapor (Antriebs ATB, England)
2.
Erlenmeyer (Pyrex, USA)
3.
Alat destilasi pelarut (Electrothermal, England) 4. Perkolator 5. Pasungan Kelinci 6.
Kandang kelinci
7.
Lemari pengering
23
4.6. Tempat dan Waktu Penelitian 4.6.1
Tempat Penelitian
Laboratorium Obat Tradisional dan Laboratorium Farmakologi Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara 4.6.2
Waktu penelitian
Waktu penelitian adalah 6 bulan
4.7 Prosedur Penelitian 4.7.1 Pembuatan Bahan Coba 4.7.1.1 Ekstraksi buah lerak Buah lerak dicuci bersih dengan air mengalir lalu ditimbang sebanyak 940 gr (Gambar 3) kemudian diambil bijinya dan daging buah dipotong kecil dengan lebar ± 3 mm (Gambar 4) lalu dikeringkan dalam lemari pengering (Gambar 5) pada temperatur ± 40°C sampai dapat diremas rapuh (Gambar 6). Potongan daging buah yang telah kering ditimbang sebanyak 600 gr (Gambar 7), kemudian diblender (Gambar 8), diayak dan didapat serbuk seberat 520 gr (Gambar 9) lalu disimpan dalam wadah plastik tertutup. Tambahkan etanol destilasi sebanyak 800 ml untuk maserasi (Gambar 10) lalu disimpan dalam wadah tertutup dan didiamkan selama 3 jam. Massa dipindahkan sedikit demi sedikit ke dalam perkolator dengan hati-hati sambil sesekali ditekan, kemudian tuangkan etanol destilasi sebanyak 200 ml dan disaring dengan selapis kertas saring. Biarkan sampai cairan mulai menetes, perkolator ditutup dan dibiarkan selama 24 jam. Cairan dibiarkan menetes dengan kecepatan ± 20 tetes/menit, etanol destilasi
24
ditambahkan berulang-ulang secukupnya hingga selalu terdapat selapis cairan penyari diatas simplisia (Depkes RI,2000). Perkolat diuapkan dengan alat vacuum rotavapor pada suhu tidak lebih 50°C hingga diperoleh ekstrak kental dengan konsistensi seperti madu (Gambar 11). Ekstrak lerak dimasukkan ke dalam botol kaca lalu disimpan di tempat yang sejuk. (Lampiran 1)
Gambar 3. Penimbangan buah lerak
25
Gambar 4. Pemotongan daging buah lerak.
Gambar 5. Lemari pengering.
Gambar 6. Potongan lerak di lemari pengering.
Gambar 7. Potongan lerak yang sudah kering.
Gambar 8. Potongan lerak diblender.
Gambar 9. Simplisia lerak.
Gambar 10. Simplisia di dalam.
Gambar 11. Vaccum rotavapor
26
perkolator
4.7.1.2 Pembuatan Suspensi CMC (Carboxy Methil Cellulose) 0,5% (b/v) Sebagai Kontrol Negatif Pembuatan suspensi CMC 0,5% (b/v) dilakukan dengan cara sebagai berikut: sebanyak 500 mg CMC ditaburkan ke dalam lumpang yang berisi air suling panas sebanyak 20 ml (Gambar 12). Didiamkan selama 20 menit hingga diperoleh masa yang transparan, digerus (Gambar 13) hingga bebentuk gel atau masa yang kental dan homogen (Gambar 14). Kemudian disimpan dalam pot (Gambar 15).
Gambar 12. CMC ditaburkan ke dalam lumpang yang berisi air suling panas
Gambar 13. Penggerusan CMC
Gambar 14. Suspensi CMC 0,5% (b/v)
Gambar 15. Suspensi
27
CMC 0,5% disimpan di dalam pot
4.7.1.3 Pembuatan suspensi lerak konsentrasi 2,5% Timbang ekstrak sebanyak 2,5 gr (2,5%) (Gambar 16) ditambahkan larutan CMC sedikit demi sedikit sambil digerus (Gambar 17), ditambahkan air suling sampai volume 100 ml (Gambar 19), kemudian disimpan dalam botol vial (Gambar 20). 4.7.1.4 Pembuatan suspensi lerak konsentrasi 5% Timbang ekstrak sebanyak 5 gr (5%) (Gambar 16) ditambahkan larutan CMC sedikit demi sedikit (Gambar 19) sambil digerus (Gambar 17), ditambahkan air suling sampai volume 100 ml (Gambar 19), kemudian disimpan dalam botol vial (Gambar 21). 4.7.1.5 Pembuatan suspensi lerak konsentrasi 7,5% Timbang ekstrak sebanyak 7,5 gr (7,5%) (Gambar 16) ditambahkan larutan CMC sedikit demi sedikit sambil digerus (Gambar 17), ditambahkan air suling sampai volume 100 ml (Gambar 19), kemudian disimpan dalam botol vial (Gambar 22).
Gambar 16. Ektrak lerak ditimbang
Gambar 17. Ekstrak lerak yang telah ditambahkan larutan CMC
28
Gambar 18. Penggerusan
Gambar 20. Ekstrak lerak konsentrasi 7,5%
Gambar 19. Ekstrak lerak yang telah ditambahkan air suling hingga volume 100 ml
Gambar 21. Ekstrak lerak konsentrasi 5%
4.7.2 Penyiapan Hewan Coba
Gambar 22. Ekstrak lerak konsentrasi 2,5%
29
Hewan yang digunakan adalah kelinci jantan dutch dengan berat 1,5-1,8 kg, umur 3-4 bulan, dibagi menjadi 4 kelompok dimana setiap kelompok terdiri dari 6 kelinci. Hewan percobaan dipelihara pada kandang yang memiliki ventilasi yang baik yaitu mecakup pergantian udara dan kandang dibersihkan setiap hari dari sisa makanan dan kotoran. Hewan yang sehat ditandai dengan kenaikan berat badan yang teratur dan memperlihatkan gerakan yang lincah.29
4.7.3 Pengujian efek analgetika ekstrak lerak dengan menggunakan metode Stimulasi pulpa Uji efek analgetik dilakukan terhadap 24 hewan coba yang di kelompokkan sebagai berikut : Kelompok 1 : diberi suspensi CMC 0,5% sebagayak 6 kelinci Kelompok 2 : diberi suspensi lerak 2,5% sebanyak 6 kelinci Kelompok 3 : diberi suspensi lerak 5% sebanyak 6 kelinci Kelompok 4 : diberi suspensi lerak 7,5% sebanyak 6 kelinci Cara kerja uji efek analgetik ekstrak lerak dengan menggunakan metode stimulasi pulpa11, yaitu: 1. Kelinci dimasukkan kedalam tempat pasungan kelinci (Gambar 23) 2. Telinga kanan kelinci dibersihkan dengan alkohol 70% (Gambar 24) 3. Bulu pada telinga kanan kelinci yang berada di atas pembuluh darah vena (marginal ear vein) dicukur dengan gunting (Gambar 25)
30
4. Anastesi intravena 20 mg/kg ketamin( kimia farma) + 0,5 mg/kg diazepam (kimia farma) melalui pembuluh darah vena yang terdapat pada pada telinga kelinci (marginal ear vein), dengan menggunakan spuit 1 ml.24 (Gambar 26) 5. Anastesi bekerja beberapa detik setelah bahan anastesi dinjeksikan secara intravena, yang ditandai dengan kehilang refleks, yaitu kelinci tidak memberikan reaksi ketika telinganya di jentik (ear pinch reaction)25 6. Preparasi gigi insisvus atas kanan dan kiri kelinci dengan bur silindris (diameter 1 mm) dengan cara membuang struktur gigi kelinci pada sisi labial sampai daerah sedikit dibawah gingiva, hingga ruang pulpa terbuka (Gambar 27) 7. Gunakan sonde untuk memastikan pulpa sudah terbuka 8. Daerah kerja dibersihkan dengan menyemprotkan aquades 2 ml (Gambar 28) dengan menggunakan spuit 5 ml dan di bersihkan dengan kapas (Gambar 29), dan paper point dengan batuan pinset (Gambar 30) 9. Kymograph dihidupkan, frekuensi dan arus listrik kymograph diatur dengan frekuensi 50 Hz dan kuat arus 0,2 mA, dan tekan tombol repetition (arus listrik akan mengalir secara terputus-putus dengan durasi 1 sekon pada setiap pengulangannya) 10. Elekroda dimasukkan ke dalam ruang pulpa gigi kelinci, yaitu katoda pada ruang pulpa gigi kanan kelinci dan anoda pada ruang pulpa gigi kiri kelinci (Gambar 31) 11. Voltase dinaikkan dengan cara memutar tombol voltase dari posisi 0 hingga mencapai nilai voltase yang menimbulkan reaksi licking, sehingga didapat nilai voltase awal yang merupakan nilai normal intensitas nyeri kelinci (Gambar 32)
31
12. Suspensi CMC (Carboxymethyl Cellulose) 0,5%, suspensi ekstrak lerak 2,5%, 5%, 7,5% diinjeksikan ke kavitas pulpa sebanyak 20 mikroliter dengan menggunakan spuit 1ml (10 mikroliter pada gigi kanan atas dan 10 mikroliter pada gigi kiri atas) (Gambar 34) 13. Setelah 5 menit (waktu untuk zat berpenetrasi), elekroda dimasukkan ke dalam ruang pulpa gigi kelinci, yaitu katoda pada ruang pulpa gigi kanan kelinci dan anoda pada ruang pulpa gigi kiri kelinci (Gambar 35), voltase kembali dinaikkan dengan cara memutar tombol voltase dari posisi 0 hingga mencapai nilai voltase yang menimbulkan reaksi licking (Gambar 36), pencatatan nilai voltase ini dilakukan pada menit ke 5, 10, 20, 30, 40, 50, dan 60. 14. Setelah perhitungan selesai, kavitas dibersihkan, di diberi calxyl dan tambalan sementara cavit. (Lampiran 2)
Gambar 23. Kelinci dipasung
Gambar 24. Telinga kelinci dibersihkan dengan alkohol 70%
32
Gambar 25. Bulu telinga kelinci diatas marginal ear vein dicukur dengan gunting
Gambar 27. Pengeburan gigi kelinci sampai ruang pulpa terbuka
Gambar 29. Gigi kelinci dikeringkan dengan kapas
Gambar 26. Anastesi Intravena melalui pembuluh marginal ear vein
Gambar 28. Daerah kerja dibersihkan dengan 2ml aquades
Gambar 30. Gigi kelinci dikeringkan paper point
33
Gambar 31. Elektroda dimasukkan ke ruang pulpa gigi
Gambar 32. Voltase dinaikkan dari posisi 0 hingga mencapai nilai voltase yang menimbulkan reaksi licking
Gambar 34. Injeksi suspensi CMC / ektrak lerak 10 mikroliter pada gigi insisivus kanan, dan 10 mikroliter pada gigi insisivus Kiri
Gambar 35. Elektroda dimasukkan ke ruang pulpa gigi
Gambar 36. Voltase dinaikkan dari posisi 0 hingga mencapai nilai voltase yang menimbulkan reaksi licking
34
4.7.4
Perhitungan persen proteksi (efek analgetik)
Metode Langford dkk yang telah dimodifikasi digunakan untuk mengetahui efek analgetik , yang dihitung dalam persen (%) efek analgetik dengan rumus sebagai berikut12, yaitu : % Proteksi = Voltase pada menit tertentu - Voltase awal x 100% Voltase awal Keterangan : Voltase pada menit tertentu : Nilai voltase kelompok CMC 0,5% (kontrol), ekstrak lerak 2,5%, ekstrak lerak 5%, dan ekstrak lerak 7,5% pada menit ke5, 10, 20, 30, 40, 50, dan 60 Voltase awal : Nilai voltase sebelum zat diaplikasikan ke ruang pulpa
4.8 Analisa Data Data yang diperoleh dilakukan uji statistik analisa varians satu arah (ANOVA) dengan α= 0,05 untuk mengetahui perbedaan pengaruh bahan irigasi ekstrak buah lerak dalam berbagai konsetrasi dan waktu. Selanjutnya dilakukan uji LSD untuk mengetahui perbedaan pengaruh diantara kelompok perlakuan.
35
BAB 5 HASIL PENELITIAN
5.1 Ekstrak kental Lerak Daging buah lerak yang telah dikeringkan dan dihaluskan (520 gram) diekstraksi, diperoleh ekstrak kental berwarna coklat kehitaman (Gambar 15), disimpan dalam wadah kaca tertutup dan diletakkan di tempat yang sejuk.
Gambar 15. Ekstrak kental lerak
5.2 Uji Efektifitas Analgetik Hasil pencatatan nilai voltase yang dihitung pada menit ke 5, 10, 20, 30, 40, 50, dan 60 dengan menggunakan kymograph menunjukkan efek analgetik paling besar pada kelompok suspensi ekstrak lerak 5% lalu diikuti dengan kelompok suspensi ekstrak lerak 7,5% dan kelompok suspensi ekstrak lerak 2,5%, sedangkan kelompok kontrol tidak memperlihatkan adanya efek analgetik. Durasi efek analgetik ketiga kelompok perlakuan berlangsung dari menit ke 5 hingga menit ke 60, suspensi ekstrak
36
lerak 7,5% dan 2,5% mencapai puncak efek analgetik pada menit ke 10, sementara suspensi ekstrak lerak 5% mencapai puncak analgetik pada menit ke 30. Hal ini dapat dilihat pada grafik rata-rata nilai persen proteksi dibawah ini.
Grafik 1. Rata-rata persen proteksi kelompok kotrol, suspensi ekstrak lerak 2,5%, suspensi ekstrak lerak 5%, dan suspensi ekstrak lerak 7,5% pada menit ke 5, 10, 20, 30, 40, 50, dan 60 Tabel 1.
HASIL UJI ANALISIS VARIANS SATU ARAH KELOMPOK
KONSENTRASI (ANOVA ) Kelompok CMC 0,5% Lerak 2,5% Lerak 5% Lerak 7,5 %
N 48 48 48 48
Persen Proteksi x + SD 13,7500 + 16,06172 60,2771 + 43,30249 89,1667 + 57,60590 76,4588 + 67,07118
P 0,001 0,000 0,000 0,002
Dari hasil uji Analisa Varians satu arah menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan (P < 0,05) antara menit ke 5, 10, 20, 30, 40, 50,dan 60 pada setiap kelompok
37
CMC 0,5% (kontrol negatif), suspensi ekstrak lerak 2,5%, suspensi ekstrak lerak 5%, dan suspensi ekstrak 7,5%. (tabel 1). Tabel 2. HASIL UJI ANALISIS VARIANS SATU ARAH KELOMPOK WAKTU (ANOVA ) Kelompok N 24 24 24 24 24 24 24
Menit ke-5 Menit ke-10 Menit ke-20 Menit ke-30 Menit ke-40 Menit ke-50 Menit ke-60
Persen Proteksi x + SD 41,3888 + 33,54878 96,3888 + 68,40470 84,5833 + 49,64422 85,9725 + 72,21798 64,0275 + 40,14446 54,3054 + 45,90991 52,6388 + 54,70130
P 0,016 0,003 0,010 0,000 0,000 0,006 0,028
Dari hasil uji Analisa Varians satu arah menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan (P < 0,05) persen proteksi antara kelompok CMC 0,5% (kontrol negatif), suspensi ekstrak lerak 2,5%, suspensi ekstrak lerak 5%, dan suspensi ekstrak 7,5% pada setiap menit perlakuan, baik pada menit ke 5, 10, 20, 30, 40, 50,dan 60. (table 2). Tabel 3. HASIL UJI LSD ANTARA KELOMPOK KONTROL DAN KELOMPOK PERLAKUAN DENGAN SUSPENSI EKSTRAK LERAK 2,5%, 5%, DAN 7,5 % PADA MENIT KE-5 Menit ke-5 CMC 0,5% Lerak 2,5% Lerak 5% Lerak 7,5%
CMC 0,5% 0,026* 0,004* 0,009*
Lerak 2,5% 0,026* 0,381 0,635
Lerak 5% 0,004* 0,381
Lerak 7,5% 0,009* 0,635 0,684
0,684
Keterangan : * : Signifikansi
Dari hasil uji statistik dengan LSD, pada menit ke-5 diperoleh hasil bahwa kelompok CMC 0,5% (kontrol) berbeda secara signifikan (P < 0,05) dengan lerak
38
konsentrasi 2,5%, 5% dan 7,5%. Namun tidak terdapat perbedaan yang signifikan antar kelompok konsentrasi, baik atara lerak konsentrasi 2,5 % dengan 5 %, lerak konsentrasi 2,5 % dengan 7,5% dan lerak konsentrasi 5 % dengan 7,5 %. (tabel 3) Tabel 4. HASIL UJI LSD ANTARA KELOMPOK KONTROL DAN KELOMPOK PERLAKUAN DENGAN SUSPENSI EKSTRAK LERAK 2,5%, 5%, DAN 7,5 % PADA MENIT KE-10 Menit ke-10 CMC 0,5% Lerak 2,5% Lerak 5% Lerak 7,5%
CMC 0,5% 0,014* 0,040* 0,000*
Lerak 2,5% 0,014* 0,639 0,114
Lerak 5% 0,040* 0,639
Lerak 7,5% 0,000* 0,114 0,046*
0,046*
Keterangan : * : Signifikansi
Dari hasil uji statistik dengan LSD, pada menit ke-10 diperoleh hasil bahwa kelompok CMC 0,5% (kontrol) berbeda secara signifikan (P < 0,05) dengan lerak konsentrasi 2,5%, 5%, dan 7,5%. Namun tidak terdapat perbedaan yang signifikan atara lerak konsentrasi 2,5% dengan 5%, dan dengan 7,5%. Sementara terdapat perbedaan yang signifikan (P < 0,05) antara lerak konsentrasi 5% dengan 7,5%. (tabel 4) Tabel 5. HASIL UJI LSD ANTARA KELOMPOK KONTROL DAN KELOMPOK PERLAKUAN DENGAN SUSPENSI EKSTRAK LERAK 2,5%, 5%, DAN 7,5 % PADA MENIT KE-20 Menit ke-20 CMC 0,5% Lerak 2,5% Lerak 5% Lerak 7,5%
CMC 0,5%
0,008* * 0,007* * 0,003* Keterangan : * : Signifikansi *
Lerak 2,5% 0,008* *
Lerak 5% 0,007* * 0,962
0,962 0,655
0,689
Lerak 7,5% 0,003* * 0,655 0,689
Dari hasil uji statistik dengan LSD, pada menit ke-20 diperoleh hasil bahwa kelompok CMC 0,5% (kontrol) berbeda secara signifikan (P < 0,05) dengan lerak konsentrasi 2,5, 5% dan 7,5% . Namun tidak terdapat perbedaan yang signifikan antar
39
kelompok konsentrasi, baik atara lerak konsentrasi 2,5 % dengan 5 %, lerak konsentrasi 2,5 % dengan 7,5%, dan lerak konsentrasi 5 % dengan 7,5 %. (tabel 5) Tabel 6. HASIL UJI LSD ANTARA KELOMPOK KONTROL DAN KELOMPOK PERLAKUAN DENGAN SUSPENSI EKSTRAK LERAK 2,5%, 5%, DAN 7,5 % PADA MENIT KE-30 Menit ke-30 CMC 0,5% Lerak 2,5% Lerak 5% Lerak 7,5%
CMC 0,5% 0,029* 0,000* 0,141
Lerak 2,5% 0,029* 0,000* 0,424
Lerak 5% 0,000* 0,000*
Lerak 7,5% 0,141 0,424 0,000*
0,000*
Keterangan : * : Signifikansi
Dari hasil uji statistik dengan LSD, pada menit ke-30 diperoleh hasil bahwa kelompok CMC 0,5% (kontrol) berbeda secara signifikan (P < 0,05) dengan lerak konsentrasi 2,5%, 5%, namun tidak signifikan dengn lerak konsentrasi 7,5%. Terdapat perbedaan yang signifikan (P < 0,05) atara lerak konsentrasi 2,5 % dengan 5 %, dan lerak konsentrasi 5% dengan 7,5%. Namun lerak konsentrasi 2,5% dengan 7,5% tidak berbeda nyata. (tabel 6) Tabel 7. HASIL UJI LSD ANTARA KELOMPOK KONTROL DAN KELOMPOK PERLAKUAN DENGAN SUSPENSI EKSTRAK LERAK 2,5%, 5%, DAN 7,5 % PADA MENIT KE-40 Menit ke-40 CMC 0,5% Lerak 2,5% Lerak 5% Lerak 7,5%
CMC 0,5% 0,004* 0,000* 0,000*
Lerak 2,5% 0,004* 0,002* 0,015*
Lerak 5% 0,000* 0,002*
Lerak 7,5% 0,000* 0,015* 0,372
0,372
Keterangan : * : Signifikansi
Dari hasil uji statistik dengan LSD, pada menit ke-40 diperoleh hasil bahwa kelompok CMC 0,5% (kontrol) berbeda secara signifikan (P < 0,05) dengan lerak konsentrasi 2,5%, 5%, dan 7,5%. Selain itu, terdapat perbedaan yang signifikan atara
40
lerak konsentrasi 2,5 % dengan 5 %, dan dengan 7,5%, namun tidak terdapat perbedaan yang nyata antara lerak konsentrasi 5 % dengan 7,5 %. (tabel 7) Tabel 8. HASIL UJI LSD ANTARA KELOMPOK KONTROL DAN KELOMPOK PERLAKUAN DENGAN SUSPENSI EKSTRAK LERAK 2,5%, 5%, DAN 7,5 % PADA MENIT KE-50 Menit ke-50 CMC 0,5% Lerak 2,5% Lerak 5% Lerak 7,5%
CMC 0,5% 0,034* * 0,001* 0,010*
Lerak 2,5% 0,034* *
Lerak 5% 0,001* * 0,105
0,105 0,584
0,268
Lerak 7,5% 0,010* * 0,584 0,268
Keterangan : * : Signifikansi
Dari hasil uji statistik dengan LSD, pada menit ke-50 diperoleh hasil bahwa kelompok CMC 0,5% (kontrol) berbeda secara signifikan (P < 0,05) dengan lerak konsentrasi 2,5, 5%, dan 7,5%. Namun tidak terdapat perbedaan yang signifikan antar kelompok konsentrasi, baik atara lerak konsentrasi 2,5 % dengan 5 %, lerak konsentrasi 2,5 % dengan 7,5%, dan lerak konsentrasi 5 % dengan 7,5 %. (tabel 8) Tabel 9. HASIL UJI LSD ANTARA KELOMPOK KONTROL DAN KELOMPOK PERLAKUAN DENGAN SUSPENSI EKSTRAK LERAK 2,5%, 5%, DAN 7,5 % PADA MENIT KE-60 Menit ke-60 CMC 0,5% Lerak 2,5% Lerak 5% Lerak 7,5%
CMC 0,5%
0,140 0,008* * 0,011* Keterangan : * : Signifikansi *
Lerak 2,5% 0,140 0,173 0,226
Lerak 5% 0,008* 0,173
Lerak 7,5% 0,011* * 0,226 0,871
0,871
Dari hasil uji statistik dengan LSD, pada menit ke-60 diperoleh hasil bahwa kelompok CMC 0,5% (kontrol) tidak berbeda nyata dengan lerak konsentrasi 2,5%, namun berbeda secara signifikan (P < 0,05) dengan lerak konsentrasi 5% dan 7,5%. Dan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antar kelompok konsentrasi, baik atara
41
lerak konsentrasi 2,5 % dengan 5 %, lerak konsentrasi 2,5 % dengan 7,5%, dan lerak konsentrasi 5 % dengan 7,5 %. (tabel 9) Tabel 10. HASIL UJI LSD KELOMPOK LERAK 2,5% PADA MENIT KE 5, 10, 20, 30, 40, 50, 60 Lerak 2,5% Menit ke-5 Menit ke-10 Menit ke-20 Menit ke-30 Menit ke-40 Menit ke-50 Menit ke-60
Menit ke-5
Menit ke-10 0,001*
0,001*
Menit ke-20 0,005*
Menit ke-30 0,099
Menit ke-40 0,626
Menit ke-50 0,626
Menit ke-60 0,976
0,626
0,088
0,005*
0,005*
0,001*
0,215
0,018*
0,018*
0,005*
0,238
0,238
0,093
1,000
0,604
0,005*
0,626
0,099
0,088
0,215
0,626
0,005*
0,018*
0,238
0,626
0,005*
0,018*
0,238
1,000
0,976
0,001*
0,005*
0,093
0,604
0,604 0,604
Dari hasil uji statistik dengan LSD kelompok lerak 2,5% diperoleh hasil bahwa terdapat perbedaan yang signifikan (P < 0,05) antara menit ke-5, dengan menit ke-10, menit ke-20, namun tidak berbeda nyata dengan menit ke-30, menit ke-40, ke-50, dan ke-60. Terdapat perbedaan yang signifikan (P < 0,05) antara menit ke-10 dengan menit ke-5, dan ke-40, menit ke-50, dan menit ke-60, namun tidak berbeda nyata dengan menit ke-20, menit ke-30, dan ke-60. Terdapat perbedaan yang signifikan (P < 0,05) antara menit ke-20 dengan menit ke-5, dan ke-40, menit ke-50, dan menit ke-60, namun tidak berbeda nyata dengan menit ke-10, menit ke-30, dan ke-60. Tidak terdapat perbedaan signifikan (P < 0,05) antara menit ke-30 dengan menit ke-5, menit ke-10, menit ke-20, menit ke-40, menit ke-50, dan menit ke-60. Terdapat perbedaan yang
42
signifikan (P < 0,05) antara menit ke-40 dengan menit ke-10, menit ke-20, namun tidak berbeda nyata dengan menit ke-5, menit ke-30, menit ke-50, dan menit ke-60. Terdapat perbedaan yang signifikan (P < 0,05) antara menit ke-50 dengan menit ke-10, menit ke-20, namun tidak berbeda nyata dengan menit ke-5, menit ke-30, menit ke-40, dan menit ke-60. Terdapat perbedaan yang signifikan (P < 0,05) antara menit ke-60 dengan menit ke-10, menit ke-20, namun tidak berbeda nyata dengan menit ke-5, menit ke-30, menit ke-40, dan menit ke-50. (tabel 10) Tabel 11. HASIL UJI LSD KELOMPOK LERAK 5% PADA MENIT KE 5, 10, 20, 30, 40, 50, 60 Lerak 5% Menit ke-5 Menit ke-10 Menit ke-20 Menit ke-30 Menit ke-40 Menit ke-50 Menit ke-60
Menit ke-5
Menit ke-10 0,091
0,091
Menit ke-20 0,044*
Menit ke-30 0,000*
Menit ke-40 0,044*
Menit ke-50 0,127
Menit ke-60 0,232
0,731
0,000*
0,731
0,863
0,606
0,000*
1,000
0,606
0,391
0,000*
0,000*
0,000*
0,606
0,391
0,044*
0,731
0,000*
0,000
0,000*
0,044*
0,731
1,000
0,000*
0,127
0,863
0,606
0,000*
0,606
0,232
0,606
0,391
0,000*
0,391
0,731 0,731
Dari hasil uji statistik dengan LSD kelompok lerak 5% diperoleh hasil bahwa terdapat perbedaan yang signifikan (P < 0,05) antara menit ke-5, dengan, menit ke-20, menit ke-30, dan menit ke-40, namun tidak berbeda nyata dengan menit ke-10, menit ke-50, dan menitnke-60. Terdapat perbedaan yang signifikan (P < 0,05) antara menit ke-10 dengan menit ke-30, namun tidak berbeda nyata dengan menit ke-5, menit ke-20,
43
menit, menit ke-40, menit ke-50, dan menit ke-60. Terdapat perbedaan yang signifikan (P < 0,05) antara menit ke-20 dengan menit ke-5, dan menit ke-30, namun tidak berbeda nyata dengan menit menit ke-10, menit ke-40, menit ke-50, dan menit ke-60. Terdapat perbedaan yang signifikan (P < 0,05) antara menit ke-30 dengan menit ke-5, menit ke-20, menit ke-40, menit ke-50, dan menit ke-60, namun tidak berbeda nyata dengan menit ke-10. Terdapat perbedaan yang signifikan (P < 0,05) antara menit ke-40 dengan menit ke-5 dan menit ke-30, namun tidak berbeda nyata dengan menit ke-10, menit ke-20, menit ke-50, dan menit ke-60. Terdapat perbedaan yang signifikan (P < 0,05) antara menit ke-50 dengan menit ke-30, namun tidak berbeda nyata dengan menit ke-5, menit ke-10, menit ke-20, menit ke-40, dan menit ke-60. Terdapat perbedaan yang signifikan (P < 0,05) antara menit ke-60 dengan menit ke-30, namun tidak berbeda nyata dengan menit ke-5, menit ke-10, menit ke-20, menit ke-40, dan menit ke-50. (tabel 11)
Tabel 12. HASIL UJI LSD KELOMPOK LERAK 7,5% PADA MENIT KE 5, 10, 20, 30, 40, 50, 60
44
Lerak 7,5% Menit ke-5 Menit ke-10 Menit ke-20 Menit ke-30 Menit ke-40 Menit ke-50 Menit ke-60
Menit ke-5
Menit ke-10 0,002*
0,002*
Menit ke-20 0,088
Menit ke-30 0,890
Menit ke-40 0,281
Menit ke-50 0,692
Menit ke-60 0,430
0,139
0,003*
0,036*
0,007*
0,018*
0,115
0,514
0,184
0,346
0,346
0,796
0,514
0,492
0,770
0,088
0,139
0,890
0,003*
0,115
0,281
0,036*
0,514
0,346
0,692
0,007*
0,184
0,796
0,492
0,430
0,018*
0,346
0,514
0,770
0,692 0,692
Dari hasil uji statistik dengan LSD kelompok lerak 7,5% diperoleh hasil bahwa terdapat perbedaan yang signifikan (P < 0,05) antara menit ke-5 dengan menit ke-10, namun tidak berbeda nyata dengan menit ke-20, menit ke-30, menit ke-40, menit ke-50, dan menit ke-60. Terdapat perbedaan yang signifikan (P < 0,05) antara menit ke-10 dengan menit ke-5, menit ke-30, mennit ke-40, mennit ke-50, dan menit ke-60, namun tidak berbeda nyata dengan menit ke-20. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara menit ke-20 dengan menit ke-5, menit ke-10, menit ke-30, menit ke-40, menit ke-50, dan menit ke-60. Terdapat perbedaan yang signifikan (P < 0,05) antara menit ke-30 dengan menit ke-10, namun tidak berbeda nyata dengan menit ke-5, menit ke-20, menit ke-40, menit ke-50, dan menit ke-60. Terdapat perbedaan yang signifikan (P < 0,05) antara menit ke-40 dengan menit ke-10, namun tidak berbeda nyata dengan menit ke-5, menit ke-20, menit ke-30, menit ke-50, dan menit ke-60. Terdapat perbedaan yang signifikan (P < 0,05) antara menit ke-50 dengan menit ke-10, namun tidak
45
berbeda nyata dengan menit ke-5, menit ke-20, menit ke-30, menit ke-40, dan menit ke-60. Terdapat perbedaan yang signifikan (P < 0,05) antara menit ke-60 dengan menit ke-10, namun tidak berbeda nyata dengan menit ke-5, menit ke-20, menit ke-30, menit ke-40, dan menit ke-50. (tabel 12)
BAB 6 PEMBAHASAN
Penelitian tentang efek analgetik ekstrak buah lerak pada gigi-gigi kelinci jantan adalah untuk membuktikan bahwa ekstrak buah lerak mempunyai efek untuk
46
meredakan nyeri gigi. Penelitian ini dimulai dengan pembuatan ekstrak lerak. Daging buah lerak dipotong kecil-kecil dengan lebar ± 3 mm, dimasukkan ke dalam lemari pengering selama ± 7 hari hingga konsistensinya rapuh ketika digenggam, dihaluskan dengan blender, kemudian dilakukan maserasi dengan menggunakan pelarut etanol dan dimasukkan ke dalam perkolator. Setelah didapat ekstrak cair, masukkan ke dalam vaccum rotavapor untuk memisahkan ekstrak dan pelarut sehingga diperoleh ekstrak kental. Buah lerak dimasukkan ke dalam lemari pengering untuk mencegah proses pembusukkan. Proses ini tidak mempengaruhi efek analgetik karena saponin, flavonoid, alkaloid dan fenol merupakan senyawa yang tahan terhadap pemanasan, sedangkan etanol dipilih sebagai pelarut karena tidak bersifat toksik dan merupakan pelarut yang telah memenuhi syarat kefarmasian atau “pharmaceutical grade”.30 Ekstrak lerak tersebut kemudian di buat dalam bentuk suspensi dengan 3 konsentrasi yang berbeda yaitu konsentasi 2,5%, 5% dan, 7,5%. Ekstrak lerak dalam pelarut etanol disuspensikan dengan suspending agent CMC, penggunaan CMC dikarenakan bahan ini paling banyak digunakan pada produk-produk topikal, dapat diabsorbsikan kedalam molekul-molekul obat dan membentuk jembatan penghubung antar molekul tersebut, serta memberikan kekentalan.31 Sehingga dapat menjamin suspensi ekstrak lerak yang di aplikasikan ke kavitas pulpa gigi tidak tumpah keluar dari kavitas tersebut. Metode yang dipakai pada penelitian ini adalah metode stimulasi pulpa gigi. Stimulasi yang diberikan berupa ransangan listrik menggunakan frekuensi 50 Hz, lamanya rangsangan 1 detik, dan kuat arus dimulai dari 0,2 mA, nilai ambang batas
47
rasa sakit dinyatakan dalam nilai voltase, nilai ini yang kemudian dijadikan sebagai indikator untuk mengukur intensitas dan durasi efek analgesik. Metode ini digunakan karena perhitungannya yang mudah, yaitu dengan melihat respon licking (menjilat) oleh kelinci.11 Hewan coba yang digunakan adalah kelinci jantan, dengan rentang umur 3-4 bulan, dan berat badan antara 1,5-1,8 kg. Hewan ini memilki kedekatan secara genetik dan psikis dengan manusia. Untuk beberapa penelitian penggunaan kelinci dinilai lebih tepat dibandingkan dengan penggunaan tikus karena ukrannya yang lebih besar dan lebih mudah dalam melakukan manipulasi bedah.23 Penggunaan kelinci semakin diperluas, karna kemudahan dalam menanganinya dan harganya yang efektif.24 Pemilihan gigi insisivus kanan dan kiri atas kelinci sesuai dengan penelitian Baoshan dan Shiquan.11 Sementara rentang berat badan dan umur ditujukan untuk menghomogenkan sampel penelitian. Dalam penelitian ini efek analgetik ektrak buah lerak pada konsentrasi 2,5 %, 5% dan 7,5% dibandingkan dengan CMC 0,5% sebagai kontrol negatif dan dilihat perbedaannya. Dari keempat kelompok percobaan tersebut efek analgetik paling besar ditunjukkan oleh suspensi ekstrak lerak 5% setelah itu suspensi ekstrak 7,5% dan diikuti oleh suspensi ekstrak lerak 2,5%, sementara kontrol negatif tidak memperlihatkan efek analgetik (grafik 1). Hasil penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan di antara seluruh kelompok perlakuan (P < 0,05). Hal ini berarti hipotesis penelitian diterima (tabel 1 dan 2). Lerak konsentrasi 2,5%, 5% dan 7,5% berbeda secara signifikan terhadap kelompok kontrol pada hampir seluruh menit pencatatan, kecuali pada menit ke-60
48
dimana ekstrak lerak 2,5% tidak memperlihatkan perbedaan efek yang berarti dengan kelompok kontrol. Sementara perbedaan efek analgetik yang signifikan antar kelompok konsentrasi hanya terjadi pada menit-menit tertentu. Hal ini dimungkinkan karena rentang konsentrasi yang terlalu dekat (tabel 3-9). Perhitungan dilakukan selama 60 menit, hal ini sesuai dengan lama kerja anastesi ketamin dan diazepam yaitu 2 jam,32 60 menit pertama digunakan untuk pengeburan gigi insisivus atas kanan dan kiri kelinci, dan 60 menit berikutnya digunakan untuk perhitungan nilai voltase. Obat mulai bekerja pada menit ke 5 dan berakhir pada menit ke 60, dimana kelompok lerak 2,5% efektif bila digunakan dalam jangka waktu 10-20 menit karena pada interval waktu ini efek perlakuan mengalami peningkatan (menyebabkan tubuh lebih kebal terhadap arus listrik), dan efek buah lerak akan mengalami penurunun setelah lebih dari 30 menit digunakan. (tabel 10) Sementara kelompok lerak 5% efektif bila digunakan dalam jangka waktu 20-40 menit karena pada interval waktu ini efek perlakuan mengalami peningkatan (menyebabkan tubuh lebih kebal terhadap arus listrik), efek buah lerak akan mengalami penurunun setelah lebih dari 50 menit digunakan. (tabel 11) Kelompok lerak 7,5% efektif bila digunakan dalam jangka waktu 10 menit karena pada interval waktu ini efek perlakuan mengalami peningkatan (menyebabkan tubuh lebih kebal terhadap arus listrik), efek buah lerak akan mengalami penurunun setelah lebih dari 20 menit digunakan. (tabel 12) Dapat disimpulkan kelompok lerak 5% lebih statbil karena memiliki keefektifan dengan interval waktu yang lebih lama. Efek analgetik yang ditimbulkan ekstrak lerak diduga karena ekstrak lerak punya banyak senyawa aktif. Ekstrak lerak memiliki kandungan berupa saponin,
49
flavonoida, dan alkaloida yang memiliki sifat analgetik. Alkaloid bekerja dengan mengubah persepsi nyeri dengan meningkatkan ambang nyeri di Sistem Saraf Pusat.9 Saponin dan flavonoid dapat menghambat enzim siklooksigenase yang dapat menurunkan sintesis prostaglandin sehingga mengurangi terjadinya vasodilatasi pembuluh darah dan aliran darah lokal sehingga migrasi sel radang pada area radang akan menurun.10 dan nyeri reda. Selain memiliki efek analgetik, lerak memiliki sifat-sifat yang mendukung untuk dikembangkan menjadi bahan irigan yang baik. Penelitian menunjukkan bahwa ekstrak buah lerak memiliki efek antibakteri terhadap Streptococcus mutans, Fusobacterium nucleatum, dan Enterococcus faecalis, serta efek antijamur terhadap Candida albicans. Penelitian lain menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna antara celah mikro dan kekuatan tarik resin komposit dengan dentin yang dihasilkan ekstrak lerak dalam pelarut etanol 0,01 % dengan kombinasi NaOCl 5 % dan EDTA 18 %.13,14 Meskipun uji efek analgetik ekstrak lerak telah dilakukan secara in vivo masih perlu dilakukan penelitian lanjutan sehingga bahan ini dapat digunakan secara klinis.
BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan 1. Penelitian ini membuktikan bahwa ekstrak lerak mempunyai efek analgetik pada gigi-gigi kelinci jantan pada konsentrasri 2,5%, 5%, dan 7,5%
50
2. Terdapat perbedaan efek analgetik ekstrak buah lerak pada gigi-gigi kelinci jantan pada konsentrasi 2,5%, 5%, dan 7,5%, dimana lerak konsentrasi 5% menunjukkan efek analgetik yang lebih stabil. 3. Durasi efek analgetik buah lerak pada gigi-gigi kelinci jantan pada konsentrasi 2,5%, 5% , dan 7,5% adalah 60 menit 4. Waktu puncak efek analgetik ekstrak buah lerak pada gigi-gigi kelinci jantan berbeda-beda pada setiap konsentrasi. Lerak konserasi 2,5% mencapai puncak efek pada interval waktu 10-20 menit, lerak konsentrasi 5% mencapai puncak efek pada interval waktu 20-40, dan lerak konsentrasi 7,5% mencapai puncak efek pada waktu 10 menit.
7.2 Saran 1. Agar dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui kandungan zat aktif mana yang terkandung dalam buah lerak yang memiliki efek analgetik paling benar 2. Penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar penelitian lebih lanjut untuk mencari konsentrasi yang memiliki efek analgetik yang dapat digunakan secara klinis dan akhirnya ekstrak buah lerak dapat di kembangkan sebagai alternatif bahan irigasi saluran akar dari bahan alami pada perawartan endodonti. 3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai perbedaan besar konsentrasi senyawa aktif pada ekstrak lerak dari asal geografis yang berbeda.
51