E E
5.1 UMUM A. Gambaran Umum LATAR BELAKANG
Pemukiman kumuh adalah permukiman yang tidak layak huni karena tidak memenuhi persyaratan untuk hunian baik secara teknis maupun non teknis. Suatu pemukiman kumuh dapat dikatakan sebagai pengejawantahan dari kemiskinan, karena pada umumnya di pemukiman kumuhlah masyarakat miskin tinggal. Pada dasarnya kemiskinan dapat ditanggulangi dengan adanya pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pemerataan, peningkatan lapangan pekerjaan dan pendapatan kelompok miskin serta peningkatan pelayanan dasar bagi kelompok miskin dan pengembangan institusi penanggulangan kemiskinan. Peningkatan pelayanan dasar ini dapat diwujudkan dengan peningkatan air bersih, sanitasi, penyediaan serta usaha perbaikan perumahan dan lingkungan pemukiman pada umumnya. Permukiman kumuh tumbuh diberbagai kawasan baik kawasan pusat kota maupun pedesaan. Permukiman kumuh di pusat kota disebabkan oleh migrasi penduduk dari desa ke kota dimana penduduk migrasi tersebut tidak mempunyai ketrampilan yang dapat diserap oleh pekerjaan di perkotaan. Akibatnya adalah penduduk
D okumen Penawaran Tekni s
E - 1
tersebut mencari pekerjaan yang bersifat non formal. Dengan tidak terserapnya tenaga kerja penduduk di perkotaan maka mengakibatkan kemiskinan. Kemiskinan ini menjadikan masyarakat tidak mampu membeli atau menyewa rumah yang layak huni baik lokasi maupun kondisi bangunannya. Permukiman ini tumbuh dipusat kota besar. Berbeda dengan di perkotaan/kota kecil, pola penggunaan lahan di desa di dominasi oleh fungsi pertanian atau fungsi perhutanan (tergantung dari sifat desa tersebut,
misalnya;
pedalaman),
sifat
pantai, dan
pegunungan,
karakter
pinggiran
masyarakatnyapun
kota/urban juga
fringe
atau
berbeda.
Pola
perkembangan jumlah penduduk didesa lebih stabil dan lebih didominasi oleh faktor alamiah dibanding dengan di perkotaan yang lebih didominasi oleh faktor migrasi. Dari ciri-ciri permukiman desa tersebut, kekumuhan lebih bersifat pada minimnya ketersediaan infrastruktur yang ada (infrastructure leak), sehingga beberapa cara yang diwujudkan kedalam program lebih bersifat pada pengadaan dan peningkatan infrastruktur yang ada. Akan tetapi perkembangan pada saat ini penanganan masalah permukiman perdesaan tidak hanya berorientasi pada perbaikan dan peningkatan infrastruktur (infrastrukture improvement) saja, akan tetapi pada aspek pengembangan potensi desa serta keterkaitan potensi antar desa. Hal tersebut disebabkan karena penanganan masalah permukiman perdesaan telah mengalami pergeseran yang berarti, baik dalam paradigma maupun persoalan persoalan nyata yang dihadapi. Penanganan permasalahan permukiman tidak layak huni tidak hanya berorientasi pada pembangunan rumah baru bagi penduduk setempat, namun juga harus dilakukan secara komprehensif serta berkesinambungan dengan lingkungan sekitarnya. Banyak faktor yang mempengaruhi timbulnya keberadaan Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) tersebut seperti faktor ekonomi keluarga dan lingkungan setempat, ketersediaan prasarana dan sarana permukiman, keterbatasan dana dari pemerintah/masyarakat, dan masih rendahnya tingkat kedisiplinan serta kesadaran masyarakat. Penanganan Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) yang dilaksanakan secara berkelanjutan, masih diperlukan pendampingan pelaksanaan tersebut. Untuk dapat ditangani secara tepat maka perlu sebuah Database Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) yang menjabarkan kondisi eksisting, permasalahan utama pada suatu rumah. Sebagaimana yang tertuang di dalam Peraturan Mentri Pekerjaan Umum dan Dokumen Penawaran Tekni s
E - 2
Perumahan RakyatNomor 39/PRT/M/2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) menimbang bahwa; 1. Untuk meningkatkan keswadayaan masyarakat dalam membangun rumah yang layak huni pada lingkungan yang sehat, aman, harmonis, serta berkelanjutan perlu dilakukan pemberdayaan masyarakat dan peningkatan peran pemerintah daerah; 2. Untuk meningkatkan keswadayaan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam huruf a, maka Peraturan Menteri Perumahan Rakyat Nomor 06 Tahun 2013 tentang Pedoman Pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya perlu disesuaikan; Langkah awal penanganan permasalahan tersebut di atas adalah dengan melakukan pendataan dan inventarisasi Rumah Tidak Layak Huni (RTLH). Saat ini, sebagian
besar
pihak/instansi
masih
menggunakan
pola
“manual”
dalam
menginventarisasi perumahan dan permukiman di wilayahnya. Di era kemajuan teknologi saat ini, pola semacam ini disinyalir memiliki kekurangan yang cukup mendasar terutama dalam hal keakuratan data, efektifitas pembaharuan data dan pengorganisasian data. Salah satu teknologi yang mampu mengadopsi semua kepentingan tersebut adalah teknologi sistem informasi database. Pengelolaan dan akses database perumahan dan permukiman secara terpadu antarlembaga dengan pendekatan sistem informasi merupakan solusi yang lebih ekonomis dan realisitis di tengah terbatasnya anggaran yang tersedia untuk mengelola database perumahan dan permukiman khususnya rumah tidak layak huni (RTLH). Kemampuan sistem informasi yang dapat menganalisis, menyimpan dan menampilkan data spasial dan non-spasial untuk mendukung pengambilan keputusan dalam upaya memecahkan masalah Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) merupakan nilai lebih yang memberikan kemudahan dan keakuratan data daripada hanya dengan pendekatan sistem manajemen database. Kemampuan analisis spasial dari sistem informasi yang bersifat geografis memberikan presepsi tentang permasalahan secara lebih baik sehingga mampu memberikan keputusan mana yang perlu diprioritaskan dengan anggaran pembangunan yang terbatas. Rumah yang layak huni merupakan Hak Dasar/Asasi bagi setiap manusia, karena itu Pemerintah menjamin kebutuhan dasar tersebut dalam UUD 1945 Pasal 28 H Dokumen Penawaran Tekni s
E - 3
ayat 1, yang menyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
Namun kenyataannya tidak semua
orang mempunyai akses terhadap hunian yang layak terutama masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan masyarakat miskin. Hal ini disebabkan pesatnya pertumbuhan penduduk dan rumah tangga sementara dari sisi penyediaan, jumlah rumah yang terbangun belum mampu memenuhi pertumbuhan tersebut. Kondisi ini masih ditambah lagi dengan banyaknya rumah dengan kondisi rusak berat yang tidak dapat dihuni. Selain masalah kondisi rumah, kualitas suatu rumah juga diukur dengan tingkat aksesibilitas terhadap prasarana, sarana dan utilitas (PSU), seperti ketersediaan air bersih, listrik dan jamban. Tingginya jumlah masyarakat yang tinggal di rumah yang belum memenuhi standar layak huni menjadi indikasi
mengenai kondisi perekonomian masyarakat yang
masih lemah sehingga tidak mampu secara swadaya melakukan perbaikan ataupun peningkatan kualitas atas kondisi rumah tempat tinggalnya. Oleh karena itu, diperlukan intervensi dari pemerintah dalam upaya peningkatan kondisi perumahan dengan
mengintegrasikan
aspek
fisik
bangunan,
lingkungan
dan
fasilitas
pendukungnya. Agar pembangunan Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) khususnya penanganan rumah tidak layak huni berjalan efektif dan efisien, diperlukan data dan proses pendataan yang akurat dan valid serta terpercaya sebagai input dalam proses pembangunan tersebut.
Berdasarkan Undang-Undang No.1 Tahun 2011
tentang perumahan dan kawasan permukiman adalah wewenang pemerintah daerah masing-masing untuk menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan permukiman baik itu ditingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Akan tetapi selama ini kondisi basis data perumahan khususnya data rumah tidak layak huni masih sangat minim bahkan beberapa Kabupaten di Sulawesi Tengah sama sekali tidak memiliki data rumah tidak layak huni sehingga menjadi kendala utama bagi Pemerintah dalam upaya penanganan rumah tidak layak huni. Pada tahun 2014 telah disusun lokasi perumahan dan kawasan permukiman kumuh di Kabupaten Luwu yang di prioritaskan di Perkotaan Belopa yang telah di tetapkan menjadi 10 Lokasi Kawasan Permukiman Kumuh dengan SK Bupati No. 371/VIII/2014 tentang penetapan perumahan kumuh dan kawasan permukiman Dokumen Penawaran Tekni s
E - 4
kumuh
Kabupaten
Luwu,
Karena
perkembangan
kota
dan
wilayah
serta
permasalahan permukiman terutama pada kawasan permukiman kumuh di Perkotaan, maka pada tahun 2016 ini Pemerintah Kabupaten Luwu melakukan penyempurnaan Database Perumahan dan Permukiman Kumuh pada Perkotaan Kabupaten Luwu yang telah diinventarisasi dan diidentifikasi serta disusun databasenya serta menyusun Database Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) sebagai tindak lanjut dari database Perumahan dan permukiman kumuh pada lokasi kawasan permukiman kumuh Perkotaan Luwu baik yang belum terinventarisasi dan teridentifikasi maupun yang sudah terinventarisasi dan teridentifikasi. B. MAKSUD DAN TUJUAN
Maksud dari pekerjaan ‘Penyusunan Database Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) Kabupaten Luwu’ adalah: 1. Tersedianya dokumen Database Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) Kabupaten Luwu yang meliputu Kecamatan Belopa, Belopa Utara dan Kecamatan Suli; 2. Tersedianya data aktual tentang Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) sebagai salah satu input di dalam penerapan kebijakan atas penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman dalam bentuk Aplikasi Database. Tujuan dari pekerjaan ‘Database Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) Kabupaten Luwu’ ini adalah : 1. Penyempurnaan (updating) Database Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) ; 2. Penyusunan Database Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) di kabaupaten Luwu meliputi Kecamatan Belopa, Kecamatan Belopa Utara dan Kecamatan Suli. C. SASARAN
Secara umum sasaran pekerjaan ‘Penyusunan Database Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) Kabupaten Luwu’ ini adalah: 1. Menyiapkan indikator dan aspek Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) secara normatif; 2. Menyiapkan kebutuhan data yang sesuai terhadap lingkup materi pekerjaan; 3. Menyiapkan perangkat survei yang lebih cepat dan akurat sehingga menjamin Dokumen Penawaran Tekni s
E - 5
terciptanya hasil inventarisasi yang lebih baik, seperti halnya : peta kawasan studi; 4. Data sekunder yang berkaitan dengan materi dan lingkup pekerjaan; 5. Form kuesioner yang mudah dipahami dan berbobot; 6. Peralatan pendukung survei, seperti halnya digital camera, GPS, alat ukur dan tulis. 7. Melakukan kompilasi data baik yang bersifat primer maupun sekunder; 8. menginventarisasi Rumah Tidak Layak Huni di Lokasi Yang telah ditetapkan berupa peta, foto/visualisasi, tabulasi dan deskripsi jelas. 9. mengidentifikasi kondisi Rumah dilokasi yang ditetapkan
5.2 METODOLOGI PENGERTIAN RUMAH, PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN
1. Pengertian Rumah Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga. (UU No.4 thn 1992 tentang Perumahan dan Permukiman) 2. Pengertian Perumahan Perumahan menurut UU No. 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan. Menurut
Soedjajadi
Keman
dalam
bukunya
yang
berjudul
Kesehatan
Perumahan, perumahan di definisikan sebagai kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau hunian yang dilengkapi dengan prasarana lingkungan yaitu kelengkapan dasar fisik lingkungan misalnya penyediaan air minum, pembuangan sampah, listrik, telepon, jalan, yang memungkinkan lingkungan pemukiman berfungsi sebagaimana mestinya dan sarana
lingkungan
yaitu
fasilitas
penunjang
yang
berfungsi
untuk
penyelenggaraan serta pengembangan kehidupan ekonomi, social, dan budaya, seperti fasilitas taman bermain, olah raga, pendidikan, pertokoan, sarana perhubungan, keamanan,serta fasilitas umum lainnya. Dokumen Penawaran Tekni s
E - 6
3. Pengertian Permukiman Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. METODOLOGI PELAKSANAAN
1. Persiapan Pekerjaan persiapan bertujuan untuk mempersiapkan personil, peralatan dan bahan-bahan dasar perencanaan sebelum melakukan Survey pendahuluan yang antara lain : Mempersiapkan tenaga ahli dan tenaga pendukung yang sesuai dengan kriteria yang terdapat dalam Kerangka Acuan Kerja Mempersiapkan peralatan dan bahan Survey, terutama yang berkaitan dengan Survey lapangan Penyediaan bahan-bahan survey, antara lain seperti peta kerja, daftar data yang akan didapat, formulir isian data, dan lain sebagainya. Melengkapi administrasi ijin pelaksanaan survey lapangan dari instansi terkait.
2. Survey Lapangan Survey Pendahuluan Untuk
mendapatkan
kejelasan
dari
volume
pekerjaan
yang
akan
dilaksanakan maka sebelum dilaksanakan survey lapangan rinci, terlebih dahulu dilaksanakan survey pendahuluan. Semua kegiatan yang menyangkut persiapan dan koordinasi, pengumpulan data, studi meja dan kunjungan lapangan akan disusun dalam bentuk laporan pendahuluan. Survey Inventarisasi Pada tahap kegiatan ini yang dilakukan adalah melakukan identifikasi dan pengamatan kondisi rumah dan lingkungannya, kegiatan yang dilakukan berupa :
Dokumen Penawaran Tekni s
E - 7
a. Identifikasi umum Identifikasi umum, meliputi :
Nama
wilayah
administratif
(desa/kecamatan/kabupaten)
yang
dilengkapi dengan titik koordinat wilayah masing-masing
Jumlah Penduduk dan Jumlah Rumah Tangga
Jumlah Rumah dilengkapi data backlog
b. Identifikasi Kondisi Rumah yang kemudian akan diklasifikasi menjadi rumah layak huni atau rumah tidak layak huni.
Identifikasi ini meliputi kondisi 3 Komponen yang menentukan kelayakan huni untuk sebuah rumah berupa : Lantai (Struktur Bawah), Dinding (Stuktur Tengah) dan Atap (Struktur Atas). Dengan menggunakan sistem skor nilai maka akan didapatkan Rumah Layak Huni atau Rumah Tidak Huni.
Dokumen Penawaran Tekni s
E - 8
c. Dokumentasi Kegiatan
Pengolahan Data Pekerjaan ini dimaksudkan untuk menampilkan data-data dan semua informasi tentang rumah tidak layak huni pada suatu daerah objek. Setiap entry data pada lokasi tertentu akan dimasukkan dalam bentuk By
Name
By
Address
dan
peta
yang
menampilkan
wilayah
administratif terkecil yaitu desa/kelurahan dengan jumlah rumah layak huni dan tidak layak huni yang ada didalamnya.
Penyusunan Laporan Tujuan
suatu
sistem
pelaporan
adalah
untuk
mengetahui
perkembangan proses pelaksanaan pekerjaan. Dengan demikian diperlukan sistem pemantauan dan sistem pelaporan dengan prinsipprinsip
manajemen,
serta
cepat
dan
tepat
sehingga
dapat
dimanfaatkan untuk pengendalian dan pengambilan keputusan pada setiap tahapan kegiatan pelaksanaan. Sesuai
dengan
Kerangka
Acuan
Kerja,
Konsultan
Pelaksana
disyaratkan membuat laporan sebagai berikut : a. Laporan Pendahuluan b. Laporan Akhir c. CD Laporan
Dokumen Penawaran Tekni s
E - 9