1
UCAPAN KESYUKURAN Satu karya yang diangkat dari Disertasi kembali saya persembahkan mendampingi yang pertama: Bung Karno Sang Arsitek. Kali ini, bertajuk Bung Karno dalam ―Panggung Indonesia‖ menjadi ‗setangkup karya‘ penggal kehidupan Soekarno yang saling melengkapi, yang Pertama pengungkap jati diri Soekarno yang diliputi mentalite arsitek karena cenderung merancang apapun yang bersinggungan dengannya, dan yang ini mengungkap cara Soekarno menafsirkan sense of spatial keruangan ‗Projek Mercusuar‘ sebagai Nation Pride era 1960-an. Ucap kemuliaan bagi Cahaya di atas Cahaya Allah SWT yang telah menghadirkan sosok-sosok inspiring, terutama sosok Soekarno, dan para guru-guru yang membawa pencerahan. Terimakasih Promotor dan Kopromotor Prof. Gunawan Tjahjono, Prof. Mudji Sutrisno, dan Dr. Donny Gahral Adian. Juga Prof. Yusuf Affendi dan Prof. Dr. Mohammad Danisworo. Jajaran Pengajar dan Penguji di program Doktor Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Keluarga Arsitek Soedarsono, Keluarga Empu Ageng Edhi Sunarso, Keluarga Arsitek F Silaban, Tim Mahasiswa Arsitek ITB Pemenang Ketiga Sayembara Perancangan Tugu Nasional Kedua, Ibu Dotty Siti Utamini, Ir. Sjaiful Arifin, dan Ir. Noersjaidi M Koesoemo, Yayasan Bung Karno, Sekretariat Negara RI, Pimpinan Istana Tampak Siring, Pimpinan Istana Hing Puri Bima Sakti, Pimpinan Tugu Nasional. Sejawat Tim Penasehat Gubernur untuk bidang Pemugaran, Bapak Han Awal, Sejawat di Universitas Trisakti, dan Ibunda Prof. Dr. Toeti Herati Roosseno yang telah mengirimkan buket indah dan pustaka Roosseno Manusia Beton, Ibunda Ratu Edi Sedyawati yang selalu menginspirasi. Yang terkasih Kangmas Asikin Hasan, Kangmas Setyo Sudhiharto, Kangmas Mulyo Artono dan Ayunda Dhanie Saraswati serta Keluarga Besar Eyang Soerobo, dan Mbak Tipluk Suyati. Buku karya ini terwujud atas kebaikan budi dari: Bapak Ir. Anton Suhardianto, MT Direktur Utama PT Perentjana Djaja Konsultan, Mas Wondoamiseno PT Wastumatra Kencana Indonesia, Mas Widarko dan Rajah Indrajana PT Wahanacipta Bangunwisma, Om Permadi, SH, Ibu Ummie PT Mutiara Wiyatadarma Consultant, Dr. Linda Tondobala, Dr. Tutut, Mas Bundi Nugroho and partner, Bapak Poerwanto Pusat Studi Bung Karno serta sejumlah Pribadi Mulia yang tak dapat saya sebutkan satu persatu. Di sebuah ‗Rong Dialogis‘ di Jakarta, September 2013
2
DAFTAR ISI Halaman Judul Ucapan Kesyukuran Daftar Isi Dari Sang Promotor
2 3 4
PROLOG BABAK PEMBUKA TELAAH PUSTAKA MENDAHULUI KARYA INI
5 17
BABAK 1 BUNG KARNO DAN ‗PROJEK MERCUSUAR‘
48
BABAK 2 KARYA BUNG KARNO DI KAWASAN TUGU NASIONAL
81
BABAK 3 KARYA ―ARSITEKTUR PANGGUNG‖
106
BABAK 4 BUNG KARNO dalam ―PANGGUNG INDONESIA‖
183
BABAK PENUTUP ―ARSITEKTUR PANGGUNG SOEKARNOESTIK‖
246
GLOSARIUM
259
DAFTAR PUSTAKA BIOGRAFI PENULIS
265 272
3
DARI SANG PROMOTOR
Naskah ini disajikan kembali sesuai yang dibacakan pada Sidang Terbuka Ujian Doktor Arsitektur di Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DOKTOR Yuke Ardhiati, Anda adalah Doktor pertama Program Doktor Arsitektur Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Anda juga adalah Doktor pertama dan, sangat mungkin, terakhir yang dibimbing saya selaku Promotor di Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Namun anda adalah Doktor kedua di Universitas Indonesia yang telah berhasil dibimbing saya sebagai promotor di Kampus UI. Gelar doktor ini adalah yang kedua anda peroleh di Universitas Indonesia. Sungguh suatu catatan tersendiri baik dalam pengalaman hidup anda maupun dalam sejarah Departemen Arsitektur FTUI. Saya tahu betapa ulet anda selama menempuh pendidikan Doktoral di Departemen Arsitektur ini. Anda memiliki tekad yang sangat kuat dan keinginan belajar yang amat teruji. Meski anda telah mendapat gelar Doktor dari Fakultas Sastra, sekarang Fakultas Ilmu Budaya di UI, anda memerlukan gelar tertinggi di bidang Arsitektur demi karir di bidang pendidikan tinggi. Semangat demikian seakan seirama dengan tokoh yang anda angkat dalam disertasi. Sungguh suatu pencapaian kehidupan. Jerih upaya ini pantas anda petik di saat acara ini digelar. Bagaikan suatu pentas kehidupan, di sini panggung bersiap bagi anda! Dua hari yang lalu panggung Galeri Nasional mementaskan pameran Emerging Architecture 1.0 dengan tema Ruang Dari, Di, dan Ke. Saat ini anda mengalami ruang Di, sebelumnya anda masih bergelut di ruang Dari yang peristiwanya hanya anda yang tahu dengan pasti. Di, hanya sekejab, dan anda segera dari ruang Di menjelang ruang Ke. Tiada seorang pun akan tahu dengan pasti apa yang menjelang. Barangkali di sini pula Khora mendapatkan pemahaman lain. Saya yakin anda akan senantiasa melangkah dengan pasti menghadapi ruang dan waktu yang menjelang. Hamparan itu kini terbuka bagi anda. Di sini akan bermula suatu lembaran baru kehidupan. Pencapaian anda itu titik mula baru bagi kehidupan dunia akademik, bukan titik akhir. Terima kasih kepada anda yang mau dan berani memilih saya sebagai promotor. Itu berarti anda berani memasuki ruang yang senantiasa meragukan, diragukan, dan teragukan demi mencapai pengetahuan. Kini atribut itu telah menjadi bagian Dari, yang memasuki ruang dan waktu yang sudah berlalu. Hubungan akademik antara pembimbing dan yang dibimbing itu sesungguhnya tidak kenal derajat. Dalam kesetaraan ini pula hubungan kita berlanjut. Saya hanya dapat mengucapkan Selamat kepada anda untuk menjelang asa anda. Selamat Doktor Yuke Ardhiati! Depok, 18 Desember 2012 Gunawan Tjahjono Guru Besar Arsitektur Universitas Indonesia
4
PROLOG Karya ini, saya harapkan mengisi kemandegan pemikiran dalam arsitektur, meski masih teramat jauh untuk menyumbang sebagai pencerahan. Dan, agar supaya karya berbasis disertasi ini diminati oleh masyarakat luas, perlu diawali peristilahan kearsitekturan; arsitektur, khora pesona,―Panggung Indonesia‖ sebagai konsep terintegrasi, sebagai upaya pemutakhiran pengertian arsitektur yang selalu berproses sejak Empu Ageng Vitruvius hingga pakar kekinian yang menganggap pentingnya makna dalam kehadiran arsitektur. Untuk perluasan itu, saya merujuk pengertian arsitektur sebagai perpaduan rumusan dari budaya Romawi dan Yunani, bahwa arsitektur itu sebagai pengetahuan membangun karya arsitektur yang indah (secara fisik dan visual), yang dalam proses penciptaannya terkait ruang-tempat-waktu-peristiwa yang bersinggungan makna terkait khora (dalam proses penciptaan rancangannya). Khora bukanlah istilah baru, Plato menyebutnya saat ia menggambarkan proses mengualitas dari ‗sesuatu‘ (Timaeaus Plato: 360 BC). Khora/Chora, telah dibaca secara kritis dibingkai kesementaraan/dekonstruksi oleh Derrida dalam On the Name (Derrida: 1995:89). Berbasis itu, khora saya rujuk sebagai pengertian baru untuk menyatakan proses memutu kehadiran karya arsitektur menjadi form/bentuk. Dus, khora untuk menggambarkan representasi makna atas karya yang semula ‗Tiada‘ menjadi ‗Ada‘. Khora juga menggambarkan penyedia bagi yang hadir untuk being terkait form. Khora menggambarkan ‗sesuatu‘ bukan yang fix menyerupai ‗objek‘/‘ruang‘ melainkan sesuatu yang representasi karya arsitektur, dan yang diulik antara lain proses kehadiran maknawi objek arsitektur yang ditelusur bersandar khora, sehingga memposisikan khora menyerupai metode penggambaran ide form/bentuk arsitektur yang mendahului karya material.
5
Sebelumnya, telah digelar teori baru ―Arsitektur Panggung‖ teori arsitektur non-material melalui disertasi yang teruji di hadapan publik akademisi. Sebagai konsekuensinya teori ruang Space in Architecture (Van Ven:1978) yang dirujuki sejak 1980-an memperoleh sandingan, melengkapi teori arsitektur fisik material yang diajarkannya. Basis teori ―Arsitektur Panggung‖ merujuk pengertian khora sebagai ide/konsep bentuk arsitektural dalam proses memutu – nya yang memiliki sifat-sifat ‗menampung‘/mewadahi seperti halnya rahim Ibu. Bentuk ‗menampung‘ sedemikian itu menyerupai esensi ―panggung‖ sebagai ruang menggelar kehadiran lakon dan peristiwa secara langsung, yang meninggalkan difference-jejak sesuai jaman sekaligus mitos serta moda komunikasi sebagaimana uraian Mythtologies (Barthes:1957:109). Tersebab, jejak yang sesuai jaman itulah menjadikan makna ―panggung‖ yang ‗Ada‘ di masa lalu kemungkinan berbeda di kekinian, maupun esok terkait lakon. Pergeseran maknawi-nya tidak mengubah esensi ―panggung‖ yang menggelar kehadiran lakon dan peristiwa secara langsung. Di keseharian ―panggung‖ memperoleh kedudukan sentral penampilan lakon arahan Sutradara/Dalang berupa kehadiran Aktor secara langsung. Kini, dimungkinkan terjadi tanpa memunculkan jati diri Aktor ke atas ―panggung‖ melainkan ‗sesuatu‘ yang merepresentasi kehadirannya, bahkan oleh ―teks‖ seperti Opera Tan Malaka (Mohamad: 2010). Pementasan itu memperluas esensi ―panggung‖ yang merepresentasi spectre Tan Malaka. Spectre , semacam ‗kehadiran kembali‘ sesuatu yang telah tiada bagai sosok hantu, penampakan, fantasi, phantasma, roh, jiwa, untuk pengetahuan yang telah ‗tumbang‘/‗kalah‘ namun ruh/semangatnya masih bergentayangan seperti Marxism (Derrida:1994). Spectre dalam drama memperjelas esensi ―panggung‖ pengungkap presence terkait absence ‗sesuatu‘ yang tak hadir/metafisika kehadiran (Of Grammatology : Derrida:1982:49).
6
Metafisika kehadiran menggambarkan dekonstruksi logosentrisme melalui cara mengandaikan logos/kebenaran transendental dibalik hal yang tampak di permukaan. Makna ‗hadir‘ pada intertekstualitas tanda sebagai ―teks‖ terkait
cara-cara
metafor
(Ricouer:1981:166).
Dalam
karya
ini
intertektualitas tanda mewujud keserupaan esensi ―panggung‖ pada jajaran karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ era 1960-an, kehadirannya menggambarkan spectre ke-Indonesia-an Soekarno, dalam kalimat metafor ―Panggung Indonesia‖: Khora Pesona Karya ―Arsitek Soekarno 1960-an sebagai visualisasi moda komunikasi ―panggung‖ yang ‗Ada‘ di masa-lalu yang dimaknai di kekinian. Di dalamnya terdapat sesuatu yang bersifat mengkualitas, yaitu khora pesona sebagai penunjuk sesuatu kualitas tertentu yang dituju yang mempesona tentang Indonesia tergubah dalam karya arsitektur. Kata pesona sebagai daya pikat, daya tarik, daya magnet, daya pukau, setara kata artistik, cantik, elok, indah, kreatif, majelis, manis, mempesona, menawan, selia. Frase khora pesona mengandung pengertian sebagai proses memutu kehadiran karya arsitektur yang diiringi laku yaitu sebuah kesungguhan yang dilakukan oleh aktor pelakunya bagi mewujudnya daya pesona tentang Indonesia dalam karya ini oleh ―Arsitek‖ Soekarno. Khora pesona hadir sebagai ide arsitektural dari ‗Tiada‘ menjadi ‗Ada‘ melampaui kesungguhan eksplorasi keindahan Indonesia yang direpresentasi oleh budaya Jawa Kuno melalui perwujudan Arsitektur Modern. Khora pesona terbedakan dengan taksu - ‗kekuatan batin/spiritual‘ diri yang memancarkan pesona, daya pukau, wibawa, dan karisma sekaligus dalam budaya Bali (Sarad, ed. 40, Juli 2003:18). Taksu, diperoleh melalui pemurnian diri, proses memutu bagi kecerlangan karyanya. Dalam Taksu-karisma penyatuan gerak-raga berdasar keterampilan disatukan dengan ritual-spiritual pada Sang Dewa Siwa Natha Raja. (Pangdjaja: 1998:iii).
7
Taksu dimohonkan kepada Dewa tertentu di bangunan suci-palinggih taksu diiringi kesungguhan berlatih ketrampilan dan spiritual. Senafas taksu dikenal laku – kesungguhan sikap dan laku dalam budaya Jawa untuk memperoleh ilmu melalui cara-cara khas, antara lain pantang makanan tertentu (mutih), tafakur (samadi), berendam (kungkum) diiringi permohonan ke Gusti Allah di hening malam. Sementara itu khora pesona hanya diperoleh melalui edukasi kearsitekturan atau pengalaman untuk mampu membuahkan karya menawan, terlebih bila diiringi kepekaan akan rasa seni. Antara khora pesona dan taksu dimungkinkan terjadi perpaduan yang terjadi ketika dalam diri Arsitek atau Seniman melakukan taksu atau lelaku terpancar dalam karya nya, karena telah ditanamkannya unsur-unsur daya pukau dalam proses artistik kreatif-nya, sehingga dikatakan Arsitek/―Arsitek‖ yang mampu berkarya menawan dimungkinkan dirinya telah melampaui taksu atau lelaku. Mendahului karya ini, saya telah mengamati fenomena yang menyerupai ‗pentas‘ karya arsitektur di beberapa Negara yang penting peranannya sebagai pegungkap peradaban. Fenomena serupa itu juga direpresentasi oleh karya arsitektur di Indonesia yang dinamai oleh media mancanegara sebagai istilah sindiran kepada Soekarno. Sebutatan ‗Projek Mercusuar‘ sebagai yang simbol nation pride gagasan Soekarno yang dilaksanakan secara besar-besaran. Proyek yang ikonik sebagai karya Soekarno ini, didanai oleh bantuan Negara-Negara Besar dan Negara yang tergabung sebagai NEFO – New Emerging Forces yaitu; 1) Jakarta City Planning, 2) Gedung Pola, 3) Compleks Stadion Utama Asian Games, 4) Hotel Indonesia, 5) Masjid Istiqlal, 6) Tugu Nasional, 7) Wisma Nusantara, 8) Sarinah Departement Store, 9) Planetarium, 10) Gedung ex Conefo – Gedung DPR-MPRRI termasuk sejumlah patung realis dan monumen skala kota yang bahkan didanai secara mandiri oleh Soekarno.
8
Sejauh ini warisan ‗Projek Mercusuar‘ mengandung misteri serta konotasi yang kurang menguntungkan dari sisi Soekarno akibat peliputan media mancanegara yang secara tidak proporsional menyudutkannya serta menilainya tidak memihak kepada situasi masyarakat di masa itu. Terdorong oleh adanya misteri kehadiran ‗Projek Mercusuar‘ itulah saya melakukan upaya meneri interpretasi baru yang maknawi agar dipahami proses kehadirannya. Akan tetapi, pengungkapannya memerlukan kecermatan, karena merekonstruksi peristiwa sejarah. Selain memerlukan metode yang tepat, penelusurannya-pun bukan hanya bersandar data fisik semata melainkan juga hal-hal yang selama ini tersembunyi sebagai data metafisik berupa konsep dan gagasan bagi ide fisik yang penelusurannya dilakukan melalui ketokohan Soekarno yang kini telah menjadi mitos bagi Indonesia, termasuk hal-hal antagonis-nya serta peran Arsitek, Ahli Konstruksi, Seniman dan Kontraktor yang terlibat di dalamnya. ‗Projek Mercusuar‘ kala itu dipandang sebagai peristiwa unik di Kebayoran Baru-Thamrin di saat Jakarta relatif lapang. Jajaran bangunan bertingkat tinggi melalui beragam form/bentuk itu menyerupai ‗pentas‘ yang menjadi buah bibir di lingkungan Jakarta serta meluas ke seluruh negeri. Menilik keluasan peristiwanya, ‗Projek Mercusuar‘ dapat disejajarkan sebagai events-cities (Tschumi:1999:13) setara karya Tschumi yang berskala metropolis di Parc de la Villette Paris tahun 1992. Warisan ‗Projek Mercusuar‘ yang telah tergelar melampaui 50 tahun itu, keunikan peristiwanya masih menjadi memori kolektif masyarakat telah menggelitik pertanyaan: Bagaimanakah proses kehadiran karya arsitektur ‘Projek Mercusuar‘ tersebut? ‗Projek Mercusuar‘ berlangsung senarai perintah Soekarno untuk mempercantik Kota Jakarta sebagai Wajah Muka Indonesia (Soekarno:1962), peristiwanya sekaligus sebagai penegasan bahwa dirinya juga sebagai Penguasa (Soekarno, 1960) penggubah peradaban :
9
...―Bahwa kebudajaan satu periode adalah pentjerminan suatu kebudajaan daripada kelas jang berkuasa‖ atau De cultuur van een tijdpork is altijd de cultuur van de heersende klasse‖
Selain menganalisis objek dari sisi bentuk/form yang bermuatan kultur-material dan/ kultur non-material, kini, terbuka jenis penelitian di ranah arsitektur yang tidak difokuskan pada artefak semata,
akan tetapi
sekaligus mengangkat persoalan makna karya arsitekturnya. Karya ini mengungkap makna objek arsitektur melalui hal tersembunyi - hal metafisik terkait proses kehadiran karya arsitektur, menjadi bagian dari studi Teori dan Perancangan Arsitektur yang berbasis pada peristiwa sejarah. Agar mencapai pengungkapan maknawi ditempuh tiga cara sekaligus: Pertama, pengalaman visual terhadap ‗Apa‘ yang ditampakkan objek. Kedua, pengamatan keunikan bentuk dan kualitas objek. Ketiga, mengungkap makna berdasar konsep khora melalui sasaran pengamatan karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ di koridor Kebayoran Baru- Thamrin, Hotel Indonesia, Wisma Nusantara, Sarinah Department Store, Tugu Nasional, Masjid Istiqlal, Planetarium, Gedung Pola, termasuk Jembatan Semanggi dan Compleks Stadion Utama Asian Games serta ex. Gedung Conefo. Karya yang bertujuan untuk ‗membongkar‘ makna kehadiran objek arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ ini dilalui dengan penelusuran proses kehadiran karya arsitektur terkait konsep khora sekaligus untuk memperkaya penerapan metode penelitian Grounded Theory di ranah arsitektur, desain, dan seni Pengungkapan peradaban yang diciptakannya Soekarno sepanjang 1926-1965 ditelusur melalui cara penulisan sejarah peristiwa diawali Soekarno Muda sebagai insinyur-arsitek hingga menjelang akhir sebagai Presiden. Di akhir studi, uraian kawasan Tugu Nasional sebagai representasi karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ akan memperkaya wacana space-knowlegde- power melalui kehadiran karya arsitektur yang diakibatkan Penguasa yang sekaligus sebagai ―Arsitek‖.
10
Berdasar pengamatan intensionalism pada ‗Projek Mercusuar‘ di Jakarta era 1960-an, terungkap pertanyaan penelitian: Bagaimana proses kehadiran yang mengualitas menjadi form sebagai moda komunikasi yang berbeda-beda setiap ruang (mitos) dan waktu melalui fenomena arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ yang ‗Ada‘ di masa lalu dalam konteks ‗Ada‘ di kekinian? Untuk menanggapinya telah diupayakan menjawab dua pertanyaan yang mendasar: Apa yang dimaksud dengan ―Panggung Indonesia‖ serta Bagaimana proses kehadirannya?. Untuk mengungkap maknawi proses kehadiran karya arsitektur terkait form saya merujuk pernyataan Soekarno sebagai Penguasa penggubah peradaban sebagai landasan teoritis: ―… Sesuatu djaman adalah selalu kebudajaan daripada kelas jang berkuasa‖. Jejak-jejak kebudayaan/peradaban tinggalan Soekarno itu disebut absolute space (Lefebvre: 1991: 234) berupa level ruang alamiah (ruang absolut) yang memiliki makna sosial (sosial space), yang tergubah sebagai ‗ruang politik‘ karya Soekarno demi memperteguh homogenitas sosial melalui karya arsitektur berciri visual geometris, spectaculer, geometric, phallic – megah, struktural dan menjulang. Keunikan karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ itu terletak pada unsur keindahan khas Indonesia sebagai basis perwujudan karya Arsitektur Modern di jamannya, sehingga memperlihatkan identitas, analogi serta oposisi sebagai sebuah difference (Deleuze:1994:29). Pada jejak karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ terkandung semacam monad yang berupa terkecil dari jiwa seni, yang berasal dari budaya Jawa Kuno. Monad adalah istilah Leibniz untuk menggambarkan jiwa seni yang abadi yang tak teraga/abstrak yang terbedakan dengan atom sebagai partikel terkecil molekul/benda teraga. Istilah monad itu digunakannya saat meneliti seni Baroque 1660-1760. Kala itu, Leibniz menemukan fluiditas materi, elastisitas bentuk serta semangat mekanis yang bersifat keabadian jiwa seni melalui bentuk lentur draperi/lekukan kain.
11
Dengan tersingkapnya monad budaya Jawa Kuno yang terpatri dalam karya Arsitektur Modern era 1960-an itu, maka tampaklah sifat keabadianimmaterial principle of life dari jiwa seni Jawa Kuno itu yang merepresentasi karakteristik keabadian dari proses memutu kehadiran arsitektur sebagai form atau yang saya sebut sebagai Khora sebagai pemutakhiran istilah dari Plato pada 360 BC dan juga Derrida pada 1995.Buku ini tidak akan secara khusus mendeskripsikan metodologi penelitian yang dirujuk, namun hanya disinggung sebagai wacana untuk memudahkan pembacaan.Penerapan metode Grounded Theory dan penerapannya dalam ranah arsitektur, desain dan seni akan saya sajikan sebagai pustaka lain. Perlu diketahui, bahwa karya ini dipumpun oleh metode Grounded Theory yang memiliki ciri intensif, terbuka, serta proses berulang dalam pengumpulan data sehingga memungkinkan penghimpunan data mencapai memoing yaitu pembentukan teori. Metode dengan cara demikian itu berpeluang untuk mengungkap proses kehadiran karya arsitektur yang tidak dimiliki oleh jenis strategi lainnya. Selain itu penerapan Grounded yang memungkinkan menempuh metode yang sesuai situasi di ‗lapangan‘. Karya ini diperkarya oleh sepilihan pustaka bertema arsitektur dan politik, serta pustaka terkait Soekarno ditelaah untuk memastikan kebaharuan Delueze telah memumpun pengertian adanya paranoid regime of sign sebagai tanda kegilaan Penguasa seperti halnya yang dilakukan oleh dalang/puppeteer terhadap boneka / wayang-nya (Deleuze: 2007:11) dalam karya ini, adalah jejak tinggalan Soekarno yang tergubah atas keinginan Soekarno melalui Arsitek, Seniman dan Kontraktor di lingkaran dekatnya berupa karya arsitektur.Kehadiran arsitektur yang bagaikan ‗pentas‘ kekuasaan itu, dimengerti setelah mengulas karya Lyes tentang kehadiran Colloseum di Roma (Lyes:1999).
12
Fenomena kekuasaan yang berdampak pada budaya material sebagai Totalitarian Art yang bersandar kekhasan ideologi Penguasa dalam arsitektur di empat Negara terkemuka era 1960-an yaitu Rusia, Jerman, Italia dan China dipahami usai mengulas karya Golomstock, 1990, sementara itu fenomena ‗New Culture‘ di masa Hitler terungkap rinci usai menelaah karya Adam, 1995. Dalam studi ini, fenomena karya arsitektur era Soekarno, saya pandang memiliki nuansa totalitarian art, untuk memahami itu saya juga mengulas Socialist Realism karya Lahusen, 1997 yang berupaya mengungkap doktrin totalitarian art yang mengaungkan seni indah (beauty) dan menistakan seni yang buruk (ugly) namun kemudian berdampak pada kemandegan seni. Di era sejaman dengan Soekarno, Stalin di Soviet mengagungkan Gothic Stalinis sebagai rujukan gaya Neo Klasik bagi karya arsitektur di negerinya, gaya serupa juga dijunjung oleh Jerman sebagai simbol untuk mengagungkan Hitler. Sementara itu, di Indonesia ungkapan keruangan Soekarno menampakkan gaya Arsitektur Modern khas, karena basis perancangannya bersandar budaya Jawa Kuno. Dengan Soekarno memberi kebaharuan gaya Arsitektur Modern yang khas Indonesia melalui basis perancangan ataupu tampilan ornamen khas Jawa Kuno seperti padma, wijayakusuma, lingga-yoni, relief ukir ke jasad Arsitektur Modern - yang esensinya meniadakan ornamen. Karya ini, didahului pembacaaan kritis karya akademisi terkait tema arsitektur dan kekuasaan. Gotty Harjoko dan Jo Santoso, menggambarkan dampak kekuasaan terhadap penciptaan ruang kota pada realitas masa yang berbeda. Harjoko merujuk cara Chora (Harjoko:2003:10) memfokuskan kasus pemukiman buruh rendahan era Soeharto yang mendorong terwujudnya ‗urban kampung‘ sementara itu Jo Santoso mengungkap okthoton sebagai perubahan bentuk tanpa meninggalkan maknawi akibat peran Dewa-Raja (Santoso:2008).
13
Keduanya berupaya menggambarkan kekuasaan yang mengabaikan wong cilik dalam memperoleh ‗ruang‘ yang mengingatkan ideologis Marhaen sebagai metafora wong cilik di era Soekarno. Karya lain yang bertema Soekarno terkait pendirian Ibukota di Palangkarya telah pula diulas oleh Wijanarka, 2006 dan upaya Soekarno membangun kekaguman dunia disajikan oleh Farabi, 2005. Tentu saja, media televisi nasional yang menyorot peran Soekarno dan Arsitektur menjadi rujukan, di antaranya Telaah: Dwi Tunggal Untuk Indonesia, (Astro Awani TV: 2007), Riwajatmoe Doeloe: Gelora Bung Karno dan Hotel Indonesia (TV One: 2008), Monumen Sang Pemimpin (MetroTV: 2009) dan tayangan Merah Putih-Jelang Siang: Pencitraan Negara Lewat Busana (TransTV:2011). Dan sebagai karya yang berinduk pada disertasi, karya ini memerlukan telaah karya akademi yang berbobot seimbang, yaitu disertasi satu dasa warsa terakhir bertema Soekarno pada karya Abidin Kusno, Yuke Ardhiati, dan Eka Permanasari. Tujuannya adalah membidik ceruk penelitian yang terlepas dari karya ketiganya sebagai landasan penelitian, sekaligus mengungkapkan state of the art atau kebaharuan penelitian sebagai hal utama dalam ranah ilmiah. Sejumlah kata kunci pembeda: khora, proses kehadiran karya arsitektur, dan ―arsitektur panggung‖ menyatakan perbedaan terhadap ketiga karya disertasi sebelumnya. Senarai karya yang bertema arsitektur dan kekuasan terkait Soekarno sebagai ―Arsitek‖ ini memang belum ditemukan, juga cara penggarapan Grounded Theory yang mempertautkan sejarah peristiwa dalam rentang yang panjang dan terintegrasi juga merupakan sebuah kebaharuan gagasan.
Adapun rentangnya di awali
Soekarno Muda hingga Presiden melalui penelusuran ide/konsep khora sebagai‘ sesuatu‘ non material mendahului kehadiran karya arsitektur, yaitu upaya penggambaran proses kehadirannya yang mengkualitas sebagai form yang menyerupai pagelaran lakon‖panggung‖ berupa keunikan-keunikan yang berbasis filsafati.
14
Karya arsitektur yang dimetaforakan bagaikan pentas ‖panggung‖ ini memposisikan karya disertasi ―Panggung Indonesia‖: Khora Pesona Karya ―Arsitek‖ Soekarno 1960-an
memenuhi karya yang mengusung kebaharuan. Pertama,
peran ―Arsitek‖ Penguasa Soekarno. Kedua, kelangkaaan penggarapan tema Soekarno yang ter-integrasi peristiwa sejarah terkait ranah arsitektur. Ketiga, karya disertasi Kusno, Ardhiati, dan Permanasari belum mengungkapkan unsur makna dalam karya arsitektur. Keempat, terungkap pendorong kehadiran arsitektur; hasrat, intervensi dan rasa seni yang melekat pada Soekarno.Kelima, memumpun prosedur metode Grounded Theory terkait konsep ruang Khora . Maknawi kehadiran karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ sebagai tonggak baru kemajuan di bidang perancangan di Indonesia yang mengusung konsep sebagai yang ―ter‖: tertinggi, terbesar, terindah, terbaik, terabadi. Sekaligus, telah mengubah cara memandang karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ yang semula terfragmentasi menjadi sebuah karya utuh yaitu dalam bingkai ―Panggung Indonesia‖ gubahan Soekarno yang mengandung teori arsitektur non-material sebagai ―Arsitektur Panggung‖. Padanya, bagaikan ‗pentas‘ karya arsitektur sebagai lakon dibingkai skenario Nation Pride. Visualisasi ―Arsitektur Panggung‖ sebagai form dalam proses memutu itu memiliki lakon sebagai ruang ideal ke-Indonesia-an yang ditanamkan Soekarno. Tersebab, aktornya berupa karya arsitektur, ia memerlukan ‗ruang pementasan‘ dalam skala kota yaitu tergelarnya di koridor Kebayoran Baru-Thamrin Jakarta. Uniknya, dalam pagelaran itu spectre Soekarno menandakan diri secara transedental sebagai ―Arsitek‖. Bahkan, pengetahuan kearsitekturan yang melingkupi ―Arsitek‖ Soekarno dalam perwujudan Arsitektur Modern yang berbasis kosmologi Jawa Kuno itu menjadi ‗pembeda‘ terhadap kemegahan arsitektur Neo Klasik di era Hitler, Gothic Stalinis di Soviet, ataupun di Cina era 1960-an.
15
Tema ke-Indonesia-an dalam ‗Projek Mercusuar‘ bersinggungan dengan semangat Nasionalisme (Ben Anderson: 1999). Soekarno mem-visualkan ‗komunitas yang dibayangkan‘nya bagai pentas ―panggung‖ sebagai karya generik/khas yang ―hanya dimiliki Bangsa Indonesia‖ atau Indonesia Banget! Gagasan ruang ideal ke-Indonesia-an impian Soekarno itu, sejatinya terungkap sejak
risalah
pledoi
―Indonesia Menggugat 1930‖
yang
telah mampu
menggambarkan teritorial Indonesia, gagasannya itu bersepadan dengan karakteristik ruang khora yang kemudian mengalami proses memutu usai Indonesia Merdeka, dan lalu mewujud di segala lini termasuk karya arsitektur. Dalam proses memutu itulah tergubah adanya ide ―Arsitektur Panggung‖ yang direpresentasi bagaikan ‗drama‘ di kawasan Tugu Nasional yang menjadi puncak dari ―Panggung Indonesia‖ ala Soekarno. Karya ini disengaja diliputi sejumlah footnote untuk memudahkan pembaca mencari rujukan sumbernya, terdiri atas PROLOG, sebagai intisari karya, dan BABAK PEMBUKA, yang dilanjutkan BABAK 1: Bung Karno dan ‗Projek Mercusuar‘ sebuah rumusan ide arsitektur yang direpresentasi oleh sepilihan karya arsitektur. BABAK 2 : Karya Bung Karno di Kawasan Tugu Nasional merupakan pengalaman spasial di Kawasan Tugu Nasional yang ditafsir secara hermeneutik-intepretatif BABAK 3: Karya Arsitektur Panggung mengungkapkan teori baru berdasar pengamatan intensional di Kawasan Tugu Nasional. BABAK 4, Bung Karno dalam ―Panggung Indonesia‖ mengungkap praktek dekonstruksi Soekarno pada situs Kemaharajaan melalui perwujudan karya Arsitektur Modern bersandar budaya Jawa Kuno. BABAK 5 sebuah kesimpulan berupa persembahan teori baru ―Arsitektur Panggung‖, terakhir BABAK 6: sebuah gagasan implementasi serta beberapa kemungkinan penelitian lanjut.
16
BABAK PEMBUKA TELAAH PUSTAKA MENDAHULUI KARYA INI Dengan memuliakan ranah ilmiah yang ingin mengedepankan state of the art sebagai penunjuk kebaharuan pengetahuan terkait tema penelitian ilmuwan lainnya, karya ini juga mencoba mencapai tataran itu. Penelusuran pustaka dan karya terkait Arsitektur dan Kekuasaan, serta pustaka Soekarno sebagai tema yang mempertajam pembahasan Bung Karno dan ‗Projek Mercusuar‗ antara lain: Delueze1 mengamati berlangsungnya kekuasaan sebagai paranoid regime of sign - tanda kegilaan Penguasa seperti yang dilakukan Dalang/puppeteer terhadap boneka/wayang-nya. Wujudnya abstract line sebagai akibat gerakan tangan sang ‗Penguasa‘ saat memainkan cerita, dalam konteks ini berwujud karya arsitektur. Dalam Politics and the Architecture of Choice, Jones menganggap perlunya Penguasa berpikir ‗arsitektural‘ dalam penyelenggarakan kehidupan politik yang maknawi melalui rancangan perilaku adaptif yang dinamai Human Cognitive Architecture2 yang mensyaratkan kepedulian Penguasa akan masalah ruang dan lingkungan. Dalam karyanya, Paul Hirst mengutarakan ‗globalisasi‘ sebagai bentuk lain kekuasaan berupa ‗perang‘ ekonomi yang terungkap dalam Space and Power: Architecture, Politics and War3.
Deleuze, Gilles. Lapoujade, David (ed). (Transl.)Hodges, Ames and Taormina, Mike. Two Regimes of Madness .Texts and Interviews 1975-1995.Cambridge: The MIT Press.2007, h. 11-16. 2 Jones, Bryan D.Politics and the Architecture of Choice. Bounded Rationality and Governance. Chicago: The University of Chicago Press. 2001, hal. 5. 3 Hirst, Paul. Space and Power: Architecture, Politics and War. Cambridge: Polity Press. 2005, hal.21. 1
17
Pustaka inilah memumpun pemahaman makna kekuasaan di era Soekarno di saat ia menggubah ‗tanda kegilaan‘ berupa ‗Projek Mercusuar‘ sebagai visualisasi Nation and Character Building‘ . Gagasan futuris Soekarno ditujukan untuk memerangi segala bentuk eksploitasi terhadap bangsa lainnya. Gagasan konstruktif yang bersesuaian ‗jiwa arsitek‘4 dalam kehidupan politik telah memampukannya menggubah karya arsitektur. Sejatinya, dalam pledoi Indonesia Menggugat5 di tahun 1930, Soekarno telah mengutarakan adanya gejala imperialisme modern sebagai nafsu angkara murka untuk merajai ekonomi negeri bangsa lain, pledoi itulah pendorong gagasan Nation and Character Building dan To Built the World New saat Soekarno menjadi Presiden. Termasuk penghapusan eksploitasi bangsa lain dengan memerangi imperialisme modern. Tampaknya, pemikiran Hirst dengan Soekarno saling bersambut. Bila Hirst menelaah tentang ‗perluasan kekuasaan‘, Soekarno menggagas cara menangkis nafsu kekuasaan melalui ‗watak bangsa‘ dan menggagas ulang ‗tatatan dunia yang ‗baru‘ melalui kesejajaran dalam berkebangsaan masyarakat internasional. Lyes dalam Roman Architecture from Augustus to Hadrian6 mengulas kehadiran Colosseum sebagai wadah atraksi keperkasaan Gladiator sekaligus wadah persatuan bagi bangsa Romawi. Colosseum tergelar menyerupai pentas amphitheater oval dengan undakan melingkar sebagai ruang penonton itu menjadi ruang ideal untuk menyaksikan atraksi karena mengutamakan kenyamanan visual bagi seluruh pengunjung. 4Soekarno.
Amanat Presiden Soekarno pada Ulang Tahun Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1963 dalam Di bawah Bendera Revolusi II. Jakarta: Panitia Penerbit DBR. 1965, hal. 527. 5 Soekarno.Indonesia Menggugat, Pidato Pembelaan Bung Karno Di Depan Pengadilan Kolonial Bandung 1930. Jakarta : CV Haji Mas Agung (Cet ke-3), 1989, hal. 14 dan 28. 6 Lyes, C.J. Roman Architecture from Augustus to Hadrian. The Colosseum: an Analysis of the Inherent Political and Architectural Significance @C.J. Lyes.1999. Electronic of Journal of History, Art, Archaelogy Anistoriton ISSN 1108-4081, hal.2.
18
Secara tidak disadari Soekarno tampak terinspirasi oleh konsep Colosseum ketika menghadirkan Gelora Bung Karno di Jakarta. Bangunan melingkar yang berselaras dengan Colosseum dinamai Temu Gelang sebagai dasar gubahan
ruang. Keduanya berbeda objek yang dipergelarkan yaitu adu
keperkasaan Gladiator pada Colosseum dan adu sportivitas Atlet pada Gelora Bung Karno. Keduanya menunjukkan universalitas Penguasa di saat menggubah bangunan publik, Colosseum ataupun Gelora Bung Karno menyerupai ‗pentas pertunjukan‘ sekaligus fungsi politis sebagai wadah penghimpunan massa. Karya
Pavlovits
bertajuk
Politics,
Architecture
and
Activism 7
mendeskripsikan awal mula kehadiran ruang publik masa Yunani Kuno merujuk konsepsi Hannah Arendt. Menurut Arendt peristiwa orasi/pidato Sang Politisi/Penguasa mencipta ruang arsitektur yang dinyatakan ‗hadir‘ sebagai tindakan politis ―the releasing of processes‖8 sebuah proses tindakan yang menunjukkan ‗ruang‘ sebagai ‗tanda politik‘. Karya arsitektur merupakan ‗jantung tindakan dan ucapan‘ yang berpotensi sebagai pentas politis. Pavlovits mengingatkan awal mula kehadiran ruang publik di Indonesia yang terjadi saat Soekarno didampingi Hatta mengucapkan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 di Jl. Pegangsaan Timur 56 Jakarta. Pada peristiwa itu, Soekarno telah membuat ‗tanda politik‘. Peristiwanya menyerupai pentas pertunjukan di lokasi yang kini menjadi situs cagar buudaya di serambi depan rumah tinggal Soekarno yang telah dirobohkan senarai pembangunan Gedung Pola9.
7Pavlovits,
Daniel. Politics, Architecture and Activism. L'école Nationale Supérieure d'Architecture de Paris La Villette. Nov 4th, 2010, hal.5. 8Arendt, Hannah. The Human Condition.Chicago & London:The University Press.1958, h. 323. 9 Soekarno.Pidato PJM Presiden Soekarno pada Pembukaan Pameran di Gedung Pola Pegangsaan Timur Djakarta, 16 Agustus 1961, hal. 2. Dalam pidatonya Soekarno menyatakan: …pengajunan tjangkul pertama daripada Pembangunan Semesta Berentjana tahapantahapan pertama didjalankan di bumi Pegangsaan Timur 56. Ada jang mengatakan bahwa
19
Dalam Housing a Legislature: When Architecture and Politics Meet10, Cope mengungkap peran rancangan gedung parlemen yang lekat dengan kepentingan nasional, tradisi, otoritas Negara sekaligus tanda keterkenangan massa. Cope mempersandingkan konservasi The Reichstag yang hancur usai Perang Dunia II di Berlin kemudian direhabilitasi menjadi Gedung Parlemen di tahun 1999. Kenyataan itu membedakannya dengan kehadiran bangunan New Parlement House Australia di Canberra yang dinilai sebagai refleksi sisi gelap arsitektur karena tidak memiliki makna keterkenangan. Gedung yang kini disebut Gedung DPRRI itu, digagas Soekarno sebagai political-venue bagi Konferensi Conefo tahun 1966 namun urung. Di masa Soeharto gedung ex. Conefo dialih-fungsikan menjadi Gedung DPRRI hingga kini. Bangunan megah yang semula digagas sebagai simbol pemersatu kelompok NEFO itu sekalipun lekat nilai keterkenangan, namun secara fungsional belumlah memadai sebagai gedung parlemen, karena kehadiran gedung parlemen seharusnya mampu menaungi kepentingan nasional dengan ketersediaan ‗ruang penerima publik‘. Ketiadaan fasilitas utama itu menjadikan Gedung DPRRI berperan kurang optimal.
Totalitarian‘s art sebagai panduan ber-ekspresi seni yang senafas dengan ideologi Negara, oleh Adams11 diungkap manifestasi stability, order, tradition in art sebagai cara melawan inferioritas kompleks bangsa Jerman melalui kemegahan gaya arsitektur Neoklasik, seperti The Braunes Haus, Konigsplatz, Party Buildings: The Fuhrer and Adminstration Building of NSDAP.
bumi ini adalah keramat, dikatakanlah keramat oleh karena di tempat ini dibatjakan pada tanggal 17 Agustus 1945 Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. 10 Cope, Russell L. Housing a Legislature: When Architecture and Politics Meet. Parliament Journal No.37 Nov. 2001, hal.3. 11 Peter Adam. Art of The Third Reich. New York: Harry N Abrams Inc, 1995, hal. 209. Disebutkan maestro Paul Ludwig Troost, Albert Speer, Hermann Giesler, dan Fritz Todt yang menggubah karya bernuansa gaya Neoklasik bagi Adolf Hitler.
20
Nuansa serupa totalitarian‘s arts berimbas pada praktek Nation and Character Building gagasan Soekarno, tetapi keterpaduan ekspresi seni dan ideologi tidak mewujud sebagaimana di Jerman ataupun di Rusia, hal itu disebabkan keberagaman etnik, agama serta sebaran wilayah kepulauan Indonesia. Dalam Socialist Realism12, Lahusen membedakan seni indah dan buruk. Patung Industrial Worker and Collective Farm Girl13 sebagai ungkapan seni indah ala Rusia di World Expo 1937 di Paris. Doktrin Gothic Stalinis bergaya seni formalis-geometris sedemikian harmonis itu menghasilkan karya monoton yang membelenggu kreativitas dan imaji, seperti halnya Mausoleum, arsitektur makam bagi keabadian material jasad Vladimir Lenin, di Rusia14 terbedakan dengan cara pengabadian terhadap Soekarno yang dipertunjukkan hanya melalui immaterial energi suaranya di saat membacakan kembali Teks Proklamasi di Tugu Nasional. Republik Rakyat China15 mengubah arsitektur tradisional dan bangunan kolonial bersanding dengan bangunan pencakar langit. The Oriental Pearl Radio & TV Tower setinggi 468 meter di Shanghai, karya simbolis ‗percikan mutiara di atas piring giok‘ yang diangkat dari puisi Dinasti Tang oleh arsitek Jiang Huan Chen, Lin Benlin dan Zhang Xiulin.
Periksa A World of Prettiness. Socialst Realism and Its Aesthetics Catagories dalam Thomas Lahusen and Evgeny Dobrenko (ed). Socialist Realism Without Shores. London: Duke University Press.1997, hal. 51-64-70. 13Periksa dokumentasi foto Soekarno sedang menunjuk gerakan tangan ke atas sebagai pengarah gesture patung Selamat Datang menyerupai gesture patung karya Vera Mukina di Moskow tahun 1937 dalam Edhi Sunarso Seniman Pejuang. Yogyakarta: PT Hasta Kreatifa Manunggal. 2010, hal. 162. 14 Youtube Mauseuleum _Vladimir Lenin_diunduh pada 19 Juli 2011_pukul 19.00 WIB. Menunjukkan suasana Mauseuleum Lenin. 15 Inspiring Expo. Incridible Shanghai. Shanghai World Expo Visitor‘s Guide. 2010, dan studi banding ke Shanghai Februari 2012. 12
21
Situasi di Shanghai itu menyerupai suasana kota Jakarta 1960-an di awal kehadiran kawasan Tugu Nasional 16. Bentuk arsitektural kedua bangunan itu sama-sama digali dari kekayaan budaya masa lampau oleh arsitek lokal sebagai penggubahnya. China yang lekat dengan tradisi mengandalkan arsitek negeri sendiri, demikian juga Indonesia yang mengandalkan ―Arsitek Djempolan Pilihan Presiden‖17 bagi rancangan Tugu Nasional. Perbedaannya, pada andil besar Soekarno dalam proses perancangannya. Tema Soekarno terkait sebagai Arsitek dan ―Arsitek‖ belum dieksplorasi, sekalipun tersirat dalam Soekarno an Autobiography as told to Cindy Adams18 atau Bung Karno Putra Fajar19, pledoi Indonesia Menggugat20, risalah Mentjapai Indonesia Merdeka, Sarinah21 serta Di Bawah Bendera Revolusi22, juga dalam Bung Karno Sang Arsitek23. Sepilihan pustaka lebih ditujukan untuk memahami mentalite Soekarno. Giebels24 mengungkap kisah Soekarno sebagai Arsitek yang memiliki hubungan baik dengan Arsitek Wolff Schoemaker. Monumen Nasional di masa Soekarno dipagari oleh tanaman bambu kuning. Periksa Salam, Solichin. Tugu Monas dan RM Soedarsono. Jakarta: Kuning Mas.1989. Kini pemandangan seperti itu tidak tampak lagi karena dipagari oleh vegetasi yang menutupi Kawasan Tugu Nasional yang semula ruang terbuka kini menjadi lokasi yang semi tertutup. 17Soekarno.Pidato PJM Presiden Soekarno Pada Upatjara Pemberian Hadiah Para Pemenang Sajembara Rentjana Tugu Nasional, Istana Negara, Djakarta, 17 November 1960, hal. 6. 18Cindy Adams. Soekarno an Autobiography as told to Cindy Adams. Kansas City, New York: Indiana Polis, 1965, serta terjemahan oleh Abdul Bar Salim menjadi Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia oleh penerbit Ketut Masagung Corp – PT Tema Baru, Jakarta, 2000, hal. 100 dan 165. Dituturkan Soekarno tanggal 16 Juli 1926 bersama Ir. Anwari membuka biro tekniknya yang pertama, yang kedua bersama Ir. Roosseno tahun 1932. 19 Solichin Salam. Bung Karno Putra Fajar. Jakarta: Gunung Agung, 1966, hal. 272. 20 Soekarno.Indonesia Menggugat, Pidato Pembelaan Bung Karno Di Depan Pengadilan Kolonial Bandung 1930. Jakarta: CV Haji Mas Agung (Cet ke-3). 1989. 21 Soekarno.Sarinah, Kewajiban Wanita Dalam Perjuangan Republik Indonesia. Jakarta: PT Toko Gunung Agung Tbk, 2001, hal. 189. 22 Soekarno. Di bawah Bendera Revolusi Jilid Pertama. Jakarta: Penerbit DBR, 1965. 23 Ardhiati, Yuke. Komunitas Bambu, 2005 24 Lambert Giebels (Terj.) Soekarno, Biografi 1901 – 1950, Jakarta: Gramedia Group, 2001, hal.x.151, dan 184. 16
22
Era itu ia menghasilkan beberapa karya arsitektur rumah tinggal di Bandung. Juga dalam Bung Karno Dalam Kenangan oleh Oey Tjeng Hien25 yang merekam ketertarikan Soekarno terhadap arsitektur dan furnitur, bahkan semasa pembuangan di Bengkulu Soekarno dan Oey sempat mendirikan perusahaan mebel/furnitur yang dinamai ‗Mebel Soekamerindoe‘. Sebuah karya Legge26 mengungkap gagasan pembentukan Demokrasi Terpimpin hingga masa kejatuhan Soekarno, sementara itu Dahm meneliti ketokohan Soekarno27 sebagai sinkretisme Jawa serta menyebut Soekarno sebagai
manifestasi
mengetengahkan
tokoh
Ratu
fragmen-fragmen
Adil.
Nazaruddin
Soekarno
seputar
Sjamsuddin28 nasionalisme,
internasionalisme, demokrasi, marhaenisme serta ekonomi. Solichin Salam dalam Bung Karno Sebagai Ahli Sedjarah29 dan Bung Karno di Mata Bangsa Indonesia mengungkapkan sportifitas Soekarno saat bersilang pendapat tentang arsitektur dengan Arsitek Silaban. Sisi humanis Soekarno ditemukan dalam karya Guntur Soekarno, Bapakku, Kawanku, Guruku30. Dokter pribadi dr. Soeharto31 mengungkapkan sisi spiritual Soekarno, Juru Bicara Kepresidenan Ganis Harsono mencatat kegiatan persiapan pembangunan Gedung Conefo32.
Oey Tjeng Hien.―Catatan Pengalaman Seorang Sahabat‖ dalam Solichin Salam.Bung Karno Dalam Kenangan. Jakarta:Pusaka, 1981, hal. 201. 26 John D Legge. Soekarno, Sebuah Biografi Politik. Jakarta:Pustaka Sinar Harapan, 1996,h.321. 27 Bernhard Dahm. Soekarno dan Perjuangan Kemerdekaan. Jakarta : LP3ES, 1987, hal. xiii. 28 Nazaruddin Sjamsuddin (ed). Soekarno, Pemikiran Politik dan Kenyataan Praktek. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 1993. 29 Solichin Salam. Bung Karno Sebagai Ahli Sedjarah. Djakarta: PT Asli Djakarta, 1966, hal. 6367. Solichin Salam. Bung Karno Dalam Kenangan. Jakarta: Pusaka. 1981. Artikel Oei Tjeng Hien. ―Catatan Pengalaman Seorang Sahabat‖ pada hal. 201-235. 30 Guntur Soekarno. Bapakku, Kawanku, Guruku. Jakarta: PT Dela Rohita. 1977. Buku setebal 265 hal. ini mengungkapkan keseharian Soekarno sebagai sosok Ayah di mata Guntur putera pertamanya. 31 R Soeharto. Saksi Sejarah, Mengikuti Perjuangan Dwitunggal. Jakarta: Gunung Agung. 1984 32Ganis Harsono.Cakrawala Politik Era Soekarno. Jakarta: Yayasan Idayu. 1985, hal. 180. 25
23
Sementara itu Ajudan Kepresidenan Mangil Martowidjojo dalam Kesaksian Tentang Bung Karno 1945-196733 mengungkap ketertarikan Soekarno pada arsitektur dan seni lukis. Bambang Wijanarko dalam Sewindu Dekat Bung Karno34 mengungkapkan kesukaan Soekarno mendengarkannya menembang Jawa, Maulwi Saelan35 mengungkap sejumlah benda-benda yang ditinggalkan Soekarno saat meninggalkan Istana, di antaranya buku-buku tentang Arsitektur Modern. Sejarawan Onghokham36 menyimpulkan adanya kepribadian Gemini dari Soekarno sebagai tipe kompleks namun mengalami kesepian di akhir kekuasaannya. Dalam Bung Karno & Seni37, Soedarmadji Damais mengungkap peran Soekarno dalam Seni Rupa melalui pameran bertema tata ruangan dan tata bangunan/tata kota. Di tahun 1990 Huib Akihary38 menuliskan Soekarno sebagai salah seorang Arsitek di Indonesia. Wiryomartono39 menyebutkan Soekarno Aktor Pembangunan Kota di Indonesia. Peran Soekarno sebagai Arsitek praktisi ditemukan dalam karya Haryoto Kunto40 yang mencatat Soekarno menjadi arsitek magang di biro Arsitek Schoemaker.
Mangil Martowidjojo. Kesaksian Tentang Bung Karno 1945-1967. Jakarta: Grasindo. 1999, hal. 27, 108, 141, 485. 34 Bambang Widjanarko. Sewindu Dekat Bung Karno. Jakarta: PT Gramedia. 1988, hal.53 -57. 35Maulwi Saelan.Dari Revolusi ‘45 sampai Kudeta‘66, Kesaksian Wakil Komanda Tjakrabirawa. Jakarta: Yayasan Hakl Bangsa. 2001, hal. 343-394. Berupa lampiran benda-benda milik Soekarno. 36Onghokham.Soekarno: Mitos dan Realitas dalam Taufik Abdullah.Manusia Dala Kemelut Sejarah. Jakarta:LP3ES.1988, hal. 45 37 Soedarmadji JH Damais. Bung Karno & Seni. Jakarta: Yayasan Bung Karno. 1979, hal. 35. 38 Huib Akihary. Architectuur & Stedebouw in Indonesie 1870-1970. Zutphen: De Walburg Pers.1990, hal.142. 39A Bagoes P Wiryomartono. Seni Bangunan Dan Seni Bina Kota di Indonesia, Kajian Mengenai Konsep, Struktur, dan Elemen Fisik Kota Sejak Peradaban Hindu-Buddha, Islam Hingga Sekarang. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama 1995, hal. 159-170. 40 Haryoto Kunto (ed) Deddy H Pakpahan. Seabad Grand Hotel Preanger 1897-1997.Bandung: PT Aerowisata.1997, hal. 67-91. 33
24
Menjelang peringatan 100 tahun Soekarno, mengungkap sejumlah karya Soekarno di Bandung Bung Karno dan Arsitektur41, Ali Chanafiah sahabat Soekarno semasa di Bengkulu42 mengungkap sedikitnya lima rancangan karya arsitektur Soekarno: masjid jami‘ Bengkulu, rumah Residen dan Demang yang sempat didokumentasikan di tahun 2001. Di tahun 2007 arsitek Bambang Eryudhawan43 menyebutkan Soekarno sebagai Bapak Arsitek Indonesia. Kelekatan Soekarno dan Seni Rupa melalui koleksi lukisan maestro milik pribadi Soekarno yang dihimpun Dullah dan Lee Man Fong, serta peran Soekarno sebagai pelukis diungkapkan oleh Djuli Djatiprambudi44 melalui sejumlah lukisan Soekarno yang ditinggalkannya di Ende. Penyair Sitor Situmorang45 mengutarakan bahwa peran Soekarno sebagai Arsitek sekaligus pencipta puisi, melalui Aku Melihat Indonesia tampak kecintaan Soekarno pada Indonesia terutama panorama alam serta kanak-kanak. Kemampuan menuliskan skenario drama tonil semasa pembuangan di Ende ditemukan dalam Bung Karno: Ilham Dari Flores Untuk Nusantara46. Dan semasa di Bengkulu dalam Bung Karno Maestro Monte Carlo 1938-194347. 41Indah
Widiastuti, ―Bung Karno dan Arsitektur‖ dalam Iman Toto K Rahardjo et.al. Bung Karno, Bapakku, Guruku, Sahabatku, Pemimpinku, Kenangan 100 Tahun Bung Karno. Jakarta : Grasindo, 2001, hal. 565-574. 42 Chanafiah, M Ali. Bung Karno Dalam Pengasingan di Bengkulu. Jakarta: Aksara Press. 2003, hal. 45, dan periksa juga M. Ali. Bung Karno di Bengkulu dalam dalam Iman Toto K Rahardjo et.al. Bung Karno, Bapakku, Guruku, Sahabatku, Pemimpinku, Kenangan 100 Tahun Bung Karno. Jakarta : Grasindo, 2001, hal. 910-919. 43 Eryudhawan Bambang. Sukarno Arsitek Indonesia dalam Pusat Dokumentasi Arsitektur Indonesia (ed.). Tegang Bentang. Jakarta:Gramedia.2007, hal. 75-88. 44 Djuli Djatiprambudi. Bung Karno: Seni Rupa dan Karya Lukisnya. Surabaya : Bumi Laskar Utomo. 2001, hal. 37. 45 Sitor Situmorang, ―Bung Karno Suka Sesuatu yang Indah‖ dalam Bung Karno, Bapakku, Guruku, Sahabatku, Pemimpinku, Kenangan 100 Tahun Bung Karno. Ibid. hal.740 - 749. 46 Lukas Batmomolin.et.al Bung Karno: Ilham dari Flores Untuk Nusantara. Nusa Indah. 2001, hal. 50. 47 Agus Setyanto. Bung Karno Maestro Monte Carlo.Yogyakarta: Penerbit Ombak. 2006, hal. 54-192.
25
Wijanarka mengungkap gagasan Ibukota Negara dalam Soekarno dan Desain Rencana Ibukota RI di Palangkaraya48. Farabi Fakih dalam Membayangkan Ibukota Jakarta di Bawah Soekarno49 mengungkap cara-cara Soekarno membangun kekaguman dunia melalui rancangan bangunan estetis sebagai bagian esensial dari pembangunan watak bangsa. Selain itu, ketokohan Soekarno juga mengilhami tayangan televisi swasta;
Astro Awani50
menayangkan Dwi Tunggal Untuk Indonesia mengungkap ketertarikan Soekarno terhadap arsitektur. Sementara itu TV One51 menayangkan Gelora Bung Karno dan Hotel Indonesia sebagai destinasi wisata. MetroTV52 dalam Monumen Sang Pemimpin mengungkap monumen era Soekarno, menyusul Komunitas Salihara53 dalam The Monument tentang sisi artistik Soekarno dalam karya Edhi Sunarso. TransTV54 menayangkan Pencitraan Negara Lewat Busana, melalui jas dan peci hitam, MetroTV55 dalam Indonesia Merangkul Dunia menggambarkan Soekarno di forum Internasional, MetroTV dalam Melawan Lupa menyingkap Tugu Nasional dan TV One tentang Mega Projek Bung Karno. Sebagai sentral telaah terkaji tiga karya disertasi satu dasa warsa terakhir bertema Soekarno pada karya Abidin Kusno dari Binghamton (2000), Yuke Ardhiati dari Universitas Indonesia (2004), dan Eka Permanasari dari Melbourne University (2007).
48Wijanarka.
Soekarno & Desain Rencana Ibu kota RI di Palangkaraya.Yogyakarta:Ombak. 2006 Fakih, Farabi.Membayangkan Ibukota Jakarta di bawah Soekarno. Yogyakarta: Ombak. 2005, 50 Astro Awani TV .Program Acara Telaah : Dwi Tunggal Untuk Indonesia, 2007. 51 TV One 51. Riwajatmoe Doeloe :Gelora Bung Karno dan Hotel Indonesia. 2008. 52 MetroTV. Monumen Sang Pemimpin tayang Desember 2009 dan Juni 2010 53 Asikin Hasan. Video Dokumenter : The Monument, 2010. 54 TransTV 54. Program Acara Merah Putih – Jelang Siang: Pencitraan Negara Lewat Busana, 2011. 55 MetroTV. Indonesia Merangkul Dunia, 2011. Dapat di-download melalui Youtube MetroTV. 49
26
Kusno56 dalam Behind the Postcolonial Architecture, Urban Space and Political Cultures in Indonesia mendeskripsikan peran Soekarno dan Soeharto sebagai aktor kunci kemunculan dan perkembangan sosio-budaya terkait pembentukan arsitektur dan perkotaan sebagai akumulasi pengetahuan masa kolonial berbasis kebangsaan. Ceruk yang terlepas darinya adalah makna dalam arsitektur dan arketipe keruangan warisan kolonial. Pada karya Yuke Ardhiati, Arsitektur, Tata Ruang Kota, Interior dan Kria, Sumbangan Soekarno di Indonesia 1926-196557 lebih mengungkap mentalite58 alam pikiran bawah sadar serta perilaku otomatis berupa peran, norma, interaksi, dan makna yang mencuat (emergent) melalui artifak peninggalannya berupa, pertama, budaya multikultur dan pendorong tindakan Soekarno. Kedua, periodisasi karya SoekarnoKetiga, mengulas semiotika karya Soekarno. Keempat, mengungkap etik dan estetik karya Soekarno.Kelima, menyimpulkan mentalite Soekarno, dan yang belum terbahas adalah persoalan keruangan dan makna kehadiran arsitektur. Eka Permanasari59 dalam Constructing And Contesting the Nation: The Use and Meaning of Soekarno‘s Monument‘s And Public Places in Jakarta mengungkap makna nasionalisme pada monumen dan area publik era Soekarno serta perlakuan pemerintah melalui pendekatan spasial. Ceruk yang terlepas darinya adalah kedalaman filosofis perancangan, makna arsitektur, serta kurangnya memanfaatkan sumber data primer. Kusno, Abidin, Behind the Postcolonial. Architecture, Urban Space and Political Cultures in Indonesia, 2000.History and Theory of Art and Architecture Graduate Program at The State of New York, Binghamton.2000, hal. x. 57 Yuke Ardhiati, Disertasi Doktor Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2004. 58 Lloyd, Christopher.The Structure of History. London: Blackwell. 1993, hal. 89. 59 Permanasari, Eka.Constructing And Contesting the Nation: The Use and Meaning of Soekarno‘s Monument‘s And Public Places in Jakarta, 2007. 56
27
Ceruk-ceruk yang terlepas dari ketiga Disertasi itu menjadi karya ini. Pada karya Abidin Kusno: 1) pengungkapan makna arsitektur postcolonial, 2) arketipe keruangan, 3) eksplorasi ‗Apa‘ serta ‗Bagaimana‘ karya arsitektur di awal kemerdekaan, 4) penyuguhan otensitas data. Sementara itu karya Yuke Ardhiati, 1) persoalan keruangan yang diakibatkan Penguasa, 2) makna dalam arsitektur, 3) perluasan penelitian ke ranah arsitektur. Pada karya Eka Permanasari: 1) kedalaman filosofis perancangan, 2) ungkapan estetis dalam arsitektur, 3) optimalisasi pemanfaatan narasumber. Dari ketiganya perbedaan mendasar kata kunci karya ini dan disimpulkan tema proses kehadiran karya Arsitektur, dan terminologi ―Arsitektur Panggung‖ tidak terdapat pada ketiganya.
Memahami Ruang dan Arsitektur Untuk memahami teori terkait ruang dan arsitektur, disinggung teori ruang planimetrik Van de Ven, Space in Architecture60, kini tergantikan oleh teori ruang displacement-container Newton dan Teori Relavitas Ruang, spacetime continuum gagasan Einstain. Namun, Ven berjasa dalam pengungkapan sejarah The Modern Movement dan sekolah desain Bauhaus61. Teori Ven dirasa terlalu mengagungkan hal-hal teknis yang didikte oleh produsen material.
Cornelis Van de Ven. Space in Architecture: The Evolution of a new idea in the theory and history of the modern movement.Amsterdam: Van Gorcum Assen, 1978, hal. 135. yang telah menjadi rujukan dalam pendidikan arsitektur termasuk di Indonesia sekitar tahun 1980-an bersandar budaya Romawi yang merumuskan ‗ruang‘ sebagai perluasan kata space. Berasal dari kata spatium yang dicetuskan oleh Aristoteles. Ven telah merumuskan ‗persepsi ruang‘ berbasis geometri-matematis dan konsep keindahan, antara lain; a) ruang planimetrik atau ruang dua dimensional, b) ruang perspektif satu titik atau tiga dimensional, c) ruang waktu ‘irasional‘ atau ruang empat dimensional, d) ruang imajiner seperti film bergerak. 61 Periksa Bagoes P Wiryomartono.Perkembangan Gerakan Arsitektur Modern di Jerman dan Post Modernism. Yogyakarta:Universitas Atmajaya, 1993,h.47. Sekolah Desain Bauhaus memiliki arti khusus pembinaan arsitektur abad ke 20 didirikan Walter Gropius. 60
28
Hal itu menjadikan ranah arsitektur kurang mampu menjadi media untuk mengekspresikan ide-ide maknawi sebagaimana pernah diperankan Bauhaus. Untuk pengungkapan makna kehadiran objek arsitektur menempuh tiga cara sekaligus. Pertama, mengungkapkan pengalaman visual terhadap ‗Apa‘ yang ditampakkan objek. Kedua, pengamatan keunikan bentuk dan kualitas objek secara teraga – tangible. Ketiga, mengungkap pengamatan intangible – tak teraga sebagai khora menyerupai proses memutu melalui intepretasi makna. Teori Ruang Ven digunakan untuk memahami cara kedua yaitu ‗persepsi ruang‘ karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ yang juga menampilkan gaya Arsitektur Modern, sebagai pemandu mengalami keruangan secara dua dimensional, tiga dimensional, penjelajahan waktu irasional serta ruang imajiner. Pengertian arsitektur telah berproses sejak Vitruvius menuliskan De Architectura atau The Ten Books of Architecture62 pada 33-14 SM, arsitektur sebagai imitasi dari alam dan cara merancang bangunan yang bersandar tiga tonggak ketergunaan, kekokohan dan ketercintaan/keindahan. Pengertiannya meluas sebagai pengetahuan merancang lingkung bangun untuk menjamin kualitas kehidupan manusia terkait cara membangunnya63 sekaligus wadah berkegiatan yang bersifat resemblance berupa kemiripan, kesamaan, persamaan, keserupaan yang mewujud visual. Akar kata arsitektur berkorelasi dengan tekhnē menjelaskan kerajinan, ketrampilan dan kepekaan seni dalam arsitektur skala ruang hingga skala kota. Budayawan Mangunwijaya memperkenalkan wastuwidya sebagai pengganti istilah architektuur yang dinilai mengandung makna dari sekadar tekhnē. Vitruvius.Morris Hicky Morgan (terj.)The Ten Books of Architecture. New York: Dover, 1960, hal. 31. 63Webster‘s New Encyclopedic Dictionary mengartikan architecture sebagai seni dan pekerjaan merancang bangunan, metode/gaya bangunan.A Dictionary of Architecture merujuk John Raskin perlunya seni demi tergubahnya arsitektur yang berkesan indah. 62
29
Arsitek Gunawan Tjahjono64 menambahkan unsur makna sebagai sesuatu yang tercerap melalui penciptaan ruang-tempat-waktu-peristiwa sebagai hal tersembunyi dalam proses memutu ‗menjadi‘ ruang/arsitektur pengembannya disebut Arsitek. Kata ―Arsitek‖ dimahkotakan pada Aktor yang berkecakapan
teknis
membangun
serta
kepekaan
keindahan
dalam
menghadirkan karya secara ‗poetic‘ sebagai karya konstruktif sekaligus inspiratif. Kata ‗poetic‘ terilhami oleh Poetics of Space65 karya Bachelard untuk menggambarkan ruang inspirasi yang abadi dari tempat kelahirannya. Bachelard juga mengilhami Antoniades penggubah Poetics of Architecture66 sebagai kesepadanan karya arsitektur dengan gubahan puisi karena telah melampaui perenungan mendalam (contemplative), ketelitian tinggi (rigorous), rohaniah (mentally), spiritual (spiritually) serta kemampuan sains (scientifically). Sejumlah Pakar dan Maestro di bidang arsitektur perlu pendefinisian arsitektur menurut pandangan pribadinya. Di tahun 1923, maestro Le Corbusier mengatakan, arsitektur sebagai ‗sesuatu‘ yang tiba-tiba menyentuh hati dan mendorong rasa senang yang diperoleh melalui material konstruksi. Louis Kahn menyatakan bahwa arsitektur sebenarnya itu tidak ada, yang ada adalah karya arsitektur. Arsitektur itu ada di dalam pikiran seseorang yang berkarya, yang menawarkan semangat bukan sebuah gaya, yang memahami teknik bukan metode. Arsitektur adalah perwujudan yang terukur.
Tjahjono, Gunawan. Arsitektur di Indonesia: Kancah Penjelajahan Tanpa Batas. Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap Ilmu Arsitektur Universitas Indonesia, Depok 28 Desember 2002, dan Tjahjono, Gunawan. Rajin dalam Hardiati, Endang Sri (ed). Pentas Ilmu di Ranah Budaya. 9 Windu Prof. Dr. Edi Sedyawati. Denpasar: Pustaka Larasan, 2010, hal. 528-539. 65Bachelard, Gaston. La poétique De l‘espace.Seminaire. 1954. ENSAM 2005/ 2006 Studio-S4, Chapitre 2. Periksa Gaston Bachelard (transl.) French by Maria Jolas. The Poetics of Space. Boston: Beacon Press, 1958, hal 8. 66 Antoniades, Anthony C. Poetics of Architecture. New York :Van Nostrand Reinhold, 1990, hal. 4. 64
30
Raskin67 mewacanakan arsitektur dalam trio emosions; emotion intended, emotion inherent, dan emotion evoked. Ia membedakan objek yang diamati adalah arsitektur atau hanya sekedar bangunan. Emotional intended untuk mengamati objek arsitektur untuk dapat dipahami Pengamat sesuai maksud kehadiran objek. Cara memandang emotional inherent untuk memahami sejauh mana objek arsitektur mampu menyampaikan pesan dan kesan tertentu dan pendekatan emotional
evoked
melalui
sejauh
mana
objek
arsitektur
mampu
merangsang/menggugah. Ketiganya memumpun makna kehadiran ruang dan bentuk dalam memahami fenomena komunikasi simbol-simbol yang ertangkap manusia.Rasmussen68 memumpun cara memberi makna karya arsitektur bukan melalui menjelaskan secara visual yang ditampakkannya melainkan juga dengan mengalami keruangannya bersandar pada pengamatan keterpautan seni yang menjadi struktur pembentuknya, karena arsitektur memasuki ranah sebagai karya fine art. Melalui form nya sebuah karya akan tampak kedalaman impresinya, demikian pula melalui proporsi dua ataupun tiga dimensionalnya. Yi Fu Tuan mengutarakan keberhasilan arsitektur69 diperoleh saat karyanya mampu mengartikulasikan pengalaman sebaik mungkin melalui bentuk-bentuk yang peka terhadap suasana hati, perasaan, ritme kehidupan/kegunaan. Arsitek Tadao Ando70 mengutarakan cara berpikir arsitektural sebagai logika abstrak menandai eksplorasi yang meditatif sebagai kristalisasi atas kompleksitas dunia.
Raskin, Eugene.Architecturally Speaking. New York: Bloch Publishing Company.1954, h.10 Rasmussen, Steen Eiler.Experiencing Architercture. Cambridge: The MIT Press.1962, hal. 9. 69Tuan, Fu Yi.Space and Place. The Perspectif of Experience. Mineapolis: University of Minnessota.1977, hal. 100. 70 Ando, Tadao.Toward New Horisons in Architecture in Nesbitt, Kate (ed).Theorizing a New Agenda for Architecture.An Anthology of Architectural Theory 1965-1995.New York: Princenton Architectural Press. 1996, hal. 458. 67 68
31
Di Indonesia, wastuwidyawan Mangunwijaya71 memandang karya arsitektur sebagai penciptaan suasana dari perkawinan guna dan citra yang disebut vasthu. Yuswadi Saliya72 mengibaratkan arsitektur menyerupai expanding universe dari alam raya secara terus-menerus yang batas-batasnya adalah kreatifitas dan imajinasi manusia. Dalam the Architecture of Good Intentions73 Rowe, menggagas cara-cara re-trospeksi sebagai pandangan kritis dalam memaknai karya Arsitektur Modern. Rowe mewacanakan pengamatan melalui bingkai epistemology, eschatology, iconography, mechanism dan organism. Pencerahan dalam arsitektur terjadi saat kemunculan karya arsitektur kelompok postmodernism di tahun 1980-an saat Peter Einsenman, Frank Gehry, Benard Tschumi, dan Zaha Hadid menggubah karya kontemporer yang dinilai oleh Derrida sebagai karya dekonstruktivis. Peter Eisenman74 memandang arsitektur sebagai proses menciptakan di masa lalu agar berkah di masa depan. Frank Gehry berpendapat bahwa arsitektur merupakan upaya kecil dari manusia yang berlatih untuk percaya pada potensinya dalam membuat perbedaan yang mencerahkan melalui konteks indah. Melalui karya Event-Cities, Tschumi75 menerapkan konsep Cities of Pleasure yaitu ‘keterkejutan‘ bagi ‘kesenangan‘ khayalak. Sementara itu Zaha Hadid mengutarakan artspace - a sense artificial place for a walk berupa promenading yaitu karya yang dinikmati seraya berhenti sejenak dengan tampilan menarik. Mangunwijaya, Y.B.Wastu Citra.Pengantar ke Ilmu Budaya Bentuk Arsitektur, SEndi-Sendi Filsafatnya Berserta Contoh Praktis.Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1992, h.332 dan 348. 72 Saliya, Yuswadi.Perjalanan Malam Hari. Bandung: LSAI-IAI Jawa Barat. 2003, hal. 200. 73 Rowe, Colin. The Architecture of Good Intentions. Toward a Possible Retrospect. London: Academy Editions.1994, hal. 6-7. 74 Eiseman, Peter. The End of the Beginning, the End od the End in Nesbitt, Kate (ed).Theorizing a New Agenda for Architecture.An Anthology of Architectural Theory 1965-1995.New York: Princenton Architectural Press.1996, hal. 211. 75 Prosesi pembakaran kembang api berlangsung di Paris 20 Juni 1992, Tschumi, Benard. Event-Cities (Praxis). London: The MIT Press.1999, hal.11. 71
32
Pemikiran kritis Derrida, filsuf yang bukan arsitek mengandung nilai gagasan yang mampu memumpun proses kehadiran arsitektur. Gagasan Derrida L‘Mainténant Architecture76-arsitektur dalam konteks kekekinian, bukan hanya membicarakan karya arsitektur akan tetapi juga tata cara menggubah ruang menjadi tempat bagi ‗peristiwa‘ yang mengesankan. Karya arsitektur sebagai trans-architecture muncul sebagai peristiwa memperluas perannya kontemplatif bagi seni dan pengguna. Events – peristiwa menurut Derrida tidaklah sesederhana pengertian lazimnya, melainkan events yang dekat hubungannya dengan madness/La folie - kegilaan sesuatu yang megalomaniak. Pengutaraan Derrida tentang arsitektur sebagai ‗peristiwa‘ menyenangkan, menghibur selain sisi keindahannya menjadi semacam konsepsi atau narasi/skenario yang mendahului fisiknya sebagai makna yang ditanamkan ke dalam fisik arsitektur. Konsepsi itu merefleksi proses memutu menyerupai karakteristik khora sebagai ‗sesuatu‘ yang dicerap sebagai ide bentuk arsitektural. Rumusan arsitektur di atas menggiring pengertian arsitektur dalam karya ini merujuk pengetahuan membangun karya bangunan yang indah serta bermakna karena mengandung skenario artistik untuk menyenangkan pemirsanya yang dalam proses memutu dipertautkan ruang-tempat-waktu-peristiwa yang selaras dengan konsep point de folie – L‘Maintenance Architecture gagasan Derrida. Sekilas, pandangan Derrida tidak dimungkinkan sebagai rujukan dalam mengungkap proses kehadiran arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ karena ruang-tempat-waktu serta peristiwanya tidak sejaman, namun setelah menelisik konsep Cities of Pleasure - karya arsitektur yang dipandang sebagai metafora kesenangan atau hiburan kota, maka analogi Events-Cities dapat dirujuk. Derrida, Jacques. Architecture Where Desire Can Live dalam Neilleach (ed). Rethinking Architecture: a Reader in cultural theory. London: Routledge, 1997, hal. 324 – 330. 76
33
Dalam proses memutu karya arsitektur ‘Projek Mercusuar‘ telah menunjukkan diri sebagai karya a Place of Pleasure - tempat yang menyenangkan/membanggakan. Penerapan konsep a Place of Pleasure mengandung skenario artistik ‗peristiwa‘ yang bersifat la folie - kegilaan, sehingga karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ yang merepresentasi L‘Mainténant Architecture sebagai Arsitektur di kekinian. Selain spectre Sang Penggagas terjejak padanya, juga mempertunjukan esensi ide arsitektur ‗menggelar‘ ber-proses memutu yang selalu berubah di setiap ruang-waktu.
Khora - Proses Memutu Karya Arsitektur Wacana arsitektur yang bermakna memposisikan makna menjadi hal yang penting, yaitu ‗sesuatu kualitas‘ yang tercerap melalui penciptaan ruangtempat-waktu-peristiwa merupakan hal yang tersembunyi, hal metafisik yang terkandung dalam process memutu kehadiran karya arsitektur yang dinamai khora77. Khora merupakan realitas ketiga dalam Timaeus karya Plato; pertama, Fix sesuatu yang tidak berubah bentuk, tidak diciptakan/dihancurkan dan tak terlihat indera. kedua, Being ‘menjadi Ada‘ sebagai bentuk ‗menyerupai‘, bergerak dan dipahami indera. Ketiga, Khora ‗sesuatu‘ yang abadi, tak dapat dihancurkan, penyedia posisi yang hadir untuk being, tertangkap indera, seperti mimpi yang ada di suatu tempat atau ‗ruang‘. Plato menggambarkan ‗FORM' sebagai bentuk yang ‗Ada‘ didalam pikiran manusia dan bukan 'SHAPE' sebagai wujud objek ‗di luar sana‘.
77Khora
istilah Yunani.Periksa Plato.(trasl.) Jowett, Benyamin.Timaeus.360 BC.Republished 2008 by Forgotten Books, hal. 60. Sebagai unsur dari Tiga Realitas gagasan Plato dari Yunani yang didekonstruksi oleh Jacques Derrida: On The Name, 1995, hal. 89.
34
Saat Plato78 menjelaskan ‗api‘ g bukan dari warna atau bentuknya melainkan kualitas yang dipancarkan sebagai rasa panas atau dingin. Khora kemudian didekonstruksi oleh Derrida79 Khora reaches us, and as the name and when a name comes, it immediately says more than the name: the other of the name and quite simply the other, whose irruption the name announces. Khora sebagai si Nama/si Lyan yang kehadirannya mendadak/meletup menggambarkan sosok unikalien, dissymetri-sesuatu yang tak berbentuk, triton genos - sejenis ras ketiga. Derrida memandang khora memiliki karakteristik ‗ruang‘ dalam arti tempat, lokasi, wilayah, area luas/country, disebut figures, form, perwujudan wadah, wujud, representasi rahim ibu-perawat yang feminine, objek penerima isi muatan-receptacle dan pembawa-tanda/jejak-imprint bearer. Khora dicerap sebagai ide form/ bentuk arsitektural dalam proses memutu. Krell80 mengapresiasi khora dengan menyatakan feminitas khora sebagai upaya mengisi kemandegan teori Arsitektur Barat yang hanya bersandar pada penguasaan teknis, teknologis dan arsitektonis namun melewatkan unsur tic atau desain. Selain dirujuki khora juga dikritisi. Chanter81 mengkritisi feminine Chora sebagai ‗ketidakstabilan‘ yang mengubah hal semiotik menuju simbolis. Juga penolakan dari Peneliti Arsitektur ‗Nusantara‘, Prijotomo yang menolak cara platonic-chora untuk mendiskusikan ‗rong‘82 dalam Arsitektur Jawa.
Plato.(trasl.) Jowett, Benyamin.Timaeus. 360 BC. Republished 2008 by Forgotten Books, hal. 60. Khora digunakan Plato untuk menjelaskan tentang ‗api‘. 79 Dalam risalah Jaques Derrida (ed) Dutoit, Thomas. On The Name. California: Stanford University Press,1995, hal.89, termuat karakteristik Khora sebagai hasil dekonstruksinya. 80David Farrel Krell. Ecstacies of Space,Time and The Human Body. New York: State University of New York Press. 1997, hal. 12. 81 Chanter, Tina. Abjection, Death and Difficult Reasoning:The Impossibility of Naming Chora in Kristeva and Derrida.In Woodruff, Peter and Kujundzic, Dragan (ed).Khoraographies for Jacques Derrida, Tympanum 4, 2000, risalah nomor enam.. 82 Prijotomo, Josef (ed.all).Ruang di Arsitektur Jawa: Sebuah Wacana, Surabaya: Wastu Lanas Grafika, 2009, hal. 19, 21, 25 78
35
Demikian juga Adiyanto83 yang memandang chora pengutaraan Derrida bukanlah filsafat yang ‗mantap‘ karena penuh ‗goncangan‘ dan ‗kerapuhan‘ yang menempatkannya di ranah epistemologi. Sekalipun menjadi wacana yang diperdebatkan, karya ini merujuk khora84 hasil dekonstruksi Derrida karena tafsirnya membuka wacana différance85 sebagai penangguhan makna yang purna, kesementaraan yang justru memberi ‗ruang‘ kreatif kepada Peneliti terutama bagi ranah arsitektur dan desain yang ingin mengungkapkan proses memutu sebagai ungkapan kreativitasnya. Kontroversial yang terjadi terhadap khora itu bahkan meneguhkan khora/ chora sebagai kelenturan dalam memaknai keilmuan, karena kemudian khora mengilhami pe-redifinisi-an kehadiran karya arsitektur, salah satunya melalui karya Alberto Perez-Gomez. Dalam Chora: The Space of Architectural Representation 86, khora sebagai ‗ruang pengakuan‘space of recognition melalui panggung proscenium di masa Yunani Kuno. Khora
yang
bermakna
sebagai
‗ruang
pengakuan‘
juga
ditampakkan pada ide rancangan amphitheater di Ruang Kemerdekaan di Tugu Nasional. ‗Ruang pengakuan‘ terjadi saat mendengarkan rekaman suara pembacaan kembali Teks Proklamasi oleh Soekarno. Pernyataan itu membimbing pengakuan kewilayahan ke-Indonesia-an dilengkapi atributatribut kemerdekaan seperti aksara proklamasi, peta wilayah kepulauan Indonesia, Sang Saka Merah Putih serta lambang Negara Garuda Pancasila. Leach, Neil (ed). Rethinking Architecture: a Reader in Cultural Theory. London: Routledge, 1997, hal.300. 84 Derrida secara khusus mendekonstruksi Khora merujuk naskah asli Timaeus Plato dengan tajuk On the Name dan mendeskripsikan rinci karakteristik Khora. 85Istilah différance diciptakan Derrida melalui "Cogito et histoire de la folie" 1963. Différance diartikan penangguhan makna dan adanya perbedaan, espacement atau ‗jarak‘ menyangkut kekuatan yang membedakan unsur-unsur satu sama lain menyerupai oposisi biner. 86Gomez, Alberto Perez, Chora: The Space of Architectural Representation. In. Gomez, Alberto-Perez and Parcell, Stephen (ed). Chora: Intervals in The Philosophy of Architecture.London Buffalo:McGill-Queen‘s University Press, 1994, hal. 15. 83
36
Sepilihan risalah serial Chora87 cenderung menggiring konsep Khora/Chora melampaui ranah metafisik yang tidak dapat dijangkau rasionalitas karena bersandar hal-hal yang gaib, kecuali Krell yang menganggap Khora sebagai pemberi nafas feminine kehadiran karya arsitektur serta konsep ‗ruang pengakuan‘merujuk Perez. Oleh karenanya, Khora saya rujuk dari Derrida yang disederhanakan pengertiannya sebagai proses memutu kehadiran karya arsitektur sebagai ‗penyedia bagi yang hadir untuk being‘ terkait form.
Menyingkap Peradaban Melalui Arketipe Pengungkapkan proses memutu kehadiran karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ di era Soekarno bersinggungan dengan kekuasan, akan dirujuk teori arsitektur berpotensi menyingkap susunan perancangan sebuah peradaban termasuk karya arsitektur. Penelusurannya melalui
jejak peradaban, jejak
keruangan, dan jiwa kepribadian Sang Penguasa berdasar jejak purba – arketipe. Teori Arketipe Keruangan - Spatial Archetype gagasan Mimi Lobell88 memumpun pengungkapan kembali tindakan-tindakan Sang Penguasa yang sering kali didorong oleh alam tidak sadar – unconscious bahkan tidak jarang ditemukan berupa sejumlah gambar atau benda-benda simbolik. Lobell terilhami oleh Jung. Dalam Approching Unconscious. Man and His Symbol, manusia cenderung menciptakan simbol-simbol tertentu tanpa disadarinya, yang menyiratkan ‗sesuatu‘ secara lebih jelas dari makna langsung yang mewakili konsep di luar pemahaman aspek sadar, yaitu alam bawah sadar.
Simak David Farrel Krell Ecstacies of Space, Time, and The Human Body. New York: New York Press. 1997, hal. 13. 88Mimi Lobell tentang Spatial Archetype in ReVision, A Journal of Consciousness and Change, vol.6 no.2, Fall 1983 - additional material: the Network by Anders Sandberg. 87
37
Terdiri dari beragam kenangan, residu emosi, serta pengalaman impersonal masa lalu. Simbol yang timbul dari bawah sadar kolektif mengandung hal yang tidak dapat dijelaskan. Pikiran impersonal tidak pernah mencapai ambang kesadaran di permukaan kesadaran, dapat disingkap. Arketipe keruangan akan diterapkan sebagai penelusuran non material berupa pikiran impersonal tokoh Soekarno sebagai metode menelusuri buah pemikiran Sang Penguasa yang telah wafat dan berjarak terhadap masa penelitian, sehingga ditelusur melalui jejak karyanya. Cara ini masih dikatakan langka bagi penelitian arsitektural. Lazimnya, pengungkapan pemikiran Sang Penguasa diperoleh melalui wawancara atau tulisan oleh yang bersangkutan. Akibatnya, pengungkapannya sering kurang murni karena cenderung terjadi logosentris89. Penguasa ingin mengontrol yang diucapkan, atau dituliskan, bahkan membuang hal yang dirasanya tidak perlu. Penelusuran merujuk Lobell menjadi terobosan karena bersandar jejak yang dipertautkan dengan hal metafisik90 yang terlewatkan. Spatial Archetype-Arketipe keruangan gagasan Lobell dan Sanberg, terilhami oleh ingatan kolektif berupa citra kepurbaan yang timbul di permukaan kesadaran ketika mewujud batas ruangnya. Selain merujuk khora, cara memahami makna ‗Projek Mercusuar‘ Soekarno ini merujuk konsep Ruang Jawa dan Bali sebagai latar memahami budaya multikultur yang terdapat dalam diri Soekarno yang dipengaruhi adanya perbedaan budaya kedua orang tuanya, Raden Soekeni Sang Ayah, Ningrat Jawa yang Islam, dan Ida Ayu Nyoman Rai Sarimben, Sang Ibu dari kasta Brahmana dari Bali.
Logosentris sebagai kecenderungan Filsafat Barat yang mengutamakan tuturan dan mengabaikan tulisan. 90 Metafisik dimengerti sebagai sesuatu yang di luar hal fisik; hasrat, konsep, intervensi yang menyertai fisiknya. 89
38
Budaya multikultur meliputi diri Soekarno merujuk Ardhiati 91 berdampak pada cara Soekarno merancang keruangan Kawasan Tugu Nasional. Pengaruh budaya Jawa terpancar dari jejak ide rancangan bentuk yang bersepadan konsep Pajupat Kalima Pancer berupa orientasi empat arah mata angin pada rancangan Tugu Nasional. Pola-pola ruang mewujud empat persegi/bujur
sangkar
ber-undak
menyerupai
bentuk
candi
Jawa.
Keruangannya mengisyaratkan makna spiritual Rumah Jawa, yang semakin ke arah dalam semakin ‘menggelap‘ sebagai ungkapan hirarki kesakralan ruang merujuk Tjahjono92. Ide keruangan di Tugu Nasional yang didasarkan pola empat persegi sama sisi memperteguh konsep mandala93. Simbol esensi mutlak mandala menyerupai lingkaran; lingkaran dalam bujur sangkar; bujur sangkar dari lingkaran; pusat dengan arah ke segala ruang sekaligus lambang ruang, waktu, keterbatasan, serta wujud yang berbatas. Mandala , sebagai hadirnya esensi dalam ruang dan waktu eksistensi, hadir yang sempurna, suci dan mutlak dalam dunia manusia. Ide pola keruangan menyerupai mandala di Tugu Nasional diartikan sebagai upaya-upaya menghadirkan ‘ruang dan waktu‘ yang suci serta mutlak bagi manusia Indonesia, sekaligus memberi perbedaan eksistensi jagad manusia, jagad semesta dan jagad transendental Illahyah sebagai tatanan hirarkis keruangan di Tugu Nasional yang menyerupai ‘Ruang Jawa‘94.
Ardhiati, Yuke. Arsitektur, Tata Ruang Kota, Interior dan Kria Sumbangan Soekamo di Indonesia 1926-1965: Kajian Mentalite Arsitek Seorang Negarawan. Jakarta: Universitas Indonesia, 2004, hal. 106. 92 Tjahjono, Gunawan. Cosmos, Center and Duality in Javanese Architectural Tradition: The Symbolic Dimension of House Shapes in Kota Gede and surroundings Unpublished dissertation, University of California at Berkeley, 1988, hal. 104. 93 Sumardjo, Jacob. Arkeologi Budaya Indonesia. Pelacakan Hermeneutis-Historis terhadap artefakartefak kebudayaan Indonesia. Yogyakarta: Qalam. 2002, hal. 195. 94Supriyadi, Bambang. Ruang Jawa Pemaknaan Tradisi Perwayangan Dalam Kajian Arsitektur.Disertasi. Program Doktor Arsitektur Dan Perkotaan Program Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang, 2010. 91
39
Visualisasi ‘Ruang Jawa‘ juga termanifestasi pada Kala-Makara di Ruang Kemerdekaan berupa sepasang gerbang megah yang membuka serta menutup otomatis, disertai lantunan rekaman nyanyian Padamu Negeri. Di saat lempengan logam penutup permukaan itu ‘menghilang‘ ke atas, terkuaklah kotak kaca keemasan sebagai tempat Bendera Sang Saka Merah Putih.95 Suasana itu mengungkap tabir dimensi ruang sakral dan profan dari ‘Ruang Jawa‘ yang yang dinamai pakeliran96. Dalam keadaan kala-makara tertutup, tercipta ‘ruang profan‘ tersaksikan mata, saat kedua sisi gerbang menepi, terkuaklah lempengan logam berhias padma membatasi ‘ruang‘ masa kini dengan ‘ruang‘ masa lampau yang menggelar atribut-atribut peristiwa sakral 17 Agustus 1945, yaitu Sang Saka dan Teks Proklamasi yang pernah disuarakan Soekarno. Senarai mengasah ‘mata batin‘ saat berlangsungnya rekaman suara Soekarno membacakan kembali Teks Proklamasi itu di lokasi itu menjadi pusat perhatian karena tepat di sumbu bangunan sebagai adanya ‘ruang sakral di tempat yang sakral‘, karena sang Tugu Nasional ditancapkan tepat di catuspatha titik pusat garis persilangan suci oleh budaya Jawa Kuno. Ruang pakeliran yang tercipta, juga tepat di garis sumbu tegak/axis mundi bangunan Tugu Nasional, sehingga Tugu Nasional juga merefleksi diri sebagai bangunan suci. Jagad transendental Illahyah di Kawasan Tugu Nasional bersepadan dengan kosmologi Jawa Kuno. Sementara itu, di lokasi puncak tugu yang berbatasan angkasa sebagai manifestasi ‘Ruang Manusia‘ yang melebur ke ‘Ruang Illahyah‘ terjadinya awang-awung atau ruang tanpa orientasi sebagai tujuan akhir manusia Jawa. Berdasar foto dokumentasi arsip pribadi Arsitek Soedarsono yang dipinjamkan oleh Keluarga kepada saya, terungkaplah misteri lokasi bendera Sang Saka Merah Putih adalah pada kotak kaca yang ditempatkan di balik pintu gerbang Kala-Makara di Ruang Kemerdekaan Tugu Nasional. 96Supriyadi, Bambang. Ruang Jawa Pemaknaan Tradisi Perwayangan Dalam Kajian Arsitektur.Disertasi. Program Doktor Arsitektur Dan Perkotaan Program Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang, 2010. 95
40
Dalam hal ini, secara tidak disadari Soekarno menggubah filsafat Manunggaling Kawula Gusti melalui ide penempatan Lidah Api. Situasi itupun berselaras dengan konsep Arsitektur Jawa97. Untuk itu disimpulkan, bahwa Soekarno ingin menggemakan ‘cita-cita bangsa Indonesia menggapai langit‘ sebagai simbol tujuan akhir perjuangan bangsa Indonesia melalui Api Kemerdekaan di lokasi puncak Tugu. Soekarno yang tidak terlepas dari Dualitas Jawa mempercayai keberadaan penghuni jagad yang saling melengkapi secara harmonis maupun paradoksal, termasuk ilmu kecocokan atau ngelmu gathuk (bhs. Jawa) berdasar petungan sebagai penentu kedudukan seseorang dalam kosmos. Namun, konsep petungan di Tugu Nasional, terungkap bukan merujuk petungan Jawa, melainkan ukuran bangunan yang didasarkan angka-angka sakral 17-8-1945. Angka 17 sebagai ukuran ketinggian Cawan dari muka tanah, angka 8 sebagai ukuran core bangunan, dan angka 45 sebagai lebar Cawan Tugu. Gagasan unik Prijotomo yang mengeksplorasi Arsitektur Jawa melalui konsep rong sebagai kehadiran yang menghadirkan bayangan yang menaungi98 nampaknya terwujud di Tugu Nasional sebagai ‘ruang berteduh‘ yang terbentuk dari liukan Cawan Tugu raksasa sebagai kesepadanan ruang Arsitektur Jawa dengan konsep khora. Penyandingan konsep rong dan konsep khora ini disandarkan universalitas keilmuan ‗manca‘ dengan ‗nusantara‘ terinspirasi wacana filsuf Islam Al-Farabi dan Ibn Sina penggagas Neo-Platonic,
Adiyanto, Johannes. Konsekuensi Filsafati Manunggaling Kawula Gusti Pada Arsitektur Jawa. Disertasi Doktor Bidang Keahlian Arsitektur Program Pasca Sarjana Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2011, hal.4. 98Prijotomo, Josef (ed.all).Ruang di Arsitektur Jawa: Sebuah Wacana, Surabaya: Wastu Lanas Grafika, 2009, hal. 19, 21, 25. Rong yang artinya liang, lubang, atau kamar disanding dengan sebagai ‘ruang‘ melalui cara diskusi batiniah-jasmaniah. Prijotomo menolak cara platonic untuk mendiskusikan rong. 97
41
Al-Kindi dan Al-Razi99. Universalitas keilmuan juga terungkap melalui Serat Gumalaring Dumadi: Dumadosipun Bawana Tuwin Adaya Titah Geni100 sebagai kehadiran Sang Suksma Sajati (Sang Pencipta) yang mendahului asal-muasal terjadinya bumi (bawana) dan sebelum terjadinya awung-awung. Satuhune ing sadurunge ana apa-apa (sadurunge ana awanguwung) iya ing sadurunge bawana iki dumadi, Pangeran wus jumeneng, mangkono uga ingsun : Suksma Sajati Iya ing kono mau kang sinebut kahananing Pangeran lan Ingsun lan iya kahananing alam sajati, iya Kadhatoning Pangeran lan Iingsun, Ingsun lan Pangeran lenggah aneng telenging urip, sadurunge Bawana mau dumadi. Pangeran kagungan karsaa nurunake Roh suci, iya woroting Pangeran, nanging karsa mau kandheg, sabab durung ana wadhahe lan panggonane, mula Pangeran banjur yasa Bawana, kang tinitahake dhingin, ya iku anasir patang prakara kang diarani : swasana, geni, banyu, lan bumi. Dumadining anasir patang prakara iki, sanadyan saka pangwasaning Pangeran, nanging uga mijil saka Pangeran, mula kena den upamakake diyan lan kukuse, upama Pangeran diyane, anasir kang dadi kukuse.
Diceriterakan, sebelum Bumi dicipta, Sang Pencipta – Sang Pangeran ingin menurunkan Roh Suci, tertunda karena Bumi Bawana belum ada. Maka diciptakanlah Bumi dari bahan dhingin, terdiri dari swasana, geni, banyu, lan bumi (udara, api, air, tanah). Substasi Serat itu menunjuk kesepadanan realitas gagasan Plato yang juga menyebutkan udara, api, air dan tanah sebagai unsur pembentuk Bumi. Gagasan teritori juga terungkap melalui Serat Babad Donya101 mengungkapkan wilayah geografis kawasan pulau ‗Djawa‘ dan Benua Asia Tanah Asia sebagai tanah terbesar di seluruh dunia tanah air para Nabi besar.
99Fakry,
Majid. AHistory of Islamic Philosophy.New York:Columbia University Press, 1983, hal. 116. 100Sunarta. Gumalaring Dumadi:Dumadosipun Bawana Tuwin Adaya Titah Geni. Surakarta: (Wet) setat seblan 1912 No.600), 1932, hal. 9. 101 Ismangun, RM. Babad Donya. Surakarta: Yayasan Paheman Radya Pustaka.1915, hal. 93.
42
Luasnya mencapai 880.000 mil persegi setara sebagai 40 kali luas pulau Jawa. Pemaparan sastra ‗nusantara‘ itu meneguhkan karakteristik khora menyerupai teritori/wilayah/Negarasebagai titik temu perbedaan cara pandang keilmuan ‗manca‘ dengan ‗nusantara‘. Gagasan teritori Jawa yang dieksplorasi Prijotomo melalui mitos ‗kentut Semar‘ sebagai ungkapan energi yang maha dahsyat yang mampu mengeluarkan ‗Gunung Mahameru‘ sebagai pengungkap jirim yaitu ruang melalui wilayah bau sekaligus tempat bersepadan dengan konsep Khora. Menggambarkan konsep teritori bersandarkan pada energi rekaman suara Soekarno di Ruang Kemerdekaan melalui resonansi suara Soekarno di saat membacakan kembali Teks Proklamasi sebagai gema ke segala arah sekaligus menunjukkan teritori ke-Indonesia-an. Resonansi suara Soekarno yang diperdengarkan itu bukan sebagai mitos semata, melainkan sebuah ‗metafisika kehadiran‘ dari spectre Soekarno. Kosmologi Bali102 yang mengagungkan keselarasan Bhuana Agung dan Bhuana Alit berorientasi pada sembilan arah mata angin dinamai Nawa Sanga103 yaitu delapan pancaran dengan satu sebagai pusatnya dan Ctuspatha sebagai pusat perpotongan empat garis bersilangan yang terbentuk, sementara itu Tri Hita Karana merupakan a senses of place yang mengandalkan arah mata angin menyerupai konsep kosmologi Jawa Pajupat. Nawa Sanga104 mengandung sumbu ritual Timur-Barat surya-sewana yang berorientasi ke arah terbitterbenamnya matahari, dengan orientasi Timur yang dinilai lebih utama. Depdikbud. Arsitektur Tradisional Daerah Bali. Jakarta:Dirjen Sejarah dan Nilai Tradisional.1986, hal. 11. 103Nawa Sanga dijabarkan oleh Julian Davison dalam Discover Indonesia. Balinese Architecture. Singapore : Periplus.1999, hal. 5 dan Fred B Eisman. Bali Sekala & Niskala. Essays on Religion, Ritual, and Art. Singapore: Periplus.1990, hal. 4. 104Nawasanga dipaparkan Julian Davison & Bruce Granquist dalam Discover Indonesia. Balinese Architecture. Singapore: Periplus.1999, hal. 5. Fred B Eisman. Bali Sekala & Niskala. Essays on Religion, Ritual, and Art. Singapore: Periplus.1990, hal. 4. 102
43
Sumbu natural spiritual Kaja-Kelod merujuk arah gunung dan lautan, disebut nyegara-gunung, segara-wukir, luan-teben, sekala-niskala, suci-tidak suci. Ruang dikategorikan suci menempati Kaja-Utara mengarah ke gunung; untuk pura, arah bersembahyang, arah tidur, sebaliknya, profan-kurang sakral di KelodSelatan untuk posisi kandang, kuburan, pembuangan dan sebagainya. Nawa Sanga yang disimbolkan padma bermahkota delapan dinamai105 kompas orang Bali. Pusat pancarannya sebagai hasil perpotongan sumbu Kaja-Kelod dengan Kangin-Kauh sebagai penempatan bangunan suci-pura desa berada di Timur (Kaja-Kangin) mengarah ke gunung Agung, dan pura kematian-pura dalem dan kuburan di Barat Daya mengarah ke laut (Kelod-Kauh) sedangkan permukiman berada di antara Pura Desa dan Pura Dalem. Istilah Catur Mukha atau Pola Perempatan Agung terbentuk akibat perpotongan sumbu Kaja-Kelod dan Kangin-Kauh sebagai pedoman penempatan bangunan suci pada keempat sudutnya. Pola Perempatan Agung memiliki catuspatha106 berupa titik pertemuan dua pasangan dualistik celestial-teresterial surgawi-manusia. Kangin-kauh sebagai dualisme celestial – surgawi, dengan kangin-kelahiran dan kauh – kematian, dan
arah Kaja-Kelod merupakan
dualisme celestial - surgawi. Kaja - dunia atas dan Kelod- dunia bawah. Melalui pengamatan dari pesawat udara citra Nawa Sanga juga tersirat di Kawasan Tugu Nasional berupa garis perpotongan imajiner empat jalan tegak lurus Tugu Nasional dengan Jalan Silang Monas.
105Davison,
Julian & Granquist, Bruce.Discover Indonesia. Balinese Architecture. Singapore:Periplus.1999, hal. 5. Periksa juga Nawa Sanga dalam The Balinese compass rose (nawa-sanga) stems from four cardinal directions, their intermediaries and the centre. Each point is linked to a particular deity- Hindu in origin – and has symbolic and ritual association, This provides a comprehensive framework for the proper orientation of building. 106 IGM Putra. Catuspatha, Konsep, Transformasi dan Perubahan. Jurnal Permukiman Natah. Vol 3 No.2 Agustus 2005, hal. 62-101.
44
Keserupaannya menyeeupai pancaran Nawa Sangaabila dipertautkan dengan simbol Padma yangd diutarakan Eisman107. Dengan kata lain, lokasi Tugu Nasional tepat berada di pusat catuspatha yang digambarkan sebagai padma bermahkota delapan. Bersandar telaah konsep Pajupat, Mandala, Ruang Jawa dan Nawa Sanga juga diterapkan sebagai pola-pola rancangan di Kawasan Tugu Nasional. Peritiwa ini semacam sensasi subliminal yaitu keserupaan rancangan yang beorientasi pada budaya Jawa dan Bali sebagai ekspresi diri Soekarno di saat memvisualisasikan gagasannya. Sikap memadu-padankan konsep ruang yang merepresentasi budaya multikultur Jawa- Bali yang bernuansa ‗nusantara‘ itu saya pertautkan dengan konsep khora yang berasal dari ‗manca‘ sebagai cara menelusuri proses memutu kehadiran karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ era Soekarno.
Pendorong Kehadiran Karya Arsitektur Tiga dasa warsa sejak teori ruang Space in Architecture diterbitkan, Pakar menganggap terjadi kemandegan dalam keilmuan arsitektur yang mendorong eksplorasi terhadap hal-hal metafisik yang belum terwadahi oleh teori Van de Ven, salah satunya menggali faktor-faktor pendorong kehadiran arsitektur. Derrida mengutarakan wacana desire dan spatialisation sebagai pendorong kehadiran karya arsitektur108 yang haruslah hadir sebagai ‘tempat‘ yang dapat mengenali hasrat pengguna untuk berlangsungnya kehidupan.
Eisman, Fred B. Bali Sekala & Niskala. Essays on Religion, Ritual, and Art. Singapore: Periplus.1990, hal. 4. 108Derrida, Jacques.As interviewed by Eva Meyer.Architecture Where Desire Can Live. In Nesbitt, Kate(ed).Theorizing a New Agenda for Architecture. An Anthology of Architectural Theory 1965-1995.New York: Princenton Architectural Press.1996, hal. 144. 107
45
Tschumi mengutarakan desire melalui The Pleasure of Space
109.
Karya
arsitektur hanya terjadi di saat hasrat – desire terefleksi sehingga sebuah karya bukanlah arsitektur apabila belum mampu menggelorakan ‗hasrat‘ yang digerakkan oleh keinginan di bawah sadar. Sedangkan Tjahjono menggali lima hal pendorong kehadiran arsitektur110 yang mewujud berkat hasrat-hasrat manusia sebagai urutan akibat kesadaran atas keberadaan dirinya dalam suatu lingkungan ; 1) hasrat mempertahankan hidup, 2) hasrat berhidup dengan sesama, 3) berhidup damai dengan alam adikodrati, 4) hasrat pernyatakan diri, dan 5) menurunkan citra diri serta mewariskannya. Senafas dengan Tjahjono, Hays juga menggagas faktor pendorong kehadiran arsitektur. Dalam Architecture‘s Desire: Reading The Late Avant-Garde111 Hays menyebutkan intervensi dan rasa seni selain hasrat sebagai pendorong kehadiran arsitektur. Intervensi sebagai pendorong terwujudnya karya arsitektur dirasakan perlu, karena dorongan hasrat semata tanpa intervensi berupa ‗campur tangan‘ konstruktif bagi terwujudnya karya arsitektur megah dan monumental merupakan kemustahilan, karena dalam berkarya yang sedemikian kompleks intervensi dari Aktor/Penguasa dinilai mampu mengatasi permasalahan. Sementara itu, adanya rasa seni dalam proses memutu karya arsitektur sebagai daya pukau/pesona yang terpancar dari karya secara terintegrasi dalam rancangan. Rasa seni sebagai upaya untuk menciptakan bentuk/form yang menyenangkan yang dapat memuaskan kesadaran estetis manusia. 109Tschumi,
Bernard. The Pleasure of Architecture. In Nesbitt, Kate(ed).Theorizing a New Agenda for Architecture. An Anthology of Architectural Theory 1965-1995. New York: Princenton Architectural Press.1996, hal. 534. 110Gunawan Tjahjono. Arsitektur di Indonesia: Kancah Penjelajahan Tanpa Batas. Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap Ilmu Arsitektur Universitas Indonesia, Depok 28 Desember 2002, hal. 3. 111 Michael Hays. Architecture‘s Desire: Reading The Late Avant-Garde. Cambridge: MIT Press. 2010, hal. 1-20.
46
Salah satunya akibat apiknya komposisi elemen merujuk Adams112 yaitu berupa garis, bentuk, warna, cahaya, gelap yang tergubah dalam komposisi yang disertai keseimbangan, keteraturan, dan proporsi, pola, irama. Karya dikatakan mengandung rasa seni apabila mampu menghadirkan ‗momen estetik‘ bagi pemirsanya. Seniman Edhi Sunarso mengutarakan momen estetik sebagai ekspresi seninya yang mampu menggugah rasa keindahan pemirsanya. Sementara itu Edi Sedyawati113 menguraikan sebagai tumbukan antara serapan panca indera, termasuk kesiapan pencerap terhadap kaidah-kaidah estetik, sehingga
muncul
perjumbuhan
yang
menimbulkan
rasa
ketertarikan,
keterharuan, dan bersifat sebagai kelangenan. Momen estetik dalam penelitian merujuk kedua pengertian itu. Melalui rumusan ini, tidak semua objek dinilai mampu untuk menghadirkan momen estetik. Berdasar pengutaraan Derrida, Tschumi, Tjahjono dan Hays di atas, dipertautkan sebagai faktor-faktor pendorong kehadiran karya arsitektur yang dinamai trilogi: hasrat, intervensi dan rasa seni sebagai pengetahuan tersembunyi dalam diri Arsitek yang memampukannya menggubah arsitektur yang ber-makna. Peran hasrat, intervensi dan rasa seni sebagai unsur penting pada proses kehadiran karya arsitektur sebagai ekspresi kekuasaan, seperti yang terjadi pada Pyramid 400 tahun lampau, ataupun Taj Mahl.
112Adams,
Laurie Scheider.The Methodologies of Art. New York: Harper Collins Publishers,Inc. 1996, hal. 17. 113Merujuk pengutaraan Budayawati Edi Sedyawati, 2008 dan Seniman Patung Edhi Sunarso, 2009 tentang rumusan ‗Momen Estetik‘
47
BABAK 1
BUNG KARNO DAN “PROJEK MERCUSUAR” Babak ini memumpun situasi di saat Bung Karno menggelar apa yang disebut ‗Projek Mercusuar‘. Kata ‗Projek Mercusuar‘ dalam karya ini ditujukan sebagai demystify yaitu upaya memberi jarak atau distansiasi (Ricouer: 1983) terhadap gagasan Soekarno untuk memperoleh sebuah makna baru. Sejumlah karya arsitektur yang dimaksudkan sebagai ‗Projek Mercusuar‘ itu adalah sepilihan bangunan megah gagasan Soekarno yang ditujukan untuk membangkitkan kebanggaan Bangsa Indonesia agar dipandang setara dengan mancanegara yang berlokasi di koridor jalan Thamrin-Sudirman yang direpresentasi oleh: 1) Jakarta City Planning 2) Gedung Pola, 3) Complex Asian Games, 4) Hotel Indonesia, 5) Masjid Istiqlal, 6) Tugu Nasional, 7) Wisma Nusantara, 8) Sarinah Departement Store, 9) Planetarium, dan 10) Gedung ex Conefo – gedung DPR-RI serta sejumlah patung realis skala kota. ‗Projek Mercusuar‘ Soekarno termasuk pula pendirian sejumlah bangunan fasilitas publik terutama di Jakarta, antara lain Pusat Perdagangan Senen, Bank Bappindo, Bank Indonesia, Bank Dagang Negara, serta sejumlah bangunan hotel yang diprakarsai oleh Hotel Indonesia Group yang bukan hanya di Jakarta melainkan juga di Samudera Beach di Pelabuhan Ratu, Ambarukmo di Yogyakarta, dan Bali Beach di Sanur. Namun, perlu dipahami adanya perbedaan antara bangunan yang ditampilkan sebagai karya arsitektur yang megah sebagai ‗Projek Mercusuar‘ dengan karya arsitektur yang mengandung ide ―arsitektur panggung‖.
48
Di saat menyaksikan Piramyd di Mesir, yang tampak adalah gubahan batuan raksasa yang muncul di tengah gurun pasir 114, pyramid semula diyakini sebagai moda transportasi menuju keabadian bagi Sang Pharaoh, kini bergeser menjadi ‗pertunjukan‘ bagi turis. Hal serupa tampak pada Sphinx, Istana Hatshepsut, Temple di Karnak dan Luxor serta kuburan-Tomb Dinasti Ramses. Di Saudi Arabia, arsitektur Ka‘ba di kawasan masjid Al Haram Makkah juga hadir menyerupai ‗pertunjukan‘ jutaan muslim yang tawaf115. Ka‘ba sebagai pusat orientasi tawaf umat Muslim itu bagaikan ‗pentas‘, demikian juga karya Antony Gaudy Sangrada Familia di Barcelona116 yang dibingkai nuansa kekristusan bergaya Art Nouveou dan seni mozaik. Ketiganya menunjukkan ‗kehadiran‘ karya arsitektur mercusuar, sekaligus mengandung keilmuan arsitektur nonmaterial, namun tidak serta merta entitasnya menunjukkan ide ‗arsitektur panggung‘ bagi Sang Penguasa, karena ‗ide arsitektur panggung‘ mensyaratkan ke-khas-an penampilannya dengan mengekspresikan Ideologis Sang Penguasa sebagai ruh berupa skenario tertentu yang dileburkan ke fisik arsitekturnya. Karya arsitektur mercusuar mancanegara yang mengandung Ideologis Sang Penguasa terdapat pada karya arsitektur Gothic peninggalan Joseph Stalin di Moskow, ataupun arsitektur Neo Klasik peninggalan Adolf Hitler di Jerman, dan karya arsitektur pencakar langit di Shanghai pasca Mao Tse Dong 117. Ketiganya, menunjukkan adanya ‗ide arsitektur non material‘ menyerupai ‗ide‘ pentas pertunjukan bagi ideologi Sang Penguasa. 114Serangkaian
kunjungan ke National Museumof Egypt, Piramyda dan Sphinx di Cairo.Istana Hapsepsut, Luxor and Karnak Temple dan Tomb of King Ramses, November 2010 sebelum kerusuhan politik dan lengsernya Husni Mubarok di Mesir. 115 Tawaf yaitu ibadah Muslim seraya mengelilingi Ka‘ba sebanyak 7 kali di Masjidil Al – Haram. Kini terjadi perluasan arsitektural masjid yang menambah suasana ibadah menyerupai ‗perayaan‘ berdasar pengamatan tahun 2001 dan 2009. 116Kunjungan ke Temple Sangrada Familia karya Antony Gaudy di kota Barcelona, 2000. 117 Pengalaman mengunjungi Kota Shanghai, Februari 2012.
49
Di Indonesia, kehadiran ide arsitektur menyerupai pentas ideologi Sang Penguasa itu masih dapat disaksikan di sepanjang koridor Kebayoran BaruThamrin Jakarta, meski sepilihan karya ekspresi ideologi Soekarno itu kini telah bersanding dengan gedung-gedung pencakar langit. Dikenal sebagai ‗Proyek Mercusuar‘ yang berpusat di Jembatan Semanggi yang membelah kota Jakarta ke arah Timur-Barat dan berujung di Istana Merdeka dinamai Jl.SoedirmanThamrin. Ke arah Utara-Selatan dinamai Jl. S.Parman dan Jl. MT Haryono118. Dari arah Jembatan Semanggi menuju Jl. Thamrin dijumpai patung Selamat Datang yang berdiri di bundaran kolam, berhadapan dengan Hotel Indonesia. Di seberang Hotel Indonesia berlokasi Wisma Nusantara, dan tak jauh darinya berlokasi Sarinah Departement Store. Lokasi Tugu Nasional di Kawasan Medan Merdeka berdekatan Masjid Istiqlal dan monumen Pembebasan Irian Barat. Bangunan sejaman yang tidak berlokasi di koridor itu, adalah Planetarium di Jl.Cikini Raya dan Gedung Pola di Jl. Proklamasi. Di koridor Jl. MT Haryono berlokasi monumen Dirgantara. Di arah Jl. S Parman tergelar Complex Asian Games dan ex. Conefo kini gedung DPR-MPRRI. Kemenarikan visual karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ terjadi saat situasi Kota Jakarta masih lapang119 bahkan dikenali sebagai ‗kampung besar yang becek‘120.
118Jakarta
City Planning merupakan bagian dari Pola Semesta Berentjana Delapan Tahun Pertama 1961-1969. Periksa Mochammad Said(ed). Pedoman Untuk Melaksanakan Ampera Jilid I&II. Surabaya: Pedarmilda, 1961, hal. 525. 119Pustaka pemandu fenomena Kota Jakarta 1960-an; 1)Firman Lubis: Jakarta 1960an. Kenangan Semasa Mahasiswa, 2) KH Ramadhan. Memoar: Bang Ali.Demi Jakarta (19661977), 1993, 2) Karya Jaya. Kenang-Kenangan Lima Kepala Daerah Jakarta 1945-1966, 3) Sadikin, Ali.Buku Catatan Gubernur Ali Sadikin, 1977, 4) Sumintardja, Djauhari.Kompendium Sejarah Arsitektur Jilid I, 1981, 5) Rachman, Erlita (ed). Jakarta 50 Tahun Kemerdekaan Dalam Pengembangan Dan Penataan Kota.1995. 120Berdasar pada dokumentasi foto koleksi Mpu Ageng Seni Patung Edhi Sunarso ketika dirinya dan Keluarga Artja dipercaya Soekamo membuat diorama Museum Sejarah Nasional, patung Selamat Datang dan patung Pembebasan Irian Barat.
50
Kehadirannya menonjol di lingkungannya menyerupai pentas pertunjukan yang aktornya berupa gubahan karya arsitektur. Berlangsung tahun 1960-an usai Dekrit Presiden 5 Juli 1959, kebijakan politik Soekarno yang bermuara pada pembangunan watak bangsa. Nation and Character Building digaungkan melalui penggalian potensi keelokan Indonesia di segala hal. Sehingga, kehadiran karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ mengandung makna penting pembentukan peradaban Indonesia, sebagai pembawa budaya material, berupa bangunan sebagai Kebanggaan Nasional. Bila dipandang lebih jauh, karya arsitektur megah itu juga mengandung ide-ide tertentu yang bersepadan dengan karakteristik khora sebagai pembawa tanda/jejak dan sehingga ide arsitektur divisualisasikan berperan sebagai wahana pertunjukan. Di awal kehadirannya, karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‘121 mengandung kritik sebagai sikap politik Soekarno ‗untuk mendapatkan nama‘ dan bergagah‘ yang divisualkan menyerupai pentas bagi ‗Apa‘ yang juga ingin dihadirkan dibalik penampilan fisiknya termasuk merepresentasi diri Soekarno. Kehadirannya bukan semata-mata ‗tontonan‘ – spectacle karena ―pentas-pentas‖ yang digelar bukan saja merepresentasi ‗kemajuan peradaban Bangsa‘122 namun sekaligus pembawa tanda/jejak kebesaran Penguasa Soekarno.
Merujuk Tesaurus Alfabetis hal. 275, karya artinya buatan, kerja, nukilan, pekerjaan, penjelmaan, perwujudan, tindakan, tugas, ciptaan, gubahan, karangan, komposisi, kreasi, rekaan, seni, susunan. Mercusuar dalam Kamus Kontemporer BI sebagai menara di pantai, kiasan, sesuatu yang digunakan untuk mendapatkan nama dan untuk bergagah, hal. 966. 122Karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ buah gagasan form Soekarno direalisasikan bukan atas kemampuan teknologi Bangsa Indonesia masa itu, melainkan didukung oleh teknokratteknokrat dari kelompok Negara maju. Jembatan Semanggi dibantu oleh Swiss, Gelora Bung Karno dibantu oleh teknisi Soviet, Hotel Indonesia dan Tugu Nasional oleh Jepang dan Italia. Jakarta-Bypass oleh Amerika. Keunggulan justru tampak pada beragam karya seni rupa Seniman yang dilekatkan pada bangunan itu. 121
51
Ironisnya di saat berlangsungnya pembangunan, Indonesia sedang mengalami inflasi sebesar 650%123 sehingga pembiayaan proyek bertumpu pada dana bantuan Negara-Negara Besar dan Negara Sahabat yang tergabung sebagai NEFO-New Emerging Forces dan institusi swasta. Bila mempertautkan kenyataan itu, ‗Projek Mercusuar‘ yang dinilai oleh media mancanegara mengandung konotasi kurang menguntungkan Soekarno sebagai Penguasa di masa itu dapatlah dimengerti. Situasinya berlangsung demikian menarik perhatian karena megah dan besarnya lingkup pekerjaannya dan berlangsung di saat Kota Jakarta masih lengang, sedang mengalami kemerosotan ekonomi, serta dipicu oleh peliputan media mancanegara yang menyudutkan Soekarno dengan tuduhan yang dinilai tidak memihak kepada situasi masyarakat saat itu. Secara moral tindakan Soekarno ini sukar diterima pada masa itu, namun di kekinian karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ justru menjadi penanda kemajuan di bidang perancangan bangunan di Indonesia sebagai bangunan Arsitektur Modern yang mengandung ornamen khas. Sedikitnya 10 karya ―Projek Mercusuar‘: 1) Jakarta City-Planning dan Jembatan Semanggi- Kebayoran Baru-Thamrin, 2) Gedung Pola, 3) Compleks Stadion Utama Asian Games, 4) Hotel Indonesia, 5) Masjid Istiqlal, 6) Tugu Nasional, 7) Wisma Nusantara, 8) Sarinah Departement Store, 9) Planetarium, serta 10) Gedung ex Conefo –DPR-RI serta sejumlah monumen skala kota. Beberapa yang menojol: Tugu Nasional setinggi 142 m124, Wisma Nusantara berketinggian 29 lapis, Gelora Bung Karno sebagai stadion olah raga terbesar di Asia Tenggara. Poesponegoro, Marwati Djoned & Notosusanto, Nugroho.Sejarah Nasional Indonesia. Edisi Pemutakhiran.Jakarta: Balai Pustaka, 2008, hal. 565. 124 Ketinggian Tugu Nasional menurut gambar Arsitek Soedarsono setinggi 128,7 m. Pada saat pembangunan berlangsung Soekarno memerintahkan untuk ditambahkan 10 meter lagi sehingga menjadi 142 meter. Disayangkan pada penelitian ini kepastian ketinggian Monas belum dapat dipastikan. 123
52
Kehadiran pentas karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ tahun 1960-an itu membedakan secara signifikan suasana kota Jakarta yang semula menyerupai ‗kampung besar‘125. Pembangunan ekonomi dan fisik belum terjadi karena kekosongan pemerintahan yang terjadi ketika Soekarno memindahkan pusat pemerintahan ke Yogyakarta sebagai Ibukota Republik Indonesia Serikat (1946-1949). Sekembalinya Soekarno tahun 1950 ke Jakarta perhatiannya belum ditujukan pada kegiatan fisik, karena lebih dikonsentrasikan untuk memantapkan situasi politik yang kurang kondusif serta saling menjatuhkan antar partai sehingga terjadi krisis Kabinet126. Melalui film dokumenter ANRI, tayangan televisi Jakarta Tempo Doeloe127 serta sepilihan pustaka128, Jakarta masa lampau menampakkan suasana kota peninggalan masa Kolonial di kawasan Weltevreden-Lapangan Banteng, Old Batavia-Kota Tua dan Menteng. Embrio terbentuknya ide arsitektur menyerupai pentas di Jakarta berlangsung usai Soekarno membangun Kota Satelit Kebayoran Baru di Selatan Jakarta tahun 1948 sebagai embrio pertumbuhan berbagai gaya bangunan, perkantoran serta perbankan. Gaya arsitekturnya bernuansa Indonesia, terutama atap limasan sebagai penyederhanaan bangunan tropis karya arsitek-arsitek Belanda sebelumnya. Bangunan fasilitas umum mulai dibangun dengan lokasi yang tidak terkonsentrasi di satu wilayah diantaranya. Disarikan dari penuturan Alwi Shahab dan Dr. Rusdhy Husein di Jakarta, 2011. Selama 1950-1959 pemerintah Indonesia pernah mengalami tujuh belas kali krisis Kabinet, sehingga memicu Soekarno mengambil kebijakan Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 sebagai arah baru politik Indonesia melalui Demokrasi Terpimpin. 127 Sepilihan tayangan serial Jakarta TempoDoeloe dari TV One sepanjang 2010-2011. 128Disarikan dari Sumintardja, Djauhari.Kompendium Sejarah Arsitektur.Bandung: Yayasan Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan,1978, hal.136-138 dan Indonesian Heritage. Singapore.1998 tentang Seri Arsitektur. Sejarah Kebudayaan Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2007. 125 126
53
Bank Industri (1958), Gedung Pembangunan Perumahan (1959), Bank Indonesia (1960-an) termasuk flat tingkat empat milik Departemen Luar Negeri, Gedung Pos dan Telkom, PLN. Masa itu, nuansa arsitekturnya telah mencirikan modernitas yang diimbangi oleh penghematan-penghematan biaya rancangan
maupun
material
untuk
menyelaraskan
pertumbuhan
perekonomian. Kota Jakarta belum menggambarkan tata perkotaan yang terpadu dengan infrastruktur kota. Perubahan signifikan terjadi usai Soekarno menerapkan sistim Demokrasi Terpimpin sebagai hasil Dekrit Presiden 5 Juli 1959129, momentum baru sistim politik Indonesia sebagai jalan keluar bagi kebuntuan persoalan politik. Di era itu Soekarno memperoleh kekuasaan penuh termasuk sistim Ekonomi Terpimpin untuk menggiatkan pembangunan ekonomi sebagai akibat inflasi yang bersamaan kekacauan politik tahun 1959. Melalui Dewan Perancang Nasional (kini Bappenas) ia berhasil disusun Rancangan Dasar Pembangunan Nasional Pola Semesta Berentjana Delapan Tahun 1961-1969130 sebagai dasar inilah Soekarno mengemban Projek Jakarta City Planning antara lain; Museum Nasional dan Gallery Kesenian Nasional serta beberapa proyek Tjadangan: Theater Nasional Djakarta, Konservatorium Nasional, Sirkus Nasional, Tjagar Alam dan Taman Margasatwa, Perpustakaan Desa. Namun, sejumlah karya arsitektur yang dipandang menyerupai ‗pentas pertunjukan‘ sebagai karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ justru tidak ditemukan dalam dokumen formal kecuali sejumlah projek Jakarta City Planning131. Poesponegoro,Marwati Djoned & Notosusanto,Nugroho.Sejarah Nasional Indonesia. Edisi Pemutakhiran.Jakarta:Balai Pustaka. 2008. hal. 419. 130Pola Semesta Berentjana Delapan Tahun Pertama 1961 -1969 memberi penelanan pada pembangunan fisik dan industrialisasi di Indonesia dengan konsep berdikari (berdiri di atas kaki sendiri). Proyek yang dimaksud meliputi, Pertama, Pola Berentjana 8 Tahun berupa 335 proyek yang di sebut ―A‖ dan Kedua, cara untuk mencari Pembiayaan disebut ―B‖ . 131 Dalam Pidato PJM Presiden Sukarno, pada Pembukaan Pameran di Gedung Pola, Pegangsaan Timur, Djakarta, 16 Agustus 1961 tidak disebutkan apa itu ‗Projek Mercusuar‘. 129
54
Proyek Gedung Pola, Complex Stadion Utama Asian Games, Hotel Indonesia, Masjid Istiqlal, Tugu Nasional, Wisma Nusantara, Sarinah Departement Store, Planetarium, Gedung ex Conefo-gedung DPR-RI diketahui melalui sejumlah Pidato Kenegaraan132. Dapat dikatakan, ‗Proyek Mercusuar‘ merupakan kebijakan politik Soekarno karena bukan bersandar TAP MPRS. Setelah mencermati situasinya, dapatlah dimengerti bila proyek tersebut dinamai ‗Projek Mercusuar‖ Soekarno sebagai ‗proyek politis propaganda‘ dalam upaya menggapai kedudukan Indonesia sebagai Negara terkemuka di antara NegaraNegara di Asia-Afrika yang mengalami sebagai koloni Bangsa-Bangsa Eropa. Karena di masa pembangunannya Indonesia sedang dililit permasalahan ekonomi, maka sumber pendanaannya bukan bergantung pada dana Dalam Negeri melainkan bantuan Negara-negara Besar dan Kelompok Negara Sahabat yaitu NEFO - New Emerging Forces serta dukungan swasta. Saat penelitian ini berlangsung, paras Kota Jakarta tidak dikenali lagi sebagaimana tahun 1960-an. Usai Kenop November 1978133 dan Deregulasi Perbankan - Pakto 88, Soeharto mengawal masuknya investor asing ke Indonesia. Kota Jakarta menjadi sasaran pencarian lahan real estat. Di lokasi-lokasi strategis di koridor Kebayoran Baru-Thamrin satu persatu bangunan didirikan berupa perkantoran, hotel sampai apartemen. Bangunan ‗Projek Mercusuar‘ yang semula mendominasi perwajahan kota, kini hanya tampak sebagai gubahan yang kurang menonjol.
132Dimungkinkan
masih terdapat sejumlah Proyek Mercusuar Soekarno selain yang disebutkan di atas.Nama-nama proyek itu disesuaikan dengan sejumlah pidato Soekarno yang dapat dihimpun dari ANRI pada saat penelitian berlangsung. 133Kebijakan ‗Kenop 15‘ di masa Soeharto merupakan kebijakan yang sangat populer tahun 1978. Sebagai keharusan pemerintah melakukan devaluasi ketika kondisi ekonomi mengalami keropos di bidang produksi, yang menunjukkan politik ekonomi belum menjadi konsepsi dan bagian integral dari politik anti-inflasi dan stabilitas moneter.
55
Bahkan sebagian perwajahan Hotel Indonesia134 dan Gedung Departement Store Sarinah telah berubah. Sosok Gelora Bung Karno semula dapat disaksikan dari arah Jembatan Semanggi kini tertutupi oleh gubahan-gedung jangkung dan untuk menyaksikan Tugu Nasional kita harus mendekat ke arah Kawasan Medan Merdeka. Sementara itu Projek Jakarta-City Planning yang membebaskan radius 15 km dari Tugu Nasional tidak terwujud135 karena jatuhnya pemerintahan Soekarno. Sungguhpun situasinya demikian, kehadiran karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ layak dicatat, terutama keunikan serta memori keterkenangan masyarakat Indonesia terhadapnya. Berdasar pengamatan visual terdapat kekhasan: Pertama, sosok karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‗ memperlihatkan bangunan modern dengan keunikan masing-masing. Kedua, memiliki lokasi di sepanjang koridor utama Kota Jakarta. Ketiga, wujud visualnya dilingkupi sentuhan rasa seni. Keempat, masing-masing bangunan memiliki esensi/fungsi khas. Kelima, ia menampakkan sifat-sifat keabadian material. Keunikannya mendorong mencermatinya lebih mendalam, terutama proses kehadiran yang mengubah wajah kota Jakarta era 1960-an, dengan pertanyaan: Bagaimana proses kehadiran karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ yang mengkualitas sebagai form, sebagai moda komunikasi yang berbeda-beda setiap waktu dan ruang (mitos) melalui fenomena arsitektur yang ‗Ada‘ di masa-lalu dalam konteks kekinian.
134Sejak
Hotel Indonesia dioperasikan sebagai Hotel Indonesia Kemnpinski tahun 2009 perwajahannya berubah secara signifikan. 135Rencana Induk Kota Jakarta 1965-1985 memuat gambar berpola density ring yang menyatakan Tugu Nasional sebagai pusat perkembangan kota Jakarta ber-radius 15 km.
56
JEJAK VISUAL KARYA ARSITEKTUR ‘PROJEK MERCUSUAR’ Pengamatan karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ ditempuh di koridor utama Kebayoran Baru-Thamrin, Kawasan Medan Merdeka, Jl. Cikini Raya – Jl. Proklamasi serta Gelora Bung Karno dan ex. Conefo/Gedung DPR-RI untuk mencerap apa yang ditampakkannya. Jejaknya menunjuk adanya absolute space136 yaitu ‗ruang politik‘ untuk memperteguh homogenitas sosial melalui arsitektur yang berciri: spectaculer, geometric, phallic – megah, struktural dan menjulang yang melekatkan keindahan khas Indonesia dalam konteks jaman. Jejak-jejak karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ memperlihatkan difference137 melalui identitas, analogi, oposisi, kemiripan, serta memperlihatkan jejak seni yang khas, menyerupai apa yang disebut monad138, berupa jejak-jejak seni kebudayaan Jawa Kuno sebagai basis perancangan Arsitektur Modern. Monad, sebagai partikel terkecil jiwa seni yang bersifat abadi, berupa sesuatu yang tak teraga, yang terbedakan dengan atom - partikel terkecil dari molekul benda teraga. Monad diutarakan Leibniz pada seni Baroque139 berupa fluiditas materi, elastisitas bentuk, dan semangat mekanis yang bersifat keabadian atau ―immaterial principle of life‖ yang juga menjadi karakteristik khora140.
Lefebvre, Henri (trasl.) Nicholson, Donald-Smith. The Production of Space. Victoria: Blackwell.1991, hal. 234. 137 Deleuze, Gilles. (Transl. Patton, Paul). Difference & Repetition. Paris: Columbia University Press, 1994, hal. 29. 138Leibniz, Gottfried Wilhem (transl) Latta, Robert. The Monadology.1898. Republished by Forgotten Books, 2008. The Monad of which I shall here speak is nothing but is a simple substance which enter in to compound by simples is meant without parts. 139Baroque merupakan gaya seni arsitektur abad 1660-1760 berkarakter memusat pada mahkota kubah, bangunan terbagi atas, gerbang, jalan, facade bangunan, ruang tengah dan relung. Periksa Stilhandbuch karya Ernest Rettelbusch 1914 - Pika Semarang, 1997. 140Sifat keabadian Khora dalam Timaues Plato: sesuatu yang abadi, tidak dapat dihancurkan, penyedia posisi yang hadir untuk being, bisa ditangkap indra, sulit dipercaya, seperti mimpi dan harus ada di suatu tempat atau ‗ruang‘. 136
57
JEMBATAN SEMANGGI DAN JAKARTA CITY PLANNING Projek Jakarta City Planning sebagai modalitas komunikasi Soekarno untuk meneguhkan tanda kebanggaan bangsa agar setara Negara lain yang telah mengalami kemajuan teknologi seperti Soviet dan Amerika, serta mengungguli sesama Negara NEFO. Kehadirannya secara moral bangsa dapat diterima, karena memfasilitasi seluruh aspek kehidupan. Tidak mengherankan bila proyek Jakarta City Planning dilakukan Soekarno secara otoriter serta berlebih-lebihan141. Henk Ngantung mencatat: semua gagasan-gagasan maupun pembangunan-pembangunan yang berarti hanya terlaksana bila dicetuskan, direstui, atau ditangani oleh Presiden Soekarno sendiri. Artinya, Soekarno berperan sebagai ―Arsitek‖ dalam proyek Jakarta City planning untuk mengawal Ibukota agar indah dan cantik di saat menyambut Dasawarsa Asia-Afrika. Untuk mencapai tujuannya, secara khusus Soekarno memberikan memo ―Lima P‖ yaitu: perut, pakaian, perumahan, pergaulan, pengetahuan. Ditambahkan pula peran ―pembudayaan‖ untuk mencapai kebahagiaan hidup setelah terpenuhinya kebutuhan utama, berupa pola kota yang cantik serta desa-desa yang menyegarkan jiwa. Pemikiran Soekarno kurang berselaras dengan Teori Hierarchy of Needs142 Maslow yang bersandar hirarki kebutuhan manusia mulai dari yang mendasar yaitu; kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan dicintai, kebutuhan dihargai, dan kebutuhan aktualisasi diri setelah tahap sebelumnya terpenuhi.
Henk Ngantung,Seniman yang dipercayai Soekarno sebagai Gubernur Kota Jakarta periode Agustus 1964-Juli 1965 menyampaikan memoairnya: Diantara Tekanan dan Kecurigaan dalam Pemerintah DKI Jakarta.Karya Jaya. Kenang-Kenangan Lima Kepala Daerah Jakarta 1945-1966.Jakarta: Pemda DKI Jakarta.1977, hal.170-171. 142 Abraham H. Maslow. Toward a Psychology of Being, 2d ed. New York: D. Van Nostrad, 1968, hal.25. 141
58
Secara tegas Soekarno menyisipkan ‗kepuasan jiwa rakyat‘ melalui keberhasilan city-planning. Dapat diartikan Soekarno telah memadukan tahap keempat dan kelima teori Maslow sekaligus. Kebijakannya itu dinilai kurang memihak
kepentingan
masyarakat
kecil143.
Kesungguhnan
Soekarno
mempermegah Kota Jakarta agar setara kota Internasional: Djakarta is daarom Djakarta, omdat wij er zijn. Jakarta ada karena kita! Jakarta sebagai Mercusuar144 menyingkap adanya hasrat, intervensi dan rasa seni Soekarno: Saja sendiri jang pimpin, saja sendiri jang pimpin pembangunan-pembangunan di kanan-kiri djalan Thamrin. Dan nantipun kanan-kiri djalan Thamrin ke Kebajoran. Saja sendiri jang melukis Tugu Nasional, saja sendiri jang memprojecteer djalan silang, saja sendiri jang mengadakan sajembara Mesdjid Istiqlal, saja sendiri jang mengadakan air mantjur Istiqlal jang 45 meter tingginja. Oleh karena Djakarta sekarang ini sebagai kukatakan, what Djakarta think, today, Asia Africa will thinking tomorrow….
Delapan poros jalur utama Kebayoran Baru-Thamrin tampak terilhami oleh City Plan Brazilia145 karya Lucio Costa dan Oscar Niemeyer. Perpusat di perempatan jalan melingkar menyerupai sebentuk daun dari arah Kebayoran Baru menuju Istana Negara menyilang arah Cawang-Slipi-Grogol dinamai Jembatan Semanggi, dengan ruas pejalan kaki serta membebaskan Kota Jakarta dari becak.146 yang dinilai mengandung unsur penindasan manusia atas manusia. Soekarno. Pidato Presiden pada Upatjara Pemberian Hadiah Para Pemenang Sajembara Rentjana Tugu Nasional, Istana Negara, Djakarta, 17 November 1960, hal.8. Disarikan percakapan Soekarno dengan Nikita Kurchev tentang prioritas kebutuhan rakyat: Manusia itu bukan menjadi puas hanya karena barang materieel, karena roti, tetapi jiwa, apalagi jiwa bangsa memerlukan pula makanan, dan salah satu makanan untuk jiwa bangsa ialah monumen. 144 Soekarno.Amanat Presiden Kepada Panitia Keindahan Kota di Istana Negara 4 April 1965. 145 Soekarno melakukan dua kali kunjungan ke Brasilia tahun 1956 dan 1961. Menyaksikan kota Rio de Jainero dari arah udara bersama arsitek Silaban. Periksa: Olly GS. ―Soekarno Sang Arsitek‖ dalam majalah Kartini 286 tahun 1985, hal. 124. 146 Gagasan pembebasan becak dari Kota Jakarta, Pidato PJM Presiden Sukarno Peringatan UlangTahun ke-435 Kota Djakarta di gedung Olahraga, Djakarta, Tanggal 22 Djuni 1962, h. 7 143
59
Di lingkar luar kota dibangun Djakarta-By pass147menghubungkan Cililitan dengan Bogor148sebagai embrio hinterland kota Jakarta. Keunikan Jembatan Semanggi terletak pada bentuk jembatan melingkar serta bebas kolom. Arsiteknya, Soenarjo Sosro, dan perencanaan strukturnya oleh Sutami dan AM Lutfi, sedangkan permasalahan konstruksinya dipecahkan bersama-sama teknisi dari Swiss149. Kehadiran Jembatan Semanggi menjadi fenomenal, bahkan untuk beberapa waktu di sepanjang pagarnya digelar beberapa kursi taman menyerupai balkon sebagai area menyaksikan panorama Kota Jakarta dari atas Jembatan Semanggi. Kini, untuk menyaksikan jejak keruangan di koridor jalan Kebayoran Baru-Thamrin sebagai produk Jakarta City Planning telah dipadati oleh jajaran bangunan bertingkat, serta dipadati arus pengendara fenomena ‗ide arsitektur‘ yang menyerupai pentas ―panggung‘ - catwalk- stage terasakan. GEDUNG POL A Gedung Pola sebagai modalitas komunikasi untuk meneguhkan kepercayaan masyarakat terhadap ide-ide Soekarno yang tertuang dalam Jakarta City Planning. Perannya menyerupai pentas bagi Pola Pembangunan Semesta Berentjana Delapan Tahun Pertama 1961-1969. Bangunan Gedung Pola dirancang Arsitek Silaban sebagai ruang pamer dengan konsep ruang terbuka150.
Soekarno.Pidato Peresmian Pembukaan Djalan Djakarta By Pass. Djakarta, 21 Oktober 1963. Pemerintah DKI Jakarta.Karya Jaya. Kenang-Kenangan Lima Kepala Daerah Jakarta 19451966.Jakarta: Pemda DKI Jakarta.1977, hal. 113. 149 Ketika perancangan Jembatan Semanggi berlangsung, Arsitek Han Awal memperoleh kesempatan merancang bagian pagarnya. wawancara, di Bintaro Jaya, 2012. 147 148
Soekarno.Pidato PJM Presiden Soekarno pada Pembukaan Pameran di Gedung Pola, Pegangsaan Timur Djakarta,16 Agustus 1961. 150
60
Di sisi lain kehadiran Gedung Pola telah menyinggung situs Rumah Proklamasi di ex. Jl. Pegangsaan Timur 56 Jakarta. Tempat dibacakannya Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 oleh Soekarno-Hatta. Perintah pembongkaran terhadap Rumah Proklamasi oleh Soekarno akhirnya terjadi dan berdampak kegalauan masyarakat151. Akibat kebijakan Soekarno meniadakan Rumah Proklamasi demi kehadiran Gedung Pola, masyarakat tidak lagi dapat menyaksikan seperti apakah Rumah Proklamasi kecuali melalui dokumentasi yang sempat dilakukan sebelum seluruh bangunan rata dengan tanah. Posisi Soekarno membacakan teks Proklamasi telah digantikan Tugu Petir yang sebagai tengaran. Dialog kontroversial berkenaan Rumah Proklamasi terjadi hingga kini. Antara lain Memoar Heng Ngantung dalam Karya Jaya152. Ngantung sempat mendokumentasi serta membuat maket sebelum Rumah Proklamasi dirata-tanahkan. Dalam sebuah dialog antara Solichin Salam dengan Bung Karno yang dituturkan ke dalam Bung Karno Putera Fajar153 terungkap gagasan Soekarno dalam menengarai situs Rumah Proklamasi154: Di muka gedung Pola itu saudara-saudara, yang sekarang bekas gedung pegangsaan Timur 56 sudah diratakan, di muka gedung Pola inilah akan dipancangkan terbuat nantinya dari perunggu satu tugu 17 meter tingginya dan saya sudah minta pesan kepada Gubernur Sumarno dan Wakil Gubernur Heng Ngantung, supaya tugu ini bentuknya seperti hal pancangan. Katakanlah seperti, ya seperti hal yang akan dipancangkan, dipancangkan persis di tempat dimana pada tanggal 17 Agustus 1945 jam 10.00 pagi Proklamasi Kemerdekaan kita dibacakan. 151Walikota
Sudiro mengaku telah menantang keras pembongkarannya karena dinilai sebagai bangunan bersejarah. Pembongkaran terlaksana pada masa Gubernur Dr. Sumarno dan Wakil Gubernur Heng Ngantung. 152 Ibid. hal.185-187. 153 Salam, Solichin. Bung Karno Putra Fajar. Jakarta: Gunung Agung, 1981, hal. 279. 154 Soekarno.Pidato pada Peringatan UlangTahun ke-435 Kota Djakarta di gedung Olahraga, Djakarta pada tanggal 22 Djuni 1962.
61
Djangan dibikin tanda yang kriwil-kriwil, jangan dibikin tanda yang terlalu banyak hiasan-hiasan, kasihlah bentuk sebagai satu hal yang dipancangkan. Pancangan, disinilah dulu Proklamasi Republik Indonesia 17 Agustus ‘45. Didirikan bukan untuk kami, untuk kita dari pada generasi sekarang. Seribu tahun yang akan datang Insya Allah Subjanahu wata‘ala rakyat Indonesia dan rakyat seluruh dunia masih harus bisa melihat tempat dimana Proklamasi 17 Agustus dibaca. Disini Proklamasi 17 Agustus ‘45 itu dibaca.
Soekarno beranggapan sebuah tengaran yang bersifat keabadian diwujudkan selugas mungkin menghindari ornamen. Pernyataan itu menunjukkan intervensi dan rasa seni Soekarno. Rancangan Tugu Petir penanda berdirinya Soekarno di saat pembacakan Teks Proklamasi 17 Agustus 1945 menyiratkan makna pentingnya kehadiran diri Soekarno sebagai representasi Indonesia, sungguhpun kenyataannya peristiwa Proklamasi melibatkan tokoh serta masyarakat Indonesia lainnya yang tampak pada foto dokumentasi koleksi IPHOS karya fotografer Mendur. Tekad Soekarno membongkar ex.Rumah Proklamasi dengan dalih keutamaan Gedung Pola sebagai wadah monitoring pembangunan bangsa ke arah mendatang dinilai sebagai diskontinuitasyaitu terputusnya peristiwa sejarah akibat peristiwa yang mendahuluinya, oleh Foucault disebut ‗diferensi‘. Tindakan diskontinuitas Soekarno sebagai penguasa yang kurang menghargai pentingnya tengaran fisik bagi kelahiran Bangsa Indonesia di situs ex. Rumah Proklamasi dinilai sebagai sikap inkonsistensi terhadap ajaran yang selalu digaungkannya yaitu Jasmerah – Jangan sekali-sekali meninggalkan sejarah. Akan tetapi situasi di saat pembongkaran Rumah Proklamasi pada tahun 1961, legitimasi Soekarno sebagai Penguasa sedang mencapai puncaknya dan mengungkapkan adanya trilogi hasrat, intervensi serta rasa seni Penguasa dalam kehadiran arsitektur.
62
GELORA BUNG KARNO Tidak jauh berbeda dengan Gedung Pola, kehadiran Gelora Bung Karno juga merupakan gagasan Soekarno untuk meneguhkan kepercayaan masyarakat atas ide-ide besar Soekarno melalui karya arsitektur. Ide besar itu didorong oleh hasrat Soekarno untuk menjadi tuan rumah Pesta Olah Raga Asian Games IV tahun 1962, yang kemudian mengharuskan Indonesia menyiapkan venue olah raga dengan standar internasional155. Semula, Soekarno memilih kawasan Dukuh Atas paralel koridor ebayoran Baru-Thamrin dengan Bundaran Hotel Indonesia. Arsitek Silaban156 meminta Soekarno mempertimbangkan kembali penentuan lokasi tersebut untuk mengantisipasi kemacetan jalan yang mungkin akan terjadi bila ditempatkan di kawasan utama. Sedianya akan dipilih daerah Kemayoran untuk memudahkan Atlet Tamu yang tiba di Bandara Kemayoran. Urung, karena permasalahan tanah yang belum terselesaikan, maka diputuskan daerah Senayan sebagai lokasi. Perancangan gelora diserahkan kepada Tim Arsitek Rusia yang didampingi Arsitek Indonesia. Dalam pelaksanaannya sejumlah wong cilik menjadi tenaga kasar ikut merajut berdirinya bangunan ini. Dibalik kehadiran Gelora Bung Karno tersimpan hasrat, intervensi dan rasa seni Soekarno yang mewarnainya.
Menteri Penerangan Maladi mengutarakan, hasrat Soekarno sebagai Tuan Rumah dirintis sejak Indonesia mengikuti Asian Games I di New Delhi tahun 1952. Kesempatan tersebut baru terlaksana setelah Asian Games ke III di Tokyo tahun 1958. Penetapannya Indonesia sebagai Tuan Rumah bagi Asian Games ke IV tahun 1962 ditanggapi Soekarno sebagai ‗momentum‘ merayakan Indonesia ke pentas dunia internasional, sungguhpun konsekuensinya sangat berat bagi Indonesia. 156 Pengutaraan Silaban dalam Salam, Solichin. Bung Karno di mata Bangsa Indonesia.Jakarta: Dela Rohita, 1979.hal/63. 155
63
Kesempatan emas menjadi Tuan Rumah Asian Games IV seiring waktu
dengan reputasi
Soekarno sebagai Negarawan yang
handal
berdiplomasi, serta memiliki hubungan baik dengan Negara-Negara besar yang berkemampuan di bidang teknologi. Dengan demikian persiapan pengadaan sport venues berupa multi-sport complex bukan merupakan hambatan bagi Soekarno. Melalui diplomasinya dengan Anastas Mikoyan, Wakil Perdana Menteri Uni Soviet pada masa Presiden Nikita Khushchev, diperoleh bantuan tenaga teknik dan pendanaan untuk merealisasikan Gelora Bung Karno. Akhirnya, arsitektur unik, indah serta megah terwujud sebagai stadion utama Gelora Bung Karno yang mampu menampung 110.000 pengunjung. Ketika mencermati bentuk Gelora Bung Karno tampak adanya pengaruh hasil kunjungan Soekarno ke Moskow pada 1956. Beberapa stadion olah raga berukuran raksasa seperti Pectakor dan Luzniki di Moskow baru diresmikan. Di masa perancangannya, Soekarnopun ikut aktif dalam menggagas ide form Gelora agar menyerupai atap Temu Gelang. Bentuk bangunan olah raga oval dan unik yang menyerupai Colleseum di Roma itu ditujukan agar menjamin kenyamanan seluruh penonton dan supporter ketika mengikuti seluruh pertandingan karena semuanya terlindung oleh atap. Intervensi Soekarno yang mewarnai terwujudnya gagasan atap temu gelang itu tersirat pada kutipan ini157: …Saya memerintahkan kepada arsitek-arsitek Uni Soviet, bikinkan atap temu gelang daripada mainstadium yang tidak ada di lain tempat di seluruh dunia. Bikin seperti itu. Meskipun mereka tetap berkata, yah tidak mungkin Pak. Tidak biasa, tidak lazim, tidak galib, kok ada stadion atapnya temu gelang, di manamana atapnya ya sebagian saja. Tidak, saya katakan sekali lagi, tidak. Atap stadion kita harus temu gelang. 157
Ibid., hal. 36.
64
…Tidak lain dan tidak bukan oleh karena saya ingin Indonesia kita ini bisa tampil secara luar biasa. Kecuali praktis juga ada gunanya, supaya penonton terhindar dari teriknya matahari. Sehingga ikut mengangkat nama Indonesia. Dan sekarang ini terbukti benar saudara-saudara, di mana-mana model atap stadion temu gelang dikagumi oleh seluruh dunia. Bahwa Indonesia mempunyai satu-satunya main stadium yang atapnya temu gelang. Sehingga benar-benar memukau kepada siapa saja yang melihatnya…
Semula Gelora dirancang dengan struktur atap beton, namun akhirnya diwujudkan dengan struktur baja untuk merealisasikan gagasan atap Temu Gelang. Struktur temu gelang yang dimaksudkan pada Gelora ini adalah sistim struktur yang dirancang mengikuti pola lintasan kegiatan atletik secara menerus yang membentuk seperti oval-geometris menyerupai struktur gelang / cincin yaitu perhiasan tangan wanita yang dibuat tanpa sambungan sehingga bersifat struktural. Diadopsi Soekarno sebagai struktur bangunan yang dinamai temu gelang yang bentuknya melingkar mengikuti lintasan olahraga. Selain itu, Soekarno juga memasukkan unsur seni Jawa Kuno dengan memerintahkan Seniman Sadali menggubah patung realis tokoh pewayangan Sri Rama Memanah sebagai simbol kecermatan, ketangkasan sekaligus kejujuran. Ketika Gelora yang berlantai lima berkapasitas 110.000 tempat duduk menjadi kenyataan sebagai sport venues megah dengan atap Temu Gelang menuai pujian dari berbagai kalangan pers, salah satunya The Asia Magazine158 terbitan Hongkong : ―..its construction is a feat unequelled in the annual of sport history in Asia and perhaps in the world …‖. Kehadiran Gelora Bung Karno telah menunjukkan keberhasilan Soekarno mengusung ‗ide arsitektur panggung‘. Pour, Julious. Dari Gelora Bung Karno Ke Gelora Bung Karno.Jakarta: Badan Pengelola GBK dan Gramedia, 2003, hal. 47. 158
65
Usai perhelatan akbar itu Gelora Bung Karno yang berbentuk ovalgeometris itu berperan sebagai pemusatan massa untuk menyaksikan serta mendengar pidato politik Soekarno pada acara-acara tertentu. Dengan kapasitas 110.000 orang penonton Gelora Bung Karno menjadi sebuah pentas pertunjukan raksasa dan memicu hasrat Soekarno menjadikan stadion utama sebagai ajang penyelenggara Asian Games ‗model baru‘ yang dinamainya The Games of The Emerging Forces atau Ganefo sebagai tandingan tidak langsung dari Pesta Olah Raga Dunia Olimpiade. Dapat dikatakan bahwa kehadiran Gelora Bung Karno bukan saja berperan sebagai wahana pertunjukan keolahragaan, akan tetapi merupakan salah satu karya arsitektur sebagai ekspresi kekuasaan yang mewadahi ideologi politik Penguasanya, dalam hal ini Soekarno. HOTEL INDONESIA Hotel Indonesia merupakan Wajah Muka Indonesia diartikan sebagai ‗gerbang‘ untuk memahami Indonesia. Kehadirannya untuk memfasilitasi seluruh aspek kehidupan yang juga diperkenalkan kepada pelajar Indonesia melalui Ilmu Kewarganegaraan159 sebagai bangunan modern bertingkat 14 lantai pertama yang dimiliki Indonesia. Soekarno menunjuk Arsitek Abel dan Windy Sorenson sambil mengutarakan keinginannya160 ― … Hotel Indonesia yang tadi dikatakan oleh Presiden Hotel Indonesia Sdr. Iskandar Ishak untuk accelerate kepariwisataan ke Indonesia. Sehingga dus sebenarnya jikalau saya membuka Hotel Indonesia pada saat sekarang ini boleh saya katakan saya membuka Wajah Muka Indonesia… Informasi tentang Hotel Indonesia telah diberikan semasa peneliti di bangku Sekolah Dasar di Jawa Tengah tahun 1970-an. 160 Soekarno.Pidato Peresmian Pembukaan Hotel Indonesia, Djakarta, 5 Agustus 1962. 159
66
Selama perancangan Soekarno memberikan intervensi, sehingga tak jarang terjadi perdebatan antara Abel Sorenson dengan Soekarno, bahkan sempat mengutarakan: ―Jangan lupa saya juga seorang Insinyur, jadi Hotel Indonesia juga dibangun oleh seorang Presiden.‖161Hotel ini dibiayai oleh Dana Pampasan Jepang162 yang mencakup konstruksi Hotel Indonesia Jakarta, Hotel Samudera Beach di Pelabuhan Ratu, Hotel Ambarukmo Yogyakarta dan Hotel Bali Beach di Denpasar. Rancangan kamar Hotel Indonesia memiliki teras penangkap view Kota Jakarta dengan paras yang dilapisi tabir surya. Salah satu intervensi Soekarno adalah rancangan ruang multifungsi berkapasitas 1.000 orang. Bentuknya oval, berlatar ukiran kayu Persawahan di Bali sebagai satu-satunya ballroom berbentuk oval di Indonesia. Ruangan megah ini menjadi embrio pertunjukan para seniman masa itu, antara lain Bing Slamet, Teguh Karya, Rima Melati, Titik Puspa dan lain-lainnya. Untuk mengekspresikan ke-Indonesia-an, Soekarno memerintahkan perupa Indonesia untuk mempercantik hotel ini, antara lain; Relief sepanjang 30 meter dari batu andesit karya Harijadi berjudul Pesta di Bali di sepanjang dinding luar bangunan. Berseberangan dengan patung Dewi Sri karya Trubus. Di paras depan bangunan kubah yang dinamai Ramayana terpajang semi relief bertema Wanita Indonesia Melayang yang ditorehkan penuh warna oleh Soerono. Di balik kubah itu seluruh dinding atasnya dipenuhi oleh seni mozaik yang menggambarkan tarian Indonesia karya G Darta. Di salah dindingnya, dilukiskan oleh Lee Man Fong Satwa dan Flora Indonesia.
Buku Temu Kangen Keluarga Besar Hotel Indonesia 1995. Masashi (Terj) Dean Praty R. Soekarno, Ratnasari Dewi Dan Pampasan Perang, Hubungan Indonesia-Jepang 1951-1966. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1993.
161
162Nishihara,
67
Selain karya seni rupa, Soekarno juga mengadopsi nama pulau dan tarian di Indonesia sebagai nama ruangan; Alor Room, Sumbawa Room, Lombok Room, Barong Room, Pendet Room, dan Sangir Room. Dapat dikatakan ragam karya seni di Hotel Indonesia menyerupai ‗Taman Sari Indonesia‘ berperan sebagai etalase bagi karya perupa Indonesia. Selain mempercantik hotel, Soekarno juga menggagas pembangunan patung Selamat Datang dan Air Mancur Heng Ngantung di depan Hotel Indonesia sebagai tengaran Kota Jakarta. Kolam air itu semula ditumbuhi padma merah berasal dari kolam Istana Bogor yang dinamai Henk Ngantung Fountain. Di atas kolam bundar itu berdiri setumpu monumen dengan patung realis setinggi enam meter dari yang semula direncanakan sembilan meter, menggambarkan sepasang pemuda dan pemudi melambaikan tangan seraya membawa karangan bunga, dinamai patung Selamat Datang163. Patung ini terwujud berkat intervensi, serta dialog terbuka dari Soekarno, yang bersedia mendatangi bengkel kerja Edhi Sunarso di Yogyakarta sehingga akhirnya monumen Selamat Datang dari bahan perunggu, menjadi kenyataan sebagai karya patung modern yang pertama di Indonesia164. Dapat dikatakan bahwa kehadiran Hotel Indonesia menunjukkan adanya ‗ide arsitektur‘ yang menyerupai pentas yang pertunjukan ideologi ke-Indonesiaan gagasan Soekarno yang dilekati dengan ornamen dan karya seni rupa165 Berdasar penuturan Mpu Ageng Seni Patung Edhi Sunarso di Yogyakarta 2001 dan 2010. penelitian kurator seni patung Asikin Hasan, 2010 karya patung perunggu Selamat Datang merupakan seni patung modern pertama di Indonesia semula seniman Indonesia berkarya patung dengan cara tradisi pahat pada kayu dan batu 165 Semula pengoperasian Hotel Indonesia Group oleh BUMN – Badan Usaha Milik Negara, akan tetapi pada tahun 2009 diambil alih oleh operator hotel dari Amerika menjadi Hotel Indonesia Kempinski. Selain untuk fasilitas menginap, fasilitas café, restaurant, dan konferensi sangat variatif mulai dari menu maupun gaya pelayanannya, juga terdapat ruang Pameran Koleksi Heritage sebagai wadah koleksi karya seni di masa Soekarno yang pernah ditempatkan di satu ruang di Hotel Indonesia. 163
164Berdasar
68
MASJID ISTIQLAL Karya arsitektur Masjid Istiqlal merupakan buah gagasan Soekarno 17 tahun sebelum dipancangkan166. Dirancang sebagai masjid Jami‘ terbesar dengan konsep keabadian. Bangunan masjid ini terlaksana ketika teknologi beton dan logam stainedless-steel dipercayai mampu mewujudkannya. Setelah mengalami sayembara rancangan, yang dimenangkan oleh Arsitek Silaban, pemeluk Kristiani yang taat, maka Taman Wijaya Kusuma atau ex.Wihelmina Park taman untuk memuliakan Ratu Belanda didirikanlah masjid ini. Letaknya berseberangan dengan gereja Katedral yang bergaya arsitektur Gothic. Istiqlal digagas sebagai masjid terbesar di Asia Tenggara, melebihi masjid di Istambul dan di Cairo. Keseluruhan fisik bangunan didominasi oleh batu pualam sebagai pelapis dinding dan lantai. Seluruh kusen pintu, railing, bahkan plafon serta sanitarinya terbuat dari bahan stainedless steel. Parasnya tidak mengandalkan ornamen kecuali pada ruang imam / mihrab-nya. Struktur beton berupa pilar persegi berjajar ritmis di seluruh paras bangunan, yang dilengkapi kubah raksasa penanda ke-Islam-an serta minaret pengantar Azhan yang ditempatkan di sudut bangunan. Kehadiran Masjid Istiqlal yang dirancang Arsitek beragama Kristen yang taat dan berlokasi berseberangan dengan Gereja Katedral, bagaikan sepasang pentas pertunjukan religi mengungkapkan simbol kemerdekaan dalam beragama.
Soekarno.Pidato PJM Presiden Soekarno Pada Pemantjangan Tiang Pertama Mesjid Istiqlal, Djakarta 24 Agustus 1961. 166
69
TUGU NASIONAL Tugu Nasional dihadirkan sebagai puncak modalitas arsitektur gagasan Soekarno untuk melukiskan ‗jiwa baru Indonesia‘ yang dinamik di abad modern. Kebuntuan rancangan terjadi dengan dua kali Sayembara Desain Tugu Monas tahun 1955 dan 1960 ketika tak satupun karya peserta memenuhi kriteria yang diberikan Soekarno. Sebagai jalan tengah Soekarno mengambil ide dari pemenang Sayembara yang pertama dan kedua untuk dikembangkan sebagai Proyek Final oleh Tim Arsitek Jempolan167. Keputusan Soekarno tersebut sempat menuai kontroversi di kalangan Dewan Juri168. Rancangan Tugu Nasional akhirnya didirikan di lahan bekas Lapangan Ikada, yang dikenal sebagai Koniegsplain atau Champ de Mars di masa Kolonial. Tugu Nasional dan Jalang Silang Monas169 merupakn karya bangunan pencakar langit- highrise building pertama di Indonesia. Dengan ketinggian 142 meter itu kehadirannya menyerupai pentas bagi perjalanan sejarah kebangsaan Indonesia, antara lain dipertunjukkan melalui diorama, atribut-atribut kemerdekaan di Ruang Kemerdekaan, keelokan panorama Ibu Kota, serta simbol cita-cita menggapai langit yaitu sosok Lidah Api Kemerdekaan. Lebih jauh tentang proses memutu karya arsitektur Tugu Nasional dinarasikan pada bab berikutnya.
167Soekarno.Pidato
Upatjara Pemberian Hadiah Pemenang Sajembara Rentjana Tugu Nasional, Djakarta, 17 November 1960. 168 Ibid. 169 Soekarno,Pidato Pembukaan Djalan Silang Monumen Nasional di Lapangan Merdeka, Djakarta, 16 Agustus 1964.
70
GEDUNG WISMA NUSANTARA Kehadiran Wisma Nusantara merupakan moda komunikasi arsitektural di masa Soekarno. Dengan ketinggian 29 lapis bangunan ini menjadi wadah fasilitas hubungan ekonomi dan kepariwisataan Internasional. Soekarno mempercayakan rancangannya kepada Arsitek Ciputra170. Wisma Nusantara akhirnya merupakan gedung pencakar langit yang pertama sebagai tengaran koridor
Thamrin-Sudirman
sekaligus
mewujudkan
tanda
kebesaran
Indonesia171: … gedung ini akan diletakan atas lapisan tanah 8 meter di bawah permukaan bum yang kita sekarang berada di atasnya. Jadi semacam satu gedung yang ditanamkan 8 meter dalamnya di dalam tanah. Kemudian tingginya 29 tingkat. Hebat saudarasaudara, 29 tingkat! Memang Insya Allah, ―Wisma Nusantara‖ akan menjadi gedung yang tertinggi di seluruh Asia!
Di awal kehadirannya Wisma Nusantara berperan memberi kualitas ruang bagi Bundaran Hotel Indonesia. Sumber pembiayaannya didanai oleh Pampasan Perang pemerintah Jepang172 diproyeksikan menjadi bangunan tertinggi di Asia. Akan tetapi, proyeksi itu meleset di usianya ke-48, karena di sepanjang koridor Jl. MH Thamrin sejumlah pencakar langit didirikan, dan menyandang peran sebagai pentas pertunjukan yang membanggakan masyarakat Indonesia.
Wawancara Olly Ganjar S dengan RM Sudarsono dalam Soekarno Sang Arsitek majalah Kartini no.286, taun 1985, hal. 8,9,123,124. 171 Soekarno.Pidato PJM Presiden Soekarno Pada Pentjangkulan Pertama Pembuatan Gedung ―Wisma Nusantara‖ di Djalan Thamrin, Djakarta, 9 Djuli 1964. 172 Nishihara, Masashi (Terj) Dean Praty R. Soekarno, Ratnasari Dewi Dan Pampasan Perang, Hubungan Indonesia-Jepang 1951-1966. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1993. 170
71
SARINAH DEPARTEMENT STORE Gedung Sarinah berlokasi tak jauh dari Wisma Nusantara sebagai wadah fasilitas komoditas Indonesia. Disayangkan, paras gedung kini telah mengalami perubahan besar-besaran, sehingga tidak lagi dikenali rancangan awalnya. Gagasan pendirian Sarinah dicetuskan Soekarno untuk memfasilitasi aktivitas belanja, pameran komoditas khas Indonesia serta perkantoran modern dengan escalator sebagai transportasi vertikal sebagai yang pertama173: … department store yang akan didirikan ini menurut anggapan saya adalah salah satu alat perjoangan kita untuk merealisasikan Amanat Penderitaan Rakyat. Merealisasikan satu masyarakat yang adil dan makmur, satu masyarakat sosialis, satu masyarakat tanpa explotation de l‘homme par l‘homme. Dan sebagai tadi kukatakan masyarakat yang demikian itu tak mungkin tanpa distribusi aparat. Salah satu distribusi aparat ialah satu department store. Dan kecuali itu menurut anggapanku, menurut keyakinan dan menurut penyelidikanku di semua Negara yang ada department store, satu department store adalah saru price stabilisator, prij stabilisator.
Secara fisik Gedung Sarinah kurang mampu memberikan sensasi artistik karena dirancangan sebagai Arsitektur Modern. Perannya sebagai wadah yang mempertontonkan mata dagangan pilihan khas Indonesua mulai dari kebutuhan sandang dan pangan barometer harga jual di pasar yang menyerupai ‗etalase‘ bagi komoditas Indonesia. Bahkan, pada saat ini seluruh façade bangunan telah berubah, karena ditutup oleh material keramik sehingga façade aslinya sudah tidak lagi dikenali,
173Soekarno.Amanat
PJM Presiden Soekarno Pada Pemantjangan Tiang Pertama Gedung Departement Store‘Sarinah‖ di Djalan Thamrin, Djakarta, 23 April 1963.
72
GEDUNG PLANETARIUM Gagasan modernitas Soekarno demi menghilangkan ketahyulan Bangsa Indonesia174 ditandai oleh gedung Planetarium sebagai observatori angkasa syang terbesar – superlativitas di dunia yang berkapasitas 500 orang melebihi mancanegara di Asia. Tim Arsitek Pemenang Sayembara Planetarium adalah arsitek dari PT Perentjana Djaja : Ir. Ciputra, Ir. Budi Brasali dan Ir. Ismail Sofyan. Proses perancangan kubahnya memperoleh intervensi langsung dari Soekarno175 dengan meminta arsitek untuk menghadapnya saat Soekarno sedang berada di Paris untuk menentukan warna porselen penutup kubah agar tampak kontras dengan warna langit. Bagian dalam kubahnya sebagai layar penangkap audio-visual film angkasa sebagai imaji ‗garis langit‘: …Planetarium jang akan kita dirikan di Djakarta ini di tempat ini, adalah Planetarium jang terbesar di seluruh dunia. Ajo, bangga apa tidak? Terbesar di seluruh dunia. Bukan sadja gubahnya terbesar, tadi dikatakan 23 meter garis besar dari pagar hitam itu sampai ke pot itu, sehingga di kubah itu bisa duduk orang, berapa Pak Marno, 400-500 orang? 500 orang. Dilain-lain tempat Cuma 300an, saudara-saudara. Indonesia, bukan main Planetarium-nja sekali 500 orang bisa duduk di dalamnya. Lantas ada orang jang sambil memperlihatkan gerak-gerik bintang-bintang itu memberi keterangan lisan.
Planetarium yang berperan sebagai ruang yang mempertontonkan suasana angkasa raya, gerak bintang serta tata surya menyerupai sebuah wadah bagi pentas pertunjukan. Kehadirannya penting karena menjadi penanda terbitnya babak baru dalam ilmu pengetahuan di Indonesia. Soekarno. Pemantjangan Tiang Pertama Gedung Planetarium di Tjikini, Djakarta, 9 September 1964. 175 Wawancara dengan Ir. Ismail Sofyan tanggal 18 Februari 2011 di Jakarta. 174
73
G E D U N G Ex. C O N E F O Gedung Conefo buah gagasan Go Internasional Soekarno sebagai manifestasi konsep Tata Dunia Baru diperuntukkan sebagai political venue bagi Konferensi Conefo Agustus 1966 (urung terlaksana). Merujuk Arnold Toynbee, terdapat Dua Blok Negara yang tunduk pada Declaration of Independence 1776 karya Thomas Jefferson dan Kelompok Manifesto Komunis tunduk pada Karl Marx. Semula, Soekarno berpandangan perlunya Blok Negara berpendirian netral yaitu Bangsa-Bangsa Asia-Afrika-Amerika Latin tergabung dalam Konferensi AsiaAfrika di Bandung 1955. Namun, pada 1963 Soekarno menggagas Dua Blok New Emerging Forces – NEFO dan Old Established Forces176: …New Emerging Forces mentjoba menghantjurkan blok Old Established Forces seperti jang kita perbuat sekarang…Kita berdjuang untuk dunia baru dimana tiada explotation de l‘homme par l‘homme dan tanpa explotation de nation par nation, kita berdjuang untuk dunia baru tanpa kolonialisme, neokolonialisme imperialism. Kedua blok ini, hai kawan-kawan, kedua blok ini adalah kenjataan dari umat manusia sekarang, dan siapakah, siapakah jang berpihak pada The New Emerging Forces?
Gagasan venue itu disayembarakan di bulan November 1964 dimenangkan Arsitek Soejoedi Wirjoatmodjo dengan menyajikan maket lengkap berupa setangkup kubah Main Conference Building berasal dari filosofi struktur sayap pesawat terbang. Terwujud atas dukungan konsultan struktur Sutami. Rancangan ex.Conefo merupakan gubahan karya arsitektur sebagai wadah ‗mempertunjukkan‘ kehebatan Indonesia di dunia Internasional, sebagai ideologi poltik Soekarno, Sang Pemrakarsa kelompok NEFO. 176Soekarno.
Pada Upatjara Perletakan Batu Pertama Political Venues Tanggal 19 April 1965
74
Berdasar pengamatan visual pada sepilihan karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ dapat disimpulkan adanya kesamaan peran yaitu; sebagai wadah menggelar kegiatan, ajang, arena, gelanggang, sasana, ruang pamer serta ruang pertunjukan. Peran itu disandang mengungkapkan peran arsitektur nonmaterial yang mewujud berupa jajaran karya yang menyerupai pentas pertunjukan di sepanjang koridor Kebayoran Baru-Thamrin dengan Jembatan Semanggi sebagai pusatnya. Menyerupai sebuah pentas - catwalk bagi tergelarnya jajaran bangunan arsitektur ‗Projek Mercusuar‘. Kehadiran Gedung Pola menyerupai ruang pamer pembangunan, sedangkan Gelora Bung Karno menyerupai pagelaran keolahragaan. Peran Hotel Indonesia menyerupai etalase bagi tergelarnya karya perupa Indonesia. Sementara itu Wisma Nusantara berperan sebagai wadah pertunjukan modernitas, dan Gedung Sarinah Departemen Store sebagai pagelaran komoditas Indonesia. Peran Masjid Istiqlal di kawasan Gereja Katedral menyerupai wadah pagelaran lintas religi. Adapun Tugu Nasional menyerupai pentas pertunjukan atribut kemerdekaan Indonesia. Planetarium dihadirkan sebagai pertunjukan keunggulan ilmu pengetahuan di bidang astronomi dan Gedung ex.Conefo sebagai wadah bersatunya Negara NEFO membangun Tata Dunia Baru. Kesepuluh karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ menunjukkan ‗ide arsitektur panggung‘ yang kehadirannya didorong hasrat, intervensi dan rasa seni Soekarno untuk memberi kebanggaan bangsa Indonesia. Rumusan karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ adalah metafora177 ruang pentas bagi gagasan yang bersifat non-material yang dihadirkan pada gubahan fisik karya arsitektur. Merujuk Tesaurus, metafora sebagai majas atau gaya bahasa ungkapan secara langsung berupa perbandingan analogis, melalui kekayaan bahasa, pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu, sebagai keseluruhan ciri bahasa sekelompok penulis sastra dan cara khas dalam menyampaikan pikiran dan perasaan, baik secara lisan maupun tertulis. 177
75
76
77
78
79
BABAK 2
KARYA BUNG KARNO DI KAWASAN TUGU NASIONAL Pengalaman inderawi di Kawasan Tugu Nasional melalui pengalaman keruangan secara fenomenologis merujuk ―Dasein‖ atau ―Ada‖ gagasan Heidegger178. ―Dasein‖ sesuatu yang berada di dalam diri yang memiliki aktivitas yang tidak pasif, dan melalui filsafat Ontologi, ‗keberadaan‘ dimungkinkan adanya. Heidegger berpendapat bahwa fenomena ‗Apa‘ yang ‗Ada‘ dalam pikiran menunjukkan dirinya menjadi entitas. Modifikasi dan turunannya tidak sembarang
menunjukkan
diri,
juga
bukan ‗sesuatu‘
membiarkannya
menunjukkan diri. Sementara itu Hursell mengajukan satu prosedur yang dinamai epoche, berupa penundaan semua asumsi tentang kenyataan demi memunculkan esensi. Tanpa penundaan asumsi naturalisme dan psikologisme akan terjebak pada dikotomi. Husserl mengutarakan ―kita perlu kembali ke benda-benda sendiri‖-zu den sachen selbst. Prinsip demikian dikembangkan Tjahjono sebagai pengamatan arsitektural,
dengan
cara
memberi
kesempatan
objek-objek
harus
berbicara.Fenomenologi179 merujuk Tjahjono dilakukan secara intensionalism mengandalkan intuisi dan intelektualitas melalui tiga reduksi sekaligus. Pertama, reduksi dari seluruh subyektivitas. Kedua, reduksi seluruh pengetahuan,dan Ketiga, reduksi seluruh tradisi yang ada.
Heidegger, Martin. Being And Time.Copyright © 1962 by Harper & Row, Publishers, Incorporated, hal. 34-36. Makna ‗Ada‘ Martin Heidegger dikupas oleh Brouwer, MAW. Psikologi Fenomenologis. Jakarta: PT Gramedia. 1983, hal. 114. 179 Tjahjono, Gunawan. Metode Perancangan: Suatu Pengantar Untuk Arsitek dan Perancang. Jakarta: FT Arsitektur UI, 1999, hal. 15. 178
80
Sebagai a way of looking at things fenomenologi merujuk Brouwer180 merupakan gejala yang menampilkan diri untuk dilukiskan melalui tesis intensionalism. Penulisan pengalaman fenomenologis tidak hanya menggiring fakta yang dideskripsikan, juga memberi kesan langsung pada pembacanya agar seolaholah mereka ‗hadir‘ dalam fakta itu. Sehingga, ukuran keberhasilan pengamatan fenomenologis ditandai oleh deskripsi pengalaman secara komunikatif. Untuk mencapai intensionalsm saya menempuh dua cara, Pertama, mengamati keruangan Tugu Nasional melalui udara untuk memperoleh pengalaman keruangan skala kota – makro. Cara demikian merupakan cara untuk
menangkap
pengalaman
keruangan
dari
segala
arah
yang
memungkinkan merujuk teori Phenomenology of Perception (Ponty: 1945)181. Gagasan Ponty tentang penghadiran ke dunia melalui tubuh dengan tindak motorik serta persepsi itu oleh Brower disebutkan posisi atas-bawah, kanankiri, muka-belakang dari tubuh kita, termasuk tinggi-rendah posisi tubuh saat pengamatan. Kedua, saya mengalami keruangan secara mikro dengan memasuki Kawasan Tugu Nasional. Keduanya untuk mencapai rigorous, pengamatan cermat bersandar kepekaan pancaindera terhadap objek yang tampil, melalui; 1) ketajaman melihat, 2) ketajaman mengecap dengan lidah, 3) ketajaman membaui, 4) ketajaman mendengar, 5) kepekaan meraba melalui kulit. Senarai penelitian, saya melakukan perjalanan dari Jakarta menuju Surabaya menumpang pesawat udara182 usai meletusnya gunung Merapi di bulan November 2010. Nampaknya rute penerbangan Jakarta-Surabaya dialihkan dari biasanya demi menghindari wedhus gembel - awan putih berarak.
180
Brouwer, MAW. Psikologi Fenomenologis. Jakarta: PT Gramedia. 1983, hal.10, 66 dan 186. Adian, Donny Gahral.Pengantar Fenomenologi. Depok: Penerbit Koekoesan, 2010, hal.100. 182 Perjalanan pada pagi hari dari Jakarta menuju Surabaya menumpang pesawat Sriwijaya Air tanggal 5 November 2010. 181
81
Situasi tidak terduga ini sangat menguntungkan, karena pesawat dari arah bandara Soekarno-Hatta melintas di atas Tugu Nasional. Melalui jendela kabin pengalaman keruangan menyaksikan Tugu Nasional dari udara saya alami. Setelah situasi dinyatakan normal, rute yang sama tidak lagi melintasi Tugu Nasional183, sehingga deskripsi memandang kawasan Tugu Nasional melalui udara menjadi penting. Dengan mendekatkan kepala ke arah jendela kabin, dan memandang dengan sedikit menunduk tampak segubahan bangunan dan lanskap Kota Jakarta menyerupai ‗gambar‘ yang terbingkai oleh jendela kabin. Semakin tinggi mengudara, gubahan itu menyerupai miniatur terparak 184 berbagai ukuran, bentuk dan warna. Saat pesawat mengangkasa ke arah Kota Surabaya, tampak bidang berair berupa lautan dan daratan dalam suasana pagi hari. Di bidang itu himpunan perahu dan kapal merapat di sisi-sisinya. Di ujungnya, terbentuk daratan melengkung ke arah laut membentuk huruf U, barangkali itulah Teluk Jakarta di Laut Jawa. Ketika melintasi bidang daratan, tampak garis-garis kelabu menggambarkan ruas-ruas jalan dan permukiman padat. Pandangan tertuju pada hamparan bidang berwarna hijau tua, bentuknya unik, empat sisi-sisi yang tidak sama panjang185. Di tengahnya menjulang sosok tiang yang bertumpu di landasan persegi empat.Di puncaknya ada sesuatu berkelok keemasan. Di keempat sudut landasannya terbentuk persilangan, demikian juga empat sisi yang tegak lurus terhadapnya. Membentuk delapan persilangan menyerupai simbol pancaran matahari yang 183
Beberapa kali perjalanan ke luar kota Jakarta setelah November 2010, Tugu Nasional tidak dapat lagi disaksikan. 184 Sanento Yuliman, dalam Asikin Hasan, Dua Senirupa Sepilihan Tulisan Sanento Yuliman, 2001, h.4, dalam hal kita tidak mengenali obyek yang digambarkan – ialah terparaknya (terbedakan dan terpisahkannya) sosok dari latar. Sosok ialah bagian gambar yang tampak ―pekat‖ atau ―padat‖ sedang latar ialah bagian selebihnya yang tampak meruang. 185 hamparan bidang berwarna hijau tua empat persegi yang bidang sisinya tidak sama panjang lazim disebut trapezium.
82
berpusat dari benda tegak itu. Bila setiap persilangan itu ditarik garis imajiner, dari pandangan tampak atas ke arah bidang lautan, maka garis pancarannya akan menyinggung sebuah objek putih menyerupai Istana, barangkali Istana Kepresidenan. Saat memandang serong ke atas, menyinggung benda empat sisi dengan setengah bola di atasnya menyerupai kubah, barangkali Masjid Istiqlal. Saat melihat serong kanan menyinggung benda berlajur-lajur menyerupai rel kereta api, menunjukkan Stasiun Gambir. Pada serong bawah menyinggung objek-objek menjulang menyerupai gedung berketinggian sedang. Pada serong kiri bawah, menyinggung gubahan objek menjulang mencakar langit. Pemandangan serupa dijumpai sebagai citra penginderaan jauh terbitan Lapan186 dan peta Kota Jakarta187 yang menamainya sebagai Monumen Nasional. Kemenarikan ‗gambar‘ Kawasan Tugu Nasional melalui bingkai jendela kabin pesawat udara, menghadirkan panorama mengesankan sebagai tanda - tetenger (bhs.Jawa) keberadaan Kota Jakarta. Kehadirannya menjadi ‗pemandangan terakhir‘ yang tersaksikan sebelum pesawat mengudara lebih tinggi. Sangat disayangkan pengalaman memandangi Kawasan Tugu Nasional saat pesawat udara mendarat ke Bandara Soekarno-Hatta belum dapat dideskripsikan. Barangkali, pengalaman serupa itu dapat disetarakan dengan pengalaman bertandang menuju Kota Manado di Sulawesi Utara. Sesaat ketika pesawat yang ditumpangi mulai menukik menuju Bandara Sam Ratulangi, melalui jendela kabin tampak ‗gambar‘ sosok putih menjulang di antara kawasan hijau. 186Lapan,
sebuah badan pemerintah yang bertugas menyiapkan citra penginderaan jauh melalui satelit. Periksahttp://www.nationsonline.org/oneworld/map/google_map_Jakarta.htm_20.20 WIB. 187 Periksa Holtorf, Gunther (ed). Street Atlas & Street Names Index Jakarta 2001-2003 Jabotabek. Jakarta: PT Djambatan,2001. Juga peta wisata Our Map is Bigger than Yours yang diterbitkan flymandala.com.
83
Makin mendekati Bandara, makin tampak jelas menggambarkan sosok berambut tergerai dengan kedua belah tangan terentang. Gesturnya seolah menyambut kehadiran tamu. Sosok tersebut merepresentasi patung realis Yesus Kristus berskala kota yang didedikasikan oleh Pengembang terkemuka sebagai tetenger kawasannya sekaligus ‗mempertunjukkan‘ bahwa, sebentar lagi akan menjumpai sebuah kota yang penduduknya dominan memeluk Nasrani. Tetenger itu menyerupai patung Yesus Kristus di Kota Rio de Jainero Brasilia. Mengapa Kawasan Tugu Nasional tidak dilintasi pesawat udara seperti halnya Kota Manado? Pertanyaan tersebut terjawab oleh kenyataan bahwa Bandara Soekarno-Hatta sejak 1 Januari 1984 menggantikan Bandara Kemayoran dan berjarak sekitar 60 km dari lokasi Tugu Nasional. Kemayoran merupakan bandara internasional pertama di Indonesia yang beroperasi sejak 1 Januari 1910 untuk memfasilitasi penerbangan Hindia Belanda KNILM - Koningkelije Nederlands Indische Luchtvaart Maatschapij. Instansi itu telah dinasionalisasi usai kemerdekaan
sebagai
bandara
penerima
Tamu-Tamu
Negara
dan
memungkinkan melintasi Kawasan Tugu Nasional di saat mendarat menuju Kota Jakarta serta di saat meninggalkannya. Kawasan Tugu Nasional seolah ‗dipertunjukkan‘ kepada khalayak melalui segala arah pandang, dimensi, keunikan bentuk, tugu menjulang di pusatnya, serta delapan garis imajiner di persilangannya. Kawasan yang luas serta unik itu menjadi suatu pemandangan yang sangat kontras bila disandingkan dengan kepadatan bangunan di sekitarnya. Hamparan hijau di Kawasan Tugu Nasional mengundang masyarakat bernafas serta ‗jeda‘ di tengah kepadatan Kota Jakarta. Bangunan tunggal Tugu Nasional yang menjulang di pusatnya menyerupai sosok ‗pemimpin‘ yang memancarkan aura-nya ke delapan penjuru arah.
84
Titik keemasan yang meliuk di tengah itu mengilhami sosok yang bergerak yang memberi sensasi kemegahan dan kedinamisan. Pengalaman visual melalui udara ini memperkaya kedalaman deskripsi keruangan secara khas saat posisi tubuh tepat berada di atas objek, menyerupai pandangan perspektif mata burung - bird‘s eye view188. Sikap pengamatan ini memungkinkan saya memandangi gambar siteplan189 Tugu Nasional secara langsung yang menjadi pengalaman tak tergantikan.Cara memandang bird‘s eye view menjadikan Kawasan Tugu Nasional sebagai ‗keterkenangan tentang kota Jakarta190. Saat menyaksikannya dari udara, seolah-olah menyaksikan ‗adegan pentas‘ dari sebuah balkon gedung pertunjukan. Objek yang berada di bawah tubuh tersaksikan seksama. Cara ini mengilhami Arsitek untuk cermat berkarya, agar karyanya tersaksikan indah dari berbagai sudut pandang sekaligus, menunjukkan peran trio emosions,yang mengilhami
pentingnya
proses-kreatif agar karya arsitektur mampu menggugah emosi-emotion evoked (Raskin: 1954: 10) sebagaimana tersaksikan pada Kawasan Tugu Nasional ini. Tugu Nasional berlokasi di Kawasan Medan Merdeka dirancang dengan empat akses utama Jalan Silang Monas sesuai gambar situasi yang diterbitkan oleh Manajemen Monas 1994. Usai kebijakan memagari keliling tugu, Gubernur Sutijoso memagar keliling pada 28 September 2002191 mengubah Kawasan Monas menjadi ruang semi tertutup oleh empat buah gerbang yang tidak setiap saat dibuka dan pencapaian melalui gerbang Gambir. Bird‘s eye view adalagh teori cara memandang objek dalam posisi pengamat seolah-olah ‗terbang‘ menyerupai burung, dilakukan di posisi setidaknya 40 derajat terhadap objek. 189 Siteplan merupakan gambar sebuah kawasan yang disaksikan dengan posisi dari atas. 190 Pengalaman Trimatra hanya akan menjumpai sosok Kawasan Tugu Nasional melalui pandangan perspektif yaitu sejauh mata memandang. Secara Dwimatra hanya akan dijumpai seluruh tampak wajahnya secara dua dimensi atau secara frontal. 191 Liputan6.com, 2007, Jakarta: Massa Menentang Pemagaran Monas. 188
85
Pengalaman keruangan dialami setelah prosedural resmi yang diminta Manajemen Monumen Nasional diikuti. Dengan mengandalkan gerak tubuh dan sensasi inderawi terhadap aspek keruangan yang tampil seperti; sisi mendatar, sisi tegak, sisi samping, sirkulasi, pencahayaan, kelembaban udara, dimensi, warna serta wujud sesuai pembagian keruangan Kawasan Tugu Nasional (Monas, 1994) meliputi; Taman Monas, Kolam Pendingin, Ruang Mesin, Terowongan Bawah Tanah, Halaman Tugu, Museum Sejarah, Ruang Tunggu, Ruang Kemerdekaan, Pelataran Cawan, Pelataran Puncak Tugu dan Api Kemerdekaan. Pengamatan berlangsung beberapa kali untuk memperoleh pengamatan keruangan di Kawasan Tugu Nasional, pengalaman itu saya padatkan untuk mempersingkatnya, paparan detail akan diterbitkan sebagai pustaka tentang cara pendekatan fenomenologis dalam arsitektur dan desain.
PENGALAMAN VISUAL DI RUANG KEMERDEKAAN Untuk mencapai Ruang Tenang atau Ruang Kemerdekaan ditempuh melalui dua tangga putar berlokasi dekat ruang elevator di sisi Utara dan sisi Selatan Pelataran Tugu. Sebelum menapaki tangga, terpajang papan himbauan untuk bersikap tenang di Ruang Kemerdekaan dan informasi jadwal waktu pembacaan Teks Proklamasi yang dimulai dari pukul 09.00 sampai jam 15.00 WIB. Ketika mencapai Ruang Kemerdekaan, tergelar ruangan segi empat seluruhnya dilapisi batu pualam. Dinding ruangan yang tampak miring ke arah luar dan di tiap sudut dindingnya tampak juga melengkung ke arah luar merupakan akibat bentuk piramida terbalik atau afgeknotte serta liukan Cawan Tugu. Suasana demikian terbentuk dari sebelah dalam ruangan.
86
Suasana Ruang Kemerdekaan sangat temaram, hanya mengandalkan pantulan cahaya dari bukaan di atas dinding serta sorotan sinar yang ditembakkan ke arah dinding berwarna zamrut yang berada di tengah-tengah ruangan luas itu. Dinding besar tegak sampai bidang atas ruangan. Bila dipandang dari undak-undakan yang ditata seperti amphitheater192 itu, dinding hijau megah itu menyerupai bangunan Ka‘bah yang berada di tengah-tengah ruang terbuka Masjidil Al-Haram di Kota Mekkah. Suasana ruang yang diciptakan terkesan lengang, temaram, mencekam menyerupai suasana di sebuah ruangan sakral. Barangkali ia dirancang untuk mengkondisikan suasana tertentu yang akan dipertunjukkan dalam ruangan ini. Mulai dari sisi Timur se arah jarum jam, disorotkan sinar kekuningan ke arah dinding hijau zamrut itu, menerangi pajangan tulisan berhuruf kapital dari logam keemasan itu: PROKLAMASI KAMI BANGSA INDONESIA DENGAN INI MENYATAKAN KEMERDEKAAN INDONESIA HAL-HAL JANG MENGENAI PEMINDAHAN KEKUASAAN D.L.L DISELENGGARAKAN DENGAN TJARA SAKSAMA DAN DALAM TEMPO JANG SESINGKAT-SINGKATNJA DJAKARTA, 17 AGUSTUS 1945 ATAS NAMA BANGSA INDONESIA SOEKARNO HATTA
Di depannya terdapat vitrin kotak berukuran besar yang diselimuti
kain hitam. Kotak kaca antipeluru sebagai calon wadah Sang Saka yang kini masih berada di Istana Merdeka Jakarta.193 amphitheater adalah ruang teater yang terletak di tempat udara terbuka yang digunakan untuk hiburan dan pertunjukan. 193 Berdasar informasi Manajemen Monumen Nasional, Maret 2011, Sang Saka Merah Putih sedianya dipindahkan ke Monumen Nasional urung karena masalah keamanan dan keselamatannya sebagai benda bersejarah yang dikibarkan 17 Agustus 1945. 192
87
Keberadaan vitrin tidak dibahas karena bukan merupakan fokus penelitian. Di sisi Utara terpajang relief gambar kepulauan wilayah Indonesia, tanpa disertai penjelasan. Relief itu terpajang berupa sebaran kepulauan yang bercitra pulau Sumatera hingga Irian Barat.Kepulauan itu secara deyure menjadi wilayah NKRI pada 17 Agustus 1950. Secara defacto Irian Barat menjadi pulau terbungsu NKRI di akhir 1962, menyempurnakan wilayah kepulauan Indonesia yang semula hanya terdiri atas delapan teritorial194yaitu; Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Borneo (Kalimantan), Sulawesi, Maluku, Sunda Kecil (Nusa Tenggara), Sumatra, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Surakarta. Di sisi Barat, tampak gerbang megah hijau tua berukir keemasan. Kemegahannya memberi petunjuk sebagai tempat penting atau Agun. Dikelilingi ornamen sulur-suluran yang sekilas tampak sama dan sebangun menyerupai
‗cerminan‘
namun
sebenarnya
tidak
simetri,
disebut
‗keseimbangan khas Jawa‘. Ornamen itu mengingatkan ornamen di Kerobongan195 nDalem Karaton Surakarta yang juga menampilkan sulur-suluran tiada terputus dari tangkainya. Di tengahnya terdapat ukiran padma mekar menyerupai relief dinding candi di Jawa Tengah196 dengan mahkota-mahkota Wijayakusuma. Keduanya merupakan simbol bunga abadi yang disakralkan oleh Dinasti Mataran di Karaton Surakarta yang disimpan di Kamar Pusaka197.
Sujono, RP & Leirissa, RZ (ed) Edisi Pemutakhiran dari Notosusanto, Nugroho & Djoened Poesponegoro, Marwati (ed) SejarahNasional Indonesia VI-Zaman Jepang dan Zaman Republik Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. 2007, hal.160-161. 195 Kerobongan di Karaton Surakarta tertetak di tengah-tengah Joglo Paningrat sebagai lokasi sakral untuk memuliakan Dewi Sri. 196 Padma, atau bunga terata, lotus, tunjung, seroja merupakan bunga yang disakralkan oleh pemeluk agama Hindu-Budha. 197 Diceriterakan oleh GPH Eddy Wirabhumi, menantu Sri Susuhunan Paku Buwana XII, April 2011. 194
88
Wijayakusuma juga dijumput oleh Soekarno sebagai nama jalan di sepanjang Monumen Tugu Pahlawan198 yaitu titik nol pengembangan Kota Surabaya. Di dalam gerbang megah dari perunggu itu, ditempatkan Kotak Kaca Emas berisi salinan Teks Proklamasi. Sebuah lempengan logam bulat keemasan berelief Padma melindungi Kotak Kaca itu. Gerbang akan terbuka serta tertutup secara otomatis sebanyak tujuh kali sehari di tiap 60 menit. Dalam keadaan tertutup, gerbang itu bagai sepasang pintu berornamen Wijayakusuma dan Padma. Bersamaan dengan terkuaknya gerbang itu terdengar lah nyanyian ―Padamu Negeri‖ karya Kusbini: Padamu Negeri kami berjanji, Padamu Negeri kami mengabdi, Padamu Negeri kami berbakti, Bagimu Negeri jiwa raga kami. Secara perlahan-lahan kedua daun pintu Gerbang itu bergeser ke samping. Di saat terbuka, tampaklah sebuah bidang seukuran dengannya, seluruh bidangnya dipenuhi ornamen menyerupai sosok Kala-Makara199 dipadu dengan ornamen mahkota bunga Padma sedang merekah. Kala-Makara merupakan simbol raksasa pemangsa. Simbol Sang Waktu dalam mitos Jawa Kuno yang ditemukan di gerbang Candi Kalasan Jawa Tengah. Seraya mengiringi terkuaknya Gerbang megah itu, tampak sebuah lempengan bulat keemasan berukiran Padma bergeser secara perlahan ke atas dan menghilang dibalik ornamen Kala-Makara bersamaan
dengan selesainya bait terakhir
nyanyian ―Padamu Negeri‖200.
Monumen Tugu Pahlawan Surabaya diresmikan oleh Soekarno pada Hari Pahlawan 10 November 1952. 199Sumintardja, Djauhari.Kompendium Sejarah Arsitektur Jilid I. Bandung: Yayasan Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan, 1981, hal.90. 200 Merujuk buku Urutan Kronologis Pelaksanaan Pekerjaan Proyek Pembangunan Tugu Nasional oleh Team Studi Teknis Pendahuluan Proyek Pemugaran Monumen Nasional 1982,hal. 32 dinyatakan bahwa lagu yang disuarakan di Ruang Kemerdekaan adalah ―Indonesia Raya‖. Menurut analisis memang lebih tepat lagu ini disbanding ―Padamu Negeri‖ karena lagu Kebangsaan lazim untuk mengiringi Upacara Bendera dan Pembacaan Teks Proklamasi. 198
89
Tepat di bawah bidang Kala-Makara itu terdapat ornamen artifak menyerupai ‗mulut raksasa‘ yang sedang menganga yang berisi Kotak Kaca keemasan menyerupai kaca etalase dalam ukuran relatif kecil, sebagai ruang penempatan salinan Teks Proklamasi. Rupanya, Gerbang Megah Hijau adalah pelindung dari bidang Kala-Makara sebagai batas ruang yang dikatakan ruang sakral karena menempati posisi yang terdalam yang sejatinya ruang yang lebih gelap. Sakral akibat keberadaannya tepat di titik pusat bangunan yang disebut axis-mundi. Kehadiran bidang Kala-Makara berperan sebagai ‗pengantar‘ perbedaan waktu antara kekinian dan kelampauan.Sesaat setelah seluruh permukaan Kotak Kaca keemasan itu terbuka, terkuaklah salinan Teks Proklamasi. Usai itu, terdengar suara laki-laki jenis bariton membacakan Teks Proklamasi dengan perlahan serta jeda, menyerupai pembacaan puisi. Demikian caranya membacanya: Proklamasi, Kami bangsa Indonesia, dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia, Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan, dan lain lain, diselenggarakan dengan cara seksama, dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, Jakarta, Tujuh belas Agustus seribu sembilan ratus ampat puluh lima Atas nama bangsa Indonesia, Soekarno - Hatta
Pembacaan Teks Proklamasi itu, merupakan rekaman suara Presiden Soekarno201. Tak seperti suara ketika beliau berpidato, yang bersemangat dan menggelegar.
Pembacaannya
dilakukan
penuh
kehati-hatian,
dan
pengucapannyapun tidak persis dengan naskah asli Teks Proklamasi, Rekaman suara Presiden Soekarno membacakan Teks Proklamasi dilaksanakan di RRI 6 tahun setelah Proklamasi. Awalnya usulan Mohammad Jusuf Ronodipuro untuk merekam ditolak Soekarno. Akhirnya Soekarno menghendaki rekaman membacakan naskah Proklamasi diperdengarkan setiap tanggal 17 Agustus termasuk di Ruang Kemerdekaan Tugu Nasional. 201
90
perbedaannya terletak pada cara menyebutkan tanggal, bulan, dan tahun. Seharusnya dibaca hari 17 boelan 8 tahoen 05 sebagai cara yang lazim dipergunakan di masa Jepang, namun Soekarno menyebutnya
17 Agustus
1945. Cara pembacaan itu menunjukkan ‗tanda penolakan‘ Soekarno atas kelaziman menggunakan lafal yang diberlakukan Jepang. Peristiwanya menjadi diskontinuitas yang menandai berakhirnya masa kependudukan Jepang menjadi masa kemerdekaan melalui Bahasa melalui cara pengucapan yang tidak sama antara naskah sebagai cara penangguhan makna gagasan Derrida. Usai prosesi pembacaan Teks Proklamasi disimpulkan bahwa gerbang Kala-Makara sebagai ‗pusat pertunjukan‘ menyerupai pakeliran dalam pewayangan sebagai ―panggung‖ ‗menghadirkan kembali‘ peristiwa penting detik-detik Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945. Di sisi Selatan, terpampang patung burung raksasa dari bahan logam. Menggambarkan Garuda Pancasila mitos Burung Djatayu dari epos Ramayana. Sedang mengepakkan tujuh belas sayap emasnya.Kepaknya berjajar ritmis dari yang terpendek hingga terlebar dan kepalanya berjambul menolehkan separuh wajahnya ke arah kanan seraya membusungkan dada ke depan. Paruhnya melengkung runcing setengah terbuka memperlihatkan ujung lidahnya, seolah Garuda itu hendak mengutarakan sesuatu. Sorot matanya hitam tajam dengan rongga mata yang besar mengesankan sosok yang cermat memandang. Perisai berlatar merah-putih menggantung di dadanya terlukis bintang keemasan berlatar hitam, kepala Banteng hitam bertanduk mengarah ke atas di sebelah kanan atas. Di kirinya Pohon Beringin berdaun rimbun berlatar putih. Di kanan bawahnya, terlukis buah Padi dan Kapas keemasan berlatar putih, serta seuntai rantai emas.Kaki dan ekornya diselimuti bulu keemasan seraya mencengkeram sehelai pita putih BHINNEKA TUNGGAL IKA.
91
Sosok patung raksasa Burung Garuda Pancasila tampil mengesankan. Mengukirkan citra keperkasaan dan keanggunannya berlatar dinding pualam hijau zamrut. Sisi Selatan ini mementaskan sosok lambang kejayaan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Burung Garuda berperisai butir-butir Pancasila. Usai ke-empat sisi dinding itu terjelajahi, disimpulkan bahwa ruangan itu dirancang untuk mempertunjukkan eksistensi Negara Indonesia dengan memajang seluruh atribut-atribut menyertai peristiwa Proklamasi berupa aksara naskah Proklamasi, peta kepulauan wilayah Indonesia, salinan Teks Proklamasi dan Garuda Pancasila sebagai benda-benda pusaka. Di akhir pengamatan tersisa sebuah pertanyaan: Dimanakah Sang Saka Merah Putih dipertunjukan di Tugu Nasional ini? Karena dalam pengamatan ini tidak dijumpai pusaka terpenting Republik Indonesia, yaitu Sang Saka Merah Putih yang seharusnya di-Agung-kan sebagai pusaka di Ruang Kemerdekaan sesuai kriteria utama Sayembara Perancangan Tugu Nasional 1960202 yaitu memberikan ‗tempat yang Agung bagi Sang Saka agar dapat disaksikan masyarakat setiap harinya. Kenyataannya, hingga penulisan karya ini berakhir, Sang Saka Merah Putih masih tersimpan di Istana Presiden di Jakarta. PENGALAMAN DI PELATARAN PUNCAK TUGU Perjalanan menuju Pelataran Puncak Tugu diantarkan melalui sebuah alat pengangkut vertikal yang disebut elevator atau lift yang berkapasitas maksimal 10 orang. Ruang liftnya berupa rongga menerus dari bawah hingga Pelataran Puncak Tugu tepat berada di tengah-tengah Badan Tugu. Soekarno. Pidato Presiden Soekarno Pada Pertemuan Dengan Para Peserta Sajembara Projek Tugu Nasional Di Istana Negara Djakarta Tanggal 27 Djuni 1960, hal. 4. 202
92
Kabin lift dilapisi oleh lembaran logam mengkilap keperak-perakan yang sudah usang. Lift di Tugu Nasional ini hanya memiliki satu nomor tujuan, yaitu Pelataran Puncak Tugu. Satu-satunya moda transportasi vertikal di Tugu Nasional sebagai alat pengangkut yang ‗tersibuk‘ karena animo pengunjung untuk mencapai Pelataran Puncak Tugu mencapai 1.500 orang setiap harinya. Sejak pengoperasiannya tahun 1975, lift sudah mengalami tiga kali penggantian mesin karena bekerja sepanjang waktu kecuali hari Senin terakhir di tiap bulannya. Memerlukan waktu kurang dari tiga menit kereta lift untuk mencapai Pelataran Puncak Tugu. Ketika pintu lift terbuka, dijumpai teras mengelilingi empat sisinya. Suasana yang semula gerah akibat perjalanan di Terowongan Bawah Tanah, turun-naik tangga Museum Sejarah dan Ruang Kemerdekaan berubah menjadi sejuk akibat aliran udara yang menerpa keempat sisi teras terbuka itu. Di sekeliling teras itu dijumpai pembatas setinggi dada yang dilapisi pualam dengan sebentuk logam bulat keperakan sebagai pengaman teras dengan bagian luarnya yang berupa angkasa bebas. Di sekeliling pelataran puncak itu dibuat teralis perlindung untuk situasi yang membahayakan. Bagian bawah teras seluruhnya dilapisi pualam, juga sisi tegaknya bahkan sisi atas sebagai langit-langit yang juga sebagai tempat tergelarnya sosok Lidah Api Kemerdekaan. Lokasi Pelataran Puncak Tugu merupakan salah satu tempat yang tertinggi di Jakarta di awal pembangunan Tugu Nasional tahun 1960-an. Ketinggian Pelataran Tugu itu bukan lagi merupakan yang tertinggi di Jakarta. Melalui Pelataran Puncak panorama lebih jelas dibandingkan menyaksikan melalui pesawat udara, karena bagian penting dari bangunan dikenali. Situasi seperti itu bagaikan berwisata di angkasa menyaksikan panorama Kota Jakarta yang nun jauh di bawah. Timbul rasa senang dan beruntung dapat menikmati panorama kota di Pelataran Puncak Tugu di saat lengang mendahului jadwal kunjungan.
93
DI LOKASI LIDAH API KEMERDEKAAN Pada Senin terakhir bulan Maret 2011 bertepatan kunjungan Tugu Nasional diliburkan saya mengalami pengalaman luar biasa di lokasi Lidah Api Kemerdekaan. Untuk mencapai lokasi itu harus melewati manhole yaitu lobang seukuran tubuh manusia di langit-langit Pelataran Puncak Tugu. Ketika sebagian tubuh melampaui manhole, tampak sebongkah benda besar berlekuklekuk berwarna keemasan terhampar tepat di hadapan. Dia-lah sosok Lidah Api Kemerdekaan yang selama ini hanya dapat disaksikan melalui foto-foto dokumentasi. Pada hari itu, ‗kehadiran‘-nya dapat terasa secara inderawi. Gerakan sosoknya tidak menyerupai gerak dinamis api yang sedang tertiup angin ataupun ,menyerupai obor yang menjilat-jilat, namun menggambarkan sosok meliuk yang menguncup menuju satu titik. Gerakan sosok Lidah Api tampak luwes, menyerupai liukan sosok yang sedang menari. Tampil kontras dengan warna langit biru di angkasa. Di ujungnya menyembul sumbu menyerupai peralatan penangkal petir. Di antara liukan sosok Lidah Api Kemerdekaan itu terbentuk beberapa celah yang ditutupi oleh bahan kaca. Sosok keemasan yang meliuk-liuk
itu ternyata berfungsi juga sebagai penutup
ruangan mesin lift. Sosok yang berkilau keemasan bila dipandang dari kejauhan itu, dalam jarak dekat ternyata memiliki permukaan kasar, karena terbuat dari beberapa logam perunggu yang dihubungkan oleh semacam baut paku besar. Di sekelilingnya dijumpai empat sisi teras yang memungkinkan menyaksikan panorama Kota Jakarta namun terhalang oleh sosok Lidah Api yang berdiri di tengahnya. Pengalaman serupa ini menyerupai pengalaman di puncak candi Borobudur di Jawa Tengah. Melalui keempat sisinya tersaksikan panorama persawahan, sungai, gunung, dan pemukiman penduduk.
94
Tubuh harus melintasi arah jarum jam untuk menyaksikan panorama kota karena terhalang adanya stupa203 sosok bangunan di pusat pelataran candi. Di kedua lokasi itu, yaitu di lokasi Api Kemerdekaan dan puncak candi Borobudur ditandai adanya sosok penghalang pandangan yang sekaligus berperan sebagai orientasi. Saat mengalami pengalaman keruangan di ruang tanpa batas itu, peran sosok Lidah Api dan stupa menjadi maknawi membedakan material fisik arsitektural dengan angkasa biru. Pengalaman keruangan di lokasi Lidah Api Kemerdekaan itu menggugah keterharuan, bukan hanya dapat memandang secara dekat, bahkan meraba permukaan Lidah Api-pun terlaksana. Sosok Lidah Api Kemerdekaan ternyata tidak hanya berperan estetik-ornamentik semata, akan tetapi memiliki peran menyelimuti ruang mesin lift yang menjadikan bagian teratas Tugu Nasional tetap terpandang keindahannya bila dipandang dari berbagai sudut pandang. Apabila dipandang seksama, struktur sosok Lidah Api menyerupai sosok karya seni patung dalam ukuran gigantis. Berupa lempengan-lempengan perunggu yang saling dilekatkan oleh baut, dan didirikan pada setumpunya, yaitu Atap Pelataran Puncak Tugu. Dalam balutan warna keemasan dari bahan goldpaper yang dibuat dari emas murni itu, sosok Lidah Api Kemerdekaan menjadi pusat pertunjukan yang tergelar di ruang publik di Kota Jakarta. Kehadirannya dimuliakan segenap masyarakat Indonesia. Sosoknya bersinar dan berpendar karena seperangkat penerangan buatan yang menyorotnya, sehingga lekukan-lekukan plastisnya tampil secara dramatis di malam hari. Ditengah-tengah stupa terletak patung Sang Budha Gautama dengan sikap duduk lotus. Duduk bersila, telapak kaki di atas paha, telapak tangan menghadap ke atas, punggung dan leher tegak lurus, mata memandang puncak hidung, gigi-gigi atas dan bawah dipisahkan oleh ujung lidah di antaranya, sebagai padmasana dikutip dari prosa Jawa Kuno oleh Van Der Tuuk (1897-1912). 203
95
TAMPAK VISUAL SOSOK API KEMERDEKAAN Usai mendeskripsikan pengalaman fenomenologis keruangan di Kawasan Tugu Nasional, diakhiri pembahasan keterhubungan Pengalaman Inderawi dengan Kode Aksial merujuk Grounded Theory, untuk meneguhkan adanya hubungan langsung ―teks‖ yang dirangkum sebagai Data Koleksi – Data Collection dengan Coding yang berpotensi sebagai Memoing, yaitu dasardasar pembentukan Teori Baru. Rangkaian pengamatan fenomenologis di Tugu Nasional dilanjutkan mengurai keterhubungan Pengalaman Indrawi dengan Kode Aksial cara penerapan penelitian Grounded Theory Strauss204: Keterhubungan konsep ruang Khora dalam penelitian Grounded Theory dinarasikan sebagai berikut. Pertama, terdapat keterhubungan antara subtansi pledoi Indonesia Menggugat yang mengungkap konsep teritori Indonesia dengan relief keemasan wilayah kepulauan Indonesia di Ruang Kemerdekaan.Kedua, keduabelas naskah tonil di Ende dan Bengkulu memampukan Soekarno menggubah draibooken adegan diorama Museum Sejarah dan karya arsitektur ―panggung―
Tugu Nasional.Ketiga. keterhubungan peristiwa Proklamasi
Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dengan pagelaran atribut kemerdekaan di Tugu Nasional: Teks Proklamasi, Pembacaan kembali Teks Proklamasi, Pengabadian Sang Saka Merah Putih termasuk Gerbang Kala-Makara dan Kotak Kaca Emas, Lambang Garuda Pancasila, serta Peta Wilayah Kepulauan Indonesia.
Groat, Linda. Phases of Research Coding. A. Strauss, Qualitative Analysis for Social Scientists. Architectural Research Methods.Canada: John Wiley & Sons, Inc, 2002, hal. 181. 204
96
Keempat, keterhubungan antara pidato Soekarno di hadapan pemenang sayembara Tugu Nasional Kedua 1960205, Pidato pelantikan panitia Museum Sedjarah Tugu Nasional 1964
206,
Pidato pembukaaan Jalan Silang
Monumen Nasional 1964207 dan sosok patung realis Pangeran Diponegoro sebagai kesetaraan Internasional merancang Monumen berkorelasi dengan dokumen pribadi Soedarsono208, Arsitek kepercayaan Soekarno yang ditugasinya. Keenam, prosesi menuju Tugu Nasional dengan menyusuri Terowongan Bawah Tanah dan menaiki sejumlah tangga Pelataran Tugu merupakan rancangan khas yang bertujuan memberi ‗keterkejutan visual‘ dengan memandang Cawan Tugu berskala raksasa usai mengalami kesesakan. Sampai kini, belum ditemukan kon sep mengenai terowongan bawah tanah, tetapi terbit SK Presiden tahun 1995 berupa Master Plan di Kawasan Medan Merdeka. Ketujuh, 48 adegan-adegan diorama sebagai benda visual untuk mempertunjukan kelampauan masa Indonesia purba hingga bersatunya kepulauan Irian Barat kewilayah NKRI, berkorelasi erat dengan draibooken karya Sejarawan dan Seniman209. Kedelapan, Ruang Kemerdekaan terkait Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 sebagai ruang pertunjukan visualauditif berupa amphiteather, Gerbang Kala-Makara dan atribut kemerdekaaan210. 205Pidato
Presiden Sukarno Pada Upatjara Pemberian Hadiah Para Pemenang Sajembara Rentjana Tugu Nasional, Istana Negara, Djakarta, 17 November 1960. 206 Pidato Presiden Sukarno Pada Pelantikan Panitia Museum Sedjarah Tugu Nasional, Istana Merdeka, Djakarta, 3 Djanuari 1964. 207 Pidato Presiden Sukarno Pada Pembukaaan Djalan Silang Monumen Nasional di Lapangan Merdeka, Djakarta, 16 Agustus 1964. 208 Memoar Arsitek RM Soedarsono. 209 Dihimpun empat jilid draibooken adegan diorama Museum Sejarah Nasional era Soekarno sebagai pedoman Edhi Sunarso dan Keluarga Artja memvisualkan ke bentuk fisik diorama. Mengalami beberapa kali perubahan di era Soeharto, sehingga tidak semua diorama merupakan warisan Soekarno. 210 Sejumlah dokumentasi Gerbang Kala-Makara dan Kotak Kaca serta surat menyurat Arsitek Soedarsono dengan Konsultan estetik Profesor Lorenzo Ferri dari Studi d‘Arte
97
Kesembilan, atribut kemerdekaan Indonesia Sang Saka Merah Putih terkait pidato Soekarno211 yang mengutarakan keinginan adanya ‗ruang‘ bagi Sang Saka serta memoir Ajudan Pribadi Bambang Wijanarko212 . Kesepuluh, pelataran Puncak Tugu merupakan lokasi pertunjukan Kota Jakarta sebagai Ibukota Negara, dan Api Kemerdekaan yang ditambahkan Soekarno mempertunjukkan keelokan estetis-fungsional karena mahkota Tugu sekaligus pelindung arsitektural213. Pengalaman inderawi dan Kode Aksial berdasar Grounded berkorelasi analisis komparatif yaitu : empat hal; cara yang relevan, fitcocok-valid, dapat dimodifikasi/dikendalikan sebagai kriteria pembentukan teori merujuk Glaser dan Strauss dalam The Discovery of Grounded Theory: Strategies for Qualitative Research214. Disimpulkan bahwa, fenomena keruangan di Kawasan Tugu Nasional berpotensi untuk menjawab Hipotesis Kerja yaitu hadirnya ―Arsitektur Panggung‖ yang merepresentasi pen-Agung-an tanah air / ke-Indonesia-an melalui pertunjukkan benda-benda keterkenangan, atribut Proklamasi Kemerdekaan, serta nuansa kelampauan Bangsa Indonesia secara visual-auditif sebagai area representasi ke-Indonesia-an yang digelar bagai pentas ―panggung‖ sekaligus merepresentasi sebagai ―Panggung Indonesia‖.
Internationale - Roma sebagai konsultan patung Diponegoro. Sosok Api Kemerdekaan diawali sketsa, pembuatan model, pelaksanaannya oleh Tohnichi Trading Co Ltd Jepang berdasar rancangan Arsitek Soedarsono dan konsultan seni Profesor Yoso Hazegawa dan Tartuji Itasaka dari Kanagawa College of Fine and Industrial Arts. 211 Soekarno. Pidato Presiden Soekarno Pada Pertemuan Dengan Para Peserta Sajembara Projek Tugu Nasional Di Istana Negara Djakarta Tanggal 27 Djuni 1960. 212 Widjanarko, Bambang.Sewindu Dekat Bung Karno.Jakarta: Gramedia.1988, hal.197. 213 Gambar prarencana Tugu Nasional yang disiapkan Arsitek Soedarsono dan diberi persetujuan acc.Soek oleh Soekarno Yang juga termuat dalam Salam, Solichin. Tugu Monas dan RM Soedarsono. Jakarta: Kuning Mas.1989. 214 Glaser, Barney G and Strauss, Anselm L. Ibid., hal. 237.
98
99
100
BABAK 3
KARYA “ARSITEKTUR PANGGUNG” Bab ini akan mengungkapkan makna baru melalui hermeneutikinterpretatif merujuk Ricouer dengan menganggap Pengalaman keruangan dianggap ―teks‖ yang dimiliki Sang Perancang yaitu Soekarno.
Dianalisis
keterhubungannya dengan―teks‖ lain yang kontekstual secara historis untuk memperkaya intepretasi makna sebagai apropriasi. usai melewati distansiasi. Cara sedemikian berpeluang menjadi informasi yang berpotensi sebagai episteme pengetahuan baru. Makna baru sebagai pengetahuan berdasar metode penelitian Grounded menjadi struktur pembentuk teori, yaitu teori subtansif yang berasal dari data yang disebut ―minor working hypotheses‖ atau Hipotesis Kerja215, dalam penelitian ini: ―Panggung Indonesia‖ – suatu modalitas atau cara mencapai tujuan, yang dapat dirunut melalui berbagai ‗karya arsitektur‘ Soekarno sebagai ‗komunikasi arsitektural‘ yang hadir bersamaan dengan peristiwa pergerakan bangsa Indonesia [maupun Dunia] di masa itu. Makna baru diungkap usai mempertautkan ―teks‖ di Kawasan Tugu Nasional dengan ―teks‖ lain yang bersepadan karakteristik Khora sebagaimana uraian Telaah Karya Terkait Tema Penelitian. Pertama, ia sesuatu yang abadi, tidak dapat dihancurkan, penyedia posisi yang hadir untuk being, bisa ditangkap indra, sulit dipercaya, seperti mimpi dan harus ada di suatu
215Glaser,
Barney G and Strauss, Anselm L. The Discovery of Grounded Theory: Strategies for Qualitative Research. Copy Right 1967. London: Adline Transaction. 2010, hal. 32-33. .
101
tempat atau ‗ruang‘. Kedua, ia menggambarkan sosok unik-alien, dissymetri, triton genos. Ketiga. bersepadan dengan ‗ruang‘ dalam arti tempat, lokasi, wilayah, area yang luas/country. Keempat, ia menunjuk figures, form perwujudan wadah, wujud, representasi ibu/metaphorical mother-perawat yang
feminine.Kelima, sebagai obyek
penerima
isi muatan-receptacle,
pembawa-tanda/jejak. Keenam, menunjuk sesuatu yang dicerap sebagai ide bentuk arsitektural yang selalu dalam proses memutu. ―Teks‖Kawasan Tugu Nasional yang karakteristik khora disandingkan dengan teori gayut untuk menyingkap makna kehadiran arsitektur. Di antara teori yang tersedia, Spatial Archetype gagasan Mimi Lobell216 berpotensi menyingkap susunan perancangan sebuah peradaban termasuk karya arsitektur, melalui tiga tahap penelusuran; jejak peradaban, jejak keruangan, dan jiwa kepribadian Sang Penguasa berdasar jejak purba – arketipe. Menurut Lobell, pengungkapan kembali tindakan-tindakan Sang Penguasa sering kali didorong oleh alam tidak sadar – unconscious bahkan tidak jarang ditemukan berupa sejumlah gambar atau benda-benda simbolik yang disebut arketipe. Gambaran simbolik itu berupa non fisik/metafisik yang terkandung pada Kawasan Tugu Nasional selaras karakteristik Khora; sesuatu yang abadi, tidak dapat dihancurkan, penyedia posisi yang hadir untuk being, bisa ditangkap indra, sulit dipercaya, seperti mimpi dan harus ada di suatu tempat atau ‗ruang‘. Hasil pandangan dari kabin pesawat udara sebagaimana diuraikan sebelumnya menggambarkan ‗citra‘ trapezium dengan sosok
216Mimi
Lobell tentang Spatial Archetype in ReVision, A Journal of Consciousness and Change, vol.6 no.2, Fall 1983 - additional material: the Network by Anders Sandberg.
102
menjulang di pusatnya diikuti oleh garis menyilang imajiner yang saling berpotongan menyerupai gambar siteplan Kawasan Monas217 atau citra iconos. Dalam Approching Unconscious: Man and His Symbol. Arketipe menyiratkan sesuatu yang lebih jelas dan makna langsung yang mewakili konsep di luar pemahaman aspek sadar, yaitu alam bawah sadar. Terdiri dari beragam kenangan, residu emosi, serta pengalaman impersonal masa lalu. Simbol yang timbul dari bawah sadar kolektif mengandung hal yang tidak dapat dijelaskan.
Pikiran impersonal tidak pernah mencapai ambang
kesadaran di permukaan kesadaran, dapat disingkap
menyerupai khora.
Arketipe keruangan akan digunakan sebagai cara menelusuri pikiran impersonal dari Soekarno dalam perannya sebagai Penguasa di saat Kawasan Tugu Nasional digagas sebagai form. Metode ini merupakan satu-satunya cara untuk menelusuri buah pemikiran Sang Penguasa yang telah wafat serta berjarak terhadap masa penelitian, melalui ‗jejak purba‘ dari karyanya. Cara ini dikatakan langka bagi penelitian arsitektural, karena lazimnya, pengungkapan pemikiran Sang Penguasa diperoleh melalui wawancara atau tulisan oleh yang bersangkutan. Namun, sebagai akibatnya, pengungkapannya sering kurang murni karena cenderung terjadi logosentris218. Penguasa ingin mengontrol apa yang ingin diucapkan, atau dituliskan bahkan membuang hal yang dirasanya tidak perlu. Cara penelusuran Lobell menjadi sebuah terobosan, karena bersandar jejak purba yang dipertautkan dengan hal metafisik219 namun seringkali terlewatkan. Enam Arketipe keruangan gagasan Lobell dan satu Monas. Monumen Nasional dengan Museum Sejarah Nasionalnya.Jakarta: Kantor Pengelola Monas. 1994, hal. 12. 218Logosentris sebagai kecenderungan Filsafat Barat yang mengutamakan tuturan dan mengabaikan tulisan. 219 Metafisik dimengerti sebagai sesuatu yang di luar hal fisik; hasrat, konsep, intervensi yang menyertai fisiknya. 217
103
gagasan Sandberg berupa citra alam bawah sadar yang timbul di permukaan kesadaran manusia ketika bertindak mewujud batas ruangnya sebagai ‗jejak purba‘ bersepadan dengan penelusuran metafisik atau melalui cara Khora. CITRA RADIANT AXES DI KAWASAN TUGU NASIONAL Terdapat tujuh tipe arketipe yang dimungkinkan terjadi fusi, namun tetap dapat dikenali faktor yang dominan yaitu: Pertama, The Sensitive Chaos menggambarkan ciri peradaban manusia berburu secara berpindah – nomaden di masa Palaeolithic atau era Zaman Batu sebelum manusia mengenal sistim pertanian, metalurgi, tembikar, ataupun tekstil. Egaliter dengan etos kerjasama tanpa pembagian kerja, belum mengenal bahasa tulis, kaya akan tradisi lisan dan ritual sakral seperti pada suku Aborigin di Australia, Eskimo, serta suku di hutan Amazon. Berciri jiwa kepribadian yang menyatu Roh Agung, percaya perdukunan, sihir, pemujaan roh-roh dan totem. Memahami dunia sebagai chaos – ketidak beraturan peka dengan aktivitas psychoerotic seperti musik, tari, seni ritual dengan kesadaran jiwa berubah-ubah. Simbol spiral berliku sebagai awal peradaban manusia purba disebut World of the Great Spirit - dunia maha spirit. Kedua, The Great Round digambarkan simbol Bundar Raya yang memuja Ibu sebagai sumber kehidupan matrilineal. Masyarakatnya petani dengan desa dan kota sebagai unit sosial di masa Neolitik dan Zaman Perunggu awal. Berciri penemuan teknologi pertanian, tembikar, astronomi, irigasi. Membangun secara permanen, menulis dan menampilkan arsitektur lumbung dan rumah. Dicontohkan budaya Jomon di Jepang dan Cina, Lembah Indus, Mesopotamia, Mesir Awal. Ketiga, the Four Quarters, dunianya para Hero, simbolnya dunia empat persegi sebagai penggembala nomaden di masa Perunggu Awal dengan inovasi teknologi alat perang. Memiliki pola patriarki, memuliakan pahlawan – hero dan kedewataan sebagaimana bangsa Arya dari 104
India, Persia dengan mempercayai alam semesta sebagai singgasana Tuhan dengan konsep ruang dunia empat penjuru dilambangkan suci dari profan. Titik pusat atau pusar dunia sebagai acuan penataan lanskap, memuliakan persimpangan jalan dan empat arah mata angin. Keempat, The Pyramid simbolnya pyramid atau octahedron. Peradabannya disebut World of the God-King sebagai dunia Dewa Raja yang mencerminkan stratifikasi sosial dan konsep kekuasaan. Lapisan teratas adalah Raja dan terbawah adalah Rakyat dengan struktur patriaki. Muncul jenis monument di ruang kota sebagai tanda peringatan. Sebagai Era Classic atau Golden Age, peradaban tinggi Mesir Kuno, Sumeria Peradaban, India di bawah Asoka dan Buddha dan dinasti Hindu, Kebudayaaan Maya di Meso Amerika, Yunani Klasik, Abad Pertengahan dan Renaisans Awal. Mempercayai inkarnasi dan axis mundi - poros bumi untuk memahami tiga alam kehidupan langit-bumi-dunia bawah. Membedakan tempat tinggal dan penguburan. Karya arsitektur merepresentasi gunung, piramida, stupa sebagai struktur penting, sebagai kuil dan makam kerajaan. Kelima, the Radiant Axes simbolnya sinar matahari sebagai simbol kejayaan Penguasa yang memancar segala arah melalui kekuatan militer. Tidak menyembah Dewa, tapi personifikasi pribadi Sang Penguasa dengan konsep gigantisme dalam ritual Negara, seni, dan arsitektur, termasuk kebun raya dan taman, istana harem. Jejak jiwa enflanted ego-ego yang dilambangkan Icarus yang terbang menuju matahari. Keruangan meniru pancaran sinar matahari dalam perencanaan kota sebagai jalan memancar dari istana. Obelisk sebagai titik fokus sistem jalan memancar. Adanya patung kolosal, mural bagi keagungan kaisar pada kerajaan Mesir Baru, Babilonia, Asiria, Persia, Alexander Agung, Romawi, Aztec dan Inca, Louis XIV dan Versailles, Spanyol, Portugis, Inggris serta dunia Islam. Keenam, The Grid
105
arketipe dunia rasional simbolnya grid orthogonal tanpa pusat dan batas pengikat. Mengenal ekonomi produksi dan perdagangan skala internasional. Terdapat di kekaisaran Romawi, China, dan Rusia, Eropa dan Amerika pada Revolusi Industri, Jepang Kontemporer. Adanya ego anonimitas tanpa tujuan, malaise dan hilangnya kontak spiritual. Keruangan grid ke segala arah serta tidak memusat. Arsitektur dan perencanaan kota mencerminkan grid pada tata jalan ortogonal, ruang bujursangkar, modular. Dicontohkan Agora, pabrik di abad 19, pusat perdangan dunia.
Ketujuh, The Network gagasan
Anders Sanberg, ditandai oleh jaringan komunikasi, antena dan ekonomi global dengan perkotaan sebagai pusat dengan tumbuhnya masyarakat ilmiah. Terjadi di Negara Barat akhir 1990-an hingga abad 21, dunia dalam gerak chaos, sarat informasi namun membingungkan menyerupai gerak acak Brownian dinamai World of the Infonaut. Penelusuran akan mempertautkan unsur metafisik di Kawasan Tugu Nasional dipertautkan arketipe Soekarno, Penguasa di era perancangan Tugu Nasional220.
Soekarno mempercayai adanya
corak
kebudayaan yang
dipengaruhi oleh masa transisi221 berasal dari kebudayaan periode sebelumnya, memberi indikasi corak kebudayaan sebelum kemerdekaan yang akan mempengaruhi rancangan Tugu Nasional, seperti masa Hindu, Budha, Islam bahkan di masa Kolonial itu sendiri. Basis yang digunakan sebagai
220Koentjoroningrat
merumuskan tujuh unsur kebudayaan universal yang diurut berdasarkan tingkat kesukaran dan pengubahannya. antara lain; sistim religi dan upacara keagamaan, sistim dan organisasi sosial kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian dan sistim teknologi dan peralatansistem kesenian terbagi menjadi; a. Seni Rupa: seni bangunan, seni patung, seni relief, seni lukis, seni rias, seni kerajinan, dan seni olah raga. 221Soekarno.Pidato PJM Presiden Sukarno Pada Upatjara Pemberian Hadiah Para Pemenang Sajembara Rentjana Tugu Nasional, Istana Negara, Djakarta, 17 November 1960.
106
pembahasan adalah ―teks‖ sebelum dan sesudah Soekarno berkuasa, Pertama, berupa teks pidato, amanat, puisi, surat, memo, dan naskah sandiwara. Kedua, architecture as a text merujuk Eco222 yaitu memandang karya arsitektur dipersamakan ―teks‘ berdasar semantiknya dengan menganalisis makna yang terkandung disetarakan sebagai kata dan kalimat.Kedua ―teks‖ dipertautkan dalam memperkaya pembentukan makna baru – ultimate self – responsibility. Penelusuran merujuk ―teks‖ hasil pengalaman inderawi saya di saat melihat Kawasan Tugu Nasional dari pandangan udara dengan mempertautkan
pandangan
kosmologi
Jawa-Bali
serta
city
planning
Kemaharajaan Perancis. CITRA NAWA SANGA DAN POLA PEREMPATAN AGUNG Citra delapan pancaran di Kawasan Tugu Nasional mengingatkan Nawa Sanga dan Pola Perempatan Agung di Bali223 keselarasan Bhuana Agung makro kosmos dan Bhuana Alit - mikro kosmos yang berorientasi sembilan arah mata angin. Nawa Sanga224 delapan pancaran dengan satu pusat. Tri Hita Karana sebagai senses of place yang mengandalkan arah mata angin. Sumbu ritual Timur-Barat dinamai surya-sewana berorientasi ke arah terbit matahari di Timur. Sumbu natural Kaja-Kelod merujuk arah gunung dan laut disebut nyegara-gunung, segara-wukir, luan-teben, sekala-niskala, suci-tidak suci. Ruang suci di Kaja-Utara mengarah ke gunung: untuk pura, arah sembahyang, arah tidur, yang profaneEco, Umberto. Function and Sign: the Semiotics of Architecture in Neilleach (ed). Rethinking Architecture: a Reader in Cultural Theory. London: Routledge, 1997, hal. 182. 223Depdikbud. Arsitektur Tradisional Daerah Bali. Jakarta:Dirjen Sejarah dan Nilai Tradisional.1986, hal. 11. 224Nawa Sanga dijabarkan oleh Julian Davison dalam Discover Indonesia. Balinese Architecture. Singapore : Periplus.1999, hal. 5 dan Fred B Eisman. Bali Sekala & Niskala. Essays on Religion, Ritual, and Art. Singapore: Periplus.1990, hal. 4. 222
107
kurang sakral di Kelod-Selatan untuk posisi kandang, kuburan, pembuangan kotoran, dan sebagainya. Nawa Sanga disimbolkan padma bermahkota delapan225 sebagai Kompas orang Bali. Nawa Sanga adalah pusat pancaran perpotongan sumbu Kaja-Kelod dengan Kangin-Kauh pedoman peruntukan bangunan di Bali. Dikenal Catur Mukha atau Pola Perempatan Agung sebagai perpotongan sumbu Kaja-Kelod dan Kangin-Kauh untuk penempatan bangunan suci di sudutny, Perempatan Agung ini memiliki catuspatha226 titik pertemuan pasangan dualistik surga-manusia dan kelahiran-kematian. Nawa Sanga di Kawasan Tugu Nasional menunjukkan keluasan teritori yang dipancarkan oleh titik pusatnya, yaitu lokasi Tugu Nasional yang tepat di catuspatha, berorientasi ke Utara arah Kelod, yaitu Laut Teluk Jakarta serta mengarah ke Kaja ke gunung Salak dan Gede Pangrango di di Selatan Jakarta227. Perpanjangannya bila ditarik ke skala Kota Jakarta menyinggung sejumlah arsitektur era Soekarno228. Di Utara lokasi Galangan Kapal di Tanjung Priok229, di Timur Laut Bandara Internasional di Kemayoran, Di Timur Tugu Pembebasan Irian Barat di Lapangan BantengDi Tenggara, Patung Dirgantara di perempatan Pancoran Jakarta. Di Selatan, Hotel Indonesia dan Patung Selamat Datang, di Barat Daya Gelora Bung Karno di 225Davison,
Julian & Granquist, Bruce.Discover Indonesia. Balinese Architecture. Singapore:Periplus.1999, pg 5. Nawa Sanga, The Balinese compass rose (nawa-sanga) stems from four cardinal directions, their intermediaries and the centre. Each point is linked to a particular deityHindu in origin – and has symbolic and ritual association, This provides a comprehensive framework for the proper orientation of building. 226 IGM Putra. Catuspatha, konsep, transformasi dan Perubahan. Jurnal Permukiman Natah.Vol 3 No.2 Agustus 2005, hal. 62 – 101. 227 Panorama Gunung Salak dan Gede Pangrango hanya dapat disaksikan di masa Kolonial ketika Kawasan Tugu Nasional sebagai Taman Raja atau Koningsplein di masa Hindia Belanda, merujuk catatan Clockener Brousson dalam Gedenkschriften van een oud-koloniaal Batavia Awal Abad 20 Depok: Komunitas Bambu, 2003, hal.118. 228Rangkaian kegiatan permulaan proyek menyerupai Ritual Kenegaraan. 229Soekarno.Pidato Presiden. Pemantjangan Tiang Pertama Pembuatan Galangan Kapal―Karya Putra‖ di Tjilintjing, Tandjung Priok, 8 Februari 1965.
108
Jl. Senayan, di arah Barat Universitas Trisakti230 di perempatan Jl. Kyai Tapa, dan arah Barat Laut,Bandara Cengkareng231 diperbatasan Jakarta-Tangerang. Bila kedelapan garis pancaran diperpanjang menjangkau wilayah kepulauan Indonesia, menyinggung karya monumental Soekarno; arah Utara, sebuah monumen Tugu di Menumbing Bangka232, arah Timur Laut, Tugu di Bundaran Palangka Raya233, Arah Timur, Tugu Muda Jl. Simpang Lima Semarang234, Arah Tenggara, Hotel Bali Beach di Sanur Bali235, rah Selatan, Hotel Samudera Beach di Pelabuhan Ratu236. Di arah Barat Daya, Reaktor Atom di Bandung237, arah Barat Tugu Makam Pahlawan Seguntang Palembang238. Arah Barat Laut, masjid Jami‘ di Bengkulu239. Citra Nawa Sanga di Kawasan Tugu Nasional tercipta oleh dorongan alam bawah sadar Soekarno akibat pengaruh budaya Hindu dari Sang Ibu Idayu Sarimben, Brahmana dari Bali CITRA PAJUPAT DAN AXIS MUNDI
Kosmologi Pajupat - Keblat Papat Kalimo Pancer memuliakan empat arah mata angin dan pusatnya merupakan orientasi spasial Karaton Dinasti Mataram di Surakarta dan Yogyakarta240. Universitas Trisakti, institusi pendidikan tinggi swasta yang dinasionalisasi Soekarno 19 Oktober tahun 1965 231Menurut Edhi Sunarso, Bandara Cengkareng merupakan gagasan Soekarno dan sudah dilakukan pembebasan lahannya. 232 Dok.Indah Widiastuti, ITB, 2001 dan National Geographic Traveler, edisi Juni, 2001. 233 Pengamatan langsung di Bundaran Besar Palangka Raya, 2001. Simak Wijanarka. Soekarno & Desain Rencana Ibu kota RI di Palangkaraya. Yogyakarta: Penerbit Ombak. 2006. 234 Pengamatan langsung di Tugu Muda Semarang, 2001, 2007, 2009. 235 Pengamatan langsung di Bali Beach Sanur, Bali 2001, 2009. 236 Pengamatan langsung di Samudera Beach, Pelabuhan Ratu Jawa Barat 2001. 237 Soekarno.Pidato Pada Perletakan Batu Pertama Untuk Reaktor Atom di Bandung 9 April 1961. 238 Dokumen Pribadi RM Soedarsono. 239 Chanafiah, M Ali.Bung Karno Dalam Pengasingan di Bengkulu. Jakarta: Aksara Press, 2003 240 Buku Antar Bangsa, Karaton Surakarta.Jakarta: Pawiyatan Kebudayaan Karaton Surakarta. 2004, hal. 102-103. 230
109
Karaton Surakarta meng-Agung-kan gunung Lawu dan Semeru di Timur dan Barat, samudera Selatan yang dikuasai lelembut Ratu Kidul dan Hutan Prang Wedono di Utara. Meyakini Dualitas Jawa seperti siang-malam, benar-salah, priawanita sebagai paradoksal linier dan paradoksal hirarkis; kawula-gusti, rajarakyat, atas-bawah. Melakukan sesembahan kepada Gusti Allah ditiap memulai hajat, memilih hari berdasar primbon serta meyakini tiga hirarkis dunia; surgawi, bumi dan dunia bawah dengan Utara-Selatan sebagai pedoman merancang. Penerapan konsep Pajupat juga ditampakkan pada bangunan Tugu Nasional berupa empat pintu utama yang mengarah Utara, ke Istana Jakarta, Stasiun Gambir di Timur, Kantor Gubernur Jakarta di Selatan, dan kawasan jalan Jendral Sudirman di Barat serta porosnya di Badan Tugu. Konsep Pajupat yang memuliakan arah Timur saat terbit matahari merupakn titik orientasi penempatan atribut kemerdekaan di Ruang Kemerdekaan241 di awali Aksara Teks Proklamasi. Sisi Utara relief Wilayah Kepulauan, sisi Barat penyimpan salinan Teks Proklamasi dan patung Garuda Pancasila di Selatan. Citra Pajupat juga terkait padma242 dan wijayakusuma yang diyakini Karaton Surakarta sebagai pusaka Raja mengilhami Soekarno yang memiliki kedekatan dengan keluarga Karaton Surakarta243 bahkan Soekarno244 dianggap Salam, Solichin. Tugu Monas dan RM Soedarsono. Jakarta: Kuning Mas.1989, hal. 28. dokumentasi Istana Kepresidenan RI 2011 ditemukan sejumlah foto kunjungan Soekarno mendampingi PM India meninjau candi-candi di Jawa Tengah. Simak risalah Moehkardi. Sendratari Ramayana Prambanan. Segi Seni dan Sejarahnya. Prambanan: PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan dan Ratu Boko. 1994, hal.3. Pada 25 Agustus 1961 Soekarno meresmikan Panggung Terbuka Pagelaran Ballet Ramayana: ―Ballet Ramajana adalah satu pertjobaan (good afford) untuk membawa seni pentas Indonesia ke taraf yang lebih tinggi‖ 243 Melalui dokumentasi tampak Soekarno diantara putri-putri Karaton. Buku Antar Bangsa, Karaton Surakarta.Jakarta: Yayasan Pawiyatan Kebudayaan Karaton Surakarta.2004, hal. 353. 244 Setiadi, Bram dkk. Raja Di Alam Republik Keraton Kasunanan Surakarta dan Paku Buwono XII. Jakarta: PT Bina Reka Pariwara, 2001, hal.84 Soekarno dianggap berperanan di masa peralihan kekuasaan Paku Buwana ke XI ke Paku Buwana XII. Di saat melayat, Soekarno sempat meminta keluarga Karaton Kasunanan untuk mempertimbangkan suksesinya kepada 241
242Berdasar
110
berperan di masa peralihan kekuasaan Paku Buwana ke XI ke Paku Buwana XII. Badan Tugu Nasional yang menjulang itu ‗menyerupai sumbu‘ bumi disebut axis mundi atau poros penghubung tiga lapisan dunia dunia atas, dunia manusia (tengah) dan dunia bawah. Dunia atas tempat Dewa-Dewa dan arwah nenek moyang. Dunia tengah didiami manusia. Dunia bawah sebagai dunia orang mati. Dunia bahkan diyakini ―lahir‖ melalui poros ini, kemudian dilambangkan pohon, gunung, tiang, tangga. Beberapa mitologi menganggapnya sebagai gerbang menuju sorga maupun ke dunia bawah. Melalui poros inilah DewaDewa turun ke bumi, sehingga manusiapun ingin agar tempat tinggalnya berada di poros ini yang diwujudkan sebagai tiang utama rumah tradisional, seperti soko guru pada rumah Joglo. Pada Tugu Nasional axis mundi menembus tiga lapisan ruang, a) Ruang Bawah Tanah, b) Ruang Tengah, serta c) Ruang puncak Tugu. Dunia bawah dipresentasi oleh Terowongan Bawah Tanah dan Museum Sejarah yang singup (bhs. Jawa), lengang tanpa bukaan ‗menyerupai‘ ziarah ke makam kuno. Di balik strukturnya badan tugu berperan sebagai poros lintasan elevator
yang mondar-mandir menuju Pelataran Puncak atau
Dunia Atas, di lokasi Lidah Api yang menyerupai kahyangan. Di ketinggian puncak itu dirasakan kebebasan, keterpukauan sekaligus ketakutan akibat jarak yang terlampau tinggi di atas 100 m terhadap ltanah. Citra surgawi dihadirkan oleh Lidah Api Kemerdekaan
245
yang berkilau keemasan ke angkasa. Pola-pola
ruang yang diterapkan dalam Tugu Nasional mencitrakan konsep mandala melalui bentuk bujur sangkar – empat persegi sama sisi menjadi form dengan ukuran merujuk peristiwa sakral 17 – 8 – 1945. KGPH Suryo Guritno, karena kecakapan yang dimilikinya.Setelah dinobatkan sebagai Paku Buwana XII, Sang Sunan sempat ditunjuknya sebagai Menteri Negara Sementara untuk memperkuat delegasi Indonesia di Konferensi Meja Bundar. 245Sosok Lidah Api Kemerdekaan terbentuk dari perunggu dilapisi emas murni seberat 32 kilogram.Bertepatan HUT 50 RI ditambahkan goldleaf 18 kg sehingga menjadi 50 kilogram.
111
Angka 17 sebagai ketinggian di atas permukaan tanah, angka 8 sebagai lebar Tugu, angka 45 ukuran lebar Cawan Tugu. Bentuk-bentuk bujur sangkar di Kawasan ini mengingatkan konsep mandala. Menurut Snodgrass246, mandala merupakan diagram penempatan para Dewa dan atau fungsi-fungsi tertentu yang membentuk lingkaran. Mandala artinya lingkaran, memiliki tiga arti; 1) lingkaran, 2) Yang melahirkan para Buddha, dan 3) Yang menyatukan. Mandala dipercaya menyatukan fungsi-fungsi tertentu seperti samadi.
Vajradhatu
Mandala
sebaga
llmu
pembentukannya di awali bentuk lingkaran,
pengetahuan
yang
Garbhadhatu Mandala
merupakan mandala prinsip (tubuh, batin dan ucapan) yang diawali bentuk persegi empat.Citra pajupat, mandala, axis mundi serta konsep tiga lapisan dunia pada bentuk Tugu Nasional diterapkan untuk memberi sugesti kemuliaan khas Indonesia melalui budaya Jawa Kuno untuk menimbulkan rasa kesatuan, keterharuan serta keindahan disebut momen estetik247. SEBAGAI PENYEDIA BAGI YANG HADIR UNTUK ‘BEING’ Tugu Nasional berdiri tepat di catuspatha di pusat Pola Perempatan Agung yang terbentuk oleh perpotongan empat ruas Jalan Silang Monas. Bila lokasi bangunan suci di Bali terletak di salah satu sudutnya, maka
Adrian Snodgrass. The Matrix and Diamond World Mandalas ShingonBuddhism. (New Delhi: Rakesh Goel,1988 ), hal.121. 247 Momen Estetik merujuk Edi Sedyawati: Tumbukan antara serapan panca indera, termasuk kesiapan pencerap terhadap kaidah-kaidah estetik, sehingga muncul perjumbuhan yang menimbulkan rasa ketertarikan, keterharuan, dan bersifat sebagai kelangenan‖. Merujuk Edhi Sunarso: ―Daya magnetis yang terdapat dalam karya seni yang memiliki nilai keindahan, dan berakibat ketertarikan oleh si pengamat‖. 246
112
Tugu Nasional menempati pusat persilangan ganda di pusat tanda (X) dan tanda (+). Tentang Jalan Silang Monas248 dan Koningsplein 1965249 merujuk Soekarno: … Karena dulu Belanda punya Koning, itu lapangan lantas dinamakan Koningsplein. Ini nama Koningsplein jang kita tjoret, kita djadikan Lapangan Merdeka, dan kita dirikan ditengahnja itu Tugu Nasional, sebagai lambang kemerdekaan!
Sekitar 1930-an, Treub250 merancang tanda silang ex. Koningsplein saat bertugas sebagai ahli botani. Keserupaan tanda silang (X) pada lokasi yang sama tidak dapat dipersandingkan karena perbedaan tujuan. Soekarno menandai ex. Koningsplein dengan tanda silang untuk mengubah makna secara signifikan, sedangkan Trueb menunjuk konsep estetik. Simbol silang tegak (+) dan silang miring (X) merupakan salib Yunani sebagai representasi pembagian dunia ke empat unsur atau poin kardinal gabungan konsep ketuhanan, garis vertikal, dunia, garis horizontal. Makna lain tanda silang (X) pada ―teks‖ diartikan sesuatu yang salah, atau harus dipertimbangkan untuk dihapus. Tanda salib berdiri sendiri (X) menunjukkan suatu penolakan251. Tanda silang miring (X) oleh Derrida dinamai ‗under erasure‘ mengingatkan teori Ada dari Martin Heidegger sebagai penundaan sementara-epoche dalam mengungkap Ada252 atau ―Being‖.Ada
disetarakan
kesementaraan
agar
dapat
dibaca
kembali.
―Keterbacaan‖ Ada yang disilang itu sebagai penyingkapan Ada yang otentik. Ketika Sayembara Rancangan Tugu Nasional Kedua tahun 1960 dilaksanakan, Peserta Sayembara telah menerima gambar lokasi sebagai Term of Reference penentuan lokasi Tugu Nasional wajib ditempatkan di pusat Jalan Silang Monas. Seperti yang ditemukan pada dokumen pribadi Arsitek RM Soedarsono, dan penuturan Arsitek Noer Sajidi dan Saiful Arifin, Pemenang Ketiga Sayembara Tim Mahasiswa ITB Bandung, Maret 2011. 249 Soekarno.Amanat PJM Presiden Sukarno Kepada Panitia Keindahan Kota di Istana Negara 4 April 1965. 250 Heuken SJ, A.Medan Merdeka – Jantung Ibukota RI. Jakarta: Cipta Loka Caraka. 2008. 251 Heuken SJ, A, Ibid. 252 Derrida, Jaqques.(transl.) Spivak, Gayatri Chakravorty. Of Grammatology by Jacques Derrida. Baltimore and London: The John Hopkins University Press. 1982, hal. xv. 248
113
Tanda silang miring (X) torehan Soekarno di atas Lapangan Merdeka yang dinamai Jalan Silang Monas
mereduksi Ada atau Kehadiran sebelumnya.
Pengungkapan Ada mendahului Jalan Silang membentang kemungkinan dan sejarah Ada merujuk teori Dekonstruksi Derrida253.Jejak tidak pernah benarbenar Ada atau absen, tetapi terbuka kemungkinan penyingkapan dan kebenaran Ada. Jejak purba Lapangan Merdeka bermula dari Champ de Mars sebagai ekspresi Kemaharajaan Perancis254. Menjadi Koningsplein di masa kolonial, kemudian Ikada di masa Jepang. Simbol silang ganda (X) dan (+) ditulis: Koningsplein (X) dan Ikada (+) artinya : Koningsplein dan Ikada keduanya DIHAPUSKAN. Juga diartikan: Koningsplein dan Ikada DITOLAK atau BUKAN LAGI Koningsplein dan Ikada. Makna tanda silang ganda (X) dan (+) di Kawasan Tugu Nasional sebagai tindakan unconscious Soekarno yang menunjukkan penolakan atas situs Kemaharajaan Napoleon I (1769-1821) juga ex Koningsplein sekaligus ex. Fasisme Jepang. Torehan silang ganda itu sebagai epoche Soekarno, tindakan ‗membebaskan‘ diri dari pengaruh kolonialisme di titik terpenting di Indonesia. Ketika Soekarno memancangkan setumpu raksasa Tugu Nasional di catuspatha pusat persilangan ganda (X) dan (+) Soekarno telah memberi ‗tanda baru‘ berupa tetenger raksasa menandai Jiwa Baru Indonesia melalui penghapusan jejak, pemurnian, pensucian kawasan dan menjadikannya Agung, karena menumpu dua kali catuspatha yaitu penorehan tanda silang miring (X) dan tegak (+).Soekarno telah men-dekonstruksi Al-Fayyadl, Muhammad.Derrida. Yogyakarta: LKis, 2009, hal. 137. Perlu diketahui bahwa Koningsplein awalnya dirancang sebagai Champ de Mars atas perintah Kaisar Napoleon melalui Herman Willem Daendelssebagai simbol Kemaharajaannya di Perancis yang wajib dipancarkan di negeri koloninya yaitu Hindia Belanda. Koningsplein merupakan kawasan terbuka yang terbesar sejak masa Hindia Belanda hingga saat ini. 253 254
114
kemapanan Kemaharajaan di Champ de Mars, Koningsplein, Lapangan Ikada dan menjadikannya Lapangan Merdeka sebagai simbol baru Ke-Maha-Indonesia-an dengan tetenger Tugu Nasional di pusatnya. Penorehan tanda silang ganda di kawasan yang menyerupai Jalan Silang Monas juga ditemukan di awal berdirinya Tugu Pahlawan Sepuluh Nopember Surabaya 1951-1952255. Citra yang punah tertutupi bangunan dapat disaksikan melalui dokumentasi. Jejak serupa tditemukan pada rancangan awal Gelora Bung Karno sebagai stadium berstandar internasional terbesar di Asia Tenggara256. Soekarno cenderung menandai lokasi bersejarah atau yang akan menyejarah dengan tanda silang (X) dengan pancangan tiang raksasa atau bangunan raksasa tepat di catuspatha ditemukan di, 1) Tugu Pahlawan Sepuluh November Surabaya 1951-1952 di pusat persilangan, 2) Tugu Muda di pusat simpang lima di Kota Semarang257 1952, 3) Tugu Alun-Alun Bunder di pusat simpang lima di Malang 1953, 4) Tugu Bundaran Besar Palangkaraya 1957258 di pusat simpang lima, 5) Tugu dan Patung Dirgantara 1962259 di pusat perempatan jalan, 6) Tugu dan Patung Selamat Patung Datang di perempatan bundaran Hotel Indonesia 1962. Tindakan menorehi tanda silang pada kawasan bertumpunya tugu dan monumen menunjukkan unconscious-nya Soekarno yang meninggalkan jejak Jawa Kuno yang bermakna sakral selalu diawali oleh ritual ‗pensucian‘ di atas kawasan yang dirancangnya. Sarodja.Sekilas Pelaksanaan Pembangunan Tugu Pahlawan 10 Nopember 1945 di Surabaya. Surabaya: 1952. 256Ardhiati, Yuke. Bung Kamo Sang Arsitek.: Kajian Artistik Karya Arsitektur, Tata Ruang Kota, Interior dan Kria, Simbol, Mode Busana dan Teks Pidato 1926-1965. Jakarta: Komunitas Bambu. 2005, hal. 228. 257 Wawancara dengan Edhie Sunarso, pemenang sayembara Tugu Muda di tahun 1955 258 Tjilik Riwut. Kalimantan Membangun. Anonim, 1958. 259 Wawancara dengan Edhie Sunarso Seniman pembuat Patung Selamat, Datang, Pembebasan Irian Barat dan Dirgantara, 2010. 255
115
PERWUJUDAN WADAH PERISTIWA PROKLAMASI Tinggalan berwujud tiang pancangan, tugu lilin, paku dudur atau obelisk berukuran raksasa di catuspatha menunjukkan peng-Agung-an Soekarno terhadap ‗sosok di pusat‘. Mengapa justru catuspatha di kawasan Jl. Pegangsaan Timur No.56 Jakarta sebagai situs Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tidak dipilih menjadi lokasi Tugu Nasional, dan justru Tugu Petir yang menjadi tetenger posisi Soekarno saat membacakan naskah Proklamasi 17Agustus 1945? Pada penelusuran dokumen Silaban ditemukan gambar Monumen Proklamasi Kemerdekaan260 di ex. Jl. Pegangsaan. Meski urung dibangun, dokumen itu sebagai bukti peng-Agung-an Soekarno terhadap ex. lokasi Rumah Proklamasi. Namun ex. Jl. Pegangsaan Timur 56 tidak berpotensi sebagai Pola Perempatan Agung karena menempati kavling relatif kecil, sehingga titik sakral pembacaaan Teks Proklamasi tidak ideal sebagai catuspatha yang dapat didirikan sebuah tugu monumental, sekalipun kawasan itu telah mengalami perluasan261 namun terkendala oleh perlintasan jalan kereta api jurusan Cikini. Secara teknis permasalahan infrastruktur akan teratasi bila Soekarno memang menghendakinya. Menurut pandangan saya keberadaan Rumah Proklamasi262 yang bersejarah itu kurang memiliki karakteristik ruang idealistik serta memiliki ganjalan psikologi diri Soekarno263. Berdasar reproduksi Dok Pribadi Arsitek Silaban 2009. Penuturan Arsitek Hendro Sumardjan (2009), putra Prof. Selo Sumardjan yang pernah bertetangga dengan Soekarno semasa kanak-kanaknya di ex. Jl. Pegangsaan Timur Jakarta. Menjelang 1960-an, pemukiman itu diratatanahkan tanpa penjelasan yang dapat dimengerti karena dilakukan malam hari dengan alat berat menyerupai bolduzer. 262Rumah di Jl. Pegangsaan Timur 56 Jakarta, dikenal sebagai Rumah Tinggal Soekarno sekaligus lokasi pembacaan Teks Proklamasi 1945 merupakan bangunan bergaya kolonial yang diberikan kepada Soekarno oleh Pemerintah Jepang 1943. 263Pembongkaran ex Rumah Proklamasi melahirkan berbagai spekulasi. Periksa Sudiro dan Heng Ngantung dalam Karya Jaya: 99 260 261
116
Ganjalan itu mendorongnya memerintahkan pembongkarannya264 bersamaan pemancangan Tugu Nasional dan Gedung Pola. Kepada Salam265 dituturkan Soekarno tentang keutamaan sebuah tempat dan bukan gedungnya, karena gedung Pegangsaan Timur hanya bertahan hingga 100 tahun. Tindakan Soekarno membongkar Rumah Proklamasi itu menjadi misteri yang mengecam Soekarno sebagai a historis sebagai inkonsistensi atas konsep Jasmerah – Jangan sekali-sekali melupakan Sejarah266 yang digaungkannya. Dipilihnya ex. Lapangan Ikada atau ex. Koningsplein sebagai lokasi Tugu Nasional dan BUKAN di ex. Rumah Proklamasi merupakan tindakan unconscious Soekarno yang cenderung dilingkupi oleh sifat kemegahan. Idealnya peristiwa Proklamasi Kemerdekaan terselenggara di kawasan luas yang dilaksanakan
secara
megah
sehingga
sebanyak-banyaknya
masyarakat
Indonesia menyaksikannya. Sebagai lokasi paling ideal di masa itu bahkan hingga saat ini adalah ex. Lapangan Ikada yang menyerupai peristiwa 19 September 1945267 dan BUKAN secara kecil-kecilan atau bahkan secara sembunyi-sembunyi dalam suasana penuh tekanan sebagaimana terjadi pada tanggal 17 Agustus 1945 di ex. Rumah Proklamasi268. Spekulasi dibalik pembongkaran Rumah Proklamasi oleh Soekarno; a) ketidakinginan Soekarno dikultuskan melalui Rumah Proklamasi, b) lokasi peristiwa menceraikan Inggit, 1943, c) kenangan berdiam bersama Sutan Sjahir sebagai lawan politik- nya. 265 Salam, Solichin. Bung Karno Putra Fajar. Jakarta: Gunung Agung, 1981, hal.279. 266 Jasmerah Soekarno– Jangan sekali-sekali melupakan Sejarah salah satu judul pidato Soekarno tahun 1920-an. 267 Peristiwa Ikada 19 September 1945 sebagai pertemuan besar di Lapangan Ikada yang dihadiri oleh ratusan ribu masyarakat yang menginginkan Soekarno mendeklarasikan kembali Kemerdekaan Indonesia. Karena situasi yang kurang kondusif, Soekarno hanya berpidato sekitar 15 menit, dan meminta masyarakat Indonesia untuk segera meninggalkan Lapangan Ikada. 268 Rumah Proklamasi sejatinya hanya rumah pemberian pemerintah Jepang untuk ditinggali Soekarno selepas pembuangannya dari Bengkulu sebagaimana diceriterakan dalam Rohi, Peter.Riwu Ga, 14 Tahun Mengawal Bung Karno.Kako Lami Angalai? Jakarta: PT Koran Indonesia Utama. 2004. 264
117
Berdasar fakta sejarah, peristiwa Proklamasi 17 Agustus 1945 terjadi di luar idealisasi Soekarno, sekalipun persiapannya telah disusun oleh BPUPKI-Badan Pekerja Untuk Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Peristiwa Rengadengklok yang didalangi kaum muda sehari mendahului Proklamasi 269 dengan dalih pengamanan terhadap Soekarno dan Hatta, menunjuk ketiadaan kesempatan bagi Soekarno dalam mempersiapkan Proklamasi secara ideal. Pembongkaran ex.Rumah Proklamasi menunjuk sikap penolakan Soekarno atas perayaan Proklamasi yang ‗relatif sederhana‘ yang bertolak belakang dengan ide kemegahan, kemudian dirayakannya kembali dengan ‗menghadirkan‘ Tugu Nasional yang mempergelarkan kembali seluruh atribut kemerdekaan di ex. Lapangan Ikada / ex. Koningsplein itu. Soekarno telah memperluas Ruang KeIndonesia-an yang semula hanya terpancar di situs ex. Rumah Proklamasi secara lebih megah di Kawasan Tugu Nasional. IDE ARSITEKTURAL YANG SELALU MEMUTU Kecermatan Soekarno menentukan kawasan Tugu Nasional tidak terlepas pengaruh city planning Hindia Belanda yang merancang Koningsplein di pusat Kota Batavia sebagai Taman Raja yaitu lapangan luas dan indah bagi Parade Militer untuk memuliakan Ratu Wihelmina di Hindia Belanda sebagai perluasan Kemaharajaan Perancis. Daendels 1808-1811 menggubah konsep Kemaharajaan Champ de Mars dan menjadi Koningsplein di masa Hindia Belanda. Lapangan terbesar itu bertahan hingga kini merujuk Heuken270.
Mabes ABRI.Hari-Hari Menjelang Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Jakarta: Pusjarah dan Tradisi ABRI.1988. hal. 47. 270 Heuken SJ, A.Medan Merdeka – Jantung Ibukota RI. Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka. 2008. 269
118
Ketika Daendels menjabat Gubernur Jenderal Hindia Belanda, digubahnya bangunan The Empire Style di lingkungan sekitar Koningsplein yang kini menjadi Istana Negara dan Merdeka sebagai tempat tinggalnya271. Usai Proklamasi Kemerdekaan dan Soekarno menjadi Presiden, peninggalan Daendels itu dijadikan Pusat Pemerintahan sekaligus tempat tinggalnya272: Ketika memasuki Istana Merdeka gedung itu telah kosong sama sekali. Harta kekayaannya sudah diangkat habis. Dan Belanda tidak akan duduk lagi di sana. Setiap permadani, tikar sampai kepada barang yang kecil seperti keset penghapus kaki dimusnahkan. Perabot kursi meja dengan sengaja dibawa atau dirusakkan sehingga tidak dapat digunakan lagi. Lampulampu,engsel, kunci pintu diterjangkan. Kaca-kaca dihempaskan. Beranda depan sudah koyak-serkah.
Bentuk trapezium unik pada ex.Koningsplein yang terjaga hingga masa Soekarno,
menunjukkan
‗penolakan‘
Soekarno
terhadap
warisan
Kemaharajaan Perancis dengan memberi tanda silang ganda dan mengubahya menjadi Lapangan Merdeka dengan Jalan Silang dan Tugu Nasional sebagai satusatunya bangunan di pusat persilangannya273. Ide City planning Kemaharajaan Perancis di Kota Paris karya Arsitek Houtman mengilhami Soekarno. Napoleon dengan membiarkan obelisk dari Luxor Mesir berdiri di pusat Kota Paris. Soekarno menggubah Tugu Nasional di ex.Koningsplein dalam Pola Perempatan Agung dan Jalan Silang Monas sebagai tindakan sakral penghapusan jejak teritori Kemaharajaan menjadi teritori ke-Maha-Indonesia-an sebagai bentuk enflanted ego Soekarno. Sekretariat Negara Republik Indonesia.Sejarah Istana Presiden Republik Indonesia Jakarta. Jakarta:Sekneg RI.1996, hal.. 6. 272 Adams, Cindy.(Terj.) Bar Salim, Abdul. Bung Kamo Penyambung Lidah Rakyat Indonesia. Cet 6.Jakarta: Ketut Masagung Corp, 2000, hal. 402. 273 Soekarno.Amanat Presiden pada Panitia Keindahan Kota di Istana Negara 4 April 1965, hal. 9. 271
119
Soekarno tidak segan-segan mengadopsi warisan Kemaharajaan dengan mendekonstruksi atau ‗membongkar kemapanan‘ dari situs Kemaharajaan menjadi kawasan representative Indonesia. Disimpulkan bahwa spirit Kemaharajaan telah menjadi tindakan unconsiuss Soekarno, yang seolah menerima warisan Kemaharajaan namun segera ditorehinya dengan pancangan tugu maupun arsitektur menyerupai nugal274 berupa tiang pancangan raksasa di Tugu Nasional pada ex. Koningsplein, juga pada masjid Baiturrachim di Istana Jakarta, paviliun Bayurini di Istana Bogor, dan gedung Bentoel di Istana Cipanas. Cara menghapus territorial ex. Kemaharajaan dengan mengubahnya menjadi ‗satu tanda kebesaran Indonesia‘ sebagai pengakuan atas konsep city planning Kemaharajaan yang dinilai mampu menghadirkan Kemegahan universal. Di saat tiang ditancapkan catuspatha ex. Koningsplein sebagai wilayah yang ‗dikotori‘ kolonialisme selama ratusan tahun diberi ‗tanda kebaruan‘, ‗kemenangan‘, ‗penghapusan jejak‘, ‗pemurnian atau pensucian lokasi‘ sekaligus memberi makna kehadiran Tugu Nasional sebagai suci atau sakral. Menyerupai nugal
ritual kepala suku saat menaklukkan lokasi. Usai
menancapkan tiang ke bumi, komunitasnya segera mengelilingi dengan membentuk
lingkaran
besar
sebagai
teritorinya.
Ketika
Soekarno
memancangkan tiang di catuspatha ex.Koningsplein merefleksi peran kepala suku yang meneguhkan teritori ke-Indonesia-an. Tugu Nasional sebagai tanda perayaan superioritas Bangsa Indonesia di atas teritori ex.Kemaharajaan dan Kolonialisme sebagai wilayah sebuah Negeri. Penasbihan teritori Indonesia berbeda dengan Napoleon saat merayakan kemenangannya atas Mesir dengan mengusung obelisk terbesar dari Luxor untuk ditanamkan di Ibukota Perancis. Nugal menancapkan tiang kayu ke dalam tanah ketika mengawali bersawah dalam budaya Melayu. 274
120
Obelisk Luxor yang dikenal sebagai tengaran ekspansi Perancis, mengubah yang semula berpusat di Istana Versailles yang sejatinya ex. gubug berburu di masa moyangnya. Soekarno juga menancapkan serupa obelisk di catuspatha ex. Kemaharajaan, namun bukan invasi territorial. Tugu Nasional dipancangkan di catuspatha ex Kemaharajaan itu menjadi pusat peradaban Indonesia yang diperankan Jakarta sebagai Ibukota Negara yang dipusatkan di titik Tugu Nasional. Citra militeristik tampak melalui Aubade Militer lagu-lagu perjuangan pada i Upacara Kenegaraan disekeliling Tugu atas permintaan Soekarno untuk memperteguh enflanted ego yang terpengaruhi nuansa Kemaharajaan. Citra militeristik yang lekat dalam dirinya dan kemajuan militer, juga mempengaruhi penampilan busananya sebagai Panglima Tertinggi Angkatan Perang Republik Indonesia275. IDE FORM REGALIA KENEGARAAN Pada bulan Juli tahun 1965 Tugu Nasional telah berdiri termasuk sosok Lidah Api Kemerdekaan276 sebagai persiapan Peringatan HUT Kemerdekaan RI ke-20 yang urung, dan dipindahkan ke stadion utama Gelora Bung Karno dikarenakan meletusnya peristiwa G30S/PKI. Sejumlah ornamen yang terpajang di Tugu Nasional saat itu masih dalam proses pengerjaan di Italia dan terselesaikan di era Soeharto. 275Sejarah
Nasional Indonesia VI, 2007, hal. 226, tanggal 3 Juni 1947 Soekarno mensahkan berdiri TNI sebagai peleburan Tentara Republik Indonesia yang embrionya BKR dengan barisan-barisan bersenjata lainnya. Indonesia 1960-an kekuatan militer terbesar di Asia Tenggara. Berkat kedekatan dengan Sovyet, Indonesia mendapatkan bantuan bagi kekuatan armada laut dan udara militer senilai US$ 2.5 milyar, yang menjadikan kekuatan militer Indonesia terkuat di seluruh belahan bumi selatan.Persiksa Cindy Adams, 2000, hal. 466. 276Periksa Monumen Nasional. Laporan Singkat Pekerjaan Proyek Pembangunan Tugu Nasional 1962-1963. Jakarta, Direksi Pelaksana. Cet.Kedua. 1997 dan Monumen Nasional. Team Studi Teknis Pendahuluan. Urutan Kronologis Pelaksanaan Pekerjaan Pembangunan Tugu Nasional. Jakarta: Monumen Nasional. 1982, hal. 58.
121
Atribut Kemerdekaan Indonesia dapat disepadankan sebagai benda regalia, lambang, simbol, atau kelengkapan Negara/ Kekaisaran berupa artifak bermakna, sebagaimana gaya barock277 di masa Kemaharajaan. Atribut kemerdekaan Indonesia di Ruang Kemerdekaan, antara lain; a) aksara Naskah Proklamasi, b) patung berlapis emas Garuda Pancasila, c) sebentang peta relief keemasan Wilayah Kepulauan, d) sepasang gerbang megah berornamen Padma- Wijayakusuma yang di dalamnya terdapat Kotak Kaca keemasan bagi Sang Saka. Kehadiran atribut ini menunjuk spectre Soekarno, berupa peng-Agung-an warisan bersejarah di saat Proklamasi 1945. Gaya ornamennya menyerupai ornamen di Karaton Dinasti Mataram yang memperoleh pengaruh dari Belanda sebagai koloni Kemaharajaan. Perlambang Kangjeng Kyai Upacara pengiring Raja/Sultan dalam upacara kerajaan, terdiri atas; a) banyak-angsa melambangkan kejujuran dan kewaspadaan, b) dhalang-kijang melambangkan kecerdasan dan ketangkasan, c) sawung-ayam jantan lambang kejantanan dan tanggungjawab d) galing-merak melambangkan keagungan dan keindahan, e)hardawalika-naga melambangkan kekuatan, f) kutuk-kotak uang melambangkan kedermawanan, g) kacu maskotak tempat saputangan melambangkan kemurnian, (h) kandhil-lampu minyak melambangkan pencerahan. Tiga serangkai, i) cepuri -tempat sirih pinang, j) wadhah ses-tempat rokok, dan k) kecohan-tempat meludah melambangkan proses membuat keputusan/kebijakan kerajaan. Atribut Kemerdekaan di Tugu Nasional tampaknya berkorelasi dengan regalia Dinasti Mataram yang juga diilhami konsep Kemaharajaan.
Barock sebagai cabang seni rupa dan arsitektur yang berkembang di Eropa sebagai ekspresi yang mengundang emosi kemegahan dengan ornamentik secara berlebih-lebihan, di Istana Versailles di Perancis, gaya Rococo yang menampilkan ikon kerang-kerangan. 277
122
Diawali dari sisi Timur278 mengikuti pola terbit dan terbenamnya matahari, berlawanan dengan arah jarum jam: Naskah Proklamasi di Timur, sebagai kelahiran fajar, cahaya sebagai ‗ruang‘ bagi Aksara naskah Proklamasi yang diterakan di dinding: PROKLAMASI KAMI BANGSA INDONESIA MENJATAKAN DENGAN INI KEMERDEKAAN INDONESIA HAL-HAL MENGENAI PEMINDAHAN KEKUASAAN DAN LAIN-LAIN AKAN DI SELENGGARAKAN DENGAN TJARA SEKSAMA DAN DALAM TEMPO SE SINGKAT-SINGKATNJA DJAKARTA, 17 AGUSTUS 1945 ATAS NAMA BANGSA INDONESIA SOEKARNO - HATTA
Diterakan
berdasar
‗konsep
keterbacaan‘
agar
memperoleh
pemahaman cepat menjadi dua baris kalimat maha penting Bangsa Indonesia gubahan Soekarno-Hatta menyerupai karya sastra merujuk Zoermulder279 yang strukturnya menyerupai Gurindam Dua Belas karya Raja Ali Haji280. Substansinya terpengaruh naskah The Declaration of Independence281. Karya Thomas Jefferson itu ‗dipadatkan‘ yang memungkinkan dihafal oleh siapapun, bahkan efektifitasnya melampaui selebaran the Declaration of Independence yang 4 Juli 1776 sebagai pernyataan Kemerdekaan Amerika itu.
Salam, Solichin. Tugu Monas dan RM Soedarsono. Jakarta: Kuning Mas.1989, hal. 28. Sastra Jawa Kuno Selayang Pandang.Jakarta: Penerbit Djembatan.1994, hal. 238. 280Dinding marmer di sekeliling makam penyair Raja Ali Haji di pulau penyengat ditorehkan Gurindam Dua Belas memudahkan penziarah mengetahui karya-karyanya. 281 Mabes ABRI.Hari-Hari Menjelang Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Jakarta: Pusjarah dan Tradisi ABRI.1988, hal. 67. 278
279Zoermulder,P.J.Kalangwan.
123
Di Utara dibentang peta Wilayah Kepulauan Negara Kesatuan Republik Indonesia, menunjuk territori melampaui wilayah awal kemerdekaan yang semula mencakup delapan Propinsi; Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Borneo (Kalimantan), Sulawesi, Maluku, Sunda Kecil (Nusa Tenggara), Sumatra, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Surakarta. Relief itu mencakup kepulauan dari Sabang sampai Merauke, dari ujung pulau Sumatera sampai ke Irian Barat yang secara deyure menjadi wilayah NKRI pada 17 Agustus 1950, namun defacto Irian Barat menjadi pulau terbungsu NKRI di akhir 1962. Peta ikonik
kewilayahan
Indonesia
dilekatkan
kontras
dengan
latarnya.
Disayangkan, kurang tersedia informasi penjelas proses bersatunya Irian Barat sebagai NKRI usai melalui diplomasi panjang dan konflik Internasional. Peta itu mengingatkan teritori gagasan Edward Twitchell Hall, 1966. Dalam The Hidden Dimension sebagai pengembangan theory of proxemics, adanya ruang pribadi-intimate space dengan ‗gelembung‘ ruang di sekitarnya. Peta ikonik itu merepresentasi Ruang ke-Indonesia-an sekaligus batas teritori wilayah Indonesia untuk mensugesti sebagai Bangsa yang Berdaulat.Di sisi Barat terdapat sepasang pintu gerbang megah berornamen Padma dan Wijayakusuma. Arah Barat sebagai tempat terbenamnya matahari, diartikan sebagai ruang keabadian. Ornamen stilirisasi padma yang terukir pada gerbang megah berbentuk Kala-Makara itu bersepadan dengan relief di Candi Prambanan. Terbuka serta tertutup secara otomatis setiap 60 menit. Terdiri dua lapis, dalam keadaan tertutup tampak ornamen Padma dan Wijayakusuma dan bidang statis dipenuhi ornamen keemasan. Terlihat ketika lapisan pertama bergeser ke kedua sisinya, Tampak sebuah lempengan bulat keemasan berukiran padma bersamaan diperdengarkan rekaman nyanyian ―Padamu Negeri‖ dan sebuah kotak kaca keemasan penyimpan salinan Teks Proklamasi.
124
Usai nyanyian berakhir dan lempengan tak terlihat lagi, terdengar rekaman suara Soekarno membacakan Teks Proklamasi282. Suara yang terdengar tidak menyerupai suara khas Soekarno ketika berpidato yang bersemangat dan menggelegar. Pembacaannya dilakukan penuh kehati-hatian, menyerupai pembacaan puisi. Bahkan mengucapannya tidak persis naskah asli Teks Proklamasi pada cara menyebutkan tanggal, bulan, dan tahun, seharusnya dibaca hari 17 boelan 8 tahoen 05 sebagai kelaziman di masa Jepang, justru dibaca 17 Agustus 1945. Tindakan Soekarno menunjukkan penolakan atas lafal yang diberlakukan Jepang, atau penolakan terhadap Fasisme Jepang. Merupakan diskontinuitas yang menandai berakhirnya Masa Kependudukan Jepang menjadi Masa Kemerdekaan melalui Bahasa. Pengucapan yang berbeda antara tulisan dan pengucapan bersesuaian dengan differance istilah Derrida untuk menyatakan to différer artinya ‗menunda‘ dan sekaligus menyatakan ‗berbeda‘.
Rancangan
gerbang
penyimpan
salinan
Teks
Proklamasi
mengingatkan sosok Kala-Makara di gerbang candi Kalasan283 sebagai simbol Sang Waktu mitos Jawa Kuno. Kehadirannya sebagai ‗batas perbedaan‘ tempat-ruang-waktu-peristiwa untuk menyatakan kelampauan dan kekinian. Ketika gerbang membuka otomatis, terkuaklah salinan Teks Proklamasi serta rekaman suara Soekarno membacakannya. Menunjuk 67 tahun lampau di tempat-ruang-waktu dan peristiwa yang berlangsung di serambi depan rumah di Jl. Pegangsaan Timur No.56 Jakarta 17 Agustus 1945 pukul 10.00 WIB. Kesenjangan waktu saat menyaksikannya di hari itu tergantikan oleh adanya rekaman suara Soekarno membacakan Teks Proklamasi. 282Rekaman
suara Presiden Soekarno membacakan Teks Proklamasi dilaksanakan di RRI 6 tahun setelah Proklamasi 1945. Diusulkan oleh Mohammad Jusuf Ronodipuro. Diperdengarkan setiap 17 Agustus di RRI termasuk di Ruang Kemerdekaan. 283Sumintardja,Djauhari.Kompendium Sejarah Arsitektur.Bandung:Yayasan Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan,1981 hal. 90.
125
Kala-Makara menandai ―peristiwa‖ kelampauan merujuk Lynch What Time Is This Place?
284:
Time and Place-Timeplace is a continuum of the mind, as
fundamental as the spacetime that may be the ultimate reality of the material world. Waktu dan tempat sebagai kontinum dari pikiran ruang-waktu sebagai realitas dunia material. Merujuk itu, maka Teks Proklamasi yang dibacakan Soekarno di Jl. Pegangsaan Timur 56 Jakarta 17 Agustus 1945 itu telah ‗meruang‘ dan ―mewaktu‘ ke Tugu Nasional melalui Kala-Makara. Momen
historis 17
Agustus 1945 bersifat beyond time and space limit yang abadi sepanjang kehidupan Tugu Nasional sebagai gagasan Soekarno di awal Sayembara Kedua285: Demikian pula naskah Proklamasi, kita pantjangkan dengan aksara-aksara emas jang megah diatas satu papan jang terbuat dari perunggu pula sehingga djikalau nanti pada 2960 atau pada 3960 atau pada 4960 ada orang datang di Djakarta, orang masih bisa membaca Proklamasi Kemerdekaan Indonesia itu diatas papan dari perunggu itu…
Ornamen Kala-Makara, stilisasi Padma dan Wijayakusuma yang menghiasi gerbang mengingatkan nuansa kemegahan Istana Versailles yang mengimbas gaya arsitektur nDalem Ageng Keraton Surakarta Hadiningrat melalui Gubernur Jendral Daendels atas perintah Napoleon Bonaparte286. Kemegahan Napoleon di Paris disimbolkan stilisasi kerang laut, dan Karaton Surakarta dengan tema flora bersulur. ―Gerbang Kala-Makara‖ Tugu Nasional dihiasi dengan flora klasik Indonesia.
Lynch, Kevin.What Time Is This Place? Cambridge: The MIT Press.1976, hal. 117. Soekarno, 27 Juni 1960, hal. 5. 286 Atas perintah Napoleon Bonaparte, HW Daendels menyampaikan hadiah Orgel dan Kursi Berukir simbol Karaton Surakarta kepada Sunan Paku Buwono X sebagai penghormatan, atau sebagai legitimasi kekuasan Kekaisaran Perancis terhadap negeri jajahan Belanda, yang pada saat itu adalah adik tiri Sang Napoleon. 284 285
126
Padma, sebagai idealisasi Soekarno di gerbang Kala-Makara, juga di Istana Kepresidenan dan Istana Pribadi Hing Puri Bima Sakti berupa lukisan, furniture, aksen, ornamen, serta dekorasi interior287sebagai ekspresi alam bawah sadar Soekarno yang lekat simbol Teosofi tinggalan Ayahandanya sebagai Sanggar Loji Padma288. Keserupaan keduanya ditunjukkan pada gambar. Relief padma289 di candi Jawa dan pura Bali dipercayai sebagai bunga pilihan Dewa sekaligus melambangkannya, dikenal penggambarannya melalui bahasa relief yang menunjuk simbol warna dan Dewa. Padma teratai merah mekar menggambarkan Brahma tampil sedang mekar menyembul air. Teratai biru yang tenggelam dalam air dinamai utpala melambangkan Wisnu. Kumuda teratai putih yang mengapung di air sebagai Civa290. Ornamen Gerbang KalaMakara sebagai bunga mekar artinya padma melambangkan Brahma. Tindakan mewujudkan padma dalam artifak mengingatkan kultus kedewataan masyarakat Bali kepada Soekarno yang menyebutnya Dewa Hujan sebagai titisan Wisnu291. Mitos keabadian Wijayakusuma292 berkhasiat menghidupkan orang mati milik Sri Kresna dibuang bersamaan turun tahtanya ke Laut Selatan.
Yuke Ardhiati. Arsitektur, Tata Ruang Kota, Interior dan Kria Sumbangan Soekamo di Indonesia 1926-1965: Kajian Mentalite Arsitek Seorang Negarawan. Jakarta:Universitas Indonesia, 2004. 288Lambang Sanggar Theosofi yang didirikan Ayahanda Soekarno bersama kedua rekannya.Di Perpustakaan Theosofi ini, Soekarno muda menghabiskan waktunya untuk membaca biografi orang-orang Besar di dunia. 289Bernet AJ Kempers. Ancient Indonesian Art. Amsterdam : CPJ Van Der Peet. 1959. 290 Moertjipto & Bambang Prasetyo. Mengenal Candi Siwa Prambanan dari Dekat. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. 1994, hal. 78 291 Adams, Cindy. Ibid, hal. 5. 292 Ki Mardibudhi. Sedjarah Puspa Widjajakusuma.Madiun:TB Pustaka Djawi GuruBudhi,1955 diceriterakan: Heh heh puspa Widjaja kusuma sira mugi tuwuha anen samodra, kinarja dadija pawitan ing wuri-wuri, tuwuha dadi tetelu, darapon dadya tetandaning para Nata ing Nuswa Djawi, manawa ana kang ngambil kembang ira pira antuke dadija tanda lawasing warsane anggone djumeneng nata. Artinya: Heh heh Bunga Wijayakusuma, semoga dikau tumbuh di samodera, tumbuhlah tiga diawal jadilah engkau saksi para Raja di Pulau Djawa yang berhasil mengambil bungamu dan menjadi tanda lamanya waktu memegang tampuk kerajaannya. 287
127
Sang Kembang berubah menjadi tiga bagian, wadah, badan dan penutupnya menyerupai morfologi kerang laut. Usai dilepas menuju dasar Samudera terjadilah gara-gara yaitu ombak yang bergulung-gulung mengiringi sabda Sri Kresna dan lepasnya Sang Kembang. ―Teks‖ itu menceriterakan keikhlasan Raja nan Arif yang turun tahta dengan menyerahkan suksesi bukan kepada putera atau keturunannya, tapi kepada siapapun yang tangguh melalui rintangan maha dahsyat untuk meraih Wijayakusuma di dasar Samudera Selatan. ―Teks‖ Wijayakusuma juga mengawali Dinasti Mataram yang diperoleh sebagai perkawinan sakralnya dengan Kanjeng Ratu Kidul di Parang Tritis Yogyakarta293 dan mewaris kesemua keturunannya sebagai Kekasih Abadi dan meng-Agungkan Wijayakusuma sebagai Pusaka Raja.294 Mitos Sang Ratu juga diutarakan sejarawan Denys Lombard dan Roy E Jordaan dalam―The Mistery of Nyai Lara Kidul Goddness of the Southern Ocean295. Sungguhpun, Soekarno menyampaikan keyakinannya atas Ratu Kidul melalui cara menyangkal mitos Ratu Kidul 296 : … Dan menurut dongeng terdjadilah demikian. Panembahan Senopati lantas mengawini Ratu Loro Kidul, Maha Putri daripada Lautan Selatan. Itu sekedar dongeng, sekedar satu mitos.Tetapi, bagi kita ini adalah satu simbolik saudara-saudara. Satu simbolik bahwa kita bangsa Indonesia tidak bisa mendjadi satu bangsa jang besar, tidak bisa mendirikan satu Negara jang besar dan kuat, djikalau kita tidak kawin pula dengan samudra, menguasai seluruh samudrea disekeliling kita ini. 293Periksa
Babad Tanah Jawi yang ditranslasi Sejarawan W.L Olthof. Wijayayakusuma di-Agung-kan di Ruang Pusaka merujuk GPH Eddy Wirabumi Menantu Paku Buwana XII, 2011. 295 Lombard, Denys.Nusa Jawa: Silang Budaya. Kajian Sejarah Terpadu. Bagian III: Warisan Kerajaan-Kerajaan Konsentris Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 1996. hal. 66-67 dan hal. 193. 296 Soekarno.Pidato PJM Presiden Sukarno Pada Pemantjangan Tiang Pertama Pembuatan Galangan Kapal ―Karya Putra‖ di Tjilintjing, Tandjung Priok, 8 Februari 1965, hal. 8. 294Pusaka
128
Di beberapa tempat menunjuk peng-Agung-an Soekarno terhadap Ratu Kidul, salah satunya meminta Basuki Abdullah melukis model Sang Ratu serta memanjangnya di kamar 308 Samudera Beach Hotel sebagai ruang samadi, juga di Tenjoresmi serta kamar 325 dan cottage di Bali Beach. Penyangkalan Soekarno itu yang sekaligus memuliakan Ratu Kidul menunjukkan Dualitis Paradoksal Soekarno. Sebagai Penguasa Jawa yang secara ex.offisio mewarisi mitos hierogami-perkawinan mitisnya dengan Sang Ratu Kidul, sehingga di tiap situs Soekarno sekaligus ditengarai peng-Agung-an bagi Sang Ratu.Termasuk rancangan gerbang Kala-Makara. Idealisasi Ratu Kidul tampak melalui warna hijau yang tidak merujuk warna Karaton dan Istana manapun, karena Karaton Surakarta dominan warna biru, Puri Mangkunegaran warna pare anom297 dan Kasultanan Yogyakarta kuning gading serta Pakualaman kecoklatan sedangkan Istana Krepresidenan dan Pribadinya didominasi warna putih. Gerbang Kala-Makara di Barat diyakini sakral bagi masyarakat termasuk di lingkungan Tugu Nasional. Di antaranya sering ‗membaui‘ kehadirannya melalui bau harum yang tercium di tiap Kamis selepas Magrib. Padma dan Wijayakusuma yang bernama nelumbium speciosum dan pisonia silvestris merupakan pasangan ornamentik yang memiliki warna alamiah merah Padma dan putih Wijayakusuma merepresentasi warna sakral nan abadi Sang Saka Merah Putih. Sehingga ―teks‖ yang dipertautkan ini tampak adanya arketype mother gagasan Jung, sebagai arketipe yang memuliakan sosok Ibu, wanita, atau Ratu. Ornamen Padma dan Wijayakusuma di Tugu Nasional mengandung tiga idealisasi sekaligus; budaya Jawa Kuno, Hindu-Budha dan Kemaharajaan. Pare anom - warna hijau muda, warna Puri Mangkunegaran. Soekarno menjadi kerabat Mangkunegara dengan Perkawinan Sukmawati Sukarnaputri dengan Sudjiwo - Sri Mangkungara XI yang melahirkan GRM Paundra Karna Sukma Putra. 297
129
Perannya sebagai point of interest ―pentas‖ pertunjukan di Tugu Nasional298 yang berpuncak pada Pembacaan kembali Teks Proklamasi oleh rekaman suara Soekarno yang telah digagas sejak awal perancangan299 dan awal pembangunan fisik300 untuk mendampingi Sang Saka yang sedianya disemayamkan menyerupai mausoluem. Gerbang Kala-Makara dari material perunggu yang dilapisi bahan keemasan menunjukkan seni kria benda-benda fungsional secara artistik301 yang mencerminkan pemaduan teknologi mekanik dan sekuen artistik sebagai pengantar menuju pertunjukan puncak. Gerakan otomatis perlahan-lahan itu menyibak urutan demi urutan pertunjukan atribut Kemerdekaan. Gerakan terbuka dan tertutupnya gerbang Kala-Makara dan memperdengarkan kembali rekaman suara Soekarno membacakan Teks Proklamasi merupakan terobosan dalam karya arsitektur yang bersandar Analogi Dramaturgi menyerupai seni pertunjukan. Peristiwa terdengarnya rekaman suara Soekarno membacakan Teks Proklamasi di Ruang Kemerdekaan bahkan merepresentasi metafisika kehadiran ‗Ada‘ yang belum terpikirkan di jamannya. Melalui Tugu Nasional Soekarno telah menggubah embrio seni pertunjukan melalui perpaduan kebudayaan Jawa Kuno, Hindu-Budha, serta Kemaharajaan melalui bidang ornamen keemasan berbentuk Padma dan Wijayakusuma dengan dirinya sebagai Aktor tunggal sedang membacakan kembali Teks Proklamasi. Lokasi ke-Indonesia-an yang tak dapat dikunjungi khalayak yaitu Api Kemerdekaan. Soekarno. Pidato Presiden Soekarno Pada Pertemuan Dengan Para Peserta Sajembara Projek Tugu Nasional Di Istana Negara Djakarta Tanggal 27 Djuni 1960. 300 Wawancara dengan Dr. Saleh A Djamhari, 2011. Ketika itu menjabat sebagai peneliti pengisian Diorama memperoleh informasi dari Soemardjo Sekretaris Komando Pelaksana Pembangunan Monumen Tugu Nasional, bahwa Soekarno menegaskan keinginannya untuk mengabadikan Bendera Pusaka dan mengulangi pengucapan naskah Proklamasi. 301 Yuke Ardhiati. Pengindustrian Seni Kria di Indonesia.Tesis Magister Institut Teknologi Bandung, 2001. 298 299
130
Sosok patung burung Garuda Pancasila terdapat di Selatan, sebagai lambang Negara yang tampil gagah dan terbesar pada masa itu dengan 17 helai bulu sayap, 8 helai bulu ekor serta 45 helai bulu leher melambangkan tahun kemerdekaan, 1945. Mengapit pita Bhinneka Tunggal Ika, artinya Berbeda - beda tetapi satu jua. Simbol Garuda Pancasila secara duamatra dirancang oleh Sultan Hamid II yang disempurnakan oleh Soekarno. Diangkat sebagai Lambang Negara terinspirasi oleh Djatayu burung pembela kebenaran dalam epos Ramayana, sebagai keturunan Garuda Sang kendaraan Dewa Wisnu. Perisai Sang Garuda
diberi
Bangsa Indonesia,
bahasa 2)
rupa;1)
Perisai
Warna merah
dan
melambangkan pertahanan putih
melambangkan
Bendera Indonesia, 3) Garis hitam diagonal, artinya wilayah kedaulatan Republik Indonesia yang dilalui Khatulistiwa, 4) Lambang-lambang sebagai interpretasi Pancasila; a) Bintang, Ketuhanan Yang Maha Esa, b) Rantai, Kemanusiaan Yang adil dan Beradab, c) Pohon Beringin, Persatuan Indonesia, d) Kepala Banteng, Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Permusyawaratan Perwakilan, e) Padi dan Kapas, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.Kelimanya merupakn visualisasi konsep bernegara yang didasari lima butir mutiara yang digali jiwa yang bersumbersumber pada spirit lokal khas Nusantara sebagai perekat Bangsa, sebagai Maha Karya tanpa Nama, menurut Soekarno di saat mengutarakan Pancasila302: Aku tidak mentjipta Pantja Sila saudara-saudara, sebab sesuatu dasar Negara tjiptaan tidak akan tahan lama. Ini adalah satu adjaran jang dari mula-mulanja kupegang teguh. Djikalau engkau hendak mengadakan dasar untuk sesuatu Negara, dasar untuk sesuatu wadah – djangan bikin sendiri, jangan anggit sendiri, Soekarno. Apa Sebab Negara Republik Indonesia Berdasarkan Pantja-Sila? ? Amanat Presiden Soekarno dalam Kongres Rakjat Djawa Timur 24 September 1955 di Soerabaja. Jakarta: Kementrian Penerangan RI, 1955, hal.17. 302
131
djangan karang sendiri. Selamilah se-dalam-dalamnja lautan dari pada Sedjarah. Gali sedalam-dalamnja bumi dari pada sedjarah! Aku melihat masjarakat Indonesia, sedjarah rakjat Indonesia. Dan aku menggali lima mutiara jang terbenam didalamnja, jang tadinja lima mutiara itu tjemerlang, tetapi oleh karena pendjadjahan asing jang 350 tahun lamanja, terbenam kembali di dalam bumi bangsa Indonesia ini.
Idealisasi Soekarno tentang watak khas Bangsa Indonesia melalui butir-butir Pancasila dianggap penting untuk disertakan dalam Lambang Negara. Merupakan realitas yang melampaui regalia Dinasti Mataram yang hanya melambangkan sifat wajib Sang Raja melalui simbol sembilan ragam satwa unggas. Sekalipun Dinasti Mataram juga mengenal Hasta Brata sebagai Delapan Keutamaan laku/ watak merujuk sifat alam303 yang terkandung dalam Serat Aji Pamasa karya Rangga Warsita; 1) Watak Matahari, sebagai pemberi daya hidup Bangsanya, 2) Watak Bulan, yang menerangi kegelapan, 3)Watak Bintang, menjadi petunjuk arah bagi bangsanya, 4) Watak Angin, memberi kelapangan, 5) Watak Mendung, tindakannya harus memberi manfaat, 6) Watak Api, bertindak tegas, dan adil, 7) Watak Samudra, mempunyai pandangan yang luas. 8) Watak Bumi, memberi anugerah kepadapun yang telah berjasa. Bila gesture Garuda Pancasila dipersandingkan ikon serupa yaitu Elang Rajawali Aquila gubahan Julius Caesar di Roma menunjukkan perbedaan. Elang Aquila sebagai simbol legiun, tampil bagai sosok statik mengepakkan sayap yang menoleh ke kanan, menunjukkan sikap burung yang sedang ‗beristirahat‘. Sosok Elang Swastika di masa Hitler di Jerman, sedang menoleh ke kiri304. Berlainan sosok kejantanan Elang Negara Amerika. Ki Ageng Subagyo DW dalam Udhar_http://susub.blogspot.com/2009/01/ajaran-hasta-bratadalam-serat-aji.html_1Oktober 2011. 304 Pustaka terkait Elang di lokasi strategis di Jerman: Peter Adam.Art of The Third Reich.New York: Harry N Abrams Inc.1995, hal. 27, 28, 87, 94,132, 133, 188, 210, 235, 245, 246, 249, 258, 264, 269, 274. 303
132
Garuda Pancasila tampil bagaikan ‗sedang terbang‘ dengan keelokan sayapnya seraya menoleh ke kanan dengan paruhnya terbuka seolah sedang berkatakata. Kedua kakinya mencengkeram sehelai pita berisi slogan persatuan Bhinneka Tunggal Ika. Garuda Pancasila tampil ‗lebih hidup‘, bukan saja menggambarkan keperkasaan, ketangkasan, ketangguhan satwa sebagai pengikat keberagaman. Idealisasi Soekarno tentang elang rajawali305 telah melampaui regalia Dinasti Mataram yang hanya mempertunjukkan keutamaan sifat Sang Penguasa, sementara itu Garuda berperisai Pancasila itu ditujukan sifat wajib insan Indonesia, termasuk Penguasanya.Ikon Garuda Pancasila dalam gesture dinamis itu mengandung dua makna sebagai Lambang Negara dan jiwa ideal Bangsa melalui butir-butir Pancasila.Garuda Pancasila bagai setangkup Jiwa dan Raga sosok Bangsa Indonesia yang tidak dipertunjukkan mancanegara. Garuda Pancasila, ikon wilayah kepulauan, ikon padma dan wijayakusuma menjadi karya seni logam kuningan terbesar sebagai kolaborasi dengan seniman dengan seniman ‗manca‘306. DIMANAKAH SANG SAKA DI TUGU NASIONAL? Ketika keempat sisi Ruang Kemerdekaan terlintasi, ada atribut yang tidak tampak: Sang Saka Merah Putih. Dimanakah dia? Bukankah Soekarno telah mengamanahkannya untuk ditempatkan di Tugu Nasional 307 sesuai kutipan :
Soekarno mendeskripsikan keinginan penyimpanan Bendera Pusaka dan Teks Proklamasi di Tugu Nasional, 27 Juni 1960. 306 Tugu Nasional.Laporan Pembanguan 1961-1978.Jakarta: Pelaksana Pembina Tugu Nasional.1997, hal. 56. 307 Soekarno, 27 Juni 1960, hal. 4. 305
133
Hendaknya Bendera Pusaka ini disimpan didalam Tugu Nasional. Didalam satu almari jang terbuat dari perunggu pula, dibelakang katja jang tebal sehingga tiap hari bisa dilihat oleh semua orang seperti misalnja di Moskow orang setiap hari bisa melihat djenazah dari Lenin dan Stalin, atau dikota Sofia orang bisa melihat djenazah dari Georgi Dimitrov. Buka kita harus memberhalakan Bendera Pusaka ini, tidak, tetapi pantaslah Bendera Pusaka ini kita muliakan dan kita beri tempat sedemikian rupa sehingga benar-benar menjadi satu kenangan bagi seluruh rakjat Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 buat pertama kali mengibarkan bendera inilah sebagai tanda kemerdekaan.
Ketidakhadiran Sang Saka Merah Putih di Ruang Kemerdekaan dikarenakan oleh tertundanya pelaksanaan pemindahannya dari Istana Jakarta. Sedianya Pemprov DKI Jakarta melaksanakannya 20 Mei 2007308 dan urung terlaksana hingga kini. Mengapa Sang Saka ‗baru akan dilaksanakan‘ setelah 32 tahun Tugu Nasional dibuka untuk umum?
Pertanyaan itu terjawab saat
ditemukan gambar denah Ruang Kemerdekaan sebagai arsip Dinas Tata Bangunan Departemen PU, serta memoar dan dokumentasi pribadi Soedarsono tentang perubahan penempatan atribut kemerdekaan. Melalui denah itu, terlihat penggantian peran bidang di sisi Barat yang sedianya bagi Sang Saka digantikan untuk salinan Teks Proklamasi309: Isi di dalam Ruang Tenang sebagai wadah penyimpanan benda bersejarah seperti atribut-atribut yang mengawali Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Pada dinding Badan Tugu bersegi empat digambarkan mulai dari bagian Timur dengan artinya: maka dibuatlah satuan-satuan aksara dari bahan yang tahan berabad-abad dipasang pada dinding pertama sebelah Timur. 308Pada
sisi Utara di Ruang Kemerdekaan terdapat sebuah vitrin – kaca pajang yang dipersiapkan oleh Pemprov DKI Jakarta sejak 2007 sebagai tempat Sang Saka Merah Putih. Karena sesuatu hal, rencana tersebut belum terlaksana hingga penelitian ini berlangsung. 309Pengutaraan Arsitek Soedarsono dalam Salam, Solichin. Tugu Nasional dan Soedarsono.Jakarta: Kuningmas.1989, hal. 28.
134
Simbolik arah dari mana matahari mulai bersinar. Sambil duduk di – amphitheater dengan hening membaca naskah Proklamasi di dinding, dibawalah kita merenung sejenak peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah Kemerdekaan Bangsa Indonesia pada 17 Agustus1945 dengan segala pengorbanannya. Kemudian dinding sebelah Utara memperlihatkan wilayah Republik Indonesia yang diproklamasikan. Di bagian Barat dibuatlah tempat yang terhormat untuk menyimpan Bendera Pusaka Sang Merah Putih sampai akhir jaman. Di bagian Selatan dipasanglah lambang Negara Republik Indonesia dengan falsafah Pancasila dalam bentuk Garuda Bhinneka Tunggal Ika.
Di sisi Barat, terlihat rongga hampa udara yang menyatu dengan struktur Badan Tugu sebagai penyimpan Kotak Kaca yang kini mewadahi salinan Teks Proklamasi. Mengapa demikian? Merujuk memoir Bambang Widjanarko310, menjelang 17 Agustus 1967 dirinya didatangi Kolonel Tjokropranolo asisten senior Presiden Soeharto, memintanya membujuk Soekarno agar menyerahkan Bendera Pusaka untuk Pengibaran Bendera Pusaka 17 Agustus 1967. Bambang311 berhasil membujuk Soekarno dengan menghadirkan Panglima ABRI untuk mendampinginya menuju Jakarta. Seraya mengutarakan rencana pembangunan Kota Jakarta, Soekarno mengarahkan ke Tugu Nasional dan menunjuk suatu bilik : ―Disinilah Bendera Pusaka aku simpan. Terimalah dan kibarkanlah pada tanggal 17 Agustus nanti.‖ Ternyata Sang Saka hanya sekali dikibarkan di masa Soeharto yaitu 17 Agustus 1967312, digantikan duplikatnya dari sutera alam Indonesia313. Dalam Bapakku, Kawanku, Guruku314 menangkap romantisme Soekarno terhadap Sang Saka: Widjanarko, Bambang.Sewindu Dekat Bung Karno.Jakarta: PT Gramedia.1988, hal. 197. Ibid., hal. 198. 312 Intisari edisi Agustus 1988 ―Suka Duka Mempersiapkan Duplikat Bendera Pusaka‖. 313 Kompas. ―Sang Saka Pusaka Tak Dikibarkan‖ tanggal 12 Agustus 1968. 314 Soekarno, Guntur. Bapakku, Kawanku, Guruku 314 .Jakarta:PT Dela Rohita, 1977, hal. 106. 310 311
135
Ketika Bapak hendak membuka kotak bendera, suasana kurasakan menjadi hening sekali dan wajah Bapak tampak berubah kemerah-merahan menahan emosi dengan mata yang berkaca-kaca. Mula-mula kain kuning penutup kotak yang diangkat, dan diletakkannya di samping kotak; dari ujung korsi panjang akupun menggeser dudukku mendekati Bapak karena ingin melihat bendera pusaka Republik Indonesia dari dekat sebelum ia mengangkasa pada tanggal 17 Agustus. Sambil mengucapkan Bismillahirrachmanir rachim,..Bapak kemudian memasukkan anak kunci ke dalam lubangnya dan membukanya. Ketika kotak sudah dibuka terlihatlah sebuah bendera merah putih yang sudah tua terlipat rapih di dalam kotak dengan warna yang sudah luntur. ..
Diceriterakan pula oleh Guntur tentang cara Soekarno menyimpan Sang Saka: Bendera pusaka sejak zaman Yogya selalu disimpan oleh Bapak di dalam sebuah kotak kayu berukiran dengan ukuran kurang lebih 30 x 40 cm; dan diletakkan di lemari pakaiannya bagian sebelah kiri di sudut paling atas atau kadang-kadang juga diletakkan di dalam lemari benda-benda pusaka hadiah-hadiah dari pelbagai kalangan yang terletak di sebelah kanan tempat tidur Bapak, bila kita menghadap ke tempat tidur itu. Di atasnya ditutupi dengan kain kuning emas warna kepresidenan.
Cara Soekarno memuliakan Sang Saka menunjukkan kecintaan dan penghormatan menyerupai cara-cara memperlakukan azimat. Terlebih di saat Soekarno diperintahkan untuk segera meninggalkan Istana Bogor sebelum 16 Agustus 1967, tak tercatat benda-benda berharga menyertainya, kecuali Sang Saka yang digulung di dalam kertas koran. Merujuk Maulwi Saelan315 dalam Dari Revolusi ‘45 sampai Kudeta ‘66. Kesaksian Wakil Komandan Tjakrabirawa:
315Saelan,
Maulwi. Dari Revolusi ‘45 sampai Kudeta ‘66. Kesaksian Wakil Komandan Tjakrabirawa. Jakarta: Yayasan Haki Bangsa. 2001, hal. 239.
136
Bung Karno meninggalkan Istana sebelum 16 Agustus 1967, keluar hanya dengan memakai celana piyama warna krem dan kaos oblong cap cabe. Baju pijamanya disampirkan di pundak, memakai sandal cap Bata yang sudah using, Tangan kanannya memegang kertas Koran yang digulung agak besar, isinya Bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih.
Peng-Agung-an Soekarno kepada Sang Saka tidaklah keliru. Di saat dirinya tidak lagi menjadi Penguasa, Sang Saka sebagai aura kepemimpinanya dan menjadikannya sebagai Pusaka yang dikultuskan. Peng-Agung-an dan pengkultusan Sang Saka juga ditunjukkan pada peristiwa Agresi Militer 1948 ketika dirinya harus meninggalkan Yogyakarta menuju pembuangan Bangka. Kepada Moetahar316 Soekarno memerintah pengamanan Sang Saka : Mutahar terdiam. Ia memejamkan matanya dan berdoa. Di sekeliling kami bom berjatuhan. Tentara Belanda terus mengalir melalui setiap jalanan kota. Tanggung-jawabnya sungguh berat. Akhirnya ia memecahkan kesulitan ini dengan mencabut benang jahitan yang memisahkan kedua belahan dari bendera itu. Bagian yang putih disembunyikan di dalam bajunya. Bagian yang merah di dalam tas pakaian.
Ketiadaan Sang Saka di Tugu Nasional yang digantikan Teks Proklamasi menjadi sebanyak tiga tempat; a) Di sisi Timur, tulisan Teks Proklamasi, b) Di sisi Barat, salinan Teks Proklamasi dan rekaman suara Soekarno membacakan Teks Proklamasi dianggap berlebih-lebihan karena ketiganya merupakan ―teks‖ setema. Tampak bagaikan peng-Abadi-an diri terhadap pemilik nama Soekarno-Hatta. Sang Saka yang telah melekat sebagai ‗aura kekuasaan‘ Soekarno ingin dimuliakannya di Tugu Nasional.
316
Adams, Cindy. Ibid., hal. 389.
137
Penguasa berikutnya, Soeharto besar kemungkinan berkeberatan bila kultus Sang Saka yang melekat pada Soekarno dipertunjukkan pada khalayak karena akan mengkhawatirkan eksistensinya. Sehingga pemindahan Sang Saka di Tugu Nasional ‗ditangguhkan‘ sebagai upaya meniadakan Suryo Kembar atau Dualisme Kepemimpinan dalam Negara. Urungnya pemindahan Sang Saka menunjukkan ketidaktaatan Soeharto terhadap gagasan awal Soekarno. Situasi itu justru memperkokoh ‗ruang keterkenangan‘ khalayak terhadap Soekarno. Tindakan itu, justru memperkuat adanya spectre Soekarno sebagai ‗metafisik kehadiran‘. Ketiadaan Sang Saka di Ruang Kemerdekaan, dan penggantian nyanyian pengiringnya ―Indonesia Raya‖317 dengan lagu ―Padamu Negeri‖ menjadikan Tugu Nasional kurang ideal. Apalagi ketidakhadiran Bendera dalam suatu Negara yang secara filosofis merepresentasi lambang kedaulatan Negara.
Situasi ini, merupkan sebuah pengingkaran terhadap
rancangan awal Tugu Nasional sebagai penyimpanan Sang Saka. Keusangan Sang Saka bukanlah argumentasi, bahkan keusangan itu justru menggugah romantisme karena kandungan peristiwa penting yang menyertainya. Namun, bilamana kelak Sang Saka benar-benar disemayamkan di Tugu Nasional terlebih dahulu harus dilalui sebuah kajian serius untuk menengarai keasliannya, yaitu dengan mencermati ‗jejak‘ akibat peristiwa Yogyakarta 1948 di saat penyelamatan Sang Saka oleh Moetahar , ketika diperintahkan oleh Soekarno. Moetahar telah memisahkan dan menyatukan kembali kedua helai Sang Saka demi keamanan kedaulatan Negara318.
317
Periksa. Urutan Kronologis Pelaksanaan Pekerjaan Proyek Pembangunan Tugu Nasional oleh Team Studi Teknis Pendahuluan Proyek Pemugaran Monumen Nasional 1982, hal. 32 Lagu yang disuarakan di Ruang Kemerdekaan adalah ―Indonesia Raya‖. 318 Adams, Cindy. Ibid., hal. 389.
138
Jejak yang berupa sobekan sebesar 12 x 42 centimeter pada ujung putih, dan 15 x 47 centimeter pada ujung merah, serta luka akibat lipatan dan warna memudar di sekitarnya. Romantisme penyelamatan Sang Saka oleh Moetahar sempat menjadi tayangan video dokumenter yang mengharukan yang tampil sebagai tema social marketing PT. Bank Mandiri menjelang 17 Agustus 2011. Mengapa Sang Saka penting untuk dihadirkan di Tugu Nasional? Karena sejatinya Tugu Nasional dan Sang Saka merupakan kesatuan Raga dan Jiwa Negara Republik Indonesia. KAWASAN SEBAGAI OBJEK PENERIMA MUATAN Selain kesesuaian pancaran imajiner di Kawasan Tugu Nasional dengan Nawa Sanga tergambarkan pada Rencana Induk Kota Jakarta 1965 – 1985319. Sebuah lingkaran imajiner konsentris radius 15 kilometer dari Tugu Nasional, berperan sebagai pusat pengembangan kota sejak dikukuhkan sebagai Ibukota Negara sejak 22 Juni 1964. Peran Soekarno dalam Jakarta City Planning terjadi sejak 1957 ketika Rencana Kota Jakarta masih berupa Out Line Plan. ―Teks‖ Rencana Induk Kota Jakarta 1965-1985 dengan karakter Density Ring sebagai pola kawasan memiliki keunggulan serta kelemahan. Keunggulan terletak pada terwujudnya peradaban yang memusat, memberikan tempat penting pada ‗Apa‘ di pusat. Dimuliakan melalui ‗jarak‘ sebagai ‗pengantar skala‘ untuk menampilkannya sebagai pusat orientasi. Kelemahannya pada ketidakseimbangan kepadatan bangunan akibat jarak yang tidak sama antar ring terhadap titik sentralnya, yaitu jarak R1, R2, R3 dan seterusnya hanya mempertimbangkan idealistik namun mengabaikan efisiensi. Rachman, Erlita (ed). Jakarta 50 Tahun Kemerdekaan Dalam Pengembangan Dan Penataan Kota. Jakarta: Dinas Tata Kota Pemda DKI Jakarta, 1995. 319
139
Density Rings ditujukan mengeskspresikan aspek kemegahan dan sentralistik Penguasa selaras sikap politik sentralistik Soekarno. Penasbihan Kota Jakarta sebagai Ibukota Negara dan Pusat Pemerintahan menjadi bukti sikap tersebut320 menunjuk peran Tugu Nasional sebagai representasi karakteristi Khora refeleksi ibu-perawat yang feminine sebagai ‗metaphoric mother‘. Sejak Proklamasi 1945, Indonesia belum memiliki Ibukota Negara secara definitif. Terpicu oleh desakan para Duta Besar Negara lain yang menginginkan lokasi berdirinya Gedung Kedutaan Besar sebagai perwakilannya di Indonesia, Soekarno kemudian menjajaki berbagai usulan kota sebagai Ibukota Negara. Antara lain; Kota Malang, lokasi di dekat Danau Toba, Palangka Raya, Magelang, Bandung dan Bogor321 kemudian Jakarta diputuskan sebagai Ibukota Negara karena dinilai oleh Soekarno memiliki keutamaan peran sebagai tempat penting dalam sejarah perjuangan Indonesia. Berbagai peristiwa bersejarah berlangsung di Jakarta, sejak Kebangkitan Nasional, Budi Utomo pada 1908, Sumpah Pemuda 1928, serta Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 1945. Penentuan Jakarta sebagai Ibukota bukan alasan historis semata, tetapi dikarenakan jejak keruangan tinggalan Kemaharajaan yang pantas sebagai ‗perayaaan‘ terhapusnya kolonialisme oleh Soekarno, meski terjadi beberapa kali pemindahan Ibukota sekitar 1945-1950 dari Jakarta ke Yogyakarta, Bukittinggi sebelum dipindahkan lagi ke Jakarta. Kota Palangkaraya dijajaki sebagai Ibukota Negara sempat ditengarai pemancangan tiang di tengah Pahandut 1957.
320Proses
penentuan Ibukota sangat panjang yang berujung pada 22 Juni 1964 pada Hari Ulang Tahun Jakarta ke-435. 321Simak Pidato PJM Presiden Sukarno Pada Peringatan UlangTahun ke-435 Kota Djakarta di gedung Olahraga, Djakarta, Pada Tanggal 22 Djuni 1962.
140
Pada masa Soeharto-pun wacana pemindahan Ibukota ke Jonggol terjadi. Isu pemindahan Ibukota merupakan kelaziman sejak Dinasti Mataram, masa Kolonial, dan di alam Republik. Penyebab wacana pemindahan Ibukota Negara ke luar wilayah Jakarta dipicu oleh beberapa faktor; 1) Kota Jakarta yang rawan banjir, 2) Kota Jakarta sesak kemacetan jalan, 3) Arus urbanisasi, 4) Kota Jakarta mengalami inefisiensi akibat pemusatan pusat pemerintahan dan bisnis. Andai saja pola density ring ditaati dengan membebaskan radius 15 kilometer dari Tugu Nasional, inefisiensi dimungkinkan akan tertanggulangi. Wacana sejumlah alternatif Ibukota Negara, tampaknya tidak mampu mengalahkan eksistensi Kota Jakarta. Dikarenakan kompleksitas kesejarahan yang terkandung di dalamnya, sekaligus infrastruktur yang telah dimilikinya menjadikan Jakarta yang tidak mampu diungguli oleh Kota manapun di Indonesia. Ke-Agung-an Jakarta sebagai Ibukota Negara hanya akan terjadi melalui cara merevitalisasi Jejak Peradabannya dengan kesungguhan dan kearifan melampaui apa yang telah dilakukan Soekarno.
Keperpihakan
Soekarno terhadap Kota Jakarta sebagai Ibukota Negara menunjukkan sifat Khora yang bersepadan sebagai ‗ruang‘ dalam arti tempat, lokasi, wilayah, area yang luas/country. TUGU NASIONAL SEBAGAI OBJEK PEMBAWA TANDA Rancangan Tugu Nasional melewati proses kreatif setelah Soekaro melakukan perjalanan keliling mancanegara. Menyaksikan piramid di Mesir, obelisk di Washington DC, patung Liberty di Amerika, Menara Eifel di Paris, Lomonosov di Moskow, Patung Yesus Kristus di Rio de Jainero. Perjalanan Soekarno ke beberapa kota
mancanegara telah memperkaya khasanah
Soekarno dalam menggagas ide form monumen yang skala gigantis. 141
Bahkan penentuan ketinggian Tugu Nasional-pun didahului dengan memastikan terlebih dahulu ketinggian Patung Liberty di Amerika Serikat322 yang ditujukan agar sosok Tugu Nasional dapat disaksikan dalam jarak 20-30 kilometer jauhnya323, sehingga membutuhkan keleluasaan bagi jarak pandang ideal terhadap Tugu Nasional agar menjadi karya yang―ter‖: tertinggi dan terbesar sebagai ekspresi hasrat kesetaraan internasional. Di saat perancangan Tugu Nasional berlangsung, di Rusia sedang marak oleh gaya seni advand-garde sebagai karya seniman kiri - left artists yang menentang totalitarianism. Merujuk Igor Golomstock dalam Totalitarian Art324 sebagai gaya seni yang mengabdi ideologi Sang Penguasa, dan berperan sebagai alat perjuangan di masa Socialist Realism325 yang dirintis Joseph Stalin. Doktrin bernegara sekaligus pengatur laku berkesenian itu diunduh dari Theory of Reflection Marxist . Hanya ada penilaian sastra dan gaya seni yang disebut seni indah (beautiful) dan seni buruk (ugly)326. Menurut aliran Sosialisme-Realis, keindahan tidak hanya dalam ukuran, dalam kehidupan dan keragaman, tetapi juga pada kesatuannya. Setiap pikiran kreatif memancarkan ronanya dan penciptaan memiliki suara sendiri, Tanah Air (Soviet) akan berdiri sebagai musik yang terkatakan indah, semua suara berbaur bersama secara harmonis, Dokumen Surat Kawat dari Kedutaan Besar Amerika kepada Soekarno yang menyebutkan ketinggian patung Liberty. 323 Soekarno.Pidato PJM Presiden Sukarno Pada Peringatan UlangTahun ke-435 Kota Djakarta di gedung Olahraga, Djakarta, Pada Tanggal 22 Djuni 1962. 324Golomstock, Igor.Totalitarian Art. In the Soviet Union, the Third Reich, Fascist Italy, and The People‘s Republic of China. London: Collins Harvill, 1990, page xiii. Simak juga Benjamin, Andrew. Art, Mimesis and The Advant-Garde: Aspect of a philosophy of difference. London and New York: Routledge. 1991. 325Socialist Realism berkembang sebagai basis ideologi komunisme yang mengangkat utopia Marxist. Berkembang pesat terutama di Rusia. Periksa A World of Prettiness. Socialst Realism and Its Aesthetics Catagories dalam Thomas Lahusen and Evgeny Dobrenko (ed). Socialist Realism Without Shores. London: Duke University Press.1997, hal. 51. 326 Ibid., hal. 70. 322
142
disertai gerakan invisiable tidak satu barispun dan tidak satu warnapun akan mengusik mata. Hal itu terjadi adanya desain tunggal yang indah yang membimbing insan Soviet dalam merancang. Jejak gaya seni Sosialisme-Realis tampak mengilhami Soekarno berkat kedekatannya dengan Perdana Menteri Nikita Khrushchev dan Wakilnya Anastas Mikoyan Penguasa Soviet masa itu. Sejumlah kunjungan ke Moskow Soekarno327 memberi kesempatan kepada Soekarno menikmati secara langsung karya seni lukis dan seni patung di Museum Seni Lukis Tretyakovskaya, Museum L' Hermitage, pagelaran Sirkus dan Ballet dan Mausoleum Lenin dan Stalin, serta stadion Pachtakor dan Stadion Central Lenin atau Luzhniki yang berkapasitas 78.360 kursi yang menyerupai rancangan Stadion Gelora Bung Karno tahun 1958. Pemerintah Rusia menghadiahkan Soekarno lukisan karya pelukis Rusia Makowski ―Upacara Perkawinan Rusia‖ dan ―Pesta Dewa Anggur keduanya dipajang di Istana Bogor. Gaya patung realis Pekerja dan Wanita Kolkhoz tampak mengilhami Soekarno saat menyiapkan patung Selamat Datang. Sepasang patung karya Vera Mukina328 memiliki kesamaan gesture dengan patung Selamat Datang karya Edhi Sunarso. Keduanya tampil sebagai sepasang generasi muda. Patung Pekerja dan Wanita Kolkhoz tampil mengangkat tangan memegang alat palu dan arit, sedangkan patung Selamat Datang sedang mengangkat setangkai bunga. Patung di Moskow menggunakan titanium dengan sosok idealistik Yunani. Karya Edhi Sunarso dari logam perunggu dengan sosok gaya dan wajah ndeso –wajah tipikal khas desa yang justru mewakili ke-Indonesia-an. Kebaruan teknologi logam serta besarnya dimensi patung yang diminta Soekarno sempat menciutkan hati Edhi Sunarso. 327Buku
laporan Kunjungan Presiden Republik Indonesia Soekarno ke Sowjet Uni.Moskow : Penerbit Seni Lukis Negeri. 1956. 328 Patung ini sempat dipajang di International Exposition di Paris 1937.
143
Akan tetapi Soekarno telah melapangkan jalan baginya mengawali peradaban baru seni patung realis berbahan logam dengan skala gigantis. Setelah patung Selamat Datang, seniman Edhi Sunarso menggubah Patung Pembebasan Irian Barat329 dan Patung Dirgantara.Pengaruh Sosialisme Realis di Soviet berupa pengabadian Sang Pemimpin melalui Mauseleum - arsitektur makam tampak mengilhami Soekarno sebagai cara-cara mengabadikan artifak Sang Saka Merah Putih330 di Tugu Nasional. Bahkan hingga karya ini usai belum terlaksana. Jejak gaya seni di Tugu Nasional lainnya berupa seni lukis gaya mooi indie - Hindia Elok sebagai latar panorama diorama di Museum Sejarah Nasional. Diorama merupakan kemajuan di bidang seni rupa tri-dimensional sebagai kolaborasi seniman dan sejarawan. Karya seni kria, berupa seni ukir seni ukir di atas kayu serta di atas logam perunggu di Tugu Nasional menunjukkan keberagaman gaya seni sebagai idealisasi keelokan karya khas Indonesia, yang juga merambah sebagai ornamen Hotel Indonesia Group: Hotel Indonesia, Samudera Beach, Ambarukmo di Yogyakarta dan Bali Beach di Bali. Satu ciri Sosialisme Realis ditujukan pengkultusan Sang Penguasa. Karya serupa itu disaksikan melalui empat buah relief batu andesit karya Harijadi Sumodidjojo: 1) Pesta Pura di Bali di dinding Hotel Indonesia seluas 68 meter persegi, dengan tulisan: Dipersembahkan kepada PJM Presiden Indonesia/Pemimpin Besar Revolusi Dr. Ir. Soekarno dan seluruh bangsa Indonesia jang tertjinta331 .2) Ombak Sepanjang Pantai di Hotel Samudera Beach332 3) Untung Rugi di Lereng Merapi di Hotel Ambarukmo Palace Yogyakarta333 dengan tulisan: Soekarno.Pidato PJM Presiden Sukarno Pada Peresmian ‗Monument Irian Barat‖ di Lapangan Banteng, Djakarta, 18 Agustus 1963. 330 Soekarno, 27 Djuni, 1960, hal. 4. 331 Pengamatan langsung di Hotel Indonesia-Kempinski Jakarta, 2010. 332 Pengamatan langsung di Hotel Samudera Beach di Pelabuhan Ratu, 2001. 333 Pengamatan langsung di Hotel Ambarukmo Palacedi Yogyakarta, 2010. 329
144
Dipersembahkan Kepada Bung Karno Seniman Adiluhung jang Menjediakan Lapangan Luas Lebar bagi Seniman Pedjoang untuk Mentjurahkan Bhaktinya. 4) Indonesia yang Akan Datang di Hotel Bali Beach334 melukiskan Soekarno di pusat relief sepanjang + 30 meter.Relief modern diawali tahun 1957 sebagai relief beton di Bandara Kemayoran oleh tiga seniman; 1) Manusia di Indonesia oleh S Sudjojono, 2) Flora dan Fauna Indonesia oleh Harijadi, 3) Legenda Sangkuriang Surono335
oleh
dan sejumlah karya seni Realisme Sosialis di Hotel Indonesia-Kempinski
; 1) Patung perunggu Dewi Sri karya Trubus, 2) Lukisan semi-relief warna Wanita-wanita Indonesia Terbang ke Angkasa karya Surono 2) Lukisan realis Satwa Indonesia karya Lee Man Fong, 3) Lukisan mozaik Penari Tradisional Indonesia karya G Dharta
4) Relief kayu bertema persawahan di Ball Room Hotel
Indonesia.Keberagaman gaya seni kria untuk mempercantik bangunan menyerupai Taman Sari bersesuaian ideologi politik Soekarno yang sedang mengalami ketegangan akibat beragaman ideologi yang ingin dipadukan; Nasakom-Nasionalisne-Agama-Komunis sedang digencarkannya. Tindakan Soekarno menyerupai eklektisme336 dalam pandangan postmodernism yang memadukan ragam seni kria tradisi ke dalam Arsitektur Modern. Apresiasi Arsitektur Modern sejatinya mengabaikan ornamen, justru dirayakan oleh Soekarno dengan keragaman seni kria tradisi dan menjadi berkah manakala setiap karya seni yang tergubah telah menyejarah, dan menjadi masterpiece karena setiap karya adalah satu-satunya yang diperuntukkan bagi Penguasa.
Pengamatan langsung di Hotel Bali Beach, 2009. Dok.Pribadi Santu Wirono Harijadi, Jakarta 2004. Simak Harijadi & Mural Batavia dalam Tempo 10 April 2011 hal. 61-66. 336 Gaya eklektisme sebagai pencampuran beberapa aliran gaya yang menonjol 334 335
145
Keberanian Soekarno menampilkan seni kria bersanding dengan Arsitektur Modern, bukan inkonsintesi terhadap mashab, justru sebagai tindakan meneguhkan lokalitas ke-Indonesia-an yang belum terpikirkan masa itu. Termasuk gagasan IPTEK yang bersandar rasionalitas dan riset yang direprsentasi oleh Reaktor Nuklir337, Herbarium338, Planetarium339, Pabrik Listrik Tenaga Uap340 serta pendirian Kampus-Kampus. Soekarno menyadari situasi yang kurang kondusif disaat mengawali kemajuan IPTEK. Soekarno menghapus nuansa tradisi yang membelenggu masyarakat Indonesia341: …Djanganlah lagi mengadakan kontes-kontes perkutut, adu suara perkutut; sebab akibat mental kepada kita djahat sekali. Bahwa rakjat berdjiwa perkutut-isme. Ja dengan rasa ajem meteti burung perkutut sambil minum – kata orang Jogja- teh nasgitel, ja panas ja legi, ja kentel. Djiwa jang demikian itu tidak baik bagi bangsa Indonesia jang sekarang ini sedang revolusi. Apalagi revolusi Pantjamuka jang dahsjat dan hebat ini Sehingga sebenarnja tempat ini berisikan satu paradox; pernah dipakai untuk penjabungan burung perkutut, tetapi sekarang djuga menjadi satu tempat Indonesia terbang ke muka; di dalam ―atomic age
Planetarium342 didirikan guna menghilangkan ketahyulan yang masih menyelimuti bangsa melalui edukasi ilmu pengetahuan tentang angkasa. Senarai itu dibangun masjid Baiturrachim343
penanda jaman yang berbasis
kerohanian:
Pidato Soekarno pada Perletakan Batu Pertama Reaktor Atom di Bandung 9 April 1961. Soekarno pada Pemantjangan Tiang Pertama Gedung Herbarium di Bogor, 19 Agustus 1963. 339 Amanat Soekarno pada Pemantjangan Tiang Pertama Planetarium di Tjikini, 9 September 1964. 340 Soekarno. Amanat Presiden. Pemancangan Tiang Pertama Pabrik Listrik Tenaga Uap di Tandjung Priuk, Djakarta, 23 Agustus 1965 341 Pidato Soekarno pada Perletakan Batu Pertama Untuk Reaktor Atom di Bandung 9 April 1961. 342Amanat. Presiden. Pemantjangan Tiang Pertama Gedung Planetarium di Tjikini, 9 September 1964. 343 Amanat Presiden. Upatjara Pembukaan Mesjid Baiturrachim, Djakarta, 3 September 1960. 337 338
146
―Peresmian mesdjid Baiturrachim ini pada hakekatnja suatu permulaan daripada satu djaman, djaman jang baru‖… Masjid Istiqlal merupakan karya Arsitek Kristiani yang taat Federick Silaban setelah memenangkan:344 ―Dulu-dulunya adalah sebuah masjid. VOC menghancurkan masjid itu untuk didirikan sebuah benteng. Itu sebabnya di mukanya didirikan sebuah Katedral. Nah, bekas benteng VOC itu kini saya gempur untuk saya dirikan Masjid Istiqlal. Asal masjid kembali ke masjid. Paling besar, paling megah, paling kampiun di seluruh Asia Tenggara!.
Tindakan Soekarno itu menunjukkan proses memutu kehadiran arsitektur yang semula ‗Ada‘ menjadi ‗Tiada‘ ataupun sebaliknya, menyerupai dekonstruksi dalam arsitektur. Selain masjid, dibangun gereja di Jl. Melawai yang dipercayakan kepada Bambang Wijanarko345. Sikap Soekarno itu menunjukkan harmoni lintas religi, termasuk melestarikan perkumpulan kebatinan yang inti ajarannya samadi dan tafakur, dan bukan klenik346 merefleksi Dualitis Jawa. Simbol rays pada psike Soekarno ditandai oleh daya pesona bagi kehadiran sejumlah wanita dalam kehidupan Soekarno yang mendorong terciptanya karya arsitektur347. Sedikitnya sembilan orang isteri Soekarno yang tak satupun dari etnis sejenis348. Rancangan karya terkait pancaran pesona ini
Dialog Soekarno dengan Menteri Agama Syaifudin Zuhri, harian Merdeka 19 April 1979. Widjanarko, Bambang. Sewindu Dekat Bung Karno.Jakarta: Penerbit Gramedia.1988, h. 53. 346 Pidato Presiden pada Kongres Kebathinan di Gedung Pemuda Djakarta, 17 Juli 1958. 347 Dinasti Mataram di Karaton Surakarta memiliki sejumlah garwa selir Raja disetarakan harem yang disantuni di Keputren dilengkapi taman indah, kolam air, kamar pribadi, dapur, perabot indah serta pasar yang penjualnya wanita berbusana Jawa. Di Kota Alexandria Mesir masih terjejak Istana Montazah sebagai Istana Harem di pinggir pantai, kunjungan 2010. 348 Nama isteri-isteri Soekarno 1) Siti Oetari dari Jawa Timur, 2) Inggit Garnasih seorang Sunda, 3) Fatmawati dari Sumatera, 4) Hartini dari Salatiga, 5) Haryatie dari Sidoarjo, 6) Kartini Manoppo dari Ambon, 7) Ratna Sari Dewi dari Jepang, 8) Yurike Sanger dari Manado dan 9) Heldy Djafar dari Bandung. 344 345
147
berupa karya rumah tinggal, di Jl. Sriwijaya 26 Jakarta349 bagi Fatmawati, paviliun Bayurini di lingkungan Istana Bogor bagi Hartini sebelum memiliki Srihana-Srihani di Jl. A Yani Bogor350dan bagi Hariyatie351 di Slipi, kini menjadi Mall Taman Anggrek, bagi Dewi Soekarno di Wisma Yaso bernuansa Jepang sekarang Museum Satria Mandala Jl. Gatot Subroto Jakarta352. PEMBAWA TANDA ‘JEJAK’ METAPHORIC MOTHER Soekarno sangat menyadari artinya ‗suksesi‘ bagi terwujudnya Jakarta City Planning, terungkap melalui sikap Soekarno bersifat ‗Methaporic Mother‘ di saat memilih Gubernur bagi Ibukota Negara sebagai sosok penerus ‗gagasan‘ ide form arsitekturalnya, yang bukan berasal dari keturunannya, bahkan bukan di lingkungan pemerintahan, sikapnya menyerupai Sri Kresna ketika hendak melepas Tahta dan Wijayakusuma. Sebelum Soekarno benar-benar memudar kekuasaannya, tepatnya 28 April 1966 Soekarno melantik Ali Sadikin.Perwira KKO yang dinilainya kopig – keras kepala sebagai Gubernur Jakarta Raya dengan sebentuk harapan353 :
349Menurut
Fatmawati dalam Suka Duka Fatmawati Sukarno. Jakarta:Yayasan Bung Karno.2008, rumah Jl.Sriwijaya dibangunnya secara diam-diam dengan biaya dari Ayahnya, Soekarno mengakui tidak pernah menceraikan Fatmawati sekalipun dirinya memilih keluar dari Istana dan tinggal di Jl. Sriwijaya sejak Soekarno memutuskan menikahi Hartini. 350 Berdasar peninjauan lokasi ke Jl Ahyani Bogor 2001, serta penuturan Keluarga Hartini. 351Hariyatie.The Hidden Story.Hari-hari Bersama Bung Karno 1963-1967.Jakarta:PT GramediaWidiasarana Indonesia. 2001, hal. 33. 352 Peninjauan lokasi ke ex. Wisma Yaso sekarang Museum Satria Mandala 2001, dan 2009. 353 Soekarno. Amanat PJM Presiden Sukarno Pada Pelantikan/Penyumpahan Mayor Jenderal KKO Ali Sadikin Menjadi Gubernur /Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya, Istana Negara, Jakarta, 28 April 1966 dalam Messias.Revolusi Belum Selesai Jilid 2. Semarang: Messias.2003, hal. 114 - 122.
148
Cita-citaku mengenai kota Jakarta sekarang akan saya supplant –tanamkan kepadamu, supplant sebagian daripada aku punya kalbu ini seperti saya iris, saya masukkan ke dalam kalbumu, Ali Sadikin. Itu bukan pekerjaan yang gampang memenuhi cita-cita yang besar, bukan pekerjaan gampang. Tetapi Insya Allah SWT. Doe je best agar engkau dalam memegang kegubernuran Jakarta Raya ini benar-benar juga sekian tahun lagi masih orang mengingat, die heft Ali Sadikin gedaan, inilah perbuatan Ali Sadikin. Bismillah, mulailah engkau punya pekerjaan.
Ali Sadikin sebagai Gubernur Djakarta Raya 1966-1977354 dipandang sebagai Penerus Tahta Soekarno bagi berlangsungnya gagasan Jakarta City Planning dari Soekarno. Ali Sadikin mengemban impian Soekarno sesuatu yang abadi, tidak dapat dihancurkan, penyedia posisi yang hadir untuk being, bisa ditangkap indra, sulit dipercaya, seperti mimpi dan harus ada di suatu tempat atau ‗ruang‘ dalam hal yang bertautan dengan Kota Jakarta. Sepotong pepatah : ―the Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely. Great men are almost always bad men dari Lord Acton agaknya terbukti. Kekuasaan cenderung korup dan kekuasaan mutlak menghasilkan korup secara mutlak. Di saat kekuasaan mutlak dimiliki Soekarno, Sang Pembangun Agung, Panglima Besar Revolusi dengan 26 gelar Doctor Honoris Causa hingga ditetapkan dirinya sebagai Presiden Seumur Hidup oleh MPRS justru memicu kejatuhannya usai G30S PKI Oktober 1965, Soekarno menuai kegetirannya melalui perintah untuk segera keluar dari Istana Bogor menuju rumah penahanannya ke Istana Pribadinya di Batu Tulis Bogor dan Wisma Yaso di Jakarta355.
Simak KH Ramadhan. Memoar: Bang Ali. Demi Jakarta (1966-1977). Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.1993. 355Simak Ramadhan. KH Soeharto: Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya: Otobiografi. Jakarta:1988. 354
149
PERWUJUDAN ‘RUANG’ YANG LUAS/NEGARA Keserupaan konsep Khora sebagai sejumlah tindakan Penguasa sebagai penyedia posisi yang hadir untuk being terkait rancangan ruang bertautan erat dengan padu-padan sebagai refleksi budaya Jawa Kuno yang mudah berasimilasi. Ide form arsitektur Soekarno dijalani sepenuh cinta 356 berselaras dengan tic – cinta, bahkan cenderung meng-agung-kan menyerupai ‗perayaan‘ keberhasilan memiliki Negeri yang Merdeka wujud cita-cita Soekarno Muda melalui teks Indonesia Menggugat dan Mentjapai Indonesia Merdeka357. Ketika benar-benar merdeka, impian mewujud manakala Soekarno dikukuhkan sebagai Penguasa. Ruh ke-Indonesia-an digaungkan melalui kata, kalimat, jargon, metaphor, mitos, simbol, sketsa, ‗gambar angan-angan‘ 358 dan hingga form Tugu Nasional. Bukan saja representasi Kawasan Medan Merdeka melainkan merepresentasi Ke-Indonesia-an dalam arti wilayah sebagai Negara. Ketiadaan sifat fixed khora-pun menggayuti idealisasi Soekarno. Sifat unlimited semiosis gagasan Umberto Eco dan Jacques Derrida membuka terbukanya keragaman tafsir yang tiada pernah purna, serta mustahil mencapai canon359/ penafsiran tunggal.
356Tic
dari kata archeticture dikatakan oleh David Farrel Krell sebagai cinta yang menjiwai desain dalam Archeticture.Ecstacies of Space, Time, and The Human Body. New York: State University of New York Press. 1997, hal. 13. 357 Soekamo."Mentjapai Indonesia Merdeka" Maret 1933 dalam Di Bawah Bendera Revolusi Jilid I, 1965, hal. 286. 358 Asikin Hasan (ed). Dua Senirupa. Sepilihan Tulisan Sanento Yuliman. Jakarta: Penerbit Kalam. 2001, hal. 3. 359Canon penafsiran tunggal melalui proses pemaknaan tanda atau semiosis yang tidak pernah tuntas untuk memperoleh kesepakatan pemaknaan dibidang seni.
150
Kehadiran Tugu Nasional akan terus menerus dimaknai oleh siapapun, berselaras dengan Karl Proper tentang demarkasi yang berpeluang lahirnya kebaruan dalam ilmu pengetahuan melalui Falsifiability 360. Citra Ruang Jawa pada lengkungan Cawan Tugu serupa vinyet atau bayangan
ruang
bagi
orang
yang
menyusup
menyerupai
sedang
bernaung/berteduh di bawah pohon besar menunjukkan sifat khora sebagai sesuatu ‘ruang‘ yang menyerupai rong. ‗Ruang‘ ciptaan Soekarno sebagai penyedia posisi yang hadir untuk being. Sejumlah tindakan kepeduliaan terkait
‗ruang‘
dalam
mewujudkan
Tugu
Nasional
sejak
awal
perancangan, baku mutu, hingga keterlibatannya dalam pelaksanaan yang melampaui kelaziman seorang Presiden. Sifat Khora sebagai metaphoric mother yang mengiringi diri Soekarno dalam terwujudnya keruangan Tugu Nasional sebagai representasi ‗ruang‘ yang luas, yaitu Ruang Negara. Dan berdasar gagasan Alexander361, apresiasi terhadap karya arsitektur wajib diiringi oleh kata kunci atomistic dan fit untuk menggambarkan peran arsitektur sebagai susunan atom-atom di alam semesta, menjadi konstelasi yang tersusun sehingga memiliki kepantasan sebagai karya. Fakta demikian itu layak diberikan kepada Kawasan Tugu Nasional362 karena mengandung ruang-skala-bentuk yang mampu menanggapi lingkungannya363.
360Falsifiability
atau refutability adalah kemungkinan logis bahwa suatu pernyataan dapat bertentangan dengan pengamatan atau hasil dari suatu eksperimen fisik. Sesuatu yang "falsifikasi" tidak berarti itu adalah palsu, melainkan, melalui pengamatan atau percobaan untuk mengatasi konflik itu. Dipopulerkan oleh Karl Popper . 361 Alexander, Christopher. Notes of the Synthesis of Form.Cambridge: Harvard University Press.1964, hal. 15. 362 Snyder, James C. & Catanese, Anthony J. Pengantar Arsitektur, Jakarta: Penerbit Erlangga.1997, hal. 222. 363 Ibid., hal. 194-204.
151
Berdasar dokumentasi Heuken364 selama 1750 - 2007 dibuktikan tiadanya perubahan yang berarti pada ex. Champ de Mars yang kini Lapangan Medan Merdeka itu kecuali adanya Tugu Nasional. Ruang terhamparnya Tugu Nasional tidak terlepas dari pola keruangan yang
memiliki konsep mandala dan axis mundi sebagaimana
rancangan bangunan suci kebudayaan Jawa Kuno. Titik pusat-axis mundi representasi gunung suci Mahameru/ Mandara/Kailasa dan puncak Kutagara sebagai kota para Dewa digubah dalam pola bujur sangkar pada Cawan, dan Tugu dan mahkotanya sebagai sumbu tegak bersesuaian konsep percandian365. Adanya ornamen padma-wijaya kusuma, kala-makara, empat pintu utama, ruang berundak serta pola ‗the center‘ meneguhkan kesesuaian itu. Karya arsitektur Tugu Nasional merupakan re-trospeksi Soekarno atas spirit modernitas pada era 1960-an. ‗Modernitas Soekarno‘ mengandung emotional evoked berupa monad- jiwa terinti dari budaya Jawa Kuno sehingga menjadikan arsitektur Tugu Nasional sebagai genre baru yang memperkaya khasanah Arsitektur Modern khas Indonesia 1960-an. Ungkapan retrospektif itu dibingkai oleh epistemology, eschatology, iconography, mechanism dan organism merujuk pengutaraaan Rowe366.
Heuken SJ, A.Medan Merdeka – Jantung Ibukota RI. Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka. 2008, hal. 29. 365 Acharya, Prasanna Kumar. Indian Architecture According to Manasara-Silpasastra. London: Oxford University Press, 1927dan A Dictionary of Hindu Architecture. London: Oxford University Press, 1927 serta Architecture of Manasara Translated From Original Sanskrit. London: Oxford University Press, 1933, hal. 410 dan 475 The Doorway dan The Central Theatre. 366Rowe, Colin. The Architecture of Good Intentions. Toward a Possible Retrospect. LondonAcademy Editions.1994, hal. 6-7. 364
152
‘CITA-CITA MENGGAPAI BINTANG DI LANGIT’ Dapatlah dimengerti mengapa dimensi Tugu Nasional melampaui ukuran bangunan rata-rata di lingkungannya pada masa kehadirannya 367. Ukurannya menyerupai sosok raksasa menjulang angkasa sekitar 142 meter 368 dengan lebar Cawan sekitar 80 meter di tiap sisinya sehingga Tugu Nasional dikatakan memiliki skala gigantis dan menjadi tertinggi dan terbesar di kawasannya. Pada jarak satu kilometer darinya sosoknya dapat tersaksikan. Menyembul di antara vegetasi di sekelilingnya, yang tampaknya kurang memperoleh perhatian khusus karena telah menutupi sosok Tugu Nasional sebagai satu-satunya artifak yang harus menonjol di antara ruang terbuka dalam konsep kekosongan itu. Skala benda-benda di Tugu Nasional, merepresentasi sifat yang artinya ‗paling‘ atau ‗ter‘; terbesar, tertinggi, terindah, termegah, termulia, terabadi tampak pada ukuran badan Tugu dan Cawan, patung Garuda Pancasila, ukuran Gerbang Kala-Makara, ornamen Padma dan Wijayakusuma, peta kepulauan Indonesia, serta Lidah Api. Gagasan merancang yang ‗ter‘ merefleksi hasrat Soekarno: ―Seluruh rakyat Indonesia jiwanya, hatinya, rohnya, kalbunya, harus menjulang ke langit laksana Tugu Nasional sekarang ini. Bahkan sepuluh kali, seratus kali, seribu kali tingginya Tugu Nasional‖. Ketinggian Tugu Nasional berubah-ubah sesuai keinginan Soekarno.
Saat pembangunan Tugu Nasional satu-satunya highrise building di Indonesia. Pasca deregulasi perbankan 1988, Kota Jakarta menjadi impian Pengembang terutama jalur Kebayoran-Thamrin, sehingga ketinggian Tugu Nasional bukan tertinggi saat ini. 368 Suatu hari ketuka pembangunan Tugu Nasional berlangsung, Soekarno merasa perlu ketinggian Tugu ditambahkan 10 meter lagi. Sehingga ketinggian Tugu Nasioanl yang semula 132 m menjadi 142 m. Periksa Monumen Nasional. Laporan Singkat Pekerjaan Proyek Pembangunan Tugu Nasional 1962-1963. Jakarta: Direksi Pelaksana. Cet.Kedua. 1997. 367
153
Menurut sketsa tangan Arsitek Soedarsono tertera, 1) tinggi Cawan Tugu dari muka tanah adalah 17 meter, 2) Badan Tugu dari Cawan 110 meter, 3) Api Kemerdekaan 17 meter, 4) Lebar Podium 80 meter, 5) Lebar Cawan 45 meter, 6) Dasar Tugu 8 meter dan diujungnya mengecil menjadi 5 meter. Semula rancangan awal ketinggian Tugu Nasional dari muka tanah 128, 70 meter, berubah menjadi 132 meter dan terakhir 142 meter untuk memperoleh kualitas yang ―ter‖ melalui standar antropometrik369 proporsi dan dimensi merujuk ukuran fisiologis manusia. Aspek proksemik terjadi di Terowongan Bawah Tanah berupa jarak di saat melangkahi setiap undakan tangga. Dan di Ruang Kemerdekaan berupa jarak pandang dari amphiteather ke arah dinding pusat. Ruang pribadi ditampakkan pada Museum Sejarah, disaksikan bila posisi tubuh berhadapan secara frontal dengan arah mata memandang sedikit ke bawah pada kotak kaca. Kedudukan ini tidak tergantikan melalui cara lain untuk menyimak adegan demi adegan diorama. Di Ruang Kemerdekaan, hanya dengan sikap tenang menyerupai ruang pribadi, suasana kontemplatif dapat terjadi untuk memfokuskan pemahaman atribut kemerdekaan yang terdapat di keempat dindingnya. Antropomorfis sebagai tindakan pemberian sifat-sifat manusia pada bendabenda, untuk memberi spitit kehidupan. Sosok benda yang seperti di beri ruh terdapat pada sosok patung Pahlawan Diponegoro yang merepresentasi sosok kepahlawan Indonesia. Hal serupa juga terlihat pada Diorama yang merepresentasi peristiwa penting menuju NKRI
369 Lang, Jon. Creating Architectural Theory. The Role of Behavioral Sciences in Environmental Design. New York: Van Nostrand Reinhold Company.1987, hal. 14 dan Snyder, James C. & Catanese, Anthony J. Pengantar Arsitektur, Jakarta: Penerbit Erlangga.1997, hal. 85.
154
Aspek teritori gagasan Hall ditampakkan sejak awal mencapai Kawasan Tugu Nasional, mulai dari menapaki Jalan Silang, dan digiring mengikuti pola jalan yang terbentuk, sehingga merasa sedang berada di kawasan Tugu Nasional, disebut Hall sebagai Jarak Publik. Di saat berada di Pelataran Puncak Tugu yang jarak vertikal lebih tinggi dari halaman sekelilingnya, merasakan sedang berada di angkasa sambil menyaksikan panorama Kota Jakarta. Ketika mencapai lokasi Lidah Api, terasa ketunggalan karena tak ada yang selain sosok Lidah Api yang terletak di tengah. Aspek Kesesakan dirasakan di terowongan bawah tanah, dan ruang lift yang relative sempit. Kesesakan juga terjadi di saat tubuh melewati manhole menuju lokasi Api Kemerdekaan.
Aspek
identitas (identity), sebagai pelukisan identitas
ditampakkan pada seluruh adegan diorama Museum Sejarah Nasional yang dilukiskan dalam tata letak dan panorama alam khas Indonesia, dan penghadiran atribut kemerdekaan di Ruang Kemerdekaan merepresentasi keIndonesiaan sekalipun belum sempurna karena ketiadaan Sang Saka Merah Putih yang tidak disadari oleh pengunjung. PERWUJUDAN SOSOK ‘TRITON GENOS’ Citra menjulang Badan Tugu Nasional menunjukkan keserupaan dengan obelisk sejenis tugu di masa Herodotus di Mesir. Sosok ramping bersisi empat dengan mahkota kemuncak berbentuk piramida dari batu-monolit itu dicontohkan sebagai obelisk asli yang dibawa Napoleon dari Luxor Mesir370 sedangkan obelisk-modern dibangun dari konstruksi batu yang memiliki ruangan di dalamnya seperti The Washington Monument di Washington DC.
370
Menyaksikan obelisk di Luxor Mesir 2010.
155
Sosok Tugu Nasional menyerupai obelisk modern dengan afgeknotte piramidal terbalik. Citra obelisk pada badan tegaknya dengan mahkota Lidah Api yang meliuk plastis sebagai pembeda dengan obelisk lainnya. Kehadiran Lidah Api memberi sensasi bentuk unik pada Tugu Nasional. Sehingga dapat dikatakan sebuah inovasi dalam gubahan obelisk, yaitu perwujudan sosok triton genos. Setumpu Tugu dan Cawan mengingatkan obelisk dari Mesir dan afgeknotte di National Historic and Artistic Heritage Institute karya Oscar Niemeyer di Brazilia. Merujuk Mangunwijaya371 penampilan arsitektur yang dianalogikan dengan karakter pewayangan, sosok tunggal Tugu Nasional bersesuaian karakter Sri Kresna yang sedang bertapa, sendirian dalam kesenyapan. Semula Soekarno menggagas bentuk Tugu Nasional berselaras dengan tradisi Indonesia yang mengagungkan laki-laki yang dilambangkan lingga-verering, tiang cagak urung karena yang mewujud adalah bentuk yang sebaliknya, yaitu sosok menyerupai obelisk dan afgeknotte yang semula ditolaknya, karena dinilai kurang Indonesia. Tindakan Soekarno yang menerima bentuk yang semula ditolaknya tidak dikatakan sebagai inkonsistensi terhadap gagasannya sendiri372 karena merefleksi sikap terbuka pada proses kreatif. Dalam pandangan artistik, sosok obelisk memiliki sifat plastis-dinamis dibandingkan sosok tiang cagak, juga afgeknotte yang memiliki sifat ‗menaungi‘ yang berada di bawahnya. Tanpa disadari alam bawah sadar Soekarno terpengaruh oleh kunjungannya ke Mesir dan Mexico. Kedekatannya dengan Presiden Gamal Abdul Nasser menjadikan masyarakat Mesir mengabadikan Soekarno sebagai nama buah Mangga Soekarno serta jalan Jl. Achmed Soekarno. 371Mangunwijaya,
Y.B.Wastu Citra.Pengantar ke Ilmu Budaya Bentuk Arsitektur, SEndi-Sendi Filsafatnya Berserta Contoh Praktis.Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1992, hal. 302. 372Soekarno. Pidato Presiden. Pada Pertemuan Dengan Para Peserta Sajembara Projek Tugu Nasional Di Istana Negara Djakarta Tanggal 27 Djuni 1960.
156
KAWASAN ‘PEMBAWA JEJAK’ BERAGAM RELIGI Ketika mencermati tanda-tanda khas yang terdapat di Kawasan maupun di keruangan Tugu Nasional, mengingatkan kesan ‗pembawa tanda jejak‘ berupa torehan tanda silang ganda sebagaimana telah diuraikan sebelumnya. Penorehan tanda silang serupa itu semestinya dihindari Soekarno dengan melakukan memilih ‗tanda lain‘ yang bersifat netral . Penorehan tanda silang pada Kawasan Tugu Nasional merupakan sebuah keberanian Soekarno di tengah dominasi masyarakat Muslim yang saat itu, menggambarkan sikap keterbukaan Sang Penguasa terhadap hal-hal diluar dirinya. Sikap demikian itu merefleksi budaya multikultur yang dijiwai Soekarno yang dibesarkan oleh keberagaman budaya oleh Ayah-Bunda yang berasal dari Jawa-Bali serta lingkungan yang beragam semasa mudanya. Sebagai apresiasi umat Kristiani terhadap keeleganan Tugu Nasional, dipertunjukkan oleh Sri Paus Pemimpin Umat Katholik di saat berkunjung ke Indonesia373 tahun 1970. Beliau memandangi Tugu Nasional dalam jarak dekat yang tercatat oleh media dari komunitas Katholik, Sri Paus mengatakan: Hanya Pemimpin Bangsa yang Besar yang mampu merancang tugu sebesar Tugu Nasional. Setelah dicermati ide bentuk Tugu Nasional menyerupai pola percandian yang terdiri dari alas, badan dan mahkota. Cawan sebagai alasnya, Tugu sebagai badan dan Lidah Api sebagai mahkotanya. Orientasi Pajupat ditandai oleh empat orientasi mata angin dan gubahan bentuk dasar bujur sangkar berundak-undak. Vatikan mengakui kemerdekaan Indonesia dan membuka misi diplomatiknya pada 1947. Soekarno tiga kali mengunjungi Vatikan bertemu Paus Pius XII, 1956, bertemu Paus Johannes XXIII, 1959 dan bertemu Paus Paulus VI, 1964. Paus Paulus VI mengunjungi Indonesia pada 1970, dan Paus Johanes Paulus II pada 1989. Diceriterakan oleh narasumber R.P.B. Moertedjo Nitiadiningrat, SH, 2010. 373
157
Keserupaan antara ide form Tugu Nasional dengan percandian merupakan proses alamiah dalam kebudayaan. Percandian yang mengalami puncak peradaban sebelum masuknya Kolonial, terbawa-bawa ke dalam rancangan Tugu Nasional. Soekarno374mengibaratkan percandian itu bagai monumen tridimensional yang surut karena penjajahan kolonial, dan mengajak kembali menjadi bangsa yangtiga-dimensionil dengan Mendirikan Tugu Nasional, jangan tugu jang hanja tinggi 10 meter, 20 meter. Bikinlah Tugu itu 100 meter lebih! 375: Dinding tinggi berlapis pualam hijau tua di tengah-tengah Ruang Kemerdekaan mengingatkan bangunan Ka‘bah, benda kubus di pusat ruang terbuka Masjid-Al Haram merupakan orientasi muslim beribadah itu terbuat dari batu kebiru-biruan setinggi 15 meter376 dengan gerbang Al Burk377. Di tengah dinding Ruang Kemerdekaan juga terdapat gerbang megah penyimpan atribut kemerdekaan, dan cara melintasi ruangan itu merujuk arah Timur yang menyerupai arah ber-tawaf378. Tampaknya Soekarno terilhami oleh cara-cara memuliakan Ruang Kemerdekaan sebagai ruang sakral yang mempertontonkan atribut Kemerdekaan.
Soekarno.Pidato PJM Presiden Sukarno Pada Pemantjangan Tiang Pertama Mesjid Istiqlal, Djakarta 24 Agustus 1961, hal. 3. 375 Ibid., hal. 4. 376 Gayo, Iwan. Buku Pintar Haji & Umroh. Jakarta: Pustaka Warga Negara.2000, hal. 171. Periksa juga Laporan The Extension and Construction of Haram Sharif adanya perubahan ukuran Ka‘bah dari waktu ke waktu, 11 meter merupakan ketinggian terakhir. Simak pula buku Antara Mekkah & Madinah. Jakarta: Penerbit Erlangga.2009, hal. 171. 377 Pintu Al-Burk bersebelahan dengan Multazam lokasi paling sakral dalam memohon. Hanya Raja dan Kepala Negara saja yang diperkenankan memasuki ruangan dalam Ka‘bah sebagai penyimpanan benda-benda pusaka. Tawaf - mengelilingi Ka‘bah disaat melaksanakan Umrah dan Haji377 juga melawan arah jarum jam. Dimulai dari garis hijau di Tenggara Ka‘bah dan melintasi maqam Ibrahim - kotak kaca keemasan penyimpan bekas tapak kaki Nabi Ibrahim disaat membangun Ka‘bah. 378Tawaf - mengelilingi Ka‘bah disaat melaksanakan Umrah dan Haji378 juga melawan arah jarum jam. Dimulai dari garis hijau di Tenggara Ka‘bah dan melintasi maqam Ibrahim - kotak kaca keemasan penyimpan bekas tapak kaki Nabi Ibrahim disaat membangun Ka‘bah. 374
158
Bentuk geometric-planimetrik sosok Tugu Nasional dipadatkan menjadi siluet/bayangan hitam, akan menyerupai siluet bunga Padma yang kuncup. Keserupaan antara siluet Tugu Nasional dengan padma yang disebut ikonik379 itu memiliki korelasi dengan symbol pengagungan kelaki-lakian dengan siluet Padma yang diakibatkan citra Nawa Sanga di Kawasan Tugu Nasional yang bertumpu pada catuspatha sebagai pusat padma Nawa Sanga, sehingga siluet yang namak adalah Sang Padma sebagai gambaran yang terparak serta menjiwai Soekarno Muda sejak di Blitar dan Surabaya380.
Kecocokan siluet Tugu
Nasional dan Sang Padma bukanlah suatu kebetulan belaka bila merujuki budaya Jawa, karena selain dikenal ilmu gathuk-entuk sebagai cara perolehan ketepatan atau kecocokan yang ditemukan secara mendadak juga dikenal pengertian ndilalah kersaning Allah, yaitu sebuah takdir Allah. Dalam kehidupan ini, diantaranya terjadi sebagai hal yang tiba-tiba, kebetulan, loncatan berpikir, misteri yang sulit dipecahkan secara ilmiah disetarakan intuisi -intuition381. SI PEMBAWA ‘JEJAK LINGGA-VIVERE’ Konsep
Tugu
Nasional
sebagai
Pengagungan
kelaki-lakian382
yang
divisualisasikan oleh Arsitek Soedarsono digubah secara konsultatif kepada Soekarno hingga memperoleh acc Soek sebagai tanda persetujuan. Lechte, John (transl.). 50 Filsuf Kontemporer. Dari Strukturalisme sampai Postmodernitas. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. 2001, hal. 229. Simak pula Noth, Winfried. Handbook of Semiotics. Indiana : University Press, 1990, hal. 435 dan 447. 380 padma lambang theosofi Loji Padma yang diyakini Ayah Soekarno, memiliki perpustakaan yang sering dikunjungi Soekarno Muda. Di awal menjabat Presiden, Soekarno menggubah artifak ber-unsur padma . Periksa Bung Karno Sang Arsitek karya Yuke Ardhiati, 2005. 381 Davies,Robby (ed).Intuition: The Inside Story. Interdisiplinary Perspectives.New York: Routledge, 1997, hal. xi 382 Pidato Presiden dengan Para Peserta Sajembara Projek Tugu Nasional di Istana Negara Djakarta 27 Djuni 1960. 379
159
Ketika sketsa RM Soedarsono383 dan sketsa Tim Pemenang Ketiga 1960384 disandingkan serta dipertalikan dengan kontroversi pribadi Arsitek Silaban terkandung dalam diary-nya385maupun pidato Soekarno386, disimpulkan bahwa rancangan Tugu Nasional merupakan pengembangan rancangan karya Tim Arsitek ITB Bandung. Oleh Sjaiful Arifin, diutarakan bahwa rancangannya berwujud obelisk segi empat dengan afgeknotte pada Cawan, terilhami karya Oscar Niermier yang menjadi idola arsitek masa itu. Tim A merancang obelisk bersudut lima tanpa Cawan afgeknotte. Hal ini semula bertentangan dengan idealisasi Soekarno yang terilhami lingga vivere sebagai peng-Agung-an Kelakilakian yang menggapai bintang dilangit387. Ide Linggam dan Yoni388 oleh Soedarsono diperhalus menjadi konsep alu dan lumpang sepasang penumbuk padi di Jawa. Akibat penghalusan itu sosok alu- lumpang bahkan tidak dikenali lagi. Pembubuhan tanda acc Soek di atas usulan Soedarsono berdasar pengembangan sketsa Tim Arsitek Mahasiswa ITB.Hal itu menunjukkan tindakan akomodatif Soekarno terhadap generasi muda sekaligus inkonsistensi atas idealisasi awal konsep lingga-levering berupa tiang cagak. Diterimanya konsep obelisk dan afgeknotte oleh Soekarno karena universalitas yang dimiliki kedua artifak itu sebagai tengaran peradaban di Mancanegara. Sejumlah Dokumen Pribadi Arsitek RM Soedarsono berupa sketsa, surat, memoir, foto, yang dipinjamkan oleh Keluarganya selama masa penelitian 2010-2011. 384 Berdasar sketsa Ir. Sjaiful Arifin dan Ir. Noersjaidi, 2011. Mewakili Tim Arsitek dari Mahasiswa ITB Bandung menunjukkan kesamaan spirit dengan gubahan Tugu Nasional yang sekarang ini berdiri. 385Sejumlah copy dokumen pribadi Arsitek F Silaban berupa diary dan foto karya yang dipinjamkan oleh Keluarga F Silaban dan MAan selama masa penelitian 2010-2011. 386Soekarno.Pidato Presiden.Upatjara Pemberian Hadiah Para Pemenang Sajembara Rentjana Tugu Nasional, Istana Negara, Djakarta, 17 November 1960. 387 Pidato Presiden dengan Para Peserta Sajembara Projek Tugu Nasional, 27 Djuni 1960. 388Linggam dan Yoni simbol kesuburan budaya Jawa Kuno distilirisasi dari bentuk alat reproduksi pria dan wanita. Relief lingam-yoni disaksikan di Candi Sukuh Jawa Tengah. 383
160
Dalam proses memutu perancangan Soekarno menambahkan rancangan yang mengubah signifikan, berupa liukan plastis pada afgeknotte dan mahkota sekaligus penutup ruang mesin lift yang dinamai Lidah Api Kemerdekaan. Idealisme Pengagungan Kelaki-lakian memperoleh kristalisasi melalui penggalian universalitas obelisk dan liukan pada badan cawan yanng berupa piramida terbalik/ afgeknotte dan sosok Lidah Api sebagai mahkota tugu sehingga mengubah kelaziman form sebuah obelisk dan afgeknotte sebagai dekonstruksi Soekarno atas kemapanan berdasar dorongan hasrat untuk tampil beda disebut difference sebagai pencarian identitas diiringi kreativitas dan inovasi rancangan. IDE ‘IMPIAN’ CITA-CITA MENGGAPAI LANGIT Kehadiran Lidah Api merupakan artifak tambahan, karena tidak termasuk dalam Term of Reference Sayembara Tugu Nasional 1960, karena merupakan keinginan Soekarno yang saat itu sempat ditentang oleh peserta sayembara389 karena dianggap kurang sesuai dengan visualisasi ‗cita-cita menggapai bintang di langit.‘ Adanya Lidah Api seolah-olah menyumbat Tugu Nasional yang menjulang ke angkasa dan bercitra modern itu. Akan tetapi Lidah Api - dian nan tak kunjung padam tetap dilaksanakan sebagai sikap otoriter dan keteguhan Soekarno sebagai Sang Penguasa. Visualisasi Lidah Api yang menguncup ke atas merupakan solusi estetik bagi ketidaksempurnaan paras atas tugu. Memberi ciri ke-Indonesia-an menyerupai ‗peci‘ penutup kepala pria Indonesia. Disayangkan gerak dinamis sosok Lidah Api kurang menunjukkan gerak dinamis obor, sehingga menyerupai sosok patung realis di puncak atas sebuah Arsitektur Modern. Seperti yang diceriterakan oleh Ir. Sjaiful Arifin dan Ir. Noersjaidi K, Tim Pemenang Ketiga Sayembara Tugu Nasional Kedua 1960, 2011. 389
161
Lidah Api sebagai sosok yang semula belum terpikirkan di awal sayembara,
tampil
sebagai
rancangan
‗dadakan‘
Soekarno
untuk
menyempurnakan ke-Agung-an Tugu Nasional. Sosok Lidah Api lebih menyerupai karya seni patung di atas landasan berperan pula sebagai mahkota. Tersebab ke-empat sisinya yang berbeda, ia menyerupai seni patung sekaligus pelindung ruang mesin lift. Keabadian Sang Mahkota kini sedang mengalami ujian jaman diusianya ke-50. Sosok perunggu yang dilapisi emas itu sudah menampakkan penurunan kualitas. Merujuk Soediono390 terdapat faktor inheren dari bahan utamanya campuran tembaga (Cu), timah putih (Sn), dan timah hitam (Pb) yang beroksidasi secara berbeda. Timah putih dan hitam mengalami korosi lebih dahulu dan menyerang permukaan Lidah Api terutama profil cekungan yang tampias oleh air hujan. Faktor eksteren berupa getaran mesin lift dan kehadiran pengunjung yang melebihi batas menyebabkan perenggangan pada sambungan Lidah Api sehingga dimasuki air hujan. Selain itu faktor fisis; debu, kotoran, sinar matahari, angin, air hujan dan kelembaban udara yang tinggi yang merusak lapisan pelindung dan penipisan lapisan-emas permukaan Lidah Api menyebabkannya kusam. Adanya Faktor Chemis; gas-gas pencemar yang terdapat dalam udara dan aerosol seperti jika bereaksi dengan permukaan Lidah Api yang telah terkelupas lapisannya, membentuk basil korosi.
Soediono dan Arfian.Faktor Interen dan Ektern sebagai Penyebab Kerusakan Lidah Api Monas dalam Amerta No.14 1993/1994 yang Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, hal. 26 390
162
PEMBAWA ‘JEJAK’ MUSE Mitologi Yunani-Romawi memiliki karakteristik museum yang direpresentasi oleh kehadiran sembilan muse391yaitu Dewi-Dewi mitologi yang ‗dihadirkan‘ secara simbolis untuk menginspirasi penciptaan rasa seni yaitu: a) Calliope dengan puisi epik, b) Clio dalam lambang scrolls, c) Erato dengan lyre dan puisi cinta, d)Euterpe dengan elegy dengan alat music sejenis flute, e) Melpomene dengan topeng tragedi, f) Polyhymnia dengan hymne dan veil, g) Terpsichore dengan tarian dan lyre, h) Thalia dengan topeng comic, dan i) Urania dengan bola bumi dan kompas. Meski berperan sebagai bangunan museum, simbol serupa muse tidak ditemukan di Tugu Nasional. Hanya ditemukan kesepadanan jiwa keruangannya. Kehadiran nuansa Dewi Calliope dan Clio ‗hadir‘ melalui epic Teks Proklamasi. Kehadiran Hymne Padamu Negeri dalah representasi spirit Dewi Polyhymnia dan Euterpe. Sedangkan aura Dewi Melpomene dan Thalia ‗hadir‘ dalam spirit diorama. Spirit Dewi Urania terdapat pada relief wilayah kepulauan, dan Terpsichore terdapat pada liukan Lidah Api. Secara idealnya, untuk menjadi muse yang bersifat ke-Indonesia-an, seluruh unsur khas tradisi Indonesia seperti tembang, kidung, seruling, gendang dsb, layak diunggulkan untuk mengisi dimensi keempat dari Tugu Nasional ini. Ketiadaannya dimungkinkan, karena tiada lagi intervensi serta kurangnya kepekaan Penguasa selanjutnya di saat mengisi jiwa Tugu Nasional paska Soekarno wafat.
Gibson, A Boyce. Muse and Thinker. United Kingdom: Penguin Books, 1972, hal. 31. Simak Hardjapamekas.Sekelumit Mitologi Yunani,Dewa-Dewi dan Para Pahlawan Yunani. Bandung: Mandar Maju, 2007 dan Wikipedia, the free encyclopedia_muse_19 September 2011 menyebutkan ada tujuh atau sembilan Dewi.
391
163
PEMBAWA ‘JEJAK’ DRAMATURGIS Jejak Dramaturgis di Kawasan Tugu Nasional ditampakkan melalui sekuen arus pengunjung yang berselaras dengan drama of juxtaposition Cullen392 dan Rossi: Arsitektur sebagai panggung teater. Dampak emosional dinamai serial vision, berupa gerak, cahaya dan tekstur dengan mengarahkan keragaman pemandangan, meng-antisipasi perbedaan audiens, berupa ‗keterkejutan‘ ketika mencapai Puncak Tugu. Jejak Dramaturgis pada Tugu Nasional digubah melalui keragaman suasana dan visual berdasar skenario narasi-storytelling tentang ke-Indonesia 393 memberi atmosfir menyenangkan seraya memahami pesan kebesaran Indonesia, yang tersaji pada diorama di Museum Sejarah Nasional dan
draaiboeken394 sebagai panduan pembuatan diorama dipersandingkan
dengan dua belas scenario sandiwara tonil karya Soekarno395. JEJAK KEPRIBADIAN SANG PENGUASA Analisis peradaban radiant axes396 mengungkap jejak kepribadian Penguasa melalui arketipe ditinggalkannya. Ibid., hal. 102-103 Snyder, James C. & Catanese, Anthony J. Pengantar Arsitektur, Jakarta: Penerbit Erlangga.1997, hal. 337-351. 394Draaiboeken buku paduan Laporan Lengkap, Lukisan Sedjarah Visuil Museum Sedjarah Tugu Nasional yang diterbitkan Panitia Museum Sedjarah Tugu Nasional tanggal 1 Agustus 1964, berupa 40 adegan sejarah lengkap dengan diskripsi dan historiografi seri A, B1,B2 dan C. Tahun 1970 diterbitkan buku Usul Tambahan Adegan sebanyak 48 adegan seperti yang kini tersaji di Museum Sejarah saat ini, di luar 3 kotak diorama yang berada di tengah hall. 395 Sedikitnya tujuh naskah dari Ende, 1) Rahasia Gelimutu, 2) Rendo, 3) Julagubi, 4) Dokter Syaitan, 5) Aero Dinamit, 6) Kut-Kut Bi dan Maha Iblis, 7) Anak Haram Djadah. Dan lima karya di Bengkulu berjudul; (1) Rainbow (Poetri Kentjana Boelan), (2) Chungking-Djakarta, (3) Koetkoetbi, (4) Si Ketjil (Kleine Duimpje) dan (5) Hantoe Goenoeng Boengkoek. 396Jung, Carl Gustav (terj.) Cremers, G. Memperkenalkan Psikologi Analitis. Pendekatan Terhadap Ketaksadaran. Jakarta: PT Gramedia. 1989. 392 393
164
Kristeva397 pernah menggagas teori represi dalam pengasingan yang memumpun refleksi Soekarno di masa pembuangan, dan untuk dapat mengungkapkan hasrat luar biasa dari tokoh, merujuk teori Jacques Lacan398. Adapun korelasi karakteristik dramaturgis dalam jejak arsitektur Tugu Nasional dengan Soekarno sebagai aktor sentralnya ditelusur melalui teori Representasi Diri gagasan Erving Goffman. Di antara arketipe kepribadian gagasan Jung, tipe Persona memiliki kesesuaian dengan yang apa ditunjukkan Soekarno sebagai Sang Penguasa. Persona mewakili citra publik, berdekatan dengan kata Latin masker. Persona adalah topeng yang ditempatkan pemiliknya sebelum menunjukkan diri ke dunia luar. Upaya-upayanya berupa pengelolaan kesan baik agar dapat diterima masyarakat. Unsur menonjol Persona berupa enflanted ego399 sebagai ekspansi kepribadian yang melampaui batas sehingga melahirkan rasa kebanggaan diri yang berlebih-lebihan untuk mengimbangi perasaan rendah diri. Hal itu juga terdapat dalam diri Sang Penguasa seperti Jenghis Khan, Napoleon Bonaparte, dan Adolf Hitler, bahkan Soekarno yang mengagumi Khan400 sebagai manusia hebat dan belum tertandingi di dunia. Napoleon dinilai Soekarno lebih jenial dibandingkan sosok Hitler sebagai Penjiplak ulung dari Sang Khan, bahkan konsep―Mein Kampf‖ dinilai menjiplak Khan yang hadir terlebih dahulu. Kecaman Soekarno terhadap Hitler ditulisnya melalui risalah Djerman Versus Rusia Rusia Versus Djerman! dan Batu Udjian Sedjarah401. Hal menonjol dalam Enflanted Ego Soekarno adalah dalam melakukan invansi.
Kristeva, Julia. Revolution in Poetic Language, 1941. New York: Columbia University Press. 1984. 398 Lee, Jonathan Scot.Jacques Lacan. Amherst:University of Massachusetts Press.1991, h. 108. 399 Ibid. 400 Soekarno. Di bawah Bendera Revolusi Jilid Pertama. Jakarta: Penerbit DBR, 1965, hal. 605. 401 Ibid., hal. 515-530. 397
165
Jenghis Khan dan Napoleon meluaskan ruang jelajahnya melalui invansi fisik teritorial, sedangkan Soekarno memperluas jelajah invasinya melalui kekuatan diplomasi, antara lain tampil sebagai Pramrakarsa Konferensi AsiaAfrika Bandung 1955, mengusulkan The New Emerging Forces bahkan mengusulkan Pancasila sebagai dasar Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa402. Tetapi dibalik kecaman Soekarno terhadap Hitler sebagai Sang Penjiplak Ulung secara tidak disadari, cara Soekarno dalam berbusana, dan gaya orasinya menyerupai gaya Hitler. Bila Istana Versailles didirikan Napoleon diawali dari pondok berburunya di Versailles sebagai pusat teritorinya, yang meluas hingga Hindia Belanda, maka Soekarno menggubah kebesaran Indonesia dengan cara menarik lingkaran ke arah luar dari catuspatha di kawasan sisa Kemaharajaan dengan Tugu Monas sebagai pusat untuk dipancarkan ke seluruh dunia. Enflanted ego dalam diri Soekaro telah mendorongnya merancang sesuatu yang bersifat ‗ter‘: terbaik, terbesar, tertinggi, termegah, terindah, terkemuka, terkenang, sekaligus ter-abadi melalui ‗Projek Mercusuar‘. Bahkan, menjelang kejatuhannya politiknya tahun 1966, sikap serupa masih tersurat. Di hadapan Sidang DPR-GR403 Soekarno menyampaikan keinginannya membangun gedung Parlemen termegah di negeri ini. Stempel pribadi Soekarno yang menyakitkan sebagai ‗manusia megalomania‘ pun sempat digencarkan oleh media manca saat menggubah karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‘. Meski sangat geram asa situasi itu, karena dorongan hasrat untuk mewujudkan obsesi kebesaran demikian kuat, menjadikan Soekarno mampu mengendalikan diri agar Proyek Mercusuar terwujud.
Rahardjo, Iman Toto (ed).Bung Karno dan Tata Dunia Baru. Kenangan 100 Tahun Bung Karno. Jakarta:Grasindo.2001,hal. 223. 403 Soekarno.Pidato Presiden Soekarno Pada Pembukaan Sidang DPR-GR Tahun 1966-1967 di Gedung DPR-GR Senayan Jakarta, 16 Agustus 1966. 402
166
Hasrat luar biasa itu menjadikan idealisme menjadi kenyataan menyerupai katarsis bagi Soekarno. Menyerupai sebuah ‗perayaan‘ sebagai pemuasan diri dari selubung kelam yang pernah melingkupi kehidupan di masa lalunya, bersesuaian dengan pengutaraannya kepada Adams404. Megalomania yang melingkupi Soekarno untuk memberi Kebesaran Bangsa, sekaligus untuk menyelimuti keterhinaannya sebagai bumiputera yang dipenjara dan dibuang ke tempat terpencil di masa Hindia Belanda, dialihkannya dengan membaca di perpustakaan Theosofi di Surabaya405: Megalomania merujuk Jung406 ditampakkan oleh mimpi-mimpi seseorang yang beramah-tamah dengan tokoh-tokoh Agung dalam sejarah seperti Napoleon dan Iskandar Agung. Sebagai fantasi yang ditimbulkan oleh rendah diri kompleks yang berlangsung pula dalam diri Soekarno secara unik. Rasa rendah diri sebagai bumiputera diimbanginya dengan membaca pustaka ‗orang-orang besar‘. Cara Soekarno merepresi rasa rendah diri mengantarnya sebagai politikus yang disegani dan bahkan menjadi Presiden. Ketika legitimasi sebagai Presiden dimilikinya, puja-puji dan kecintaan rakyat kepadanya memperbesar hasratnya menggapai kebesaran secara berlebih-lebihan menyandingi kemasyuran Napoleon dan Jenghis Khan. Memuliakan kosmos terutama matahari telah menjadi kelaziman di belahan bumi Timur. Di Mesir disebut Dewa Ra, atau Dewa Matahari di Jepang. Masyarakat Indonesia di masa perjuangan juga menyanyikan lagu di Timur Matahari sebagai ekspresi pengagungan kosmos. Terbitnya matahari oleh masyarakat Timur dinantikan dengan suka cita sebagai sebuah harapan kehidupan yang baru.
Adams, Cindy.2000, hal. 50. Ibid. hal. 53. 406 Jung, Carl Gustav (terj.) Cremers, G. Memperkenalkan Psikologi Analitis. Pendekatan Terhadap Ketaksadaran. Jakarta: PT Gramedia. 1989, hal. 91-92. 404 405
167
Jejak peradaban Radiant Axes juga memancarkan daya pesona yang dimiliki Soekarno sejak masa remajanya. Kelahirannya yang berada di ambang fajar matahari terbit menjadikannya disebut Putera Sang Fajar407. Sejumlah karikatur selalu menempatkan ‗simbol matahari‘ sebagai latarnya antara lain; Hung Hung Hung408, Djenderal Van Heutze, Keamanan Oemoem, dan Selamanya Ketakutan. Secara jenaka Soekarno mengeritik pemerintah Kolonial. Arah Timur sebagai orientasi di Ruang Kemerdekaan menandai ruang terpenting di Tugu Nasional, ditunjukkan oleh kehadiran aksara Teks Proklamasi dalam ukuran gigantis. Penasbihan Timur sebagai arah yang utama untuk melintasi ruang penting itu tidak terlepas dari pengagungan terhadap kosmos. Pancaran sinar matahari serta arah Timur yang mengilhami orientasi keruangan Soekarno lekat dengan kosmologi Jawa yang menyebut : wetan sebagai simbol harapan dan kemerdekaan. Pancaran sinar matahari yang disebut symbol rays itu ternyata merepresentasi daya pesona pribadi Soekarno yang memancar ke segala arah kelak di saat dirinya sebagai Sang Penguasa. KE-ABADI-AN IMMATERIAL DI TUGU NASIONAL Dorongan alam bawah sadar arketipe Persona
yang mengandung
enflanted ego dan narsisme yang berpuncak pada megalomania yang menikmati puja-pujian itu secara tidak disadari juga mengandung hasrat untuk dikenang, yang cenderung kearah cara-cara keabadian. Jejak keabadian dalam diri Soekarno ditampakkan dengan teramat jelas pada Tugu Nasional di awal rancangannya. Adams, 2000, hal. 24. Karikatur-karikatur dibuat sekitar 1932-1933 disaat Soekarno berusia 20-an. sumber DBR Jilid I, 1965. 407 408
168
Pengutaraan keinginan agar Tugu Nasional dapat tersaksikan 1000 tahun lagi dari tahun 1960 saat itu, merefleksi hasrat keabadian Soekarno.Terlebih disaat mengamanahkan rekaman suara dirinya mengulang pembacaan Teks Proklamasi untuk diperdengarkan di Ruang Kemerdekaan. Realitas kehidupan merujuk pandangan Dunia Jawa menyerupai siklus metumanten- mati atau lahir -tumbuh - mati dimaknai dengan ritual tertentu agar memperoleh keselarasan hidup. Mempercayai kesementaraan hidup di dunia, dan keabadian melalui cara manunggaling Kawula-Gusti dengan memelihara kosmos. Arsitektur sebagai mimesis kosmos juga mengalami siklus lahirtumbuh-mati. Tugu Nasional yang didahului proses memutu juga menyandang konsep keabadian 1.000 tahun dari Sang Penguasa yang ditegaskan sejak awal Sayembara Kedua Tugu Nasional 1960409. Terdapat dua konsep keabadian yaitu melalui materialnya, dan Kedua melalui immaterial, yaitu energi suara Soekarno dan pengabadian jiwa Proklamasi melalui atribut kemerdekaan.410: Demikian pula naskah Proklamasi, kita pantjangkan dengan aksaraaksara emas jang megah diatas satu papan jang terbuat dari perunggu pula sehingga djikalau nanti pada 2960 atau pada 3960 atau pada 4960 ada orang datang di Djakarta, orang masih bisa membaca Proklamasi Kemerdekaan Indonesia itu diatas papan dari perunggu itu…
Keabadian fase pertama Tugu Nasional telah terlampaui di saat genap 50 tahun pemancangannya. Merujuk SNI-03-1726-2002411 menyebutkan minimal usia bangunan itu setara 10% periode ulang Gempa Rencana yaitu 500 tahun.
Soekarno, 27 Juni 1960, hal.5. Ibid. 411 Standar Perencanaan Tahan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung SNI 03-1726 2002. 409 410
169
Disimpulkan bahwa arsitektur Tugu Nasional dirancang menyerupai karakteristik Khora sebagai sesuatu yang abadi. Dalam karya ini diungkap konsep teritori melalui frase suara Soekarno di saat Teks Proklamasi dibacakan tepat pada
17 Agustus 1945 adalah gaung suara Pemuda Soekarno yang
memproklamasikan Indonesia dengan wilayah sejumlah delapan provinsi. Ketika di Ruang Kemerdekaan diperdengarkan kembali suara Soekarno dengan redaksional yang sama, yang terjadi bukan lagi dibacakan oleh Pemuda Soekarno melainkan Paduka Jang Mulia Presiden Republik Indonesia atau Sabda Pandhito Ratu menandai teritori ke-Indonesia-an melalui energi suara. Siapapun Anak Bangsa yang mendengarkannya dipastikan mengakui lingkup Indonesia dari Sabang Sampai Merauke. Gagasan
Moore412
tentang
teritori
dan
teritorialitas
yang
menunjukkan perilaku seseorang yang ingin berbuat menurut kehendak menyatakan ciri, ber ciri; adanya ruang, dikuasai, dimiliki, memuaskan kebutuhan, ditandai konkrit atau simbolik; dan akan dipertahankan. Sikap Soekarno-pun berselaraas pengertian itu, ada pada rekaman suara Soekarno membancakan kembali Teks Proklamasi di Ruang Kemerdekaan, sikap itu menunjukkan state of the art dalam pengukuhan teritori berupa suara langsung Sang Penguasa, melampaui pencapaian yang diperoleh susastra Jawa.Resonansi suara Soekarno menggambarkan teritori Indonesia tanpa menunjukkan hal fisik menyerupai hhora sebagai ruang pengakuan - space of recognition413 yaitu metafisika kehadiran - presence Penguasa dalam pesan kosmik ‗pernyataan yang sakral di tempat yang sakral‘ yaitu di catuspatha ex. Champ de Mars. Moore, Gary T. Pengkajian Lingkungan-Perilaku dalam Snyder, James C. & Catanese, Anthony J (ed). Pengantar Arsitektur, Jakarta: Penerbit Erlangga.1997, hal. 88. 413 Gomez, Alberto Perez, Chora: The Space of Architectural Representation. In. Gomez, Alberto-Perez and Parcell, Stephen (ed). Chora: Intervals in The Philosophy of Architecture.London Buffalo:McGill-Queen‘s University Press, 1994, hal. 8. 412
170
Suara Proklamasi itu beresonansi ke seluruh ex. teritori Kemaharajaan yang berabad-abad mengungkung Bangsa ini dengan kata: Merdeka !. Dan bila merujuk Memory of The World414: Documentary heritage reflects the diversity of languages, peoples and cultures, rekaman suara Soekarno merupakan warisan MOW-Memory of the World merujuk Sedyawati415. Suara pembacaan kembali Teks Proklamasi menjadi warisan intangible ―ingatan bangsa‖ yang bermakna sebagai ―ingatan umat manusia‖ menandai berakhirnya kolonialisme di Indonesia yang dikumandangkan ke seluruh dunia. Saat suara Soekarno membacakan kembali Teks Proklamasi diperdengarkan, terjadi metafora kehadirannya di kekinian dan menjadi ―teks‘ metaphoric the presence of figure sebagai kehadiran yang mengandung ke-Abadi-an yang lebur dari Soekarno ke tubuh Tugu Nasional melalui material fisiknya, sehingga suara Soekarno menyatu dengan Tugu Nasional. Kehadiran Soekarno secara metafisik menjadi abadi sepanjang usia Tugu Nasional. Suara Soekarno merepresentasi logosentrisme. Sebuah gagasan dari Ludwig Klages yang mengutamakan logo, kata atau tindakan berbicara di Barat. Namun, tindakan Soekarno yang menginginkan pengucapan kembali Teks Proklamasi melalui rekaman suaranya di RRI itu, melampaui cara-cara peng-Abadi-an diri melalui materiil yang lazim dilakukan Penguasa sebelumnya seperti Faraoh di Mesir dan Lenin di Mauseleum-nya dengan membalsem diri. Soekarno melakukan keabadian immaterial melalui energi ‗suara‘ sebagai ruang keabadian yang dramatic, sederhana yang
memudahkan insan Indonesia mengenali
Sabda-nya, melalui Teks Proklamasi yang dilantunkannya secara puitis. Memory of The World merupakan salah satu program Unesco untuk pelestarian. Sedyawati, Edi & Purwa, Bambang Kaswanti.Kajian Subtansi Warisan Dokumenter: Budaya dalam Lokakarya MOW-Indonesia ―Revitalisasi intangible documentary heritage‖, 14-15 September 2096 di Arsip Nasional RI. 414 415
171
PEMBAWA ‘JEJAK’ DRAMATURGIS Teori presentasi-diri416 sebagai embrio teori interaksi simbolik disebut sebagai pendekatan Dramaturgis merujuk gagasan Goffman yang berfokus bagaimana ‗mereka‘ melakukannya. Dramaturgis yang berakar dari teori tentang tindakan dari Weber417 menganggap tindakan bermakna sosial berdasarkan makna subyektifnya sejauh diberikan individu atau individu-individu. Tindakan itu mempertimbangkan perilaku orang lain dan karenanya diorientasikan melalui penampilannya418 melalui pengelolaan kesan- impression management untuk menyajikan suatu gambaran diri yang akan diterima orang lain. Hal sedemikian juga menyertai diri Soekarno, terutama pada ritual kenegaraan; Upacara HUT Kemerdekaan yang laras dengan dramaturgis419 . Cara-cara Soekarno saat melakukan ritual kenegaraan bersesuaian pendekatan di atas, mulai dari cara berbusana, atribut, cara berpidato, dan tata ruang yang dipersiapkan seksama untuk menyertai ―diri‖nya sebagai Aktor Sentralnya. ‘JEJAK’ PENG-AGUNG-AN KELAKI-LAKIAN Sejumlah Tugu menyerupai tiang cagak raksasa yang terbangun di masa Soekarno menampakkan kemiripan rancangan. Menunjukkan sense, atau rasa yang laras dengan style atau affinity yaitu kesamaan unsur ruang, massa bangunan, bidang, dan sistim yang khas420. Deddy Mulyana. Metodologi Penelitian Kualitatif, Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial lainnya.Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001, hal. 107. 417 Ibid., hal. 61. 418 Ibid., hal. 112. 419 Periksa lebih lanjut Irving Goffman Presentation of Self in Everyday Life tahun 1959. 420 IAI Jawa Barat.Sikap dan Pemikiran Suhartono Susilo. Arsitek & Pendidik. Bandung: Badan Sinfar IAI-Jabar. 1998, hal.56. 416
172
Keserupaan itu dilakukan menyerupai pola tindakan yang tidak dapat dijelaskan secara rasional atau logika, karena berkenaan dengan ‗rasa‘ dalam proses arstistik-kreatif. Sense hanya dapat dijelaskan melalui filsafati sebagai inti pengalaman inderawi yang berhubungan psike merujuk Freud sebagai ketidaksadaran adalah kondisi prasadar sebagai lapisan antara pikiran sadar dan bawah sadar mengandung makna untuk ditafsirkan. Orang yang ‗tertindas‘ memiliki kenangan menyakitkan di alam pikiran bawah sadar, direpresikannya ke dalam simbol-simbol menjadi bentuk tertentu yang berkaitan dengan hasrat seksual yang terkandung di alam bawah sadarnya. Artifak serupa tiang cagak yang menjadi sense Soekarno bila merujuk Freud421 berkaitan dengan hasrat seksual karena sebagai simbol phallus alat reproduksi laki-laki. Rancangan tugu, tiang, cagak, paku dudur, atau obelisk menyerupai phallus sebagai representasi ketidaksadaran dorongan seksual yang direpresi. Hal demikian berbeda dengan arti seruan Soekarno422 untuk menggubah Tugu sebagai Peng-Agung-an Kelaki-lakian untuk menggapai bintang di langit: … adalah pengagungan kelaki-lakian, lingga-verering. Pengagungan kelaki-lakian, bahkan manusia itu di dalam bahasa sebagian daripada bahasa Indonesia, dinamakan tiang. Tiang Djawi, tiang Sunda; tiang = tjagak. Nah, Tugu mempunyai begrip pula Saudara-saudara, pengertian mendjulang ke langit dan pada asalnja adalah pengagungan kelaki-lakian. Linggam atau Lingga-verering, ini mengenai mistik kita di zaman dahulu, tetapi di dalam zaman kita sekarang inipun, mengenai penglukisan daripada revolusi Indonesia itu, sebagai tadi saja katakan, adalah laksana satu ―greep naar de sterren‖ hendak memegang bintang mendjulang mentjapai bintang di langit.
421
Berry, Ruth (Terj.) Freud. Seri Siapa Dia? Jakarta: Penerbit Erlangga.2001, hal. 41. Djuni 1960.
422Soekarno.27
173
Sepilihan rancangan menyerupai phallus bukan sekedar sublimasi libido Soekarno belaka, tetapi juga pengungkapan Soekarno sikap heriok kelaki-lakian budaya patriakal yang dominan di Indonesia. Tugu bernuansa phallus yang ditancapkan di catuspatha ke dasar bumi melambangkan kewilayahan yang dikuasainya, mengingatkan pada sikap Kepala Suku primitive saat mempertunjukkan penguasaan wilayah. Soekarno diibaratkan Kepala Suku yang menancapkan simbol teritorialitasnya. Dengan cara demikian, ternyata Soekarno memumpun kehadiran karya Arsitektur yang memancarkan kemegahan dan keagungan, sekaligus menutupi keterhinaan sebagai Bangsa terjajah yang tertinggal jauh dari peradaban. Melalui cara menorehi tanda silang ganda (X) dan (+) di situs ex. Kemaharajaan, Soekarno mengawali Kebesaran Indonesia dengan cara-cara menyerupai pemurnian lokasi. Jejak
Peng-Agung-an
Kelaki-Lakian
oleh
Soekarno,
sekaligus
mengungkap Pe-Mulia-an terhadap kaum wanitanya, menyerupai selip lidah dalam ―teks‖. Tugu yang semula sebagai pengagungan kelaki-lakian yang diartikan memberi ‗ruang‘ yang lebih istimewa kepada kaum lelaki. ‗Teks‖ itu bertolak dari konsep kesetaraan antara laki-laki dan perempuan seperti harapannya melalui Sarinah423 yang ditulisnya tahun 1947 sebagai seruan bagi kemajuan perempuan di Indonesia. Pengagungan kelaki-lakian dipertautkan dengan kecenderungan Dualitis Jawa yaitu adanya ‗ruang‘ untuk memuliakan eksistensi wanita Indonesia bukan melalui performa Tugu yang teraga, tetapi melalui citra keindahan ornamentik yang tergambarkan di dalam Tugu Nasional, berupa simbol dan warna keemasan dari Padma, Wijayakusuma, serta gerak gemulai sosok Api Kemerdekaan. Soekarno.Sarinah, Kewajiban Wanita Dalam Perjuangan Republik Indonesia. Jakarta: Toko Gunung Agung Tbk, 2001, hal. 249. 423
174
Pengagungan
kelaki-lakian
sebagai
simbol
kekokohan
yang
melindungi kehalusan jiwa kewanitaan di dalam Tugu Nasional.Dapat disimpulkan bahwa, seluruh ekspresi yang ditampilkan di Kawasan Tugu Nasional, yang di awali oleh penorehan silang ganda dan pemancangan sosok tugu di catuspatha ex. Kawasan itu menggambarkan idealisasi kemegahan gagasan Soekarno bagi Indonesia yang tidak terlepas dari hasrat dramaturgisnya yang disajikan dalam bagan sekuen Arsitektur Drama. Pengalaman indrawi yang dipertautkan keterhubungannya dengan ―teks‖ secara historikal, menunjukkan adanya kemunculan karya arsitektur yang memiliki esensi mempergelarkan sebagai perluasan arti origin kata ―panggung‖424 disebut calculus of meaning425. Kehadiran arsitektur yang dinamai ―Arsitektur Panggung‖ ini memiliki karakteristik khora sebagai wadah pembawa tanda/jejak – imprint bearer berupa ideologi Sang Penguasa. Kehadiran ―Arsitektur Panggung‖ sebagai konsep khora dengan karya-karya arsitektur yang bersifat konkret-individual terbedakan oleh material kultur-nya. ―Arsitektur Panggung‖
merupakan ruh dari skenario ideologis yang
ditanamkan Penguasa sebelum kehadiran karya arsitektur secara mewujud. Oleh karena ideologi yang ditanamkan Soekarno pada Tugu Nasional adalah ruang ideal ke-Indonesia-an, maka ―Arsitektur Panggung‖ yang hadir diberi sebutan ―Panggung Indonesia‖.
Arti ―panggung‖ telah diutarakan dalam terminologi, dari akar kata gung artinya gedhebesar diberi awalan pa terjadi nasalisasi menjadi pa- agung-an atau panggonan sing agung – ―panggung‖ -tempat yang agung. Merujuk kamus ―panggung‖ artinya pagelaran, pentas, platform, stand, teater dan tempat terbuka yang ditinggikan, balkon, tribun, ajang, arena, gelanggang dan sasana. 425 Calculus of meaning sebagai perluasan 'origin' dari makna merujuk etymology. Biasanya ada makna asal, namun kemudian muncul konotasi baru yang hadir i derivasi-derivasi untuk konteks tertentu yang semakin 'banyak' dan lazimnya agak 'menyimpang' dari makna asal. 424
175
BABAK 4
BUNG KARNO DALAM “PANGGUNG INDONESIA” Dalam karya ini, khora sebagai proses memutu kehadiran arsitektur, menunjuk hal-hal
teori non-material sebagai perluasan ilmu arsitektur,
berdasar adanya teori ide ―Arsitektur Panggung‖ sebagai ideologi Penguasa dalam proses kehadiran karya arsitektur sebagai ungkapan kualitas khora sebagai form. Babak ini, akan mengungkap pendorong sesorang mencipta ruang, yaitu hasrat, intervensi dan rasa seni. Dirangkum dari pengutaraan Gunawan Tjahjono, Michael Hays, dan Bernard Tschumi.Dalam karya ini, gagasan pakar Arsitektur itu dihimpun sebagai hal-hal metafisik – tak teraba seperti gagasan, konsep, sketsa, memoar Soekarno sebagai Penguasa termasuk aktor pendukungnya; Arsitek, Ahli Struktur dan Seniman yang terlibat. Trilogi hasrat, intervensi dan rasa seni Soekarno yang menyertai proses kehadiran Tugu Nasional ditampakkan oleh, a) hasrat yang besar dalam proses rancangan bahkan dua kali sayembara, b) perubahan-perubahan rancangan sejak proses perancangan bahkan pelaksanaan pembangunan, c) adanya rasa seni yang dilekatkan dalam
rancangan Tugu
Nasional
sekalipun
mengundang
kontroversi. Trilogi hasrat, intervensi dan rasa seni itu mencerminkan pernyataan Soekarno: ―De cultuur van een tijdpork is altijd de cultuur van de heersende klasse‖ kebudajaan daripada sesuatu djaman adalah selalu kebudajaan daripada kelas jang berkuasa426.
426
Pidato Presiden. Upatjara Pemberian Hadiah Para Pemenang Sajembara Rentjana Tugu Nasional, Istana Negara, Djakarta, 17 November 1960.
176
Pengutaraan Soekarno itu mempertunjukkan sikapnya sebagai ‖Pemimpin Besar Revolusi‖427 yang memiliki legitimasi dalam penciptaan kebudayaan Indonesia, sekaligus menunjukkan karakteristik khora yang representasi sikap merawat yang dimiliki oleh Ibu-Perawat, juga menunjukkan dominasi sebagai ‗penyedia tempat bagi sesuatu yang hadir untuk being‘ sekaligus menunjukkan ide bentuk/form arsitektural yang selalu dalam proses ‗mengada‘, mengkualitas, memutu. Karakteristik Khora yang melingkupi ide ―Arsitektur Panggung‖ yang terdapat pada karya-karya Soekarno, telah membuat perbedaan dengan karya Penguasa lainnya. Adanya kehadiran spectre Sang Penguasa Soekarno, yang tidak ditemukan pada karya-karya arsitektural lazimnya, dalam konteks ini spectre Soekarno hadir secara transedental. Ide ―Arsitektur Panggung‖ dengan kehadiran spectre Penguasa juga terjadi pada karya Hitler saat ia menggaungkan ideologi NSDAP; stability, order, tradition in art428 bahkan ia menyebut Führer bagi dirinya dalam perannya sebagai Vorsitzender - Ketua dari NSDAP. Hal serupa juga ditunjukkan oleh Joseph Stalin dengan ideologi Realisme Sosialist ketika menggaungkan gaya Gothic Stalinis. Di Indonesi, dalam sebutannya ―Sang Pemimpin Besar Revolusi‖ Soekarno demikian menonjol dalam ‗Projek Mercusuar‘ nya terutama Tugu Nasional. Peran Soekarno telah melampaui tugas-tugas kenegaraan, karena telah memerankan diri selayaknya ―Arsitek‖ dengan bekal penguasaan teknis, teknologi serta rasa seni yang dimilikinya.
427Sebutan
―Pemimpin Besar Revolusi‖ Soekarno kepada dirinya sendiri, terjadi setelah Dekrit Presiden 5Juli 1959. Kata ‖Revolusi‖ (ditulis dengan ‖R‖) berkembang jadi kata yang sakti: ia bisa menggetarkan, ia bisa menggugah, ia menghalalkan atau membabat apa saja yang dikehendaki sang penafsir. Sang penafsir tentu saja sang ‖Pemimpin Besar Revolusi‖, dan itu adalah Bung Karno. Dituliskan oleh Goenawan Mohamad 5 Juli 2006. 428 Peter Adam.Art of The Third Reich.New York: Harry N Abrams Inc, 1995, hal. 91.
177
Sehingga dapat dikatakan trilogi hasrat, intervensi dan rasa seni yang melingkupi Soekarno telah berperan sentral dalam proses kehadiran karya arsitektur Tugu Nasional. Bila menilik kesejarahannya perancangan Tugu Nasional mengalami dua kali sayembara yaitu tahun 1955 dan 1960. Sayembara tahun 1956 hanya menghasilkan satu pemenang Kedua, yaitu Arsitek Silaban, dan Sayembara tahun 1960 menghasilkan dua regu Pemenang Ketiga yang terdiri atas mahasiswa-mahasiswa arsitektur dari ITB Bandung. Karya keduanya tidak serta merta menjadi rancangan yang siap untuk dibangun, karena Soekarno belum memberi persetujuan, sampai akhirnya Soekarno mengambil sikap kompromi desain karena tidak ingin memperoleh kegagalan yang akan berdampak tertundanya kehadiran Tugu Nasional. Proses yang berlangsung menyerupai Khora, sebagai proses becoming, memutu, ‗menjadi‘ yang mendahului rancangan Tugu Nasional. Sejumlah ―teks‖ dipertautkan serta dimaknai secara hermeneutik-interpretatif untuk merajut pengungkapan proses kehadiran Tugu Nasional. Frase yang menunjukkan keinginan Soekarno sebagaimana pengutaraan Tjahjono, bahwa ‗arsitektur hadir berkat dorongan hasrat menurunkan citra diri‘ ditemukan sebagai pidato Soekarno di awal Sayembara Kedua Rancangan Tugu Nasional 1960429: ―…Kita harus pula mempunjai tanda pula daripada kebesaran bangsa Indonesia, tanda pula, lambang pula daripada tekad bangsa Indonesia untuk – dalam peribahasa overdrachtelijk – bangsa jang ingin mendjulang, menangkap, nggajuk bintang di langit.
Pernyataan itu menunjukkan pentingnya Tugu Nasional sebagai Tanda Kebesaran Bangsa Indonesia.
429
Soekarno, 27 Djuni 1960, hal.9.
178
Oleh karena itu, sayembara sempat digelar kedua kali pada 10 Mei 1960 – 15 Oktober 1960430 sebagai jalan mengatasi kebuntuan pada sayembara pertama 17 Februari 1955-Mei 1956. Apa yang melatari sayembara tersebut dan mengapa harus dilakukan sayembara ulangan? Untuk mendeskripsikan situasi di saat sayembara berlangsung akan didahului oleh proses artistik atau proses becoming untuk mewujudkan ‗gambar anganangan‘ yang bersesuaian dengan metode Khora, melalui penelusuran sejumlah dokumen pribadi Arsitek Soedarsono431, Diary Arsitek Silaban, Memoar para Pemenang Ketiga Sayembara Tugu Nasional Kedua, Memoar dan Dokumen Seniman Edhi Sunarso.
MENELISIK SAYEMBARA TUGU NASIONAL Karir Soekarno sebagai Negarawan internasional dilalui usai lawatannya ke berbagai mancanegara. Diawali ke Amerika Serikat432 yang dilanjutkan ke Moskow433 pada 1956, seusai Sayembara Pertama Rancangan Tugu Nasional 1955 yang dimenangkan Arsitek Silaban sebagai Pemenang Kedua, dikarenakan panitia tidak menemukan rancangan unggulan. Soekarno menyadari kegagalan tidak diperolehnya rancangan Tugu Nasional sesuai ideliasasinya.
Berdasar memoar Arsitek Soedarsono mengenai Naskah Rentjana Gambar Arsitektur Dari Tugu Nasional dan juga Tertera pada label maket Tugu Nasional karya F Silaban untuk Sayembara Rancangan Tugu Nasional yang pertama. 431 Sejumlah dokumen pribadi Arsitek Soedarsono yang dipinjamkan oleh ahli warisnya memperkaya penelitian ini. 432 Soekarno, Danoeasmoro, Winoto. Perdjalanan PJM Presiden Ir DR H Achmad Sukarno ke Amerika dan Eropa. Djakarta: Rafica, 1956. 433 ______.Kunjungan Presiden Republik Indonesia Soekarno ke Sowjet Uni.Moskow : Penerbit Seni Lukis Negeri. 1956. 430
179
Ketika berkesempatan melakukan muhibah selama 48 hari ke mancanegara, Soekarno mengamati sedikitnya dua puluh kota yang memiliki monumen megah yang mengesankannya antara lain di; Moskow, Sofia, New Delhi, Rangoon, Mekah, Tien An Men, Bukares, Warsawa, Swerdlov, Tasjkent, Washington, Mesir, Mexico, Angkara, Rabat, Marroko, Budapest, Argentina, Rio de Janeiro. Sejumlah Tugu dan Monumen yang disaksikannya menunjukkan universalitas form berupa tiang menjulang, skala besar, material logam, serta dapat dipandang dari jarak jauh serta menggambarkan dinamika modern. Pencerapan Soekarno tentang kehadiran tugu, disampaikan dihadapan peserta Sayembara Kedua:434 Saja, saudara-saudara, telah melihat dunia; boleh dikatakan ¾ daripada permukaan bumi ini sudah saja lihat, sudah ―handjajah desa hamilang kori‖di negeri asing, tinggal beberapa jang belum saja kundjungi dan Insja Allah SWT nanti lain kali Insja Allah akan saja kundjungi pula. Di tiap-tiap Negara saja melihat bahwa ada monumennja, ada bangunannja jang menggambarkan djiwa daripada rakjatnja itu. Di Negara apapun, bahkan kadang-kadang saja menemui monumenmonumen jang dari djaman purbakala, seperti tatkala saja di India, di New Dhelhi, dekat New Delhi itu di sana ada tiang, tugu Acoka terbuat daripada perunggu Saudara-saudara, bukan terbuat dari kaju.
SIAPAKAH “ARSITEK” TUGU NASIONAL? Penelusuran trilogi hasrat, intervensi dan rasa Soekarno proses kehadiran Tugu Nasional sekaligus menyingkap aktor penggagas sekaligus konsepsi awal dilaksanakannya sayembara rancangan Tugu Nasional yang sejauh ini pengungkapannya kurang memadai.
Disebutkan oleh Soekarno nama-nama kota di Mancanegara yang dikunjunginya. Simak Soekarno, 27 Djuni 1960, hal. 9. 434
180
Ketiadaan Term of Reference sayembara tergantikan oleh adanya risalah Claire Holt dalam Melacak Jejak Perkembangan Seni di Indonesia435 serta sejumlah dokumen pribadi Arsitek F Silaban436: Rencana-rencana untuk sayembara desain dari Monumen Nasional (Tugu Nasional) di Jakarta diumumkan pada tahun 1955 oleh sebuah panitia yang dipimpin oleh Presiden. Spesifikasinya adalah, bahwa Monumen itu harus 64 meter tinggi untuk memperingati tahun 1945 (19+45=64), ketika Indonesia diproklamasikan. Banyak kelompok serta perorangan menyerahkan rencana tahun berikutnya, tetapi tak ada yang memenangkan persetujuan akhir dari juri. Setelah beberapa putaran lagi, sebuah rencana yang disetujui bersama ditetapkan.Pembangunan dimulai tahun 1961 dan mungkin diselesaikan pada tahun 1967 (buku aslinya dicetak tahun 1967)
Catatan Holt menunjukkan gairah masyarakat dalam mengikuti sayembara untuk menanggapi ajakan Soekarno melalui Tim yang diketuai oleh Sarwoko437. Kehadiran Sarwoko bahkan dikatakan sebagai pencetus ide. Atribut pencetus ide tidak sebanding dengan penggagas dalam terminologi arsitektur. Penggagas ide dalam arsitektur, memiliki sejumlah persyaratan pada Sang Aktor yang disertai kemampuan teknis untuk mengupayakan sesuatu yang dicetuskannya terwujud. Dituntut kristalisasi pemikiran runut yang tertuang sebagai Konsep Perancangan. Sedangkan tidak demikian pengertian pencetus ide yang dimaksud secara umum, yang seolah-olah dapat terjadi pada pribadi manapun. Pencetus ide merupakan wacana di bawah tingkatan penggagas.
Holt, Claire.Melacak Jejak Perkembangan Seni di Indonesia) Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia.2000, hal. 309. 436 Disalin di kediaman Jl. Salak Bogor atas ijin dari MAan sebagai pemegang otoritas dokumen warisan Arsitek F Silaban. 437 Sarwoko, saudara kandung Mr. Sartono, tim pembela Soekarno di pengadilan Kolonial tahun 1930 di Bandung. Oleh Sudiro dinyatakan Sarwoko adalah ‗pencetus gagasan‘ Tugu. Pendapat tersebut masih menjadi kontroversi hingga kini. 435
181
Lebih tepat dikatakan sebagai aspirasi Sarwoko yang tanggap akan kegandrungan Soekarno438 dalam pendirian tugu dan monumen sebelum sayembara pertama berlangsung. Aspirasi Sarwoko telah diapresiasi Soekarno dengan menunjuknya sebagai Ketua Panitia Sayembara Tugu Nasional Pertama. Ketika mengalami kebuntuan yang mendorong lahirnya Sayembara Kedua menunjukkan gagasan Sang Penguasa yang lebih berperan. Pernyataan Sudiro439 tentang peran Sarwoko sebagai pencetus ide tugu yang disetarakan penggagas, bukan artinya meniadakan peran Soekarno. Pernyataan itu menyerupai demystify440 terhadap sikap politik sentralistik Soekarno untuk menunjukkan perasaan kurang nyamannya atas proses becoming Tugu Nasional yang demikian panjang serta penuh kontroversi. Untuk itu akan dipetakan proses kehadiran Tugu Nasional ini untuk menjawab siapakah sebenarnya Sang Penggagas dan ―Arsitek‖. SAYEMBARA PERANCANGAN TUGU NASIONAL PERTAMA
Terhimpun sebanyak 51 karya, namun tak satupun dianggap layak sebagai pemenang oleh Soekarno. Bahkan karya Frederich Silaban hanya menduduki sebagai Pemenang Kedua. Merujuk dokumen pribadi Arsitek Silaban441 disaksikan sebuah rancangan di catuspatha yang terbentuk oleh tanda silang ganda (X) dan (+). Sebelum sayembara pertama Tugu Nasional digelar 1955, sedikitnya telah didirikan Tugu Pahlawan Surabaya 1951 dan Tugu Muda di Semarang 1952, Tugu Alun-Alun Bunder di Malang 1953 dan Tugu Seguntang di Palembang 1954. 439 Sudiro. ―Kala itu….‖ Dalam Karya Jaya, oleh Pemerintah DKI Jakarta.Karya Jaya. KenangKenangan Lima Kepala Daerah Jakarta 1945-1966.Jakarta: Pemda DKI Jakarta.1977,hal..103. 440demistify adalah upaya untuk menghapus sesuatu atau untuk menerangkan atau mengklarifikasi sesuatu. 441 Dokumentasi Karya Tugu Nasional dari F Silaban yangdireproduksi atas ijin dari mAan, di Jl Salak Bogor. 438
182
Tugunya menjulang dengan paras menghadap Istana Negara berupa lima pilar ritmis yang diakhiri oleh ornamen patung Garuda Pancasila pada puncak tugu. Rancangan itu berlokasi di pusat bundaran besar dengan delapan jalan utama menyerupai rancangan Kota Ideal442 dengan pola circle, polygon, trivium maupun polyvium menyerupai rancangan the City of Truth kaya Bartolommeo Delbene pada 1609443. Pusat bundaran memencar lima buah jalan dengan fasade bangunan bermahkota patung burung mengingatkan ornamen Elang Swastika Hakenkreuz di Pavilion Jerman pada International Exposition di Paris 1937. Kesungguhan rancangan monumental bernafas modernitas Barat dari Arsitek Silaban tampaknya mengabaikan nuansa ke-Indonesia-an serta kedinamisan yang menjadi obsesi Soekarno. Kehadiran ornamentik patung Garuda Pancasila sebagai mahkota bangunan tinggi tampaknya kurang mempertimbangkan konsep ‗keterbacaan visual‘ agar keindahannya dapat direpresentasi dari semua arah pandang. Berdasar jejak kepribadian Penguasa pada pembahasan sebelumnya, rancangan Silaban dinilai kurang memenuhi rasa seni Soekarno yang mengingini adanya unsur pesona ke-Indonesia-an, serta sifat plastis-dinamis bagi Tugu Nasional. Berkat kesungguhannya, Arsitek Silaban akhirnya diangkat sebagai Tim Juri Sayembara Kedua tahun 1960, situasi itu menjadikan dirinya tak lagi diperkenankan mengikuti Sayembara.
Kostof, Spiro. The City as Diagram dalam The City Shaped: Urban Patterns and Meanings Through History. London:Thames and Hudson. 1991,page 159. Rancangan klasik pusat kota merujuk hal serupa dijumpai di Piazza Del Popolo Roma sebagai konsep trivium. Bertolaknya tiga jalan ke atau dari suatu titik. Kota Berlin juga memperlihatkan circle dan trivium dinamai Rondell Plaza. Juga Washington DC dengan sumbu Mall of Washinton DC. Konsep trivium bertolak dari gedung Capitol ke White House, Lincoln Memorial dan Jefferson Memorial. 443 Ibid, hal.163. 442
183
Ketika Sayembara Perancangan Tugu Nasional Kedua 1960 digelar diketuai langsung oleh Soekarno444. Diikuti oleh sejumlah arsitek dan seniman. Claire Holt kembali memberikan gambaran karya yang disajikan oleh peserta melalui Melacak Jejak Perkembangan Seni di Indonesia445. Dicatatnya pelukis Hendra mengikuti kedua sayembara, namun tidak memperoleh kemenangan: Pada tahun 1956 Hendra terlibat sangat intensif dalam merancang sebuah versi kedua dari Monumen Nasional, karena rencana pertamanya gagal dalam kompetisi. Rencana dasarnya, bagian-bagian silang, serta model tanah liat menunjukkan sebuah pilar mengerucut yang tinggi dan berat yang melonjong menuju ke sebuah menara dan dihias dengan motif-motif yang menyala yang berhiasan banyak. Tugu itu tampil dari tengah-tengah sebuah dasar besar yang dibentuk seperti garis bentuk burung yang mengembang dari burung Garuda…. Ornamentasi dari pagarlangkan, serambi-serambi yang bertiang, serta sayap-sayap berundak mengumandangkan candi Jawa-Hindu, tetapi daripada makara pada akhir dari pegangan pada tangga, terdapatlah siput-siput yang anggun – menurut Hendra lambang-lambang dari kemelaratan.
Kesungguhan Hendra terhadap kedua sayembara itu, nampaknya karya Hendra kurang mengenai sasaran ego Kemahabesaran yang melingkupi kepribadian Soekarno melalui karyanya yang penuh simbol dan ornamen namun mengabaikan keeleganan bangunan modern. Hendra dikenal sebagai pimpinan Pelukis Rakyat di Yogyakarta bersama Sudjojono. Karya-karyanya lekat terhadap keseharian alam lingkungan Yogyakarta yang dekat percandian, sehingga karya Hendra lebih tepat dikatakan karya seni ekspresif dibandingkan sebagai karya arsitektur.
Soekarno, 27 Djuni 1960. Claire. Melacak Jejak Perkembangan Seni di Indonesia(Terj). Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia.2000 hal. 309-335-336. 444
445Holt,
184
KESAKSIAN MELALUI DIARY ARSITEK SILABAN Sebuah diary - catatan harian Arsitek Silaban tanggal 30 Oktober 1960446
digambarkannya suasana rapat Tim Juri Sayembara Tugu Nasional
antara lain; Soekarno, Ir. Roosseno, PM Djuanda dan Silaban yang memutuskan rancangan nomor 80 dan 81 akan memperoleh hadiah Ketiga senilai Rp.5.000,- dan nomor 103 sebagai Pemenang Keempat memperoleh Rp. 2.500,-. Rancangan 80 dan 81 adalah karya Tim Mahasiswa Arsitek dari ITB dan peserta nomor 103 belum diketahui identitasnya. Selanjutnya, Roosseno mengusulkan 3 atau 4 orang Arsitek terkemuka diberi opdracht merancang bersama-sama - geza‘menlijk Tugu Nasional dimulai oleh Presiden sendiri. Usulan itu tidak disetujui oleh Silaban, menurutnya dalam praktek tidak mungkin berhasil kerjasama seperti itu. Kutipannya sbb447: Bila Pemerintah / Presiden belum dapat memberi opdracht kepada satu orang arsitek, maka itu adalah suatu pertanda bahwa Indonesia belum memiliki seorang arsitek jang demikian besarnya dan sajapun berpendapat bahwa Indonesia belum mempunjai arsitek jang sanggup merencanakan Tugu nasional + Monumen Nasional jang kita idam-idamkan semua.
Dalam diari itu Silaban sempat mengusulkan kepada Soekarno sketsa Tugu Nasional yang menggambarkan obelisk sederhana menjulang setinggi 350 meter yang berlokasi di luar Kawasan Lapangan Merdeka, di tengah anlostrada - empat jalan simpang. Adanya perbedaan antara sketsa Silaban dalam diari-nya dengan wujud Tugu Nasional, membuktikan bahwa bukan gagasan Silaban yang dikembangkan sebagai rancangan final Tugu Nasional. 446 447
Diary Arsitek Silaban, tanggal 30 Oktober 1960. Ibid, tanggal 7 November 1960.
185
Hal itu juga bersesuaian dengan pernyataan k Silaban melalui Riwayat Hidup Singkatnya yang tidak menyebutkan dirinya sebagai Arsitek Tugu Nasional. Diari tinggalan Silaban tersebut, selain mengungkap kekecewaannya terhadap keputusan final Soekarno yang menginginkan adanya kompromi desain, juga merefleksi sindiran halus atas pelaksanaan kedua sayembara Tugu Nasional, yaitu pada salah satu diari-nya, Silaban menuliskan bahwa..‖ karya arsitektur yang besar seperti Taj Mahal, Pyramid dan Cheops, St Pieter, Balai Kota Stocholm dan sebagainya ‗tidak pernah terjadi‘ sebagai karya Sayembara ataupun Tim Arsitek, melainkan berdasar karya Seorang Arsitek saja yang diberi kepecayaan oleh seorang Baginda. Apabila pemerintah/Presiden di Indonesia belum bisa memberi opdrafh kepada seorang Arsitek untuk merancang Tugu Monas, maka sebenarnya Indonesia belum mampu memiliki rancangan Tugu Nasional yang diidam-idamkan semua orang. .. Berdasar diari tersebut, disimpulkan bahwa keputusan Soekarno dalam menghadirkan karya Arsitektur, dapat saja terbelenggu oleh sikap nonkooperatif Arsitek yang unggul seperti Silaban, yang menginginkan cara penunjukkan langsung. Tidak demikian halnya Soekarno, adanya trilogi hasrat, intervensi dan rasa seni yang melekat dalam diri pribadi Soekarno sekaligus Penguasa, rancangan Tugu Nasional yang hampir tertunda sejak sayembara tahun 1955, pada tahun 1961 dapat dilaksanakan. Soekarno mengakhiri perbedaan pendapat itu dengan meminta Dewan Juri segera mengumumkan pemenang sayembara. Media Lembaran Minggu 1960448 meliput PemenangPemenang Ketiga Sayembara Tugu Nasional sebagai pemenang ketiga diantara tujuh rancangan yang terpilih yang berasal dari 136 gambar yang diterima panita.
Lembaran Minggu. Pemenang-Pemenang Ketiga Sayembara Tugu Nasional. 27 Nopember 1960. 448
186
Sebagai Pemenang Ketiga adalah dua regu mahasiswa arsitektur mewakili Lembaga Penjelidikan dan Affiliasi & Industri ITB Bandung, bernomor 80 dan 81. Tim pertama bermotto ‗Berjuang Berdasarkan Pancasila‘ terdiri atas, Susantiah (22 tahun), Wahjuningsih (23 tahun), Ardi Pardiman (23 tahun), Bambang Setiarso (24 tahun), Robby Sularto (22 tahun),
Sudarmadi (22
tahun), dan Sjaiful Arifin (23 tahun). Tim bermotto ‗Melati‘ terdiri atas Siti Utamini (23 tahun), Alibasah Samhudi (23 tahun), Bondan Hermani Slamet (24 tahun), Noer Sajidi (23 tahun ), Purnomo Hadi (23 tahun), Tato Slamet (23 tahun ) dan Tjan Poo Gwan (21 tahun). Media Lembaran Minggu juga memaparkan: persyaratan ketinggian tugu antara 64 sampai dengan 70 meter, penyimpanan Bendera Pusaka serta plat yang akan bertuliskan Teks Proklamasi dengan tinta emas murni serta lokasi tugu di atas tanah seluas 1 kilometer persegi di Lapangan Merdeka. Menurut Sjaiful Arifin dan Noer Sjaidi449 di awal sayembara gambar situasi Lapangan Merdeka berupa trapezium dengan titik pusat berbentuk bujur sangkar sebagai lokasi tapak Tugu Nasional dengan orientasi di Utara patung pahlawan, yang kelak dipilih sosok Pangeran Diponegoro, namun belum disebutkan adanya rancangan Api Kemerdekaan. Dua regu dari Jurusan Arsitektur ITB menampilkan rancangan setema dengan perbedaan wujud dan dasar tugu. Tim ‗Berjuang Berdasarkan Pancasila‘ merancang tugu berlandaskan segiempat asimetri menyerupai kapal laut, sebagai symbol bangunan yang mampu menahan bahtera, sedangkan Tim ‗Melati‖ merancang tugu bersudut segi lima yang menjulang ke angkasa langsung di atas landasannya. Soekarno tampak terkesan oleh karya rancangan tugu di atas landasan asimetri menyerupai afgeknotte itu.
Sjaiful Arifin dan Noersjaidi keduanya mewakili dua regu berbeda sebagai Pemenang Ketiga Tim Mahasiswa ITB. 449
187
Sungguhpun kedua sayembara tidak ditemukan rancangan yang sesuai hasrat Sang Penguasa, namun tersurat keinginan Soekarno mengadopsi karya rancangan pemenang kedua dan ketiga dari kedua sayembara yang digelar450: Tetapi apakah yang dipakai? Apakah hadiah ke-3? Apakah hadiah jang ke-2 atau jang ke-3 dari sajembara jang Pertama? Dalam tekad daripada Panitia MonumenNasional jalah bahwa akan ditundjuk sekarang ini beberapa djempolan pencipta Indonesia jang diminta untuk mengadakan satu projek jang finaal dengan mempergunakan segala hasil daripada sajembara ke-1 dan ke-2 sehingga sajembara ke1 dan ke-2 itu tidak terbuang akan manfaatnja. Dari kedua sajembara ini akan diambil manfaat, bahan untuk pentjipta-pentjipta jang nantinja akan ditundjuk. Maksud kami ialah tidak untuk menunjuk banjak sekali pencipta tetapi mengambil beberapa djempolan saja daripada pentjipta-pentjipta kita. Mereka ini kita tugaskan untuk membuat projek daripada tugu dengan entourage monumen nasional seluruhnja dengan mempergunakan bahan-bahan jang saudarasaudara peserta telah berikan kepada kam didalam sajembara ke-1 dan ke-2.
Soekarno mengharapkan karya kedua pemenang sayembara menjadi bagian dari proses ‗becoming‘ Tugu Nasional, sekalipun keputusan itu telah ditentang oleh Silaban, dan Soekarno mengutarakan451: Saudara Silaban sebagai anggota juri – sana duduknja—beliau sebetulnja tidak setuju kalau tugas membuat projek finaal itu diserahkan kepada beberapa orang. Sebagai tadi saja katakana, kami akan menunjuk beberapa orang djempolan, gembong-gembong pentjipta untuk bersama-sama mentjiptakan monument nasional atau tugu nasional secara finaal. Sdr. Silaban sebetulnja tidak mufakat. Sedjarah, kata sdr. Silaban, belum pernah menunjukkan bahwa sesuatu monumen atau sesuatu keindahan kota atau sesuatu apapun jang hebat adalah hasil dari pada tjiptaan beberapa orang. Selalu hasil tjiptaan satu orang, kata Silaban.
Soekarno.Pidato Presiden. Upatjara Pemberian Hadiah Para Pemenang Sajembara Rentjana Tugu Nasional,Istana Negara, Djakarta, 17 November 1960, hal. 6. 451Soekarno.Pidato Presiden, 17 November 1960, hal. 9. 450
188
Kota Parisjs kenapa hebat‖ Tjiptaan satu orang, namanya Houtman. Betul!!! Piramida, Sang Pharao tidak menyuruh satu panitia bikin satu piramida, tidak. Pharao menjuruh kepada satu orang: …Buatlah tempat aku bersemajam berabad-abad, sampai kepada berpuluhpuluh abad, buatlah aku satu hal jang abadi….Perintah kepada satu orang dan satu orang ini mentjipta, menggerakkan dia punja genialiteit, menggerakkan dia punya daja tjipta, terjadilah piramida jang sehebat-hebatnja jang kemudian, ja, banjak jang meniru
KESAKSIAN MELALUI MEMOAR ARSITEK SOEDARSONO Pada permulaan tahun 1961, Arsitek Silaban dan Arsitek Soedarsono mendapat perintah lisan dari Ketua Umum Panitia Monas, Ketua Juri (Ir. Soekarno) pada saat itu Presiden RI untuk bersama-sama dengan beliau membuat pra-rentjana design Tugu Nasional. Dengan understanding antara Arsitek Silaban dan Arsitek Soedarsono, maka disepakati (sendiri2) membuat ide pra rentjana dalam waktu singkat, kemudian diadjukan kepada beliau untuk menentukan pilihan dan tindakan selanjutnja. Beberapa hari kemudian setelah prarentjana diserahkan, design dari Arsitek Soedarsono dipilihnja untuk selanjdjutnja supaja dibuat rencana pelaksanaan (vender uitwerken).
Arsitek Soedarsono452 mengutarakan proses desain Tugu Nasional mengambil dasar pemikiran untuk memenuhi apa yang dinamakan Nasional dengan mengangkat beberapa unsur peristiwa Proklamasi Kemerdekaan Indonesia sebagai wujud Revolusi Nasional dan mengangkat angka keramat 17, 8, 45, Hari Proklamasi sebagai dimensi ukuran dan bentuk arsitekturnya. Rancangan Tugu Nasional yang dipilih oleh Soekarno adalah usulan Soedarsono setelah berkonsultansi dengan ahli struktur Roosseno453.
Berdasar memoar Arsitek Soedarsono mengenai Naskah Rentjana Gambar Arsitektur Dari Tugu Nasional. 453 Periksa surat- menyurat Roosseno dan Soetami kepada Soedarsono sehubungan rencana struktur Tugu Nasional. 452
189
Pembangunannya melibatkan kontraktor Jepang PT Tohnichi Trading Co Ltd sebagai perubahan rencana semula yang sedianya akan dilaksanakan oleh Tenaga Ahli Indonesia454. Kenyataan tersebut menyakitkan hati teknisi dan seniman Indonesia yang ingin menyumbangkan ketrampilannya dalam proses kehadiran highrise building Indonesia yang pertama. Perubahan rencana dari Soekarno disebabkan oleh adanya kompromi bersamaan diserahkannya Dana Pampasan Perang Jepang yang disertai lobi-lobi kerjasama di bidang konstruksi455. Adapun pelaksanaan fisik pembangunan Tugu Nasional tidak akan disinggung secara rinci, karena pembahasan ditujukan untuk pengungkapan hal metafisik. Sejumlah dokumen yang tersedia dapat dicermati456. PROSES MEMUTU RANCANGAN TUGU NASIONAL Seusai pengumuman pemenang sayembara Tugu Nasional, Soekarno memerintahkan dibentuknya Tim Arsitek Djempolan pilihan Presiden457. Gagasan itu mengundak reaksi ketidaksetujuan Arsitek Silaban, namun kekecewaannya tidak disampaikan secara langsung melainkan dinyatakannya dalam diari458. Lihat Sudiro ―Kala itu….‖ Dalam Karya Jaya, 1977,hal.103 dan kliping harian tanpa nama dan tanggal bertajuk Dari Tugu Nasional ke Monumen Nasional. Siapakah pentjipta Ideenja yang ditulis oleh: Pak Diro. 455Nishihara, Masashi (Terj.) Dean Praty R. Sukarno, Ratnasari Dewi Dan Pampasan Perang, Hubungan Indonesia-Jepang 1951-1966. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1993, hal 152-154. Menunjukkan adanya peran nona Nemoto Naoko yang kemudian dinamai Ratna Sari ketika dinikahi oleh Soekarno. Nemoto Naoko diperkenalkan oleh Kubo Masao pemilik Kobayashi. PT Tohnichi Trading Co Ltd merupakan milik Kubo yang hanya memiliki satu perwakilan dagang di Jakarta. 456 Periksa Laporan Singkat Pekerjaan Proyek Pembangunan Tugu Nasional 1962-1963. Jakarta: Direksi Pelaksana. Cet.Kedua. 1997 dan Tugu Nasional. Laporan Pembangunan 1961-1978. Jakarta: Pembina Tugu Nasional, 1997. 457Soekarno.Pidato PJM Presiden Soekarno Pada Upatjara Pemberian Hadiah Para Pemenang Sajembara Rentjana Tugu Nasional, Istana Negara, Djakarta, 17 November 1960. 458 Diari Arsitek F Silaban 17 Desember 1960. 454
190
Dikritisinya karya Pemenang Ketiga mengambil ide afgeknotte - piramida terpotong menyerupai karya Oscar Niermeyer maestro dari Brazilia untuk National Museum di Mexico. Atas perintah Soekarno, Arsitek Silaban dan Soedarsono diberi mandat untuk mengembangkan ide berdasar rancangan Tim Pemenang Ketiga yaitu sebentuk Tugu di atas landasan afgeknotte. Untuk memastikan rancangan Tugu Nasional didasarkan dokumen Arsitek Soedarsono aaukah Arsitek Silaban, melalui wawancara intensif dengan Sjaiful Arifin dan Noer Sajidi459 dapat disimpulkan salah satu rancangan dari kedua tim itu menjadi landasan ide perwujudan Tugu Nasional yang kini berdiri, yaitu rancangan tugu di atas dasar segiempat asimetri menjulang ke angkasa. Sehingga yang dikatakan sebagai Arsitek Djempolan pilihan Presiden adalah Arsitek Silaban dan Soedarsono. Seperti apakah usulan Arsitek Djempolan pilihan Presiden itu? Pertanyaan ini untuk mengetahui peran tokoh yang telah menyejarah agar dapat meneladani sekaligus mengkritisi karyanya agar supaya masyarakat tidak lagi bias oleh nama yang disebut sebagai Arsitek Tugu Nasional : Fedrick Silabankah? Arsitek Soedarsonokah? Ataukah Soekarno? KARYAUSULAN ARSITEK SILABAN Melalui dokumen pribadi Arsitek Silaban, ditemukan rancangan Tugu Nasional yang menunjukkan ciri modernitas. Tampak upayanya menolak kehadiran afgeknotte sebagaimana diinginkan Soekarno untuk merujuk karya Pemenang Ketiga, regu dari Mahasiswa ITB. Sebagai penggantinya, digubahnya landasan tugu menyerupai podium yang penuh dengan pilar ritmis. Sosok tugu dirancang sedemikian langsing mengangkasa. 459
Sketsa tangan Sjaiful Arifin, 2011: Tugu Nasional ala regu ‗Berjuang Berdasarkan Pancasila‘.
191
Karena proporsinya yang sedemikian, dalam sketsa tersebut tampak menyerupai sebuah benda yang runcing serta tajam. Rancangan Silaban tampaknya meninggalkan aspek simbolis dan ornamentik, sehingga terkesan beku tanpa emosi, dan hal sedemikian kurang menjadi ekspresi yang diinginkan Soekarno. KARYA USULAN ARSITEK SOEDARSONO Dalam
dokumen
pribadinya,
ditemukan
rancangan
Arsitek
Soedarsono yang tampak taat azas terhadap keinginan Soekarno untuk mengadopsi gagasan dari Pemenang Ketiga. Sosok tugu tampil dengan afgeknotte sebagai landasan dan puncak tugu diakhirinya dengan liukan keris yaitu sejenis pusaka dari kebudayaan Jawa kuno yang terdiri atas lekukan – luk. Sosok Tugu diilhami oleh rancangan alu – lumpang yaitu alat penumbuk padi yang ditancapkan pada dasarnya yang disebut lumpang yang digelar di atas tanah yang ditinggikan yang disebut dhampar atau sitinggil. Rancangannya menyerupai setangkup artifak penting dalam tradisi kehidupan manusia Indonesia yang diwujudkan oleh Arsitek Soedarsono merujuk angka sakral Bangsa Indonesia 17, 8,19, 45 sebagai dimensi arsitekturalnya. RANCANGAN FINAL TUGU NASIONA L Ketika tampak kesesuaian antara Tugu Nasional yang kini terbangun dengan rancangan Arsitek Soedarsono, timbul pertanyaan: Mengapa Soekarno memilih usulan Arsitek Soedarsono dan bukan karya Silaban sebagai rancangan final Tugu Nasional?
192
Pengungkapannya terjawab ketika menelusuri sejumlah sketsa tangan Arsitek Soedarsono sebagai proses kreatif perancangan Tugu Nasional menampakkan adanya kesamaan art feeling – rasa seni antara Soekarno dan Arsitek Soedarsono. Bahasa simbol yang diwujudkan pada karya arsitektur bersesuaian dengan jiwa simbolistik dari Soekarno. HASRAT, INTERVENSI DAN RASA SENI SOEKARNO Tiang pertama Tugu Nasional resmi dipancangkan di tengah-tengah Lapangan Merdeka pada 17 Agustus 1961460 menandai awal kehadiran monumen yang kini menjadi Bangunan Bersejarah merujuk UU BCB 1993 dan 2010 yang ditasbihkan tahun 1993 melalui SK No.475 Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta461.Sosok Tugu Nasional bersepadan dengan signifikasi gagasan Snyder dan Catanese (Budihardjo, 1997) yang mengandung; a) Kelangkaan-scarcities,
2)Kesejarahan-historicities,
c)
Estetika-aesthetic,
d)
Superlativitas-superlativity, e) Kejamakan-plurality dan f) Kuantitas pengaruhquantity influences dan tiga kriteria tambahan dari James Sample Kerr, yaitu, g) Nilai sosial budaya, h) Nilai komersial, dan i) Nilai ilmiah. Dalam proses kehadiran Tugu Nasiona ampak adanya trilogi hasrat, intervensi, rasa seni dari Soekarno yang mendorong visualisasi karya Arsitektur Tugu Nasional akan dideskripsikan cara-cara Soekarno dalam proses kehadiran Tugu Nasional pada era 1960-an itu. Menggubah tugu dan monumen rupanya telah menjadi obsesi Soekarno. Soekarno, Address by H.E.President Sukarno at The Ceremony of Driving in The First Pile For The National Column, Merdeka Square, Djakarta, 17 th August, 1961. Dilaksanakan beberapa waktu setelah pekerjaan pondasi berlangsung. 461 Periksa Pemerintah DKI Jakarta. Himpunan Peraturan Permuseuman Pemerintah DKI Jakarta. Jakarta: Dinas Museum dan Pemugaran. 1999, hal.218. 460
193
Sebelum gagasan Tugu Nasional tahun 1955 tergubah: Tugu Muda di Semarang 1951, Tugu Pahlawan di Surabaya 1952, Tugu Alun-Alun Bunder di Malang 1953 dan Tugu Seguntang di kawasan Makam Pahlawan di Palembang 1954462. Senerai penelitian ini ada dua buah tugu di ex. Jl. Pegangsaan Timur 56 Jakarta. Pertama menyerupai obelisk yaitu tugu persegi empat berujung piramid dari bahan beton dinamai Tugu Peringatan Satoe Tahoen Repoeblik Indonesia"463 yang diresmikan pada 17 Agustus 1946 oleh Perdana Menteri Sjahrir dan tertera pahatan ―Atas Oesaha Wanita Djakarta‖. Tugu tersebut oleh Soekarno disebut Tugu Linggarjati. Penyebutannya sempat menjadi perdebatan, karena peristiwa Linggarjati baru terjadi tiga bulan setelah tugu tersebut diresmikan. Soekarno bahkan mengamanahkan agar tugu itu dibongkar karena akan rancu dengan Tugu Kemerdekaan464 yang digagasnya sebagai penanda 17 Agustus 1945. …Saudara membuat tugu nasional, kerdjakanlah, djangan jang sama dengan tugu jang di Pegangsaan Timur. Itupun bukan tugu kemerdekaan Saudara-saudara, jang di Pegangsaan Timur bukan Tugu Proklamasi, itu Tugu Linggardjati jang mestinja dibongkar.
Sebuah artikel
Mengenang HUT Kesatu Proklamasi oleh Rosihan
Anwar465, menginformasikan : Rombongan gadis itu bisa lolos menerobos lingkaran serdaduserdadu Sekutu. Mereka amat bersemangat menghadiri upacara peresmian Tugu Kemerdekaan yang dilakukan PM Sjahrir. Masa itu, Sjahrir disapa akrab dengan panggilan Bung Kecil. Tugu itu bisa didirikan atas inisiatif sekumpulan kaum perempuan yang secara menantang memberi kesaksian atas keberadaan Republik Indonesia yang diproklamasikan satu tahun lalu. Peresmian Tugu Pahlawan Seguntang di Palembang oleh Soekarno 10 November 1954. Mengenang HUT Kesatu Proklamasi oleh Rushdy Hoesein. 464 Pidato Soekarno Pada Pertemuan Dengan Para Peserta Sajembara Projek Tugu Nasional Di Istana Negara Djakarta Tanggal 27 Djuni 1960, hal. 7. 465 Sumber KOMPAS - Rabu, 16 Agustus 2006. 462 463
194
Kini Tugu itu, bersama rumah kediaman Presiden dan Perdana Menteri, tempat proklamasi kemerdekaan diumumkan SoekarnoHatta, telah digusur atas "petunjuk" Presiden Soekarno. Sepotong sejarah telah hilang.
Tugu yang disebut Tugu Linggarjati tampaknya kurang mampu menunjukkan sebagai karya unik serta membanggakan, karena menyerupai pengulangan rancangan yang terdapat di Wisma Ranggam sebagai pembuangan Soekarno dan Sjahrir di Bangka. Kedua adalah Tugu Petir sebentuk tugu berbahan beton bulat menjulang berujung ‗sosok petir‘ dari logam. Soekarno menamai Tugu Proklamasi466 sebagai tengaran situs di saat dirinya membacakan Teks Proklamasi.
Kedua tugu tersebut berlokasi
di atas kawasan Rumah
Proklamasi yang telah diratatanahkan. Gagasan Tugu setinggi 17 meter yang dipancangkan di bekas rumah Pegangsaan Timur 56 itu menurut Soekarno467: Di muka gedung Pola itu saudara-saudara, jang sekarang bekas Gedung Pegangsaan Timur 56 sudah diratakan, di muka Gedung Pola inilah akan dipantjangkan terbuat nantinja dari perunggu satu tugu 17 meter tingginja … Katakanlah seperti, ja seperti hal jang akan dipantjangkan, dipantjangkan persis di tempat dimana pada tanggal 17 Agustus 1945 djam 10.00 pagi Proklamasi Kemerdekaan kita di batjakan. Djangan dibikin tanda jang kriwil-kriwil, djangan dibikin tanda jang terlalu banyak hiasan-hiasan, kasihlah bentuk sebagai satu hal jang dipantjangkan. Pantjangan, di sinilah dulu Proklamasi Republik Indonesia 17 Agustus ‘45. Didirikan bukan untuk kami, untuk kita dari pada generasi sekarang…. Seribu tahun jang akan datang Insya Allah Subjanahu wata‘ala.
Soekarno.Pidato Presiden Pada Upatjara Pengajunan Tjangkul Pertama Untuk Pembangunan Semesta Berentjana Gedung Proklamasi Pegangsaan Timur 56, Djakarta, 1 Djanuari 1961. 467 Soekarno.Pidato PJM Presiden Soekarno Pada Peringatan UlangTahun ke-435 Kota Djakarta di gedung Olahraga, Djakarta, Pada Tanggal 22 Djuni 1962. 466
195
Kini, Tugu Kemerdekaan bagai Tugu Petir setinggi 17 meter itu menjadi tengaran yang kurang berhasil di ex. Rumah Proklamasi. Adanya patung monumen Soekarno-Hatta yang didirikan 1980-an berdekatan dengan tugu Petir atas perintah oleh Soeharto itu bias dan disalahtafsirkan sebagai logo Perusahaan Listrik Negara. Seiring penelusuran ditemukan dokumen rancangan Arsitek Silaban bertajuk Monumen Proklamasi Kemerdekaan yang berlokasi di Jl. Pegangsaan Timur. Sebagai petunjuk adanya wacana tugu di kawasan Rumah Proklamasi sebagai gagasan Soekarno. Rancangan Tugu Petir ataupun gambar rancangan Monumen Proklamasi Kemerdekaan karya Arsitek Silaban yang akan didirikan di ex. Rumah Proklamasi (Taman Proklamasi) tampaknya kurang mampu menunjukkan kebesaran dan kemegahan sebagai tetenger - tanda keterkenangan Bangsa Indonesia. Skala tugu yang relatif pendek ketinggiannya dan hanya 17 m, serta keluasan tapak serta lokasinya yang kurang memadai serta kurang strategis. Rancangan tugu peringatan yang seharusnya memiliki keunikan universal agar menjadi karya yang mengandung keterkenangan. Sehingga, dapatlah dimengerti bila akhirnya Soekarno menetapkan Tanda Kebesaran Bangsa Indonesia gagasannya itu di lokasi yang ‗ter‘ di kawasan ex. Hindia Belanda. Kehadiran Tugu Nasional, tidak terlepas dari hasrat menghadirkan Tanda Kebesaran Bangsa sekaligus perwujudan ‗hasrat menjadi‘ diri Soekarno merujuk psikoanalisis-struktural Lacan. Subjectivity Soekarno sebagai perluasan identifikasi diri ‗Diri Soekarno‘ ketika merepresentasi ke-Indonesia-an yaitu tindakan menyatukan diri dengan subject yang lebih besar, yaitu Tanah Air-nya. Di saat gelegak hasrat Soekarno mengemuka, rancangan Tugu Nasional menjadi curahan gagasannya untuk mewadahi ‘cermin‘ imajiner kemasyuran Kemaharajaan dan Penguasa Terkemuka melalui citraan ‘khas Soekarnoistik‘.
196
Sosok karya arsitektur ‘khas Soekarnoistik‘ yang juga merepresentasi Dualitis Paradoksal Jawa Kuno menjelma sebagai Tugu Nasional468, karya ini bukan merupakan akhir dari ide form arsitektural Soekarno, karena hasrat dan impian Soekarno tentang ke-Indonesia-an yang mengandung proses memutu sebagai Khora. Dalam proses perancangan Tugu Nasional terjadi perubahanperubahan desain akibat rasa seni Soekarno yang menonjol, diantaranya penambahan sosok Api Kemerdekaan di Puncak Tugu, yang semula belum terpikirkan, dan penambahan ketinggian Tugu di saat konstruksi tugu telah mulai meninggi. Saat itu, serta merta Soekarno menginginkan adanya penambahan ketinggian 10 meter469 dari setinggi 128, 7 m menjadi 132 m, dan akhirnya pada pelaksanaan diperintahkan Soekarno untuk ditambahkan 10 meter , menjadi 142 m. RANCANGAN API KEMERDEKAAN Sketsa pribadi Arsitek Soedarsono menggambarkan tugu menjulang sebagai perwujudan kepribadian Indonesia yang menggali konsep artefak Jawa Kuno stilisasi alat reproduksi laki-laki-perempuan: linggam-yoni, alat penumbuk padi lumpang-alu, energi positip-negatip sebagai manifestasi Dualitas Paradoksal.
Sebagai catatan Soekarno merencanakan untuk meresmikan Museum Sejarah di Tugu Nasional pada 17 Agustus 1966 468 sekaligus peringatan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia ke 21 tahun 1965 digelar di depan Tugu Nasional. Sebagai persiapannya seluruh bangunan Tugu dan Lidah Api serta patung Pangeran Diponegoro sudah selesai pengerjaannya. Namun, karena situasi negara yang tidak memungkinkan peristiwa tersebut urung dan dipindahkan ke Gelora Bung Karno. Pada HUT Republik Indonesia ke 21 Soekarno telah menyiapkan pidato yang bersesuaian dengan jiwa mengangkasa dari Tugu Nasional dengan Lidah Api Kemerdekaan yang bertajuk: Tjapailah Bintang-Bintang Di Langit. 469 Monumen Nasional. Laporan Singkat Pekerjaan Proyek Pembangunan Tugu Nasional 19621963. Jakarta: Direksi Pelaksana. Cet.Kedua. 1997, hal.55. 468
197
Rancangan Tugu ditegakkan diatas pelataran yang ditinggikan disebut sitihinggil sebagai dhampar (bhs. Jawa) yaitu tempat kedudukan bagi yang diMulia-kan bagi Tugu Nasional. Menjelang rancangan final Tugu Nasional, Soekarno memerintahkan penambahan ‗sosok api yang berkesan dinamik‘ untuk ditempatkan di puncak Tugu Nasional470. Rencana tersebut menuai kontroversi dari para seniman. Penambahan sosok api di atas Tugu Nasional yang menjulang bebas ke angkasa itu, seolah-olah ‗menyumbat‘ jiwa kebebasan dari Tugu. Akan tetapi, sosok api berukuran raksasa dilapisi emas itu tetap dihadirkan. Dinamai Api Kemerdekaan sebagai manifestasi gelora jiwa Bangsa Indonesia menyerupai ‗dian nan tak kunjung padam‘. Dian adalah nyala api (bhs. Jawa). Sketsa Api Kemerdekaan goresan Soedarsono memperlihatkan gestalt terinspirasi oleh luk – lekukan Keris Pusaka sebagai upaya mewujudkan kepribadian Indonesia dalam rancangan Tugu Nasional. Gambar penampang Api Kemerdekaan memperlihatkan ruang terbuka sebagai area menyaksikan panorama Kota Jakarta, namun mengalami perubahan akibat perluasan bidang landasan Api Kemerdekaan. Sehingga area di bawahnya, yaitu ruang terbuka di Puncak Tugu menjadi terlindungi karena berfungsi sebagai ‗atap‘. Sosok Api Kemerdekaan sekaligus menjadi penutup ruang mesin lift. Dengan kata lain, sosok Api Kemerdekaan memiliki beberapa peran sekaligus. Pertama, peran simbolik jiwa Bangsa Indonesia yang bergelora laksana api yang sedang berkobar, Kedua, peran fungsional sebagai selubung ruang lift, dan Ketiga, sebagai unsur estetik di Tugu Nasional.
Pemahaman perihal ‗sosok api‘ untuk ditempatkan di puncak Tugu Nasional diperoleh dari wawancara dengan Arsitek Sjaiful Arifin dan Noer Sajidi, tim mahasiswa arsitek ITB Pemenang III Sayembara Tugu Nasional Kedua. 470
198
Sosok Api Kemerdekaan mengandung estetika yang khas menyerupai sosok seni patung, karena memiliki metoda pelaksanaan yang berbeda dengan bangunan yang taat azas terhadap gambar bestek471. Kehadiran Api Kemerdekaan diawali sketsa, pembuatan model, dan pelaksanaannya oleh seniman dari yang menuntut keleluasaan improvisasi demi tujuan estetik. Api Kemerdekaan dikerjakan oleh Tohnichi Trading Co Ltd dari Jepang berdasar rancangan Arsitek Soedarsono dan konsultan seni Profesor Yoso Hazegawa dan Tartuji Itasaka dari Kanagawa College of Fine and Industrial Arts472. Di masa pembangunan Tugu Nasional seniman Indonesia belum memiliki pengalaman dalam pembuatan patung dari logam, diutarakan oleh Mpu Ageng Edhie Sunarso473. Berdasar informasi yang diterima selama ini474 sosok Lidah Api Kemerdekaan terbuat dari perunggu seberat 14, 5 ton berdiameter dasar + 6 meter dengan tinggi 14 meter terdiri atas 77 bagian yang kemudian disambungkan dan diperkuat oleh baut. Bagian luar Lidah Api ini dilapisi emas seberat + 32 kg yang ditambahkan 17, 845 kg setara 18 kg pada tahun 1995475. Sejumlah surat rekomendasi dari Profesor Yoso Hazegawa dan Tartuji Itasaka pada 1969 kepada Arsitek Soedarsono mengatakan tidak demikian.
Bestek adalah blueprint gambar arsitektur untuk memandu cara berdirinya bangunan bagi pelaksana / kontraktor. 472 Arsip Surat menyurat Arsitek Soedarsono dan Profesor Yoso Hazegawa dan Tartuji Itasaka. 473 Menurut Edhi Sunarso, Yogya, 2010. Dirinyalah yang pertama membuat patung logam Selamat Datang di Bundaran Hotel Indonesia tahun 1962 dari perunggu, kepada Soekarno diutarakan: :―…Jangankan membuat 9 meter patung dari perunggu, bahkan 10 centimeterpun saya belum pernah…‖ 474 Informasi yang beredar di masyarakat dalam pustaka, internet, brosur panduan di Tugu Nasional. 475 Berdasar bahan Wawancara Wagub Bidang Kesra untuk TVRI tanggal 24 Juni 1993 dan sejumlah dokumen dari Konsultan pada tahun 1993. 471
199
Karena ranah yang dibahas adalah proses kehadiran Tugu Nasional, sedangkan data yang ditemukan kurang kegayutannya maka tidak akan diuraikan dan menjadi studi penelitian lanjut.
Bila memandang sosok Lidah
Api Kemerdekaan secara tiga dimensional menyerupai sosok stupa di candi Borobudur dalam keadaan sedang bergerak, meliuk, terpuntir. Namun bila disaksikan sebagai gambar dua dimensi tampak menyerupai gunungan wayang sebagai simbol kehidupan dengan bentuk menguncup di bagian atas. Di kekinian sosok Lidah Api Kemerdekaan dinilai memiliki gestalt menyerupai liukan seorang penari, bahkan sering dikatakan menyerupai sebentuk ice cream yang meliuk plastis. Penafsiran beragam seperti ini bukanlah sebuah keniscayaan, karena setiap penafsiran pada era postmodernitas ini ditafsir oleh Derrida sebagai kesementaraan. PATUNG PAHLAWAN DIPONEGORO Rancangan karya seni patung perunggu Pahlawan Diponegoro, ditempatkan di Utara Tugu Nasional sesuai permintaan Soekarno476 yang dibuat oleh seniman pemahat Italia Prof. Cobertaldo sebagai hadiah dari Konsul Jenderal Honorair Dr. Mario Pitto. Pengerjaannya memakan waktu setahun di Arthena. Memiliki dimensi ketinggian 5 meter di atas setumpu beton berukuran 7 meter x 5 meter. Sosok patung terbuat dari perunggu.
Lihat kliping harian yang menyatakan bahwa lokasi penempatan Patung Pahlawan Diponegoro itu ditentukan oleh Presiden Soekarno. 476
200
GERBANG ‘KALA-MAKARA’ Ketika mencermati dokumen proses kehadiran sosok api, ditemukan juga rancangan ‗gerbang kala-makara‘. Arfifak serupa kala-makara dijumpai pada relief percandian sebagai simbol raksasa Sang pemakan kala yang artinya waktu. Gerbang Kala-Makara menurut pengamatan menyerupai ‗gerbang waktu‘ sebagai stilisasi kala-makara yang telah dibahas diawal BAB ini. ‗Gerbang Waktu‘ tersebut memiliki kandungan estetika seni kria477 yang kehadirannya
diawali dari pembuatan sketsa rancangan, pembuatan
model, dan pelaksanaannya dikerjakan oleh seniman- kriawan secara manual. Rancangan gerbang itu berornamen Padma-Wijaya Kusuma secara estetik dapat membuka menutup secara otomatis. Ketika menguak berisi sebuah rongga kecil penyimpan kotak kaca berlapiskan emas yang sedianya sebagai wadah Sang Saka Merah Putih. Ornamen yang melingkupi berupa ukiran Kala-Makara. REKAMAN SUARA SOEKARNO Saat mendengar rekaman suara Soekarno pengulang Pembacaan Teks Proklamasi, dilakukan penelusuran sumber untuk mengetahui konsepsi awalnya. Merujuk pengutaraan Soemardjo, Sekretaris Kopel PMSTN kepada tim sejarawan478, ―Presiden Soekarno menginginkan diperdengarkan kembali suara pembacaan teks Proklamasi. Kria merupakan bagian budaya masyarakat yang berinduk pada bidang seni rupa yang berujud arifak tiga dimensi yangdibuat secara manual dengan sentuhan artistic merujuk Yuke Ardhiati.Pengindustrian Karya Seni Kria di Indonesia. Tesis Magister Program Studi Pembangunan ITB 2001, hal. 8. 478 Wawancara dengan Dr. Saleh A Djamhari, 2011 saksi sejarah, Tim Sejarawan UI yang diperbantukan dalam pelaksanaan Museum Sejarah Nasional di Tugu Nasional. 477
201
Dalam perintah itu tidak disebutkan di awal Sayembara Perancangan Tugu Nasional Pertama maupun Kedua, sehingga kenyataan ini masih memerlukan penelusuran lebih mendalam serta verifikasi terhadap sumber sejarah serta saksi sejarah. Keunikan pada rekaman suara Soekarno membacakan Teks Proklamasi bagaikan Aktor yang tengah membacakan puisi dengan jeda serta intonasi yang khas. Suara inilah yang akhirnya menjadi puncak pertunjukan di Ruang Kemerdekaan merepresentasi seni pertunjukan Soekarno yang terasah sejak Soekarno Muda dan menuliskan sejumlah skenario sandiwara tonil sekaligus menjadi sutradaranya semasa pembuangan Ende dan Bengkulu. LIUKAN PADA RANCANGAN CAWAN TUGU Rasa seni Soekarno dalam perwujudan arsitektur Tugu Nasional berupa liukan pada Cawan Tugu yang membedakannya dengan afgeknotte karya Oscar Niemeyer di Mexico. Ketika itu Arsitek Silaban sempat menentang keserupaan afgeknotte usulan Regu Arsitek ITB yang dinilai meniru karya tersebut. Liukan plastis pada Cawan Tugu yang berukuran raksasa itu bahkan mencipta ‗sebuah nauangan berteduh‘ bagi ruangan terbuka di bawahnya. Sehingga melindunginya dari cuaca serta terpaan sinar matahari langsung, menyerupai ruang untuk ngendhon (bhs. Jawa) yaitu sikap berdiam diri di suatu tempat untuk sementara. Dapat juga diartikan sebagai masanggrah, makuwon atau dhedhepok. Rasa seni Soekarno pada liukan Cawan Tugu memberi nuansa fungsional selain tujuan bertujuan estetis pemberi perbedaan dengan afgeknotte sebagai tindakan dekonstruksi.
202
RANCANGAN PATUNG DI EMPAT SUDUT LUAR CAWAN Di keempat sudut luar Cawan Tugu Monas tampak sebuah bidang persegi sebagai atap pintu menuju pelataran Cawan. Sedianya diinginkan oleh Soekarno ditempatkan empat buah kelompok patung bertema revolusi479 yang akan dipersiapkan oleh seniman Edhi Sunarso. Ketika belum menampakkan hasil, Soekarno memerintahkan adanya variasi penggantinya berupa nyala api gas yang tidak pernah padam yang instalasinya disulut menembus basement. Akan tetapi beresiko adanya masalah teknis karena posisi sudut terluar ini sangat riskan terhadap masalah hujan serta mengkhawatirkan unsur kekuatan struktur beton di basement oleh karenanya rencana ini ditangguhkan. Sebagai gantinya akan ditempatkan empat perwatakan hewan sebagai simbolik negara seperti halnya Naga dari Tiongkok, Gajah Putih dari Muangthai, Kangguru dari Australia, Singa dari Singapura, Leo dari Negeri Belanda, Anjing yang menyusui anaknya dari Italia. Pilihan jatuh pada ‗Banteng‘ sebagai Raja Rimba yang menurut Soekarno merupakan Simbol Negara Indonesia, yang terinspirasi oleh lukisan ‗pertarungan Banteng dengan Singa Besar karya Raden Saleh. Di ke-empat sudut luar Cawan Tugu Monas sempat dibuat maket ukuran sebenarnya serta sempat diwacanakan sebagai pameran di Gedung Pola. Gagasan adanya ‗Banteng‘ menuai protes dari para partai politik di Tanah Air yang menganggap simbol ‗Banteng‘ memihak partai tertentu. Selain itu dikarenakan adanya kesulitan teknis serta pertimbangan estetik yang disampaikan oleh Profesor Lorenzo Ferri dari Studi d‘Arte Internationale - Roma sebagai konsultan patung.
479
Memoar Arsitek Soedarsono tentang Design Kelompok Patung Revolusi.
203
Mpu Ageng Seni Patung Edhi Sunarso menunjukkan beberapa maket dengan gesture Banteng yang telah di Acc Soek pada tahun 1966. Keempat gerakan ‗Banteng‘ di atas dinilai
Profesor Lorenzo Ferri sulit dilaksanakan dan
memakan waktu setidaknya lima tahun. Disamping itu, keempatnya sulit untuk dapat dinikmati dari semua arah pandang karena letaknya yang berada di Cawan Tugu. Hingga kini wacana pembuatan empat patung masih tertunda. Ketika terjadi kebuntuan Soekarno menggagas adanya diorama bertema Revolusi sebagai penggantinya, yaitu 1) Zaman Keemasan, 2) Zaman Penjajah, 3) Zaman Revolusi Fisik, dan 4) Zaman Pembangunan. Maket keempatnya sempat dibuat dari bahan gips. Akan tetapi, setelah dievaluasi keempat diorama di sudut luar Cawan ini dinilai tidak mampu menyumbang keseimbangan estetis pada Tugu Monas secara keseluruhan, karena ekspresi keempat diorama tersebut memang tampil secara ekspresi yang tidak seragam, sehingga diputuskan untuk tidak dilanjutkan. Hingga kini Cawan Tugu Monas tidak menampilkan artefak apapun. Rasa seni yang berkenaan ide form Soekarno ditampakkan pada rancangan yang telah memperoleh persetujuan darinya berupa acc Soek. Untuk mencapai persetujuan itu kepuasan visual Soekarno yang ditampakkan oleh sesuatu keunikan Bahkan tidak segan-segan Soekarno ikut serta menorehkan gagasannya ke dalam rancangan, bahkan mengutarakan ide-ide arsitektural berbagai karya mancanegara sebagai sumber inspirasi. Tampak kesan bahwa Soekarno menghindari desain ornamentik yang rumit, selera keindahannya ditampakkan melalui gesture ekspresif yang memancar dari struktur desain yang fungsional. Kepeduliannya terhadap citra dan guna mengingatkan pernyataan Mangun Wijaya tentang Vastu, yaitu Arsitektur sebagai penciptaan suasana dari perkawinan guna dan citra.
204
Usai rancangan final Tugu Nasional disetujui di 1961, Soekarno menginginkan adanya perubahan ketinggian tugu dari ketinggian awal, yaitu penambahan ketinggian yang semula 128,7 meter dari rencana Soedarsono, dengan memerintahkan Staf Kedutaan Indonesia di Amerika untuk menginformasikan ketinggian Monumen Washington DC di Amerika480 . Ktinggian 555 feet 5 inchies atau sekitar 182 m yang menumpu di atas luasan dasar 55 square feet serta kedalamannya 36 fet 10 inchies. Ketinggian Tugu Nasional telah diubah menjadi 132 meter. Hal tersebut itu berrakibat pada pelaksanaan pekerjaan karena penambahan ketinggian bangunan jua otomatis yang bertambah beban mati yang dipikul oleh struktur bangunan.
MENGUNGKAP “ARSITEK” TUGU NASIONAL Sekalipun demikian intervensi yang dilakukan Soekarno yang terkait erat form arsitektural tugu tetap dilaksanakan. Dorongan hasrat, rasa seni dan intervensi yang dilakukan Soekarno terutama bagi proses kehadiran arsitektur Tugu Nasional mendominasi bahkan memposisikan Soekarno sebagai seorang ―Arsitek‖ yaitu Aktor yang memiliki kecakapan teknis membangun serta kepekaan akan keindahan dalam menghadirkan karya arsitektur secara ‗poetic‘ yaitu karya konstruktif serta inspiratif, sebagaimana telah dilakukan Soekarno Pada masa pembangunan Tugu Nasional berlangsung, peran Soekarno sangat dominan, sejak proses rancangan hingga beberapa perubahan rancangan yang diperintahkan langsung oleh Soekarno. Pertama, adanya penambahan Api Kemerdekaan di Puncak Tugu.
480
Surat kawat dari Sekretariat Negara tertanggal 13 Februari 1961.
205
Mahkota bagi Tugu semula belum terpikirkan, dan Kedua adanya perintah penambahan ketinggian Tugu di saat pembesian telah berlangsung. Ketika konstruksi Tugu telah mulai meninggi, serta merta Soekarno menginstruksikan penambahan ketinggian 10 meter481 dari ketinggian Tugu dari setinggi 132 meter, ketinggiannya kini mencapai 142 m.Proses memutu terwujudnya rancangan Tugu Nasional juga telah melahirkan sejumlah kontroversi termasuk di lingkungan terdekatnya, namun tidak disampaikan secara langsung. Arsitek Silaban melalui catatan hariannya482, juga mengungkapkan kekecewaan terhadap Soekarno karena usulan Tugu Nasional rancangannya yang tidak diakomodir, dan Soekarno justru memilih rancangan Soedarsono. Diakui
ataupun
tidak,
sayembara
rancangan
Tugu
Nasional
telah
menginspirasi sejumlah Arsitek dan Seniman untuk berperan menggubah karyanya. Tugu Nasional telah menjadi obsesi berkarya secara prestisius. Terutama bagi Arsitek yang telah berjuang sebagai peserta Sayembara, bahkan keberpihakan Soekarno kepada usulan Soedarsono sempat menyebabkan ketegangan di antara keduanya, sebagaimana diceriterakan kembali oleh Anton Soedarsono483 putera Arsitek Soedarsono. Di saat kanak-kanak ia mengalami situasi kedatangan Arsitek Silaban ke rumahnya di Bogor. Sekalipun yang berperan sebagai Arsitek dalam masa perancangan Tugu Nasional adalah Soedarsono, akan tetapi, dilubuk hati Arsitek yang bersahaja ini menyimpan sebuah beban tak tertangguhkan hingga menjelang wafatnya.
Monumen Nasional. Laporan Singkat Pekerjaan Proyek Pembangunan Tugu Nasional 19621963. Jakarta: Direksi Pelaksana. Cet.Kedua. 1997, hal.55. 482 Diungkapkan berdasar catatan harian F Silaban tertanggal 29 Oktober 1960 di rumah tinggalnya jl. Salak Bogor. terdokumentasi atas ijin wakil MAan Ir. Cung Setiadi, 2010. 483 Wawancara dengan Anton Soedarsono di Jakarta 2010. 481
206
Kepada
puteranya,
dan
melalui
memoarnya
Soedarsono
menginginkan adanya sebuah pengakuan kepada khalayak, bahwa Arsitek Tugu Nasional adalah Dr. Ir. Soekarno. Soekarno-lah yang telah memimpikan kehadiran ruang ke-Indonesia-an sebagai Kebanggaan Nasional itu. Dirinya, hanyalah arsitek eksekutif semata, yang memvisualkan apa yang diinginkan oleh Soekarno. Sikap ini menunjukkan penghormatan Soedarsono kepada Soekarno yang telah berperan melampaui tugas seorang Presiden dengan atensi yang berlebihan terhadap rancangan Tugu Nasional hingga pelaksanaannya, yang menempatkan diri Soekarno dalam posisi sebagai Arsitek Tugu Nasional.. Memoir arsitek Soedarsono, belum dapat dipastikan mampu menjawab pertanyaan: Siapakah sebenarnya Arsitek Tugu Nasional? Karena dalam terminologi yang lebih luas pengertian Arsitek sebagai penggubah peradaban Tugu Nasional ditunjukkan oleh peran sentral Soekarno, akan tetapi dalam pelaksanaannya, peran arsitek Soedarsono sebagai visualisasi ide-ide Soekarno membuka tafsir yang terbuka sebagaimana difference sebagai ungkapan kementaraan oleh Derrida. Namun, ketika dipertautkan khora sebagai proses memutu kehadiran arsitektur sebagai form sebagaimana dilakukan Soekarno sebagai kesinambungan perjuangannya sejak menuliskan pledoi Indonesia Menggugat dan berproses sedemikian, hingga mewujud rancangan arsitektural, maka pengertian peranan Soekarno dalam proses memutu kehadiran Tugu Nasional adalah peran seorang ―Arsitek‖ yang sebenarnya. Intervensi Soekarno dalam proses kehadiran karya arsitektur bukan hanya dialami oleh Arsitek Soedarsono pada proyek Tugu Nasional, tetapi juga oleh Silaban pada proyek arsitektur gedung Bank Indonesia.
207
Untuk mengetahuinya, pada diari Silaban tertanggal 28 Maret 1964 di Bogor, yang ditulis dalam bahasa Belanda dengan Menteri Utusan Soekarno untuk membicarakan perubahan rancangan gedung Bank Indonesia. Silaban menganggap Soekarno telah mengintervensi kerja Arsitek. Kutipannya484 Menteri : Kun je niet iets anders versiering. Altijd die bosch kolommen en plat bovendien. Apakah kamu tidak bisa menghiasinya dengan sesuatu yang lain, lagipula selalu dengan ikatan pilar-pilar dan teras/pipih. Silaban : Het is niet bijaksana van de Pemimpin ook om architect te spelen. De pemimpin kan wel zeggen: ‗ik vind dit niet mooi‘ en dan kan de architect een ander ontwerp maken. Totdat de Pemimpin het wel mooi vindt. Rechthoekige kolommen zijn goedkoper dan ronde en wat de diepte van de kolommen hetzelfde...wel...dit is zo gekozen omdat het een afstand schept Tusschen de warme lucht buiten en de koele lucht binnen het gebouw. Adalah sesuatu yang tidak bijaksana dari seorang Pemimpin yang ikut-ikutan berperan sebagai arsitek. Pemimpin bisa saja berkata: ‗Menurut saya ini tidak bagus‘, maka sang arsitek dapat membuat rancangan yang lain sampai sang Pemimpin berpendapat itu bagus. Pilar-pilar bersudut lebih murah daripada yang bulat dan struktur dalam pilar-pilar itu pun sama. Begitulah....akhirnya ini yang dipilih karena menghasilkan jarak antara udara panas di luar dan udara sejuk dalam bangunan.
Kutipan itu menunjukkan intervensi Soekarno yang menyerupai sikap otoriter Penguasa terhadap ranah yang dianggap bukan menjadi wilayah kerjanya. Namun, bila dipandang dari Nation and Character Building yang sedang digaungkan, intervensi Soekarno justru menunjukkan sikap kenegarawanan, berupa kesediaan diri melebur ke dalam kancah rancangan karya sekaligus di masa pembangunannya sebagai kesatuan Jiwa dan Raga merepresentasi sikap politik Soekarno. Kutipan catatan harian F Silaban yang telah ditranslasi dari Bahasa Belanda oleh Achmad Sunjayadi, 2010. 484
208
Proses memutu kehadiran Tugu Nasional telah melampaui prosesproses kelazimannya sebagai Mandataris MPRS yang seharusnya lebih memprioritaskan pelaksanaan Pembangunan Semesta Berencana Delapan Tahun Pertama 1961-1969485 dibandingkan Tugu Nasional Mengapa Soekarno melakukan skenario di luar Proyek Mandataris MPRS 1961? Sementara itu perumusan Proyek Mandataris MPRS tahun 1961 juga telah menguras perhatian Soekarno bersama Depernas-Dewan Perancang Nasional? Usai mencermati Projek Mandataris MPRS yang berskala Nasional itu, kesemuanya bersifat fungsional semata, bahkan tak satupun projek yang mampu mengespresikan ‗kebebasan‘ berkarya sebagaimana dilakukan Soekarno terhadap perancangan Tugu Nasional. Dalam himpunan projek fisik mandataris MPRS, seperti Museum Nasional, Gallery Kesenian Nasional, Perpustakaan Nasional, Taman Kebudayaan, akhirnya terlaksana dengan hanya menempati ex. Bangunan peninggalan Kolonial dan bukan sebagai karya Arsitektur dengan rancang khas, dan itupun terlaksana di masa Soeharto setelah Soekarno wafat. Sejumlah projek cadangan seperti Theater Nasional sebagai usulan Arsitek Silaban486, proyek Konservatorium dan Sirkus Nasional hanya menjadi wacana. Adapun yang terlaksana adalah proyek Cagar Alam dan Taman Margasatwa sebagai perluasan dari Kebun Raya Bogor. Dorongan hasrat untuk merayakan terwujudnya ruang ke-Indonesiaan sebagai Nation Pride tidak terelakkan, sehingga hasrat, intervensi dan knowlegde yang melingkupi Soekarno memampukannya menggulirkan karya arsitektur Tugu Nasional.
485Periksa
kumpulan amanat Soekarno dalam Said, Mohammad (ed). Pedoman Untuk Melaksanakan Ampera, Jilid I &II. Surabaya: Penguasa Darurat Militer Daerah Djawa Timur / Pedarmilda, 1961. 486 Dok Pribadi Arsitek Silaban disalin pada 2010.
209
Keberpihakan Soekarno terhadap ‗Projek Mercusuar‘ dibanding projek Mandataris MPRS tergambarkan oleh dialog alasan Soekarno mempriorotaskan pembangunan Tugu Nasional dibandingkan dengan projek Masjid Istiqlal. Perhatian yang tercurah pada Tugu Nasional lebih besar. Dan Menteri Agama K.H. Syaifudin Zuhri dari Kabinet Dwikora menuturkannya kepada Maulwi Saelan487 alasan Soekarno memprioritaskan Tugu Nasional dibanding Masjid Istiqlal karena488: Saya dahulukan dan sesegerakan menyelesaikan pembangunan Tugu Nasional dari pada pembangunan masjid ISTIQLAL, karena saya yakin kalau saya tidak ada (maksudnya meninggal) pembangunan masjid tetap akan diteruskan oleh rakyat sampai jadi, sedangkan pembangunan Tugu Nasional barangkali tidak dilanjutkan.
Pernyataan Soekarno mengandung kekhawatiran bila tanpa intervensi darinya proyek Tugu Nasional terancam terhenti. Hal itu menunjukkan kesadaran Soekarno atas perkembangan situasi politik yang kian deras mengritiknya sebagai Penguasa yang kurang peka terhadap kebutuhan masyarakat banyak. Namun, memprioritaskan keberlangsungan Tugu Nasional adalah tindakan politis Soekarno yang membuktikan kesungguhannya sekalipun ditengah badai kontroversi, sebagai sebuah tekad yang menunjukkan Arsitektur Tugu Nasional sebagai ekspresi kesatuan Jiwa dan Raga Soekarno
487Saelan,
Maulwi. Dari Revolusi ‘45 sampai Kudeta ‘66. Kesaksian Wakil Komandan Tjakrabirawa. Jakarta: Yayasan Haki Bangsa. 2001. 488 Surat Kabar Merdeka 19 April 1979. .
210
BAGAIMANAKAH TUGU NASIONAL TERSELENGGARA Ritual pemancangan Tugu Nasional pada 17 Agustus 1961489 sebagai penanda kehadiran peradaban highrise building di Indonesia dilakukan sehari setelah pameran Pembangunan Semesta Beretjana Delapan Tahun Pertama sebagai proyek Mandataris MPRS490 di Gedung Pola Jakarta. Dikatakan, kedua projek besar itu dihadirkan sejaman, namun substansi Pola Pembangunan Pembangunan Semesta Beretjana Delapan Tahun Pertama491 ternyata tidak tercantum nama proyek Tugu Nasional di dalamnya, hanya termuat projek pembangunan Museum Nasional, Gallery Kesenian Nasional, Perpustakaan Nasional, Taman Kebudayaan,dan sejumlah proyek cadangannya, yaitu; Theater Nasional, Konservatorium Nasional, Sirkus Nasional, Cagar Alam dan Taman Margasatwa, dan Perpustakaan Desa492. Dalam Laporan Pembangunan Tugu Nasional493 ditemukan ketidakterhubungan antara Proyek Tugu Nasional dan Proyek Mandataris MPRS 1961 sesuai kutipan: Dalam pelaksanaan pekerjaan proyek pembangunan Tugu Nasional. Masa pelaksanaan dibagi melalui tiga tahap sebagai berikut: Tahap pertama, pada masa 1961 sampai dengan tahun 1965, yaitu pelaksanaan pekerjaan di bawah pengawasan Panitia Monumen Nasional, biaya yang didapat adalah sumbangan masyarakat. Tahap kedua, pada masa 1966-1968 yaitu pelaksanaan pekerjaan masih di bawah pengawasan Panitia Monumen Nasional, sedangkan biayanya didapat adalah Pemerintah Pusat Sekretariat Negara RI.
Soekarno, Address by H.E.President Sukarno at The Ceremony of Driving in The First Pile For The National Column, Merdeka Square, Djakarta, 17th August, 1961. 490 Soekarno.Pidato PJM Presiden Sukarno Pada Pembukaan Pameran di Gedung Pola, Pegangsaan Timur, Djakarta 16 Agustus 1961. 491 Said, Mohammad (ed). Pedoman Untuk Melaksanakan Ampera, Jilid I &II. Surabaya: Penguasa Darurat Militer Daerah Djawa Timur / Pedarmilda, 1961. 492 Ibid, hal.562-565. 493Monumen Nasional. Laporan Singkat Pekerjaan Proyek Pembangunan Tugu Nasional 19621963. Jakarta: Direksi Pelaksana.Cet. Kedua. 1997, hal. 31. 489
211
Ketika kedua dokumen tersebut dipertautkan, mengundang sebuah pertanyaan: Benarkah Tugu Nasional merupakan Proyek Mandataris MPRS? Pertanyaan tersebut sulit untuk dikatakan, karena ‗tidak terdapat‘ memang nama proyek Tugu Nasional sebagai substasi proyek Mandataris MPRS 1961. Bahkan, ketika mencermati pertanggungjawaban akhir Soekarno melalui Nawaksara sebagai pertanggungjawaban formal Soekarno kepada MPRS, pelaksanaan proyek Tugu Nasional juga tidak disinggung. Demikian juga media massa yang kritis tidak menyinggungnya. Dengan demikian disimpulkan bahwa Tugu Nasional merupakan proyek ‗di luar skenario‘ Mandataris MPRS dan menyerupai scenario dadakan Soekarno. Dalam Mandat MPRS 1961 tertuang rinci dan formal, menyerupai skenario tahapan pembangunan di Indonesia, mulai dari jenis proyek hingga cara pencarian beaya untuk membiayainya. Namun dalam waktu yang hampir bersamaan, Soekarno juga menggelorakan ‗Projek Mercusuar‘. Projek megah yang tidak ditemukan adanya konsep perencanaan dalam Tata Kenegaraan. Dalam dokumen resmi Pembangunan Semesta Berencana Delapan Tahun Pertama 1961-1969 tidak ditemukan nama proyek yang disebut ‗Projek Mercusuar‘ bahkan projek Tugu Nasional. Situasi menjadi pelik karena bertumpang tindih sejumlah proyek fisik yang tidak direncanakan terlebih dahulu sumber pendanaannya. Terutama bagi Projek Mercusuar yang menjadi isu perbincangan yang menimbulkan ketegangan, sementara itu sumber pendanaan ‗Projek Mercusuar‘ diperoleh dari berbagai sumber bantuan dari berbagai pihak antara lain; Gelora Bung Karno dibiayai atas pinjaman dari Sowjet Uni, Hotel Indonesia didanai dari Dana Pampasan Perang Jepang, Planetarium dari dibiayai oleh GKBI-Gabungan Koperasi Batik Indonesia.
212
Sedangkan Tugu Nasional didanai oleh penggalangan dana dari pihak swasta serta Pungutan Sumbangan Wajib494 yang diberlakukan oleh Menteri Perdagangan Dalam Negeri. Sejak 15 Juli 1965 dilakukan potongan sebesar Rp.50,- untuk Golongan A klas I, Rp.35, untuk B klas I dan Rp. 40,- dan Rp.30,-. Untuk Golongan C klas I dan II sebesar Rp.30,- dan Rp.25,-. Peristiwa terselenggaranya Tugu Nasional tak terelekkan terjadinya kontroversi terhadap pelaksanaannya sekalipun upaya-upaya penggalangan dana dilakukan Soekarno dengan mengundang pengusaha-pengusaha untuk berkonstribusi agar menjamin terwujudnya Kemegahan Kota Jakarta, salah satunya membentuk Panitia Keindahan Kota Jakarta495. Ketika timbul pertanyaan : Bagaimanakah Tugu Nasional terselenggara di masa Soekarno? Untuk menjawabnya perlu direfleksikan kembali benang merah proses memutu Tugu Nasional sebagai perwujudan impian Soekarno sejak masa perjuangan yaitu sebelum Proklamasi. Berdasar data yang himpun dan dikategorisasi sebagai periode Sebelum Proklamasi dan Setelah Proklamasi pada BAB III, dapat disimpulkan bahwa rancangan Tugu Nasional terselenggara sebagai pertautan kemampuan arsitektural Soekarno sebelum dan sesudah Proklamasi.Buah karya arsitektur sepanjang peristiwa bersejarah terkait Soekarno menunjukkan akumulasi kemampuan Soekarno selama periode Sebelum dan Setelah Proklamasi, yang berupa kemampuan diri sebagai insinyurarsitek, politisi, peracang gaya busana pribadi, orator ulung, penulis, pembuat skenario sandiwara tonil, kartunis, pelukis realis.
Dikutip dari Kompas tanggal 10 Juli 1965 hal. 2. Soekarno.Amanat PJM Presiden Sukarno Kepada Panitia Keindahan Kota di Istana Negara 4 April 1965. 494 495
213
Peran Soekarno sebagai politisi dalam persiapan Kemerdekaan sejak dalam perancangan
naskah
Proklamasi
hingga
Proklamator
memperteguh
eksistensinya ketika dirinya menjadi Presiden. Dengan legitimasi yang dimilikinya Soekarno menggaungkan ideologi Nation and Character Building yang terwujud sebagai kebudayaan/peradaban Indonesia modern di semua lini; bahasa, busana, tari daerah, sendratari-seni drama dan tari, serta sejumlah lukisan, patung realis, interior dan arsitektur. Menurut pandangan saya, proses memutu kehadiran arsitektur Tugu Nasional telah melampaui berbagai kesulitan sejak masa perancangan hingga pelaksanaan fisiknya, tetapi kehadirannya yang mewujud fisik itu tidak terlepas dari peran sentral Soekarno sebagai Presiden melalui dorongan trilogi hasrat, intervensi dan rasa seni yang melingkupi dirinya. Dalam trilogi itu terkandung pertautan Jiwa dan Raga Soekarno sebagai Pribadi sekaligus Penguasa yang menunjukkan adanya kekuasaan yang mendorong penciptaan keruangan berdasarkan pengetahuan kearsitekturan yang dimiliki, sehingga laras dengan wacana space-power-knowledge gagasan Michel Foucault496 sekaligus merefleksi karya arsitektur berbasis point de folie-Maintenant l‘Architecture gagasan Derrida497. Realitas diri Soekarno dalam proses memutu kehadiran Tugu Nasional telah melampaui wacana space-power-knowledge dan konsep point de folie, karena isu terselenggaranya karya arsitektur di Tugu Nasional bukan hanya diakibatkan oleh adanya power sebagai pengetahuan kearsitekturan semata, juga menunjukkan perluasan pengertahuan berupa, karya seni yang saling melingkupi sebagai ruh ―Arsitek‖ Soekarno.
Foucault, Michel (ed) Rabinow, Paul. The Foucault a Reader New York: Pantheon Books. 1984. 497Derrida,Jacques.Point de folie-maintenant l'architecture//www.jacquesderrida.com.ar/Point de folie_maintenant l'architecture_Source 27Avril 2009. 496
214
Adanya kesatuan Raga dan Jiwa Soekarno sebagi Penguasa sekaligus ―Arsitek‖ dalam proses kehadiran Tugu Nasional telah memperkaya wacana space-power-knowlegde yaitu oleh adanya temuan khas yaitu, peran ―Arsitek‖ Penguasa yang memperluas cakupan waca Foucault itu menjadi space-powerknowledge-actor-art. Sekaligus memperkaya filsafat kegilaan dalam arsitektur point de folie - Maintenant l‘Architecture menjadi Point de folie l'homme et de l'art sebagai titik kegilaan pada manusia dan seni. Oleh karena trilogi hasrat hasrat, intervensi dan rasa seni yang melingkupi diri Soekarno dijiwai oleh idealistik ke-Indonesiaan, maka proses kehadiran karya arsitektur sebagai khora dalam dinamai Khora Ke-Indonesia-an.
TEORI ARSITEKTUR “PANGGUNG INDONESIA” Untuk membentuk teori arsitektur berdasar Grounded Theory, atau memoing berdasar Grounded, akan diuraikan empat unsur penting yang perlu terkait teori yaitu; 1) pengertian dan fungsi teori, 2) bentuk dan formulasi teori, 3) teori subtantif dan teori formal, serta 4) unsur-unsur suatu teori. Tata cara pembentukan teori tidak akan disinggung, namun akan digubah dalam pustaka metode Grounded Theory untuk ranah Arsitektur dan Desain498 Dalam konteks peradaban karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ menunjukkan tonggak baru kemajuan Indonesia dibidang perancangan sebagai yang ―ter‖: tertinggi, terbesar, terindah, terbaik, terabadi di Asia Tenggara.
498
Senarai pustaka ini terbit, buku penerapan metode Grounded Theory untuk ranah Arsitektur dan Desain dirancang untuk terbit mendampinginya.
215
Usai Dekrit Presiden 1959499Soekarno mengalami puncak keragaman ideologis yang melatari kelahiran Demokrasi Terpimpin sebagai pemikiran demokrasi khas Indonesia melalui politik, ekonomi, dan budaya dalam bingkai Nation and Character Building500 disusul gagasan Membangun Tata Dunia Baru sebagai perluasan keberhasilan Konferensi Asia-Afrika 1955501. Selanjutnya Soekarno digayuti oleh ideologi Nasakom (Nasionalis-Agama-Komunis)502 sehingga dikatakan di sepanjang era 1960-an benak Soekarno yang digayuti oleh keragaman ideologis yang mendorong hasrat Soekarno untuk me-manggungkannya melalui berupa karya arsitektur. Keragaman ideologis Soekarno itu yang memerlukan ―panggung‖ memperoleh tempatnya, ditandai kehadiran pencakar langit yang divisualkan sebagai Tugu Nasional setinggi 142 m, Wisma Nusantara dengan 29 lapis lantainya, Planetarium sebagai observatorium terbesar, serta Gelora Bung Karno dan Masjid Istiqlal sebagai yang terbesar di Asia Tenggara.Visualisasi karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ merepresentasi Indonesia modern sebagai ide ―Arsitektur Panggung‖ berupa pementasan gagasan ideologis Soekarno berlatar Ibukota Negara. Cara demikian juga ditampakkan oleh Stalin saat menggubah ―panggung‖ Gothic Stalinist demi menghapus kemegahan Tsar di Rusia juga Hitler melalui ―panggung‖ kemegahan Neoklasik untuk melawan inferior kompleks bangsa Jerman usai kekalahannya di Perang Dunia II.
Soekarno. ―Amanat Presiden Soekarno pada Sidang Pleno Pertama Dewan Perantjang Nasional, 28 Agustus 1959‖ dalam Mochamad Said (ed). Ibid, hal. 1879. 500 Konsep Nation Building dalam Amanat Pemimpin Besar Revolusi, Bogor 15 Juli 1963. 501Soekarno.―Pidato Peringatan Dasawarsa Konferensi Asia- Afrika, Jakarta 18 April 1965‖ dalam Iman Toto K Rahardja. et.al. Ibid. hal. 366. 502 Embrio Nasakom telah dirumuskan Soekarno tahun 1926 dengan tiga hal Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme, sebagai konsep persatuan melalu cara gotong-royong (bekerja bersama-sama) bagi Revolusi Indonesia dalam melawan Imperialisme. 499
216
PERAN LAKON DALAM “ARSITEKTUR PANGGUNG” Dalam pagelaran ―panggung‖ drama yang sebenarnya, terdapat tema sebagai ‗sesuatu‘ yang menjiwai pementasan drama, lazim disebut lakon dalam pagelaran wayang. Tokoh lakon drama diperankan oleh sosok seniman yang disebut Aktor. Kehadirannya mewakili ide-ide utama yang tertuang dalam skenario yang disiapkan Penulis Lakon. Peran ‗tokoh‘ dalam ―Arsitektur Panggung‖ bukan diperankan oleh sosok seniman, melainkan sosok karya material arsitektur yang merepresentasi ide-ide yang dituangkan oleh skenario yang dipersiapkan sebelumnya. Ide ―Arsitektur Panggung‖ sebagai moda komunikasi untuk memvisualkan keragaman ideologi menunjukkan adanya peran sentral Penguasa sebagai perancang skenario sekaligus Dalang bagi ‗tokoh‘ yang digelarnya yaitu gubahan karya arsitektur. Berdasarkan kegayutan dan sebab-akibat secara terstruktur, muncul Teori Subtantif / Hipotesis Kerja: ‗Panggung Indonesia‘ – suatu modalitas atau cara mencapai tujuan, yang dapat dirunut melalui berbagai ‗karya arsitektur‘ Soekarno sebagai ‗komunikasi arsitektural‘ yang hadir bersamaan dengan longue durée sejarah pergerakan bangsa Indonesia [maupun Dunia] di masa itu. Dalam pemaparan itu tampak polapola tertentu berupa ‗komunikasi arsitektural‘ yang membingkai ‗karya arsitektur‘ Soekarno melalui sepilihan karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ yang direpresentasi oleh Kawasan Tugu Nasional.Pola-pola itu membentuk benang merah peristiwa perjuangan Soekarno Muda di masa kolonial yang diawali pledoi Indonesia Menggugat sebagai pentas Soekarno yang pertama, disusul sejumlah pentas sandiwara tonil semasa pembuangan Ende dan Bengkulu, orasi politik Soekarno, seni pertunjukan sendratari, dan naskah draibooken adegan diorama Museum Sejarah Kebangsaan. 217
Kesemuanya bermuara pada karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ sehingga memunculkan sebuah teori: ―Panggung Indonesia‖ merupakan sarana komunikasi arsitektural Soekarno dalam mencapai tujuan ke-Indonesia-an yang digubah berdasar peristiwa kesejarahan sebagai ekspresi perjuangan Bangsa Indonesia dan bagian dari Sejarah Dunia pada masa itu. Akumulasi keragaman pengetahuan tacit Soekarno memampukan dirinya menggubah ide ―Arsitektur Panggung‖ sebagai pengetahuan di wilayah Arsitektur. Meski, teori melalui komparatif merujuk Glaser dan Strauss503 telah diproleh namun akan disajikan diskusi teoritis untuk menunjukkan keluwesan teori ―Arsitektur Panggung‖ sebagai proses memutu‘ dipilih berdasar kegayutan tema ―panggung‖ yang laras dengan kegilaan dalam Arsitektur - Point de Folie – Maintenant L‘Architecture gagasan Derrida504: … D'une part, cela n'arrive pas à un nous constitué, à une subjectivité humaine dont l'essence serait arrêtée et qui se verraitensuite affectée par l'histoire de cette chose nommée architecture. Nous ne nous apparaissons à nous-mêmes qu'à partir d'une expérience de l'espacement déjà marquée d'architecture. Ce qui arrive par l'architecture construit et instruit ce nous. Celui-ci se trouve engagé par l'architecture avant d'en être le sujet: maître et possesseur. D'autre part, l'imminence de ce qui nous arrive maintenant n'annonce pas seulement un événement architectural: plutôt une écriture de l'espace, un mode d'espacement qui fait sa place à l'événement. Si l'œuvre de Tschumi décrit bien une architecture de l'événement, ce n'est pas seulement pour construire des lieux dans lesquels il doit se passer quelque chose, ni seulement pour que la construction elle-même y fasse, comme on dit, événement. Là n'est pas l'essentiel. La dimension événementielle se voit comprise dans la structure même du dispositif architectural: séquence, sérialité ouverte, narrativité, cinématique, dramaturgie,chorégraphie.
Derrida mengutarakan bahwa subjektivitas manusia ditangkap oleh ‗ruang‘ yang dipengaruhi sejarah yang disebut ‗Arsitektur‘. Glaser, Barney G and Strauss, Anselm L. The Discovery of Grounded Theory: Strategies for Qualitative Research. Copy Right 1967. London: Adline Transaction. 2010, hal. 35. 504 Derrida,Jacques. Point de folie — Maintenant L'architecture. 27 Avril 2009. 503
218
Apa yang terjadi dalam ‗Arsitektur‘ dan apa yang dibangun telah melibatkan subjek yaitu Arsitek Master dan Pemilik. Apa yang terjadi pada ―Arsitektur Sekarang‘ (kontemporer) tidak hanya mengadvertensi atau men-jargon-kan istilah Architecture of Events -Peristiwa Arsitektur, bukan pula hanya menggubah ruang atau taman sebagai ‗peristiwa‘ melainkan menyerupai apa yang dilakukan Tschumi dalam Architecture of Events di Parc de la Villette di Paris. Tschumi tidak hanya menggubah ‗ruang‘ bagi tergelarnya
‗sesuatu yang terjadi‘ sebagai
peristiwa, kehadiran Architecture of Events dapat diukur melalui struktur arsitektural yaitu; urutan, serialiti, narasi, dramaturgi, sinematik, dan koreografi. Architecture of Events merujuk Derrida, ditafsirkan Damais sebagai Narrative Environtment yaitu visualisasi bangunan yang ‗bertutur‘ sehingga diperlukan serangkaian persiapan untuk menghadirkannya.Teori ―Arsitektur Panggung‖ sebagai wilayah Arsitektur yang bersifat Non Material tergubah terpayungi oleh dasar filsafati ―kegilaan dalam arsitektur‖ berupa ide ―Arsitektur Panggung‖505 sebagai skenario layaknya pagelaran Lakon dalam drama/wayang yang
mengandung
unsur-unsur
pelaku/tokoh,
dialog/percakapan,
kelengkapan /latar, kostum, aksesoris serta keterangan lakon. Untuk mempersandingkan antara ―Arsitektur Panggung‖ dengan struktur naskah drama berdasar urutan peristiwa yang mempertautkan ruang sbb: Babak, yaitu rangkuman peristiwa yang terjadi dalam satu kesatuan waktu-tempat-peristiwa. Setiap Babak terbagi atas adegan-adegan yang disusun berdasarkan latar/setting khas. Analogi Dramaturgi berasal dari istilah teater yang dipopulerkan oleh Aristoteles sekitar tahun 350 SM. Dalam Poetics, Aristoteles menjabarkan penampilan/drama-drama yang berakhir tragedi/tragis ataupun kisah-kisah komedi berdasar karya drama klasik Yunani, berupa outline yang memiliki enam unsur penentu kualitas drama, yaitu; Plot, Characters, Diction, Thought, Spectacle, Melody Outline of Aristotle's Theory of Tragedy in the Poetics. 505
219
Untuk membedakan antar babak ditandai dengan dekorasi tertentu. Dikenal pula unsur Adegan yaitu formasi/posisi pemain di atas pentas yang batasnya ditentukan oleh datang dan perginya lakon di atas pentas, termasuk Dialog berupa percakapan antar tokoh sebagai struktur drama.Sebelum dipentaskan, diperlukan Petunjuk Lakon sebagai panduan bagi tim pementasan; sutradara, pemeran, penata seni, berkenaan dengan suasana, peristiwa, atau perbuatan tokoh dan unsur-unsur cerita lainnya. Ketika dipentaskan, Prolog akan mengawali pertunjukkan drama. Prolog berperan sebagai pengantar cerita yang akan disajikan, diakhiri Epilog, sebagai bagian akhir naskah drama yang berisi kesimpulan cerita, nasihat, pesan moral/etika. Tema/lakon sebagai unsur terpenting drama yaitu ‘sesuatu‘ yang disampaikan yang menjiwai seluruh bagian drama tercitra pada babak, adegan, dialog, tokoh, bahasa. Selanjutnya Penokohan yang memiliki sifat dan kedudukan beragam sebagai pengemban dalam pengembangan alur cerita. Alur atau Plot sebagai rangkaian peristiwa yang dihubungkan berdasar sebab akibat sebagai pengungkap gagasan, membimbing, dan mengarahkan perhatian penonton. Tak kalah penting adalah bahasa untuk menggerakkan tokoh dan mencipta suasana. Bahasa yang diucapkan tokoh-tokohnya, memumpun memahami waktu, tempat, keadaan, serta masalah. Termasuk mengenali latar belakang tokoh. Selain Dialog, dikenal Solilokui (monolog/senandika) sebagai ungkapan pikiran tokoh melalui percakapan pada diri sendiri. Juga dikenal Aside sebagai bahasa tokoh yang beranggapan bahwa tokoh lain tidak mendengarnya.Persandingan karakteristik Drama dengan Ide ―Arsitektur Panggung‖ menunjuk adanya gambaran analitik dan peka sebagai persyaratan proses Pembentukan Teori Baru.
220
Tampak adanya pola-pola tertentu pada karya-karya arsitektural Soekarno yang direpresentasi sedikitnya oleh sepuluh karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ yang kehadirannya bukan saja sebagai budaya material yang teraga, akan tetapi juga menunjukkan Arsitektur Non Material/Tak Teraga yang memiliki peran sebagai sebuah ide form arsitektur layaknya pentas ―panggung‖. Pola-pola serupa sebagai generalisasi teori yang ditemukan berdasar grounded pada Soekarno sebagai Penguasa, yaitu terdapatnya kemampuan menggubah karya arsitektural sebagai ‗komunikasi arsitektural‘ untuk mencapai tujuantujuan politisnya. Di saat berlangsungnya kekuasaan Soekarno meninggalkan jejak paranoid regime of sign-tanda kegilaan Penguasa seperti yang dilakukan Dalang/puppeteer terhadap bonekanya506. Abstract line yang terbentuk dalam konteks ini adalah Kawasan Tugu Nasional. Untuk mengungkapkan ekspresi kegilaan dalam ide ―Arsitektur Panggung‖ sebagai satu moda komunikasi akan digambarkan kesepadanannya dengan unsur-unsur pertunjukan drama sejak pengunjung berada di gerbang kawasan, yang dikelompokkan sebagai Prolog di saat pengamat memandang keseluruhan sosok Tugu Nasional. Dirinya harus berdiri setidaknya pada jarak tertentu sekitar 230 meter terhadap Tugu Nasional. Prolog berfungsi sebagai pengantar ‗pementasan drama‘ yang akan disajikan oleh Tugu Nasional. Pengagungan pasangan Laki-Laki-Perempuan melalui simbol Lingga-Yoni berupa Tugu Obelisk dan Cawan Afgeknotte. Sebagai Babak 1 berupa pengungkapan peng-Agung-an ke-laki-lakian direpresentasi oleh sosok patung realis Pangeran Diponegoro, berkorelasi dengan ―teks‖ Sayembara Perancangan Tugu Nasional kedua 27 Juni 1960.
Deleuze, Gilles. Lapoujade, David (ed). (Transl.) Hodges, Ames and Taormina, Mike. Two Regimes of Madness .Texts and Interviews 1975-1995.Cambridge: The MIT Press. 2007, hal. 11-16. 506
221
Dilanjutkan oleh jeda berupa Transisi 1 dengan menuruni tangga menuju Terowongan Bawah Tanah, yang berkorelasi dengan ―teks‖ semasa kegelapan menjadi Bumiputera. Babak 2, berlangsung di ruang Terowongan Bawah Tanah sebagai manifestasi adegan Masa Kegelapan dan Penjajahan Kolonial, berkorelasi dengan ―teks‖ Indonesia Menggugat. Dilanjutkan Transisi 2 berupa ‗kejutan‘ melihat benda gigantik Cawan Tugu dari arah Terowongan. Babak 3 berupa adegan ‗drama bisu‘ yang direpresentasi oleh 48 diorama di Museum Sejarah Kebangsaan yang berkorelasi dengan sejumlah naskah sandiwara tonil di Ende dan Bengkulu, serta empat jilid draibooken yang dipersiapkan Sejarawan dan Seniman tahun 1964507. Diteruskan Transisi 3, menaiki tangga menuju Ruang Kemerdekaan. Berkorelasi dengan ―teks‖ ―Lahirnya Pancasila‖ dan ―Menuju Indonesia Merdeka‖. Adegan dilanjutkan Babak 4, merupakan puncak adegan drama yang mengungkpakan peristiwa sakral Proklamasi serta Atribut Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Adegan dilanjutkan Transisi 4, menapaki tangga / elevator menuju Babak 5, yaitu modernitas Bangsa Indonesia yang dinamis ke arah kemajuan. Lokasi atas – ke angkasa, ke langit sebagai simbol cita-cita yang tinggi. Pada Babak 6, digiring menyaksikan panorama Ibukota Negara dari pandangan atas, dan sebagai babak terakhir, Babak 7 merasakan pengalaman berada di kaki langit di lokasi Api Kemerdekaan yang berbatasan angkasa bebas. Sebagai Epilog, menuruni Tugu Nasional dengan keterkenangan, sebuah katarsis tentang ‗Indonesia‘.
Draibooken diorama dikenal sebagai Lukisan Sejarah Visual Museum Sejarah Tugu Nasional yang dihimpun tahun 1964. 507
222
Prosesi keruangan di Kawasan Tugu Nasional yang dapat disepadankan dengan unsur-unsur pertunjukkan drama, menunjuk adanya kesepadanan struktural yang membingkai bentuk dan isi dari teori ―Arsitektur Panggung‖ sebagai ungkapan gagasan ―Arsitek‖ Soekarno di kawasan Tugu Nasional sebagai maknawi yang ‗baru‘ yang berpotensi radikal karena telah melampaui proses distansiasi dan apropriasi. Kemampuan menggubah ide ―Arsitektur Panggung‖ pada Soekarno berselaras dengan ciri enflanted ego Penguasa
sebagai
kepribadian
yang
melampaui
batas
sebagaimana
digambarkan dalam peradaban Radiant Axes508. Soekarno digambarkan sebagai subyektivitas diri yang meluas pada ideolog politiknya. Soekarno digambarkan menikmati pujian sebagai tokoh sentral yang laras dengan pesona pribadinya termasuk gaya busana serta orasinya sebagai ‗cara mencari nama dan bergagah‘ melalui ide ―Arsitektur Panggung‖ denag melekatkan gagasan pesona keIndonesia-an melalui idiom-idiom Arsitektur Modern. Representasi diri Soekarno sebagai pribadi luluh menjadi identity extended yaitu perluasan identifikasi509 diri melalui internalisasi. Semula, Soekarno yang adalah sosok pribadi yanag berubah menjadi ‗diri Soekarno‘ sebagai representasi ke-Indonesia-an dengan menyandang peran ‗Sang Pemimpin Besar Revolusi‘ atau sebutan ―Aku‖ atau ―Bapak‖. Proses demikian menurut Kristeva510 adalah subjectivity as a process gejala membalut diri dengan kemegahan akibat rasa keterhinaan yang pernah dialami. Peredaman masa lalu kelam bagi Soekarno mengalami keterasingan selama kurun waktu yang Periksa artikel Mimi Lobell tentang Spatial Archetype in ReVision, A Journal of Consciousness and Change, vol.6 no.2, Fall 1983 - additional material: the Network by Anders Sandberg. 509Identifikasi adalah proses individu menginternalisasi atribut orang lain dan mentransformasikan lewat imajinasi tak sadar. 510 Mansfield, Nick. Subjectivity. Theories of the Self From Freud to Haraway. New York: New York University Press. 2000, hal. 79. 508
223
panjang di usia mudanya. Tindakan tersebut sebagai ekspresi prosesi ego pasca Fase Ketiga di saat seseorang yang telah memiliki ‗bayangan‘ utuh pada ‗cermin‘ sebagai identity extended yang berdekatan dengan gejala narsisme511 merujuk psikoanalisis - struktural gagasan Jacques Lacan. Subyektivitas pada Soekarno ‗merupakan sebuah keberkahan‘. Rasa keterhinaan semasa pembuangan di Ende dan Bengkulu mendorongnya untuk menggubah sejumlah risalah yang bertema impian kebebasan. Salah satunya naskah drama tonil yang dipentaskan dan menjadi karya katarsis. Semasa kependudukan Jepang, Soekarno dihadapkan keharusan menjadi pemimpin ―prajurit pekerja‘ atau romusha512 untuk mengorganisir massa bekerja fisik. Kepahitan hidup yang tertuang sebagai gagasan karya fisik dan orasi sebagai kemampuan alamiah Soekarno semasa menjadi insinyur-arsitek telah memampukan dirinya di saat menjadi seorang Penguasa. Pengetahuan kearsitekturan yang dimilikinya, telah lebur dan saling menguatkan kepekaan artistiknya sehingga memampukan dirinya berperan menjadi ―Arsitek‖ sebagai ide ―Arsitektur Panggung‖ sebagai proses kehadiran yang disebut Khora. Ide ―Arsitektur Panggung‖ merupakan ranah Arsitektur NonMaterial yang menggambarkan pengetahuan tentang cara penghadiran karya fisik arsitektur secara khas, dengan memberi ruh bagi kehadirannya dan melekatkan sejumlah keunggulan khas Indonesia di masa lampau. 511Lee,
Jonathan Scot.Jacques Lacan. Amherst : University of Massachusetts Press.1991. Lacan, Pertama, fase pra-Oedipal, di masa bayi yang belum mengenali batasn ego atau dirinya kecuali sosok Sang Ibu. Fase kedua, Fase Cermin atau tatanan imajiner, sebagai tahap preverbal yang logikanya bersifat visual. Prosesi ego yang telah mengalami fase ketiga, yaitu seseorang yang telah memiliki ‗bayangan‘ utuh pada ‗cermin‘ sebagai identity extended / berdekatan dengan gejala Narsisme. 512Poesponegoro, Marwati Djoned & Notosusanto, Nugroho. Sejarah Nasional Indonesia. Buku VI. Masa Jepang dan Masa Republik Indonesia. Edisi Pemutakhiran.Jakarta:Balai Pustaka,2008, hal.62-63.
224
yaitu masa sebelum Indonesia terjamah dan terhinakan oleh penjajahan Kolonial. Pelekatan itu, bukan bersifat ornamen semata akan tetapi menjadi basis perancagnan kawasan dan bangunannya, sehingga menampilkan karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ yang tampil sebagai Arsitektur Modern khas Indonesia, yaitu mempersandingkan gaya Arsitektur Material dengan budaya Jawa Kuno. Ide ―Arsitektur Panggung‖ menjadikan karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ menjadi buah karya Soekarnoistik, yaitu karya yang bersepadan dengan jejak enflanted ego diri Soekarno, sebagai cara khas ―Arsitek‖ Soekarno menggubah karya usai terlepas dari belenggu kolonialme. Dalam karya ini ide ―Arsitektur Panggung‖ yang tercitra gagasan ke-Indonesia-an yang dinamai Khora Pesona Karya ―Arsitek‖ Soekarno. Sebutan ―Arsitek‖ dimahkotakan kepada Soekarno, sekaligus menyudahi perdebatan tak berujung tentang peran Soekarno dalam kehadiran Tugu Nasional. SEBUAH DISKUSI TEORITIS
Dalam penelitian Grounded sebagai pilihan metode penelitian Kualitatif tidak dikenal adanya Pengujian Teori. Adapun teori yang dihasilkan dari Grounded bukan untuk diuji akan tetapi mutu dari teori yang dihasilkannya diperteguh melalui cara mempersandingkannya dengan realitas serupa di mancanegara era sejaman untuk mengetahui kesamaankesamaan ataupun perbedaan-perbedaan.Pembentukan teori arsitektur bersandar Grounded berbasis data kesejarahan ini diharapkan menghadirkan kesegaran teori dari belahan Bumi Timur. Teori ―Arsitektur Panggung‖ akan didiskusikan secara teoritis dengan wacana Non West merujuk Zhu513. 513
Jianfe Zhu. Opening The Concept of Critical Architecture: The Case of Modern China and The
225
Zhu telah menyusun secara periodikal arsitektural di China 1930-2000-an melalui cara longue durée. Jianfe Zhu menyusun tiga kategorisasi sebagai respon atas kritik Einsenman tentang ketiadaan kritik arsitektur yang mengemuka
sebagai
tradisi
di
Asia.
Ia
mewacanakan
konsep
keterhubungan antara Timur, Barat, Utara dan Selatan sebagai wacana terintegrasi. Berdasar penelitiannya, Zhu mengungkapkan kritik arsitektur di China secara kronologis, diawali 1930-an sebagai Periode Republik mengungkapkan ekspresi arsitektur bergaya native terilhami oleh Istana Beijing sebagai ambisi arsitek-arsitek China pasca studi di mancanegara untuk menunjukkan gaya khas China bagi Ibukota Nanjing. Ketika berlangsung
Mao
Sosialis
1950-1980-an
kiblat
Design
Institutes
meninggalkan dua gaya, Nasional China dengan Beaux-Arts atau Neo-klasik di Beijing dan gaya Arsitektur Modernis bagi fasilitas umum. Pasca-Mao-is 1990-2000-an Semi-Autonomous Studios menampakkan kebebasan Arsitektur Garda Depan ditandai arsitektur berorientasi ekonomis. Keterhubungan antara Timur dan Barat, Utara dan Selatan sebagai wacana terintegrasi terjawab oleh karya ini, dan yang mengemuka pada keduanya adalah cara penulisan longue durée yang mempertalikan tiga tempo zaman historis merujuk The Mediterranean514 karya Braudel. Dalam karya ini terbagi menjadi, a) Ruang Geografis Sejarah Dunia, b) Ruang Sejarah Negara di masa Kolonial, dan c) Peristiwa Politik di masa pemerintahan Soekarno merefleksi pengaruh Kolonial yang mengisi ruang Nusantara. Issue of The State In Lim, William, SW & Chang, Jiat-Hwee (ed).Non West Modernist Past. On Architecture & Moderniities. Singapore: World Scientific Publishing Co, 2012, hal. 106. Burke, Peter. The French Historical Revolution. The Annales School 1929-89. Cambridge : Polity Press 1990, p. 42 514
226
Lim515, menempatkan Soekarno sebagai politikus modernis dari Negara Dunia Ketiga-Third World Politicians disetarakan dengan Jawaharlal Nehru, Tunku Abdul Rahman, Norodom Sihanouk dan Juscelino Kubitschek.
Disayangkan
Lim
tidak
menunjukkan
keunggulan yang telah dieksplorasi Soekarno sebagai
keunggulan-
politikus modernis
dalam upayanya meneguhkan gaya arsitektur khas ke-Indonesia-an.Bahkan risalah Abidin Kusno516 pun hanya menyebut Soekarno sebagai Bapak Arsitektur Indonesia. Peran modernist direpresentasi oleh forum komunikasi kelompok ATAP era 1950-an terdiri Han Awal, Liem Bianpoen, Soewondo Bismo Sutedjo, Mustafa Pamuntjak, dan Suyudi Wiryoatodjo yang menggelar diskusi berbasis isu identitas, nation-building dan krisis perumahan di Indonesia, disusul oleh AMI 1980an, dan Jong Arsitek 2010. Temuan teori akan dipersandingkan dengan realitas arsitektur sebagai ekspresi Penguasa di India era sejaman dengan Soekarno. Saat Perdana Menteri Jawaharlal Nehru menginginkan terwujudnya New India. Ia meminta Arsitek Le Corbusier dan Pierre Jeanneret517 untuk menggubah Chandigarh sebagai Ibukota New India pada 1951. Le Corbusier menuangkan gagasan ke dalam perancangan Chandigarh Project yang semula dipersiapkan Albert Mayer, bersama Maxwell Fry, Jane Draw, dan Pierre Jeanneret, Le Corbusier menggubah Capitol Complex Chandigarh dengan Arsitektur Modern yang bersandar organic architecture. Lim, William, SW & Chang, Jiat-Hwee (ed).Non West Modernist Past. On Architecture & Moderniities. Singapore: World Scientific Publishing Co. 2012, hal. 19 516 Kusno Abidin. (Re-) Searching Modernism: Indonesia After Decolonization In Lim, William, SW & Chang, Jiat-Hwee (ed).Non West Modernist Past. On Architecture & Moderniities. Singapore: World Scientific Publishing Co, 2012, hal.82. 517 Corbusier, Le and Jeanneret, Pierre.Footprints on the Sands of Indian Architecture. New Dehli: Sarbij Bahga and Surinder Bahga, 2000, hal. 12. 515
227
Antara Neehru dan Corbusier memiliki hubungan baik berkat kesamaan minatnya pada drama, mitos dan ‗kemenangan‘ sehingga rancangan Corbusier diwarnai oleh filsafat Hindu serta kultur masyarakat India 518 yang memperteguh gubahan Chandigarh sebagai Ibukota yang indah serta dikenang masyarakat sebagai ―Arsitektur Panggung‖. Perolehan karya gemilang dari Corbusier di India, tidak terlepas dari persahabatan yang dibinanya bersama Nehru selama bertahun-tahun519 sehingga Nehru memahami karakteristik Sang Maestro yang ingin menuangkan gagasan cemerlangnya secara otonom. Dapat dikatakan Corbusier diberi kebebasan penuh oleh Nehru, yang diakui sendiri oleh Corbusier sebagai hal yang tidak diperolehnya ketika merancang di Negara lainnya520. Selama di India Corbusier memperoleh kepercayaan merancang beberapa kota seperti Chandigarh, Nangal, Taiwara, Pandoh, Sundernagar, Slapper dan Ahmedabad. Karya Corbusier di India menjadi karya yang membanggakan masyarakat India, bahkan menurut penilaian maestro termasuk Oscar Niermeyer. Karya Corbusier digubah bersandar filsafat Hindhu yang menyelaraskan hubungan mikrokosmos dan makrokosmos. Satu hal yang penting, tergubahnya karya arsitektur Corbusier yang membanggakan itu disebabkan kebebasan penuh dirinya sebagai Arsitek untuk berkarya yang diperolehnya dari Nehru, sehingga hal-hal idealistik Arsitek murni dapat terungkap tanpa intervensi dari Penguasa. Ibid, hal. 21. Corbusier, Le (Trasl.) Palmes, James. Creation is a Patient Search. New York: Frederick A Preager, 1960, hal. 140. 520 Corbusier, Le and Jeanneret, Pierre.Footprints on the Sands of Indian Architecture. New Dehli: Sarbij Bahga and Surinder Bahga, 2000, hal. 87. 518 519
228
Peran Corbusier di India yang memperoleh kebebasan mutlak berkarya arsitektur yang diperolehnya dari Penguasa Nehru sebagai Penguasa membedakan dengan situasi serupa di Indonesia di masa Soekarno. Di saat Soekarno menggelar projek Jakarta City Planning, dirinya tidak segan-segan memerankan diri sebagai ―Arsitek‖ dengan memberi intervensi serta memasukkan rasa seninya selama berlangsungnya proyek. Situasi itu mengakibatkan Arsitek serta Seniman yang dipercayakan membantunya merasakan dirinya hanya sebagai visualizer gagasan Soekarno semata, karena nyata-nyata gagasan serta intervensi Soekarno lebih mendominasi pekerjaan arsitektur dan karya seni sebagaimana diutarakan oleh Soedarsono521, Silaban522 dan Seniman patung Edhi Sunarso523. Ide ―Arsitektur Panggung‖ sebagai Arsitektur Non Material barangkali terjadi hanya di Indonesia. Peristiwanya berlangsung di saat Soekarno berkesempatan menggubah impian kemegahan Indonesia melalui
beautifikasi
Ibukota
Jakarta.
Dirinya
tidak
menyerahkan
idealistiknya kepada Arsitek Negeri sendiri ataupun mancanegara, melainkan memerankan diri sebagai ―Arsitek‖ untuk mengekspresikan gagasan arsitektural yang ada dibenaknya.
Berdasar pengakuan Arsitek Soedarsono, tulisan Olly G.S dalam ‖Soekarno Sang Arsitek‖ dalam majalah Kartini No.286 tahun 1985, hal. 8,9,123 dan 124 bahwa dirinya hanyalah visualizer Soekarno, termasuk rancangan Tugu Nasional. 522 Berdasar diary arsitek Silaban yang terhimpun sejak tahun 1960-1964 yang mengandung makna adanya perasaan kurang nyamannya Silaban atas intervensi yang dilakukan Soekarno kepadanya dalam proyek arsitektur yang dipercayakan kepadanya. 523 Edhi Sunarso dalam wawancara di Yogyakarta tahun 2001, mengutarakan bahwa seluruh patung realis yang digubahnya adalah karya Soekarno, karena dirinya hanyalah visualizer atas gagasan Soekarno yang dipercayakan kepadanya. Soekarno sendiri yang memiliki arahan ukuran, gaya, ekspresi serta material yang diinginkan termasuk penempatan patung. 521
229
Bersandarkan pengetahuan tacit kearsitekturan yang dimiliki dan didukung oleh Arsitek dan Seniman dan Konstruktor yang dipercayainya Soekarno mensintesakan kenegarawanannya dengan ideologisnya ke dalam gubahan karya Arsitektur. Keberadaan Arsitek Negeri sendiri seperti Silaban, Soedarsono serta Arsitek Yunior lainnya, serta Konstruktor dan Seniman di lingkungan Soekarno tidak menyurutkan hasrat Soekarno untuk meminta Arsitek Mancanegara ikut serta dalam mewujudkan gagasannya seperti perancangan stadion utama Gelora Bung Karno. Soekarno meminta Arsitek dari Moskow untuk terlibat, demikian juga perancangan Hotel Indonesia dengan mengajak Arsitek Abel Sorenson. Namun, Soekarno tidak sepenuhnya memberi kebebasan kepada Arsitek-Arsitek Mancanegara yang telah dipilihnya. Soekarno telah mengambil peran sentral dalam perwujudan seluruh gagasan idealistik kearsitekturan yang hendak divisualisasikan. Sikap sentralistik Soekarno juga ditampakkan pada Arsitek Negeri sendiri, antara lain pada perancangan Gedung Pola oleh Silaban, Wisma Nusantara oleh Ciputra, Planetarium oleh Ismail Sofyan, dan Tugu Nasional oleh Soedarsono, serta gubahan patung realis karya Edhi Sunarso. Tindakan meleburkan peran kenegarawan sekaligus peran ―Arsitek‖ yoleh Soekarno dilalui dengan memasuki ranah kearsitekturan secara intens dan mengintervensi kerja Arsitek yang telah dipercayainya, sehingga
membedakan Soekarno dengan Penguasa lainnya. Soekarno
membuktikan bahwa gelegak hasrat, intervensi serta rasa seni yang dimilikinya sebagai kesungguhannya untuk memanggungkan ruang ideal ke-Indonesia-an.
230
Sikap
campur
tangan
Soekarno
berupa
intervensi
serta
memasukkan rasa seninya ke dalam rancangan telah memberikan warna bagi karya arsitektur yang mewujud. Ruh ke-Indonesia-an yang ditanamkan Soekarno
berupa
unsur-unsur
keelokan
Indonesia
memperoleh
kesempatan untuk digelar. Oleh karena karya yang mewujud mengandung karakteristik serta ornamen estetis yang khas selayaknya ―panggung‖ maka karya tersebut memiliki kekhasan, sebagai ―Arsitektur Panggung‖ yang Soekarnoestik. Trilogi hasrat, intervensi serta rasa seni Soekarno mewarnai karya arsitektur yang tergubah. Kemenarikan kehadiran sebagai ―Arsitektur Panggung‖yang Soekarnoestik terwujud bukan saja pada fisik arsitekturalnya semata, namun lebih jauh yaitu spectre Soekarno yang masih menggayuti benak masyarakat Indonesia, sehingga kehadiran ―Arsitektur Panggung‖ terkait Soekarno masih akan dibicarakan. Teori arsitektur ditemukan berdasar peristiwa sejarah dan gagasan Soekarno sebagai Penguasa yang berlatar kepahitan di masa lampau menunjukkan sebagai teori eksklusif di ranah arsitektur. Sekalipun demikian teori ini akan berperan kunci sebagai cara memahami daya pesona baru di ranah arsitektur untuk merebut posisi dalam keterhubungan Barat dan Timur. Dan melalui diskusi teoritis yang mempertautkan di atas diharapkan selaras dengan harapan Zhu, serta memetakan peran penting Soekarno sebagai politikus modernis dari Negara Dunia Ketiga. Lebih jauh kehadiran ide ―Arsitektur Panggung‖ yang terbentuk dari karya ini memperkaya khasanah arsitektur sebagai keunggulan Timur yang direprentasi oleh Indonesia
231
Sekaligus, mereposisi peran Soekarno, bukan saja politikus modernis melainkan juga sebagai ―Arsitek‖ yang mewarnai gaya Arsitektur Modern sebagai perwujudan unsur-unsur budaya Jawa Kuno sebagai cara Soekarno mendekonstruksi situasi kearsitekturan di masanya. Yang dimaksud sebagai ―Panggung Indonesia‖di masa Soekarno tidak terbatas oleh karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ akan tetapi meluas dalam beberapa konsep, antara lain Jakarta sebagai Wajah Muka Indonesia untuk menyatakan sebagai ‗pintu gerbang‘ untuk memahami Indonesia, juga karya seni rupa sebagai perwujudan karya arsitektur. Termasuk pula pagelaran sendratari bernuansa Indonesia di ‗ruang tertentu‘ seperti Ramayana di Candi Prambanan dan juga gubahan patung realis skala kota. Louis Kahn pernah mengatakan arsitektur itu tak teraga524 yang mampu dinyatakan adalah kualitas yang membentuknya. Tersebab oleh ketiadaannya, maka yang ada adalah ‗karya arsitektur‘. Arsitektur itu ada dalam
pikiran
seseorang
yang
berkarya
arsitektur
bagaikan
mempersembahan ‗jiwa‘ dari arsitektur. Jiwa yang dipahami bukan sebagai gaya, pengetahuan teknik, serta bukan sebuah metode…‖ Kahn menekankan sifat tak teraga berupa ‗jiwa‘ pada karya arsitektur, sementara itu
ide
―Arsitektur
Panggung‖
mengandung
‗Jiwa‘
pada
ideologi
Penguasa.Pengutaraan ‗jiwa dalam karya arsitektur‘ divisualkan oleh Arsiteknya melalui karya yang dihadirkannya, sehingga Pengamat memperoleh pemahaman sebagai penjelasan Sang Arsitek.
Khan, Louis.Writings, Lectures, Interviews. New York : Rizzoli International Publications, 1991. 524
232
Pada ide ―Arsitektur Panggung‖ kehadirannya secara langsung dicermati oleh Pengamatnya melalui data metafisik sekaligus spectre Sang ―Arsitek‖. Apabila dipersandingkan, perbedaan keduanya terdapat dalam cara interpretasinya. ‗Jiwa dalam arsitektur‘ oleh Khan melalui penuturan langsung/tak langsung dari Sang Arsitek menyangkut ide-ide dalam benaknya. Situasi tersebut mendorong adanya bias, karena terdapat kecenderungan logocentrisme Sang Arsitek yaitu menganggap tuturannya sebagai ‗sesuatu‘ yang mutlak serta kecenderungan menutupi hal-hal yang tidak ingin disingkap, sementara itu pada Arsitektur Non Material pengungkapan adalah proses memutu penelusuran yang berupa konsep, diary, memoar, serta simbol-simbol yang mendahului terwujudnya karya arsitektur secara fisik, sehingga pengamat berpeluang mengkritisi nalar ilmiah sebelum mempenafsirkan. Kehadiran teori Arsitektur Non Material /Tak Teraga berdasar penelitian Grounded Theory ini merupakan perluasaan esensi ―panggung‖ dari makna aslinya, yaitu sebagai pentas pertunjukan secara langsung direpresentasi oleh karya arsitektur. Kehadiran teori ini menjadi pengetahuan baru di ranah arsitektur sebagai suatu cara mengungkapkan makna kehadiran karya arsitektur. Karena peran khasnya itu, maka Teori Arsitektur Non Material akan menempati posisi tertentu di ranah arsitektur, yaitu sebagai sandingan dari Teori Arsitektur Material yang bersandar pada hal-hal fisik. Teori Arsitektur Fisik Material, merupakan pengetahuan untuk mengejawantahan secara material, sedangkan Teori Arsitektur Non Material
merupakan pengetahuan yang mewujud melalui ide/gagasan.
Keduanya merupakan pasangan pembentuk Teori Arsitektur secara utuh. 233
Posisi Teori Arsitektur Non Material di antara Teori Arsitektur digambarkan bersandingan dalam membentuk teori arsitektur secara utuh.Kehadiran Teori Arsitektur Non Material/Tak Teraga sekaligus telah menjawab persoalan penelitian ini yaitu: Bagaimana proses kehadirannya yang mengkualitas sebagai form yang berperan menjadi moda komunikasi yang berbeda-beda setiap waktu dan ruang (mitos) melalui fenomena arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ yang ‗Ada‘ di masa-lalu dalam konteks kekinian. Di masa Soekarno kehadiran ―Arsitektur Panggung‖ berperan sebagai ide form bagi wadah mempertunjukkan peran sentral Soekarno sebagai Penguasa melalui merepresentasi ideologi, hasrat, intervensi dan rasa seninya. Di kekinian, kehadirannya berubah menjadi Arsitektur Non Material sebagai ―Panggung Indonesia‖ yang mengandung spectre Soekarno. Temuan ide ―Arsitektur Panggung‖ yang terkandung dalam karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ era Soekarno sebagai cara memberikan perbedaan cara pandang atas karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ yang terfragmentasi oleh ruang-waktu-peristiwa.Kehadiran teori ―Arsitektur Panggung‖ menegaskan adanya skenario khas yang membingkai kehadiran ide ―Arsitektur Panggung‖ sebagai kesatuan utuh dalam ideologi Nation and Character Building. Peranan ide ―Arsitektur Panggung‖ adalah menjadi ruang wadah bagi ideologi ke-Indonesiaan yang divisualkan Soekarno melalui perwujudan Arsitektur Modern yang berbasiskan unsur-unsur budaya khas Jawa Kuno. Ide ―Arsitektur Panggung‖ pada akhirnya dapat pula diturunkan sebagai sebuah teori untuk mendeskripsikan hal-hal yang berkenaan dengan ideologi tertentu yang ditanamkan oleh ―Arsitek‖ Penguasa di saat menggubah karya arsitektur sebagai visualisasinya. 234
235
236
237
238
239
240
241
242
243
BABAK PENUTUP
“ARSITEKTUR PANGGUNG SOEKARNOESTIK” Terbentuknya ide ―Arsitektur Panggung‖ sebagai teori Arsitektur Non Material telah menjawab persoalan penelitian: Bagaimana proses kehadirannya yang mengkualitas sebagai form sebagai moda komunikasi yang berbeda-beda di setiap waktu dan ruang (mitos) melalui fenomena karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‘. Sekaligus telah memetakan Apa yang dimaksud ―Panggung Indonesia‖ serta Bagaimana proses kehadirannya? ―Panggung Indonesia‖ adalah sebuah metafora atas ruh/skenario ideologis yang ditanamkan Soekarno dalam proses memutu, yaitu sebelum karya arsitektur mewujud berupa pelekatan ornamentik unsur Jawa Kuno sebagai representasi ke-Indonesiaan ke dalam karya Arsitektur Modern. Sedangkan, proses kehadiran ―Panggung Indonesia‖ mewujud yang didorong oleh trilogi hasrat, intervensi dan rasa seni Soekarno sebagai Penguasa yang berperan sebagai ―Arsitek‖ sebagai karya mengandung ide ―Arsitektur Panggung‖ yang Soekarnoestik yang ditandai oleh ‗Tanda Kebesaran Bangsa Indonesia‘ sekaligus perwujudan ‗hasrat menjadi‘ atau subjectivity Soekarno sebagai perluasan identifikasi ‗Diri Soekarno‘ ketika merepresentasi ke-Indonesia-an berupa tindakan ―menyatukan diri dengan subjek‖ yang lebih besar, yaitu Tanah Air-nya. Usai mendeskripsikan temuan ―Arsitektur Panggung‖ sebagai Teori Arsitektur Non Material, terjawablah persoalan penelitian, sampailah pada Kesimpulan Akhir, Pertama, pengamatan fenomenologi dalam bingkai Grounded telah mengantar terungkapkannya teori ‖Arsitektur Panggung‖ sebagai perwujudan ekspresi kekuasaan, yang memperluas teori arsitektur yang semula menyandarkan diri pada Arsitektur Material yang teraga arsitektur planimetrik. 244
Kedua, ranah arsitektur dapat ditelusuri sebagai Arsitektur Non Material/Tak Teraga melalui penelusuran proses memutu kehadiran arsitektur sebagai Khora melalui rangkaian penelitian Grounded Theory terkait Khora tentang Soekarno berbasis peristiwa kesejarahan dan pengamatan secara instensionalism pada fenomena karya arsitektur Tugu Nasional.Ketiga, kehadiran karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ ditentukan oleh faktor pendorong berupa trilogi hasrat, intervensi serta rasa seni Penguasa yang meleburkan diri sebagai ―Arsitek‖. Keempat, karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ digubah dengan mengeksplorasi pesona kelampauan Indonesia yang direpresentasi budaya Jawa Kuno sebagai dasar perwujudan Arsitektur Modern, sehingga menjadi karya arsitektur yang menggugah sensasi estetik. Kelima, kekhasan form arsitektural serta maknawi yang melingkupinya menjadikan karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ masih dirasakan sekalipun melampaui setengah abad, disebabkan adanya ―Arsitektur Panggung‖ yang menjadikannya bak pentas ideologis Penguasa sekaligus spectre Soekarno. Keenam, ―Panggung‖ sebagai kata metafora kata ―panggung‖ merujuk etimology bahasa Jawa ―panggung‖ artinya jejeraning wayang – tempat Dalang memainkan tokoh wayang menjadi pa- agungan atau panggonan sing agung yaitu tempat yang agung atau ―panggung‖. Ketujuh, ide ―Arsitektur Panggung‖ mengandung karakteristik Khora untuk menyatakan ‗sesuatu‘ yang abadi, tak dapat dihancurkan, penyedia posisi yang hadir untuk being. Adalah ‗sesuatu‘ seperti mimpi dan harus ada di suatu tempat, khora berselaras ide tentang ‗ruang‘. Ide ―Arsitektur Panggung‖menggambarkan
sosok
unik
yang
bersifat
dissymetri-tak
berbentuk, triton genos yang artinya the other - bukan yang ini dan bukan yang itu, tetapi sebagai Khora, serta bersepadanan sebagai ‗ruang‘ dalam arti tempat, lokasi, wilayah, area yang luas, atau Negara.
245
Kedelapan, ―Arsitektur Panggung‖ mengandung karakteristik Khora menunjuk sesuatu yang disebut figure dan form, sebagai perwujudan wadah yang merepresentasi sifat Ibu-Perawat yang memelihara, serta menyatakan objek penerima isi muatan-receptacle, sebagai pembawa-tanda/jejak-imprint bearer. Karakteristik itu menunjuk sesuatu yang dicerap sebagai ide bentuk arsitektural yang selalu dalam proses memutu.Kesembilan, penelitian Grounded Theory yang mengandalkan intelektualitas serta kepekaan inderawi yang diterangi oleh hermeneutika - intepretatif gagasan Ricouer telah menghadirkan Teori Arsitektur Non Material/Arsitektur Tak Teraga sebagai fenomena arsitektural yang selama ini terabaikan. Melalui penelitian Grounded telah ditemukan Teori Formal secara meyakinkan, karena teori yang terbentuk bersandar data dan analisis yang telah mengalami distansiasi dan apropriasi menjadi sebentuk makna baru yang radikal yang dipertautkan secara intertekstual dalam merajut makna baru yang lebih maknawi. Kesepuluh, teori formal yang terbentuk merupakan hasil integrasi atas makna-makna baru yang radikal menjadi embrio ide ―Arsitektur Panggung‖ yang dinamai ―Panggung Indonesia‖: Khora Pesona Karya ―Arsitek‖ Soekarno. Basis ide ―Arsitektur Panggung‖ sekaligus merepresentasi perilaku dramaturgi yang melingkupi Soekarno Muda hingga menjadi Sang Penguasa, sehingga teori Arsitektur Non Material ini memiliki kekhasan sebagai teori yang bersifat generik yaitu teori ―Arsitektur Panggung yang Soekarnoestik― Ekspresi ―Arsitektur Panggung‖ mewujud berdasar akumulasi jiwa-seni, jiwa-arsitek, ideologi yang melingkupi diri Soekarno menjadi teori yang eksklusif/khas sehingga tidak dimungkinkan diterapkan di setiap Aktor Penguasa kecuali yang bersepadan dengan gejolak jiwa Soekarno.
246
Sungguhpun temuan teori ini sangat khas, akan tetapi strategis peranannya karena bermanfaat sebagai gambaran awal peradaban modern di bidang perancangan bangunan pencakar langit di Indonesia sebagai karya arsitektur khas yang hanya dimiliki oleh Indonesia dan tidak akan ditemukan pada karya arsitektur sejaman di mancanegara dikarenakan Soekarno tidak/bukan meneruskan keagungan karya arsitektur yang berorientasi pada gaya arsitektur yang telah berjaya sebelumnya seperti arsitektur klasik Barat, arsitektur Kolonial, bahkan arsitektur vernakular Nusantara sekalipun, melainkan menggali secara esensial keindahan serta keunggulan hal-hal yang bernuansa mitos dari flora-fauna di masa kejayaan Jawa Kuno yang telah terkubur sebagai misteri. Cara demikian menjadikan karya yang ditampilkan memiliki keterikatan emosional antara fisik arsitektural dengan kehadiran ―Arsitektur Panggung‖ yang tergubah berselaras dengan pengutaraan Soekarno sebagai Penggubah peradaban: ―..sesuatu djaman adalah selalu kebudajaan daripada kelas jang berkuasa‖ Jejak-jejak gubahan ruang politik Soekarno dalam memperteguh homogenitas sosial melalui arsitektur yang berciri visual : spectaculer, geometric, phallic– megah, struktural dan menjulang. Karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ digubah bersandarkan pesona kelampauan Indonesia dalam konteks jamannya telah memperlihatkan differensiasi atau perbedaan khas yang mengandung monad sebagai partikel terkecil dari jiwa peradaban Jawa Kuno yang mencirikan keabadian immaterial yang mengandung unsur fluiditas materi, elastisitas bentuk, semangat mekanistis. Implikasi teori Arsitektur Non Material dari ―Arsitektur Panggung‖ yang direpresentasi oleh Kawasan Tugu Nasional ini berpeluang sebagai rujukan perancangan arsitektur bagi perancangan bangunan yang memiliki karakteristik serupa;
247
antara lain perancangan arsitektur monumental dengan cara menggubah konten/ isi pesona ke-Indonesia-an sebagai tema/lakon. Namun, kehadiran teori ―Arsitektur Panggung‖ berbasis Kawasan Tugu Nasional bukan ditujukan untuk membuat karya pengulangan, karena kehadiran Tugu Nasional dirancang sebagai satu-satunya di Indonesia penanda sentral ke-Maha Indonesia-an. Kehadiran teori Arsitektur Non Material ini akan menjadi panduan kegiatan di Kawasan Tugu Nasional, a) wacana awal konservasi terpadu agar terselenggara keberlangsungan ikatan sakral, emosional serta kebanggaan bagi masyarakat Indonesia, b) panduan mempertahankan struktur dan keaslian arsitektural Kawasan Tugu Nasional, c) inspirasi mempersiapkan konsep manajemen Kawasan Tugu Nasional sebagai bagian integral Pemerintah Pusat d) spendorong penyelenggaraan ―panggung‖ bagi Sang Saka Merah sebagai atribut kemerdekaan sesuai rancangan awalnya, yaitu di dalam Kotak Emas di dalam Kala-Makara
dengan mencari jalan keluar masalah keamanan, e)
Disegerakannya konservasi rekaman suara Soekarno di Ruang Kemerdekaan yang telah mengalami keausan, f) Mendorong sesegera mungkin konservasi sosok Lidah Api Kemerdekaan yang telah mengalami kelayuhan/degradasi baik struktur maupun pelapisan emasnya. Ide ―Arsitektur Panggung‖ diharapkan mengilhami konsep perancangan bangunan Monumen dan Museum di Indonesia dengan merujuki kekuatan tema serta urutan demi urutan keruangan untuk menciptakan efek dramatis keruangan. Tema ke-Indonesia-an yang berpuncak pada rekaman suara Soekarno membacakan Teks Proklamasi di Ruang Kemerdekaan telah menghadirkan energi suara yang bersifat immaterial memperkarya konsep keabadian arsitektur yang selama ini merujuk pada keabadian fisik material.
248
Karya berbasis disertasi serta buku Lampiran ―Panggung Indonesia‖: Khora Pesona Karya‖ Arsitek‖ Soekarno diharapkan menjadi basis penelitian grounded dalam ranah penelitian arsitektur di masa mendatang. Namun, sadar atas pada keterbatasan untuk mengungkapkan beragam persoalan potensial selama penelitian ini, maka perlu kiranya saya menyarankan adanya beberapa kemungkinan penelitian lanjut. Dalam upaya untuk memperkaya khasanah ilmu pengetahuan terutama arsitektur, penelitian secara multidisiplin dan interdisiplin perlu segera dilakukan mengingat keberadaan Tugu Nasional sebagai ―Arsitektur Panggung‖ telah mengalami kelayuhan akibat degradasi baik secara fisik maupun pemaknaan ruangnya akibat pergeseran ruang dan waktu. Bentuk penelitian dapat difokuskan pada penelitian Arsitektur Material yang dilaksanakan secara menyeluruuh untuk mengkonservasi fisik, yaitu sosok luar dan Kawasan Cawan dan Tugu, seluruh atribut kemerdekaan, seluruh diorama, serta sosok Lidah Api Kemerdekaan sebagai penelitian intesif untuk menjaga keutuhan struktur dan arsitekturalnya. Demi memicu proses kreatif pada penelitian kekayaan Arsitektur Nusantara, cara-cara yang telah dilalui dalam pembentukan teori Arsitektur Non Material di Kawasan Tugu Nasional ini dapat menjadi rujukan, sebagai kekuatan baru dalam meneliti Grounded Theory terkait Khora sebagai pertautan lintas keilmuan dari Belahan Bumi Barat dan Timur yang hal-hal berbasis metafisik. Pengungkapan konsep Khora untuk menelusuri data mefisik di Kawasan Tugu Nasional sebagai bagian Arsitektur Nusantara bukan hanya akan meneguhkan perolehan peradaban Indonesia di masa lampau sebagai refleksi kekinian, akan tetapi juga akan ‗menjadi basis baru‘ kekuatan khas Timur.
249
Terungkapnya ide ‖Arsitektur Panggung‖ sebagai perwujudan ekspresi kekuasaan sebagi pengetahuan tentang arsitektur yang bersifat non material telah memperluas teori arsitektur yang semula menyandarkan ide arsitektur material (Van de Ven, 1978). Ranah arsitektur kini dapat ditelusuri melalui teori Arsitektur Non Material/Tak Teraga yang penelusuran laras dengan karakteristik khora sebagai proses memutu. Proses memutu kehadiran arsitektur Tugu Nasional tidak terlepas dari peran sentral Penguasa Soekarno dan trilogi hasrat, intervensi dan rasa seni yang melingkupinya, sebagai pertautan Jiwa dan Raga Soekarno sebagai Pribadi sekaligus Penguasa. Menunjuk adanya powerkekuasaan sebagai pendorong penciptaan space-keruangan berdasar knowledge kearsitekturan dan rasa seni Soekarno, telah memperkaya wacana space-powerknowledge gagasan Michel Foucault sekaligus memperkaya wacana hasrat kegilaan - Point de folie-Maintenant l‘Architecture gagasan Jacques Derrida dengan kemunculan subjectivity seorang Aktor Penguasa yang berperan sebagai ―Arsitek‖
250
GLOSARIUM A Arsitektur, merupakan sintesa atas rumusan yang berasal dari budaya Romawi dan Yunani, yaitu menggambarkan pengetahuan membangun karya arsitektur yang indah serta bermakna dalam proses penciptaannya yang dipertautkan ruang-tempat-waktu-peristiwa, untuk mengungkapkan proses kehadiran fenomena karya arsitektur yang bersinggungan dengan makna yang akan berpautan dengan Khora. Arsitektur Non-Material, merupakan pengetahuan arsitektur yang menelisik cara-cara menggubah kandungan karya arsitektur fisik yang berupa ideologi Penguasa untuk diekspresikan secara poetic yaitu konstruktif dan inspiratif sehingga mengundang rasa keindahan bagi penanggapnya. ―Arsitektur Panggung‖, merupakan ide arsitektur yang mem-visualkan ideologi Penguasa ke dalam karya fisik arsitektural. Artistik, kata sifat yang yang menunjuk pada sesuatu yang bagus, cantik, elok, indah, kreatif, majelis, manis, mempesona, menawan, selia. Architectural Research Methods, merujuk Linda Groat, 2002 sebagai metode penelitian di ranah arsitektur, antara lain: a) Interpretive-Historical Research, b) Qualitative Research, c) Correlasional Research, d) Experimental and Quasi-Experimental Research, e) Simulation and Modeling Research, f) Logical Argumentation, g) Case Studies and Combined Strategies. Abstract space dan Absolute Space merujuk The Production of Space (Lefebvre: 1991: 234) berupa ruang yang terbentuk oleh Penguasa yang memiliki makna sosial (sosial space). Tampil sebagai ‗ruang politik‘ Penguasa dalam memperteguh homogenitas sosial melalui karya arsitektur yang berciri visual geometris, spectaculer, geometric, phallic - megah, struktural dan menjulang. B Batik Indonesia, merupakan karya batik sebagai gagasan Soekarno untuk mewujudkan satu bentuk karya Batik yang bukan bersandar pada salah satu etnik Indonesia. Gagasan itu dibebankan kepada pembatik muda Go Tik Swan ketika dirinya menjadi mahasiswa Sastra UI dan bekerja menyiapkan Soekarno di Istana. Pengembaraan Go Tik Swan untuk mewujudkan gagasan Soekarno telah membawanya ke jenjang kemasyhuran. Batik Indonesia digubah oleh Go Tik Swan sebagai perpaduan antara motif batik berorientasi Karaton Surakarta yang cenderung bermotif simbolik dan berwarna alamiah sogan (warna kecoklatan), menjadi multicolour sebagai ekspresi kekayaan warna batik di Nusantara. Barock sebagai cabang seni rupa dan arsitektur yang berkembang di Eropa sebagai ekspresi yang mengundang emosi kemegahan dengan ornamentik secara berlebih-lebihan. Istana Versailles di Perancis merupakan salah satu contohnya. Dalam perkembangannya desain rancangannnya dikenal sebagai gaya Rococo yang menampilkan ikon kerang-kerangan.
251
Berdikari, konsep ber-negara yang dideklarasikan Soekarno sebagai implementasi konsep Nation and Character Building di segala ini termasuk lagu, musik, busana, nama pribadi, dan lain sebagainya untuk tidak merujuk ke ‗Barat‘. C Coding merujuk ke proses analitis di mana data dalam penelitian kuantitatif sebagai hasil kuesioner atau dalam kualitatif berupa transkrip wawancara dikategorikan. Dalam Grounded Theory, dikenal Axial Code, Selective Code D Différance (bhs. Perancis) adalah istilah rekaan Derridan untuk menyatakan tindakan menangguhkan makna yang purna (Derrida:2004) E eklektik merupakan gaya perpaduan dalam rancangan termasuk arsitektur. Perpaduan yang berpeluang menemukan kebaharuan gaya arsitektur secara khas. Gaya eklektik Soekarno berupa paduan gaya Arsitektur Modern yang dilekati ornamentik Jawa Kuno sebagai kebaharuan gaya arsitektur. G Grounded Theory merupakan satu di antara tiga pilihan strategi pada penelitian Qualitative Research a) Grounded Theory, b) Ethnography dan c) Interpretivism yang diutarakan Linda Groat merujuk pada penggagasnya, yaitu; Barney G Glaser, Anselm Strauss dan Corbin. Semula metode ini digunakan untuk memandu penelitian di ranah sosiologi. Keutamaan strategi penelitian Grounded terletak pada cara pengumpulan data secara induktif dan peluang untuk membangun sebuah teori. H Hipotesis Kerja yang dideskripsikan sebagai proposisi yang dikenal dalam metode penelitian Grounded Theory.Berperan sebagai teori subtansif yang berasal serta terkait data. Himpunan hipotesis kerja bila diintegrasikan dengan baik berpeluang menjadi sebuah konstruksi dalam pembentukan teori baru. I Indonesia menunjuk nama Negara berasal dari kata Indus artinya konstelasi bintang dan nesos bahasa Yunani artinya pulau - nusa - tanah air. Memiliki batas wilayah kekuasaan politik, militer, ekonomi, sosial budaya, dan sistem pemerintahan, serta cita-cita dan tujuan bersama yang dirumuskan dalam Undang-Undang Dasar 1945. Meliputi 17.504 pulau menyebar di lima kepulauan besar: Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Barat disebut Kepulauan Indonesia sebagai wilayah territorial (Poesponegoro, Marwati Djoned & Notosusanto, Nugroho: 2007). Pemakaian nama Indonesia dicatat oleh J.Th. Petrus Blumberger, 1931 sebagai penggantian nama pergerakan dari Nederlandsch-Indie menjadi Indonesia mendampingi istilah Nusantara sebagai nama biro pers di Netherland yang didirikan oleh Ki Hajar Dewantara sebagai Indonesische Persbureau pada1913. Secara resmi kata Indonesia resmi mendapat arti politik kenegaraan setelah Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945.
252
K Khora merujuk Derrida, 1995 sebagai konsep ruang/ide arsitektural yang dicerap yang selalu dalam proses becoming ‗mengada‘, ‗mengualitas‘, ‗memutu‘ menggambarkan representasi karya arsitektur yang semula ‗Tiada‘ menjadi ‗Ada‘. Proses becoming yang demikian bersepadan dengan karakteristik Khora sebagai ‗penyedia bagi yang hadir untuk being terkait ‗form‘. Menggambarkan sesuatu bukan yang fix, menyerupai ‗obyek‘/‘ruang‘ berupa representasi karya arsitektur. Khora berasal dari bahas Yunani sebagai ungkapan Plato yang dituliskan ke dalam Timaeus untuk menyatakan sesuatu yang abadi, tidak dapat dihancurkan, penyedia posisi yang hadir untuk being, bisa ditangkap indera, seperti mimpi dan harus ada di suatu tempat atau ‗ruang‘. Kebudayaan merujuk Soekarno, ―…Bahwa kebudajaan satu periode adalah pentjerminan daripada suatu kebudajaan daripada kelas jang berkuasa‖ dalam bahasa asingnja:―De cultuur van een tijdpork is altijd de cultuur van de heersende klasse‖ (Soekarno:1960). L Lifeworld (bhs. Inggris) atau Lebenswelt (bhs. Jerman) diartikan sebagai kehidupan, dapat dipahami yang diberikan alam semesta, sebuah dunia. Longue Durée merupakan cara menuliskan sejarah peristiwa jangka panjang merujuk Annales School yang dipelopori oleh Fernand Braudel tahun 1958. M Mercusuar adalah menara sebagai sumber cahaya untuk membantu navigasi kapal laut. Diadopsi sebagai kata metafor untuk menyatakan keinginan memperoleh nama dan untuk bergagah. Muncul istilah ―Arsitektur Mercusuar‖ di masa Soekarno sebagai sindiran pada sikap Soekarno untuk memperoleh nama dan bergagah melalui karya arsitektur yang megah. Metafisik, sesuatu non-material yang di luar hal fisik seperti hasrat, konsep, intervensi yang menyertai fisiknya. Hal-hal metafisik bersinggungan dengan proses kehadiran karya arsitektur. Metafora sebagai suatu majas atau gaya bahasa untuk mengungkapkan ungkapan secara langsung berupa perbandingan analogis, melalui pemanfaatan kekayaan bahasa, pemakaian ragam untuk memperoleh efek-efek tertentu, keseluruhan ciri bahasa sekelompok penulis sastra dan cara khas dalam menyampaikan pikiran dan perasaan, baik lisan maupun tertulis. Menggelar Indonesia merupakan tajuk dari film documenter Indonesia ke mancanegara di masa Soekarno.
penari-penari misi kesenian
Monad yaitu partikel terkecil dari jiwa seni, ditemukan oleh Leibniz, 1898 sebagai jiwa seni yang abadi bersifat abstrak /tak teraga yang dibedakan dengan atom, yaitu partikel terkecil dari molekul/benda teraga. Monad ditemukan oleh Leibniz di saat meneliti seni Baroque sekitar 1660-1760. Menunjukkan adanya fluiditas materi, elastisitas bentuk dan semangat mekanis yang bersifat keabadian pada jiwa seni melalui bentuk-bentuk lentur dari draperi.
253
Monumen Nasional atau dikenal sebagai Monas atau Tugu Monas adalah monumen peringatan setinggi 142 meter yang didirikan menengarai jiwa Baru Bangsa Indonesia. Pembanguan dimulai pada tanggal 17 Agustus 1961 di bawah perintah Presiden Soekarno, dan dibuka untuk umum tanggal 12 Juli 1975. Tugu ini dimahkotai Lidah Api yang dilapisi lembaran emas. N Nation and Character Building merupakan konsep pembangunan watak bangsa Indonesia berbasis Berdikari - Berdiri di atas kaki sendiri, merupakan ideologi politik rekaan Soekarno Nawa Sanga kosmologi Bali yang memuliakan keselarasan Bhuana Agung (makro kosmos) dan Bhuana Alit (mikro kosmos) berorientasi sembilan arah mata angin. Nawa Sanga dengan delapan pancaran dengan satu sebagai pusatnya. Keselarasan Konsep penataan ruang di Bali dikenal sebagai Tri Hita Karana merupakan a sense of place yang mengandalkan arah mata angin. Negara adalah suatu daerah teritorial yang rakyatnya diperintah oleh sejumlah pejabat dan yang berhasil menuntut dari warga negaranya ketaatan pada peraturan perundangundangannya melalui penguasaan (kontrol) monopolistis dari kekuasaannya yang sah. NEFO – New Emerging Forces merupakan gagasan Soekarno dalam mengelompokkan Negara-Negara yang pernah senasib mengalami sebagai Negara Koloni bangsa Eropa, antara lain Negara-Negara anggota Konferensi Asia-Afrika di Bandung. New Culture sebutan bagi karya seni di Jerman di masa kekuasaan Adolf Hitler yang berbasis National Sosialis disertai sejumlah dokumentasi patung realis, karya arsitektur, situs Hitler, arsitektur vernakular yang dinamai Art of The Third Reic P Paranoid regime of sign sebagai tanda kegilaan yang dilakukan Penguasa seperti yang dilakukan Dalang / puppeteer terhadap bonekanya merujuk Deleuze, 2007 Panggung merujuk bahasa Jawa: jejeraning wayang tempat Dalang memainkan tokoh wayang. Berakar kata gung -gedhe-besar. Terjadi nasalisasi setelah diberi awalan pa menjadi pa-agung-an atau panggonan sing agung - tempat yang agung atau ―panggung‖. Sebagai ‗ruang menggelar kehadiran lakon dan peristiwa secara langsung‘ yang meninggalkan difference - jejak sesuai jamannya, sehingga makna ―panggung‖ yang ‗Ada‘ di masa lalu kemungkinan berbeda di kekinian maupun esok terkait lakon yang dipertautkan. Pergeseran itu tidak merubah esensi ―panggung‖ sebagai ruang menggelar kehadiran lakon dan peristiwa Panggung juga berarti pentas, platform, stan, teater, balkon, tribun, ajang, arena, gelanggang, sasana. Pembentukan teori/memoing merupakan proses akhir dari seluruh rangkaian penelitian Grounded Theory setelah melampaui empat tahap. Pertama, membandingkan dengan teori yang gayut - comparing incidents applicable to each category. Kedua, mengintegrasikan hasil analisisintegrating categories and their properties. Ketiga, membatasi teori-delimiting the theory, dan Keempat, menuliskan teori - writing theory.
254
Pledoi Indonesia Menggugat merupakan naskah pembelaan Soekarno pada tahun 1930 di Bandung. Naskah pledoi tersebut menyerupai sebuah naskah akademik yang merujuk beragam pustaka. Melalui pledoi tersebut Soekarno divonis bebas. Dalam penelitian ini, pledoi Indonesia Menggugat merupakan ―Panggung Indonesia‖ yang pertama bagi Soekarno. Poetic yaitu sifat konstruktif dan inspiratif dalam menggubah karya sehingga mampu mengundang rasa keindahan bagi penanggapnya. Performance arts diterjemahkan sebagai seni pertunjukan, antara lain teater, musik, dan tari, yang berbeda dengan seni rupa. Dalam seni pertunjukan tubuh , wajah , suara, tampil sebagai media. Sedangkan seni rupa menggunakan bahan-bahan seperti; tanah liat , logam atau cat yang dapat dibentuk atau diubah menjadi obyek seni . Istilah "seni pertunjukan" pertama kali muncul dalam bahasa Inggris pada tahun 1711. Presence, adalah kehadiran langsung. Dalam presence sekaligus terdapat absence, yaitu sesuatu yang tidak hadir sebagai metafisika kehadiran merujuk Of Grammatology (Derrida:1982:49). Metafisika kehadiran merupakan dekonstruksi logosentrisme, sistem metafisik yang mengandaikan adanya logos atau kebenaran transendental dibalik hal yang tampak di permukaan atau di dunia fenomena. Suatu makna tidak pernah ‗hadir‘ kecuali dalam intertekstualitas tanda. Proyek Mercusuar, kehadiran karya ‗Arsitektur Mercusuar‘ dipandang sebagai peristiwa unik yang dibangun sekitar 1960-an di koridor Kebayoran Baru-Thamrin di saat kota Jakarta masih relatif lapang. Jajaran bangunan modern bertingkat tinggi dengan beragam bentuk unik itu menyerupai sebuah ‗pentas‘ yang menjadi buah bibir di lingkungan Jakarta yang meluas ke seluruh negeri Penelitian Kuantitatif sebagai metode untuk mem-verifikasi suatu ‗hipotesis‘ secara hypothetico-deductive yaitu menganalisis persoalan melalui taksonomi, klasifikasi, parameter, variabel serta pencarian hubungan kausal-efek. Menekankan proses empirik dalam memjustifikasi tesis serta proposisi dengan alat sebagai instrumen proses pencarian dan pembuktiannya.Penelitian Kualitatif/Interpretif digunakan untuk mengungkap fenomena diibaratkan sebagai puncak gunung es bagi ‗persoalan‘ sosial-kultural, termasuk arsitektur untuk mendapatkan pengetahuan dari tangan pertama- firsthand knowledge dan Peneliti sebagai instrumennya. S Space-power-knowledge wacana Michel Foucault untuk menyatakan adanya ruang yang tercipta akibat kekuasaan dan pengetahuan yang melingkupinya. Dalam ranah arsitektur, dimaknai sebagai karya arsitektur sebagai ekspresi kekuasaan. Spatial Archetype diterjemahkan sebagai arketipe keruangan, terdiri atas enam tipe gagasan yang dikembangkan oleh Mimi Lobell. Teori ini diilhami oleh teori archetype oleh Carl Gustav Jung, yang menenggarai adanya ingatan kolektif berupa citra kepurbaan dalam alam bawah sadar manusia.
255
Soekarno Seorang tokoh penting dalam sejarah Indonesia sebagai Presiden Pertama. Dalam penelitian ini penulisan namanya tetap menggunakan ejaan S o e k a r n o (yang dibaca: Sukarno) berdasar fakta sejarah. Dalam otobiografi Cindy Adams: 2000: 38) mengutarakan: Waktu di sekolah tanda-tanganku dieja Soekarno – menurut ejaan Belanda. Setelah Indonesia merdeka aku menginstruksikan supaya segala ejaan ―OE‖ kembali ke ―U‖.Ejaan dari perkataan Soekarno sekarang menjadi Sukarno. Akan tetapi, tidak mudah untuk mengubah tanda-tangan sudah berumur 50 tahun, jadi kalau aku sendiri menulis tanda-tanganku, aku masih menulis S-O-E. Soekarno lahir di Surabaya hari Kamis Pon pada 6 Juni 1901 dengan nama Koesno. Bergelar ingeneuer dari TH-Bandoeng kini ITB Bandung pada 1926. Sempat berprofesi sebagai Arsitek sekaligus Politisi yang mengalami resiko sebagai orang buangan. Mewariskan sejumlah karya berupa teks pidato, naskah sandiwara tonil, jargon, sketsa, karikatur, lukisan, puisi, buku, karya arsitektur dan furnitur. Ketika menjadi Presiden menggubah karya ‗Arsitektur Mercusuar‘, misi seni pertunjukan tari ‗Menggelar Indonesia‘ ke mancanegara (Lindsay: 2010) bahkan terciptanya ‗Batik Indonesia‘ (yang bernuansa Nation and Character Building. Gelegak hasrat dalam mewujudkannya menunjukkan peran ―Arsitek‖ sekaligus Dalang yang divisualkan berupa urutan keruangan selayaknya pertunjukan drama, sehingga dikatakan ―Arsitektur Panggung‖. Dimetaforakan ―Panggung Indonesia‖di Tugu Nasional sebagai ‗presence‘ dari Soekarno melalui rekaman suaranya membacakan Teks Proklamasi sebagai metafisika kehadiran, merepresentasi teritori ke-Indonesia-an dan keabadian ruang immaterial. Spectre merujuk Derrida, semacam ‗kehadiran kembali‘ sesuatu yang telah tiada sebagai sosok hantu, penampakan, fantasi, phantasma, roh, jiwa, untuk pengetahuan yang telah ‗tumbang‘ atau ‗kalah‘ namun ruh/semangatnya masih bergentayangan seperti Marxism T Teori formal adalah teori yang disusun secara konsepsual dalam suatu ilmu pengetahuan tertentu. Teori formal diperoleh melalui perbandingan beragam kasus subtantif. Teori Formal merupakan teori hasil dari penelitian Grounded Theory. Pembentukannya diperoleh berdasar himpunan intepretasi/ kesimpulan yang telah melalui analisis komparatif, melalui kriteria; metode, relevansi, kecocokan-fit (valid), serta dapat dimodifikasi/ dikendalikan. Sementara itu Teori subtansif sebagai teori yang dikembangkan untuk keperluan subtantif atau empiris dalam inkuiri suatu ilmu pengetahuan, disebut hipotesis kerja. Teori subtantif diperoleh melalui perbandingan antar kelompok Kedua teori itu diperoleh berdasarkan data penelitian. Peranan teori subtantif membantu reformulasi teori yang sudah ada sebagai penghubung strategis dalam memformulasikan dan menyusun teori formal atas dasar data. TH-Bandung singkatan Technische Hogeschool (TH) sekarang ITB Bandung didirikan dan diresmikan oleh pemerintah Belanda pada 3 Juli 1920, dan meluluskan sarjana untuk pertama kali pada 1 Juli 1924. Pada 3 Juli 1926 lulusan pertama insinyur Indonesia, satu diantaranya Ir. Soekarno, Presiden Republik Indonesia pertama.
256
DAFTAR PUSTAKA Adams, Cindy. Sukarno an Autobiography as told to Cindy Adams. Kansas City, New York: Indiana Polis, 1965 Adams, Cindy.(Terj.) Bar Salim, Abdul. Bung Kamo Penyambung Lidah Rakyat Indonesia. Cet 6.Jakarta: Ketut Masagung Corp, 2000 Adam, Peter. Art of The Third Reich.New York: Harry N Abrams Inc. 1995 Adiyanto, Johannes. Konsekuensi Filsafati Manunggaling Kawula Gusti Pada Arsitektur Jawa. Disertasi.Program Doktor Bidang Keahlian Arsitektur Pasca Sarjana Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2011 Alexander, Christopher. Notes of the Synthesis of Form.Cambridge: Harvard University Press, 1964 Alexander, Christopher. A Pattern Languange: Towns-Buildings – Construction. New York: Oxford University Press, 1997 Alexander, Christopher. The Timeless Way of Building.New York: Oxford University Press, 1999 Anderson, Benedict. Imagined communities: Reflection on the Origin and Spread of Nationalism.London: Verso, 1991 Antoniades, Anthony C. Poetic of Architecture. New York :Van Nostrand Reinhold, 1990 Ardhiati, Yuke. Bung Kamo Sang Arsitek : Kajian Artistik Karya Arsitektur, Tata Ruang Kota, Interior dan Kria, Simbol, Mode Busana dan Teks Pidato 1926-1965. Jakarta: Komunitas Bambu, 2005 Bachelard, Gaston (transl.) French by Maria Jolas. The Poetics of Space. Boston: Beacon Press.1958 Banks, Marcus. Visual Methods in Social Research.London: Sage Publication, 2006 Barilli, Renato (transl.) Pinkus, Karen E. A Course on Aestethics. Minneapolis London : University of Minnesota Press. 1993 Barliana, M Syaom dan Cahyani, Diah. Arsitektur, Kekuasaan & Nasionalitas. Bandung: Metatekstur, 2011 Batmomolin, Lukas (ed). Bung Karno. Ilham dari Flores Untuk Nusantara. Flores: Penerbit Nusa Indah, 2001 Bochenski, J.M.The Methods of ContemporaryThought. New York: Harper Torchbooks, 1968 Burke, Peter. The French Historical Revolution. The Annales School 1929-89. Cambridge : Polity Press 1990, Corbusier, Le and Jeanneret, Pierre.Footprints on the Sands of Indian Architecture. New Dehli: Sarbij Bahga and Surinder Bahga, 2000 Creswell, John. Research Design. Qualitative & Quantitative Approaches. Sage Publications, Inc, 1994 Damais, Soedarmadji JH (ed). Bung Kamo & Seni. Jakarta: Yayasan Bung Kamo, 1979 Danoeasmoro, Winoto. Perdjalanan PJM Presiden Ir DR H Achmad Sukarno ke Amerika dan Eropa. Djakarta: Rafica, 1956 ______.Kunjungan Presiden Republik Indonesia Soekarno ke Sowjet Uni. Deleuze, Gilles. (Transl.) Lester, Mark & Stivale, Charles. The Logic of Sense. New York: Columbia University Press. 1990
257
Deleuze, Gilles. (Transl.).Patton, Paul. Difference And Repetition. New York : Columbia University Press.1994 Deleuze, Gilles. Lapoujade, David (ed). (Transl.) Hodges, Ames and Taormina, Mike. Two Regimes of Madness .Texts and Interviews 1975-1995.Cambridge: The MIT Press.2007 Deleuze, Gilles.(Ed)Holland, Eugene-Smith Daniel-Stivale, Charles.Image and Text. London: Continuu.2009 Derrida, Jaqques.(transl.) Spivak, Gayatri Chakravorty. Of Grammatology by Jacques Derrida. Baltimore and London: The John Hopkins University Press. 1982 Derrida, Jacques. From Spectres of Marx. What is Ideology? In Specters of Marx, the state of the debt, the Work of Mourning, & the New International, translated by Peggy Kamuf, Routledge. 1994. Derrida, Jacques.On The Name. California: Stanford University Press,1995 Derrida, Jacques (transl). Dekonstruksi Spiritual: Merayakan Ragam Wajah Spiritual. Yogyakarta: Jalasutra, 2002 Derrida, Jacques.(transl.) Bass, Allan. Writing and Difference.London and New York: Routledge.2004 Derrida,Jacques. Point de folie — maintenant l'architecture, 27 Avril 2009 Djatiprambudi, Djuli. Bung Karno: Seni Rupa dan Karya Lukisnya. Surabaya : Bumi Laskar Utomo, 2001 Dufrenne, Mikel. (transl. By) Casey, Edwards, Anderson, Albert, Domingo, Willis and Jacobson, Leon.The Phenomenology of Aesthetic Experience. Evanston:Northwestern University Press. 1973 Dufrenne, Mikel (et. Al). Aesthetics and The Scienes of Art Today. Eisman, Fred B. Bali Sekala & Niskala. Essays on Religion, Ritual, and Art. Singapre: Periplus.1990 Fakih, Farabi.Membayangkan Ibukota Jakarta di bawah Soekarno. Yogyakarta: Ombak.2005 Foucault, Michel (transl) Smith, AM Sheridan. Archaelogy of Knowlegde. London and New York: Routledge, 2002 Foucault, Michel (transl) Sheridan, Alan.Dicipline and Punish. The Birth of the Prison. New York: Penguin Books. 1975 Foucault, Michel (ed) Rabinow, Paul. The Foucault a Reader New York: Pantheon Books. 1984 Freud, Sigmund. Jokes and Their Relation to the unconsious.New York: Penguin Books.1976 Gasche. Rodolphe. Inventions of Diffrence On Jacques Derrida. Cambridge: Harvard University Press Giebels, Lambert. Soekarno Biografi 1901– 1950. Jakarta: PT Grasindo, 2001 Gibson, A Boyce. Muse and Thinker. United Kingdom:Penguin Books, 1972 Geertz, Clifford. Negara Teater, Kerajaan-Kerajaan di Bali abad Kesembilan Belas. Yogyakarta : Yayasan Bentang Budaya, 2000 Glaser, Barney G and Strauss, Anselm L. The Discovery of Grounded Theory: Strategies for Qualitative Research. Copy Right 1967. London: Adline Transaction. 2010 Golomstock, Igor.Totalitarian Art. In the Soviet Union, the Third Reich, Fascist Italy, and The People‘s Republic of China. London: Collins Harvill, 1990 Goffman, Erving. Presentation of Self in Everyday Life. New York: Doubleday Anchor Books. 1959
258
Gray, Carole & Prairi, Ian. ‘Artistic‘ Research Prosedure: Research at the Edge of Chaos? Scotland: The Robert Gordon University, 1995 Groat, Linda & Wang, David. Architectural Research Methods.Canada: John Wiley & Sons, Inc, 2002 Hasan, Asikin (ed).Dua Senirupa. Sepilihan Tulisan Sanento Yuliman. Jakarta: Penerbit Kalam. 2001 Hays, Michael (ed).Architecture Theory Since 1968. Cambridge: MIT Press.2000 Hays, Michael.Architecture‘s Desire: Reading The Late Avant-Garde. Cambridge: MIT Press.2010 Harjoko, Triatno Yudo. Urban Kampung. Its Genesis and Transformation into Metropolis, with particular reference to Penggilingan in Jakarta.Canberra: VDM Verlag Dr. Muller Aktiengesellshaft.2003 Harrison, Charles and Wood, Paul (ed). Art in Theory 1900-1990. An Anthology of Changing Ideas.Ofxord UK & Cambridge USA: Blackwell.1993 Harsono, Ganis. Cakrawala Politik Era Sukarno.Jakarta:Yayasan Idayu, 1985 Heidegger, Martin,"Building Dwelling Thinking" as it appeared in Poetry, Language, Thought trans. Alfred Hofstadter. New York: Harper and Row, 1971 Heidegger, Martin ,(Transl. McNeill, William). The Concept of Time. Massachussetts : Blackell Publishers Ltd. 1992 Heuken SJ, A.Medan Merdeka – Jantung Ibukota RI. Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka. 2008 Hirst, Paul. Space and Power: Architecture, Politics and War. Cambridge: Polity Press.2005 Holt, Claire.Melacak Jejak Perkembangan Seni di Indonesia (Terj). Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia.2000 Ikatan Arsitek Indonesia. Gedung MPR/DPR- RI, Sejarah dan Perkembangannya. Jakarrta: Badan Sinfar IAI, 1995 ITB Bandung. Peringatan 100 Tahun Bung Karno. Seminar dan Pameran Revitalisasi Tata Nilai Kebangsaan Yang Dirintis Bung Karno, Aula Barat dan Timur ITB, 1-3 Juni 2001 Jakarta Metropolitian City Government. Jakarta Insight 50 Years of City Planning and Development. Jakarta: Pemda DKI. 1995 Jones, Bryan D.Politics and the Architecture of Choice. Bounded Rationality and Governance. Chicago: The University of Chicago Press.2001 Jung, Carl Gustav.(Transl.) Hull, RFC. Four Archetypes: Mother, Rebirth, Spirit, Trickster. London: Routledge.1972 Krell, David Farrel. Archeticture. Ecstacies of Space, Time, and The Human Body. New York: State University of New York Press. 1997 Kusno, Abidin. Behind the Postcolonial: Architecture, urban space and political cultures in Indonesia.New York: Rouledge, 2000 Kostof, Spiro. The City Shaped: Urban Patterns and Meanings Through History. London:Thames and Hudson. 1991 Lacan, Jacques. (Transl.) Sheridan, Alan.Écrits.London and New York: Routledge .1989 Lahusen, Thomas Lahusen and Dobrenko, Evgeny (ed). Socialist Realism Without Shores. London: Duke University Press.1997 Leach, Neil (ed). Rethinking Architecture: a Reader in Cultural Theory. London: Routledge, 1997 Lim, William, SW & Chang, Jiat-Hwee (ed).Non West Modernist Past. On Architecture & Moderniities. Singapore: World Scientific Publishing Co. 2012 Lincourt, Michel. In Search of Elegance.Towards an Architecture of Satisfaction. London: McGillQueen‘s University Press. 1999
259
Lobell, Mimi. Spatial Archetype in ReVision, A Journal of Consciousness and Change, vol.6 no.2, Fall 1983 - additional material: the Network by Anders Sandberg. Locke Karen. Grounded Theory in Management Research. London: Sage Publication, 2007 Lubis, Firman. Jakarta 1960-an. Kenangan Semasa Mahasiswa. Jakarta: Masup Jakarta.2008 Lyes, C.J. Roman Architecture from Augustus to Hadrian. The Colosseum an Analysis of the Inherent Political and
[email protected]. Lyes.1999. Electronic of Journal of History, Art, Archaelogy Anistoriton Messias dan ANRI. Revolusi Belum Selesai.Kumpulan Pidato Presiden Soekarno.30 September 1965 – Pelengkap Nawasara Jilid 1 dan 2. Semarang: Messias. 2003 Michalski, Sergiusz.Public Monument. London: Reaktion Books Ltd. 1998 Monumen Nasional. Laporan Singkat Pekerjaan Proyek Pembangunan Tugu Nasional 1962-1963. Jakarta: Direksi Pelaksana. Cet.Kedua. 1997 Moleong, Lexy K.Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2010. Morgan, Morris Hycky.Vitruvius.The Ten Books on Architecture. New York: Dover Publications Inc.1914 Neil (ed). Rethinking Architecture: a Reader in Cultural Theory. London: Routledge, 1997 Nesbitt, Kate (ed).Theorizing a New Agenda for Architecture. An Anthology of Architectural Theory 1965-1995.New York: Princenton Architectural Press. 1996 Nietzsche, Friedrich.(Transl.) Kaufmann,Walter and Hollingdale, R.J. The Will to Power. New York: Vintage Books Edition. September 1968 Philpott, Simon. Rethinking Indonesia. Postcolonial Theory, Authoritarianism and Identity.New York: ST Martin‘s Press LLC.2000 Permanasari, Eka. Constructing And Contesting the Nation: The Use and Meaning of Sukarno‘s Monument‘s And Public Places in Jakarta. Dissertation of Architecture Department of Melbourne University of Melbourne, 2007 Perez, Alberto-Gomez, and Parcell Stephen (ed).Chora1,2,3: Intervals in The Philosophy of Architecture.London: Mc Gill Queen‘s University Press,1994 Pevsner, Nikolaus.A History of Building Types. London: Princeton University Press. 1976 Plato (Transl). The Republic Of Plato: Second Edition. United States of America : BasicBooks A Division of Harper Collins Publisher. 1991 Pour, Julious. Dari Gelora Bung Karno Ke Gelora Bung Karno.Jakarta: Badan Pengelola GBK dan Gramedia, 2003 Rahardjo, Iman Toto (ed).Bung Karno dan Tata Dunia Baru. Kenangan 100 Tahun Bung Karno. Jakarta:Grasindo.2001 Rachman, Erlita (ed). Jakarta 50 Tahun Kemerdekaan Dalam Pengembangan Dan Penataan Kota. Jakarta: Dinas Tata Kota Pemda DKI Jakarta, 1995 Ricouer, Paul. Thompson, John B (ed). Paul Ricouer Hermeneutics and the human sciences. Essays on language, action and interpretation. Cambridge: Cambridge University Press.1983 Rose, Gillian.Visual Methodologies. An introduction to the Intepretation of Visual Materials. London:SAGE Publications Ltd, 2006 Sadikin, Ali. Buku Catatan Gubernur H Ali Sadikin. Jakarta: Pemda DKI Jakarta, 1977 Saelan, Maulwi. Dari Revolusi ‘45 sampai Kudeta ‘66. Kesaksian Wakil Komandan Tjakrabirawa. Jakarta: Yayasan Haki Bangsa. 2001 Salam, Solichin. Bung Karno Sebagai Ahli Sedjarah. Djakarta: PT Asli Djakarta, 1966 Salam, Solichin.Bung Karno di mata Bangsa Indonesia.Jakarta:Dela Rohita, 1979 Salam, Solichin. Bung Karno Putra Fajar. Jakarta: Gunung Agung, 1981
260
Salam, Solichin. Bung Karno Dalam Kenangan. Jakarta: Pusaka, 1981 Salam, Solichin. Roosseno Manusia Beton. Jakarta: Kuning Mas, 1987 Salam, Solichin. Tugu Monas dan Soedarsono. Jakarta: Kuning Mas.1989 Saleh (ed). Mahabarata. Djakarta: Dinas Penerbitan Balai Pustaka, 1958 Santoso, Jo. Arsitektur-Kota Jawa. Kosmos, Kultur & Kuasa. Jakarta: Centropolis-Magister Teknik Perencanaan Univ Tarumanagara, 2008 Setiadi, Bram(ed). Raja Di Alam Republik. Keraton Kasunanan Surakarta dan Paku Buwono XII. Jakarta:PT Bina Reka Pariwara, 2001 Setiyanto, Agus. Bung Karno, Maestro Monte Carlo.Kumpulan Naskah Drama Bung Karno Selama Pengasingan di Bengkulu. Yogyakarta: Ombak, 2006 Strathern, Paul.(Terj). Socrates, Plato, Aristoteles in 90 Minutes. Jakarta: Erlangga. 1996 Sutrisno, FX Mudji. Estetika. Filsafat Keindahan.Yogyakarta: Kanisius. 1993 Sumintardja, Djauhari.Kompendium Sejarah Arsitektur Jilid I. Bandung: Yayasan Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan, 1981 Soekarno.Indonesia Menggugat, Pidato Pembelaan Bung Karno Di Depan Pengadilan Kolonial Bandung 1930. Jakarta : CV Haji Mas Agung, 1989 Soekarno. Di bawah Bendera Revolusi Jilid Pertama dan Kedua. Jakarta: Penerbit DBR, 1965 Soekarno.Sarinah, Kewajiban Wanita Dalam Perjuangan Republik Indonesia. Jakarta: PT Toko Gunung Agung Tbk, 2001 Soekarno. Salinan 7 Naskah-Naskah Tonil Soekarno di Ende: 1) Rahasia Gelimutu, (2) Rendo, (3) Julagubi, (4) Dokter Syaitan, (5) Aero Dinamit, (6) Kut-Kut Bi dan Maha Iblis, (7) Anak Haram Djadah , (8) Rainbow (Poetri Kentjana Boelan), (9) Chungking-Djakarta, (10) Koetkoetbi, (11) Si Ketjil (Kleine Duimpje) dan (12) Hantoe Goenoeng Boengkoek. Strauss, Anselm L. Qualitative Analysis For Social Scientists. Cambridge: Cambridge University Press. 1987 Strauss, Anselm L. Basics of Qualitative Research. Grounded Theory Procedurs and Techniques. California: Sage Publications.1990 Soeharto R. Saksi Sejarah, Mengikuti Perjuangan Dwitunggal. Jakarta: Gunung Agung, 1984 Supriyadi, Bambang. Ruang Jawa Pemaknaan Tradisi Perwayangan Dalam Kajian Arsitektur.Disertasi. Program Doktor Arsitektur Dan Perkotaan Program Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang, 2010 Tjahjono, Gunawan. Cosmos, Center and Duality in Javanese Architectural Tradition: The Symbolic Dimensions of House Shapes in Kota Gede and Surroundings. Dissertation of University of California at Berkeley, 1983 Tjahjono,Gunawan. Arsitektur di Indonesia: Kancah Penjelajahan Tanpa Batas. Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap Ilmu Arsitektur Universitas Indonesia, Depok 28 Desember 2002 Tschumi, Bernard. Event-Cities (Praxis). London: The MIT Press. 1999 Tuan, Fu Yi. Space and Place. The Perspectif of Experience. Mineapolis: University of Minnessota.1977 Vitruvius. (Transl.) Morgan, Morris Hicky. The Ten Books of Architecture. New York: Dover, 1960 Ven, Cornelis Van de.Space in Architecture: The Evolution of a new idea in the theory and history of the modern movements.Amsterdam: Van Gorcum Assen, 1978 Widjanarko, Bambang.Sewindu Dekat Bung Karno.Jakarta: Penerbit PT Gramedia.1988
261
PIDATO PRESIDEN SOEKARNO 1958 – 1966 Soekarno.Pidato Pemantjangan Tiang Pantjang Pertama Untuk Stadion Utama Asian Games, Senajan, Kebajoran Baru, Djakarta 8 Februari 1960 Soekarno. Pidato Pertemuan Dengan Para Peserta Sajembara Projek Tugu Nasional Di Istana Negara Djakarta Tanggal 27 Djuni 1960 Soekarno.Pidato Upatjara Pemberian Hadiah Para Pemenang Sajembara Rentjana Tugu Nasional, Istana Negara, Djakarta, 17 November 1960 Soekarno.Pidato Upatjara Pengajunan Tjangkul Pertama Untuk Pembangunan Semesta Berentjana Gedung Proklamasi Pegangsaan Timur 56, Djakarta, 1 Djanuari 1961 Soekarno.Pidato Perletakan Batu Pertama Untuk Reaktor Atom di Bandung Pada Tanggal 9 April 1961 Soekarno, Address by H.E.President at The Ceremony of Driving in The First Pile For The National Column, Merdeka Square,Djakarta,17thAug 1961 Soekarno.Pidato Pemantjangan Tiang Pertama Mesjid Istiqlal, Djakarta 24 Agustus 1961 Soekarno.Pidato Pemantjangan Tiang Pertama Gedung PMI di Djalan Kramat Raja, Djakarta 29 Djanuari 1962 Soekarno.Pidato Peringatan UlangTahun ke-435 Kota Djakarta di gedung Olahraga, Djakarta, Pada Tanggal 22 Djuni 1962 Soekarno.Message By President At The Opening of The Main Stadium in Senajan, Djakarta, July,21 st, 1962 Soekarno.Pidato Peresmian Pembukaan Hotel Indonesia, Djakarta, 5 Agustus 1962 Soekarno.Amanat Pemantjangan Tiang Pertama Departement Store‘Sarinah‖ di Djalan Thamrin, Djakarta, 23 April 1963 Soekarno.Addres by HE President at The Opening of The Preparatory Conference of The Games of The New Emerging Forces (GANEFO) in Hotel Indonesia, Djakarta, 27 April 1963 Soekarno.Pidato Peresmian ‗Monument Irian Barat‖ di Lapangan Banteng, Djakarta, 18 Agustus 1963 Soekarno.Amanat Peresmian ―Patung Pahlawan‖ di Prapatan Menteng, Djakarta, 24 Djuni 1964 Soekarno.Pidato Pentjangkulan Pertama Pembuatan Gedung ―Wisma Nusantara‖ di Djalan Thamrin, Djakarta, 9 Djuli 1964 Soekarno. Amanat Pemantjangan Tiang Pertama Gedung Planetarium di Tjikini, Djakarta 9 September 1964 Soekarno. Pidato Pembukaaan Djalan Silang Monumen Nasional di Lapangan Merdeka, Djakarta, 16 Agustus 1964 Soekarno.Amanat Kepada Panitia Keindahan Kota di Istana Negara 4 April 1965 Soekarno.Amanat Upatjara Perletakan Batu Pertama Political Venues Pada Tanggal 19 April 1965 Soekarno. Amanat Peletakan Batu Pertama Gedung Veteran di Djalan Gatot Subroto, Djakarta 9 Djuni 1965
262
BIOGRAFI PENULIS Yuke Ardhiati, Semarang 19 Juni 1963. Arsitek Profesional IAI, Peneliti dan Pengajar Tetap di Fakultas SeniRupa dan Desain Universitas Trisakti. Pengajar Tidak Tetap di Universitas Indonesia, Universitas Tarumanagara dan Universitas Pancasila. Memperoleh gelar Insinyur-Arsitek dari Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta,1987 dengan tajuk : Pusat Mode sebagai Pusat Informasi, Promosi dan Pengembangan Mode di Indonesia. Magister Teknik dari Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Kebijakan di ITB Bandung, 2001, dengan tesis bertajuk: Pengindustrian Seni Kria di Indonesia. Doktor Ilmu Sejarah dari Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2004 dengan disertasi: Arsitektur, Tata Ruang Kota, Interior dan Kria,Sumbangan Soekarno di Indonesia 1926 - 1965. Sebuah Kajian Mentalite Arsitek Seorang Negarawan, dan pada 2013, memperoleh gelar Doktor Arsitektur dari Fakultas Teknik Universitas Indonesia dengan disertasi bertajuk ‖Panggung Indonesia‖: Khora Pesona Karya Soekarno 1960-an.Pengurus Pusat MSI – Masyarakat Sejarawan Indonesia dan anggota Tim Penasehat Gubernur Pemprov DKI Jakarta, yang bergiat dalam konservasi bangunan cagar budaya. Email:
[email protected], mobile: 0811800075 PUBLIKASI BUKU DAN JURNAL 2003 2003 2005 2005 2005 2007 2010 2010 2010 2012
Suara Anak Bangsa:Menyongsong Fajar Tanah Air. Penerbit ITB Arsitektur,Interior, Kria Dan Konstruksi Sosial Teknologi ANT – Actor Network of Technology. HUT Ikatan Arsitek Indonesia ke- 44 Sistim Ekonomi Pada Demokrasi Terpimpin untuk Buku 60 Tahun NKRI Sketsa Perjalanan Bangsa Berdemokrasi. Departemen Kominfo RI Bung Karno Sang Arsitek, Kajian Artistik Karya Arsitektur, Tata Ruang Kota, Interior, Kria,Simbol, Mode Busana dan Teks Pidato 1926-1965. Depok: Komunitas Bambu Novel Serial Ukel Konde Selebriti Marginal. Rajagrafindo Pers, Jakarta Demokrasi Terpimpin. Sejarah Nasional Indonesia Edisi Revisi. Balai Pustaka Life Diorama Sukarno dalam Karya Edhi Sunarso di Jakarta dalam Edhi Sunarso Seniman Pejuang, Yogyakarta: Hasta Kreatifa Manunggal Momen Estetik 9 Windu Edi Sedyawati. Denpasar: Widya Dharma Khora: Momen Estetik dalam Peradaban. ‗Jeda‘ antara Arsitek dan Arkeolog. Denpasar: Pustaka Larasan Indonesia Dalam Arus Serajah. Tim Penulis. Jakarta: Raja Grafindo
JURNAL ILMIAH 2013 2013 2012 2012
―Khora as a New Method in Art And Architecture Field‖ .International Journal of Philosophy and Social Sciences (IJPSS) on September ―Arsitektur Panggung‖ jurnal ―Panggung‖ ISTI Bandung ―The National Monument in Indonesia‖ : The Visual Art in Sacred Space. nternational Journal of Literature and Art Studies in the issue no.9 ―Kajian Artistik Lidah Api Kemerdekaan di Tugu Nasional‖. Jurnal Kalpataru
263
PEMAKALAH SEMINAR DAN KONFERENSI 2005 2006 2006 2007 2007 2009
2009 2010 2010 2012 2012 2012 2012 2012
Soekarno Roles in the Architecture Growth in Indonesia At the Early Independence to the Beginning of the New Order Era, Seminar International Universitas Trisakti, Jakarta, 5 Desember 2005 Soekarno‗s Nation and Character Building And It‘s Roles in Architecture in Indonesia, International Conference. Nation, City, Place:Re-thinking Nationalism, Melbourne, Australia,14-16 July 2006 Solo City Beautifying Concept: ‗The City as Art Performances‘, International Seminar & Workshop on Urban Culture, Arte-Polis: Creative Culture and the Making of Place,Bandung 21-23 July 2006 Menguak Sejarah Sebuah Bangsa Besar Melalui Diorama Kajian Teknik – Estetik Diorama Monumen Nasional.Seminar Penyempurnaan Diorama Monumen Nasional, Istana Bogor, 22-23 Maret 2007 City Beautification Concept Case Study:‗A Small Beautiful Market as a Collaboration between Architects and Artist in Bantul Yogyakarta, International Seminar 20Th UII Yogyakarta in 9 June, 2007 Indonesian Women‘s Architect: Dreaming, Reality or Taboo? Case of Study : Artifact, Novel and Intellectual Degree International Symposium On Cultural Studies Master and Doctoral Progam, Cultural Studies Udayana University―Exploring Cultural Studies, Implementing Emancipations‖ Denpasar, 27-28 Agustus 2009 Mandala Concept in The Muslim And Javanese Vis a Vis, NURI International Conference, Architecture Departement of Faculty of Technolgy of Diponegoro University, Semarang Soekarno's Architectural Style:Reflecting the Sustainability of Civilization through Exploring The Mother's of Nature, Doctoral Student Internatonal Conference APRU-11, Depok, July, 2010 Monumen Puitik dalam ―Panggung Indonesia‖ Diskusi Seni Patung, Monumen, Ruang Publik dalam Pameran Tunggal Seni Patung & Peluncuran Buku Edhi Sunarso 14-29 Agustus 2010 di Jakarta Smart Living with Arts in Salihara‘s. Artepolis 4 ITB Bandung, 2012 A Pair of Indonesian Artifacts as History Witness : ―Rumah Proklamasi‖ And ―Tugu Nasional‖. International Asian Historian – IAHA 22 at Solo City, Central Java. City As An 'Outdoor Museum': Jakarta Main Road‘ In The 1988s At International Seminar On Place Making And Identity (Placid): Rethinking Urban, 26-27 September 2012, Jakarta ‗Cantik‗ as ―Architecture Stage‖ in Islamic Contemporary. Sub Theme: Architecture, Art And Culture on Symphora - SIMPOSIUM NUSANTARA-9, 11 & 12 December 2012, UTM- Perak, Malaysia ―Learning From Javanese Ancestor‖. Sub Theme: Culture on iNTA 2012 4th International Network for Tropical Architecture Conference, School of Design and Environment National University of Singapore
264
RALAT Koreksi Hal. 10 De cultuur van een tijdperk Hal. 70 Koningsplein Hal. 85 Koninklijke Nederlandsch-Indische Luchtvaartmaatschappij Hal. 98 catatan kaki no. 209 draaiboeken Hal. 147 avant-garde Hal. 176 catatan kaki no 415 September 2096? Hal. 183 De cultuur van een tijdperk Hal. 196 ……selandjutnja …..pelaksanaan (verder uitwerken) Hal. 198 ….ataukah Hal. 210 - Ketinggian 555 feet
-
Berakibat….
Hal. 214 …kesementaraan oleh Derrida Hal. 220 …Tugu Nasional tak terelakkan Hal. 222 Cakupan wacana Foucault Hal. 229 …empat jilid draaiboeken Catatan kaki no. 507 Draaiboeken Hal. 230 “Arsitektur panggung” dengan melekatkan…
265
KORELASI ASUPAN ASAM LEMAK OMEGA-3 DENGAN KADAR TNF-α PASIEN KANKER SERVIKS STADIUM IIB—IIIB DI RSUPNCM JAKARTA
BUNG KARNO TESIS
HEPI HAPSARI 1006785843 Dengan ini menyatakan bahwa isi TA CD-Rom Sesuai dengan Hardcopy Dosen Pembimbing
Dosen Pembimbing