BAB I PENDAHULUAN
Pasien dengan gagal ginjal sering mengalami gejala klinis yang berkaitan dengan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, anemia, malnutrisi dan gangguan gastrointestinal.
Salah
satu
dari
komplikasi
tersebut
adalah
uremic
encephalopathy. Uremic encephalopathy (UE) adalah kelainan otak organik yang terjadi pada pasien dengan gagal ginjal akut maupun kronik. Biasanya dengan nilai kadar Creatinine Clearance menurun dan tetap di bawah 15 mL/mnt. Prevalensi internasional tidak diketahui, namun dengan bertambahnya jumlah pasien dengan ESRD, diasumsikan jumlah kasus UE juga bertambah. Patofisiologi dari UE masih belum diketahui pasti namun diduga akibat peningkatan hormon paratiroid dan akumulasi komponen guanidino yang mengakibatkan ketidakseimbangan neurotransmitter di dalam otak. Apatis, fatig, iritabilitas merupakan gejala dini. Selanjutnya, terjadi konfusi, gangguan persepsi sensoris, halusinasi, kejang dan stupor. Gejala ini dapat berfluktuasi dari hari ke hari, bahkan dalam hitungan jam. Diagnosis banding UE antara lain ensefalopati hipertensif, ensefalopati hepatikum, sindrom respons inflamasi sistemik pada pasien
sepsis,
vaskulitis
sistemik,
neurotoksisitas
akibat
obat
(opioid,
benzodiazepin, neuroleptik, antidepresan), cerebral vascular disease, hematom subdural. Pemeriksaan pada UE yaitu laboratorium, EEG, Lumbal Pungsi dan pencitraan
otak
digunakan
terutama
untuk
menyingkirkan
diagnosis.
Penatalaksanaan berupa dialisis dan non dialisis. Dengan pengenalan terhadap dialisis dan transplantasi ginjal, insidens dan tingkat keparahan dari UE dapat dikurangi.
1
BAB II UREMIC ENCEPHALOPATHY
Uremic encephalopathy merupakan salah satu bentuk dari ensefalopati metabolik. Ensefalopati metabolik merupakan suatu kondisi disfungsi otak yang global yang menyebabkan terjadi perubahan kesadaran, perubahan tingkah laku dan kejang yang disebabkan oleh kelainan pada otak maupun diluar otak. Ensefalopati Metabolik adalah pengertian umum keadaan klinis yang ditandai dengan: 1. Penurunan kesadaran sedang sampai berat 2. Gangguan neuropsikiatrik : kejang, lateralisasi 3. Kelainan fungsi neurotransmitter otak 4. Tanpa di sertai tanda – tanda infeksi bacterial yang jelas Urea berasal dari hasil katabolisme protein. Protein dari makanan akan mengalami perombakan di saluran pencernaan (duodenum) menjadi molekul sederhana yaitu asam amino. Selain asam amino, hasil perombakan protein juga menghasilkan senyawa yang mengandung unsur nitrogen (N), yaitu amonia (NH3). Asam amino tersebut merupakan produk dari perombakan protein yang dapat dimanfaatkan oleh tubuh. Sedangkan amonia merupakan senyawa toksik yang bersifat basa dan akan mengalami proses detoksifikasi di hati menjadi senyawa yang tidak toksik, yaitu urea melalui siklus urea. Selain itu, urea juga disintesis di hati melalui siklus urea yang berasal dari oksidasi asam amino. Pada siklus urea, kelompok asam amino (amonia dan L-aspartat) akan diubah menjadi urea. Produksi urea di hati diatur oleh N-acetylglutamate. Urea kemudian mempunyai sifat yang mudah berdifusi dalam darah dan diekskresi melalui ginjal sebagai komponen urin, serta sejumlah kecil urea diekskresikan melalui keringat.
2
Sedangkan uremia adalah suatu sindrom klinis yang berhubungan dengan ketidakseimbangan cairan, elektrolit dan hormon serta abnormalitas metabolik yang berkembang secara paralel dengan menurunnya fungsi ginjal. Uremia sendiri berarti ureum di dalam darah. Uremia lebih sering terjadi pada chronic kidney disease (CKD), tetapi dapat juga terjadi pada acute renal failure (ARF) jika penurunan fungsi ginjal terjadi secara cepat. Hingga sekarang, belum ditemukan satu toksin uremik yang ditetapkan sebagai penyebab segala manifestasi klinik pada uremia. 1
Gambar 1. Gejala klinis pada Uremia
3
II.3 Definisi Uremic encephalopathy (UE) adalah kelainan otak organik akut maupun subakut yang terjadi pada pasien dengan gagal ginjal akut maupun kronik. Biasanya dengan nilai kadar Creatinine Clearance menurun dan tetap di bawah 15 mL/mnt. Sebutan “uremic encephalopathy sendiri memiliki arti gejala neurologis non spesifik pada uremia. 2,3
II.4 Epidemiologi4 Prevalensi internasional tidak diketahui. Di Amerika Serikat, prevalensi UE sulit ditentukan. UE dapat terjadi pada pasien manapun dengan end-stage renal disease (ESRD),dan secara langsung tergantung pada jumlah pasien tersebut. Pada 1990an, lebih dari 165,000 orang diobati untuk ESRD. Pada tahun 1970an, jumlahnya 40,000. Dengan bertambahnya jumlah pasien dengan ESRD, diasumsikan jumlah kasus UE juga bertambah.
Gambar 2. Insidens ESRD
4
Mortalitas Gagal ginjal fatal jika tidak ditangani
UE menunjukkan fungsi ginjal yang memburuk. Jika tidak ditangani, UE dapat menyebabkan koma dan kematian.
Pasien memerlukan penanganan agresif untuk mencegah komplikasi dan menjaga homeostasis yang tergantung pada intensive care dan dialisis. Di AS, lebih dari 200.000 pasien menjalani hemodialisa.
Ras Gagal ginjal lebih sering pada ras Afrika Amerika dibandingkan ras lainnya. Jenis Kelamin Insidens pada pria dan wanita sama banyak. Usia Pasien pada berbagai usia dapat mengalami gagal ginjal, namun lebih progresif pada usia lanjut, yaitu pasien di atas 65 tahun.
II.5 Patofisiologi Patofisiologi dari UE belum diketahui secara jelas. Urea menembus sawar darah otak melalui sel endotel dari kapiler otak. Urea sendiri tidak bisa dijadikan satu-satunya penyebab dalam terjadinya ensefalopati, karena jumlah ureum dan kreatinin tidak berhubungan dengan tingkat penurunan kesadaran ataupun adanya asterixis dan myoclonus.5 Perubahan yang ditemukan pada mayat pasien dengan chronic kidney disease biasanya ringan, tidak spesifik dan lebih berhubungan dengan
5
penyakit yang menyertainya. Jumlah kalsium pada korteks serebri hampir dua kali lipat dari nilai normal. Peningkatan jumlah kalsium ini mungkin diperantarai oleh aktivitas hormon Paratiroid. Hal ini didukung oleh hasil penelitian pada anjing yang mengalami gagal ginjal akut maupun kronik, EEG dan abnormalitas kalsium dapat dicegah dengan dilakukannya paratiroidektomi. Pada manusia dengan gagal ginjal, EEG dan gangguan psikologik juga dapat membaik dengan paratiroidektomi.6 Pada
gangguan
ginjal,
metabolisme
otak
menurun
sehingga
menyebabkan rendahnya konsumsi oksigen serebri. Penjelasan yang memungkinkan pada perubahan ini adalah reduksi neurotransmitter, menyebabkan aktivitas metabolik berkurang. Pompa Na/K ATPase mengeluarkan kalsium dari sel eksitabel dan penting dalam menjaga gradien kalsium 10 000:1 (di luar−di dalam sel). Dengan adanya uremia, terdapat peningkatan kalsium transpor akibat PTH. Beberapa studi menyatakan bahwa aktivitas pompa Na/K ATPase ouabain-sensitif menurun pada keadaan uremik akut maupun kronik. Karena pompa ini penting dalam pelepasan neurotransmitter seperti biogenic amines, hal ini dapat membantu menjelaskan
gangguan
fungsi
sinaps
dan
menurunnya
konsentrasi
neurotransmitter yang ditemukan pada tikus yang mengalami uremi. 6 Pada tahap awal UE, plasma dan LCS menunjukkan peningkatan jumlah glisin dan glutamin serta menurunnya GABA, sehingga terjadi perubahan metabolisme dopamin dan serotonin di dalam otak, menyebabkan gejala awal berupa clouded sensorium. Bukti selanjutnya bahwa terdapat gangguan fungsi sinaps yaitu adanya studi bahwa dengan memburuknya uremia, terjadi akumulasi komponen guanidino, terutama guanidinosuccinic acid, yang meningkat pada otak dan LCS pada gagal ginjal, memiliki efek inhibisi pada pelepasan ã-aminobutyric acid (GABA) dan glisin pada binatang percobaan, juga mengaktivasi reseptor N-methyl-D-aspartate (NMDA). Toksin ini kemungkinan menganggu pelepasan neurotransmitter dengan cara menghambat channel klorida pada membran neuronal. Hal ini
6
dapat
menyebabkan
myoklonus
dan
kejang.
Sebagai
tambahan,
methylguanidine terbukti menghambat aktivitas pompa Na/K ATPase.6,7,8
Gambar 3. Ilustrasi efek neurotoksik dari uremia pada sistem saraf pusat
Kontribusi aluminium pada UE kronik masih belum jelas diketahui. Sumber alumunium diperkirakan dari diet dan obat-obatan terikat fosfat. Transpor aluminium menuju otak hampir pasti melalui reseptor transferin pada permukaan luminal pada sel endotel kapiler otak. Jika sudah melewati otak, aluminium dapat mempengaruhi ekspresi âA4 protein prekursor yang melalui proses kaskade menyebabkan deposisi ekstraselular dari âA4 protein. Secara ringkas, patofisiologi dari UE adalah kompleks dan mungkin multifaktorial.6
II.6 Gejala klinis Apatis, fatig, iritabilitas merupakan gejala dini. Selanjutnya, terjadi konfusi, gangguan persepsi sensoris, halusinasi, dan stupor. Gejala ini dapat berfluktuasi dari hari ke hari, bahkan dalam hitungan jam. Pada beberapa
7
pasien, terutama pada pasien anuria, gejala ini dapat berlanjut secara cepat hingga koma. Pada pasien lain, halusinasi visual ringan dan gangguan konsentrasi dapat berlanjut selama beberapa minggu. Pada gagal ginjal akut, clouded sensorium selalu disertai berbagai gangguan motorik, yang biasanya terjadi pada awal ensefalopati. Pasien mulai kedutan, jerk dan dapat kejang. Twitch dapat meliputi satu bagian otot, seluruh otot, atau ekstremitas,aritmik, asinkron pada kedua sisi tubuh pada saat bangun ataupun tidur. Pada beberapa waktu bisa terdapat fasikulasi, tremor aritmik, mioklonus, khorea, asterixis, atau kejang. Dapat juga terjadi phenomena motorik yang tidak terklasifikasi, yang disebut uremic twitchconvulsive syndrome.
Gambar 4. Asterixis
Jika keadaan uremia memburuk, pasien dapat jatuh dalam keadaan koma. Jika asidosis metabolik yang mengikuti tidak dikoreksi, akan terjadi
8
pernapasan Kussmaul yang berubah sebelum kematian, menjadi pernapasan Cheyne-Stokes.9
Tabel 1. Gejala dan Tanda Ensefalopati Uremikum10 Ringan Anoreksia Mual
Sedang Muntah Lamban
Insomnia “restlessness” Kurang atensi Tidak mampu menyalurkan ide Penurunan libido
Mudah lelah Mengantuk Perubahan pola tidur Emosional Paranoia Penurunan kognitif Penurunan abstraksi Penurunan kemampuan seksual
Berat Gatal Gangguan orientasi Kebingungan Tingkah laku aneh Bicara pelo Hipotermia Mioklonus Asterixis Kejang Stupor Koma
II. 7 Diagnosis Diagnosis ensefalopati uremik biasanya berdasarkan gejala klinis dan kemajuannya
setelah
dilakukan
terapi
yang
adekuat.
Pemeriksaan
laboratorium pada UE antara lain darah lengkap, elektrolit, glukosa, ureum, kreatinin, fungsi hati dan amonia. Pada UE terdapat nilai kreatinin yang tinggi. Darah lengkap diperiksa untuk melihat adanya anemia karena dapat berperan dalam beratnya perubahan status mental. Sementara jika ditemukan leukositosis menunjukkan adanya proses infeksi. Elektrolit, dan glukosa diperiksa untuk menyingkirkan penyebab ensefalopati lainnya. Pemeriksaan lumbal pungsi dilakukan untuk menyingkirkan dugaan infeksi. Pada ensefalopati uremik, LCS sering abnormal, kadangkala
9
menunjukan pleositosis ringan (biasanya <25 sel/mm3) dan meningkatnya konsentrasi protein (biasanya <100mg/dl). EEG biasanya abnormal, tetapi tidak spesifik namun berhubungan dengan gejala klinis. Selain itu, EEG dapat berguna untuk menyingkirkan penyebab lain dari konfusi seperti infeksi dan abnormalitas struktural. Gambaran EEG yang sering ditemukan adalah perlambatan secara general. Ritme tetha pada frontal yang intermiten dan paroksisimal, bilateral, high voltage gelombang delta juga sering ditemukan. Kadangkala kompleks spikewave bilateral atau gelombang trifasik pada regio frontal dapat terlihat. 3,11,12
Gambar 5. Hasil elektroensefalografi pada pasien uremic encephalopathy, didapatkan perlambatan general dengan gelombang delta dan theta dan spikes bilateral12
Pencitraan otak seperti CT scan atau MRI dilakukan untuk menyingkirkan adanya hematom subdural, stroke iskemik. Namun biasanya menunjukkan atrofi serebri dan pelebaran ventrikel pada pasien dengan chronic kidney disease.11
10
II.8 Diagnosis Banding Diagnosis banding UE antara lain ensefalopati hipertensif, ensefalopati hepatikum, sindrom respons inflamasi sistemik pada pasien sepsis, vaskulitis sistemik, neurotoksisitas akibat obat (opioid, benzodiazepin, neuroleptik, antidepresan), cerebral vascular disease, hematom subdural. Kejang dapat terjadi pada UE, ensefalopati hipertensif, emboli serebral, gangguan elektrolit dan asam-basa, tetanus.9,11
II.9 Penatalaksanaan Pada penatalaksanaan uremic encephalopathy, penyakit ginjal yang terjadi sangat penting, karena pada keadaan irreversibel dan progresif, prognosis buruk tanpa dialisis dan transplantasi renal. UE akut ditatalaksana dengan hemodialisis atau peritoneal dialisis, walaupun biasanya dibutuhkan waktu 1 sampai 2 hari dibutuhkan untuk mengembalikan status mental. Kelainan kognitif dapatmenetap meskipun setelah dialisis. Kerugian dari dialisis adalah sifat non-spesifik sehingga dialisis juga dapat menghilangkan komponen esensial. Transplantasi ginjal juga dapat dipertimbangkan.12 Eliminasi toksin uremik juga dipengaruhi oleh uptake intestinal dan fungsi renal. Uptake intestinal bisa dikurangi dengan mengatur diet atau dengan pemberian absorbent secara oral. Studi menunjukkan untuk menurunkan toksin uremik dengan diet rendah protein, atau pemberian prebiotik.atau probiotik seperti bifidobacterium. Menjaga sisa fungsi ginjal juga penting untuk eliminasi toksin uremik.12 Dalam praktek klinis, obat antikonvulsan yang sering digunakan dalam menangani kejang yang berhubungan dengan uremia adalah benzodiazepine untuk kejang myoklonus, konvulsif atau non-konvulsif parsial kompleks atau absens; ethosuximide, untuk status epileptikus absens; Fenobarbital, untuk status epileptikus konvulsif.13 Sementara itu, gabapentin dapat memperburuk kejang myoklonik pada end stage renal disease. 14
11
Benzodiazepin (BZD) dan Fenobarbital bekerja meningkatkan aktivitas GABA dengan berikatan pada kompleks reseptor GABA A, sehingga memfasilitasi
GABA
untuk
berikatan
dengan
reseptor
spesifiknya.
Terikatnya BZD menyebabkan peningkatan frekuensi terbukanya channel klorida, menghasilkan hiperpolarisasi membran yang menghambat eksitasi selular.15
Gambar 6. Mekanisme kerja Benzodiazepine15
Koreksi anemia dengan eritropoetin rekombinan pada pasien dialisis dengan target Hb 11 sampai 12 g/dl dapat berhubungan dengan meningkatnya fungsi kognitif dan menurunkan perlambatan pada EEG.11
II.10 Prognosis Dengan penatalaksaan yang tepat, tingkat mortalitas rendah. Dengan pengenalan terhadap dialisis dan transplantasi ginjal, insidens dan tingkat keparahan dari UE dapat dikurangi.
12
II.11 Disequilibrium syndrome Dialysis disequilibrium syndrome terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisis. Gejalanya antara lain sakit kepala,mual, muntah, penglihatan kabur, disorientasi, delirium, hipertensi, tremor dan kejang.Kondisi ini biasanya sembuh dengan sendirinya dalam beberapa jam. Hal ini terjadi karena adanya reverse urea effect. Urea dibersihkan lebih lama dari otak daripada darah, sehingga menyebabkan perbedaan osmotik dan menyebabkan serebral edema transien.12
II.12 Dialysis encephalopathy Beberapa pasien yang menjalani dialisis dalam waktu lama dapat mengalami dialysis encephalopathy atau dialysis dementia. Keadaan ini subakut, progresif dan seringkali fatal. Gejalanya antara lain disartria, apraksia, perubahan kepribadian, psikosis, mioklonus, kejang dan demesia. Pada sebagian besar kasus, keadaan ini dapat menyebabkan kematian dalam 6 bulan.12
13
BAB III KESIMPULAN
Meskipun pengenalan terhadap berbagai prosedur dialisis sudah ada sejak beberapa dekade terakhir, komplikasi neurologis uremia tetap rumit dan berbahaya. Komponen guanidino memiliki relevansi yang tinggi dalam uremic encephalopathy. Molekul tersebut dianggap memiliki efek neuroeksitatorik dan menyebabkan kejang. Walaupun onset dari uremic encephalopathy seringkali samar, diagnosis dini sangat penting dalam penatalaksanaan. Penatalaksanaan pilihan pada uremic encephalopathy adalah dialisis karena terbukti memperbaiki prognosis.
14
DAFTAR PUSTAKA
1. Alper
AB.
Uremia
.
Diunduh
dari
URL:
http://emedicine.medscape.com/article/245296-overview . Akses tanggal 19 April 2013. 2. Lohr
JW.
Uremic
encephalopathy.
Diunduh
dari
URL:
http://emedicine.medscape.com/article/239191-overview . Akses tanggal: 19 April 2013. 3. McCandless DW. Metabolic encephalopathy. Edisi 1. Springer. 2009 4. Bucurescu G. Neurological Manifestations of Uremic Encephalopathy. Diunduh
dari
URL:
http://emedicine.medscape.com/article/1135651-
overview . Akses tanggal: 19 April 2013. 5. Wijdicks EFM. Neurologic complications of critical illness. Edisi 2. Oxfor Univ Press. 2002. Hlm 175 6. Burn, D.J., Bates, D. Neurology and the kidney. J. Neurol. Neurosurg. Psychiatry Vol.65, No.6 810-821 7. Deguchi T, Isozaki K, Yousuke K, Terasaki T, Otagiri M. Involvement of organic anion transporters in the efflux of uremic toxins across the bloodbrain barrier. J Neurochem. Feb 2006;96(4):1051-9. 8. De Deyn PP, Vanholder R, Eloot S, et al. Guanidino compounds as uremic (neuro)toxins. Semin Dial. Jul-Aug 2009;22(4):340-5. 9. Ropper AH, Samuels MA. Principles of neurology. Edisi 9. McGrawHill. 2009. 10. Weiner HL,Levitt LP. Buku saku neurologi. Edisi 5. Jakarta: EGC. 2006. Hlm 214. 11. Seifter JL, Samuels MA. Uremic encephalopathy and other brain disorders associated with renal failure. Seminars in neurology/volume 31, number 2 2011. Pg 139-141.
15
12. Annemie Van Dijck, Wendy Van Daele and Peter Paul De Deyn (2012). Uremic Encephalopathy, Miscellanea on Encephalopathies - A Second Look, Dr. Radu Tanasescu (Ed.), ISBN: 978-953-51-0558-9, InTech 13. Krishnan V, Murray P. Pharmacological issues in the critically ill. Clin Chest Med 2003;24:671-88 14. Zhang C, Glenn DG, Bell WL, O'Donovan CA. Gabapentin-induced myoclonus in end-stage renal disease. Epilepsia 2005;46:156-8. 15. Neal MJ. At a glance: Farmakologi Medis. Edisi 5. Jakarta: Penerbit Erlangga. 2006. Hlm 54;57
16