Tanggung Jawab Etis Pekerja Sosial Terhadap Masyarakat
A. Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat
Pekerja sosial harus meningkatkan kesejahteraan masyarakat diantaranya: 1. Pekerja sosial harus bertindak untuk mencegah dan menghilangkan diskriminasi terhadap orang atau kelompok atas dasar ras, warna kulit, kelamin, orientasi seksual, usia, agama, kebangsaan, status perkawinan, keyakinan politik, hambatan fisik atau mental atau keinginan lain atau karektristik pribadi, kondisi atau status. 2. Pekerja sosial harus bertindak untuk menjamin agar semua orang memiliki akses terhadap sumber-sumber, pelayanan-pelayanan, dan kesempatan-kesempatan yang mereka butuhkan 3. Pekerja sosial harus bertindak mengembangkan pilihan dan kesempatan bagi semua orang terutama bagi orang-orang dan kelompok-kelompok yang kurang beruntung atau yang tertindas. 4. Pekerja sosial harus meningkatkan kondisi-kondisi yang mendorong munculnya rasa hormat terhadap perbedaan budaya-budaya yang membentuk masyarakat amerika serikat, . 5. Pekerja sosial harus memberikan pelayanan-pelayanan profesional yang tepat dalam keaadaan darurat. 6. Pekerja sosial harus mendukung atau mengusahakan perubahan-perubahan dalam kebijakan dan perundang-undangan untuk meningkatkan kondisi-kondisi sosial dan untuk meningkatkan keadilan sosial.
B. Pengabdian Terhadap Masyarakat
Pekerja sosial memiliki pengetahuan dan keahlian khusus dan harus mendapatkan kepercayaan dan klien untuk bekerja sesuai kepentingan mereka. Hubungan antara pekerja sosial dengan klien adalah k esetaraan, dan bekerja sama dengan den gan para profesi profesi lain untuk meningkatkan keberfungsian sosial masyarakat. Pekerja sosial harus menyumbangkan waktu dan keahlian profesional sehingga dapat meningkatkan
1
penghargaan terhadap pemanfaatan, integritas dan kompetensi profesi pekerjaan sosial serta harus mendukung perumusan, pengembangan, pengundangan dan implementasi kebijakan-kebijakan sosial yang berkaitan dengan profesi. 1. Pegembangan Masyarakat
Pengembangan Masyarakat adalah proses membantu orang-orang biasa agar dapat
memperbaiki
masyarakatnya
melalui
tindakan-tindakan
kolektif
(Twelvetrees, 1991:1). Secara akademis, pengembangan masyarakat dikenal sebagai salah satu metode pekerjaan sosial yang tujuan utamanya untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat melalui pendayagunaan sumber-sumber yang ada pada mereka serta menekankan pada prinsip partisipasi sosial (Suharto, 1997:292). Menurut Johnson (1984), pengembangan masyarakat merupakan spesialisasi atau setting praktek pekerjaan sosial yang bersifat makro (macro practice). Pengembangan
masyarakat
secara
umum
meliputi
perencanaan,
pengkoordinasian dan pengembangan berbagai aktivitas pembuatan program atau proyek kemasyarakatan sebagai suatu kegiatan kolektif, pengembangan masyarakat melibatkan beberapa faktor, seperti masyarakat setempat, lembaga donor serta instansi terkait, yang berkerjasama mulai dari perancangan, pelaksanaan, sampai evaluasi terhadap program atau proyek tersebut (Suharto, 1997: 292-293). Sesuai dengan prinsip pekerjaan sosial, yakni “membantu orang agar mampu membantu dirinya sendiri”, pengembangan masyarakat sangat memperhatikan pentingnya partisipasi sosial dan pendekatan pemberdayaan masyarakat. Dalam konteks ini, dan bahkan dalam hampir semua praktek pekerjaan sosial, peranan seorang community worker seringkali diwujudkan dalam kapasitasnya sebagai pendamping, bukan sebagai penyembuh atau pemecah masalah (problem solver) secara langsung. Dalam konteks pengembangan masyarakat, pendampingan sosial berpusat pada tiga visi praktek pekerjaan sosial, yang dapat diringkas sebagai 3P, yaitu: pemungkin (enabling) pendukung (enabling) pendukung (supporting), (supporting), dan pelindung (protecting). (protecting). Merujuk pada Payne (1986), prinsip utama pendampingan sosial adalah “making the best of the client’s resources”. Dalam Dalam pendampingan sosial,
2
klien dan lingkungannya tidak dipandang sebagai sistem yang pasif dan tidak memiliki potensi apa-apa. 2. Pengorganisasian Masyarakat
Pekerjaan sosial adalah sebuah profesi yang berorientasi terhadap aksi dan perubahan. Orang yang mempraktekkan pekerjaan sosial memiliki komitmen untuk menjadi agen atau sumber bagi mereka yang berjuang menghadapi beragam masalah. Secara garis besar, pekerjaan sosial melibatkan intervensi atau penanganan masalah pada dua arah atau tingkatan, yakni tingkat mikro (individu, keluarga, kelompok) dan makro (organisasi dan masyarakat). Keterkaitan antara kedua tingkatan tersebut merupakan nadinya praktek para pekerja sosial. Oleh karena itu, selain dituntut memiliki pemahaman mengenai penanganan masalah yang dialami individu, keluarga dan kelompok, pekerja sosial juga perlu memiliki pemahaman mengenai metode atau strategi dalam melakukan perubahan organisasi, masyarakat, dan kebijakan. Tugas yang dapat dilakukan oleh pekerja sosial dalam memahami masyarakat adalah memahami karakteristik dan kebutuhan komunitas sasaran, menentukan karakteristik masyarakat, memahami perbedaan-perbedaan masyarakat, dan mengidentifikasi struktur masyarakat (Netting et al, 2004; Suharto, 2006) Pengorganisasian masyarakat merupakan landasan awal menuju masyarakat agar dapat berkembang. Proses Pengembangan Masyarakat pada dasarnya mencakup empat tahapan utama: (1) Memahami komponen-komponen penting yang akan dikenai perubahan sosial, yaitu masalah, populasi, masyarakat dan organisasi; (2) Membangun dukungan agar perubahan dapat diterima (3) Merancang strategi agar perubahan dapat dilakukan; dan (4) Mempersiapkan rencana atau disain program, mengimplementasikan dan mengevaluasi keefektifannya. Untuk mensinergiskan antara konsep pengorganisasian masyarakat sebagai lahan praktek pekerja sosial dengan tujuan pengembangan masyarakat, perlu dilakukan runutan tindakan untuk mendapatkan suatu konsep pembaharuan demi menjadikan masyarakat sebagai objek sekaligus subjek dalam pembangunan pada berbagai sub sector. Setidaknya ada empat hal yang harus dipahami oleh pekerja sosial agar ada korelasi antara kebutuhan dan kepentingan masyarakat
3
dengan tindakan yang dipraktek oleh pekerja sosial. Pertama. Mengembangkan hipotesis etimologi dan intervensi. Kedua Mendefinisikan partisipan. Ketiga Menguji kesiapan sistem untuk berubah dan Keempat. Menyeleksi pendekatan perubahan. Langkah selanjutnya mengetahui berbagai perubahan dan k ebijakan.
Fungsi Pekerja Sosial dalam Masyarakat
A. Konsultasi Pemecahan Masalah
Konsultasi pemecahan masalah tidak hanya dilakukan dengan profesi lain (dokter, guru), melainkan dengan sistem klien lainnya. Konsultasi tidak pula hanya berupa pemberian dan penerimaan pen erimaan saran-saran, melainkan merupakan proses yang ditujukan untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik mengenai pilihan-pilihan dan mengidentifikasi prosedur-prosedur bagi tindakan-tindakan yang diperlukan. Konsultasi dilakukan sebagai bagian dari kerjasama yang saling melengkapi antara sistem klien dan pekerja sosial dalam proses pemecahan masalah. Pekerja sosial membagi secara formal pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya, sedangkan klien membagi pengalaman personal, organisasi atau kemasyarakatan yang pernah diperoleh semasa hidupnya. Dalam proses pemecahan masalah, pendampingan sosial dapat dilakukan melalui serangkaian tahapan yang biasa dilakukan dalam praktek pekerjaan sosial pada umumnya, yaitu: pemahaman kebutuhan, perencanaan dan penyeleksian program, penerapan program, evaluasi dan pengakhiran.
B. Manajemen Sumber
Sumber adalah segala sesuatu yang dapat digunakan klien dan pekerja sosial dalam proses pemecahan masalah. Sumber dapat berupa sumber personal (pengetahuan, motivasi, pengalaman hidup, motivasi), sumber interpersonal (sistem pendukung yang lahir baik dari jaringan pertolongan alamiah maupun interaksi formal dengan orang lain), dan sumber sosial (respon kelembagaan yang mendukung kesejahteraan klien maupun masyarakat pada umumnya). Program pengembangan masyarakat pada umumnya diberikan kepada anggota masyarakat yang tidak memiliki akses terhadap sumber-sumber, baik karena sumber tersebut tidak ada di sekitar lingkungannya,
4
maupun karena sumber-sumber tersebut sulit dijangkau karena alasan ekonomi maupun birokrasi. Pekerja sosial terpanggil untuk mampu memobilisasi dan mengkoordinasi sumber-sumber tersebut agar dapat dijangkau oleh klien. Pengertian manajemen
di
sini
mencakup
pengkoordinasian,
pensistematisasian,
dan
pengintegrasian bukan pengawasan (controlling) dan penunjukkan (directing). Pengertian manajemen juga meliputi pembimbingan, kepemimpinan, dan kolaborasi dengan pengguna atau penerima program pengembangan masyarakat. Dengan demikian,
tugas
utama
pekerja
sosial
dalam
manajemen
sumber
adalah
menghubungkan klien dengan sumber-sumber sedemikian rupa sehingga dapat meningkatkan kepercayaan diri klien maupun kapasitas pemecahan masalahnya.
C. Pendampingan Sosial
Semua pertukaran informasi pada dasarnya merupakan bentuk pendidikan. Sebagai fungsi dalam pendampingan sosial, pendidikan lebih menunjuk pada sebuah proses kegiatan, ketimbang sebagai sebuah hasil dari suatu kegiatan. Pendidikan sangat terkait dengan pencegahan berbagai kondisi yang dapat menghambat kepercayaan diri individu serta kapasitas individu dan masyarakat. Dalam pendampingan sosial, pendidikan beranjak dari kapasitas orang yang belajar (peserta didik). Pendidikan adalah bentuk kerjasama antara pekerja sosial (sebagai guru dan pendamping) dengan klien (sebagai murid dan peserta didik). Pengalaman adalah inti “pelajaran pemberdayaan”. Peserta didik adalah partner yang memiliki potensi dan sumber yang dapat digunakan dalam proses belajar mengajar. Pembelajaran merupakan proses saling ketergantungan dan saling membutuhkan satu sama lain. Pekerja sosial dan klien pada hakikatnya dapat menjadi pendidik dan peserta didik sekaligus.
5
Peranan Pekerja Sosial dalam Model dan Strategi Terhadap Masyarakat
A. Fasilitator
Dalam literatur pekerjaan sosial, peranan “fasilitator” sering disebut sebagai “pemungkin” (enabler). Keduanya bahkan sering dipertukarkan satu-sama satu-sama lain. Seperti dinyatakan Parsons, Jorgensen dan Hernandez (1994:188),
“The traditional
role of enabler in social work implies education, facilitation, and promotion of interaction and action.”
Selanjutnya Barker (1987) memberi definisi pemungkin
atau fasilitator sebagai tanggungjawab untuk membantu klien menjadi mampu menangani tekanan situasional atau transisional. Strategi-strategi khusus untuk mencapai tujuan tersebut meliputi: pemberian harapan, pengurangan penolakan dan ambivalensi, pengakuan dan pengaturan perasaan-perasaan, pengidentifikasian dan pendorongan kekuatan-kekuatan personal dan asset-asset sosial, pemilahan masalah menjadi beberapa bagian sehingga lebih mudah dipecahkan, dan pemeliharaan sebuah fokus pada tujuan dan cara-cara pencapaiannya (Barker, 1987:49). Pengertian ini didasari oleh visi pekerjaan sosial bahwa “setiap perubahan terjadi pada dasarnya dikarenakan oleh adanya usaha-usaha klien sendiri, dan peranan pekerja sosial adalah memfasilitasi atau memungkinkan klien mampu melakukan perubahan yang telah ditetapkan dan disepakati bersama (Parsons, Jorgensen dan Hernandez, 1994). Parsons, Jorgensen dan Hernandez (1994:190-203) memberikan kerangka acuan mengenai tugas-tugas yang dapat dilakukan oleh pekerja sosial: 1. Mendefinisikan keanggotaan atau siapa yang akan dilibatkan dalam pelaksanaan kegiatan. 2. Mendefinisikan tujuan keterlibatan. 3. Mendorong komunikasi dan relasi, serta menghargai pengalaman dan perbedaan-perbedaan. 4. Memfasilitasi keterikatan dan kualitas sinergi sebuah sistem: menemukan kesamaan dan perbedaan. 5. Memfasilitasi pendidikan: membangun pengetahuan dan keterampilan. 6. Memberikan model atau contoh dan memfasilitasi pemecahan masalah bersama: mendorong kegiatan kolektif.
6
7. Mengidentifikasi masalah-masalah yang akan dipecahkan. 8. Memfasilitasi penetapan tujuan. 9. Merancang solusi-solusi alternatif. 10. Mendorong pelaksanaan tugas. 11. Memelihara relasi sistem. 12. Memecahkan konflik.
B. Broker
Dalam pengertian umum, seorang broker membeli dan menjual saham dan surat berharga lainnya di pasar modal. Seorang beroker berusaha untuk memaksimalkan keuntungan dari transaksi tersebut sehingga klien dapat memperoleh keuntungan sebesar mungkin. Pada saat klien menyewa seorang broker, klien meyakini bahwa broker tersebut memiliki pengetahuan mengenai pasar modal, pengetahuan yang diperoleh
terutama
berdasarkan
pengalamannya
sehari-hari.
Dalam
konteks
pengembangan masyarakat, peran pekerja sosial sebagai broker tidak jauh berbeda dengan peran broker di pasar modal. Seperti halnya di pasar modal, dalam pengembangan masyarakat terdapat klien atau konsumen. Namun demikian, d emikian, pekerja sosial melakukan transaksi dalam pasar lain, yakni jaringan pelayanan sosial. Pemahaman pekerja sosial yang menjadi broker mengenai kualitas pelayanan sosial di sekitar lingkungannya menjadi sangat penting dalam memenuhi keinginan kliennya memperoleh “keuntungan” maksimal. Dalam proses pendampingan sosial, ada tiga prinsip utama dalam melakukan peranan sebagai broker: 1. Mampu mengidentifikasi dan melokalisir sumber-sumber kemasyarakatan yang tepat. 2. Mampu menghubungkan konsumen atau klien dengan sumber secara konsisten. 3. Mampu mengevaluasi efektifitas sumber dalam kaitannya dengan kebutuhankebutuhan klien. Prinsip-prinsip tersebut sesuai dengan makna broker seperti telah dijelaskan di muka. Peranan sebagai broker mencakup “menghubungkan klien dengan barangbarang barang dan jasa dan mengontrol kualitas barang dan jasa tersebut. te rsebut. Dengan demikian ada tiga kata kunci dalam pelaksanaan peran sebagai broker, yaitu: menghubungkan
7
(linking), (linking), barang-barang dan jasa (goods and services) services) dan pengontrolan kualitas (quality control). control). Parsons, Jorgensen dan Hernandez (1994:226-227) menerangkan ketiga konsep di atas satu per satu: 1. Linking adalah proses menghubungkan orang dengan lembaga-lembaga atau pihak-pihak lainnya yang memiliki sumber-sumber yang diperlukan. Linking juga tidak sebatas hanya memberi petunjuk kepada orang mengenai sumbersumber yang ada. Lebih dari itu, ia juga meliputi memperkenalkan klien dan sumber referal, tindak lanjut, pendistribusian sumber, dan meenjamin bahwa barang-barang dan jasa dapat diterima oleh klien. 2. Goods meliputi yang nyata, seperti makanan, uang, pakaian, perumahan, obatobatan. Sedangkan services mencakup keluaran pelayanan lembaga yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan hidup klien, semisal perawatan kesehatan, pendidikan, pelatihan, konseling, pengasuhan anak. 3. Quality Control adalah proses pengawasan yang dapat menjamin bahwa produk produk yang dihasilkan lembaga memenuhi standar kualitas yang telah ditetapkan. Proses ini memerlukan monitoring yang terus menerus terhadap lembaga dan semua jaringan pelayanan untuk menjamin bahwa pelayanan memiliki mutu yang dapat dipertanggungjawabkan setiap saat. Dalam proses pendampingan sosial, ada dua pengetahuan dan keterampilan yang harus dimiliki pekerja sosial: 1. Pengetahuan dan keterampilan melakukan asesmen kebutuhan masyarakat (community needs assessment), assessment), yang meliputi: (a) jenis dan tipe kebutuhan, (b) distribusi kebutuhan, (c) kebutuhan akan pelayanan, (d) pola-pola penggunaan pelayanan, dan (e) hambatan-hambatan dalam menjangkau pelayanan (lihat makalah penulis mengenai metode dan teknik pemetaan sosial untuk mengetahu cara-cara mengidentifikasi masalah dan kebutuhan masyarakat). 2. Pengetahuan dan keterampilan membangun konsorsium dan jaringan antar organisasi. Kegiatan ini bertujuan untuk: memperjelas kebijakan-kebijakan setiap lembaga, mendefinisikan peranan lembaga-lembaga, .mendefinisikan potensi dan hambatan setiap lembaga, memilih metode guna menentukan partisipasi setiap lembaga dalam memecahkan masalah sosial masyarakat,
8
mengembangkan
prosedur
guna
menghindari
duplikasi
pelayanan,
dan
mengembangkan prosedur guna mengidentifikasi dan memenuhi kekurangan pelayanan sosial.
C. Mediator Pekerja sosial sering melakukan peran mediator dalam berbagai kegiatan pertolongannya. Peran ini sangat penting dalam paradigma generalis. Peran mediator diperlukan terutama pada saat terdapat perbedaan yang mencolok dan mengarah pada konflik antara berbagai pihak. Lee dan Swenson (1986) memberikan contoh bahwa pekerja sosial dapat memerankan sebagai “fungsi kekuatan ketiga” untuk menjembatani
antara
anggota
kelompok
dan
sistem
lingkungan
yang
menghambatnya. Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam melakukan peran mediator meliputi kontrak perilaku, negosiasi, pendamai pihak ketiga, serta berbagai macam resolusi konflik. Dalam mediasi, upaya-upaya yang dilakukan pada hakekatnya diarahkan untuk mencapai “solusi menangmenang-menang” (win-win solution). Hal ini berbeda dengan peran sebagai pembela dimana bantuan pekerja sosial diarahkan untuk memenangkan kasus klien atau membantu klien memenangkan dirinya sendiri. Compton dan Galaway (1989: 511) memberikan beberapa teknik dan keterampilan yang dapat digunakan dalam melakukan peran mediator: 1. Mencari persamaan nilai dari pihak-pihak yang terlibat konflik. 2. Membantu setiap pihak agar mengakui legitimasi kepentingan pihak lain. 3. Membantu pihak-pihak yang bertikai dalam mengidentifikasi kepentingan bersama. 4. Hindari situasi yang mengarah pada munculnya kondisi menang dan kalah. 5. Berupaya untuk melokalisir konflik kedalam isu, waktu dan tempat yang spesifik. 6. Membagi konflik kedalam beberapa isu. 7. Membantu pihak-pihak yang bertikai untuk mengakui bahwa mereka lebih memiliki manfaat jika melanjutkan sebuah hubungan ketimbang terlibat terus dalam konflik.
9
8. Memfasilitasi komunikasi dengan cara mendukung mereka agar mau berbicara satu sama lain. 9. Gunakan prosedur-prosedur persuasi.
D. Pembela atau Advokasi
Dalam prakteknya, seringkali pekerja sosial harus berhadapan sistem politik dalam rangka menjamin kebutuhan dan sumber yang diperlukan oleh klien atau dalam melaksanakan tujuan-tujuan pendampingan sosial. Manakala pelayanan dan sumbersumber sulit dijangkau oleh klien, pekeja sosial haru memainkan peranan sebagai pembela (advokat). Peran pembelaan atau advokasi merupakan salah satu praktek pekerjaan sosial yang bersentuhan dengan kegiatan politik. Peran pembelaan dapat dibagi dua: advokasi kasus (case (case advocacy) advocacy) dan advokasi kausal (cause (cause advocacy) advocacy) (Dubois dan Miley, 1992; Parsons, Jorgensen dan Hernandez, 1994). Apabila pekerja sosial melakukan pembelaan atas nama seorang klien secara individual, maka ia berperan sebagai pembela kasus. Pembelaan kausal terjadi manakala klien yang dibela pekerja sosial bukanlah individu melainkan sekelompok anggota masyarakat. Rothblatt (1978) memberikan beberapa model yang dapat dijadikan acuan dalam melakukan peran pembela dalam masyarakat : 1. Keterbukaan – Keterbukaan – membiarkan membiarkan berbagai pandangan untuk didengar. 2. Perwakilan luas – mewakili semua pelaku yang memiliki kepentingan dalam pembuatan keputusan. 3. Keadilan – memiliki sesuah sistem kesetaraan atau kesamaan sehingga posisi posisi yang berbeda dapat diketahui sebagai bahan perbandingan. 4. Pengurangan permusuhan – mengembangkan sebuah keputusan yang mampu mengurangi permusuhan dan keterasingan. 5. Informasi – menyajikan masing-masing pandangan secara bersama dengan dukungan dokumen dan analisis. 6. Pendukungan – Pendukungan – mendukung mendukung patisipasi secara luas. 7. Kepekaan – Kepekaan – mendorong mendorong para pembuat keputusan untuk benar-benar mendengar, mempertimbangkan dan peka terhadap minat-minat dan posisi-posisi orang lain.
10
E. Pelindung
Tanggungjawab pekerja sosial terhadap masyarakat didukung oleh hukum. Hukum tersebut memberikan legitimasi kepada pekerja sosial untuk menjadi pelindung (protector) (protector) terhadap orang-orang yang lemah dan rentan. Dalam melakukan peran sebagai pelindung, pekerja sosial bertindak berdasarkan kepentingan korban, calon korban, dan populasi yang berisiko lainnya. Peranan sebagai pelindung mencakup penerapan berbagai kemampuan yang menyangkut: men yangkut: (a) kekuasaan, (b) pengaruh, pe ngaruh, (c) otoritas, dan (d) pengawasan sosial. Prinsip-prinsip peran pelindung meliputi: 1. Menentukan siapa klien pekerja sosial yang paling utama. 2. Menjamin bahwa tindakan dilakukan sesuai dengan proses perlindungan. 3. Berkomunikasi dengan semua pihak yang terpengaruh oleh tindakan sesuai dengan tanggungjawab etis, legal dan rasional praktek pekerjaan sosial.
11