TUGAS KELOMPOK GRUP DECISSION SUPPORT SYSTEM DALAM MEMILIH CAMERA TERBAIK
Dosen: Drs. Retantyo Wardoyo, M.Sc., Ph.D
1.
Rizki Hesananda
1511600270
2.
Gilang Ryan Fernandes
1511600056
3.
Redo Abeputra S
1511600304
4.
Andi Dwi Pangestu
1511601054
5.
R. Ridwan Permana
1511600106
KELAS: Teknologi Sistem Informasi SI – R.815 R.815
MAGISTER ILMU KOMPUTER UNIVERSITAS BUDILUHUR JAKARTA 2016
BAB I PENDAHULUAN
Pengambilan
keputusan
merupakan
tindakan
manajemen
dalam
mencapai
sasaran. Teori pengambilan keputusan memiliki unsur-unsur utama berupa pembuat keputusan dihadapkan pada suatu masalah tertentu yang dapat diperbandingkan satu sama lain;
Tujuan-tujuan,
keputusan
amat
jelas
nilai-nilai dan
dapat
pentingnya. Berbagai alternatif
atau
sasaran
ditetapkan
yang
mempedomani
tingkatannya
sesuai
untuk memecahkan masalah tersebut
pembuat
dengan
urutan
diteliti
secara
seksama. Akibat-akibat yang ditimbulkan oleh setiap alternatif yang dipilih dengan teliti. Setiap alternatif dan masing-masing akibat yang menyertainya dapat dibandingkan dengan alternatif- alternatif lainnya serta pembuat keputusan akan memilih alternative dan akibatakibatnya yang dapat memungkinkan tercapainya tujuan, nilai atau sasaran. Pengambilan keputusan pun tidak hanya terjadi pada sebuah organisasi namun juga terjadi pada kehidupan sehari-hari. Dalam makalah ini, masalah pengambilan keputusan yang
akan
dibahas
adalah memilih Camera terbaru
di
tahun 2016. Tentunya
sekarang begitu banyak merek merek Camera yang merajai Indonesia bahkan dunia. Mahalnya harga merek smartphone terbaru membuat para calon pembeli bingung dalam Camera yang digunakan
tepat
sesuai
metode Bayes.
kebutuhan.
Metode
Metode bayes
adalah
memilih
pengambilan keputusan yang akan teknik
yang digunakan
untuk
melakukan analisis dalam pengambilan keputusan terbaik dari sejumlah alternatif. Tentunya dalam pengambilan keputusan diperlukan beberapa kriteria yang krusial.
BAB I PENDAHULUAN
Pengambilan
keputusan
merupakan
tindakan
manajemen
dalam
mencapai
sasaran. Teori pengambilan keputusan memiliki unsur-unsur utama berupa pembuat keputusan dihadapkan pada suatu masalah tertentu yang dapat diperbandingkan satu sama lain;
Tujuan-tujuan,
keputusan
amat
jelas
nilai-nilai dan
dapat
pentingnya. Berbagai alternatif
atau
sasaran
ditetapkan
yang
mempedomani
tingkatannya
sesuai
untuk memecahkan masalah tersebut
pembuat
dengan
urutan
diteliti
secara
seksama. Akibat-akibat yang ditimbulkan oleh setiap alternatif yang dipilih dengan teliti. Setiap alternatif dan masing-masing akibat yang menyertainya dapat dibandingkan dengan alternatif- alternatif lainnya serta pembuat keputusan akan memilih alternative dan akibatakibatnya yang dapat memungkinkan tercapainya tujuan, nilai atau sasaran. Pengambilan keputusan pun tidak hanya terjadi pada sebuah organisasi namun juga terjadi pada kehidupan sehari-hari. Dalam makalah ini, masalah pengambilan keputusan yang
akan
dibahas
adalah memilih Camera terbaru
di
tahun 2016. Tentunya
sekarang begitu banyak merek merek Camera yang merajai Indonesia bahkan dunia. Mahalnya harga merek smartphone terbaru membuat para calon pembeli bingung dalam Camera yang digunakan
tepat
sesuai
metode Bayes.
kebutuhan.
Metode
Metode bayes
adalah
memilih
pengambilan keputusan yang akan teknik
yang digunakan
untuk
melakukan analisis dalam pengambilan keputusan terbaik dari sejumlah alternatif. Tentunya dalam pengambilan keputusan diperlukan beberapa kriteria yang krusial.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 AHP
Metode sistem pendukung keputusan sangatlah beragam, salah satunya adalah metode Analytical Hierarchy Processatau Processatau yang biasa disebut dengan AHP. Suatu model yang memberikan kesempatan bagi perorangan atau kelompok untuk membangun gagasan-gagasan dan mendefinisikan persoalan dengan cara membuat asumsi mereka masing-masing dan memperoleh pemecahan yang diinginkan darinya adalah suatu bentuk dari AHP. Gagasan yang digunakan untuk menentukan kriteria dalam memecahkan suatu persoalan dan menggunakan asumsi gagasan tersebut kemudian dikelompokkan menjadi suatu hirarki dan diberikan bobot dalam gagasan tersebut sehingga didapatkan pemecahan yang diinginkan. Hal ini dipertegas oleh (Maarif & Tanjung, 2003), bahwa Analytical Hierarchy Process (AHP) merupakan suatu model yang luwes yang mampu memberikan kesempatan bagi kesempatan bagi perorangan atau kelompok untuk membangun gagasan-gagasan dan mendefinisikan persoalan dengan cara membuat asumsi mereka masing-masing dan memperoleh pemecahan yang diinginkan darinya. Dengan hirarki, suatu masalah yang kompleks dapat diuraikan ke dalam kelompok-kelompoknya yang kemudian diatur menjadi suatu bentuk hierarki sehingga permasalahan akan tampak lebih l ebih terstruktur dan sistematis. Metode ini adalah sebuah kerangka untuk mengambil keputusan dengan efektif atas persoalan dengan menyederhanakan dan mempercepat proses pengambilan keputusan dengan memecahkan persoalan tersebut kedalam bagian-bagiannya, menata bagian atau variabel ini dalam suatu susunan hirarki, memberi nilai numerik pada pertimbangan subjektif tentang pentingnya tiap variabel dan mensintesis berbagai pertimbangan ini untuk menetapkan variabel mana yang memiliki prioritas paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut. Metode ini juga menggabungkan kekuatan dari perasaan dan logika yang bersangkutan pada berbagai persoalan, lalu mensintesis berbagai pertimbangan yang beragam menjadi hasil yang cocok dengan perkiraan kita secara intuitif sebagaimana yang dipersentasikan pada pertimbangan yang telah dibuat.Ada dua jenis hierarki yaitu lengkap dan tidak lengkap. Hierarki lengkap yaitu semua elemen pada satu tingkat memiliki hubungan dengan
semua elemen yang ada pada tingkat berikutnya. Jika tidak demikian, hierarki yang terbentuk adalah hierarki tidak lengkap. Untuk mendapatkan keputusan yang rasional dengan menggunakan AHP, perlu melakukan beberapa tahapan. Tahapan – Tahapan – tahapan tahapan pengambilan keputusan dalam metode AHP secara lebih rinci adalah sebagai berikut : 1.
Mendefenisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan. Menentukan masalah yang akan dipecahkan secara jelas, detail dan mudah dipahami. Dari masalah yang ada akan dapat menentukan solusi. Solusi dari masalah mungkin berjumlah lebih dari satu. Solusi tersebut akan dipilah yang mungkin cocok bagi masalah yang sedang di hadapi.
2.
Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan utama. Setelah menyusun tujuan utama sebagai level teratas akan disusun level hirarki yang berada di bawahnya.dilanjutkan
dengan
kriteria-kriteria
yang
cocok
untuk
dipertimbangkan dan menilai alternatif - alternatif pilihan yang ingin di rangking. Tiap kriteria mempunyai intensitas yang berbeda-beda. Hirarki dilanjutkan dengan subkriteria (jika diperlukan). 3.
Cara membentuk matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan kriteria yang setingkat diatasuntukmenilai bobot kriteria yang ada pada hirarki tersebut. Perbandingan dilakukan berdasarkan pilihan dari pembuat keputusan dengan menilai tingkat-tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan dengan elemen lainnya. Matriks yang digunakan bersifat sederhana dan berguna untuk mendapatkan informasi lain yang mungkin dibutuhkan dengan semua perbandingan yang mampu menganalisis kepekaan kepek aan prioritas secara keseluruhan untuk perubahan pertimbangan.
4.
Mendefinisikan perbandingan berpasangan dengan menentukan prioritas. Setelah hirarki dibuat, setiap elemen yang terdapat dalam hirarki harus diketahui bobot relatifnya satu sama lain. Tujuan adalah untuk mengetahui tingkat kepentingan pihak-pihak yang berkepentingan dalam permasalahan terhadap kriteria dan struktur hirarki atau sistem secara keseluruhan. Perolehan jumlah
penilaian seluruhnya sebanyak n x [(n-1)/2] buah, dengan n adalah banyaknya elemen yang dibandingkan. Hasil perbandingan dari masing-masing elemen akan berupa angka dari 1 sampai 9 yang menunjukkan perbandingan tingkat kepentingan suatu elemen. Langkah pertama dilakukan dalam menentukan prioritas
kriteria
adalah
menyusun
perbandingan
berpasangan,
yaitu
membandingkan dalam bentuk berpasangan seluruh kriteria untuk setiap sub sistem hirarki. Perbandingan tersebut kemudian ditransformasikan dalam bentuk matriks perbandingan berpasangan untuk analisis numerik. Nilai numerik yang dikenakan untuk seluruh perbandingan diperoleh dari skala perbandingan 1 sampai 9 yang telah ditetapkan oleh Saat ini (Marimin & Maghfiroh, 2010), seperti pada tabel berikut ini: Tabel 2.1. SkalaPenilaianPerbandinganBerpasangan
Tingkat Kepentingan 1
3
5
Definisi
Keterangan
Sama Pentingnya
Kedua elemen mempunyai pengaruh yang sama
Agak lebih penting yang satu atas lainnya
Pengalaman dan penilaian sangat memihak satu penting yang elemen dibandingkan dengan pasangannya.
cukup penting
Pengalaman dan keputusan menunjukkan kesukaan atas satu aktifitas lebih dari yang lain
7
9
2,4,6,8
Respirokal
sangat penting
Pengalaman dan keputusan menunjukkan kesukaan yang kuat atas satu aktifitas lebih dari yang lain
Mutlak Lebih penting
Satu elemen mutlak lebih disukai dibandingkan penting dengan pasangannya, pada tingkat keyakinan tertinggi.
Nilai tengah diantara dua nilai keputusan yang berdekatan
Bila kompromi dibutuhkan
Kebalikan
Jika elemen i memiliki salah satu angka dari skala perbandingan 1 sampai 9 yang telah ditetapkan oleh Saaty ketika dibandingkan dengan elemen j, maka j memiliki kebalikannya ketika dibandingkan dengan elemen i
Hasil dari pembobotan kriteria diatas adalah sebuah matriks yang besarnya nxn, dimana n adalah jumlah banyaknya kriteria. Matriks yang dihasilkan adalah sebagai berikut : Dimana: K 11 = Nilai dari kriteria 1 dibandingkan dengan kriteria 1 K 12 = Nilai dari kriteria 1 dibandingkan dengan kriteria 2 k ij = Nilai dari kriteria ke i dibandingkan kriteria ke j Untuk setiap kriteria ke i dan j, berlaku: k ii = 1, dan k ij = k ji
-1
Matriks adalah sekumpulan elemen berupa angka/simbl tertentu yang tersusun dalam baris dan kolom berbentuk persegi. Suatu matriks biasanya dinotasikan dengan huruf kapital ditebalkan (misal matriks A, dituliskan dengan A).
5.
Menormalkan data yaitu dengan membagi nilai dari setiap elemen didalam matriks yang berpasangan dengan nilai total dari setiap kolom. Normalisasi yang dilakukan adalah membagi elemen matriks dengan jumlah seluruh elemen yang ada. Matriks yang dihasilkan adalah sebagai berikut:
6.
Menghitung nilai eigen vector dan menguji nilai konsistensinya. Yang dimaksud adalah nilai eigen vector maksimum yang diperoeh dengan menggunakan matlab maupun manual.
6.
Mengulangi langkah 3, 4, 5 dan 6 untuk seluruh tingkat hirarki.
7.
Menghitung eigen vector dari setiap matriks perbandingan berpasangan. Nilai eigen vector merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini untuk mensintetis pilihan dalam penentuan prioritas elemen pada tingkat hirarki terendah sampai pencapaian tujuan.
8.
Menguji konsistensi hirarki. Rasio konsistensi dapat dilihat dengan index konsistensi. Konsistensi yang diharapkan adalah yang mendekati sempurna agar menghasilkan keputusan yang mendekati valid. Salah satu yang membedakan model AHP dengan model-model lainnya dalam pengambilan keputusan adalah tidak adanya konsistensi mutlak. Dengan model AHP dapat menggunakan persepsi decision maker sebagai inputnya maka ketidakkonsisten mungkin terjadi karena manusia memiliki keterbatasan dalam menyatakan persepsinya secara konsisten terutama bila harus membandingkan banyak kriteria. Consistency ratio merupakan parameter yang digunakan untuk memeriksa perbandingan berpasangan yang telah dilakukan dengan konsekuen atau tidak. Pengukuran konsistensi dari suatu matriks didasarkan atas eigen value maksimum , dimana nilai index konsistensi dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
Dimana : CI = rasio penyimpangan (deviasi) konsistensi (Consistency Index) n = Orde Matriks (banyaknya alternatif) max = Nilai eigen terbesar dari matriks berordo n
Apabila Cl bernilai nol, maka matriks perbandingan berpasangan tersebut konsisten.
Batas
ketidakkonsistenan
yang
telah
ditetapkan
ditentukan
dengan
menggunakan Rasio Konsisten (CR) yaitu perbandingan indeks konsisten dengan nilai Random Index (RI) yang didapat dari suatu eksperimen oleh Oak Ridge National Laboratory yang dikembangkan oleh Wharton School. Nilai ini bergantung pada ordo matriks n. Sehingga didapatkan rumus Rasio Kosistensi yaitu :
CR = Rasio Konsistensi RI = Indeks Random Tabel 2.2. Nilai Random Index (RI)
N RI
1
2
3
4
5
6
0.00
0.00
0.58
0.90
1.12
1.24
Bila matriks pairwise comparison dengan nilai CR lebih kecil dari 0,100 maka ketidakkonsistenan pendapat dari decision maker masih dapat diterima jika tidak maka penilaian perlu diulang. 1. Kelebihan dan Kelemahan AHP
Seperti semua metode analisis, AHP juga memiliki kelebihan dan kelemahan dalam sistem analisisnya. Kelebihan-kelebihan analisis ini adalah :
a.
Kesatuan (Unity) AHP membuat permasalahan yang luas dan tidak terstruktur menjadi suatu model yang fleksinel dan mudah dipahami.
b.
Kompleksitas (Complexity) AHP dapat memecahkan permasalahan yang kompleks melalui pendekatan sistem dan pngintegrasian secara deduktif.
c. Saling ketergantungan ( Inter Dependence) AHP dapat digunakan pada elemen-elemen sistem yang salin bebas dan tidak memerlukan hubungan linier.
d.
Struktur Hirarki ( HierarchyStructuring ) AHP mewakili pemikiran alamiah yang cnderung mengelompokkan elemen sistem ke level-level yang berbeda dari masing-masing level berisi elemen yang serupa.
e.
Pengukuran ( Measurement ) AHP menediakan skala pengukuran dan metode untuk mendapatkan prioritas.
f.
Konsistensi (Consistency) AHP mempertimbangkan konsistensi logis dalam penilaian yang digunakan untuk menentuka prioritas.
g.
Sintesis (Synthesis) AHP mengarah pada perkiraan keseluruhan mengenai seberapa diinginkannya masing-masing alternatif.
h.
Trade Off AHP mempertimbangkan prioritas relatif faktor-faktor pada sistem sehingga orang mampu memilih alternatif terbaik berdasarkan tujuan mereka.
i.
Penilain dan Konsensus (Judgement and Consensus) AHP tidak mengharuskan adanya suatu konsensus, tapi menggabungkan hasil penilaian yang berbeda.
j.
Pengulangan Proses (Process Repetition) AHP mampu membuat orang menyaring definisi dari suatu prmasalahan dan mengembangkakn penilaian serta pengertian mereka melalui proses penulangan.
Sedangkan kelemahan metode AHP adalah sebagai berikut : [1] Ketergantungan model AHP pada input utamanya. Input utama ini berupa persepsi seorang ahli sehingga dalam hal ini melibatkan subyektifitas sang ahli. Selain itu juga model menjadi tidak berarti jika ahli tersebut memberikan penilaian yang keliru.
[2] Metode AHP ini hanya metode matematis tanpa pengujian secara statistik sehingga tidak ada batas kepercayaan dari kebenaran model yang terbentuk.
B. Metode Interpolasi
Interpolasi adalah proses pencarian dan perhitungan nilai suatu fungsi yang grafiknya melewati sekumpulan titik yang diberikan. Titik-titik tersebut mungkin merupakan hasil eksperimen dalam sebuah percobaan atau diperoleh dari sebuah fungsi yang diketahui. Fungsi interpolasi biasanya dipilih dari sekelompok fungsi tertentu, salah satunya adalah fungsi polinomial yang paling banyak dipakai (Sahid, 2004). Interpolasi digunakan untuk menyelesaikan berbagai masalah dalam bidang teori hampiran yang lebih umum, untuk memberikan beberapa wawasan. Pendekatan terhadap suatu nilai fungsi dibutuhkan pada beberapa kasus dimana nilai tersebut akan sulit didapatkan dari suatu pendekatan analisis. Pendekatan numeris untuk hal tersebut adalah dengan interpolasi. Suatu metode atau fungsi matematika yang mengestimasikan atau memprediksi nilai pada beberapa data yang tidak tersedia sesuai dengan sampel data yang diambil maka dilakukan interpolasi untuk menentukan besar prediksi nilai tersebut. Dengan kata lain interpolasi adalah cara mendapatkan data yang tidak tersedia dari beberapa data yang telah diketahui. Interpolasi digunakan untuk menyelesaikan berbagai masalah dalam bidang teori hampiran yang lebih umum serta memberikan beberapa wawasan. Pendugaan atribut data atau estimasi dapat dilakukan berdasarkan lokasi-lokasi di sekitarnya dan nilai pada titik-titik yang berdekatan akan lebih mirip dari pada nilai pada titik-titik yang terpisah lebih jauh (Christanto,2005). Proses estimasi nilai pada wilayah yang tidak disampel atau diukur, sehingga terbuatlah peta atau sebaran nilai pada seluruh wilayah. Didalam melakukan interpolasi, sudah pasti dihasilkan sebuah bias danerror. Error yang dihasilkan sebelum melakukan interpolasi bisa dikarenakan kesalahan menentukan metode sampling data, kesalahan dalam pengukuran dan kesalahan dalam analisa di laboratorium (Pramono,2008).
C. Simple Additive Weighting (SAW)
SAW sering juga disebut dengan istilah metode penjumlahan terbobot. Konsep dasar metode SAW adalah mencari penjumlahan terbobot dari rating kinerja pada setiap alternatif pada semua atribut (Fishburn, 1967). Metode SAW membutuhkan proses normalisasi matriks keputusan (X) ke suatu skala yang dapat diperbandingkan dengan semua rating alternatif yang ada. Metode ini merupakan metode yang paling terkenal dan paling banyak digunakan dalam menghadapi situasi Multiple Attribute Decision Making (MADM). MADM itu sendiri merupakan suatu metode yang digunakan untuk mencari alternatif optimal dari sejumlah alternatif dengan kriteria tertentu. Metode SAW ini mengharuskan pembuat keputusan menentukan bobot bagi setiap atribut. Skor total untuk alternatif diperoleh dengan menjumlahkan seluruh hasil perkalian antara rating (yang dapat dibandingkan lintas atribut) dan bobot tiap atribut. Rating tiap atribut haruslah bebas dimensi dalam arti telah melewati proses normalisasi matriks sebelumnya. Langkah Penyelesaian Simple Additive Weighting (SAW) a) Menentukan kriteria-kriteria yang akan dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan, yaitu Ci. b) Menentukan rating kecocokan setiap alternatif pada setiap kriteria. c) Membuat matriks keputusan berdasarkan kriteria (Ci), kemudian melakukan normalisasi matriks berdasarkan persamaan yang disesuaikan dengan jenis atribut (atribut
keuntungan
ataupun
atribut
biaya)
sehingga
diperoleh
matriks
ternormalisasi R. d) Hasil akhir diperoleh dari proses perankingan yaitu penjumlahan dari perkalian matriks ternormalisasi R dengan vektor bobot sehingga diperoleh nilai terbesar yang dipilih sebagai alternatif terbaik (Ai)sebagai solusi.
Formula untuk melakukan normalisasi tersebut adalah:
Dimana : r ij = rating kinerja ternormalisasi Maxij = nilai maksimum dari setiap baris dan kolom Minij = nilai minimum dari setiap baris dan kolom Xij = baris dan kolom dari matriks Dengan r ij adalah rating kinerja ternormalisasi dari alternatif Ai pada atribut Cj; i =1,2,…m dan j = 1,2,…,n. Nilai preferensi untuk setiap alternatif (Vi) diberikan sebagai :
Dimana : Vi = Nilai akhir dari alternatif w j = Bobot yang telah ditentukan r ij = Normalisasi matriks
Nilai Viyang lebih besar mengindikasikan bahwa alternatifAi lebih terpilih D. Technique For Others Reference by Similarity to Ideal Solution (TOPSIS)
TOPSIS adalah salah satu metode pengambilan keputusan multikriteria yang pertama kali diperkenalkan oleh (Hwang & Yoon, 1981). TOPSIS menggunakan prinsip bahwa alternatif yang terpilih harus mempunyai jarak terdekat dari solusi ideal positif dan terjauh dari solusi ideal negatif dari sudut pandang geometris dengan
menggunakan jarak Euclidean untuk menentukan kedekatan relatif dari suatu alternatif dengan solusi optimal. Solusi ideal positif didefinisikan sebagai jumlah dari seluruh nilai terbaik yang dapat dicapai untuk setiap atribut, sedangkan solusi negatif-ideal terdiri dari seluruh nilai terburuk yang dicapai untuk setiap atribut. TOPSIS mempertimbangkan keduanya, jarak terhadap solusi ideal positif dan jarak terhadap solusi ideal negatif dengan mengambil kedekatan relatif terhadap solusi ideal positif. Berdasarkan perbandingan terhadap jarak relatifnya, susunan prioritas alternatif bisa dicapai. Metode ini banyak digunakan untuk menyelesaikan pengambilan keputusan secara praktis. Hal ini disebabkan konsepnya sederhana dan mudah dipahami, komputasinya efisien,dan memiliki kemampuan mengukur kinerja relatif dari alternatif-alternatif keputusan.
Prosedur TOPSIS
a) Menghitung separation measure b) Menentukan jarak antara nilai setiap alternatif dengan matriks solusi ideal positif dan negatif
c) Menentukan nilai preferensi untuk setiap alternatif d) Decision matrix D mengacu terhadap m alternatif yang akan dievaluasi berdasarkan n kriteria yang didefinisikan sebagai berikut:
Langkah-langkah metode TOPSIS
a) Membangun normalized decision matrix Elemen r ij hasil dari normalisasi decision matrix R dengan metode Euclidean length of a vector adalah:
b) Membangun weighted normalized decision matrix Dengan bobot W= (w1, w2,…..,wn), maka normalisasi bobot matriks V adalah:
c) Menentukan solusi ideal dan solusi ideal negatif.Solusi ideal dinotasikan A*, sedangkan solusi ideal negatif dinotasikan A- :
d) Menghitung separasi Si* adalah jarak (dalam pandangan Euclidean) alternatif dari solusi ideal didefinisikan sebagai:
Dan jarak terhadap solusi negatif-ideal didefinisikan sebagai:
e) Menghitung kedekatan relatif terhadap solusi ideal f) Merangking Alternatif Alternatif dapat dirangking berdasarkan urutan Ci*. Maka dari itu, alternatif terbaik adalah salah satu yang berjarak terpendek terhadap solusi ideal dan berjarak terjauh dengan solusi negatif-ideal.
E. Profil e Matchin g
Profile Matching merupakan suatu metode penelitian yang dapat digunakan pada sistem pendukung keputusan, proses penilaian kompetensi dilakukan dengan membandingkan antara satu profil nilai dengan beberapa profil nilai kompetensi
lainnya, sehingga dapat diketahui hasil dari selisih kebutuhan kompetensi yang dibutuhkan, selisih dari kompetensi tersebut disebut gap, dimana gap yang semakin kecil memiliki nilai yang semakin tinggi. Menurut (Kusrini, 2007) metode profile matching atau pencocokan profil adalah metode yang sering digunakan sebagai mekanisme dalam pengambilan keputusan dengan mengasumsikan bahwa terdapat tingkat variabel prediktor yang ideal yang harus dipenuhi oleh subyek yang diteliti, bukannya tingkat minimal yang harus dipenuhi atau dilewati. Dalam proses profile matching secara garis besar merupakan proses membandingkan antara nilai data aktual dari suatu profil yang akan dinilai dengan nilai profil yang diharapkan, sehingga dapat diketahui perbedaan kompetensinya (disebut juga gap), semakin kecil gap yang dihasilkan maka bobot nilainya semakin besar. Berikut adalah beberapa tahapan dan perumusan perhitungan dengan metode profile matching : a)
Pembobotan
Pada tahap ini, akan ditentukan bobot nilai masing-masing aspek dengan menggunakan bobot nilai yang telah ditentukan bagi masing-masing aspek itu sendiri. Adapun inputan dari proses pembobotan ini adalah selisih dari profil nasabah dan profil pencapaian. Dalam penentuan peringkat pada aspek kapasitas intelektual, sikap kerja dan perilaku untuk jabatan yang sama pada setiap gap, diberikan bobot nilai sesuai dengan tabel berikut: Tabel 2.3. Keterangan Bobot Nilai Gap No
1
Selisih Gap
0
Bobot Nilai
5
2
1
4,5
3
-1
4
4
2
3,5
5
-2
3
6
3
2,5
Keterangan
Kompetensi sesuai dengan yang dibutuhkan Kompetensi individu kelebihan 1 tingkat/level Kompetensi individu kurang 1 tingkat/level Kompetensi individu kelebihan 2 tingkat/level Kompetensi individu kurang 2 tingkat/level Kompetensi individu kelebihan 3 tingkat/level
7
-3
2
8
4
1,5
9
-4
1
Kompetensi individu kurang 3 tingkat/level Kompetensi individu kelebihan 4 tingkat/level Kompetensi individu kurang 4 tingkat/level (Sumber: Kusrini, 2007)
b) Pengelompokan Core dan Secondary Factor
Setelah menentukan bobot nilai gap kriteria yang dibutuhkan, kemudian tiapkriteria dikelompokkan lagi menjadi dua kelompok yaitu core factor dan secondary factor. Core F actor (Faktor Utama)
Merupakan aspek (kompetensi) yang menonjol. Core factor dibutuhkan oleh suatu jabatan yang diperkirakan dapat menghasilkan kinerja optimal. Untuk menghitung core factor digunakan rumus (Kusrini, 2007): Keterangan: NCF = Nilai Rata-rata core factor NC = Jumlah total nilai core factor IC = Jumlah item core factor Secondary F actor (Faktor Pendukung)
Secondary factor adalah item-item selain aspek yang ada pada core factor. Untuk menghitung secondary factor digunakan rumus (Kusrini, 2007): Keterangan: NSF = Nilai Rata-rata secondary factor NC = Jumlah total nilai secondary factor IC = Jumlah item secondary factor Rumus diatas adalah rumus untuk menghitung core factor dan secondary factor dari aspek kapasitas intelektual. Rumus diatas juga digunakan untuk menghitung core factor dan secondary factor dari aspek sikap kerja dan perilaku.
Perhitungan Nilai Total
Dari perhitungan core factor dan secondary factor dari tiap-tiap aspek, kemudian dihitung nilai total dari tiap-tiap aspek yang diperkirakan berpengaruh pada kinerja tiap-tiap profil. Untuk menghitung nilai total dari masing-masing aspek, digunakan rumus (Kusrini, 2007): N = (X) % NCF + (X) % NSF
Keterangan: N = Nilai total tiap aspek NCF = Nilai rata-rata Core Factor NSF = Nilai rata-rata secondary factor (X)% = Nilai presentase yang diinputkan
Perankingan
Hasil akhir dari proses profile matching adalah ranking dari kandidat yang diajukan untuk mengisi suatu jabatan/posisi tertentu. Penentuan mengacu ranking pada hasil perhitungan yang ditunjukan oleh rumus(Kusrini, 2007): Ranking = 70% NCF + 30% NSF
Keterangan: NSF = Nilai Secondary Factor NCF = Nilai Core Factor
F. Gr oup D ecision Support System (GDSS)
Sistem pendukung pengambilan keputusan kelompok adalah “sistem berbasis komputer yang membantu sekelompok orang melakukan tugas (atau mencapai tujuan) yang sama dan memberikan antarmuka untuk digunakan bersama.” istilah lain juga digunakan untuk menggambarkan aplikasi tekhnologi informasi kedalam situasi kelompok. Istilah lain antara lain sistem pendukung kelompok , kejasama berbantuan komputer, dukungan kerja kolaboratif terkomputerisasi, dan sistem penemuan elektronik. Peranti lunak yang digunakan dalam situasi ini diberi nama groupware.
Sifat yang penting dari suatu GDSS dapat disebutkan seperti berikut ini:
a) GDSS adalah sistem yang dirancang secara khusus, bukan menyerupai konfigurasi dari komponen sistem yang sudah ada. b) GDSS dirancang dengan tujuan untuk mendukung kelompok pembuat keputusan dalammelakukan pekerjaan mereka. c) GDSS mudah dipelajari dan mudah digunakan. d) GDSS bisa bersifat “spesifik” (dirancang untuk satu jenis atau kelompok masalah) atau bisabersifat “umum” (dirancang untuk berbagai keputusan organisasional tingkat kelompok). e) GDSS berisi mekanisme built-in. Definisi GDSS begitu luas dan oleh karenanya, bisa berlaku atau diterapkan ke berbagai Situasi keputusan kelompok, yang meliputi panel review, task force meeting eksekutif / dewan, Pekerja jarak jauh, dan sebagainya. Aktifitas dasar yang terjadi di kelompok manapun dan yang memerlukan dukungan berdasarkan komputer adalah:
Pemanggilan informasi, melibatkan pemilihan nilai data dari database yang ada maupunPemanggilan informasi sederhana.
Pembagian informasi, maksudnya menampilkan data pada layar penampil agar bisa dilihat oleh semua kelompok.
Penggunaan informasi, mencakup aplikasi teknologi software, procedure, dan teknik pemecahan masalah kelompok untuk data.
Komponen dasar dari segala GDSS meliputi hardware, software, orang-orang dan prosedur. Selanjutnya kita akan membahas secara lebih rinci komponen tersebut. HARDWARE
Tanpa memandang situasi keputusan spesifik, kelompok sebagai keseluruhan atau setiap Anggota harus dapat mengakses prosesor komputer dan menampilkan informasi. Keperluan (persyaratan) hardware minimal untuk system tersebut mencakup: peralatan input/output, prosesor, Jalur komunikasi antara p eralatan I/O dan
prosesor, dan layer penampil untuk umum atau monitor Perorangan guna menampilkan informasi kepada kelompok.
SOFTWARE
Komponen software dari GDSS meliputi database, base model , program aplikasi khusus yang akan digunakan oleh kelompok, dan interface pemakai fleksibel yang mudah digunakan. Beberapa system GDSS sangat spesifik tidak memerlukan database. Seperti system yang hanya mengumpulkan, mengorganisir. Komponen GDSS yang paling khusus adalah softwere aplikasi yang dikembangkang secara khusu yang mendukung kelompok dalam proses keputusan.
Gambar 1. Tipologi GDSS G. Copeland Score
Copeland score merupakan salah satu metode voting yang tekniknya berdasarkan pengurangan frekuensi kemenangan dengan frekuensi kekalahan dari perbandingan berpasangan (Sari, Utami, & Lutfi, 2014). Prosedur untuk agregasi preferensi dari kelompok pembuat keputusan melibatkan ( Decision Makers) mereduksi kumpulan dari preferensi kolektif menjadi struktur tunggal. Mempertimbangkan kumpulan dari DM, dimana tiap dari mereka mempunyai kumpulan dari nilai yang diterima sebagai parameter (Tk, k=1,2,...,K), menampilkan perbedaan jalan dari agregasi preferensi pada kumpulan dari pembuat keputusan sebagai input dari data ke model dan sebagai output hasil dari model.
Gambar 2. Agregasi preferensi pada level input
Gambar 3. Agregasi preferensi pada leve output Pada level input, opertor F(.) membawa penilaian individu (Tk), dengan sebuah kumpulan dari T yang merupakan nilai yang diterima oleh kumpulan pembuat hasil keputusan, ketika operator e(.) menghasilkan kumpulan hasil dari metode yang kompatibel dengan tiap DM Tk, ketika operator h(.) bersama membawa hasil dari kumpulan individu Rk, dengan hasil kumpulan R. Ketika pada level input diminta ketika kumpulan dari DM setuju dengan alternatif, kriteria, skor, bobot,threshold dan semua parameter sebelum model dikenalkan ranking, level output diminta hanya ketika kumpulan konsensus dibutuhkan untuk mendefinisikan kumpulan dari aksi potensial (Dias & Climaco, 2005)
BAB III KERANGKA PEMIKIRAN
A.
Jenis dan Sumber Data
Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer yang dibutuhkan didapat melalui wawancara langsung dengan responden ahli melalui kuesioner yang berkaitan dengan isi laporan. Data sekunder didapat melalui studi pustaka, yaitu dengan cara melakukan studi literatur dan tulisan ilmiah yang berkaitan den gan topik dan tema laporan. B.
Teknik Pengambilan Contoh
Teknik pengambilan responden dilakukan dengan menggunakan metode purposive Sampling yaitu dengan memilih secara sengaja responden yang terkait dengan topik laporan. Teknik yang diambil adalah wawancara dari 3 pengambil keputusan( Decission Makers) yang memiliki andil dalam pembangunan infrastruktur core banking, yaitu Manager IT, Kepala Infrastruktur department dan Kepala Application Support. C.
Sistematika Pendukung Keputusan
Berikut ini adalah sistematika pendukung keputusan yang dipakai dalam menentukan grup decision support system, dalam sistem pendukung keputusan ini dipilih banyak metode yang berbeda dari setiap pengambil keputusan ( Decission Makers) :
Dari Sistematika diatas, dapat dilihat bahwa untuk menentukan sistem pendukung keputusan pada pembangunan core banking system, tiap pengambil keputusan menggunakan metode yang berbeda, dari sini Kepala Divisi Infrstruktur selaku pengambil keputsan 1
( Decission Makers 1) menggunakan metode TOPSIS dan AHP, Manager IT selaku pengambil keputusan 2 (Decission Makers 2), menggunakan AHP, Interpolasi dan SAW. Kepala Divisi App Support selaku pengambil keputusan 3 ( Decission Makers 3), menggunakan Profile Matching (PM), Interpolasi , SAW, dan AHP sebagai metodenya. Dari semua DM dikumpulkan kemudian dilakukan Group Decission Support System menggunakan Cope Land untuk mendapatkan Hasil Akhir
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Variabel Penilaian & Alternatif Solusi
Variabel Penilaian yang dipakai dalam penilaian ini adalah sebagai berikut : 1. Parameter Harga Parameter Harga bersifat numerik atau bisa dihitung, sehingga untuk parameter harga ini biasa digunakan penilaian langsung atau menggunakan Interpolasi dengan kriteria harga yang paling murah. 2. Parameter Spesifikasi [a] Hardware Hardware adalah salah satu parameter spesifikasi yang digunakan , dimana hardware terdiri dari Pixel , Sensor dan Lensa, untuk parameter spesifikasi hardware menggunakan kriteria kapasitas paling besar
[b] Software Software adalah salah satu parameter spesifikasi yang digunakan, dimana Software terdiri dari Quality Level dan Format . Untuk parameter spesifikasi software ini menggunakan kriteria yang disukai, penilaianya subjektif. 3. Parameter Vendor Parameter Vendor memiliki skala nominal atau tidak bisa dihitung, penilaianya subjektif tergantung dari kesukaan tiap decision makers 4. Parameter Support Parameter Support memiliki skala numerik atau bisa dihitung, sehingga untuk parameter support ini bisa menggunakan interpolasi, atau pembobotan langsung
5. Parameter Vendor Parameter Vendor memiliki skala nominal atau tidak bisa dihitung, penilaianya subjektif tergantung dari kesukaan tiap decision makers Dari semua parameter tersebut ada 4 alternatif solusi yang akan diambil yaitu Paket 1, Paket 2, Paket 3 dan Paket 4, yang dapat dijabarkan sebagai berikut :
4.2.
Decission M akers 1 ( Kepala Divisi Infrasturktur )
Pada Decission Makers 1 ini parameter yang digunakan ialah, harga, spesifikasi, vendor dan support, Kepala divisi infrastuktur menggunakan AHP dan topsis dalam penyelesaian sistem pendukung keputusanya, dengan tahapan penyelesaian sebagai berikut : 4.2.1. Penentuan Bobot Multi kriteria
23
Pada tabel berikut penilaian bobot relatif didapat dari Decission Makers sendiri, dimana di setiap bobot relatif maksimal 1, dan dilakukan kalkulasi pada setiap sub bobotnya, sehingga mendapatkan bobot mutlak yang nilai jumlah dari bobot mutlak juga bernilai 1. Dimana pada tahapan pertama ini diketahui ada 2 parameter yang berskala numerik dan nominal. Agar bisa dilakukan penghitungan topsis, maka data yang berskala nominal harus dilakukan perhitungan AHP. 4.2.2. Penilaian Matriks Yang Bersifat Subjektif
Penilaian matriks yang bersifat subjektif dalam penilaian decision maker pertama ada 3 yaitu, parameter spesifikasi software Quality level, spesifikasi software Format dan vendor. Dimana ketiga matriks tersebut dilakukan penilaian menggunakan AHP 4.2.2.1. Penilaian Matriks OS Menggunakan AHP
Dari hasil ini diketahui prioritas yang akan digunakan sebagai nilai numerik untuk perhitungan TOPSIS
4.2.2.2.Penilaian Matriks PA Menggunakan AHP
Dari hasil ini diketahui prioritas yang akan digunakan sebagai nilai numerik untuk perhitungan TOPSIS 4.2.2.3.Penilaian Matriks Vendor Menggunakan AHP
Dari hasil ini diketahui prioritas yang akan digunakan sebagai nilai numerik untuk perhitungan TOPSIS
4.2.3. Matriks Topsis setelah nilai berskala numerik
Setelah diketahui semua nilai numerik , nilai numerik tersebut dimasukan kedalam matriks topsis dan kemudian dimasukan perhitungan yang akan digunakan untuk normalisasi
4.2.4. Normalisasi
Semua cell yang ada dalam paket dibagi pada field pembagi, sehingga nilai tersebut telah di normalisasi, sehingga mendapatkan nilai yang seimbang seperti tabel berikut :
TOPSIS yang
4.2.5. Normalisasi Berbobot
Setelah dilakukan normalisasi, tahapan berikutnya ialah melakukan perkalian bobot pada setiap cell , dan mencari nilai ideal positif dan ideal negative, ideal positif dan negative tergantung pada kriteria yang diberikan, berikut ini adalah tabel topsis yang sudah di normalisasi berbobot
4.2.6. Perhitungan S* ( Jarak ke Ideal Positif)
Tahap berikutnya ialah perhitungan jarak ke ideal positif, dimana setiap cell di tiap parameter dikurangi dengan field ideal positif dan kemudian dipangkatkan, sehingga menjadi tabel berikut :
Dari tabel berikut diketahui bahwa menurut jarak ke ideal positif, Paket 4 terdapat di urutan pertama, diikuti dengan Paket 3, kemudian Paket 2 dan terakhir paket 1.
4.2.7. Perhitungan S- ( Jarak ke Ideal Negatif)
Tahap berikutnya ialah perhitungan jarak ke ideal negatif dimana setiap cell di tiap parameter dikurangi dengan field ideal negatif dan kemudian dipangkatkan, sehingga menjadi tabel berikut :
Dari perhitungan jarak ke ideal negative, paket 1 berada di urutan pertama, diikuti dengan paket 2, kemudian paket 4 dan terakhir adalah paket 3 4.2.8. Penentuan Hasil Akhir Berdasarkan Topsis
Setelah didapatkan nilai jarak ke ideal negative dan ideal positif , tahap kemudian ialah membagi jarak ideal negative dengan jarak ideal positif dikurangi jarak ideal negative + jarak ideal positif , seperti tabel berikut
Kesimpulan Akhir Berdasarkan Topsis
4.2.9. Kesimpulan
Menurut kesimpulan dari Decission Makers 1 selaku Kepala Divisi Infrastruktur urutan terbaik menggunakan Topsis dan AHP ialah : [1] Paket 1 dengan nilai 0.773411 [2] Paket 2 dengan nilai 0.416945771 [3] Paket 4 dengan nilai 0.294317341 [4] Paket 3 dengan nilai 0.244910102
4.3.
Decission Makers 2 ( Manager IT )
Pada Decission Makers 2, parameter yang digunakan ialah, harga, merk, vendor dan support.Manager Camera menggunakan AHP, Interpolasi dan SAW dalam penyelesaian sistem pendukung keputusannya, dengan tahapan penyelesaian sebagai berikut : 4.3.1. Penentuan Variabel dan pembentukan matriks penilaian
Tabel berikut adalah variabel yang digunakan dan nilai masing-masing matriks sesuai dengan parameter dari alternatif solusi sebelumnya. 4.3.2. Perhitungan Bobot penilaian menggunakan AHP
Perhitungan bobot penilaian parameter dilakukan menggunakan metode AHP. Didapatkan bobot sebagai berikut :
Dari hasil di atas diketahui bahwa nilai CR adalah 0,023923< 0,1 maka bernilai konsisten. 4.3.3. Perhitungan Interpolasi pada Harga
Bentuk penilaian pada matriks harga adalah nominal atau angka, maka dilakukan interpolasi. Nilai interpolasi didapatkan dari
4.3.4. Perhitngan AHP pada merk
Perhitungan pada merk dilakukan menggunakan metode AHP. Didapatkan bobot sebagai berikut :
Dari hasil di atas diketahui bahwa nilai CR adalah 0,097229 < 0,1 maka bernilai konsisten. 4.3.5. Perhitungan AHP pada vendor
Perhitungan pada vendor dilakukan menggunakan metode AHP. Didapatkan bobot sebagai berikut :
Dari hasil di atas diketahui bahwa nilai CR adalah 0,088954 < 0,1 maka bernilai konsisten.
4.3.6. Perhitungan operasi pada support
Bentuk penilaian pada matriks support adalah nominal atau angka, maka dilakukan interpolasi dan didapatkan hasil seperti berikut
4.3.7. Perhitungan SAW
Setelah didapatkan hasil interpolasi dari matriks yang berbentuk angka yakni harga dan support serta didapatkan juga hasil perhitungan menggunakan AHP pada pembobotan parameter, pembobotan merk, dan pembobotan vendor dengan demikian dilanjutkan dengan perhitungan menggunakan SAW seperti berikut ini
4 . 3 . 8 .
Kesimpulan
Menurut kesimpulan dari Decission Makers 2 selaku Manager Camera urutan terbaik menggunakan AHP, Interpolasi dan SAW ialah : [1] Paket 4 dengan nilai 2.030607267 [2] Paket 3 dengan nilai 0.787663398 [3] Paket 2 dengan nilai 0.076548 [4] Paket 1 dengan nilai -2.207938
4.4.
Decission Makers 3 (Kepala Divisi Application Support)
Pada Decission Makers 3, parameter yang digunakan ialah, harga, merk, aplikasi dan support. Kepala Divisi Application Support menggunakan Profile Matching, Interpolasi, SAW dan AHP dalam penyelesaian sistem pendukung keputusannya, dengan tahapan penyelesaian sebagai berikut : 4.4.1. Penentuan Variabel dan pembentukan matriks penilaian
Berikut adalah tabel dari variabel yang digunakan dan nilai masing-masing matriks sesuai dengan parameter dari alternative solusi sebelumnya.
4.4.2. Perhitungan GAP dan Interpolasi pada Harga
Dalam perhitungan profile matching digunakan GAP yakni mencari selisis data dalam target.Cara mencari nilai GAP = value attribute - value target. Dalam hal ini nilai target/ ideal pada harga adalah 275.
4.4.3. Pembobotan GAP pada Merk
Perhitungan GAP juga dilakukan dalam pembobotan nilai GAP pada merk. Dalam hal ini pemberian score tertinggi untuk nilai GAP = 0 dan score terendah = 1 diberikan pada nilai GAP terbesar. Nilai GAP terendah = 0 terletak pada merk 100D dan diberikan score 4, sedangkan nilai GAP tertinggi = 3 terletak pada merk E-M10 II dan memiliki score 1.
4.4.4. Pembobotan GAP pada Aplikasi
Perhitungan GAP juga dilakukan dalam pembobotan nilai GAP pada aplikasi. Dalam hal ini pemberian score tertinggi untuk nilai GAP = 0 dan score terendah = 1 diberikan pada nilai GAP terbesar. Nilai GAP terendah = 0 terletak pada aplikasi postgree dan diberikan score 4, sedangkan nilai GAP tertinggi = 3 terletak pada aplikasi oracle dan memiliki score 1.
4.4.5. Perhitungan GAP dan Interpolasi pada Support
Perhitungan GAP dilakukan juga pada support.Dalam hal ini nilai target/ ideal pada support adalah 3. Maka didapati nilai GAP dan interpolasi sebagai berikut:
4.4.6. Perhitungan Bobot Menggunakan AHP
Perhitungan bobot dilakukan menggunakan metode AHP.
Dari hasil di atas diketahui bahwa nilai CR adalah 0,023923< 0,1 maka bernilai konsisten. 4.4.7. Perhitungan SAW
Setelah didapatkan pembobotan GAP dan interpolasi pada harga dan support serta pembobotan GAP pada merk dan vendor maka perhitungan dilanjutkan menggunakan metode AHP. Setelah hasil perhitungan AHP diketahui yaitu bernilai konsisten maka dapat dilanjutkan dengan metode SAW. Perhitungan menggunakan metode SAW seperti berikut ini
4.4.8. Kesimpulan
Menurut kesimpulan dari Decission Makers 3 selaku Kepala Divisi Application Support urutan terbaik menggunakan profile matching, interpolasi, AHP dan SAW ialah : [1] Paket 1 dengan nilai 4.316659 [2] Paket 2 dengan nilai 3.11315 [3] Paket 3 dengan nilai 2.694132 [4] Paket 4 dengan nilai 0.648653
4.5.
Group Decission Suport System 4.5.1. Penentuan Bobot dalam GDSS
Setelah dilakukan perhitungan oleh 3 decision maker dengan berbagai metode perhitungan untuk sistem pendukung keputusan penentuan pengadaan infrastruktur TI, akan dilakukan penentuan bobot dalam GDSS. Berikut ini adalah tabel penentuan bobot dalam GDSS untuk membuat keputusan bersama dari 3 decision maker tersebut, dimana DM1 berbobot 0.2 ; DM2 berbobot 0.5 ; dan DM3 berbobot 0.3.
4.5.2. Perbandingan Paket Setiap Decission Makers Menggunakan Cope Land
Setelah dilakukan perhitungan oleh 3 decision maker dan pembobotan dalam GDSS, maka selanjutnya dilakukan perbandingan berpasangan untuk alternative yang ada seperti tabel berikut.
4.5.3. Penentuan Akhir dari Output dan Pengurutan
Jadi, dari perbandingan berpasangan untuk alternatif yang telah dilakukan, didapatkan hasil untuk paket infrastruktur TI dengan nilai tertinggi 3 menempati urutan ke-1 yaitu paket 4, nilai 2 diurutan ke-2 adalah paket 1, nilai 1 diurutan ke3 adalah paket 2, dan nilai 0 diurutan ke-4 adalah paket 3 seperti pada tabel berikut :
BAB V KESIMPULAN
Dari GDSS Menggunakan Copeland dapat diketahui bahwa Urutan Alternatif dengan 3 Decission Makers adalah sebagai berikut : 1.
Paket 4 Berada di urutan pertama dengan nilai mutlak 3
2.
Paket 1 Berada di urutan kedua dengan nilai mutlak 2
3.
Paket 2 berada di urutan ketiga dengan nilai mutlak 1
4.
Paket 3 berada di urutan keempat dengan nilai mutlak 0 Jadi bisa diambil kesimpulan,hasil Grup Decission Support System dalam memilih kamera
terbaik adalah Paket 4 yaitu camera Olympus tipe E-M10 II dengan harga 150 juta, resolusi pixel 200px, sensor sebesar 14 MP, dengan ukuran lensa 18 mm.