Peter Kasenda
Soekarnois, Trisakti dan Sosialisme Indonesia
Sebagaimana kata Martin Heidegger, sejarah bukan semata-mata narasi tentang masa lalu itu sendiri, melainkan sesuatu yang hidup pada masa kini, dalam arti bagaimana narasi masa lalu dibentangkan di masa kini untuk dimaknai (sekaligus memaknai) masa kini. Pemaknaan terhadap masa lalu itu dilakukan berdasarkan konteks masa kini. Setiap pemerintahan paham betul bagaimana memproduksi makna dari sekaligus terhadap masa lalu bangsanya. Narasi peristiwa di masa lalu dikonstruksi dan direproduksi sedemikiann rupa, lalu dikomunikasikan kepada khalayak melalui berbagai media, antara lain buku-buku teks sejarah. Buku-buku teks sejarah menghadirkan narasi masa lalu. Buku-buku teks ini juga menjadi komponen utama dalam mengkontruksi dan mereproduksi narasi
nasional.
dikomparasikan
Tidak dengan
ada
satupun
buku-buku
alat
teks
sosialisasi dalam
hal
yang
dapat
perwacanaan
keseragamanan, pembenaran serta versi dari apa yang seharusnya diingat dan dipercaya. Dalam konteks ini memori secara sistemik adalah perekayasaan atas apa yang ingin dan tidak ingin diingat. Di dalam proses 1
mengingat secara bersamaan terjadi proses pelupaan, apa yang harus atau boleh diingat dan dilupakan. Selain daripada itu, buku-buku teks sejarah menjadi “ senjata negara “ dan “ agen memori resmi “ yang bertujuan untuk memastikan terjadinya transisi dari pengetahuan resmi kepada para generasi muda. Buku-buku teks sejarah juga berfungsi sebagai semacam supreme historial court yang bertugas untuk menguraikan akumulasi “potongan-potongan masa lalu“ dan menjadikannya sebagai ingatan kolektif yang “benar“ dan sesuai dengan narasi dalam kanon sejarah nasional. Setelah Peristiwa 1965, terjadilah proses membalikkan pemalsuan sejarah oleh rejim Soeharto dan penghapusam ingatan kolektif terhadap sejarah. Sepanjang periode tersebut, rezim terus-menerus melakukan kampanye jahat terhadap PKI dan Soekarnoisme. Simbol penting dari program tersebut adalah berbagai propaganda di sekitar Lubang Buaya, lokasi sumur di mana mayat jenderal dan perwira muda Angkatan Darat yang dibunuh disembunyikan pada tanggal 1 Oktober 1965. Belakangan sebuah museum untuk memperingati Jenderal-jenderal tersebut dibangun di Lubang Buaya untuk melanggengkan mitos atas peristiwa – peristiwa tersebut, yang diajarkan di sekolah-sekolah, dan dimasukkan kedalam media serta film popular. Puncak dari kampanye tersebut adalah pelarangan resmi terhadap Marxisme dan Leninisme Begitu kontra revolusi menuntaskan serangan terakhirnya, kontra revolusi menghadapi serangan balik pertama yang dilancarkan oleh orang-orang 2
Soekarnois, penerbit Hasta Mitra, dan kemudian oleh generasi muda intelektual radikal serta aktivis politik setelahnya. Berkaitan mengenai kebangkitan kembali ingatan seajarah, bagaimanapun juga dampaknya lebih terbatas. Di tingkatan massa, “Amnesia Sejarah “ tetap bercokol. Orde Baru tidak membuang-buang waktu lagi dalam melancarkan kampanye intensif untuk memperkuat cengkramanan sejarah terancam hantu subvesif
sejarah versinya begitu seluruh isu Pada tahun 1984, pemerintah
mengeluarkan subjek baru untuk diajarkan di sekolah - Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB). Buku teks tersebut ditata sedemikian rupa agar bisa dipelajari secara hapalan, diarahkan untuk memperkuat stereotipe tentang demokrasi terpimpin, tentang PKI dan landasan Orde Baru dalam mengambil kekuasaan. Bukti utama adanya ingatan terhadap Soekarno adalah naiknya popularitas Megawati Soekarnoputri, salah seorang anak perempuan Soekarno, pada tahun 1991 dan 1999. Hampir sepanjang tahun 1990-an, Megawati praktis hanya menjadi anggota parlemen masa Soeharto yang nyaris tidak bersuara. Namanya lalu melejit bak meteor, terutama karena didorong oleh dukungan dari kalangan elit pengusaha lokal yang ingin naik ke tingkat nasional dan merasa disingkirkan modal kroni Soeharto di Jakarta. Dia terangkat ke posisi sebagai ketua Partai Demokrasi Indonesia (PDI) oleh dukungan dari bawah, dengan bantuan dari individu-individu jenderal Angkatan Darat yang sedang mencari katir di masa depannya. Sangat sulit untuk menengarai mekanisme bagaimana yang membuat nama Soekarno masih tetap menjadi simbol kedekatan dengan rakyat, marhaen, wong cilik. Sejarah resmi dengan gampangnya saja menetapkan Soekarno 3
sebagai “proklamator“ kemerdekaan, tapi juga menjadi bagian dari dominasi PKI yang tak menyenangkan di era Demokrasi Terpimpin, Namun demikian, selalu saja ada yang menerbitkan pamflet murah tersebut sering menghindari masa tahun 1960, namun penerbitan seperti itu memberikan sumbangan dalam mempertahankan citra Soekarno sebagai pemimpin politik yang dekat dengan rakyat. Kata-kata yang keluar dari mulut generasi tua pendukung Soekarno kepada generasi berikutnya juga merupakan salah satu penjelasannya. Banyak sekali cerita informal tentang Soekarno di kalangan rakyat. Bahkan ceritanya makin lama makin tidak politis, hanya menekankan terutama
pada kecintaanya pada massa secara budaya;
kecintaannya pada makanan rakyat, menyelinap ke luar istana dan bergaul dengan rakyat dan sebagainya. Kharisma Soekarno – yakni populeritasnya yang luar biasa – juga merupakan fakta kunci dalam sejarah Indonesia yang tak bisa diabaikan. Di mana-mana, dalam berbagai laporan dan acuan apapun mengenai periode sebelum tahun 1965, tak mungkin menghindar untuk tak menyebut “ Bung Karno “ . Ingatan tentang istilah “ Bung Karno “ itu sendiri memaku ingatan akan Soekarno di pikiran massa, sebagai ingatan tentang seseorang yang dekat dengan rakyat. Kata “Bung“ hanya dipakai untuk mengacu pada pimpinan, anggota elit, yang dipandang tak memiliki pamrih feudal dan dekat dengan rakyat. Setelah tahun 1965, kata Bung hilang dalam penggunaan bahasa Indonesia, diganti dengan kata-kata feudal “Bapak“ dan “ Ibu” saat berbicara pada pimpinan atau anggota elit. Ingatan terhadap Bung Karno sebagai pimpinan yang sangat
popular
dihapuskan. Bahkan walau maksudnya kabur, cengkraman ingatan 4
terhadapnya
benar-benar
sangat
emosional.
Ingatan
tersebut
juga
dihubungkan dengan kewaspadaan terhadap kekuatan Barat yang memusuhi Soekarno, dan dia berdiri tegas melawannya. Bahwa Soekarno sekali waktu pernah mengatakan pada Barat : Go to hell with your aid. Dan itu juga diingat benar. Sejarah resmi juga tak bisa menyingkirkan catatan sejarah bahwa Indonesia pernah menjadi tuan rumah Konferensi Asia Afrika pada tahun 1955, pertemuan yang memulai gerakan non blok, dan Soekarno adalah figur utamanya dalam konferensi tersebut. Ingatan terhadap pimpinan popular, dekat rakyat, juga dihubungkan – sebagai akibatnya – pada ingatan tentang periode saat harga diri bangsa begitu kuatnya. Isu pemikiran politik dan sejarah politik Soekarno telah dipisahkan dari ingatan tersebut sehingga sekarang kabur dan definisinya jelek sekali. Namun, walau demikian, hal tersebut tetap saja merupakan ingatan subversif, yang mengingatkan pada saat-saar ketika ada seorang pimpinan yang dirasakan kehadirannya oleh sejumlah besar massa sangat dekat dengan rakyat mereka, dan yang ingin sekali memobilisasi mereka dalam partisipasi politik. Selama tahun 1970-an, saat kelompok teater Rendra, Bengkel Teater, bertindak sebagai pelopor oposisi terhadap rejim, sekelompok musisi, yang bernama Kelompok Kampungan, mengeluarkan album yang dibuka dengan pidato Soekarno yang berapi-api. Dalam konteks tersebut, ingatan akan Soekarno, berkaitan dengan satu kata dalam revolusi nasional yang belum bisa dihapuskan dari kesadaran politik massa rakyat. Ingatan pada Soekarno – yang kabur dan didefinisikan dengan buruk – berkaitan dengan sentimen populis yang kuat dan tetap ada yakni sentimen kuat yang harus dihormati pimpinan ; kedaulatan rakyat. Semua 5
orang masih ingin berbicara dengan mengatasnamakan rakyat, bahkan pimpinan-pimpinan Orde Baru. Tap hanya tak bisa disamakan dengan kelaziman ungkapan “ tentu saja, semua politisi suka sekali berbicara mengatasnamakan rakyat.” Dalam revolusi nasional Indonesia kata rakyat secara esesnsial adalah terminologi kelas, kata tersebut mengacu terutama pada orang yang miskin dan dihisap; kata tersebut adalah istilah yang disebandingkan dengan kata pembesar, orang kaya, penguasa, dan pejabat. Kesinambungan penggunaan kata rakyat oleh aktor-aktor politik sepanjang Orde Baru adalah karena, tentu saja, dalam kehidupan nyata rakyat itu eksis sebagai suatu yang nyata, materi kelas, suatu kelas yang tampak terbagi secara budaya dan ekonomi dengan dunia elit dan enclave. Secara politik, poin acuan sejarah bagi sentimen pro-rakyat ada dalam figur Soekarno . Selama tahun 1990-an, kemampuan sentimen populis untuk bangkit secara bersamaan mendorong bangkitnya kembali kata konsep dan aktivitas, warisan revolusi nasional, sebuah kata Belanda actie, yang sekarang diindonesiakan menjadi aksi. ****** Konon
kabarnya
Jayabaya
adalah
seorang
raja
dan
wali
yang
mengemukakan ramalan-ramalan tentang masyarakat, yaitu bahwa mereka akan menderita
bermacam-macam
malapetaka dan kehinaan sebelum
mereka mencapai dan memiliki kekuasaan dan keagungan. Dalam proses perjalanan sejarah masyarakat kemudian muncullah juru penyelamat baru bernama Erucakra. Erucakra yang disebut adalah nama yang disebut dan diramalkan oleh Jayabaya yang akan muncul sebagai Ratu Adil. 6
Keberhasilan Sarekat Islam menjadi sebuah gerakan massa dalam waktu singkat setelah ia lahir di tahun 1911 oleh Bernhard Dahm dianggap disebabkan oleh karena masyarakat menghubungkan dengan ide Rau Adil. Sesuai dengan kedudukannya sebagai pemimpin utama dari Sarekat Islam, banyak anggota masyarakat yang melihat kepada Tjokroaminoto sebagai si Ratu Adil. Namanya Tjokro sering dihubungkan dalam bentuk pertanyaan : Apakah dia bukam Prabu Heru Cokro (Erucakra, Juru Selamat yang sudah lama dinanti-nantikan, nama yang yang disebut Jayabaya ? ) Walaupun rakyat menganggap Tjokroaminoto sebagai Ratu Adil mereka, tetapi ia sendiri menunjukkan sikap ragu-ragu. Bahkan dia sendiri melunakkan anggapan rakyat itu dengan mengatakan bahwa Ratu Adil yang dinanti-namtikan itu tidak akan datang dalam bentuk seorang manusia, melainkan dalam bentuk suatu ide, ide sosialisme. Sikap enggan Tjokroaminoto merupakan salah faktor penting dalam kemerosotan kepemimpinannya dan kemerosotan Sarekat Islam sendiri sebagai organisasi massa beberapa tahun kemudian. Sebagai seorang murid, anak angkat, dan pernah jadi menantunya. Soekarno kemudian mendapatkan dirinya dengan menggantikan Tjokroaminoto sebagai Ratu Adil yang diharapkan rakyat. Kemampuan Soekarno menghilangkan kelemahan yang terlihat di dalam sikap dan tingkat laku Tjokroaminoto telah menyebabkan dia lebih berhasil dalam memainkan peranan sebagai Ratu Adil. Ini bagian dapat dijelaskan karena Soekarno lebih memahami apa yang menjadi perasaan rakyatnya dan apa yang mereka kehendaki dari dia sebagai pemimpin mereka. Dia tampaknya mengetahui 7
betul peranan apa yang dikehendaki rakyat yang harus dimainkan, dan pengetahuan itu telah menambah keyakinanya sendiri untuk memainkan operanan tersebut dengan sepenuh hati, tanpa ragu dan enggan. Konsep Ratu Adil bagi masyarakat tersebut merupakan sarana pembebasan yang bersifat eskatologis dari segala derita yang menerpa kehidupan yang berupa ketidakadilan, penindasan, kelaparan. Adanya Ratu Adil diyakini akan mendatangkan keadilan, kebebasan dan kebahagian hidup di dunia Yang penting dari konsep Ratu Adil ini tidak saja pada tingkatan konsep, tetapi jabarannya dalam tingkat praktik. Konsep ini selalu dinyatakan dalam kenyataan dengan cara mengadakan pemberontakan kepada tatanan kekuasaan yang menyebabkan ketidakadilan dan kesengsaraan. Ia selalu sebuah mobilisasi massa dalam meraih sekaligus menciptakan tatanan yang dianggap lebih baik dari tatanan yang ada. Sebagai sebuah gerakan harapan, gerakan Ratu Adil berpretensi universal, artinya ia merangkum dan menjelaskan secara universal sejarah manusia secara keseluruhan. Sejarah bergerak dari zaman Kertayuga (jaman keemasan) di masa lampau yang merosot menjadi Kaliyuga (zaman edan) di masa kini, untuk akhirnya bergerak lagi menuju Kertayuga (di mana gemah ripah loh-jinawi, murah sandang lan papan, tata-titi-tentrem, karta-rahatdja ) Wacana Ratu Adil merupakan pencarian solusi yang bersifat – restrotif, penyelamatan, nativistis, atau milenaristis. Ratu Adil adalah gambaran rakyat akan datangnya sebuah era keemasan, sebuah utopia, namun utopia yang berasal dari masa lampau. Dalam masyarakat tradisonal, tidak ada ide yang sungguh-sungguh fututistik. Masyarakat yang tradisional hanya
8
memproyeksikan sebuah “pre-established harmony“ (di masa lampau “ sebagai gambaran ideal mereka. Ide tentang Ratu Adil menggambarkan konservatisme masyarakat tradisional yang hanya mengerti bagaimana memelihara dan menjaga yang sudah ada. Masyarakat tradisional bingung dan tidak tahu bagaimana mestinya menghadapi perubahan sehingga menyebutnya zaman edan. Dan keyamanan hanya diperoleh masyarakat kembali ke era lampau, ke zaman generasi tua, era dimana tatanannya dianggap sudah ideal. Bagaimana cara mendapatkan kembali pre-established harmony. Tidak ada cara lain kecuali dengan mengandalkan seseorang yang memiliki pengetahuan tentang tatanan alami dari kosmos tersebut. Seorang Ratu Adil yang mendapatkan wangsit dianggap memiliki pemahaman terbaik tentang tatanan tersebut sehingga ia pula bisa menata kembali ke tatanan semula. Menurut kepercayaan Jawa seorang pemimpin yang mengakui Ratu Adil, akan diakui demikian bila faktanya orang itu menerima pulung atau ndaru. Peristiwa kejatuhan pulung berarti memperoleh kekuasaan untuk bertindak sebagai Ratu Adil. Padanya ada kekuasaan atau menciptakan masyarakat yang adil dan makmur. Pada 4 Juli 1927, terbentuk sebuah organisasi baru bernama Perserikatan Nasional Indonesia (PNI). Yang menjadi titik sentral dari seluruh pemikiran partai ini adalah gagasan merdeka – kemerdekaan politik bagi Indonesia – dan dalam prinsip ini terkandung gagasan suatu bangsa Indonesia yang akan dipersatukan
oleh
perjuangan
bersama
mencapai
kemerdekaan 9
Terbentuknya PNI bukan hanya merupakan suatu langkah maju baru yang penting bagi perjuangan nasional Indonesia. Bagi diri Soekarno, ini berarti pengakuan baru. Darinya akhirnya ia mendapatkan suatu wadah organisasi yang kemampuan kepemimpinanya dapat diuji dan dikembangkan Tidak diragukan bahwa Soekarno senang dengan posisi dan tanggung jawabnya yang baru. Dari kedudukan penting sebagai ketua PNI ini, Soekarno dapat mengamati situasi perjuangan nasional dan mencoba menyusun kembali menuriut caranya sendiri. Ia yakin, dan ini ada benarnya bahwa ia adalah orang yang cocok untuk peranan itu yang tidak mungkin dilaksanakan orang lain. Soekarno bukan saja orang yang berkepala dingin dan tidak cepat kehilangan akal, tetapi ia juga memiliki kemahiran yang luar biasa dalam berpidato, dapat menarik dan membakar semangat para pendengarnya dengan bayangan kebahagian hari depan. Soekarno adalah seorang tokoh revolusioner yang romantis dan mungkin saja ia telah salah hitung kekuatannya sendiri dan kekuatan gerakan yang diciptakannya. Jika jalannya sang waktu memang telah menunjukkan bahwa PNI bukanlah tandingan Belanda. Tetapi pemikiran untuk menciptakan suatu gerakan massa yang didasarkan atas sikap nonkooperasi terhadap Belanda adalah cara yang realistis untuk melaksanakan perjuangan nasional itu. Karangan Mencapai Indonesia Merdeka (Maret 1932) mempunyai banyak persamaan dengan Indonesia Menggugat. Lembaran-lembaran pertama memaparkan perbedaan antara imperialisme tua dan baru dan pandangan yang sama bahwa surplus modal menyebabkan penjajahan dan penghisapan kekayaan tanah jajahan. Macam-macam uraian serupa itu kembali 10
dikemukakan untuk membuktikan pandangannya, dan memobilisasi tenaga rakyat dikemukakan lagi sebagai alat untuk melawan imperialisme. Tetapi kemudian karangan ini terus berkembang, mengungkapkan suatu persepsi baru tentang tujuan yang lebih lanjut gerakan nasionalisme setelah mencapai kemerdekaan politik, Indonesia dulu pernah merdeka, tetapi rakyatnya sendiri tidak pernah merdeka, katanya sambil menolak pendapat bahwa zaman pengaruh Hindu-India adalah zaman imperialisme India. Sebelum mereka ditundukan oleh kolonialisme Belanda mereka telah ditundukkan oleh feodalisme kerajaan-kerajaan Hindu-India. Dari keterangan ini Soekarno bergerak ke arah pandangan bahwa kemerdekaan tidak dengan sendirinya membawa kebebasan dan keadilan bagi rakyat jelata. Kemerdekaan hanya merupakan “jembatan emas “ menuju masyarakat yang adil – kemerdekaan adalah suatu syarat, bukan tujuan akhir. Tidak ada sesuatu yang khusus dikatakan tentang cara bagaimana masyarakat yang adil itu dapat dicapai apabila jembatan emas telah diseberangi. Tetapi penerimaan gagasan perubahan sosial sebagai tujuan lebih lanjut yang harus dikejar sesudah kemerdekaan, setidak-tidaknya adalah suatu pernyataan lengkap dari sebelumnya jika tidak hendak dikatakan suatu unsur baru dalam pemikirannya. Dan pembahasan mengenai masalah ini menunjukkan perlunya pertentangan kelas bukan antara kelas proletar dan kapitalis, tetapi antara Marhaen dan kapitalis. Ketika kereta kemenangan melintasi jembatan emas, katanya, kendalinya harus berada di tangan Marhaen. “ Seberang jembatan itu jalan pecah jadi dua : satu ke dunia keselamatan Marhaen, satu ke dunia kesengsaraan Marhaen, satu ke dunia sama-rata-sama-rasa, saru ke dunia sama-rata-sama-tangis’ Marhaen yang mengendalikan kereta itu harus menjaga agar kereta tidak membelok 11
ke jalan yang kedua menuju masyarakat kapitalis dan borjuis Indonesia. Memang kejahatan kapitalisme merupakan sesuatu yang tidak pernah lepas dari pikiran Soekarno, tetapi gagasan bahwa rakyat kecil Indonesua harus melawan kapitalis Indonesia adalah pemikiran yang baru. ****** Satu-satunya tema utama dalam pidato-pidato Soekarno pada tahun 1960-an itu ialah tentang revolusi. Meskipun dahulu ia menulis dan berbicara tentang revolusi Indonesia, sekarang konsepnya berkonteks lain, disesuaikan dengan lingkungan Demokrasi Terpimpin. Dahulu sebagai orang muda, Soekarno hanya memusatkan pikirannya pada revolusi, yakni menumbangkan kekuasaan kolonialisme Belanda. Pada tahun 1930-an dalam Mencapai Indonesia Merdeka ia telah menyadari bahwa di seberang “ jembatan emas “ yang mengantarkan bangsa Indonesia kemerdekaaan, masih ada masalahmasalah lain yang harus diatasi, sebelum masyarakat adil dan makmur tercapai. Pembagian tentang tahap revolusi nasional dan tahap revolusi sosial telah diuraikan lebih lanjut dalam Sarinah. Pembagian ini ada kesamaannya
dengan
teori
Marx
tentang
tahap-tahap
revolusi.
Kesamaannya ialah analisis Soekarno juga menunjukkan tanda-tanda pemikiran Marx yakni kesadaran kelas yang akan menjadi sebagian dari persiapan setiap tingkat revolusi, sekurang-kurangnya ada tahap-tahap yang berturut-turut, dalam pengertian bahwa revolusi sosial harus menunggu sampai selesainya nasional. Soekarno berbicara dalam kondisi Indonesia “ pada tingkat revolusi nasional di mana kita membangun suatu Negara Nasional, dan di tingkat revolusi sosial di mana kita membangun Sosialisme, “ katanya. 12
“ Revolusi yang terus berlanjut,” kata Soekarno. Tetapi Hatta menganggap revolusi sudah selesai dengan dicapainya kemerdekaan, dan tugas utama sesudah itu adalah menumpahkan seluruh perhatian, usaha dan tenaga pada masalah berat yang mendesak; pembangunan ekonomi. Tapi usaha untuk memecahkan masalah ini tidak akan ada perbaikan dalam kehidupan dan kemajuan. “ Suatu revolusi menghancurkan landasan dan bangunan, melepaskan engsel-engsel dan meruntuhkan dinding-dindingnya,” kata Hatta. “ Jika ia tidak dibendung pada saat yang tepat. Ia akan mengakibatkan kekacauan : Tetapi Soekarno sebaliknya ia menyambut baik kekacauan dan kebingunan untuk perubahan ini. “ Revolusi adalah revolusi, oleh karena ia adalah satu banjir yang mengalir, tidak diam, yang tidak beku.” Dan meskipun ia tetap berbicara tentang “ mencapai masyarakat adil dan makmur “. Soekarno membagi Revolusi Indonesia kedalam tiga tahap. Periode 1945 – 1950 disebutnya sebagai revolusi fisik; perode 1950 – 1956 sebagai tahap bertahan; dan tahap ketiga disebut memasuki revolusi sosial ekonomis Menurut Soekarno, Revolusi Fisik ditandai dengan usaha-usaha untuk memperoleh dan mempertahankan kekuasaan dari tangan penjajah. Tahap kedua disebut sebagai tahap bertahan karena revolusi yang sedang berlangsung harus menghadapi berbagai tantangan. Tajap berikurnya ialah perubahan-perubahan radikal di bidang sosial ekonomi serta politik. Menurutnya, terdapat empat landasan revolusi. Pertama, harus ada konfrontasi permanen. Kedua, harus ada satu kepemimpinan nasional. 13
Ketiga, ada satu ideologi nasional progresif. Keempat, revolusi harus berdasarkan atas kepribadian nasional. Soekarno menjelaskan tentang kegagalan periode liberal dalam kepolitikan Indonesia 1950 – 1958 sebagai suatu percobaan oleh kekuatan-kekuatan kontra revolusioner yang menolak sifat pokok dialektika dan kepribadian nasional yang berakar di masa lampau. Penerjemahan Soekarno tentang revolusi terdiri dari enam hukum fundamental, selain terdapatnya tiga karakter revolusi berupa romantika, dinamika dan dialektika. Keenam hukum tersebut ialah, pertama, revolusi harus mengandung unsur kamerad dan musuh-musuhnya, dan kekuatan revolusioner harus mengenali siapa kawan dan lawan mereka; Kedua, revolusi yang sesungguhnya bukan revolusi istana atau revolusi pemimpin melainkan revolusi rakyat sehingga revolusi tersebut harus dijalankan serentak dari atas dan dari bawah. Ketiga, revolusi adalah sebuah simfoni antara penghancuran dan pembangunan. Suatu simfoni antara pengerusakan dan
pembangunan
dan
pembentukan
adalah
anarki,
Sebaliknya
pembangtunan dan pembentukan tanpa penghancuran dan pengerusakan berarti kompromi, reformisme, Keempat revolusi selalu memiliki tahapantahanannya. Dengan kasus Indonesia, tahap-tahap tersebut adalah tahap nasional-demokratik dan tahap sosialis, Tahap pertama membuka jalan bagi tahap kedua. Yang tersebut didepan pertama-tama harus diselesaikan terlebih dahulu, tetapi segera setelah diselesaikan, keadaan revolusi harus ditingkatkan pada tahap kedua. Kelima, revolusi harus mempunyai program yang jelas dan memadai seperti halnya yang tertuang di dalam Manipol. Keenam, revolusi harus memiliki pijakan yang memadai dan seorang pemimpin yang berpandangan jauh kedepan, sehingga berakibat ia harus 14
dapat menjalankan tugas revolusi sampai tujuan akhir, dan revolusi tersebut harus memiliki kader-kadernya sendiri, dengan pemahaman yang benar serta bersemangat. Revolusi Indonesia menuju pada Sosialisme Revolusi Indonesia menuju kepada Dunia Baru tanpa penghisapan manusia yang satu atas manusia yang lainnya Revolusi Indonesia Indonesia menuju kepada Dunia Baru tanpa penghisapan bangsa yang satu atas bangsa yang lain Setelah keluarnya Dekrit 5 Juli 1959, Indonesia kembali kepada UUD 1945. Dalam ekonomi berlaku pasal 33, dimana negara menguasai sumber daya ekonomi yang menguasai hajat hidup orang banyak. Penegasan dari Soekarno tentang berlakunya pasal ini disampaikan dalam pidatonya, Penemuan Kembali Revolusi Kita pada tahun 1959, dengan disebutkan bahwa Indonesia akan membangun dengan kekuatan modal sendiri, secara berencana dengan pimpinan di tangan negara. Modal sendiri diartikan modal nasional yang bersifat progresif. Modal luar dijadikan pelengkap dengan syarat tidak mengikat secara politik dan militer dan berbentuk pinjaman luar negeri. Sasaran terdekatnya adalah melakukan nasionalisasi terhadap perusahaan modal asing Belanda di Indonesia. Nasionalisasi dilakukan dengan tujuan merombak jalur distribusi barang dan produksi barang. Karena selama ini perusahaan-perusahaan Belanda melakukan monopoli terhadap distribusi barang dan ekspor dari dan ke Indonesia. Di samping itu juga bertujuan untuk mendapatkan devisa dalam perdagangan untuk menciptakan neraca pembiayaan luar negeri yang seimbang.
15
Untuk semuanya itu, dibentuklah Dewan Perancang Nasional (Depernas), sebagai badan yang bertanggung jawab untuk meneliti secara ilmiah segala kemampuan dan potensi kekayaan yang dimiliki Indonesia. Depernas dengan tugas merencanakan blueprint pembangunan dan mengawasi jalanya pembangunan. Depernas kemudian pada tahun 1960 berhasil merumuskan satu pola pembangunan yang disebut Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana Delapan Tahun. Ia merupakan dokumen setebal 4.675 halam dalam 17 jilid, 8 bagian dan 1945 pasal. Rencana tahap awal Depernas ini berpola delapan tahun, 3 tahun pertama untuk riset dan lima tahun untuk aplikasi. Sasaran utama adalah untuk meningkatkan produksi sandang dan pangan dan kemudian secara tbertahap menuju pada bidang industri. Pembangunan dibiayai secara gotong royong oleh rakyat Indonesia dengan bekal kekayaan alam yang dimiliki itu, tidak ditempuh jalan menaikkan pajak dan defisit spending. Modal asing digunakan jika diperlukan dalam bentuk pinjaman atau dengan sistim bagi hasil dengan proyek tetap berada dalam tangan Indonesia. Setelah menempuh waktu dua tahun, rencana Depernas untuk menaikkan produksi di bidang sandang dan pangan untuk mencapai self-suporting tidak tercapai secara maksimal. Tidak suksesnya program sandang pangan ini dikarenakan perhatian pemerintah dan semua pendukung revolusi pada pembebasan Irian Barat. Sebesar 80 % dari APBN terpakai untuk program pembebasan Irian Barat sehingga bidang produksi tertunda. Akan tetapi sebagai program untuk melenyapkan pengaruh imperialis Belanda di Indonesia. Anggaran untuk mendukung operasi keamanan dan perjuangan pengembalian Irian Barat dialihkan untuk impor barang keperluan rakyat 16
sehari-hari dan barang untuk mendukung perkembangan industri dalam negeri. ndonesia, terutama Irian, program ini sukses dengan kembalinya Irian pada 1962. Masuknya Irian Barat ke dalam wilayah Indonesia dan surutnya pemberontakan daerah, pemerintah kembali mengarahkan perhatian kepada pembangunan ekonomi nasional. Untuk itu, dikeluarkan Ekonomi (Dekon) . Dekon dalam operasionalnya tertuang dalam 14 peraturan – 26 Maret 1963. Dengan adanya peraturan ini diupayakan biaya yang selama ini digunakan untuk mengatasi masalah keamanan dialihkan ke bidang produksi. Di sisi lain, impor, impor barang untuk mendukung operasi keamanan dan perjuangan pengembalian Irian Barat dialihkan untuk import barang keperluan rakyat sehari-hari dan barang untuk mendukung perkembangan industri dalam negeri. Salah satu persoalan ekonomi mendasar yang secara serius dan menjadi prioritas harus ditangani oleh Dekon adalah kedaulatan pangan, khususnya pada ketersedian beras di dalam negeri. Dalam kebijakan jangka pendek “ soal memenuhi keperluan pangan harus mendapati prioritas utama “ . Karena itu, kebijaksanaan yang dibuat pemerintah dalam jangka pendek harus berpangkal pada penyempurnaan aparat produksi yang ada, untuk mempertahankan dan meningkatkan produksi. Dengan upaya ini maka pemerintah dapat menjamin “ adanya persedian beras yang cukup’ Tahun 1965, enam tahun setelah setelah dan lima tahun setelah RPSDT, Soekarno
melihat
kemandegan
program
Ekonomi
Terpimpin
dan
mengusulkan “banting stir“ dengan semboyan “ berdikari “ (berdikari di 17
kaki sendiri). Masa berdikari adalah masa penegasan posisi negara dalam bidang ekonomi. Negara sebagai penjelmaan dari masyarakat diharapkan menguasai seluruh perangkat ekonomi yang mendatangkan pendapatan pada negara. Kehendak tersebut telah disampaikan Soekarno dalam Tavip (Tahun Vivere Pericoloso), meskipun begitu kehendak itu tidaklah mudah dilaksanakan karena pertentangan politik semakin tajam. Rasa curiga antara kekuatan politik berubah menjadi pertentangan terbuka dalam bentuk relireli massa dan provokasi politik. Usaha untuk membanting stir pembangunan yang bersifat agak komprimistis ke arah lebih radikal terbentur pada realitas struktur ekonomi itu sendiri. Ekonomi Indonesia yang selama ini linkage dengan ekonomi internasional dalam bentuk finance capital seketikia lumpuh ketika hubungan modal itu putus. Dengan demikian, sektor produksi Indonesia pada tahun 1964 dan 1965 mengalami kemunduran yang sangat berarti karena hilangnya modal operasional di berbagai sektor perekonomian, Sektor yang masih bisa hidup hanya tinggal perdagangan dan impor. Dengan kembali ke UUD 1945 Indonesia bermaksud memilih jalan sosialisme untuk membangun masyarakat dan negara. Untuk itu, di tempuh Ekonomi Terpimpin. Ekonomi Terpimpin sebagaimana yang dimaksud oleh Soekarno dan disetujui oleh MPRS dan DPA bertolak dari prinsip negara sebagai pusat ekonomi dengan menguasai alat produksi, distribusi, dan modal. Dalam prinsipnya Ekonomi Terpimpin bertujuan untuk membangun perekonomian nasional yang kukuh dengan melaksanakan pertanian dan industrialisasi. Terutama pada industri berat. Industri yang dikembangkan
18
sesuai dengan tujuan untuk menghubungkan pertanian dengan industri untuk peningkatan daya beli. Pembangunan ekonomi seperti demikian sangat memerlukan modal operasional yang besar. Jika modal asing ditolak, dari mana Indonesia akan mendapatkan modal? MPRS dalam sidang pertamanya pada 1960 menetapkan modal harus diusahakan dari kemampuan seluruh daya produksi dalam negeri dan kekayaan alam Indonesia. Jalan itu diusulkan untuk memutuskan ketergantungan Indonesia pada kekuatan modal monopoli asing dan
menciptakan
kekuatan
produksi
sendiri.
Untuk
itu
diadakan
nasionalisasi dan penyitaan terhadap perusahan-perusahaan asing, terutama milik Belanda. Apabila dicermati secara lebih seksama selama lima tahun dicanangkan, telah terjadi lima kali pergantian susunan kabinet. Ini berarti secara politik Soekarno tidak berhasil menciptakan pemerintahan yang stabil dalam menjalankan program-program. Sementara itu, rencana ekonomi yang bersifat
besar-besaran,
seperti
rencana
8
tahun,
membutuhkan
kesinambungan kerja dari satu kabinet yang bertahan sampai program tersebut selesai. Di sisi lain, tujuan negara untuk memusatkan kemampuan modal pembangunan di tangan negara tidak terjadi sebagai mestinya. Keadaan ini adalah akibat dari tidak adanya kekuatan politik yang dominan yang langsung berada di tangan Soekarno. Secara politik Soekarno bukanlah seorang pemimpin partai politik yang seketika bisa menggerakkan dukungan massa rakyat terhadap semua programnya. Kekuatan politik secara riil beradadi luar kekuasaannya. Political power berada di tangan militer AD 19
yang menguasai jaringan ekonomi dan perusahaan-perusahaan negara, dan pada sisi lain ada dalam tangan PKI dengan dukungan massa petani dan buruh. Padahal birokrasi sedikit banyak berada dalam tangan PNI, namun secara politik kekuatan PNI dalam birokrasi tidak mampu menandingi militer AD untuk menentukan arah dan tujuan politik secara berhadapan langsung. Hal ini terjadi karena begitu tumpang tindihnya berbagai kepentingan politik dalam menerjemahkan arti dari Ekonomi Terpimpin. Secara teoritis bahwa EkonomiTerpimpin jauh dari apa yang dikatakan konsep ekonomi marxis karena tidak memenuhi tiga elemen utama dalam ekonomi marxis. Pertama, peranan negara secara penuh dalam lapangan ekonomi, kedua, peranan kelas buruh menentukan arah dan tujuan dari satu pola pembangunan ekonomi di tangan partai komunis. Terakhir, menerima secara penuh analisis filsafat materialisme atas perkembangan masyarakat dalam segala bidang. Tidak ditemukan ketiga landasan dasar itu baik dalam Manipol manupun Dekon. Hal ini jelas bahwa Soekarno mendasarkan sosialisme ala Indonesia pada Pancasila dan kepribadian Indonesia yang dengan sendirinya menolak beberapa pikiran diatas. Lebih jauh citacitaSoekarno untuk menjalankan pemerintahan Nasakom selama Ekonomi Terpimpin dijalankan tidak pernah terjadi. Secara tegas Trisakti diucapkan Dengan demikian, kita bisa mengatakan bahwa konsep Soekarno mengenai Ekonomi Terpimpin adalah salah satu konsep populisme membayangkan masa lalu yang gemilang dan makmur akan tercipta di masa datang jika keharmonisan dan persatuan tercipta. Pemimpin Indonesia lainnya juga tidak bisa terlepas dari sikap ini, seperti Hatta dengan koperasi kolektif desanya, dan Yamin dengan kebesaran masa 20
lalunya. Perbedaan Soekarno dengan yang lainnya adalah sikapnya yang progresif serta memiliki keinginan untuk melakukan perubahan secara mendasar, sedangkan yang lain menjadikannya sebagai romantisme masa lampau. Dengan judul pidato BERDIKARI Soekarno mendeklarasikan ajarannya dengan Panca Azimat Revolusi. Dalam pidato Presiden Soekarno pada 17 Agustus 1965 yang berjudul
“ Tjapailah Bintang-Bintang Di Langit ’,
Soekarno mengemukakan . Panca Azimat adalah pengejawantahan daripada jiwa nasional kita, konsepsi nasional kita yang terbentuk disepanjang sejarah 40 tahun lamanya Azas nasakom (nasionalis, agama dan komunis) lah yang lahir lebih dulu dalam tahun 1926…. Azimat kedua adalah azimat Pancasila yang lahir pada bulan Juni 1945 ….Azimat Ketiga adalah Azimat Minipol USDEK, yang baru lahir 14 tahun lamanya mengalami masa republik Indonesia Merdeka… Azimat keempat adalah Azimat Trisakti yang baru lahir tahun yang lalu ….Azimat kelima adalah azimat berdikari, yang terutama aku canangkan . Dalam pidato Soekarno yang terkenal Tahun Vivere Pericoloso (Tavip)_ Soekarno menformulasikan baha ada 6 hukum Revolusi“, yaitu bahwa revolusi harus mengambil sikap tepat terhadap lawan dan kawan, harus dijalankan dari atas dan bawah, bahwa destruksi dan kontruksi harus dijalankan sekaligus, bahwa tahap pertama harus dirampungkan terlebih dahulu kemudian tahap kedua, bahwa harus setia pada Program Revolusi sendiri yaitu Manipol, dan bahwa harus punya soko guru, punya pimpinan 21
yang tepat dan kader-kader yang tepat, Soekarno juga menformulasikan Trisakti “ berdaulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan. ******. Ketika sejarawan Amerika, Francis Fukuyama dalam buku The End of History and the Last Man (1989), menyimpulkan bahwa kapitalisme dan demokrasi liberal adalah puncak perkembangan pemikiran manusia dalam mengatur masyarakat dia bertolak dari asumsi bahwa dua dua sistem politik dan ekonomi yang menjadi rival utamanya, yaitu fasisme dan sosialisme, telah gagal, masing-masing pada tahun 1945 dan 1989, berakhirnya sosialisme dimulai dengan revolusi damai glassnot atau liberalisasi ekonomi dan prestorika atau demokratisasi politik di Uni Soviet yang kemudian diikuti “runtuhnya “ sistim sosialis Eropa Timur, sebagaimana ditulis Ralf Dahrendorf,
dan
lahirnya
reformasi
Deng
Xiaoping
yang
mulai
memberlakukan sistem pasar bebas dan globalisasi ekonomi China. Memang jelas, Fukuyama, belum semua negara di dunia menganut kapitalisme dan demokrasi liberal, namun kecenderungan ideologi kembar itu, meninggalkan fasisme, sosialisme dan sistem lainnya, telah menjadi bagian dari sejarah. Namun tidak semua pemikir terkemuka menyetujui kesimpulan Fukuyama. Ralph Milliband, seorang intelektual sosialis Inggris, misalnya, berpendapat bahwa perkembangan kapitalisme dan demokrasi liberal justru mengarah kepada sosialisme-demokrasi di bidang ekonomi dan demokrasi sosialis di bidang politik. Dalam kenyataan dewasa ini, sosialisme sebagai ideologi masih eksis. Baik Rusia, negara-negara Eropa Timur, China, Korea Utara 22
maupun Kuba, masih resmi menyebut diri sebagai negara sosialis. Sementara itu di Amerika Latin, berkembang neo-sosialisme yang merupakan kombinasi nasionalisme ekonomi yang berkembang dari teori ketergantungan
(dependencia) dengan teologi pembebasan (liberation
ideology). Teologi pembebasan itu sendiri kombinasi antara doktrin sosial gereja Katolik dan Marxisme. Unsur sosialisme dalam sistem perekonomian Indonesia diawali dengan pembentukan BUMN dan nasionalisasi perusahan-perusahaan asing. Unsur kedua adalah pembentukan badan perencanaan ekonomi yang diawali dengan pembentukan Kelompok Pemikir Siasat Ekonomi di bawah kepemimpinan dr Adnan Kapau Gani yang diprakarsai Mohammad Hatta. Namun lembaga ini lenyap dari wacana dan kemudian dibentuk lagi sebuah biro perencanaan di bawah kendali Departemen Perindustrian dan Perdagangan pada 1953 atas prakarsa Sumitro Djojohad8ikusumo, yang secara khusus merencanakan program industrialisasi. Badan Perencanaan dalam format penuh sebagai badan perencanan pusat mulai dibentuk Presiden Soekarno pada tahun 1963. Proyek sosialisme sebagai ideologi tergantung pada reaksi terhadap tantangan neo-liberalisme di Indonesia yang berkembang dalam bentuk privatisasi dan penerapan sistem pasar bebas sebagai bagian dari gelombang globalisasi kapitalisme korporatif. Di luar Indonesia, yaitu di Amerika Latin, telah bangkit apa yang disebut neo-sosialisme. Neo-sosilisme itu mengambil dua bentuk. Pertama yang menekankan pertumbuhan ekonomi dalam sistem pasar bebas. Kedua, populisme yang menekankan program-program kesejahteraan atau “program “ Pro-rakyat “ melalui anggaran negara. 23
Sementara
itu respon
terhadap
neo-liberalisme
mengambil
bentuk
perjuangan ekonomi kerakyatan. Program ekonomi kerakyatan itu mengambil dua bentuk. Pertama, peran negara dalam pengembangan lapangan kerja melalui industrialisasi dan monetisasi perluasan dengan konsekuensi pembangunan kapasitas administrasi pembangunan dan menguatnya kekuasaan negara. Kedua, pemberdayaan ekonomi rakyat untuk mencapai kemandirian ekonomi nasional melalui inovasi bergandengan dengan program pembangunan sektor negara dalam mengurangi peran modal asing. Tidak dapat dipungkiri bahwa pemikiran Soekarno tentang prinsip Trisakti ( berdaulat secara politik, berdikari secara ekonomi, berkepribadian secara sosial budaya), marhaenisme, revolusi, neo-imperialisme, neokolonialisme, sosio-demokrasi dan sosio-nasionalisme banyak mengisnpirasi dunia ketiga . Hingga sekarang sebagian besar negara benua Afrika, Asia dan Amerika Latin yang nota bene dari proses politik dekolonisasi, banyak yang mengagumi pemikiran Soekarno. Tidaklah mengherankan apabila nama Soekarno dikenang dalam berbagai bentuk. Dapat dikatakan sosok presiden pertama Republik pertama Indonesia bukan hanya milik Indonesia, tetapi juga telah menjadi “bapak” negeri-negeri dunia ketiga, baik melalui pemikiran dan gerakan politiknya maupun emansipasi perjuangannya, yang membuat nama Soekarno berpengaruh pada abad ke-20. berkibar sebagai salah seorang tokoh dunia paling berpengaruh pada abad ke-20. Barangkali tidak berlebihan dikatakan bahwa kebangkitan sosialismer baru abad ke-21 di kawasan Amerika Latin dewasa ini dan terbentuknya Forum Sosial Dunia dalam upaya mencari “ dunia baru “ adalah warisan pemikiran 24
Soekarno yang masih terjaga dan dirawat oleh pengagumnya di tingkat global Dalam berbagai ulasan akademik, Soekarno diakui jasanya sebagai pencetus kebangkitan negara dunia ketiga. Sebagian besar konsep Soekarno diakui dan diikuti oleh beberapa pemimpin di negara dunia kertiga, namun mengapa negeri Indonesia yang dibesarkannya melupakan jasanya. Barangkali karena fobia terhadap revolusi dan sosialisme masih mengakar kuat dalam jiwa anak bangsa negeri ini yang telah puluhan tahun “ mengeyam “ propaganda Orde Baru. Karena itu sudah saatnya pemikiran Soekarno direvitalisasi dan dibumisasikan, Indonesia mengada karena jasa Soekarno.
Makalah ini dipresentasikan dalam acara diskusi “ Soekarnois, Trisakti dan Sosialisme Indonesia,” di Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, pada tanggal 6 Maret 2016.
25
Bibliografi Abdulgani, Roeslan. 1965. Sosialisme Indonesia. Jajasan Prapantja Alfian. 1978. Pemikiran dan Perubahan Politik Indonesia. Jakarta : PT Gramedia Al-Rahab, Amiruddin. 2014. Ekonomi Berdikari Sukarno. Depok : Komunitas Bambu. Jati, Wasisto Raharjo.” Soekarno dan Third-Worldism.” Prisma, Vol 32, No. 2 & 3, 2013, Hlm. 165 – 173. Lane, Max. 2007. Bangsa Yang Belum Selesai. Indonesia, Sebelum dan Sesudah Soeharto. Jakarta : Reform Institute Legge, John D. 1985. Sukarno. Sebuah Biografi Politik. Jakarta : Penerbit Sinar Harapan. Ningsih, Widya Fitria, “ Politik Memori dan Ideologisasi Sejarah Nasional : Masa Soekarno dan Soeharto,” dalam Budiawan (ed) 2013. Sejarah dan Memori . Titik Simpang dan Titik Temu. Yogyakarta : Ombak. Hlm. 1 – 20. Paharizal. 2014. Trisakti Bung Karno untuk Golden Era Indonesia. Yogyakarta : Media Pressindo. 26
Rahardjo, M Dawam,” Sosialisme Dewasa Ini,’ Prisma. Vol 32 No 2 & 3, 2013, Hlm. 83 - 92 Siswo, Iwan (Peny). 2014. Panca Azimat Revolusi. Tulisan, Risalah, Pembelaan & Pidato Sukarno 1926 – 1996 Jilid II . Jakarta : PT Gramedia. Sulistyo, Hermawan,” Revolusi dalam Pemikiran Sukarno dan Marcos,” Prisma, No. 1 Tahun XIX, 1990, Hlm. 63 – 71 Tempo. 2015. Sjahrir Peran Besar Bung Kecil. Jakarta : KPG ( Kepustakaan Populer Gramedia ) Yuwono, Ismantoro Dwi. 2014. Janji-Janji Jokowi-JK. ( Jika) Rakyat Tidak Sejahtera, Turunkan Saja Mereka ! . Yogyakarta : Media Pressindo
27