Referat
TOKOLITIK
Oleh Dr. Yandi Jayaprana Peserta PPDS Obsetri & Gienkologi
Pembimbing Dr. Yusrawati, SpOG(K)
BAGIAN SMF OBSETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PERJAN RS. DR. M. DJAMIL PADANG 2005
1
BAB I PENDAHULUAN
Persalinan atau partus adalah suatu proses fisiologi yang terjadi secara terat teratur ur,, dima dimana na teras terasaa nyer nyerii saat saat kont kontrak raksi si uter uterus us,, terja terjadi di peni penipi pisan san secar secaraa progresif dan dilatasi serviks. Penipisan dan dilatasi ini menyebabkan keluarnya janin dari uterus melalui jalan lahir.(1) Sebab-sebab terjadinya partus sampai kini masih merupakan teori-teori yang kompleks. Faktor-faktor humoral, pengaruh prostaglandin, struktur uterus, sirkulasi uterus, pengaruh saraf dan nutrisi disebut sebagai faktor-faktor yang mengakibat mengakibatkan kan partus mulai. Perubahan-p Perubahan-peruba erubahan han dalam biokimia biokimia dan fisika telah telah banyak banyak mengun mengungka gkapka pkan n mulai mulai dan berlan berlangsu gsungn ngnya ya partus partus,, antara antara lain lain penurunan kadar hormon estrogen dan progesteron. Menurunnya kadar hormon ini terjad terjadii kira-ki kira-kira ra 1-2 minggu minggu sebelum sebelum partus partus dimula dimulai. i. Kadar Kadar prostag prostaglan landin din dalam kehamilan dari minggu ke 15 hingga aterm meningkat, lebih-lebih sewaktu partus.(2) Pada akhir masa kehamilan partus ditandai oleh munculnya kontraksi uterus yang menyebabkan dilatasi serviks dan didorongnya fetus melalui jalan lahir.(3) Persalinan preterm menurut definisi WHO adalah persalinan pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu lengkap atau kurang dari 259 hari, terhitung sejak hari pertama siklus haid terakhir, atau dengan berat lahir kurang dari 2500 gram.(4) Persali Persalinan nan preterm preterm ini merupa merupakan kan salah salah satu satu penyeb penyebab ab mortal mortalitas itas dan morbiditas pada bayi dan merupakan gambaran tingkat kesehatan suatu negara. Kejadian persalinan preterm meliputi 6-8% dari seluruh kehamilan. (5)
2
BAB I PENDAHULUAN
Persalinan atau partus adalah suatu proses fisiologi yang terjadi secara terat teratur ur,, dima dimana na teras terasaa nyer nyerii saat saat kont kontrak raksi si uter uterus us,, terja terjadi di peni penipi pisan san secar secaraa progresif dan dilatasi serviks. Penipisan dan dilatasi ini menyebabkan keluarnya janin dari uterus melalui jalan lahir.(1) Sebab-sebab terjadinya partus sampai kini masih merupakan teori-teori yang kompleks. Faktor-faktor humoral, pengaruh prostaglandin, struktur uterus, sirkulasi uterus, pengaruh saraf dan nutrisi disebut sebagai faktor-faktor yang mengakibat mengakibatkan kan partus mulai. Perubahan-p Perubahan-peruba erubahan han dalam biokimia biokimia dan fisika telah telah banyak banyak mengun mengungka gkapka pkan n mulai mulai dan berlan berlangsu gsungn ngnya ya partus partus,, antara antara lain lain penurunan kadar hormon estrogen dan progesteron. Menurunnya kadar hormon ini terjad terjadii kira-ki kira-kira ra 1-2 minggu minggu sebelum sebelum partus partus dimula dimulai. i. Kadar Kadar prostag prostaglan landin din dalam kehamilan dari minggu ke 15 hingga aterm meningkat, lebih-lebih sewaktu partus.(2) Pada akhir masa kehamilan partus ditandai oleh munculnya kontraksi uterus yang menyebabkan dilatasi serviks dan didorongnya fetus melalui jalan lahir.(3) Persalinan preterm menurut definisi WHO adalah persalinan pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu lengkap atau kurang dari 259 hari, terhitung sejak hari pertama siklus haid terakhir, atau dengan berat lahir kurang dari 2500 gram.(4) Persali Persalinan nan preterm preterm ini merupa merupakan kan salah salah satu satu penyeb penyebab ab mortal mortalitas itas dan morbiditas pada bayi dan merupakan gambaran tingkat kesehatan suatu negara. Kejadian persalinan preterm meliputi 6-8% dari seluruh kehamilan. (5)
2
Disa Disamp mpin ing g kebe keberh rhasi asila lan n hidu hidup, p, masal masalah ah pent pentin ing g lain lainny nyaa pada pada bayi bayi prematur adalah mutu hidup yang bisa dicapai dengan berat badan lahir yang sangat rendah dan gangguan gangguan yang cukup bermakna baik pada jasmani maupun intelektual anak nantinya. (4,6) Tokolitik merupakan landasan dasar terapi farmakologi pada persalinan preterm. Tokolitik berfungsi untuk menghentikan kontraksi uterus selama episode tertentu tertentu persalinan persalinan (first line therapy) atau memelihara relaksasi uterus setelah episod episodee akut akut (maintenan (maintenance ce therapy) therapy).. Tuju Tujuan an yang yang diha diharap rapka kan n adala adalah h dapa dapatt memp memperp erpanj anjan ang g umur umur keha kehami mila lan n dan dan meni mening ngka katk tkan an bera beratt bada badan n lahir lahir atau atau mini minima mall
untu untuk k memp memper erpa panj njan ang g
keha kehami milan lan bersa bersama maan an deng dengan an pemb pemberi erian an
kortikosteroid yang berguna untuk pematangan paru janin. Keberhasilan terapi dipengaruhi oleh variasi maternal dan efek samping terhadap neonatus. (7)
3
BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN
A. FISIOLOGI KONTRAKSI UTERUS
Protein utama dalam kontraksi otot adalah miosin. Molekul miosin panjangnya kurang lebih 1600 A dan berbentuk monofilamen yang tebal. Secara fungsional didapatkan bagian kepala dan bagian ekor dari miosin. Bagian kepala yang berbentuk globuler merupakan :
•
Tempat dimana interaksi antara miosin dan aktin terjadi dan merupakan tempat dimana kekuatan ditimbulkan
•
Tempat dimana didapatkan ATPase dimana ATP dihidrolisa dan energi kimia diubah menjadi energi fisik
•
Tempat dari miosin rantai ringan dengan berat molekul rendah, dan bila mengalami fosforilasi akan merupakan reaksi pokok yang mengatur kontraksi, yaitu interaksi aktin miosin di otot polos
Interaksi aktin-miosin diatur oleh proses fosforilasi dan defosforilasi rantai ringan miosin (myosin light-chain). Proses ini dimulai dari didudukinya reseptor oksitosin pada uterus atau terpolarisasinya membran sel menyebabkan terbukanya kanal kalsium, sehingga kalsium ekstrasel masuk ke dalam sel, meningkatkan konsentrasi Ca2+ intra sel. Proses depolarisasi pada membran sel mengaktifkan kanal kalsium sehingga terbuka dan terjadilah influks Ca2+ ke dalam sel. Kalsium bebas intra sel akan berikatan dengan kalmodulin nonaktif, yaitu suatu protein pengatur tergantung kalsium (calsium dependent ), sehingga terbentuk kompleks Ca2+ kalmodulin, yang akan mengaktifkan enzim kinase (miosin light-chains
4
kinase) di dalam proses kinase protein tergantung pada cAMP (cAMP dependent protein kinase). Akibatnya, terjadilah fosforilasi kepala gelembung miosin yang menyebabkan dilepaskannya gugus fosfat yang digunakan untuk menghasilkan energi untuk berkontraksi. Sebaliknya, jika konsentrasi kalsium intrasel turun, maka akan terjadi disosiasi enzim miosin kinase dan kalmodulin menjadi tidak aktif sehingga terjadi proses defosforilasi yang menyebabkan relaksasi otot. (8)
B. MEKANISME PERSALINAN NORMAL(3)
Persalinan adalah semua proses yang berhubungan dengan kelahiran bayi yang mencakup pendahuluan, persiapan persalinan, proses kelahiran dan pemulihan ibu setelah persalinan. Secara perspektif biomolekuler, proses persalinan meliputi peristiwa-peristiwa final kehamilan yang dimulai ketika terjadi perubahan-perubahan morfologik dan biokimiawi tersendiri di dalam jaringan-jaringan uterus yang mempersiapkan kontraksi-kontraksi yang kuat dan terkoordinasi. Proses berlanjut dengan pengeluarkan janin, plasenta dan membranmembran janin yang kemudian diakhiri dengan pembentukan identitas morfologi dan biokimiawi uterus kembali ke identitas yang khas untuk keadaan tidak hamil. Persalinan dibagi menjadi 4 fase yang berhubungan dengan masa transisi fisiologi mayor pada miometrium dan serviks sewaktu kehamilan. Fase 0 : miometrium berada dalam keadaan tenang Fase 1 : persiapan uterus menghadapi persalinan Fase 2 : persalinan aktif Fase 3 : masa nifas
5
Fase 0: Uterus pada persalinan Bermula sebelum implantasi, fase ini mempertahankan integritas struktur serviks dengan adanya karakteristik otot polos miometrium yang inaktif. Di fase inilah kecenderungan miometrium untuk kontraksi dikontrol. Selama fase berlangsung, otot polos miometrium tidak memberikan respon terhadap stimulasi normal dan paralisis kontraktilitas relatif terjadi terhadap host dengan perubahan mekanis dan kimia yang jika tidak terjadi akan menyebabkan pengosongan uterus. Kontraktilitas miometrium yang tidak respon pada fase 0 adalah luar biasa, sehingga pada akhir kehamilan miometrium harus dibangunkan dari masa is tirahat persalinan yang lama untuk menghadapi kelahiran. Sewaktu fase 0, miometrium bertahan dalam keadaan tidak adanya kontraksi, serviks dalam keadaan tegas dan kaku. Pemeliharaan integritas struktural dan anatomis adalah penting untuk keberhasilan fase 0. Fase ini berlanjut pada 95 % pertama kehamilan normal.
Fase 1: Uterus pada persalinan Untuk mempersiapkan pasien dalam menghadapi persalinan, ketenangan uterus harus berakhir. Perubahan morfologis dan fungsi miometrium dan serviks yang
mempersiapkan
uterus
untuk
persalinan
mungkin
merupakan
penatalakasanaan alami untuk menghentikan fase 0, tapi apapun mekanisme yang terjadi, kapasitas sel miometrium disusun ulang, sensitivitas uterotonin akan berkembang dan terjadi hubungan inter seluler. Oleh karena kapasitas fungsional otot polos miometrium untuk berkontraksi telah dilaksanakan dan serviks telah matang, fase 1 berubah secara bertahap ke fase 2 yaitu pada fase aktif.
6
Fase 2: Persalinan aktif Persalinan aktif dimulai dengan mulainya proses persalinan, yaitu kontraksi-kontraksi uterus yang teratur, kuat dn terasa nyeri yang menghasilkan dilatasi serviks dan turunnya janin, serta berakhirnya dengan kelahiran konseptus.
Fase 3: Masa nifas Mulai setelah lahirnya konseptus, dengan kontraksi menetap uterus yang menjamin hemostasis nifas, dan berlanjut sampai involusi lengkap uterus, suatu proses yang mengembalikan organ ini ke keadaan tidak hamil.
C. PERSALINAN PRETERM
Persalinan preterm merupakan salah satu penyebab mortalitas dan morbiditas pada bayi dan merupakan gambaran tingkat kesehatan suatu negara. Persalinan preterm menurut WHO adalah persalinan pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu atau kurang dari 259 hari, terhitung sejak hari pertama siklus haid terakhir, atau dengan berat lahir kurang dari 2500 gram. (4,6) Di negara maju angka kejadian kelahiran bayi prematur ialah sekitar 6-7%. Di Amerika Serikat angka kejadian bayi prematur adalah 12% atau 1 di antara 8 bayi yang dilahirkan. Dari 130 juta bayi yang dilahirkan setiap tahun di dunia, 28% meninggal dunia karena dilahirkan prematur, sementara di negara-negara Asia Selatan 18 juta (14%) bayi dilahirkan dengan berat badan rendah setiap tahun dan menjadi 60-80% penyebab kematian pada neonatus. (9) Di Indonesia angka kejadian persalinan preterm dan berat badan lahir rendah 10-20% (10) telah ikut berperan dalam meningkatkan mortalitas dan morbiditas neonatus yang
7
menurut catatan WHO tahun 2003 telah mencapai 29% dengan 94.500 kematian neonatus pada tahun itu. (11) Masalah
penting
yang
dihadapi
pada
bayi
prematur
mencakup
keberhasilan hidup dan mutu hidup yang bisa dicapai karena tampak jelas bahwa gangguan yang cukup bermakna baik pada keadaan jasmani maupun intelektual akan mengenai banyak anak semacam itu. Gilstarp dkk. (1985) di San Antonio melaporkan keberhasilan hidup dan morbiditas jangka pendek untuk 105 bayi yang dilahirkan dari kehamilan 23 hingga 32 minggu di antara tahun 1979 dan 1984 adalah 82% namun delapan dari sembilan bayi yang dilahirkan dari kehamilan 24 hingga 26 minggu mengalami perdarahan intrakranial ringan hingga berat dan tujuh bayi juga menderita fibroplasia retrolental dengan intensitas yang bervariasi. Yu dkk (1986) di Melbourne melaporkan keberhasilan hidup pada 343 bayi dengan berat badan lahir rendah antara tahun 1977 dan 1984 adalah masih dimungkinkan pada bayi yang dilahirkan sampai usia 23 minggu, namun 50% di antaranya akan mengalami gangguan cacat setelah 2 tahun berupa cerebral palsy, retardasi, buta dan tuli neurosensorik. Hack dan Fanaroff (1986) di Cleveland melaporkan hasil penelitian mereka terhadap bayi yang dilahirkan dengan berat badan kurang dari 750 gram yaitu 56 bayi yang tidak mendapatkan perawatan intensif meninggal sementara 11 dari 41 yang mendapat perawatan intensif tetap hidup ketika pulang dari rumah sakit namun sepertiganya memiliki gangguan atau cacat neurosensorik sedang hingga berat. (6) Persalinan preterm berhubungan dengan banyak faktor resiko yang dapat bermanifestasi pada waktu bersamaan. Faktor resiko tersebut adalah:(6,12)
8
1. Riwayat persalinan preterm sebelumnya atau abortus lanjut. Wanita yang pernah melahirkan jauh sebelum aterm mempunyai resiko lebih besar untuk mengalami hal yang sama meskipun tidak ditemukan faktor resiko lainnya. 2. Infeksi, misalnya korioamnionitis, bakterial vaginosis, penyakit menular seksual, infeksi saluran kemih, bakteriuria asimptomatik, dan pielonefritis akut. Meskipun insiden yang tepat mengenai persalinan preterm
tidak
diketahui, terdapat semakin banyak bukti yang menunjukkan bahwa kemungkinan sepertiga dari kasus-kasus persalinan preterm berkaitan dengan infeksi membran korioamnion. Kasus-kasus ini mempunyai hubungan dengan ruptura preterm selaput ketuban di samping dengan persalinan preterm idiopatik. 3. Faktor epidemiologi berupa usia ibu hamil <18 tahun atau >40 tahun, status sosial ekonomi rendah, penyalahgunaan obat-obatan, merokok, konsumsi alkohol, dan keadaan hidup penuh stress, misalnya kekerasan di rumah tanga, kehamilan tidak diinginkan atau kematian keluarga dekat. 4. Ruptura spontan selaput ketuban. Persalinan spontan yang jauh sebelum aterm umumnya didahului oleh ruptura spontan selaput ketuban. Penyebab ruptura spontan ini jarang diketahui, tetapi infeksi setempat sering ditemui t erlibat pada banyak persalinan preterm. 5. Anomali hasil pembuahan. Malformasi janin atau plasenta bukan hanya merupakan faktor predisposisi terjadinya retardasi pertumbuhan janin tetapi juga meningkatkan kemungkinan persalinan aterm. 6. Uterus yang overdistensi pada polihydramnion, khususnya kalau bersifat akut akan meningkatkan resiko persalinan preterm.
9
7. Kematian janin yang terjadi sebelum aterm umumnya dapat diikuti oleh persalinan preterm spontan. 8. Inkompetensi serviks. Pada wanita dengan kehamilan yang jauh dari aterm, serviks yang inkompeten dapat menipis dapat menipis dan berdilatasi bukan sebagai akibat dari peningkatan aktivitas uterus melainkan akibat dari kelemahan intrinsik serviks. 9. Kelainan pada fetus, misalnya intrauterine fetal death, intrauterine growth retardation, dan anomali kongenital. 10. Retensio IUD, kemungkinan persalinan preterm meningkat secara nyata kalau kehamilan terjadi sementara pasien menggunakan alat kontrasepsi dalam rahim (IUD). 11. Kelainan maternal berupa kehamilan ganda atau penyakit sistemik seperti hipertensi dan insulin dependent diabetes. 12. Induksi persalinan elektif. Perkiraan usia gestasional yang keliru dapat menyebabkan kekhawatiran yang tidak semestinya mengenai kemungkinan kehamilan postterm, atau menimbulkan desakan yang cukup besar dari pasien agar dokter melakukan tindakan. 13. Anomali uterus, berupa abnormalitas saluran müller, fibroid uterus, namun hal ini sangat jarang terjadi namun dapat ditemukan pada kasus-kasus persalinan preterm. 14. Sebab-sebab yang tidak diketahui.
Dari keseluruhan faktor resiko tersebut, riwayat melahirkan sebelumnya memegang peranan paling penting dan merupakan faktor resiko terkuat terhadap
10
persalinan preterm. Dengan resiko awal 8% terhadap kemungkinan terjadinya persalinan preterm, resiko terhadap persalinan prete rm beurlang setelah persalinan preterm 1, 2 dan 3 berturut-turut adalah 15%, 30%, dan 45%. Beberapa dari resiko di atas dapat bermanifestasi pada waktu bersamaan, seperti endocervicitis oleh chlamydia dan perdarahan di trimester ketiga. (5,12) Bayi prematur digolongkan atas: (10) 1. Prematuritas murni, apabila umur kehamilan kurang dari 37 minggu dengan berat badan sesuai dengan umur kehamilan. 2. Small for gestational age, apabila bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari berat badan semestinya menurut umur kehamilannya.
Diagnosa persalinan kurang bulan
Pada beberapa kasus persalinan preterm sulit untuk dibedakan secara dini persalinan sebenarnya atau tidak,
sebelum timbul kontraksi uterus yang
mengakibatkan penipisan dan pembukaan serviks yang progresif. Tanda-tanda yang dipakai untuk mengidentifikasi persalinan preterm ialah:
(2,6)
1. kontraksi uterus berlangsung setidaknya setiap 10 menit dan berlangsung selama 30 detik dan berlangsung selama 30 detik atau lebih 2. adanya dilatasi serviks yang progresif, pada primigravida pembukaan 3 cm atau lebih dan pada multigravida pembukaan 4 cm atau lebih keluarnya cairan lendir bercampur darah dari kemaluan 3. penipisan serviks 80% atau lebih.
11
Penatalaksanaan persalinan preterm (6,12)
A. Penilaian awal terhadap pasien terhadap kemungkinan terjadinya persalinan preterm 1. Kondisi janin (jumlahnya, letak/presentasi, taksiran berat janin, hidup/gawat janin/mati, kelainan kongenital, dan sebagainya) dengan USG 2. Umur kehamilan, karena lebih bisa dipercaya untuk menentukan prognosis dari pada berat janin 3. Fasilitas dan petugas yang mampu menangani calon bayi terutama adanya seorang neonatalogis, bila dirujuk. 4. Kemungkinan terjadinya ruptur membran 5. Demam atau tidak 6. Letak plasenta untuk antisipasi irisan seksio sesarea 7. Dilatasi serviks 8. Vaginal bleeding 9. Aktivitas uterus B. Mencari faktor resiko C. Prinsip pentalaksanaan:
•
Coba hentikan kontraksi uterus/penundaan kelahiran
•
Persalinan berjalan terus dan siapkan penanganan selanjutnya
D. Mempertimbangkan strategi penatalaksanaan, yaitu a. Terapi tokolitik intravena (keputusan harus dipengaruhi oleh faktor usia, penyebab persalinan preterm, dan kontraindikasi) b. Jika terapi tokolitik digunakan, pasien harus diawasi terhadap efek samping yang dapat terjadi
12
c. Terapi kortikosteroid, misalnya betamethasone dalam dosis 12 mg intra muskuler setiap 24 jam dengan total dua dosis. d. Terapi antibiotik jika infeksi spesifik ditemukan.
Terapi tokolitik (12)
Terapi
tokolitik
menawarkan
keuntungan
jangka
pendek
pada
penatalaksanaan persalinan preterm. Penundaan kelahiran dapat digunakan dengan pemberian kortikosteroid untuk meningkatkan maturitas paru-paru dan mengurangi fetal respiratory distress syndrome, dan untuk mengurangi resiko intraventricular hemoragi. Penundaan dapat juga digunakan untuk memfasilitasi pemindahan pasien ke unit perawatan yang lebih ekstensif. Belum ada penelitian yang menunjukkan perbaikan tingkat kelangsungan hidup, morbiditas atau mortalitas perinatal jangka panjang, atau keberhasilan neonatal pada penggunaan tunggal terapi tokolitik saja.
Ada beberapa golongan obat-obatan tokolitik yang sudah tersedia. Terapi tokolitik juga dapat digunakan untuk komplikasi maternal. Obat-obatan ini hanya digunakan jika lebih banyak keuntungan daripada resiko yang akan diperoleh. Kontraindisi tokolitik termasuk eklampsia atau preeklampsia tingan, kematian fetal, chorioamnionitis, gangguan pada maturitas fetal dan
hemodinamik
maternal.
Kriteria untuk menggunakan terapi tokolitik bervariasi untuk tiap-tiap ahli. Kontraksi uterus regular dan perubahan serviks (dilatasi) dapat menjadi kriteria utama yang banyak dipakai. Dilatasi kurang dari 3 cm berhubungan dengan hasil
13
efektifitas terapi yang minimal. Terbutaline oral (Bricanyl) yang diberikan setelah tokolitik parenteral tidak berhubungan dengan perpanjangan masa kehamilan atau mengurani kejadian dari persalinan preterm yang ada.
Terapi Kortikosteroid
Dexamethasone and betamethasone adalah pilihan kortikosteroid yang digunakan pada terapi antenatal. Terapi kortikosteroid untuk maturitas fetal mengurangi mortalitas, respiratory distress syndrome dan intraventricular hemoragi pada infant di antara 24 dan 34 minggu masa gestasi. Bukti yang kuat menunjukkan bahwa keuntungan neonatal dimulai pada 24 jam dan berakhir lebih dari tujuh hari setelah pengobatan. Tidak ada data yang menyebutkan keuntungan klinis tersebut bertahan lebih dari tujuh hari pengobatan. Keuntungan atau resiko pemberian ulang kortikosteroid setelah tujuh hari masih belum diketahui.
Tidak terdapat efek samping jangka panjang terhadap maternal atau neonatal yang telah dilaporkan sehubungan dengan terapi kortikosteroid. Maternal pulmonary edema dapat terjadi jika kortikosteroid antenatal digunakan dalam kombinasi dengan obat-obatan tokolitik. Komplikasi ini lebih sering berhubungan dengan infeksi maternal, kelebihan cairan dan gestasi multiple. Pulmonary edema belum dilaporkan ketika kortikosteroid digunakan secara tunggal.
Istirahat total
Meskipun istirahat total sering disarankan pada wanita dengan resiko tinggi terhadap persalinan preterm, tidak ada penelitian yang membuktikan
14
keuntungan hal ini. Meta analisis terbaru menemukan tidak adanya keuntungan terhadap istirahat total terhadap pencegahan persalinan preterm. Bagan Penatalaksanaan Persalinan Preterm(13) Kriteria
Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan kurang dari 37 minggu (antara 20-37 minggu) atau dengan berat janin kurang dari 2500 gram
Polindes
Penatalaksanaan Konfirmasi umur kehamilan
Konseling Berikan indomethasin per rektal Puskesmas
Rujuk Konfirmasi umur kehamilan Melakukan perkiraan berat badan janin Menilai apa masih mungkin diberikan tokolitik Konseling Berikan tokolitik (IV/drip)
Rumah sakit
Rujuk Pemeriksaan ultrasonograsfi (umur kehamilan, presentasi, malformasi, lokasi plasenta, kesejahteraan janin) Penilaian apakah bisa dipertahankan (kontraksi uterus, pembukaan serviks). Tentukan adanya faktor komplikasi
Bisa dipertahankan
• •
Tirah baring Pemberian obatobatan tokolitik/ beta mimetik • Evaluasi berkala
Tidak bisa dipertahankan
•
Pemberian obatobatan pematangan paru paru janin • Deksametason, 5 mg tiap 12 jam (IM) sampai 4 dosis atau • Betametason, 12 mg tiap 24 jam (IM) sampai 2 dosis Monitor keadaan janin, evaluasi rencana persalinan.
15
Bila ada fetal distress, letak sungsang-seksio sesarea. Bila janin baik, monitor persalinan Monitor persalinan, awasi pemberian analgesi, anastesi Lakukan episiotomi yang cukup lebar. Konsultasi dengan neonatologis Perawatan intensif bayi Termoregulasi/metoda kanguru
D. UPAYA MENGHENTIKAN KONTRAKSI UTERUS
Kemungkinan obat-obat tokolitik hanya berhasil sebentar tapi penting untuk dipakai memberikan kortikosteroid sebagai induksi maturitas paru bila usia gestosis kurang dari 34 minggu. Intervensi ini bertujuan untuk menunda kelahiran sampai bayi cukup matang. Penundaan kelahiran ini dilakukan bila : 1. Umur kehamilan kurang dari 35 minggu 2. Pembukaan serviks kurang dari 3 cm 3. Tidak ada amnionitis, preeklampsia atau perdarahan yang aktif 4. Tidak ada gawat janin
Apabila pasien akhirnya masuk rumah sakit dan dirawat maka lakukan evaluasi terhadap his dan pembukaan, lalu a. Berikan kortikosteroid untuk memperbaiki kematangan paru janin b. Berikan 2 dosis betamethason 12 mg IM selang 12 jam (atau berikan 4 dosis deksamethason 5 mg IM selang 6 jam c. Steroid tidak boleh diberikan bila ada infeksi yang jelas d. Pemberian antibiotik, mungkin berhasil pada kasus dengan resiko infeksi tinggi. Organisme yang menyebabkan adalah bakteri golongan aerob gram (+)
16
dan (-), anaerob dan lain-lain yang berasal dari flora normal vagina/rektum, dan terkadang faktor eksogen akibat tindakan-tindakan yang aseptik (yang tersering grup A streptokokus).
Persalinan Berlanjut(6)
Bila tokolisis tidak berhasil, lakukan persalinan dengan upaya optimal. Jangan menghentikan kontraksi uterus bila :
•
Umur kehamilan lebih dari 35 minggu
•
Serviks terbuka lebih dari 3 cm
•
Perdarahan aktif
•
Janin mati dan adanya kelainan kongenital yang memungkinkan hidup kecil
•
Adanya khorioamnionitis
•
Preeklampsia
•
Gawat janin
Monitor kemajuan persalinan memakai partograf. Hindarkan pemakaian vakum untuk melahirkan (sebab resiko perdarahan intrakranial pada bayi prematur cukup tinggi). Persiapkan menolong bayi prematur, asfiksia bisa memperburuk penyakit membran hialin dan komplikasi prematur dan lain-lain. Bila mungkin rujuk pada tempat untuk perawatan yang lebih mampu.
17
BAB III TOKOLITIK
18
Tokolitik berasal dari kata toco yang berarti kontraksi dan lytic yang berarti penghilangan. Tokolitik merupakan sekelompok obat-obatan yang digunakan untuk menekan persalinan preterm. (14) Sejauh ini tokolitik mempunyai andil yang besar dalam mengurangi kematian perinatal dari 60% menjadi 40% pada bayi prematur yaitu bayi yang dilahirkan melalui persalinan yang terjadi lebih cepat dari 37 minggu dari kehamilan lengkap atau pada bayi dengan berat badan 2500 gram kebawah.(12)
Obat-obat tokolitik belum terbukti efektif digunakan untuk mencegah terjadinya kelahiran prematur atau menurunkan mortalitas dan morbiditas neonatus. Namun hasil terbaik dari kelompok obat-obatan ini adalah dapat menunda kelahiran untuk 48 jam agar manfaat maksimal dari glukokortikoid terhadap paru-paru fetus dapat tercapai. Kebanyakan tokolitik dapat memberikan efek ini apabila membran paru dalam keadaan intak. Bagaimanapun juga, pada beberapa penelitian, efektifitas dari tokolitik hanya sedikit lebih baik daripada istirahat total dan hidrasi, keduanya lebih sedikit menimbulkan efek samping daripada tokolitik.(15)
Persalinan preterm kadangkala sulit untuk didiagnosa. Penggunaan obatobat tokolitik harus digunakan secara selektif dan disertai dengan monitoring karena merupakan lethal medications. Keputusan untuk menggunakan tokolitik harus memperhitungkan manfaat yang didapat fetus. Mortalitas dan morbiditas neonatus sangat dipengaruhi oleh usia kehamilan. Sampai usia kehamilan 23 minggu, neonatus tidak memiliki kelangsungan hidup dan hanya sedikit kemungkinan untuk bertahan dengan adanya komplikasi klinis yang lain. Resiko
19
mortalitas dan morbiditas neonatus menjadi lebih rendah setelah kehamilan lengkap 34 minggu dimana tokolitik tidak dianjurkan pada usia kehamilan lebih dari 34 minggu. Di antara minggu ke 24 dan 33 kehamilan, neonatus memiliki kesempatan lebih besar untuk bertahan hidup. Berikut ini dapat dilihat kelangsungan hidup, morbiditas mayor jangka pendek, dan intak survival jangka panjang oleh usia kehamilan.(5,6)
Table. Morbiditas dan mortalitas neonatus oleh usia kehamilan. (5)
Gestasi Usia, Minggu
Kelangsungan hidup
Respiratory Distress Syndrome
Hemoragi Intraventricular
Sepsis
Enterocolitis Nekrotikan
Intak
24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
40% 70% 75% 80% 90% 92% 93% 94% 95% 96% 97%
70% 90% 93% 84% 65% 53% 55% 37% 28% 34% 14%
25% 30% 30% 16% 4% 3% 2% 2% 1% 0% 0%
25% 29% 30% 36% 25% 25% 11% 14% 3% 5% 4%
8% 17% 11% 10% 25% 14% 15% 8% 6% 2% 3%
5% 50% 60% 70% 80% 85% 90% 93% 95% 96% 97%
Terapi tokolitik berdasarkan efektifitas terapinya berfungsi untuk menghentikan kontraksi uterus selama episode tertentu persalinan (first line therapy) atau memelihara relaksasi uterus setelah episode akut (maintenance therapy). Ada lima kelas terapi tokolitik untuk mengatasi kontraksi uterus pada persalinan preterm yaitu β mimetik, calsium channel blocker, magnesium sulfat, nonsteroid antiinflammatory drugs (NSAIDs), dan ethanol. (7)
I. β mimetik (16)
20
Golongan ini merupakan tokolitik yang pertama kali digunakan dalam perawatan persalinan preterm. Preparat β mimetik atau disebut juga agonis β adrenergik terbagi dua yaitu β1 dan β2 adrenergik. β1 dominan kerja dalam otot jantung dan intestinum. β2 adrenergik bekerja dominan dalam myometrikum, pembuluh darah dan bronchiolus. Kerja βmimetik ini meningkat konversi ATP menjadi AMP siklik dalam sitoplasma yang selanjutnya akan memicu sejumlah reaksi yang menurunkan kadar ion Ca intra sel sehingga menghambat aktivitas protein kontraktil. β mimetik merupakan obat yang paling efektif untuk menghambat kontraksi utreus pada persalinan kurang bulan. β mimetik yang banyak digunakan adalah 1.
Isoksuprinol (duvadilan) Diberikan perinfus dengan tetesan 0,25-0,5 mg/mnt. Setelah 2 jam kontraksi menghilang dilanjutkan dengan pemberian intramuskular 10 mg tiap 3-6 jam selama 24 jam. Kemudian dilanjutkan dengan peroral 10-20 mg setiap 6 jam selama 3 hari.
2.
Terbutalin (bricasma)(17) Terbutalin merelaksasi uterus. Dapat diberikan dalam bentuk oral atau injeksi subkutan. Efek samping penggunaan terbutalin berupa peningkatkan denyut jantung menjadi 90-110 denyut permenit, peningkatan kadar gula darah, palpitasi, nausea, konstipasi, dan sakit kepala.
3.
Orciprenalin (alupent)
4.
Feniterol (berotec)
5.
Hexoprenalin (ipradol)
6.
Ritrodine (delaprem)(18)
21
•
Digunakan pada persalinan preterm dengan usia kehamilan 20-34 minggu, dan dapat digunakan pada keadaan darurat persalinan preterm.
•
Dosis awal 0,1 mg/menit (0,33mL/menit atau 20 tetes/menit) kemudian dosis ditingkatkan 0,05 mg/menit (0,17mL/menit) setiap 10 menit sampai efek terapi yang diinginkan tercapai kemudian dilanjutkan dengan pemberian oral dengan dosis 1 tablet (10 mg) tepat 30 menit sebelum pemberian intravena dihentikan. Dosis anjuran untuk pemberian 24 jam pertama adalah 1 sampai 2 tablet setiap 2 jam. Setelah itu 1-2 tablet (10-20 mg) setiap 4-6 jam. Dosis maksimal tidak boleh melewati 120 mg.
•
Efek samping yang dapat ditimbulkan dapat berupa sedikit peningkatan denyut jantung, palpitasi, tremor, nausea, kemerahan pada kulit, dan aritmia jantung (1%). Gangguan hati yang menetap pernah dilaporkan pada <1% kasus pada penggunaan ritordine.
7.
Salbutamol (albuterol)
Obat-obatan ini sangat efektif dengan pemakaian secara intravena maupun oral. Akan mencapai efektifitas penuh dalam beberapa menit sesuai dengan konsentrasi darah. Dalam pengobatan dianjurkan pemberian secara intravena sampai his menghilang dan kemudian dilanjutkan dengan pemberian intramuskular dan peroral. II. Calsium channel blocker (16,17) Aktifitas myometrium tergantung sekali dengan kadar ion Ca dalam sitoplasma. Dimana kerja ion Ca dalam sitoplasma mengaktifkan aktin dan myosin. Masuk kedalam sitoplasma melewati suatu pintu membran khusus.
22
Kalsium antagonis yang dikenal dengan preparat nifedipin bekerja menghambat masuknya ion Ca melewati pintu membran sitoplasma. Sehingga dengan penurunan kadar ion Ca akan menghambat timbulnya kontraksi myometrium. Farmakologi nifedipine: -
Nifedipine akan mencapai puncak konsentrasi dalam plasma setelah 30 sampai 60 menit setelah pemberian secara oral, namun pemberian sublingual dapat memberikan hasil yang lebih cepat dalam darah.
-
Pemberian nifedipine sublingual dengan dosis awal 10 mg harus diulangi setelah 20 menit pemberian dan diulangi lagi 20 menit kemudian apabila kontraksi uterus masih berlangsung. Pemberian oral dimulai dari 10 sampai 20 mg setiap 4 sampai 6 jam.
-
Pada sebuah penelitian Ulmsten et al (1980) penggunaan nifedipine dapat memperlambat persalinan sampai 3 hari.
Efek samping yang ditimbulkan:
•
Pada ibu hamil dapat menimbulkan penurunan tekanan darah, kemerahan pada kulit, nausea, dan sakit kepala
•
Pada fetus dapat menyebabkan penurunan PO 2 dalam arteri
III. Magnesium sulfat(16,17,19) Selain digunakan sebagai pengobatan pre eklamsia, magnesium sulfat juga telah digunakan sebagai tokolitik sebagai first line therapy selama dua dekade terakhir ini dan sedang banyak diteliti efektifitas terapinya di berbagai pusat penelitian di Eropa dan Amerika Serikat. Mekanisme tokolitik yang ditimbulkan kelompok ini berupa:
23
•
Bersaing dengan calsium untuk mendapatkan celah di luar membran retikulum sarkoplasma yang akan mecegah peningkatan pemakaian calsium intraselular untuk kontraksi
•
Meningkatkan pengeluaran cAMP intraseluler
•
Mempengaruhi neuromuskuler junction untuk mengurangi pelepasan asetilkolin dan sensitivitas dari endplate pada neuromuskuler junction tersebut
Farmakologi magnesium sulfat: -
Dosis awal 4-6 gr selama 15-20 menit (1 gr MgSO4 = 98 mg = 8.12 mEq = 4.06 mmol) yang diikuti dengan dosis maintenance 1-3 gr/jam
-
Pemberian dengan infus 1 sampai 4 gr/jam
-
Tingkat terapi serum dicapai pada 2 sampai 2.8 mmol/L (5.0 sampai 7.0 mg/100 ml)
-
Jika telah berhasil, kurangi dosis atau ganti dengan obat-obatan oral
Efek samping yang ditimbulkan:
•
Lebih sedikit dan lebih ringan dibandingkan golongan beta adrenergik, jika MgSO4 ditambahkan pada ritodrine dapat menurunkan angka kejadian.
•
Pada ibu hamil dapat menimbulkan kemerahan pada kulit, nyeri dada, palpitasi, hipotensi, edema paru, nausea, penglihatan kabur, sedasi, hipotermia, dan hipermagnesemia apabila telah ada gangguan ginjal sebelumnya.
•
Toksisitas tingkat serum: o
8 - 10 mg/100 ml
: kehilangan refleks tendon
24
o
10 – 15 mg/100 ml : depresi pernafasan
o
> 15 mg/100 ml
: pelebaran gelombang QRS dan mempertinggi
interval PR dan menyebabkan cardiac arrest
•
Pada fetus dan neonatus penggunaan magnesium sulfat untuk tokolitik menyebabkan
depresi pernafasan pada konsentrasi magnesium di
umbilical cord 4 dan 11 mg/100 ml (Liphitz and English, 1967). Terapi magnesium
sulfat
yang
lebih
dari
7
hari
dapat
menyebabkan
demineralisasi tulang panjang pada 50% fetus (Holocomb et al, 1991).
IV. Nonsteroid anti-inflammatory drugs (NSAIDs)(16,20) Yaitu indometasin yang merupakan derivat asam asetat indol atau disebut juga sebagai antiprostaglandin. Obat ini bekerja menghambat pembentukan prostaglandin sehingga mekanisme kerja prostaglandin untuk meningkatkan konsentrasi ion Ca dalam sel-sel myometrium dan memacu aktifitas kerja enzim myosinase kinase (MLCK) terjadi dalam “gap junction” sel myometrium juga terhambat dan akan menyebabkan aktifitas kontraksi sel-sel otot uterus menjadi lebih lama. Efek samping yang ditimbulkan oleh obat ini berupa penutupan cepat dari duktus arteriosus dan penurunan dari perfusi ginjal yang akanb mengarah pada penurunan cairan amnion pada fetus. Karena itu penggunaannya dibatasi untuk terapi tokolitik pada persalinan preterm. Namun demikian pada penelitian Teixeira dkk. (1994) menyebutkan bahwa aktivitas prostaglandin yang melibatkan enzim siklooksigenase ternyata dapat diidentifikasi melalui dua jalur yaitu siklooksigenase 1 (COX-1) dan siklooksigenase 2 (COX-2). Penghambatan
25
aktivitas prostaglandin pada COX-2 oleh NSAIDs dipercaya dapat meminimalisir efek samping di atas. Preparat NSAIDs yang selektif inhibitor ini adalah nimesulide dan telah dibuktikan dapat menghambat persalinan preterm (Sawdy, 1997). Namun pada penelitian Lim dkk. (1997) dengan objek percobaan tikus melaporkan adanya gangguan reproduksi termasuk proses ovulasi, fertilisasi, implantasi dan desidualisasi. Efek samping selektif inhibitor COX-2 pada manusia sampai sekarang masih diteliti. Farmakologi indometasin:
•
Diserap dan mencapai konsentrasi plasma pada 1 sampai 2 jam setelah pemberian oral dan rektal.
•
Melewati sawar plasenta dan konsentrasi serum di arteri umbilical dan konsentrasi materbal tercapai setelah 5 jam pemberian oral.
•
Lebih dari 90% obat ini mengikat protein pada neonatus.
•
Dapat menghambat persalinan 24-48 jam namun pernah dilaporkan 72 jam oleh Duedly dan Hardie (1985)
•
Dosis awal dengan pemberian rektal 100mg yang dikuti dengan dosis maintenance 25 mg oral setiap 6 jam.
Efek samping yang ditimbulkan: -
Pada ibu hamil dapat menyebabkan hemoragi post partum, gangguan gastrointestinal, sakit kepala, depresi dan psikosis.
-
Pada fetus dan neonatus dapat menyebabkan konstriksi duktus arteriosus yang mengarah pada hipertensi pulmonal pada neonatus.
V. Ethanol
26
Banyak teori yang menjelaskan etanol dapat menghentikan persalinan preterm. Pada mulanya etanol sebabkan merintangi pelepasan oksitosin dari neurohipofise. Sebagian para ahli menjelaskan fungsi etanol mungkin memiliki efek depresi langsung pada myometrium. Tapi preparat ini tidak baik untuk ibu maupun janin dapat menyebabkan mabuk. (16)
Preparat tokolitik lain yang digunakan sekarang ini: 1. Progesteron(16) Progesteron dan preparat progestin sintetik, diduga oleh para ahli menghambat rangsangan kontraksi sel-sel myometrium. Tapi sejauh ini preparat tersebut belum meyakinkan efektif digunakan secara klinis. Penggunaan progesteron pada kehamilan preterm masih merupakan kontroversi dimana pada meta analisis literatur diindikasikan progesteron agent meningkat pada kelahiran preterm. Efek tokolitik progesteron diduga merupakan efek antagonis prostaglandin F2α dari stimulasi α adrenergik dan mempunyai peran memblok perkembangan gap junction yang penting untuk aktivitas otot. Secara natural progesteron terdapat pada ibu dan bayi. Pemberiannya sangat mudah yaitu 50 mg tiap 8-12 jam. 2.
Oksitosin Antagonis (Atosiban)(14,16) Merupakan tokolitik
baru, dimana dalam penelitian awal disebutkan
bekerja menghambat aktifitas oksitosin reseptor dalam sel myometrium. Tabel. Pemakaian obat tokolitik untuk menghentikan kontraksi
Obat Salbutamol
Dosis awal 10 mg dalam larutan NaCl atau
Dosis selanjutnya Bila kontraksi masih ada, tingkatkan
27
Efek samping dan hal yang harus diperhatikan Takhikardi ibu: kurangi tetesan bila nadi
ringer laktat. Mulai infus 10 tetes per menit
MgSO4
Berikan dosis awal 6g
tetesan infus 10 tetes per menit setiap 30 menit sampai kontraksi stop atau nadi ibu melebihi 120/menit. Bila kontraksi stop, jaga tetesan tersebut paling tidak 12 jam setelah kontraksi uterus terakhir. Maintenance ventolin per oral 3X4 mg/hari. Paling sedikit 7 hari. Diikuti dosis selanjutnya 2 g/jam
Nifedipin
20 mg oral
3 X 20 mg
Nitrat
10 mg sublingual
20 mg oral
120/menit, hati pemakaian pada ibu anemia. Edema paru ibu: dapat terjadi bila memakai steroid bersamaan dengan salbutamol. Batasi air, jaga keseimbangan cairan dan hentikan obat.
Hati-hati untuk hipermagnesia untuk janin dan ibu. Lakukan kontrol dengan pemeriksaan refleks dan respiratory rate dan produksi urin Lemas, hipotensi Pusing/sakit kepala, mual
Bila his tak bisa dihentikan pertimbangkan melakukan rujukan pada tempat yang mampu merawat neonatal dengan berat < 2000 gram Tabel. Penggunaan tokolitik pada persalinan preterm (22) Jenis Tokolitik β mimetik, nilidrin,
Tipe Fenoterol, hexoprenalin,
Mekanisme kerja Menghambat reseptor β1
ritrodin, salbutamol,
Isoksuprin
dan β2, meningkatkan
terbutalin
cAMP intrasel, peningkatan reduksi initial cAMP dalam kalsium intrasel,
Ca Bloker
Nicardipin, nifedipin
menghambat kontraksi otot Mencegah masuknya kalsium pada otot polos dengan memblok chanel kalsium dan meningkatkan pengeluaran kalsium
Magnesium
Magnesium oksida
intrasel Pada dosis tinggi
Magnesium glukonat,
Magnesium klorida
menggantikan kalsium pada
magnesium sulfat
retikulum sarkoplasmik dengan meningkatkan
28
waktu depolarisasi antara kontraksi dan menurunkan NSAID
kekuatan kontraksi Menghambat produksi
Indometasin
prostaglandin
Penggunaan tokolitik yang dianjurkan
Berikan obat-obat tokolitik tidak lebih dari 48 jam. Monitor keadaan janin dan ibu (nadi, tekanan darah, tanda distress nafas, kontraksi uterus, pengeluaran cairan ketuban atau darah pervaginam, djj, balans cairan, gula darah) Syarat-syarat pemberian tokolitik:(6) 1. Usia kehamilan 28-37 minggu 2. Pembukaan serviks tidak lebih dari 4 cm 3. Adanya kontraksi uterus dua kali dalam 15 menit 4. Janin dalam keadaan baik 5. Tidak ada kontraindikasi pemberian obat agonis adrenergik β
Kontra indikasi pemberian tokolitik: (6,21)
•
Umur kehamilan kurang 28 minggu
•
Solusio plasenta dan plasenta previa
•
Infeksi intra uterin
•
Febris yang tak diketahui sebabnya
•
Pertumbuhan janin terhambat
•
Penyakit jantung
•
Hipertensi dalam kehamilan
•
Penyakit paru, hipertiroid, diabetes mellitus
29
Untuk menyingkirkan kontra indikasi tersebut perlu pemeriksaan khusus seperti : -
hematokrit, lekosit, gula darah sewaktu
-
EKG, foto torak
Kerugian terapi tokolitik (22)
Kerugian terapi tokolitik meliputi efek samping yang muncul dengan pemberian obat-obat tokolitik yang dapat berdampak pada ibu hamil, fetus dan neonatus nantinya. Kerugian maternal 1. Gangguan kardiovaskuler Gangguan kardiovaskuler termasuk aritmia, gagal jantung, infark miocard dapat muncul pada pemberian β mimetik. 2. Gangguan metabolik Gangguan metabolisme dapat muncul pada pasien yang mendapatkan tokolitik golongan β mimetik seperti hiperglikemia dan hipokalemia.
3. Gangguan gastrointestinal Pemberian β mimetik, calcium channel blocker , magnesium sulfat, dan ethanol dapat berdampak terhadap keluhan-keluhan gastrointestinal. 4. Gangguan psikologis Pada pemberian β mimetik dapat menimbulkan gangguan psikologis berupa depresi.
30
Kerugian fetus dan neonatus 1. Takikardia Pada ibu yang mendapatkan β mimetik dapat berdampak pada peningkatan denyut jantung fetus yang menyebabkan takikardia. 2. Konstriksi duktus/regusgitasi trikuspidal Yaitu pada ibu yang mendapatkan NSAIDs. Kelainan ini tidak muncul pada pemberian β mimetik.
KESIMPULAN
•
Persalinan atau partus adalah suatu proses fisiologi yang terjadi secara teratur, dimana terasa nyeri saat kontraksi uterus, terjadi penipisan secara progresif dan dilatasi serviks. Penipisan dan dilatasi ini menyebabkan keluarnya janin dari uterus melalui jalan lahir.
31
•
Persalinan preterm menurut definisi WHO adalah persalinan pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu lengkap atau kurang dari 259 hari, terhitung sejak hari pertama siklus haid terakhir, atau dengan berat lahir kurang dari 2500 gram.
•
Persalinan preterm ini merupakan salah satu penyebab mortalitas dan morbiditas pada bayi dan merupakan gambaran tingkat kesehatan suatu negara.
•
Kejadian persalinan preterm meliputi 6-8% dari seluruh kehamilan.
•
Tokolitik merupakan landasan dasar terapi farmakologi pada persalinan preterm.
•
Tokolitik berfungsi untuk menghentikan kontraksi uterus selama episode tertentu persalinan (first line therapy) atau memelihara relaksasi uterus setelah episode akut (maintenance therapy)
•
Ada lima kelas terapi tokolitik untuk mengatasi kontraksi uterus pada persalinan preterm yaitu β mimetik, calsium channel blocker, magnesium sulfat, nonsteroid anti-inflammatory drugs (NSAIDs), dan ethanol
•
Keberhasilan terapi dipengaruhi oleh variasi maternal dan efek samping terhadap neonatus. DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham FG et al. Parturition. Williams Obstetrics 21st Edition. New York: McGraw Hill Companies, 2001 : 251-290 2. Wiknjosastro H. Fisiologi dan Mekanismen Persalinan Normal. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka, 1999 : 180-181
32
3. Cunningham FG. Persalinan dan Kelahiran Spontan. Williams Obsetrics 21st Edition. New York: McGraw Hill Companies, 2001 : 372-385 4. Keirse M. The History of Tocolysis. Diakses dari: http:/www./oblink.com/display.asp?page=ON-TRAC_issue4_sat-29-june. Juni, 2004 5. Newton Edward R. Preterm Labor. Diakses dari: http://www.emedicine.com/med/topic3245.htm. September, 2004. 6. Cunningham FG. Kehamilan Preterm serta Postterm dan Pertumbuhan Janin yang Tidak Sesuai. Williams Obsetrics 21 st Edition. New York: McGraw Hill Companies, 2001 : 881-903 7. Berkman ND, Thorp JM, Lohr KN, Carey TS, Hartman KE, Gavin NI, Hasselblad V, Indicula AE. Tocolytic treatment for the management of preterm labor: A review of the evidence. Diakses dari: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/query.fcgi? cmd=Retrieve&db=pubmed&dopt=Abstract&list_uids=12825006&query_hl= 3 8. Fuchs AR, Fuchs F. Physiology and endocrinology of Parturition. Obstetrics, Normal and Problem Pregnancies 3rd Edition. New York, Churchill Livingstone Inc, 1996 : 111-136 9. World Health Organization. 4 million nenatal deaths: When? Where? Why? Diakses dari: http://www.who.int/child-adolescenthealth/New_Publications/NEONATAL/The_Lancet/Neonatal_paper_1.pdf. Februari, 2005 10. Wahidayat I. Perinatologi. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta. Infomedika, 1997 : 1051 -1053 11. World Health Organization. Health of The Newborn. Diakses dari: http://w3.whosea.org/meeting/rc/rc56/pdf/RC56-9.pdf. Juli, 2003. 12. Weismiller DG. Preterm Labor. Diakses dari: http://www.aafp.org/afp/990201ap/593.html. Juli, 2004 13. Buku Pedoman Nasional. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta. Yayasan bina Pustaka. 14. Ensiklopedia kesehatan. Diakses dari: http://encyclopedia.thefreedictionary.com/tocolytic 15. Journal of Obstetrics and Gynaecology Sunnybrook and Women's College Health Sciences Centre, Toronto, Ontario, Canada. Diakses dari: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/query.fcgi?
33