Referat
DENGUE KONGENITAL
Oleh : Aa Noval Ubaedillah
1210312072
Mia Eka Putri
1210312042
Muhar Randi
1210313078
Nadia Anisah Putri
1210313011
Noprianty Eka Pratiwi
1210312050
Rani Apriani
1210312052
Suhayatra Putra
1210312069
Surya Prima Kemala Gusti
1210311011
Pembimbing dr. Rinang Mariko, SpA (K)
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS RSUP DR. M. DJAMIL PADANG 2017
0
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang
Dengue merupakan penyakit yang ditularkan oleh vektor yang disebabkan oleh
empat macam serotipe (DENV1, 2, 3 dan 4), vektor utamanya adalah
nyamuk Aedes aegypti.1 Pengertian dengue menurut World Health Organization (WHO) adalah suatu demam akut yang diikuti oleh dua atau lebih gejala dan , nyeri sendi , , ruam kulit, tanda: sakit kepala hebat, nyeri retro-orbita, nyeri otot ,
leukopenia dan manifestasi perdarahan.2 Infeksi dengue akan berkembang dari asimptomatik menjadi penyakit yang bermanifestasi klinis ringan sampai fatal Syndro me (DSS).1 seperti Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Shock Syndrome
WHO memperkirakan 2,5 milyar orang di dunia berisiko mengalami infeksi dengue, dengan 50-100 juta kasus baru. Di Brazil lebih dari 1,2 juta kasus dengue tercatat dari tahun 2010-2011, sangat berbeda dengan data tahun 20022008 yaitu hanya 200 ribu kasus. Dan juga severitas penyakitnya meningkat dari 0,06% pada tahun 90-an, menjadi 0,38% pada tahun 2002-2008. Dari data tersebut menunjukkan bahwa tidak hanya insiden penyakit dengue saja yang meningkat namun severitas penyakitnya juga meningkat. 1 Insiden demam berdarah dengue dapat menyerang semua usia, termasuk ibu hamil, bayi, dan neonatus. Infeksi dengue selama kehamilan dapat menyebabkan berbagai komplikasi pada ibu dan neonatus. Komplikasi yang paling berat pada ibu yang mengalami infeksi dengue selama kehamilan dapat menyebabkan
kematian.
Komplikasi
lainnya
1
adalah
kematian
perinatal,
keguguran, berat badan bayi lahir rendah, bayi lahir prematur, neonatus yang membutuhkan perawatan di ruang intensif, dan inf eksi dengue kongenital. 3 Infeksi dengue dapat terjadi selama tiga trimester kehamilan dengan insiden 3,8% pada trimester pertama, 7,7% pada trimester kedua 77% trimester ketiga dan 11,5% selama periode postpartum. Tidak ada hubungan antara tingkat keparahan penyakit dan waktu infeksi maternal, tapi infeksi primer dapat memperberat infeksi selanjutnya oleh serotipe lainnya pada infeksi sekunder. Wanita hamil yang terinfeksi virus dengue perlu waspada terhadap risiko komplikasi maternal dan neonatal.4 Komplikasi yang terjadi pada umumnya kelahiran prematur, berat badan lahir rendah dan perdarahan berkepanjangan selama persalinan sesar, serta insiden kematian janin yang lebih tinggi.5 Dengue kongenital adalah infeksi dengue yang didapat pada masa intrauterin, terjadi transmisi vertikal melalui plasenta dari ibu yang mengalami infeksi dengue pada akhir kehamilan yang sudah mendekati waktu persalinan. Viremia pada ibu melewati plasenta dan ditransferkan pada fetus yang belum mempunyai antibodi sebagai proteksi. Manifestasi dengue kongenital pada neonatus bervariasi mulai dari asimtomatik hingga dapat menyebabkan kematian. 5 Kasus dengue kongenital memerlukan perhatian khusus karena manifestasi klinisnya yang tidak khas, dan patofisiologinya belum dipahami sepenuhnya. Berdasarkan latar belakang diatas maka penting untuk mengkaji lebih dalam terkait dengue kongenital.
2
1.2.
Tujuan Penulisan
Tujuan umum dari penulisan ini adalah untuk mengetahui definisi, epidemiologi, etiopatogenesis, gejala klinis, diagnosis, dan tatalaksana dengue kongenital.
1.3.
Metode Penulisan
Metode penulisan dari makalah ini adalah dengan tinjauan pustaka yang merujuk pada berbagai literatur.
3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Definisi
Dengue kongenital adalah infeksi virus dengue pada bayi baru lahir akibat transmisi vertikal dari ibu ke fetus, terjadi pada ibu hamil yang terinfeksi virus dengue diakhir masa kehamilan. Infeksi pada ibu yang terjadi, berdekatan dengan waktu persalinan akan berkaitan dengan antibodi yang tidak cukup untuk ditransferkan dan akan mengakibatkan viremia langsung ke dalam aliran darah fetus.2 Dengue kongenital adalah demam dengue dengan munculan klinis yang timbul pada bayi saat usia 0-7 hari kadang bervariasi 1-11 hari dengan rerata saat usia 4 hari setelah kahir berlangsung sekitar 1-5 hari, yang terjadi karena vertikal transmisi dari ibu yang menderita demam dengue saat prenatal hamil melalui transplasental ke janin.6
2.2.
Epidemiologi
Dengue telah menjadi masalah kesehatan dunia, diperkirakan 50 juta infeksi terjadi setiap tahunnya pada lebih kurang 100 negara di dunia, dan masih berpotensi untuk menyebar lebih luas. Vektor utama dengue adalah nyamuk Aedes aegypti yang telah tersebar secara luas baik di negara tropik maupun
subtropik.5 Infeksi dengue dapat menyebabkan penyakit pada neonatus yang lahir dari ibu yang terinfeksi, walaupun ibu hanya mengalami infeksi yang asimptomatik selama kehamilan. Thailand memiliki angka infeksi dengue yang tinggi, sehingga
4
kebanyakan wanita memiliki seropositif saat mencapai usia subur. Suatu penelitian melaporkan 75% seropositif saat usia 12 tahun, dan 97% saat usia 20 tahun. Transmisi vertikal dari virus dengue jarang dilaporkan di dunia, walaupun ada beberapa laporan kasus dari Huba, Brazil, Malaysia, dan Thailand, yang terjadi selama wabah. Laporan kasus tersebut memilik variasi outcome pada neonatus mulai dari asimptomatik hingga kematian. 8 Survei yang dilakukan oleh Pouliot et al (2010) menyatakan bahwa DENV dapat ditransmisikan dari ibu ke fetus secara intrauterin (transmisi vertikal), namun hanya 35 kasus yang dilaporkan dalam literatur. 9 Meskipun infeksi dengue sangat endemik di Thailand selama lima puluh tahun, hanya enam kasus yang dilaporkan adanya transmisi secara vertikal, dan hanya lima belas kasus dilaporkan secara global di Inggris dan Perancis sejak 1989 pada literatur kesehatan. Hal ini menyatakan bahwa transmisi vertikal sulit dikenali dan kurangnya pencatatan dan pelaporan. 7
2.3.
Etiopatogenesis
2.3.1 Etiologi
Virus dengue termasuk dalam kelompok B arthropode-borne virus (arbovirus) dan sekarang dikenal dengan genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Di Indonesia sekarang telah dapat diisolasi serotipe yang berbeda namun memiliki hubungan genetik satu dengan yang lain, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN4. Ternyata DEN-2 dan DEN-3 merupakan serotipe yang paling banyak sebagai penyebab. Nimmanitya (1975) di Thailand melaporkan bahwa serotipe DEN-2
5
yang dominan, sedangkan di Indonesia paling banyak adalah DEN-3, walaupun akhir-akhir ini ada kecenderungan didominasi oleh virus DEN-2. 10 Penelitian epidemiologik yang dilakukan oleh Aryati (2005) dan Fedik (2007) menemukan bahwa virus DEN-2 adalah serotipe yang dominan di Surabaya. Studi epidemiologi Yamanaka et al pada tahun 2009 dan 2010 pada penderita Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) ditemukan virus D1 genotipe IV yang menunjukkan manifestasi klinik yang berat infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe yang bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe yang lain. Disamping itu urutan infeksi serotipe merupakan suatu faktor risiko karena lebih dari 20% urutan infeksi virus DEN-1yang disusul DEN-2 mengakibatkan renjatan, sedangkan faktor risiko terjadinya renjatanuntuk urutan virus DEN-3 yang diikuti oleh DEN-2 adalah 2%. 7 Virus dengue seperti famili Flavivirus lainnya memiliki satu untaian genom RNA ( single-stranded positive-sense genome) disusun didalam satu unit protein yang dikelilingi dinding ikosahedral yang tertutup oleh selubung lemak.Genom virus dengue terdiri dari 11-kb + RNA yang berkode dan terdiri dari 3 stuktur Kapsid (C), Membran, (M) Envelope (E) protein dan 7 protein non struktural (NS1, NS2A, NS2B, NS3, NS4, NS4B, dan NS5). 10 Di dalam tubuh manusia, virus berkembang biak di dalam sistem retikuloendotelial dengan target utama adalah APC ( Antigen Presenting Cells) dimana pada umumnya berupa monosit atau makrofag jaringan seperti sel Kuppfer di sinusoid hepar. 10 Virus-virus dengue ditularkan oleh nyamuk-nyamuk
6
dari famili Stegomya, yaitu Aedes aegypti, Aedes albopictus, Aedes scuttelaris, Aedes polynesiensis dan Aedes niveus.7
2.3.2 Penularan Vertikal Dari Dengue Virus (DV)
Transmisi transplasental dari DV dilaporkan oleh Thaithumyanon et al (1994), dengan melakukan isolasi virus dan Phongsamart et al (2008) dengan deteksi asam nukleat virus. Beberapa peneliti seperti Fern'andez et al (1994) telah menunjukkan adanya anti-DV IgM dalam serum dari bayi yang baru lahir sebagai bukti penularan vertikal virus. Penelitian Priscillia et al (2016) menyoroti tidak hanya terjadinya penularan vertikal DV pada manusia tetapi juga potensi risiko kematian neonatus yang terinfeksi.11 Transfer
pasif
antibodi
dengue
ibu
ke
janin
dipengaruhi
oleh
perkembangan severitas dari penyakit. Antibodi untuk DV pada ibu yang terinfeksi dapat melintasi plasenta, yang dapat menyebabkan bayi yang baru lahir mengalami DHF/DSS dan lebih rentan terinfeksi DV selanjutnya. Dalam kasus lain dilaporkan DV dapat menular melalui transmisi mukosa pada mulut, hidung, dan mata yang berkontak dengan darah viremik. 11 Anne Barthel, New Caledonia (2013), melaporkan kasus penularan vertikal infeksi virus dengue yang dideteksi dengan Reverse transcription Polymerase Chain Reaction (PCR) dalam sampel darah ibu dan anak serta dalam
ASI, karena penelitian ini ingin mengetahui resiko penularan menyusui pada infeksi virus dengue. Aktivitas anti-demam berdarah ditemukan dalam komponen lipid dari susu manusia dan kolostrum. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian ASI akan melindungi bayi dari DV di daerah endemik infeksi dengue. 4
7
Gambar 1. Transmisi vertikal dengue
2.3.3. Imunopatogenesis
Telah dikonfirmasi bahwa ibu hamil yang terinfeksi virus dengue pada akhir kehamilan yang sudah mendekati waktu persalinan dapat mentransmisikan penyakitnya kepada fetus melalui plasenta yang menyebabkan infeksi kongenital. Virus dengue merupakan suatu virus RNA yang mempunyai ukuran molekul yang kecil (kira-kira 40-60 nm) sehingga memungkinkan terjadinya transmisi vertikal.12 Genom DV adalah RNA positif rantai tunggal dengan poliprotein tunggal yang dibelah oleh protease dari virus dan host, untuk menghasilkan 10 protein virus termasuk C dan M protein, glikoprotein E, dan tujuh protein nonstruktural (NS1 , NS2A / B, NS3, NS4A / B, NS5). Respon antibodi dan sel T untuk protein
8
virus pada individu bervariasi, antibodi anti-E adalah respon utama terhadap DV yang menghambat virus mengikat ke sel, menetralisir infektivitas virus in vitro, melindungi host dari DV pada transfer pasif dan menunjukkan tingkat variasi reaktivitas silang antara serotipe DV. Antibodi terhadap NS1 dapat memicu lisis komplemen-dimediasi sel DV terinfeksi in vitro dan melindungi host dari DV.12 Virus dengue yang masuk kedalam tubuh akan beredar dalam sirkulasi darah dan akan ditangkap oleh makrofag ( Antigen Presenting Cell). Viremia akan terjadi sejak dua hari sebelum timbul gejala hingga setelah lima hari terjadinya demam. Antigen yang menempel pada makrofag akan mengaktivasi sel T- helper dan menarik makrofag lainnya untuk menangkap lebih banyak virus. Sedangkan sel T-helper akan mengaktivasi sel T sitotoksik yang akan melisis makrofag. Telah
dikenali
tiga
jenis
antibodi
yaitu
antibodi
netralisasi,
antibodi
hemaglutinasi, antibodi fiksasi komplemen. Proses ini akan diikuti dengan dilepaskannya mediator-mediator yang merangsang terjadinya gejala sistemik seperti demam, nyeri sendi, nyeri otot, dan gejala lainnya. Juga bisa terjadi agregasi trombosit yang menyebabkan trombositopenia ringan. 13 Sel pejamu yang muncul dan beredar dalam sirkulasi merangsang terjadinya demam. Faktor demam ditimbulkan oleh jenis-jenis sitokin yang memicu peningkatan suhu seperti TNF-α, IL-1, IL-6, dan sebaliknya sitokin yang menurunkan suhu adalah TGF-β, dan IL-10. Beredarnya virus di dalam plasma bisa merupakan partikel virus yang bebas atau berada dalam sel platelet, limfosit, monosit, tetapi tidak di dalam eritrosit. Banyaknya partikel virus yang merupakan kompleks imun yang terkait dengan sel ini menyebabkan viremia pada infeksi virus dengue sukar dibersihkan. Antibodi yang dihasilkan pada infeksi virus
9
dengue merupakan non-netralisasi antibodi yang dipelajari dari hasil studi menggunakan stok kulit virus C6/C36, virus sel nyamuk dan preparat virus yang asli. 14 Respon innate imun terhadap infeksi virus dengue meliputi dua komponen yang berperan penting di periode sebelum gejala infeksi yaitu antibodi IgM dan platelet. Antibodi alami IgM dibuat oleh CD5 + B sel, bersifat tidak spesifik dan memiliki struktur molekul multimeriks. Molekul heksamer IgM berjumlah lebih sedikit dibandingkan molekul pentamerik IgM namun heksamer IgM lebih efisien dalam mengaktivasi komplemen.Antigen dengue dapat dideteksi di lebih dari 50% “Complex Circulating Immune”. Kompleks imun IgM tersebut selalu ditemukan di dalam dinding darah dibawah kulit atau di bercak merah kulit penderita dengue. Oleh karenanya dalam penentuan virus dengue level IgM merupakan hal yang spesifik.14 Virus dengue yang ditularkan oleh nyamuk Aedes menyerang seperti sel Kuppfer di sinusoid hepar, endotel pembuluh darah, nodus limfatikus, sumsum tulang serta paru-paru. Dalam peredaran darah virus akan difagosit oleh monosit. Setelah genom virus masuk ke dalam sel maka dengan bantuan organel organel sel genom virus akan memulai membentuk komponen-komponenstrukturalnya. Setelah berkembang biak di dalam sitoplasma sel maka virus akan dilepaskan dari sel.15 Virion dari virus DEN ekstraseluler terdiri dari protein C ( capsid ), M (membran) dan E (envelope). Virus intraseluler terdiri dari protein pre-membran atau pre-M. Glikoprotein E merupakan epitop penting karena: mampu membangkitkan antibodi spesifik untuk proses netralisasi, mempunyai aktivitas
10
hemaglutinin, berperan dalam proses absorpsi pada permukaan sel, ( receptor binding), mempunyai fungsi fisiologis antara lain untuk fusi membran dan
perakitan virion. Secara in vitro antibodi terhadap virus DEN mempunyai 4 fungsi fisiologis: netralisasi virus, sitolisis komplemen, Antibodi Dependent Cellmediated Cytotoxicity (ADCC) dan Antibodi Dependent Enhancement .13
Secara invivo antibodi terhadap virus DEN berperan dalam 2 hal yaitu: a. Antibodi netralisasi memiliki serotipe spesifik yang dapat mencegah infeksiinfeksi virus. b. Antibodi non netralisasiyang memiliki peran cross-reactive dan dapat meningkatkan infeksi yang berperan dalam patogenesis DBD dan DSS. 13 Perubahan patofisiologis dalam DBD dan DSS dapat dijelaskan oleh 2 teori yaituhipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) dan hipotesisantibody dependent enhancement (ADE).
13
Teori infeksi sekunder menjelaskan bahwa apabila seseorang mendapatkan infeksi primer dengan satu jenis virus, maka akan terdapat kekebalan terhadap infeksi virus jenis tersebut untuk jangka waktu yang lama. Pada infeksi primer virus dengue antibodi yang terbentuk dapat menetralisir virus yang sama (homologous). Namun jika orang tersebut mendapat infeksi sekunder dengan jenis virus yang lain, maka virus tersebut tidak dapat dinetralisasi dan terjadi infeksi berat. Hal ini disebabkan terbentuknya kompleks yang infeksius antara antibodi heterologous yang telah dihasilkan dengan virus dengue yang berbeda. Selanjutnya ikatan antara kompleks virus-antibodi (IgG) dengan reseptor Fc-γ pada sel akan menimbulkan peningkatan infeksi virus DEN.14
11
Kompleks antibodi meliputi sel makrofag yang beredar dan antibodi tersebut akan bersifat opsonisasi dan internalisasi sehingga makrofag akan mudah terinfeksi sehingga akan memproduksi IL-1, IL-6 dan TNF-α dan juga platelet activating factor . Selanjutnya dengan peranan TNF-α akan terjadi kebocoran
dinding pembuluh darah, merembesnya plasma ke jaringan tubuh karena endotel yang rusak, hal ini dapat berakhir dengan syok. Proses ini juga menyertakan komplemen yang bersifat vasoaktif dan prokoagulan sehingga menimbulkan kebocoran
plasma
dan
perdarahan
yang
dapat
mengakibatkan
syok
hipovolemik.14, 16
Pada bayi dan anak-anak berusia dibawah 2 tahun yang lahir dari ibu dengan riwayat pernah terinfeksi virus DEN, maka dalam tubuh anak tersebut telah terjadi non neutralizing antibodies sehingga sudah terjadi proses penguatan (enhancing) yang akan memacu makrofag sehingga mengeluarkan IL-6 dan TNFα juga PAF. Bahan-bahan mediator tersebut akan mempengaruhi sel-sel endotel pembuluh darah dan sistem hemostatik yang akan mengakibatkan kebocoran plasma dan perdarahan.14 Pada teori kedua (ADE), terdapat 3 hal yang berkontribusi terhadap terjadinya DBD dan DSS yaitu antibodies enhance infection, T-cells enhance infection, serta limfosit T dan monosit. Teori ini menyatakan bahwa jika terdapat
antibodi spesifik terhadap jenis virus tertentu, maka antibodi tersebut dapat mencegah penyakit, tetapi sebaliknya apabila antibodi yang terdapat dalam tubuh tidak dapat menetralisir penyakit, maka justru dapat menimbulkan penyakit yang berat.10
12
2.4.
Manifestasi Klinis
Dalam review Sirinavin, timbulnya demam pada bayi baru lahir bervariasi 1-11 hari setelah lahir dengan rata-rata 4 hari dan berlangsung 1-5 hari. Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam hal ini apakah infeksi dengue ibu adalah primer atau sekunder. semua bayi mengalami demam dan trombositopenia, dan 18,2% ditemukan memiliki pembesaran hati, 65% mengalami perdarahan, tetapi tidak diperlukan transfusi meskipun beberapa jumlah trombosit yang sangat rendah, 24% berkembang menjadi efusi pleura ,hanya 12% mengalami ruam. 17 Manifestasi klinis dari demam dengue dapat asimtomatik hingga penyakit yang berat. Secara umum manifestasi pada neonatus berbeda dengan anak atau dewasa, kejadian trombositopenia, kebocoran plasma, serta syok memiliki angka yang lebih tinggi dan insiden perdarahan yang lebih sedikit. 18
13
Berikut beberapa manifestasi yang tercatat dalam beberapa penelitian.18 Sumber
Sirinavin et al
Thailand
Jumlah kasus 2
Phongsamast et al
Thailand
3
Petdacai et al
Thailand
1
Janjindamai &Pruekprasert
Tahiland
1
Watayathawornwong
Thailand
1
Choudry et al
India
4
Restrepo et al
Kolombia
22
Fatimil et al
Banglades
1
Thailand
2
Chotigeal et al
Negara
Gejala pada Gejala pada wanita hamil neonatus Trombositopenia Demam, dan peningkatan ttombositopenia, enzim hati peningkatan enzim hati, perdarahan dan ruam pada kulit Ruam erimatosa Demam, ptekie, dan dan hepatomegali trombositopenia Demam dan Trombositopenia, trombositopenia leukopenia, ptekie dan hepatomegali Demam Trombositopenia dan peningkatan enzim hati Trombositopenia Demam, dan efusi pleura trombositopenia dan efusi pleura Tidak ada data Demam, letargi, syok dan trombositopenia Tidak ada Kelahiran laporan prematur, Malformasi fetus, dan BBLR Perdarahan dan Demam dan efusi pleura trombositopenia Perdarahan post Trombositopenia partum dan efusi pleura
Infeksi menjelang kelahiran terjadi karena tidak cukupnya antibodi yang akan ditransfer, menyebabkan viremia. Infeksi dengue kongenital ditandai dengan (1) demam hari ke-1-11 setelah lahir (hari ke-4 dan berlangsung selama 1-5 hari), (2) trombositopenia, (3) hepatomegali (82%), (4) manifestasi perdarahan (65%), tetapi tidak perlu transfusi, (5) efusi pleura (24%), rash (12%), IgM antidengue (+). Antibodi maternal transplasental protektif selama 6 bulan.
14
19
Gambar 2. Konsekuensi Demam Berdarah 2.5.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, gejala klinis serta pemeriksaan serologi dengue pada neonatus dan ibu. 2.5.1 Anamnesis
Anamnesis dilakukan pada ibu kandung pasien meliputi usia gestasi ketika ibu terinfeksi, aktivitas bayi (hipoaktif atau aktif), onset demam biasanya muncul 1-11 hari setelah lahir (hari ke-4 dan berlangsung selama 1-5 hari), informasi terkait tanda-tanda bahaya (warning signs), kuantitas intake (ASI), urine output dan perubahan status mental serta kejang. Riwayat yang penting adalah ibu yang terinfeksi virus dengue pada masa kehamilan serta kondisi-kondisi penyulit lainnya.20,21,22 Menurut Perret et al infeksi dengue kongenital simptomatik terjadi pada neonatus yang lahir dari ibu yang terinfeksi pada masa akhir kehamilan. Hal ini terjadi karena pada akhir kehamilan teerjadi insufisiensi antibodi, konsekuensinya terjadi viremia yang akan masuk ke aliran darah fetus. Onset demam pada neonatus bervariasi, mulai dari hari 1 – 11 setelah kelahiran. Berdasarkan laporan
15
kasus Chotigeat, semua infant menunjukkan gejala demam dan trombositopenia, 14 dari 17 terdapat pembesaran hepar. 22
2.5.2 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi: a. Pemeriksaan status mental bayi b. Pemeriksaan status hidrasi c. Pemeriksaan hemodinamik d. Pemeriksaan terkait distress pernapasan e. Pemeriksaan ruam atau manifestasi pendarahan f. Hepatomegali/asites g. Efusi pleura20,22
2.5.3 Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium sangat penting untuk mengkonfirmasi infeksi dengue. Diagnosis laboratorium dapat dilakukan dengan cara isolasi virus dengue, deteksi asam nukleat virus dengue, deteksi antigen NS1, dan menggunakan metode serologi lainnya. Diagnosis dengue pada ibu dikonfirmasi dengan antigen NS1, sedangkan diagnosis pada neonatal didasarkan pada antigen NS1 dan kuantitatif fluorogenik PCR. 20 Pada dengue kongenital perlu diperiksa darah dari tali pusat. Dari penelitian menunjukkan bahwa adanya virus dengue pada fetus dan sampel darah plasenta mengindikasikan adanya infeksi intrauterin pada neonatus.23 Pemeriksaan serologi yang dapat dilakukan seperti berikut ini :
16
Gambar 3. Pemeriksaan Serologi Dengue 2.6.
Tatalaksana
Manifestasi klinis demam berdarah antenatal dan post-partum mirip dengan infeksi dengue lain dan manajemennya kurang lebih sama dengan demam berdarah dewasa. Namun, manajemen infeksi virus dengue perinatal harus mendapat perhatian khusus. 24 Ketika seorang wanita hamil atau ibu melahirkan ditemukan dan tandatanda demam berdarah, diagnosa demam berdarah harus dipertimbangkan pada neonatus-nya bahkan pada beberapa hari pertama kehidupan. Perlu diingat bahwa beberapa neonatus
sakit selama 11 hari setelah kelahiran. Diagnosa demam
berdarah neonatal diduga atas dasar klinis dan kemudian dikonfirmasi pada hasil laboratorium, numun gambaran awal akan membingungkan karena mirip dengan sepsis bakteri, trauma lahir dan penyebab lain dari penyakit neonatal. 25 Pemberian cairan yang adekuat, penangganan DHF/DSS yang baik dengan komplikasinya. Prognosis
tergantung komplikasi penyerta pada neonatus.
17
Pencegahan untuk selanjutnya pemberian vaksin Vaksin anti dengue saat usia 1 tahun. Pengobatan simtomatik dan terapi suportif secara ketat merupakan dasar pengobatan.25
18
BAB 3 PENUTUP 3.1. Kesimpulan
Dengue merupakan penyakit yang ditularkan oleh vektor utama nyamuk Aedes aegypti. Dengue kongenital adalah infeksi virus dengue pada bayi baru
lahir akibat transmisi vertikal dari ibu ke fetus, yang terjadi pada ibu hamil yang terinfeksi virus dengue diakhir masa kehamilan. Dengue kongenital terjadi terutama apabila ibu hamil mengalami infeksi dengue pada trimester akhir, dimana patofisiologi pada kasus ini dikarenakan tidak cukupnya waktu pembentukan antibodi sebagai proteksi untuk ditransferkan ke neonatus sebagai imunisasi pasif, sehingga keadaan viremia ibu tersebut selanjutnya akan ditransferkan kepada fetus yang tidak terproteksi antibodi. Disisi lain sistem imunitas fetus belum berkembang dengan baik untuk melawan infeksi virus dengue. Diagnosis
infeksi
dengue
kongenital
didapatkan
dari
anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Ketika seorang wanita hamil atau ibu melahirkan ditemukan dan tanda-tanda demam berdarah, diagnosa demam berdarah harus dipertimbangkan pada neonatus-nya bahkan pada beberapa hari pertama kehidupan. Pemberian cairan yang adekuat, penangganan DHF/DSS yang baik dengan komplikasinya. Prognosis
tergantung komplikasi penyerta pada neonatus.
Pencegahan untuk selanjutnya pemberian vaksin Vaksin anti dengue saat usia 1 tahun. Pengobatan simtomatik dan terapi suportif secara ketat merupakan dasar pengobatan.
19
DAFTAR PUSTAKA
1.
Argolo AF, Féres VC, Silveira LA, Oliveira AC, Pereira LA, Júnior JB, Braga C, Martelli CM. Prevalence and incidence of dengue virus and antibody placental transfer during late pregnancy in central Brazil. BMC infectious diseases. 2013 May 31;13(1):254.
2.
Carrol ID, Toovey S, Van Gompel A. Dengue fever and pregnancy: a review and comment. Travel Med Infect Dis. 2007;5:183-8.
3.
Ismail NA, Kampan N, Mahdy ZA. Dengue in pregnancy. Shoutest Asia J Trop Med Public Health. 2006;37:681-3.
4.
Anne BC Gourinat, Cécile C, Corinne Joubert, Myrielle DR,Elodie Descloux. Breast milk as a possible route of Vertical transmission of dengue Virus. Brief report. 2013(57): 415
5.
Xueru Y, Xiaozhu Z, Shilei P. Vertical transmision of dengue infection: the first putative case reported in China. Rev Inst Med Trop. 2016; 58:1-4.
6.
Amita J, Umesh C. Chaturvedi. Dengue in infants: an overview. FEMS Immunol Med Microbiol 2010 (59):119 – 30
7.
Simmons C, Farrar J, Chau N, Wills B. Dengue. N Engl 2012;366(15):1423-32.
8.
Perret C, Chanthavanich P, Pengsaa K, Limkittikul K, Hutajaroen P, Bunn J, et al. Dengue infection during pregnancy and transplacental antibody transfer in Thai mother. Journal of Infection. 2005;51:287-293.
9.
Pouliot SH, Xiong X, Harville E, Paz-soldan V, Tomashec KM, Breart G, et al. Maternal dengue and pregnancy outcomes. A systematic review. Obster gynocol survey, 2010;65(2):107-18.
J Med.
10. UKK Infeksi dan Penyakit Tropis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoma Diagnosis dan Tatalaksana Infeksi Virus Dengue pada Anak. 2014. 4-5. 11. Priscila M S. Castanha, Cynthia B, Marli T. Cordeiro, Ariani I Souza, Claudeir D Silva , Celina T. Martelli et all. Placental transfer of denguespecific antibodies and kinetics of dengue infection enhancing-activity in Brazilian. infants journal of infectious diseases. 2016 12. Wiwanitkit V. Non fector-borne transmission modes of dengue. J Infect Dev Ctries. 2010; 4(1) : 51-4.
20
13. Kumar D, Sanjeev RK. A rare manifestation of congenital dengue infection. HK J Paediatr (new series) 2016; 21:204-6. 14. Boots MM. How important is vertical transmission of dengue viruses by mosquitoes (Diptera: Culicidae). Journal of medical entomology. 2016 Jan 1;53(1):1-9. 15. Sinhabahu VP, Sathananthan R, Malavige GN. Perinatal transmission of dengue: a case report. BMC research notes. 2014 Nov 14;7(1):795. 16. Singla N, Arora S, Goel P, Chander J, Huria A. Dengue in pregnancy: an under – reported illness, with special reference to other existing co – infections. Asian Pacific journal of tropical medicine. 2015 Mar 1;8(3):206-8. 17. Sirinavin S, Nuntnarumin P, Supapannachart S. Vertical dengue infection: case report and review. Pediatr Infect Dis. 2004;23:1042-7. 18. Kamble R, Joshi J. Unusual presentation of vertical dengue infection: a case report and review of literature. Int J Curr Microbiol App Sci. 2015;4(8):101924. 19. Soroy L. Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue dengan Penyulit. CDK208. 2013; (40) 9: 656-60 20. WHO. Handbook for Clinical Management of dengue. 2012;22-3. 21. Aurpibul L, Khumlue P, Oberdorfer P. Dengue shock syndrome in an infant. BMJ case reports. 2014 Jul 29;2014:bcr2014205621. 22. Friedman EE, Dallah F, Harville EW, Myers L, Buekens P, Breart G, Carles G. Symptomatic dengue infection during pregnancy and infant outcomes: a retrospective cohort study. PLoS Negl Trop Dis. 2014 Oct 9;8(10):e3226. 23. Petdachai W, Sila’on J, Nimmannitya S, Nisalak A. Neonatal dengue infection: report of dengue fever in a 1-day old infant. Southeast Asian J Trop Med Public Health. 2004;35(2):403-7. 24. Chua KB. Acute dengue in a neonate secondary to perinatal transmission. Med J Malaysia. 2008 Aug;63(3):265. 25. WHO. Handbook for Clinical Management of dengue. Geneva. 2012;66.
21