BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Mata merupakan organ yang keberadaannya sangatlah penting. Mata adalah jendela kehidupan, tanpa mata manusia tidak dapat melihat apa yang ada di sekelilingnya. Oleh karena itu pemeliharaan mata sangatlah penting. Salah satu struktur mata yang penting adalah orbita. Penonjolan bola mata atau disebut protrusio bulbi adalah tanda utama penyakit orbita. Penonjolan pada bola mata bisa diakibatkan oleh adanya lesi atau masa yang menyebabkan terdorong nya bola mata dari rongga orbita. Lesi-lesi ekspansif dapat bersifat jinak atau ganas dan dapat berasal dari tulang, otot, saraf, pembuluh darah, atau jaringan ikat. Massa dapat bersifat radang, neoplastik, kistik, atau vaskular. Anamnesis dan pemeriksaan fisik memberikan banyak petunjuk mengenai penyebab protrusio bulbi. Kelainan bilateral umumnya mengindikasikan penyakit sistemik. Pada makalah ini akan membahas mengenai diagnosis banding pada protrusio bulbi.
1.2 Batasan Masalah
Makalah ini membahas tentang diagnosis banding Protusio Bulbi.
1.3 Tujuan Penulisan
Makalah ini bertujuan untuk mengetahui diagnosa dia gnosa banding protusio bulbi.
1.4 Metode Penulisan
1
Metode penulisan makalah ini berdasarkan tinjauan pustaka dan berbagai literatur.
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1Anatomi Mata
Orbita berbentuk seperti buah pear dengan dengan kanalis optikus diibaratkan sebagai tangkainya. Puncaknya di posterior dibentuk oleh foramen optikum dan basisnya di bagian anterior dibentuk oleh margo orbita. Lebar margo orbita 45 mm dengan tinggi 35 mm. Kedalaman orbita pada orang dewasa kurang lebih 40-45 mm sampai ke apex. Dinding medial dari mata kanan dan kiri sejajar. Dinding lateralnya dari mata kanan tegak lurus terhadap dinding lateral mata kiri. Pertumbuhan penuh dicapai pada umur 18-20 tahun dengan volume orbita dewasa ±30cc. Bola mata hanya menempati sekitar 1/5 bagian ruangannya. Lemak dan otot menempati bagian terbesarnya. Otot-otot mata terdiri dari m. rektus superior, m. rektus inferior, m.rektus lateralis, m. rektus medialis, m. obliqus inferior, m. obliqus superior. Orbita dibentuk oleh tulang-tulang, terdiri dari : Bagian atap orbita: 1. os frontalis 2. os sphenoidalis Bagian dinding medial orbita : 1. os maksilaris 2. os lakrimalis 3. os sphenoidalis 4. os ethmoidalis
3
5. lamina papyracea hubungan ke os sphenoidalis ( dinding ini paling tipis)
Bagian dinding lantai orbita: 1. os maksilaris 2. os zigomatikum 3. os palatinum Bagian dinding lateral orbita : 1. os zigomatikum 2. os sphenoidalis 3. os frontalis Di ruang orbita terdapat 3 lubang yang dilalui oleh pembuluh darah, saraf, yang masuk ke dalam mata, yang terdiri dari:
3
1. Foramen optikum yang dilalui oleh n. Optikus, a. Oftalmika. 2. Fissura orbitalis superior yang dialalui oleh n. Lakrimalis, n. Frontalis, n. Trochlearis, v. Oftalmika, n. Occulomotorius, n. Nasosiliaris, serta serabut saraf simpatik. 3.
Fissura orbitalis inferior yang dilalui nervus, vena dan arteri infraorbitalis.
2.2.Jenis – Jenis Protrusio Bulbi
Protrusio bulbi, biasanya diindikasikan dengan adanya massa di belakang bola
mata.
Penonjolan
axial
disebabkan
karena
lesi-lesi
intrakonal.Sedangkan penonjolan nonaxial disebabkan lesi ekstrakonal. bilateral proptosis biasanya terjadi karena Grave’s disease
4
pada Pada
2.3.Penyakit yang menyebabkan Protrusio Bulbi 2.3.1Selulitis Orbita 2.3.1.1 Definisi
Selulitis orbita merupakan peradangan supuratif jaringan ikat jarang intraorbita di belakang septum orbita. 2.3.1.2 Etiologi
Selulitis orbita sering disebabkan sinusitis terutama sinusitis etmoid yang merupakan penyebab utama eksoftalmos pada bayi. Kuman penyebabnya biasanya adalah pneumokok, streptokok, atau stafilokok (Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumonia). 3.1.3 Patofisiologi
Masuknya kuman kedalam rongga mata dapat langsung melalui sinus paranasal, terutama paling sering yaitu sinus etmoidal karena paling dekat dengan orbita, penyebaran melalui pembuluh darah atau bakteremia atau bersama trauma yang kotor. Selulitis orbita pada bayi sering disebabkan oleh sinusitis etmoid yang merupakan penyebab eksoftalmos pada bayi. Selulitis orbita terutama mengenai anak antara 2-10 tahun. 2.3.1.4 Manifestasi Klinis
-
Demam
-
Kelopak mata sangat edema dan kemotik
-
Mata merah
-
Mata sakit bila digerakan
5
-
Penglihatan berkurang
-
Eksoftalmos
3.1.5 Pengobatan
-
Simptomatik
-
Antibiotik untuk mengobati infeksi bakteri
-
Kompres air hangat
2.3.2 Tiroid Oftalmopati 2.3.2.1 Definisi
Tiroid
oftalmopati
(Graves
thyroid-associated
atau
dysthyroid
orbitopathy) adalah suatu kelainan inflamasi autoimun yang menyerang jaringan orbital dan periorbital mata, dengan karakteristik retraksi kelopak mata atas, edema, eritem, konjungtivitis, dan penonjolan mata (protrusio bulbi). 2.3.2.2 Epidemiologi
Dari berbagai macam penelitian berpendapat bahwa tiroid oftalmopati mengenai wanita 2,5-6 kali lebih sering daripada pria tetapi kasus berat lebih sering dijumpai pada pria. Tiroid oftalmopati mengenai penderita dengan usia 3050 tahun dan kasus berat lebih sering dijumpai pada pasien dengan usia di atas 50 tahun.
6
2.3.2.3 Patogenesis
Autoantibodi menyerang fibroblast pada otot mata, dan fibroblast tersebut dapat berubah menjadi sel-sel lemak (adiposit). Sel-sel lemak dan pembesaran otot dan menjadi radang. Vena-vena terjepit, dan tidak dapat mengalirkan cairan, menyebabkan edema. (3,4,5) Gambaran
utama
adalah
distensi
nyata
otot-otot
okular
akibat
pengendapan mukopolisakarida. Mukopolisakarida bersifat sangat higroskopik sehingga meningkatkan kandungan air didalam orbita. Sekarang diperkirakan terdapat dua komponen patogenik pada penyakit Graves: 1. Kompleks imun tiroglobulin-antitiroglobulin berikatan dengan otot-otot ekstraokular dan menimbulkan miositis 2. Zat-zat penyebab eksoftalmos bekerja dengan imunoglonulin oftalmik untuk menyingkirkan thyroid stimulating hormone dari membran retroorbita, yang menyebabkan peningkatan lemak retro-orbita. (1,3,4,5) 2.3.2.4 Gambaran Klinis
Tanda mata penyakit Graves mencakup retraksi palpebra, pembengkakan palpebra dan konjungtiva, eksoftalmos dan oftalmoplegia. Pasien datang dengan keluhan nonspesifik misalnya mata kering, rasa tidak enak, atau mata menonjol. The American Thyroid Association membuat penentuan derajat tanda okular berdasarkan peningkatan keparahan: Kelas
Tanda
0
Tidak ada gejala atau tanda
1
Hanya tanda, yang mencakup retraksi kelopak mata atas, dengan atau tanpa lid lag , atau protrusio bulbi sampai 22 mm. Tidak ada gejala
2
Keterlibatan jaringan lunak
3
Protrusio bulbi > 22 mm
7
4
Keterlibatan otot ekstraokuler
5
Keterlibatan kornea
6
Kehilangan penglihatan akibat keterlibatan saraf optikus
Retraksi kelopak mata patognomonik untuk penyakit tiroid, terutama apabila berkaitan dengan eksoftalmos. Mungkin unilateral atau bilateral dan mengenai kelopak mata atas dan bawah. Kelainan ini sering disertai oleh miopati restriktif, yang mula-mula mengenai rektus inferior dan menimbulkan gangguan elevasi mata. Patogenesis retraksi kelopak mata bermacam-macam, antara lain: 1. Hiperstimulasi sistem saraf simpatis 2. Infiltrasi peradangan langsung pada otot levator 3. Miopati restriktif otot rektus inferior dapat menimbulkan retraksi kelopak mata akibat peningkatan stimulasi levator sewaktu mata mencoba melihat ke atas. a. Eksoftalmos Kelainan ini biasanya asimetrik dan mungkin unilateral, dan secara klinis perlu dilakukan perkiraan resistensi terhadap retropulsi bola mata secara manual. Peningkatan isi orbita yang menimbulkan eksoftalmos sebagian besar disebabkan oleh peningkatan massa otot-otot okular. b.Oftalmoplegia Kelainan ini lebih sering dijumpai pada penyakit Graves oftalmik, biasanya mengenai orang tua dan asimetrik. Keterbatasan elevasi adalah kelainan yang paling sering dijumpai, terutama disebabkan oleh adhesi antara otot rektus inferior dan oblikus inferior. Kelainan ini dapat dikonfirmasi dengan mengukur tekanan intraokular sewaktu elevasi, di mana terjadi peningkatan tekanan intraokular yang mengisyaratkan adanya pertautan. Sering terjadi pembatasan-
8
pembatasan gerakan mata pada semua posisi menetap. Pasien mengeluhkan diplopia c.Kelainan Saraf Optikus dan Retina Kompresi bola mata oleh isi orbita dapat menyebabkan peningkatan tekanan intraokular dan strie retina atau koroid. Diskus optikus dapat membengkak dan menyebabkan gangguan penglihatan akibat atrofi optikus. Neuropati optikus yang berkaitan dengan penyakit Graves kadang-kadang terjadi akibat penekanan dan iskemia saraf optikus sewaktu saraf ini menyeberangi orbita yang tegang, terutama di apeks orbita. d. Kelainan Kornea Pada sebagian pasien, dapat ditemukan keratokonjungtivitis limbik superior. Pada eksoftalmos yang parah, dapat terjadi pemajanan dan ulserasi kornea. 2.3.2.5 Diagnosis
Tiroid oftalmopati secara klinis di diagnosa dengan munculnya tanda dan gejala pada daerah mata, tetapi uji antibodi yang positif (anti-tiroglobulin, antimikrosomal, dan anti-tirotropin reseptor) dan kelainan kadar hormon-hormon tiroid (T3, T4 dan TSH) membantu menegakkan diagnosa seperti CT scan dan MRI , Ultrasonografi Orbita. 2.3.3. Tumor Aparatus Lakrimalis 2.3.3.1Klasifikasi a.Adenoma Pleomorfik
Adenoma Pleomorfik (benign mixed tumor) adalah tipe tumor kelenjar lakrimal yang paling sering. Tumor ini pseudoendocapsuldan lambat. Dalam kondisi yang progresif, tipe ini dapat meluas hingga ke tulang dan fossa lakrimalis, area cekungan produksi (excavation of area). Pertumbuhan tumor ini dipicu periosteum yang disimpan pada lapisan tipis dari tulang baru. Pasien
9
umumnya tidak merasa nyeri. Tumor ini kebanyakan diderita oleh laki-laki dibandingkan wanita, dan usia rata-rata terkena sekitar 35 tahun. Gambaran histologi dari Adenoma Pleomorfik adalah, tampak fibrosa pseudocapsule dengan perpanjangan mikroproyeksi dari permukaan kapsul dari tumor (bosselation) dan disusun oleh gabungan duktus epitel dan elemen stroma. Komponen epitel disusun dari sarang atau tubulus oleh dua lapis sel, lapisan terluar bercampur dengan stroma yang sulit dilihat. Translokasi kromosom yang dijumpai dari tumor kelenjar saliva dan Adenoma Pleomorfik melibatkan PLGA1 (kromosom 8q12) atau gen HMGA2. Gen-gen tersebut terlibat dalam sinyal growth factor dan regulasi siklus sel. Transformasi yang menyebabkan keganasan tumor diduga terjadi pada long-standing pleomorphic adenoma dengan percepatan pertumbuhan relatif setelah periode tenang. Pada karsinoma, termasuk adenokarsinoma (keculai Adenoma Pleomorfik) dan Adenoid Kistik Karsinoma mungkin juga muncul pada Adenoma Pleomorfik yang mengalami rekurensi. b. Adenoid Kistik Karsinoma
Adenoid Kistik Karsinoma merupakan tumor epithelial tersering kedua pada kelenjar lakrimalis dan tumor ganas epiteliah tersering pada kelenjar lakrimalis, tumor ini dapat muncul pada Adenoma Pleomorfik atau de novo pada kelenjar lakrimal. Tipe ini sedikit lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan dengan laki-laki, usia rata-rata terkena sekitar 40 tahun dengan rentang usia 6,5 tahun sampai 79 tahun. Tidak seperti Adenoma Pleomorfik, Adenoid Kistik Karsinoma bukan berupa kapsul, cenderung mengikis tulang, dan menyerang saraf orbita, keluhan nyeri sering dirasakan oleh pasien. Sebagian besar, tampak putih keabuan, kuat, dan nodular. Gambaran histologi, terdapat beberapa variasi gambaran yang muncul, termasuk pola klibiform ( swiss cheese) yang paling sering muncul. Gambaran histologi lain berupa basaloid (solid), komedo,
10
sklerotik, dan tubular. Terdapatnya pola basaloid akan berhubungan dengan prognosis yang jelek (five years survival rates 20%).
2.3.3.2 Etiologi
Perubahan sel berawal dari peristiwa metaplastik yang mengubah sel skuamosa menjadi jaringan myeloid. Merkipun etiologi pasati belum dketahui, tetapi insiden pada tumor kelenjar lakrimal meningkat setelah paparan radiasi selama 10-15 tahun.10. Studi lain mengatakan perubahan diferensiasi ini diakibatkan paparan makanan kimia berulang 3. 2.3.3.3 Manifestasi Klinis
Pada tipe adenoma pleomorfik biasanya bermanifestasi sebagai massa terpalpasi yang tumbuh progresif lambat dan tidak nyeri, biasanya muncul pada fossa kelenjar lakrima kuadran supratemporal. Kebanyakan massa ini tumbuh dilobus orbital unilateral (10% pada lobus kelenjar lakrimal) sehingga gejala yang timbul kebanyakan berupa protrusio bulbi unilateral aksial dengan pergeseran ke arah bawah dan medial. Gejala protrusio bulbi ini dapat muncul lebih dari 12 bulan tanpa tanda inflamasi. Pada beberapa keadaan, tumor ini bermanifestasi sebagai ptosis kelopak mata. Selain itu, pasien akan mengeluh diplopia dari grobe dsytopia, keterbatasan pergerakan bola mata, lakrimasi, refractive error , dan choroidal fold .1,2,3 Pada tumor yang meliputi lobus kelenjar lakrimal (10% dari kasus), karakteristik benjolan lebih mudah digerakkan, tidak nyeri, timbul dalam waktu singkat, dan tidak menyebabkan protrusio bulbi atau perubahan tulang orbita sehingga insisi sekitar kelenjar sebagai tatalaksana bedah masih direkomendasikan. Pada pemeriksaan fisik memperlihatkan massa yang padat dan mobile daerah sekitar inferior sampai supralateral lekukan orbita. Variasi klinis yang tampak seperti pada gambar 2.5.
11
B
C
Gambar 2.5 A. Adenoma pada pasien laki-laki 33 tahun dengan protrusio bulbi progresif dan distopia inferior mata kanan selama 1 tahun
(2)
B. Perempuan, 19 tahun dengan protrusio bulbi lambat progresif dan pergeseran bola mata kiri kebawah selama 3 tahun
(2)
C. Perempuan 68 tahun protrusio bulbi lama dengan pergeseran bola mata ke bawah selama 30 (2)
tahun. Mengalami rekurensi setelah 15 tahun operasi incompleted removal
12
Pada tipe Adenoid Kistik Karsinoma lesi yang timbul menyebabkan nyeri, tumbuh perlahan. Jika sudah meluas, tumor akan menyebabkan nyeri hebat pada kepala serta kelumpuhan saraf sekitar. Sebagian besar pasien juga akan mengalami protrusio bulbi dan perubahan dalam penglihatan. Karena pertumbuhannya yang relatif lambat, pasien karsinoma kistik adenoma dapat bertahan hidup selama 5 tahun.
2.3.4 Mukokel Sinus Paranasal
Pertumbuhan kantong sejenis kista yang terletak di sinus paranasal sesungguhnya telah dikenal hampir lebih dari 160 tahun yang lalu, namun istilah mukokel pertama kali dikemukakan oleh Rollet pada tahun 1896. Mukokel adalah lesi ekspansif yang terdapat di rongga sinus, yang mengandung mukus dengan permukaannya dilapisi oleh membran. Sifatnya jinak, terletak dalam kapsul, berisi mukus, dan dilapisi oleh epitel kolumner skuamosa. Keadaan dalam mukokel biasanya steril, tetapi apabila terjadi infeksi sekunder akan berkembang menjadi mukopyokel. Mukokel paling sering timbul pada sinus frontal, kemudian etmoid. Jarang ditemukan pada sinus sfenoid dan maksila. Menurut Steinberg dkk, mukokel paranasal dapat mengenai pria dan wanita pada perbandingan yang sama, dan insiden tertinggi terjadi pada dekade ketiga dan ke-empat.
2.3.4.1 Patogenesis
Penyebab pasti mukokel belum jelas. Ada teori yang mengatakan bahwa obstruksi ostium sinus merupakan penyebab utama. Mukokel dapat timbul akibat adhesi (post-inflamasi, post-trauma atau post-operasi) yang menyebabkan obstruksi drenase sinus. Massa yang besar seperti tumor atau polip juga dapat menyebabkan obstruksi dan obliterasi saluran drenase sehingga menimbulkan pembentukan mukokel. Produksi mukus yang terus menerus dalam mukokel, menyebabkan mukokel bertambah besar sehingga
13
memberikan tekanan pada dinding sinus. Pada proses lebih lanjut, mukokel dapat menyebabkan penipisan tulang dinding sinus sehingga dapat melibatkan struktur sekitar sinus seperti orbita. Proses erosi tulang oleh mukokel dapat diterangkan dengan dua teori yaitu pertama, terdapatnya interleukin-1 dan yang kedua akibat teori penekanan. Resorpsi tulang terjadi karena antigen merangsang pelepasan IL1,
sementara
itu
sel
mononuklear
yang
terdapat
pada
periostium
mengeluarkan sitokin yang menghasilkan prostaglandin E2 (PGE2), sedangkan
fibroblas
menghasilkan
kolagenase.
PGE2
dan
fibroblas
menyebabkan terjadinya penyerapan tulang. Didapatkan kadar PGE2 dan kolagenase yang dihasilkan oleh fibroblast dalam mukokel dua kali lipat lebih banyak daripada mukosa normal. 2.3.4.2 Manifestasi Klinis
Gejala bervariasi tergantung ukuran mukokel dan lokasi sinus yang terkena. 1. Mukokel Sinus Frontal Sumbatan duktus nasofrontal, inflamasi kronik, trauma atau operasi sinus frontal dapat menyebabkan timbulnya mukokel. Manifestasi dini dari pembentukan mukokel adalah nyeri daerah supraorbital yang hilang timbul atau bahkan bisa menetap. Seiring perluasan mukokel, didapatkan penipisan tulang dinding sinus frontal. Perluasan terutama terjadi pada daerah tulang dinding sinus yang paling rentan atau tipis yaitu atap dari sinus frontal. Struktur orbita dapat terdorong ke bawah dan lateral menimbulkan protrusio bulbi dan diplopia. Pada tahap dini, ditemukan nyeri tekan daerah orbita. Kemudian pada tahap lanjut bisa terdapat massa besar yang muncul bersamaan dengan defek pada daerah orbita. Mukokel dapat mengerosi septum interfrontal sehingga sinus frontal kontralateral ikut terlibat. Dapat juga meluas ke dalam labirin etmoid, melalui dinding anterior sinus menyebabkan deformitas eksternal atau melalui dinding posterior ke dalam fosa kranii anterior.
14
Gambar 6. Mukokel Sinus Frontal Penonjolan di bagian dahi tempat lokasi mukokel sinus frontal
2. Mukokel Sinus Etmoid Perluasan mukokel sinus etmoid umumnya melalui lapisan tipis lamina papirasae menyebabkan struktur orbita terdorong ke lateral atau ke bawah. Terapi untuk mukokel sinus etmoid adalah etmoidektomi eksternal komplit.
3. Mukokel Sinus Sfenoid Perluasan mukokel sinus sfenoid dapat menyebabkan dektruksi dinding posterior bahkan bisa melibatkan kelenjar pituitari. Perluasan dapat mendorong orbita ke arah atas menyebabkan orbital apex sindrom dengan gangguan penglihatan, oftalmoplegia, dan diplopia. Komplikasi yang mungkin terjadi dari mukokel sinus sfenoid adalah neuritis optikus dan enoftalmus.
a. Mukokel Sinus Maksila
15
Umumnya mukokel sinus maksila kecil dan asimptomatis. Gejala klinis mukokel di sinus maksila yang ditemukan akibat perluasan antara lain deformitas struktur orbita kea rah atas menimbulkan protrusio bulbi, ptosis pada kelopak mata atas sebagai akibat dari restriksi sebagian kelopak mata bawah, enoftalmus disebabkan hilangnya atap antrum maksila, diplopia, benjolan di daerah pipi di atas antrum yang terkena, sumbatan hidung sebagai akibat pendorongan ke arah medial hidung, dan defek pada lantai antrum. Terapi operatif dengan teknik Caldwell-Luc.
Gambar 7. Mukokel Sinus Maksila Kanan Pendorongan struktur orbita kanan ke atas oleh mukokel sinus maksila kanan
2.3.5 Retinoblastoma 2.3.5.1Definisi
Retinoblastoma dalah keganasan intraokular primer yang paling sering pada bayi dan anak dan merupakan tumor neuroblastik yang se!ara biologi miripdengan neuroblastoma dan medulloblastoma 2.3.5.2 Etiologi
Retinoblastoma disebabkan oleh mutasi gen RB1, yang terletak pada lengan panjang kromosom 13 pada locus 14 (13q14) dan kode protein pRB, yang
16
berfungsi sebagai supresor pembentukan tumor. pRB adalah nukleoprotein yang terikat pada DNA ( Deoxiribo Nucleid Acid ) dan mengontrol siklus sel pada transisi dari fase G1 sampai fase S. Jadi mengakibatkan perubahan keganasan dari sel retina primitif sebelum diferensiasi berakhir
2.3.5.3 Manifestasi Klinis
Anamnesis saat pertama kali pemeriksaan harus didapatkan riwayat keluarga yang lengkap. 1. Secara
spesifik,
tanyakan
kepada
orang
tua
mengenai
kejadian
retinoblastoma di keluarga tersebut 2. Gali mengenai riwayat tumor pada mata, operasi enukleasi sebelumnya, atau keganasan pada anak-anak dari anggota keluarga lainnya. Temuan klinis seluruh stadium retinoblastoma bervariasi 1. Leukokoria Leukokoria (refleks pupil putih atau refleks mata kucing) merupakan gambaran klinis yang paling sering sekitar 56,1% kasus, terjadi karena proses kalsifikasi intraretina pada pertumbuhan tumor. Leukokoria terjadi karena ada kandungan masa putih menutupi refleks merah pupil. 2. Strabismus (esotropia 11% dan exotropia 9%) Strabismus bisa berupa ekstropia maupun esotropia. Terjadi akibat gangguan fiksasi akibat pertumbuhan tumor di daerah macula. Strabismus muncul sebagai temuan kedua yang sering didapatkan. Jadi pemeriksaan
17
fundoskopi melalui pupil yang berdilatasi dengan baik harus dilakukan pada seluruh kasus strabismus pada anak-anak 3. Protrusio bulbi Penyebaran tumor terjadi keluar bola mata sehingga terjadi gejala protrusio bulbi
18
BAB III PENUTUP
3.1
Kesimpulan
protrusio bulbi merupakan keadan dimana bola mata menonjol keluar. Penonjolan bola mata adalah tanda utama penyakit orbita. Penyebabnya bisa bermacam-macam misalnya infeksi, tumor, gangguan vaskuler, dan gangguan system endokrin. Protrusio bulbi dapat menyebabkan gangguan fungsi mata apa bila tida di tatalaksana dengan adekuat dan sesuai dengan penyebab nya, untuk itu diperlukan lah anamnesa dan pemeriksaan fisik dan pengetahuan mengenai diagnosa banding dari penyakit penyakit yang bermanifestasi protrusion bulbi
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas, S: Ilmu Penyakit Mata, ed. ketiga. Jakarta, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010: 271-273 2. Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia: Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran. Jakarta, Sagung Seto, 2002. 3. Vaughan, Daniel G et all: Oftalmologi Umum ed. 14. Jakarta: Widya Medika, 2000. 4. Vaughan D. G., Asburry T., Riordan-Eva P., Suyono Y. J. (ed), Penyakit Endokrin; Gangguan Kelenjar tiroid: Penyakit Graves, Oftalmologi Umum, Widya Medika, Jakarta, 2000, (14): 330-332. 5. Glasspool M. G., Andrianto P. (alih bahasa), Penyakit Thyroidea, Atlas Berwarna Oftalmologi, Widya Medika, Jakarta, 1990: 106-108. 6. Thyroid Ophthalmopathy available from: http://emedicine.medscape.com/article/1218444-overview.html 7. Graves’ Ophthalmopathy available from: http://en.wikipedia.org/wiki/Graves’_ophthalmopathy 8. Ophthalmopathy, Thyroid available from: http://emedicine.medscape.com/article/383412-overview.htm 9. Elkington A. R., Khaw P. T., Waliban (alih bahasa), Penyakit Mata Distiroid , Petunjuk Penting Kelainan Mata, EGC, Jakarta, 1996. 10. Ilyas sidharta. Ilmu penyakit mata Ed 3. Balai penerbit FKUI. Jakarta, 2005 11. American Academy of ophthalmology. Ophthalmologic Pathology and intraocular tumors section 4. American academy of ophthalmology. San Francisco, 2011
20