BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Sebelum Islam masuk dan berkembang, Indonesia sudah memiliki corak kebudayaan yang dipengaruhi oleh agama Hindu dan Budha. Setelah itu, Islam datang di Indonesia dengan membawa peradaban baru yang memiliki corak keislaman secara khusus. Beberapa bentuk peradaban Islam mewarnai kehidupan dan pemikiran masyarakat Islam di Indonesia. Peradaban Islam yang dibawa oleh para mubaligh Islam dari Arab dikulturasikan (dipadukan) dengan tradisi dan budaya setempat. Akulturasi antara peradaban Islam dan peradaban masyarakat setempat menjadi terpadu yang membawa dampak positif bagi perkembangan budaya Islam di Indonesia. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana peradaban Islam di Indonesia? 2. Apa saja organisasi-organisasi Islam di Indonesia?
C. Tujuan Penulisan 1. Mengetahui peradaban Islam di Indonesia 2. Mengetahui organisasi-organisasi Islam di Indonesia
BAB II PEMBAHASAN
A. PERADABAN ISLAM 1. Sistem Birokrasi Keagamaan Oleh karena penyebaran islam di Indonesia pertama tama dilakukan oleh pedagang pertumbuhan komunitas islam bermula diberbagai pelabuhan penting disumatra, jawa, dan pulau lainnya. Kerajaan-kerajaan Islam yang pertama berdiri juga didaerah pesisir. Demikian halnya dengan kerajaaan samudra pasai, aceh, demak, banten dan Cirebon ternate dan tidore. Ibukota kerajaan selain merupakan pusat politik dan perdagangan, juga merupakan tmpat berkumpul para ulama dan mubaligh islam. Ibnu Batutah menceritakan, sultan kerajaan samudra pasai, Sultan Al Malik Az Zahir, dikeliligi oleh ulama dan mubaligh islam, dan raja sendiri sangat menggemari diskusi mengenai masalah-masalah keagamaan. Raja raja acceh mengangkat para uama menjadi penasehat dan pejabat dibidang keagamaan. Sultan Iskandar Muda (1607-1636M) Mengangkat Syaikh Nuruddin ArRaniri menjadi mufti kerajaan dan Sultanah Safiatuddin Syah mengangkat Syaikh Abdur Rauf Singkel. Keberadaan ulama sebagai penasehat raja, terutama dalam bidang keagamaan juga terdapat dikerajaan-kerajaan islam lainnya, di Demak, peasehat Raden Fatah, raja pertama demak adalah para wali, terutama sunan ampel dan sunan kalijaga. Bahkan di samping berperan sebagai guru agama dan mubaligh sunan gunung jati (Syarif Hidayatullah) juga langsung berperan sebagai kepala pemerintahan. Di Ternate, sultan dibantu oleh sebuah badan penasehat atau lembaga adat. Pada umumnya, badan ini beranggotakan sekelompok ulama, yang selain menjadi penasehat badan peradilan, juga memberi nasehat kepada raja apabila ia melanggar peraturan.
Adapun di samping sebagai penasehat raja, para ulama juga duduk dalam jabatan- jabatan keagamaan yang memiliki tingkah dan istilah berbeda-beda antara satu daerah dengan daerah lainnya, pada umumnya di sebut Qadhi. Meskipun dengan istilah yang berbeda tetpi penerapan hukum islam di satu kerajaan lebih jelas di bandingkan dengan kerajaan lain. Kedudukan jabatan ulama yang terkuat diantaranya adalah di Aceh dan di Banten. Di kesultanan Cirebon, Sultan Chaeruddin 1 (Kesultanan Kanoman) mengangkat Kiai Muqayim pendiri Pesantren Buntet, sebagai mufti kesultanan Cirebon. Selanjutnya Kiai Anwaruddin yang dikenal dengan Kiai Kriyani juga dari Pesantren Buntet pernah menjadi mufti di kesultanan Cirebon. Berbagai kebijakan yang berkaitan dengan keagamaan di kesultanan merujuk pada tatanan sistem keagamaan yang berlaku di kitabkitab fikih salaf ( kitab kuning) sebagaimana di kaji di pesantren. Birokrasi keagamaan juga berlangsung di beberapa kerajaan islam seperti di Kesultanan Demak di Jawa. Semasa menjadi raja Sultan Fatah diangkat oleh para walisongo sebagai raja Demak dengan gelar Senopati Jimbun Ngabdurrahman Panembahan Palembang Sayyidin Panatagama. Demikian pula yang berlaku di Kerajaan Mataram Islam, Sultan Agung bergelar
Sultan
Agung
Hanyakrakusuma
Sayyidin
Panata
Agama
Khulifatullah Ing Tanah Jawi. Sultan Agung bahkan memberlakukan kebijakan perpaduan tahun Jawa Saka di sesuaikan dengan tahun hijriyah. Hal ini menunjukkan perpaduan akulturasi budaya setempat (Jawa) dengan tradisi hukum islam yang di tuangkan dalam birokrasi keagamaan. Demikian pula yang berlaku di beberapa kerajaan lain di Indonesia pada umumnya. 2. Peran Para Ulama Dan Karya Karyanya Penyebaran dan pertumbuhan kebudayaan umat islam di Indonesia terutama terletak di pundak ulama. Paling tidak, ada dua cara yang dilakukan:
Pertama: membentuk para kader ulama yang akan bertugas sebagai mubaligh ke berbagai daerah yang lebih luas. Cara ini dilakukan di dalam lembaga-lembaga pendidikan islam yang dikenal dengan Pesantren di Jawa, Dayah di Aceh, dan Surau di Minangkabau. Kedua : melalui karya-karya yang tersebar dan di baca di berbagai tempat yang jauh. Karya–karya tersebut mencerminkan perkembangan pemikiran dan ilmu-ilmu keagamaan di Indonesia pada masa itu. Pada abad ke-16 dan 17, banyak sekali bermunculan tulisan para cendekiawan Islam di Indonesia. Syekh Muhammad Naquib Al Attas menyatakan abad-abad itu menyaksikan suatu kesuburan dalam penulisan sastra, filsafat, metafisika dan teologi rasional yang tidak terdapat tolok bandingnya dimana-mana. Akan tetapi perlu juga diketahui bahwa ketika tradisi pemikiran Islam mulai terbentuk di kepulauan Indonesia ini, di pusat dunia islam, bidang pemikiran itu telah mapan. Bahkan, disana dikenal dengan masa kebekuan, masa kemunduran di bidang agama karena di galakkannya taklid. Dunia pemikiran yang berkembang di Indonesia, bagaimanapun, mempunyai akar pada tradisi yang telah berkembang di pusat dunia Islam tersebut sebelumnya. Para tokoh-tokoh ulama pertama di Indonesia adalah : a. Hamzah Fansuri, seorang tokoh sufi terkemuka yang berasal dari Fansur (Pansur), Sumatra utara. Karyanya yang terkenal berjudul Asarul Arifin Fi Bayan Ila Suluk Wa At-Tauhidi, suatu uraian singkat tentang sifat-sifat dan inti ilmu kalam menurut teologi islam. b. Syamsuddin As-Sumatrani adalah murid Hamzah Fansuri. Syamsuddin mengarang buku berjudul Mir’atul Mu’minin (cermin orang beriman). Pada tahun 1601 M. buku itu berisi tanya jawab tentang ilmu kalam, dan juga beberapa buku lainnya. c. Nurudin Ar Raniri adalah seseorang yang berasal dari India, keturunan Arab Quraisy Hadramaut. Ar Raniri dikenal sebagai orang yang giat
membela ajaran Ahlussunnah Waljamaah. Karyanya yang sudah diketahui dengan pasti berjumlah 29 buah, yang meliputi berbagai cabang ilmu pengetahuan, seperti ilmu fikih, hadis, akidah, sejarah, tasawuf, dan sektesekte agama. d. Abdur Rauf Singkel adalah penulis yang berasal dari kerajaan Aceh yang mendalami ilmu pengetahuan Islam di Mekah dan Madinah. Ia menghidupkan kembali ajaran tasawuf yang sebelumnya dikembangkan oleh Hamzah Fansuri melalui Tarekat Syattariah yang diajarkannya, walaupun dengan ungkapan dan wujud yang berbeda. e. Syaikh Yusuf Al Makassari (1626-1699 M) yang lama belajar di timur tengah. Karya-karya Syaikh Yusuf Al Makassari yang sebagian dalam bidang tasawuf di perkirakan berjumlah 20 buah dan sekarang masih dalam bentuk naskah yang belum di terbitkan. Syaikh Yusuf banyak berjasa dalam perlawanan terhadap penjajahan belanda di Makassar dan Banten. f. Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari (1710-1812 M). pada abad ke-19 pemikiran tasawuf mulai bergeser ke pemikiran fikih. Diantara ulama yang produktif menulis adalah Syaikh Muhammad Arsyad yang menulis kitab Sabilul Muhtadin, sebuah kitab fikih, dan kitab perukunan melayu. g. Kiai Haji Ahmad Rifai (1786-1875 M) dari Kalisalak Batang yang menulis banyak buku, diantaranya Husnul Mathalib, Asnal Maqashid, Jam’ul Masa’il, Abyanul Hawa’ij, dan Ri’yatul Himmah, yang umumnya membahas ushuluddin, fikih, tasawuf. Gerakan keagamaan Kh Ahmad Rifai memperoleh dukungan masyarakat yang kemudian dikenal dengan Gerakan Rifaiyah dan banyak pengikutnya di Jawa. h. Syaikh Nawawi Al Bantani (wafat 1894) ulama dari Banten yang tinggal di Arab hingga wafatnya dan memperoleh gelar sebagai Sayyid Ulama Al Hijaz (penghulu ulama hijaz) menulis tidak kurang dari 41 buah kitab yang menyebar di berbagai wilayah dunia islam, termasuk Indonesia. Beberapa karyanya antara lain: Nihayatuz Zain, Safinatun Naja, Nurudzh Zhalam, Kasyifatus Saja, Salamul Fudhala, dan karya yang terkenal adalah At Tafsir Al Munir.
i. Syaikh Ahmad Khatib Minangkabau (1860-1916) yang juga sangat produktif menulis, salah satu tulisannya yang terkenal adalah Izharul Zaghlil Kadzibin Fi Tasyabbuhihim Bis Shadiqin yang berisi tantangan terhadap ajaran tarekat. j.
Syaikh Abdus Shamad Al Falimbani berasal dari keturunan Arab Yaman
adalah ulama dari Palembang. Karya-karya Abdus Shamad cukup banyak khususnya dalam masalah sufistik. Karya-karya Abdus Shamad antara lain: Zuhrah Al Murid Fi Bayan Kalimah At Tauhid (1764), Nashihah Al Muslimin Wa Tadzkirah Al Mu’minin Fi Fadhail Al Jihad Fi Sabilillah (1772), Tuhfah Ar Raghibin Fi Bayan Haqiqah Iman Al Mu’minina Wa Mayufsiduh Fi Riddah Al Murtadin (1774), Al Urwah Al Wutsqa Wa Silsilah Uli Tuqa, Ratib Abdus Shamad, Zad Al Muttaqin Fi Tauhid Rabbul Alamin, Hidayah As Salikin Fi Suluk Maslak Al Muttaqin(1787), As Sayr As Salikin Ila Rabb Al Alamin(1789), karyanya yang terakhir ini adalah karya yang sangat terkenal dalam bidang tasawuf. k. Di Semarang terdapat ulama terkenal, Syaikh Shaleh Darat (1802-1903) yang menulis beberapa karya dalam bahasa arab dan Jawa. Shaleh Darat adalah guru dari Syaikh Mahfudz Termas, KH Hasyim Asy’ari, KH Ahmad Dahlan, dan RA Kartini. Karya-karyanya antara lain: Kitab Tafsir Faidhur Rahman (1891 M), Kitab Majmu’at Asy Syari’at Al Kaifiyat Lil Awam (fiqh), Kitab Munjizat, metik saking Ihya Ulumuddin, Kitab Al Hikam terjemahan dari kitab al hikam karya Ahmad Bin Athaillah, Kitab Lathaifuth Thaharat (fiqh), Kitab Manasik Haji (fiqh haji), Kitab Pasolatan (fiqh), Kitab Jauharut Tauhid ( tauhid), Kitab Minhajul Atqiya (tasawuh), dan lain lain. l. Syaikh Mahfudz At Tirmasi, seorang ulama yang berasal dari Termas Pacitan. Mahfudz adalah seorang ulama yang sebagaimana Nawawi Al Bantani menjadi ulama kenamaan di Mekah. Karya-karya Mahfudz memiliki
daya
tarik
di
kalangan
mayoritas
santri
di
karenakan
konsentrasinya pada bidang ilmu hadis. Sedemikian produktifnya sehingga ia menyelesaikan karya dalam bidang ilmu hadits, yaitu Minhaj Zhawi AnNazhar, sebuah penjelasan yang cukup rinci atas Manzhumat ‘Ilm Al-Atsar
karya Abd Ar-Rahman As-Suyuti, dalam waktu 4 bulan 14 hari, kitab ini tebalnya 302 halaman, sebagian besar dikerjakan di Mekah pada tahun 1392/1911. m. Syaikh Ihsan Al-Jampasi Al-Kadiri, berasal dari Jampes Kediri. Syaikh Ihsan adalah penulis kitab Sirajut Thalibin (Pelita Para Pencari) terdiri dari 2 jilid, syarah atas kitab Minhajul Abidin Imam Al-Ghazali. Kitab ini diterbitkan di Kairo dan menjadi rujukan dalam bidang tasawuf di sana. Karya lainnya adalah Manahijul Imdad syarah atas Irsyadul Ibad Syaikh Zainuddin Al-Malibari setebal 1.000 halaman, dan Tasyiharul Ibarat (kitab ilmu falak). n. Di Jawa Timur terdapat KH. Hasyim Asy’ari yang dikenal sebagai seorang ulama pendiri pesantren Tebuireng Jombang dan pendiri NU. KH. Hasyim Asy’ari juga dikenal sebagai seorang ulama penulis buku-buku berbahasa Arab. Di antara karyanya yang ditulis dalam bahasa Arab adalah Ad-Durarul Muntasyirah fi Mas’alati Tis’a Asyarah, At-Tibyan fi An-Nahy ‘an Muqatha’at Al-Arham, An-Nurul Mubin fi Mahabbati Sayyidil Mursalin, Risalah Ahlu As-Sunnah wa Al-Jama’ah, Muqadimah Al-Qanun Asasi li Jam’iyati Nahdlatil Ulama, Adabul ‘Alim wa Al-Muta’alim, dan lain-lain. Di samping mereka yang disebutkan diatas, masih banyak para ulama lain yang sangat berjasa dalam pengembangan agama Islam di Indonesia melalui karya-karyanya. Di antaranya, KH. Ahmad Dahlan tokoh dan pendiri Muhammadiyah, Syaikh Sulaiman Ar-Rasuli pendiri Tarbiyah AlIslamiyah, H. Abdul Karim Amrullah, H. Abdullah Ahmad, H. Muhammad Jamil Jambek dan lain-lain. 3. Corak Bangunan Arsitek Oleh karenanya perbedaan latar belakang budaya, arsitektur bangunanbangunan Islam di Indonesia berbeda dengan yang terdapat di dunia Islam lainnya. Hasil-hasil seni bangunan pada zaman pertumbuhan dan perkembangan Islam di Indonesia antara lain Masjid kuno Demak, Masjid
Agung
Ciptarasa
Kesepuhan
di
Cirebon,
Masjid
Agung Banten,
Baiturrahman di Aceh, Masjid Ampel di Surabaya, dan daerah-daerah lain. Masjid-masjid itu menunjukan keistimewaan dalam denahnya yang berbentuk persegi empat atau bujur sangkar dengan bagian kaki yang tinggi serta pejal, atapnya bertumpang dua, tiga, lima atau lebih, dikelilingi parit atau kolam air di bagian depan atau sampingnya yang berserambi. Bagianbagian lain seperti mihrab dengan lengkung pola kalamakara, mimbar yang mengingatkan
ukiran-ukiran
pola
teratai,
mastaka
atau
memolo,
menunjukkan seni-seni bangunan yang tradisional yang telah dikenal di Indonesia sebelum kedatangan Islam. Beberapa masjid kuno mengingatkan kita kepada seni bangunan candi, menyerupai bangunan meru pada zaman Indonesia Hindu. Ukiran-ukiran pada mimbar, hiasan, lengkung pola kalamakara, mihrab, bentuk beberapa mastaka atau memolo menunjukkan hubungan yang erat perlambang meru, kekayon gunungan atau gunung tempat dewa-dewa yang dikenal dalam cerita keagamaan Hindu. Beberapa ukiran pada masjid kuno di Mantingan, Sendang Duwur, menunjukkan pola yang diambil dari dunia tumbuhtumbuhan dan hewan yang diberi corak tertentu dan mengingatkan pada pola-pola ukiran yang sudah dikenal pada Candi Prambanan dan beberapa candi lainnya. Selain itu, pada pintu gerbang, baik di keraton-keraton maupun di makam orang-orang yang dianggap keramat yang berbentuk candi bentar, kori agung, jelas menunjukkan corak pintu gerbang yang dikenal sebelum Islam. Demikian pula nisan-nisan kubur di daerah Tralaya, Tuban, Madura, Demak, Kudus, Cirebon dan Banten menunjukkan unsur-unsur seni ukir dan perlambang pra-Islam. Di Sulawesi, Kalimantan, dan Sumatra terdapat beberapa nisan kubur yang lebih menunjukkan unsur seni Indonesia praHindu dan pra-Islam.
Beberapa bangunan arsitektur Islam di Indonesia, memiliki ciri khas tersendiri dengan mengadaptasi budaya sebelumnya. Hal tersebut dapat dilihat dalam arsitek Masjid Kudus di mana menaranya masih mencitrakan bangunan model budaya Jawa Hindu. Arsitektur semacam ini secara jelas memperlihatkan perpaduan antara budaya Hindu dan budaya Islam. 4. Lembaga Pendidikan Islam Lembaga-lembaga pendidikan Islam sudah berkembang dalam beberapa bentuk sejak zaman penjajahan Belanda. Salah satu bentuk pendidikan Islam tertua di Indonesia adalah pesantren yang tersebar di berbagai pelosok. Lembaga pesantren dipimpin oleh seorang ulama atau kiai. Untuk tingkat lanjutan, tidak ada kurikulum yang jelas pada lembaga ini. Kemajuan seorang penuntu sangat ditentukan oleh kerajinan, kesungguhan, dan ketekunan masing-masing. Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam mempunyai kontribusi yang sangat besar dalam pembentukan budaya masyarakat Islam di Indonesia. Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia. Para walisongo penyebar agama Islam di Jawa mengembangkan pesantren sebagai lembaga kaderisasi tenaga dakwah yang akan meneruskan perjuangan agama Islam. Para walisongo juga menjadi tenaga inti dalam penyebaran agama Islam di berbagai daerah melalui lembaga pendidikan pesantren. Dengan berkembangnya pemikiran dalam Islam di awal abad ke-20, persoalan administrasi dan organisasi pendidikan mulai mendapat perhatian beberapa kalangan atau organisasi. Kurikulum mulai jelas. Belajar untuk memahami, bukan sekedar menghafal, ditekankan, dan pengertian ditumbuhkan. Itulah yang dinamakan dengan madrasah. Pada umumnya madrasah dibagi menjadi dua jenjang, yaitu tingkat dasar yang dinamakan Madrasah Ibtidaiyah, dan tingkat lanjutan yang dinamakan Madrasah Tsanawiyah. Di beberapa sekolah menengah yang berbahasa
Belanda, seperti MULO dan AMS pada tahun 1930-an diajarkan juga pelajaran agama. Hal yang sama juga berlaku pada zaman pendudukan Jepang, bahkan lebih teratur. Setelah Indonesia merdeka, terutama setelah berdirinya Departeman Agama, persoalan pendidikan agama Islam mulai mendapat perhatian lebih serius. Badan Perkerja Komite Nasional Pusat dalam bulan Desember 1945 menganjurkan agar pendidikan madarsah di terukan. Badan ini juga mendesak pemerintah agar memberikan bantuan kepada madrasah. Departemen Agama dengan segera membentuk bagian khusus yang bertugas menyusun pelajaran dan pendidikan agama islam dan Kristen, mengawasi pengangkatan guru-guru agama, dan mengawasi pendidikan agama. Setelah revolusi selesai, usaha untuk mengoordinasi sekolah-sekolah agama di mulai kembali, bukan hanya untuk jawa dan Sumatra, melainkan seluruh Indonesia. Setelah itu banyak lembaga pendidikan agama yang didirikan. Demikian beberapa sekolah agama Islam didirikan oleh Departemen Agama. Sementara itu, perguruan Islam swasta dalam bentuk lain masih berjalan.adapun bentuk lemabaga pendidikan islam swasta adalah sebagai berikut: pertama, pesantren Indonesia Klasik, seperti telah di sebutkan. Kedua, madrasah diniyah (sekolah agama), yaitu sekolah-sekolah yang memberikan pengajaran tambahan bagi murid sekolah negeri pada usia sekolah. Pelajaran berlangsung di dalam kelas, di waktu sore pada sekolah dasar dan sekolah menengah. Ketiga, madrasah-madrasah swasta, biasanya mata pelajaran dalam system pengajaranya sama dengan madrasah negeri. Departemen
Agama
menganjurkan
agar
pesantren
tradisional
dikembangakan menjadi sebuah madrasah, disusun secara klasikal, menggunakan kurikulum yang tetap, dan memasukan mata pelajaran umum di samping agama sehingga murid di madrasah tersebut mendapatkan pendidikan umum yang sama dengan murid di sekolah
umum. Oleh karena itu, departemen Agama akan memberikan bantuan kepada madrasah yang juga memperhatikan pendidikan umum.persoalan kualiatas lulusan sekolah agama terus ditingkatkan, terutama kemampuan berbahasa arab, bahkan bahasa Inggris. Berkenanan dengan perguruan tinggi Islam, kaum muslimin di Indonesia sejak awal sudah berfikir untuk membangunnya. Universitas Islam Indonesia (UII) adalah perguruan tinggi Islam pertama yang memiliki falkutas-falkutas non agama. Dengan demikian, UII dapat memberi contoh tentang perkembangan universitas islam di Indonesia. UII bermula di awal tahun 1945, di saat masyumi memutuskan untuk mendirikan sekolah tinggi Islam di Jakarta. Sebuah panitia persiapan di bawah pimpinan Muhammad Hatta, wakil presiden RI pertama, mengerjakan rencana pelaksanannya. Pada mulanya, lembaga ini didirikan untuk melatih ulama-ulama yang berpendidikan baik, yaitu orang yang telah mempelajari Islam secara luas dan mendalam, dan memperoleh standar pengetahuan umum yang memadai seperti yang telah di tuntut oleh masyarakat. Kurikulumnya terutama di contoh dari fakultas Teologi (tingkat tinggi) dari Universitas Al-Azhar di Kairo, yang di rancang tahun 1936. Dengan bantuan dari pemerintah pendudukan Jepang, lembaga ini di buka pada tanggal 08 juli 1945 di Jakarta. Tidak lama setelah itu, lembaga ini di tutup karena gedung-gedung di kuasai oleh pasukan sekutu, dan di buka kembali tanggal 10 april 1947 di Yogyakarta. Mula-mula ada dua jenis kursus yang di buka, yaitu ilmu agama dan ilmu masyarakat. Pada bulan November 1947, lembaga ini di ubah menjadi universitas dengan empat fakultas, yaitu syariah, hukum, pendidikan dan ekonomi (kemudian di tambah fakultas teknik). Pada tanggal 22 januari 1950, sejumlah pemimpin Islam mendirikan sebuah universitas islam di solo, dan 20 februari 1951 kedua universitas Islam di yogjakarta dan solo di satukan dengan universitas islam Indonesia UII yang sejak itu memiliki cabang di
dua kota tersebut. Setelah itu mulai banyak muncul perguruan tinggi dan universitas islam. Perguruan tinggi Islam yang khusus terdiri dari fakultas-fakultas keagamaan mulai mendapat perhatian Kementrian Agama pada tahun 1950. Pada tanggal 12 Agustus 1950, Fakultas Agama di UII di pisahkan dan di ambil alih oleh pemerintah dan pada tanggal 26 september 1951 secara resmi di buka perguruan tinggi baru dengan nama perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) di bawah pengawasan Kementrian Agama. Pada tahun 1960, didirikan Institut Agama Islam Negri (IAIN), yang berada di bawah pengawasan Kementrian Agama, IAIN ini terus berkembang pesat. Pada tahun 1992, terdapat 14 IAIN di seluruh Indonesia dengan fakultas lebih dari seratus. Bermula dari Jakarta dan Yogjakarta, pada awal tahun 1980-an di buka program pascasarjana IAIN, dan beberapa tahun kemudian IAIN Alaudin Ujung Pandang dan IAIN Walisongo Semarang, IAIN Sunan Ampel Surabaya, juga membuka progam yang sama. Sekarang beberapa IAIN telah berkembang menjadi Universitas Islam negeri (UIN) seperti di Jakarta, Bandung, dan Yogjakarta. Di samping yang di kelola oleh negeri, beberapa perguruan tinggi Islam swasta juga telah banyak berdiri. Bahkan beberapa perguruan tinggi Islam swata juga memiliki fakultas-fakultas umum, di samping fakultasfakultas agama. Beberapa universitas Islam swasta di antaranya ialah Universitas Muhammadiyah di beberapa kota, Universitas Islam Jakarta (UIJ), Universitas Islam Indonesia (UII) Yogjakarta, dan lain-lain.
B. ORGANISASI-ORGANISASI ISLAM DI INDONESIA Beberapa organisasi Islam di Indonesia telah memiliki andil yang cukup besar terhadap proses pengembangan agama Islam. Termasuk dalam pembentukan budaya Islam dalam masyarakat luas. Peran tersebut terus berlangsung hingga sekarang, namun dalam perjuangan yang berbeda dengan
perjuangan pada masa-masa awal bangsa ini menghadapi penjajahan. Diantara organisasi-organisasi Islam di Indonesia adalah sebagai berikut: 1. Jam’iyatul Khair Jami’iyatul Khair berdiri 17 Juli 1905 di Jakarta. Dengan tokohtokohnya seperti Sayyid Shihab bin Shihab dan kawan-kawan. Organisasi ini pada awal berdirinya memiliki aktivitas di bidang pembinaan pendidikan dasar dan pengiriman pelajar ke Turki. Walaupun organisasi ini bersifat independen, tetapi mayoritas anggotanya adalah orang Arab. Jam’iyatul Khair pada awal berdirinya merupakan satu-satunya organisasi pendidikan yang menerapkan sistem pendidikan modern di Indonesia. Dalam hal pembaruan pendidikan, para guru didatangkan dari Tunisia, Sudan, Maroko, Mesir, dan Arab. 2. Syarikat Islam Syarikat Islam (SI), mula-mula awalnya adalah Serikat Dagang Islam (SDI) yang didirikan oleh KH. Samanhudi pada tahun 1905 M di Solo. Ada yang mengatakan bahwa SDI mula-mula didirikan pada tahun 1911 M. Kemudian pada tahun 1912 M, SDI berubah menjadi Syarikat Islam (SI) yang diprakarsai ole HOS. Cokroaminoto, Abdul Muis, H. Agus Salim dan lain-lain. Awalnya SI merupakan organisasi yang bergerak di bidang keagamaan, tetapi kemudian menjadi gerakan politik. Dan pada saat ini, SI juga banyak bergerak di bidang dakwah Islam dan sosial.1 3. Muhammadiyah Perkumpulan Muhammadiyah berdiri pada tanggal 18 November 1912 (8 Dzulhijjah 1330 H). Pendirinya adalah KH. Ahmad Dahlan. Tujuan berdirinya organisasi Muhammadiyah adalah sebagai wadah pembaharuan untuk menyebar pengajaran Nabi Muhammad SAW kepada penduduk bumi
1
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Amzah, 2010, hal. 408-423
putera dan memajukan hal agama Islam kepada anggota-anggotanya melalui kegiatan pendidikan.2 Muhammadiyah sebagai organisasi sosial keagamaan telah banyak berjasa dalam perjuangan negara Indonesia. Di antara tokoh Muhammadiyah yang diakui pemerintah sebagai pahlawan nasional adalah KH. Ahmad Dahlan, KH. Mas Mansur, Ny. H. Walidah Ahmad Dahlan, KH. Fakhruddin. 4. Nahdlatul Ulama (NU) Nahdlatul Ulama (NU) artinya Kebangkitan Ulama, adalah organisasi massa Islam yang didirikan oleh para ulama pesantren di bawah pimpinan KH. Hasyim Asy’ari, di Surabaya pada tanggal 31 Januari 1926. Diantara para tokoh ulama yang ikut mendirikan NU adalah KH. Hasyim Asy’ari, KH. Wahab Hasbullah, KH. Bisri Syamsuri, KH. Ma’shum Lasem, dan beberapa kiai lainnya. Lapangan usaha NU meliputi bidang-bidang pendidikan, dakwah, dan sosial. NU memiliki pondok pesantren besar yang menyebar di Indonesia. Di samping pesantren pendidikan yang dikelola NU adalah sekolah-sekolah formal sejak MI, MTs, MA, juga SD, SMP, MA sampai Perguruan Tinggi. NU pernah terjun di bidang politik, setelah keluar dari partai politik Masyumi (1955). Dalam pergerakan kemerdekaan Indonesia, peran NU cukup besar. Bahkan di antara para tokoh NU ada yang diakui sebagai pahlawan nasional oleh pemerintah RI antara lain: KH. Hasyim Asy’ari, KH. Wahid Hasyim, KH. Zainal Mustafa, KH. Zainul Arifin. Dalam perjuangan politik, NU akhirnya menyatakan Kembali ke Khithah 26, yaitu meninggalkan perjuangan politik praktis. Tokoh-tokoh NU antara lain: KH. Dr. Idham Khalid (pernah ketua DPR-MPR), dan KH. Abdurrahman Wahid, pernah menjadi Presiden RI ke-4. 5. Jam’iyatul Washliyah 2
Fatah Syukur, Sejarah Peradaban Islam, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2009, hal. 280.
Jam’iyatul Washliyah adalah suatu organisasi Islam yang diresmikan pendiriannya pada 30 November 1930 M didirikan di Medan yang dipelopori oleh para ulama terkemuka di Medan. Para ulama yang ikut mendirikan Jam’iyatul Washliyah antara lain: Ismail Banda, Abdurrahman Syihab, M. Arsyad Thahir Lubis, Adnan Nur, H. Syamsuddin, H. Yusuf Ahmad Lubis, H. A. Malik, dan A. Aziz Efendi. Al- Jam’iyatul Washliyah banyak memiliki sekolah dan madrasah yang telah mengeluarkan lulusannya sebagai tokoh terkemuka di masyarakat. Al-Wasliyah banyak berjasa dalam proses dakwah Islam di daerah Tanah Karo, Tapanuli, dan Simalungun Sumatra Utara. 6. Al-Irsyad Al-Islamiyyah Al-Irsyad adalah organisasi Islam yang didirikan pada tahun 1913 oleh orang-orang keturunan Arab, di bawah pimpinan Syaikh Ahmad Syurkati, seorang ulama asal Sudan. Al-Irsyad bergerak terutama di bidang pendidikan dan dakwah. Tujuan utama dari sekolah atau madrasah Al-Irsyad untuk mempermahir bahasa Arab sebagai bahasa Al-Qur’an. Banyak alumni sekolah-sekolah dan madrasah-madrasah Al-Irsyad yang pandai berbahasa Arab dan memiliki pengetahuan luas dalam berbagai bidang ilmu-ilmu Islam. 7. Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI) Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI) didirikan pada 20 Mei 1930 di Bukittinggi Sumatra Barat oleh sejumlah ulama terkemuka di Minangkabau, di bawah pimpinan Syaikh Sulaiman Ar-Rasuli. Di antara ulama lain yang ikut dalam pendirian PERTI adalah Syaikh Muhammad Jamil Jaho, Syaikh Abbas Ladanglawas, Syaikh Abdul Wahid Salihi, dan Syaikh Arifin Arsyadi. PERTI memiliki bidang usaha dalam bidang pendidikan dan dakwah. PERTI pernah terjun di bidang politik sebagai partai politik. PERTI juga
memiliki banyak sekolah dan pondok pesantren di Sumatra yang cukup berjasa dalam bidang pendidikan Islam. 8. Persatuan Umat Islam (PUI) Persatuan Umat Islam (PUI) didirikan oleh KH. Abdul Halim, seorang ulama pengasuh pondok pesantren di Majalengka Jawa Barat pada tahum 1911 M. Dalam perkembangan berikutnya PUI memiliki banyak sekolah dan pondok pesantren yang menyebar di wilayah Jawa Barat. PUI merupakan gabungan dua organisasi Islam di Jawa Barat, yaitu Persyarikatan Umat Islam yang didirikan oleh KH. Abdul Halim dan organisasi Al-Ittihad Al-Islamiyyah yang didirikan oleh KH. Ahmad Sanusi di Sukabumi Jawa Barat. 9. Mathlaul Anwar (MA) Mathlaul Anwar (MA) adalah organisasi Islam yang didirikan di Menes Banten, pada tanggal 9 Agustus 1916. Didirikan oleh para tokoh Islam di daerah Banten yang dimotori oleh KH. Mas Abdurrahman. Organisasi ini bersifat keagamaan, bertujuan mewujudkan keluarga dan masyarakat Indonesia yang takwa kepada Allah SWT, sehat jasmani dan rohani, berilmu pengetahuan, cakap dan terampil serta berkepribadian Indonesia. Organisasi ini juga merupakan organisasi Islam yang bergerak di bidang pendidikan dan dakwah Islamiyah. Mathlaul Anwar cukup berjasa dalam pengembangan agama Islam di daerah Banten dan lebih khusus bagi masyarakat Banten Selatan. 10. Persatuan Islam (PERSIS) Persatuan Islam (PERSIS) adalah organisasi massa islam yang didirikan OLEH PARA ULAMA yang beraliran pembaharu di Bandung pada 12 September 1923. Para ulama pendiri PERSIS antara lain KH. Zamzam dan A. Hassan. PERSIS merupakan organisasi yang bergerak dalam bidang pembaharuan. Usahanya terutama membasmi bid’ah, khurafat,
takhayul, taqlid, dan syirik di kalangan umat Islam, memperluas tabligh dan dakwah Islam. Bidang usahanya meliputi bidang dakwah, pendidikan dan penerbitan. Bidang pendidikan, organisasi PERSIS memiliki beberapa lembaga pendidikan modern dan juga pesantren yang sangat berjasa dalam bidang pemberdayaan manusia. Demikian pula dalam bidang dakwah Islam. 11. Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (Dewan Dakwah) Dewan Dakwah Islam Indonesia, didirikan oleh M. Natsir dan beberapa tokoh Islam berhaluan pembaharu di Jakarta. Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia merupakan organisasi dakwah yang banyak berjasa dalam bidang dakwah di perkotaan, baik melalui dakwah pengajian-pengajian maupun berbagai aktivitas dakwah yang lain seperti penerbitan, baik buku atau majalah. Berbagai tokoh lainnya, yaitu Dr. Anwar Harjono, S.H, H. Buchari Tamam, dan lain-lain. 12. Majlis Dakwah Islamiyah (MDI) Majlis dakwah islamiyah (MDI) didirikan oleh para tokoh Islam yang tergabung dalam golongan karya pada masa pemerintahan Orde Baru di bawah pemerintahan Suharto. MDI merupakan organisasi dakwah yang cukup berjasa dalam bidang dakwah pembangunan melalui pengiriman tenaga dakwah di lokasi transmigrasi, khususunya di luar Jawa. Di samping itu, MDI juga berjasa dalam bidang dakwah terutama di kalangan birokrasi. Tokoh MDI antara lain H.Chalid Mawardi. 13. Majlis Ulama Indonesia (MUI) Majlis Ulama Idonesia (MUI) didirikan pada tanggal 26 juli 1975. Lembaga ini bertugas memberikan fatwa dan nasihat seputar masalah keagamaan dan kemasyarakatan sebagai bahan pertimbangan pemerintahan dalam menjalanakan pembangunan. Pengurusnya terdiri dari bebertapa tokoh Islam dari berbagai organisasi yang ada. Tokoh-tokoh Islam yang pernah menjadi pengurus MUI antara lain: prof. DR. HAMKA, (1975-1981)
KH.M. Syukri Ghozali, KH. Hasan Basri, Prof. KH Ali Yafie, DR. KH. MA. Sahal Mahfudz. 14. Ikatan Cendekiawan Muslim Se-Indonesia (ICMI) Ikatan cendekiawan muslim se-indonesia (ICMI) adalah organisasi para cendekiawan muslim di Indonesia yang di dirikan oleh para cendekiawan atas dukungan birokrasi, pada tahun 1990. Penggagasnya antara lain:Prof.DR.Ing. BJ. Hbibi yang waktu itu menjabat sebagai Menteri riset dan teknologi pada pemerintahan orde baru. ICMI banyak berjasa dalam menegakan dakwah Islam melalui jalur structural dan birokrasi negara. Tokoh-tokoh IMCI merupakan gabungan dari berbagai organisasi Islam di Indonesia yang ada. Di antara para tokoh ICMI antara lain: Prof . Dr.Ing Bj. Habibi, Prof.Dr. H. Amien Rais, Prof. KH.Ali Yafie, Dr.Adi sasano,Dr.H. Tuti Alawiyah, dan lain-lain. Di samping organisasi islam yang di sebutkan di atas, sebenarnya masih terdapat berbagai organisasi Islam lainya, baik yang bersifat nasional maupun local yang bergerak dalam bidang dakwah Islamiyah. Semua organisasi tersebut memiliki andil dan kontribusi yang sangat besar bagi pengembangan dakwah Islamiyah di negeri Indonesia tercinta ini. Organisasi-organisasi tersebut anatara lain:
Gabungan
Usaha-Usaha
Pembaharuan
Pendidikan
Islam(GUPPI),
Persatuan Ulama Seluruh Aceh (PUSA), Darud Da’wah Wal Irsyad (DDI), Badan kontak Majlis Ta’lim (BKMT), Forum Umat Islam (FUI), Persatuan Muslimin Indonesia (PERMI), dan lain-lain.3
3
Samsul Munir Amin., Op. Cit., hal. 424-429.
BAB III PENUTUP
A. Simpulan Peradaban Islam di Indonesia dimulai dari sistem birokrasi keagamaan. penyebaran islam di Indonesia pertama tama dilakukan oleh pedagang pertumbuhan komunitas islam bermula diberbagai pelabuhan penting disumatra, jawa, dan pulau lainnya. Kerajaan-kerajaan Islam yang pertama berdiri juga didaerah pesisir. Penyebaran dan pertumbuhan kebudayaan umat islam di Indonesia terutama terletak di pundak ulama. Paling tidak, ada dua cara yang dilakukan: pertama, membentuk para kader ulama yang akan bertugas sebagai mubaligh ke berbagai daerah yang lebih luas. Kedua, melalui karya-karya yang tersebar dan di baca di berbagai tempat yang jauh. Para tokoh-tokoh ulama pertama di Indonesia adalah : Hamzah Fansuri, Syamsuddin As-Sumatrani, Nurudin Ar Raniri, dan banyak ulama lainnya. Lembaga Pendidikan Islam adalah Salah satu bentuk pendidikan Islam tertua di Indonesia adalah pesantren yang tersebar di berbagai pelosok. Lembaga pesantren dipimpin oleh seorang ulama atau kiai. Beberapa organisasi Islam di Indonesia diantaranya adalah: Jam’iyatul Khair, Syarikat Islam (SI), Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU), Jam’iyatul Washliyah, dll. B. Saran Makalah ini kami buat dengan harapan semua warga islam yang ada di Indonesia dapat menjalin kerukunan antar semua umat yang berbeda-beda. karena ketika semua warga islam yang ada di Indonesia dapat saling menghargai maka Indonesia akan tercipta sebagai suatu negara yang indah dan damai.
DAFTAR PUSTAKA
Syukur, Fatah. 2009. Sejarah Peradaban Islam. Semarang: Pustaka Rizki Putra. Samsul Munir Amin. 2010. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah.