MAKALAH
"SEJARAH PERADABAN ISLAM DI ANDALUSIA"
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas matakuliah Sejarah Peradaban Islam yang diampu oleh dosen Dr. H. Aep Saepuloh, S.Ag., M. Si
Disusun oleh :
Kelompok 4
Fegyanti Syafitri 1157060023
Hana Fitriani 1157060032
JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2018 H/1439 M
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah dzat yang menegakkan langit, membentangkan bumi dan mengurusi seluruh makhluk. Tak lupa shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada sosok yang paling utama diantara seluruh makhluk yakni Nabi Muhammad Sallahu'alaihimwasallam. Rahmat dan keselamatan Allah semoga selalu dilimpahkan kepada seluruh Nabi dan Rasul, kepada keluarga, sahabat, dan para shalihin. Sehingga kami sebagai mahasiswa Jurusan Agroteknologi UIN Sunan Gunung Djati Bandung dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat pada waktunya.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas matakuliah Sejarah Peradaban Islam, yang membahas tentang "Sejarah Peradaban Islam di Persia (Andalusia)". Kami selaku penulis menyimpulkan bahwa tugas makalah ini masih belum sempurna. Akhir kata, kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan motivasi bagi siapa saja yang membaca dan memanfaatkannya.
Bandung, 16 Maret 2018
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB I PENDAHULUAN 5
A. Latar Belakang 5
B. Rumusan Masalah 6
C. Tujuan 6
BAB II PEMBAHASAN 7
A. Islam di Andalusia 7
B. Perkembangan Islam di Andalusia 9
1. Periode Pertama (711-755 M) 9
2. Periode Kedua (755-912 M) 10
3. Periode Ketiga (912-1012 M) 10
4. Periode Keempat (1013-1086 M) 12
5. Periode Kelima (1086-1248M) 12
6. Periode Keenam (1248-1492 M) 14
C. Kemajuan Peradaban Islam di Andalusia 15
1. Bahasa Arab 15
2. Tafsir 16
3. Hadits 16
4. Fikih 16
5. Tasawuf 16
6. Filsafat 17
7. Kedokteran 18
8. Pertanian 18
9. Musik dan Seni 18
10. Sastra 18
11. Sejarah dan Geografi 19
12. Sains 19
13. Trigonometri 19
14. Antidote (Penawar Racun) 19
D. Kemunduran dan Kehancuran Islam Andalusia 19
1. Konflik Islam denga Kristen 20
2. Tidak Adanya Ideologi Pemersatu 20
3. Kesulitan Ekonomi 20
4. Tidak Jelasnya Sistem Peralihan Kekuasaan 21
5. Keterpencilan 21
BAB III PENUTUP 22
A. Kesimpulan 22
DAFTAR PUSTAKA 23
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sampai akhir abad ketujuh, Islam berkembang pesat namun masih terbatas di belahan dunia timur. Ekspansi yang dilakukan paling jauh hanya mencapai Afrika Utara, yaitu saat Abdul Malik menjadi Khalifah dari Dinasti Umayyah. Benua Eropa yang diwakili oleh Semenanjung Andalusia (Iberia) baru dimasuki ketika Tharif bin Malik melakukan penyelidikan, yang kemudian dilanjutkan dengan penguasaan Thariq bin Ziyad yang mendaratkan tentaranya tahun 711 M. Mulai saat itu Islam diperkenalkan kepada penduduk Spanyol yang menganut agama Kristen (Suhelmi, 2001).
Saat Islam menguasai Spanyol, Eropa bangkit dari keterbelakangannya. Kebangkitan itu bukan saja terlihat dalam bidang politik dengan keberhasilan Eropa mengalahkan kerajaan-kerajaan Islam dalam bagian dunia lainnya, seperti Dinasti Bani Abbas dan Dinasti Fatimiyah, namun juga di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Munculnya tokoh sekaliber Ibnu Bajjah, Ibnu Tufayl, dan Ibnu Rusyd menunjukkan kemajuan intelektual yang tinggi (Mun'im, 1997). Bahkan, kemajuan dalam bidang ilmu dan teknologi itulah yang mendukung keberhasilan politik di negeri itu. Kemajuan-kemajuan Eropa tersebut tidak bisa dipisahkan dari pemerintahan Islam di Spanyol. Dari Spanyol-Islamlah Eropa banyak menimba Ilmu. Pada periode Klasik, ketika Islam mencapai masa keemasannya, Spanyol merupakan pusat peradaban Islam yang sangat penting sekaligus sebagai saingan Bagdad di Timur. Ketika itu, orang-orang Eropa Kristen banyak belajar di perguruan-perguruan tinggi Islam di sana. Islam menjadi "guru" bagi komunitas Eropa. Karena itu, kehadiran Islam di Spanyol hampir tak pernah luput dari bidikan para sejarawan. Dalam tulisan ini, topik yang akan diulas seputar masuknya Islam dan perkembangannya di Spanyol, masa kekhalifahan, penyebab kemunduran Islam di Spanyol, dan pengaruh peradaban Spanyol Islam di Eropa. Dari ulasan tersebut diharapkan akan diperoleh gambaran yang jelas tentang peran Islam dalam membentuk peradaban Spanyol.
Rumusan Masalah
Bagaimana Islam di Andalusia ?
Bagaimana perkembangan Islam di Andalusia ?
Bagaimana kemajuan peradaban Islam di Andalusia ?
Bagaimana kemunduran dan kehancuran Islam di Andalusia ?
Tujuan
Untuk mengetahui Islam di Indonesia.
Untuk memahami perkembangan Islam di Andalusia.
Untuk memahami kemajuan peradaban Islam di Andalusia.
Untuk memahami kemunduran dan kehancuran Islam di Andalusia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Islam di Andalusia
Andalusia di kenal sejak di kuasai Yunani, kemudian oleh ke kaisaran Romawi yang menyebar luaskan Agama Kristen pada abad V M Bangsa vVandal menguasai daerah selatan semenanjung ini. Sejak saat itu, negeri ini di kenal Vandalusia dan Bangsa Arab meneyebutnya Andalusia. Setelah itu, Andalusia di kuasai kerajaan Visigoth dan raja terakhirnya bernama Roderich (w.711) memerintah dengan sewenang wenang. Ratu julian, keluarga Roderich yang menjadi Gubernur Cuta menaruh dendam ke padanya sehingga meminta bantuan militer kepada ke kuasaan islam.
Masuknya Islam ke Andalusia tidak dapat di lepaskan dari upaya Ekpansi besar-besaran yang di lakukan dinasti Umayyah ke wilayah Barat terutama pada masa Khalifah Alwalid Ibnu Abd Almalik (al-Walid I), khalifah keenam, yang memerintah tahun 86-96 / 705-715. Musa Ibn Nushair sebagai Gubernur Afrika Utara telah menguasai Afrika bagian Barat kecuali Sabtah (Ceuta) yang berada di bawah ke kuasaan Byzantium. Kerjasama yang di tawarkan ratu Julian di sambut baik oleh Musa Ibn Nushair, akhirnya pasukan Islam mampu menguasai bagian barat sampai Andalusia.
Dalam penaklukan wilayah Andalusia, ada tiga pahlawan Islam yang berjasa memimpin pasukan ke sana, yaitu: Tharif Ibn Abdul Malik Annhaka'i, Tharik Ibn Ziyad dan Musa Ibn Nushair. Tharif Ibn Abdul Malik An-Nhaka'i pada tahun 91 H/710 M di perintah gubernur Musa Ibn Nushair untuk melakukan penjajakan awal memasuki wilayah Andalusia dengan membawa 400 tentara dan 100 pasukan berkuda. Ia dan pasukanya menyebrangi selat yang berada di antara Maroko dan benua Eropa itu dan mendarat di sebuah tempat yang kemudian di beri nama Tharifa. Ekspedisi ini berhasil dan Tharif kembali ke Afrika Utara membawa banyak harta rampasan (ghanimah).
Pada tahun 92 H/711 M, Gubernur Musa Ibn Nushair mengutus Tharik Ibn Ziyad untuk melanjutkan penyerangan ke Andalusia dengan pasuka sebanyak 7000 orang. Ekspedisi kedua ini mendarat di bukit karang Gibraltar (Jabal Thariq). Dalam pertempuran di suatu tempat yang bernama Bakkah, Raja Roderich tewas. Thariq dan pasukannya terus menaklukan kota-kota penting seperti Cordoba, Archedonia, Malaga, Elvira, Granada dan Toledo sebagai ibu kota kerajaan Visigoth. Pasukan Thariq di tambah 5000 personil sehingga berjumlah 12000 orang Barbar dan Arab ketika akan menaklukan kota Toledo menghadap pasukan Raja Roderick yang berkekuatan 100.000 personel. Sejak saat itu , Islam berkuasa di Andalusia.
Gubernur Musa Ibn Nushair pada tahun 93 H/712 M memimpin sendiri satu pasukan menuju Andalusia melewati pantai barat Semenanjung dan berhasil menaklukkan Sidonia, Karmona, Seville dan Merida serta mengalahkan penguasa kerajaan Ghotiq, Theodomir di Oriheula. Pasukan Musa Ibn Nushair dan Thariq Ibn Ziyad bergabung di Toledo. Kedua pasukan itu berhasil menguasai seluruh kota penting di Andalusia sampai ke utara seperti Saragosa, Terroofona dan Barcelona.
Mudahnya kemenangan-kemenangan yang diraih pasukan Islam tidak terlepas dari faktor eksternal dan internal yang menguntungkan. Faktor eksternal merupakan kondisi sosial, politik, dan ekonomi negeri Andalusia yang sangat menyedihkan. Wilayah Andalusia terkoyak-koyak dan terbagi-bagi ke dalam beberapa negara kecil. Penguasa Visigoth tidak toleran terhadap aliran agama yang dianut penguasa yaitu aliran monofisit. Apalagi terhadap sebagian besar penduduk Andalusia yang menganut aliran Yahudi, mereka dibaptis secara psksa menurut agama Kristen. Bagi yang tidak bersedia, disiksa dan dibunuh secara brutal. Rakyat dibagi ke dalam sistem kelas sehingga mengalami kemelaratan, ketertindasan, dan ketiadaan persamaan hak. Akibat perlakuan yang keji, koloni-koloni Yahudi yang penting menjadi tempat-tempat perlawanan dan pemberontakan. Keadaan ekonomi pun dalam keadaan lumpuh dan kesejahteraan rakyat menurun, padahal sektor pertanian, pertambangan, industri, dan perdagangan pada masa pemerintahan Romawi maju pesat. Sementara itu, Afrika Timur dan Barat menikmati kenyamanan dalam segi material, kebersamaan, keadilan dan kesejahteraan.
Pemindahan ibu kota Negara dari Seville ke Toledo oleh Raja Roderick merupakan awal kehancuran kerajaan Visigoth. Witiza sebagai penguasa Toledo diberhentikan begitu saja sehingga kakak dan anaknya, Oppas dan Achila menghimpun kekuatan dan bergabung dengan kaum Muslimin di Afrika Utara untuk menjatuhkan Roderick. Selain itu, adanya konflik antara Roderick dengan Ratu Julian, mantan penguasa Septah (Ceuta) menyebabkan Julian bergabung dengan kaum Muslimin di Afrika Utara dan mendukung usaha umat Islam untuk menguasai Andalusia. Julian bahkan memberikan pinjaman empat buah kapal yang dipakai oleh Tharif Ibn Malik, Thariq Ibn Ziyad dan Musa Ibn Nushair. Di samping itu, tentara Roderick yang terdiri dari para budak yang tertindas tidak lagi mempunyai semangat perang. Orang Yahudi yang selama ini tertekan pun mengadakan persekutuan dan memberikan bantuan bagi perjuangan kaum Muslimin.
Adapun faktor internal yaitu kondisi yang terdapat dalam tubuh penguasa, tokoh-tokoh pejuang, dan para prajurit Islam yang terlibat dalam penaklukan wilayah Andalusia khususnya. Mereka adalah tokoh kuat, kompak dan bersatu, dan penuh percaya diri. Mereka dikenal cakap, berani dan tabah dalam menghadapi setiap persoalan. Yang tak kalah penting adalah ajaran Islam ditunjukkan oleh para tentara Islam seperti toleransi, persaudaraan dan tolong menolong sehingga penduduk Andalusia menyambut kehadiran Islam di sana.
B. Perkembangan Islam di Andalusia
Umat Islam di Andalusia telah berperan sangat besar melaluiperjalanan panjang sejak tahun 711M-1492 M yang di bagi dalam enam periode, yaitu:
Periode Pertama (711-755 M)
Andalusia berada di bawah pemerintahan para wali yang di angkat oleh Khalifah Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus. Selama masa ini terjadi dua 20 kali pergantian wali 20. Periode ini, Islam di Andalusia belum memasuki kegiatan pembangunan di bidang peradaban dan kebudayaan.
Periode Kedua (755-912 M)
Andalusia berada di bawah pemerintahan seorang panglima atau gubernur yang begelar Amir tapi tidak tunduk kepada pusat pemerintahan Islam Abbasiyah di Bagdad. Periode ini sampai periode keempat merupakan zaman Dinasti Bani Umayyah II di Andalusia hingga tahun 1031, yakni berdirinya dinasti-dinasti kecil (Mulk al-Thawaif). Penguasa pertamanya adalah Abd al-Rahman ad-Dakhil, keturunan Bani Umayyah yang lolos dari kerajaan Dinasti Abbasiyah yang menggulingkan Dinasti Umayyah di Damaskus. Penguasa selanjutnya Hakam I, Hisam I, Abd al-Rahman al-Ausath, Muhammad Ibn Abdul al-Rahman, Munzir Ibn Muhammad, dan Abdullah Ibn Muhammad. Periode ini, Umat Islam Andalusia mulai memperoleh kemajuan-kemajuan, baik dalam bidang politik maupun dalam bidang peradaban.
Periode Ketiga (912-1012 M)
Pemerintahan Abd al-Rahman III yang bergelar al-Nasir li dinillah (penegak agama Allah) sampai munculnya raja-raja kelompok (kecil) yang dikenal dengan Muluk at-Thawaif masuk dalam periode ketiga. Pada periode ini, Spanyol diperintah oleh penguasa yang bergelar Khalifah. Dengan demikian, pada masa ini terdapat dua Khalifah Sunni di dunia Islam, Khalifah Abbasiyah di Bagdad dan Khalifah Umayyah di Spanyol, di samping seorang Khalifah Syi'ah Fatimiyyah di Afrika Utara (Ali, 1996). Pemakaian gelar Khalifah tersebut bermula dari berita bahwa al-Muqtadir, khalifah daulat Bani Abbasiyah Bagdad, tewas dibunuh oleh pengawalnya sendiri. Menurut penilaiannya, keadaan ini menunjukkan bahwa suasana pemerintahan Abbasiyah sedang berada dalam ketidakpastian. Oleh sebab itu, momen tersebut dianggap sebagai waktu yang tepat untuk memakai gelar Khalifah yang telah dirampas dari kekuasaan Bani Umayyah selama 150 tahun lebih (Yatim, 1994). Gelar ini resmi dipakai mulai tahun 929 M. Khalifah-khalifah besar yang memerintah pada periode ketiga ini ada tiga orang, yaitu Abd Rahman al-Nasir (912-961), Hakam II (961-976), dan Hisyam II (976-1009 M). Pada periode ini, umat Islam Spanyol berhasil mencapai puncak kemajuan dan kejayaannya. Hal ini dapat disejajarkan dengan kejayaan daulat Abbasiyah di Bagdad. Abd Rahman III merupakan penguasa Umayyah terbesar di Spanyol. Seluruh gerakan pengacau dan konflik politik dapat diselesaikan sehingga situasi negara relatif aman. Penaklukan kota Elvira, Jain, dan Seville merupakan sebagian bukti keberhasilan Abd Rahman III dan kekuatan Kristen juga dipaksa menyerah kepadanya. Setelah sukses mengatasi problem politik dalam negeri, ia juga berhasil menggagalkan cita-cita Daulah Fatimiyyah untuk memperluas wilayah kekuasaannya ke negeri Spanyol.
Di bawah pemerintahan Khalifah Abd Rahman III, Spanyol mengalami kemajuan peradaban yang menggembirakan, terlebih di bidang Arsitektur. Tercatat tidak kurang dari 300 masjid, 100 istana megah, 13.000 gedung, dan 300 tempat pemandian umum berada di Cordova. Kemasyhurannya sebagai penguasa dikenal sampai di negeri Konstantinopel, Jerman, Perancis, hingga Italia. Bahkan, penguasa negeri-negeri tersebut mengirim para dutanya ke Istana Khalifah. Armada laut yang dibentuk berhasil menguasai jalur lautan tengah bersama dengan armada Fatimiyyah. Kebesaran Abd Rahman III dapat disejajarkan dengan Raja Akbar dari India, Umar bin Khattab, dan Harun al-Rasyid. Jadi, Abdurrahman III bukan hanya sebagai penguasa terbaik Spanyol, melainkan juga salah satu penguasa terbaik dunia (Ali,1996). Sayangnya, tidak semua tokoh sejarah mengetahui hal ini (Husain,1996).
Penguasa setelah Abd Rahman II adalah Hakam II, yang merupakan seorang kolektor buku dan pendiri perpustakaan. Koleksi dalam perpustakaannya tidak kurang dari 400.000 buku. Pada masa ini, masyarakat dapat menikmati kesejahteraan dan kemakmuran. Pembangunan kota pun berlangsung cepat. Selanjutnya, Hisyam II naik tahta dalam usia sebelas tahun merupakan awal kehancuran khilafah Bani Umayyah di Spanyol. Oleh karena itu, kekuasaan de facto berada di tangan para pejabat. Pada tahun 981 M. Khalifah menunjuk Ibnu Abi Amir sebagai pemegang kekuasaan secara mutlak. Dia seorang yang ambisius yang berhasil menancapkan kekuasaannya dan melebarkan wilayah kekuasaan Islam dengan menyingkirkan rekan dan saingannya. Atas keberhasilannya, ia mendapat gelar al-Mansur billah. Ia wafat pada tahun 1002 M dan digantikan oleh anaknya al-Muzaffar yang masih dapat mempertahankan keunggulan kerajaan. Akan tetapi, setelah ia wafat pada tahun 1008 M, ia digantikan oleh adiknya yang tidak memiliki kualifikasi untuk jabatan itu. Akhirnya pada tahun 1013 M, dewan menteri yang memerintah Cordova menghapus jabatan khalifah. Ketika itu Spanyol sudah terpecah dalam banyak sekali negara kecil yang berpusat di kota-kota tertentu
Periode Keempat (1013-1086 M)
Pada periode ini, Spanyol terpecah menjadi lebih dari tiga puluh negeri kecil di bawah pemerintahan raja-raja golongan atau al-Muluk at-Thawaif, yang antara lain berpusat di suatu kota seperti Seville, Cordova, dan Toledo (Bosworth, 1993). Pemerintahan terbesar diantaranya adalah Abbadiyah di Seville. Pada periode ini, umat Islam Spanyol kembali memasuki masa pertikaian internal. Sayangnya, jika terjadi perang saudara, ada di antara pihak-pihak yang bertikai itu, ada pihak-pihak tertentu yang meminta bantuan kepada raja-raja Kristen. Karena menyaksikan kekacauan dan kelemahan yang menimpa keadaan politik Islam, maka orang-orang Kristen pada periode ini mulai mengambil inisiatif penyerangan untuk pertama kalinya. Akibat fatalnya, kekuatan Islam diketahui mulai menurun dan tiba saatnya untuk dihancurkan
Periode Kelima (1086-1248M)
Walaupun terpecah dalam beberapa negara, pada periode kelima ini, Spanyol Islam masih mempunyai suatu kekuatan yang dominan, yaitu dinasti Murabithun (1086-1143 M) dan dinasti Muwahhidun (1146-1235M).
a). Dinasti Murrabithun
Dinasti Murabithun pada mulanya adalah sebuah gerakan agama yang kuat dan besar yang didirikan oleh Yusuf bin Tasyfim di Marocco, Afrika Utara. Pada tahun 1062 M ia berhasil mendirikan sebuah kerajaan yang berpusat di Marakesy. Ia masuk ke Spanyol atas undangan penguasa-penguasa Islam di sana yang tengah berjuang mempertahankan negerinya dari serangan kaum Nasrani. Ia dan tentaranya memasuki Spanyol pada tahun 1086 M dan berhasil mengalahkan pasukan Castilia. Perpecahan di kalangan raja-raja Muslim menyebabkan Yusuf bergerak lebih jauh untuk menguasai Spanyol dan ia pun berhasil. Kesuksesan ini ternyata tidak dapat diteruskan oleh penguasa-penguasa sesudahnya karena mereka adalah raja-raja yang lemah sehingga mengakibatkan wilayah Saragosa dapat di kuasai oleh kaum Kristen. Pada tahun 1143 M, kekuasaan dinasti Murabithun baik di Afrika Utara maupun di Spanyol berakhir. Dinasti Muwahhidun muncul sebagai gantinya.
b). Dinasti Muwahiddun
Tahun 1146 M penguasa Muwahhidun yang berpusat di Afrika Utara merebut Spanyol. Muwahhidun didirikan oleh Muhammad Ibnu Tumart (w.1128). Ia adalah seorang cerdas, tangkas, dan tak segan-segan mempunyai pemikiran berseberangan. Ia adalah murid Qadi Ibnu Hamdin. Pada masa ini telah berdiri dua kerajaan kecil-kecil yang kuat yaitu di negara Balansia (Valencia) dan Marsiah (Marcia). Dinasti ini datang ke Spanyol di bawah pimpinan Abd-Al-Mu'min antara tahun 1114 dan 1154 M, kota-kota Muslim penting, Cordova, Almeria, dan Granada, jatuh ke bawah kekuasaannya. Untuk jangka beberapa dekade, dinasti ini mengalami banyak kemajuan terutama saat pemerintahan dipegang oleh Abu Yusuf al-Mansur. Kekuatan-kekuatan Kristen dapat dipukul mundur. Akan tetapi tidak lama kemudian, dinasti Muwahhidun mengalami keruntuhan.
Pada tahun 1212 M, tentara Kristen memperoleh kemenangan besar di Las Navas de Tolesa. Kekalahan-kekalahan yang dialami Muwahhidun menyebabkan penguasanya memilih untuk meninggalkan Spanyol dan kembali ke Afrika Utara tahun 1235 M. keadaan Spanyol kembali runyam, berada di bawah penguasa-penguasa kecil. Dalam kondisi demikian, umat Islam tidak mampu bertahan dari serangan-serangan Kristen yang semakin besar. Tahun 1238 M, Cordova jatuh ke tangan penguasa Kristen dan Seville jatuh pada tahun 1248 M. Akhirnya, kecuali Granada, seluruh wilayah Spanyol telah lepas dari kekuasaan Islam.
Periode Keenam (1248-1492 M)
Kerajaan Granada merupakan pertahanan terakhir Muslim Spanyol di bawah kekuasaan dinasti Bani Ahmar (1232-1492 M). Peradaban kembali mengalami kemajuan seperti di zaman Abdurrahman al-Nasir. Akan tetapi, secara politik, dinasti ini hanya berkuasa di wilayah yang kecil. Persekutuan antara wilayah Aragon dan Castille melalui perkawinan Ferdinand dan Isabella melahirkan kekuatan besar untuk merebut kekuasaan terakhir umat Islam di Spanyol (Tim, 1994). Namun beberapa kali serangan mereka belum berhasil menembus pertahanan umat Islam. Abu Hasan yang menjabat pada waktu itu mampu mematahkan serangan tersebut. Bahkan ia menolak membayar upeti kepada pemerintahan Castille. Abu Hasan dalam suatu serangan berhasil menduduki kota Zahra.
Untuk membalas dendam, Ferdinand melancarkan serangan mendadak terhadap al-Hamra dan berhasil merebutnya. Banyak wanita dan anak kecil yang berlindung di sana dibantai oleh pasukan Ferdinand. Jatuhnya al-Hamra ini merupakan pertanda kejatuhan pemerintahan Granada. Situasi pemerintahan pusat di Granada semakin kritis dengan terjadinya beberapa kali perselisihan dan perebutan kekuasaan antara Abu l Hasan dengan anaknya yang bernama Abu Abdullah. Serangan pasukan Kristen yang berusaha memanfaatkan situasi ini dapat dipatahkan oleh Zaghal, saudara Abul Hasan. Zaghal menggantikan Abul Hasan sebagai penguasa Granada. Zaghal berusaha mengajak Abu Abdullah menggabungkan kekuatan dalam menghadapi musuh. Tapi ajakan itu ditolaknya. Ketika terjadi pergolakan politik antara Zaghal dan Abu Abdullah, pasukan Kristen melakukan penyerbuan dan berhasil menguasai Alora, Kasr Bonela, Ronda, Malaga, dan Loxa. Pada serangan berikutnya, Zaghal menyerah dan melarikan diri ke Afrika Utara. Satu-satunya kekuatan Muslim berada di kota Granada dipimpin oleh Abu Abdullah yang kemudian dihancurkan oleh Ferdinand. Abu Abdullah dipaksa menyampaikan sumpah setia kepada Ferdinand dan bersedia melepaskan harta kekayaan umat Islam sebagai imbalan dari diberikannya hak hidup dan kebebasan beragama bagi orang Islam. Peralihan kekuasaan yang menyedihkan itu terjadi pada tanggal 3 Januari 1492M (Ali, 1996; Yatim, 1994). Dengan demikian, berakhirlah kekuasan Islam di Spanyol. Umat Islam setelah itu dihadapkan kepada dua pilihan, masuk Kristen atau pergi meninggalkan Spanyol. Akibatnya, pada tahun 1609 M, dapat dikatakan tidak ada lagi umat Islam yang hidup di daerah ini.
Kemajuan Peradaban Islam di Andalusia
Setelah tujuh setengah abad berkuasa di Andalusia, Umat Islam telah mencapai kemamjuan di berbagai bidang. Perkembangan ilmu pengetahuan dimulai sejak masa Abdurrahman ad-Dakhil yang mendirikan masjid Cordoba dan sekolah-sekolah besar di Andalusia. Hisyam berjasa dalam menegakkan hukum islam, Hakam dikenal sebagai pembaharu dalam bidang militer yang memprakasi tentara bayaran di Andalusia dan Abd al-Rahman al-Ausathdi kenal sebagai penguasa yang cinta ilmu dengan mengundang para ahli dari dunia Islam lainnya datang ke Andalusia sehingga kegiatan ilmu pengetahuan semakin mulai semarak. Puncak keemasan ilmu pengetahuan terjadi pada masa Abdurahman III (an-Nasir) yang mendirikan Univeritas Cordoba lengkap dengan perpustakaan yang memiliki koleksi ratusan ribu buku. Universitas-universitas terkenal lainnya tersebar di kota-kota utama Andalusia seperti Toledo, Sevilla, Granada dan Salamanca menghasilkan para ilmuan ternama. Berbagai kemajuan peradaban andalusia meliputi:
Bahasa Arab
Sebagai realisasi kebijakan Arabisasi (pengaraban) Dinasti Umayyah dalam bidang Bahasa, ilmu pengetahuan berkembang dengan perantaraan bahasa Arab. Masyarakat Andalusia muslim maupun non muslim menerima dan mempelajari bahasa Arab. Oleh karena itu, lahirlah ahli bahasa diantaranya Ibnu Khuruf, Ibnu al-Hajj, Abu Hasan, Ibnu Asfur, Abu Hayyan dan Ibn Malik pengarang kitab al-fiyah.
Tafsir
Para ahli di bidang tafsir Al-Qur'an antara lain Ibn Atiah dan al-Qurtubi. Kedua musafir itu menggunakan metode penulisan at-Tabari yang dikenal dengan dengan Tafsir bi al-Ma'sur
Hadits
Para ahli bidnag Hadits antara lain Ibn Waddah Ibn Abdul Barr, al-Qadi Ibn Yahya al-Laisi, abdul Walid al-Baji, Abdul Walid Ibn Rusyd dan Abu Asim yang menulis kitab at-Tuhfah (persembahan).
Fikih
Dalam bidang fiqih dikenal di Spanyol sebagai penganut mazhab Maliki. Mazhab ini disana diperkenalkan oleh Ziyad bin Abd. al-Rahman. Hasyim I adalah penyokong mazhab Maliki. Dia menghormati Imam Malik, salah satu mazhab dari empat mazhab fiqih di kalangan Sunni. Dia mendorong para pencari ilmu, agar melakukan perjalanan ke Madinah guna mempelajari ajaran-ajaran mazhab Maliki. Kitab al-Muwatho' yang ditulis Imam Malik disalin dan disebarluaskan ke seluruh wilayah kekuasaannya.Ibn Yahya yang menjadi Qadhi pada pemerintahan Hisyam bin Abdurahman III adalah penyokong fiqih mazhab Maliki. Demikian pula Ibn Hazm pada mulanya dia mempelajari fiqih mazhab Maliki karena kebanyakan masyarakat Andalusia menganut mazhab ini, yaitu kitabal-muwatha' dan kitab ikhtilaf. Tetapi kemudian dia pindah ke mazhab Zahiri, setelah ia mempelajari kitab fiqih karangan Munzir bin Sa'id al-Balluti (w.355 H) seorang ulama mazhab Zahiri
Tasawuf
Ilmuwan dalam bidang Tasawuf adalah Muhyidin Ibn Arabi yang terkenal dengan faham Wahdatul Wujud (kesatuan wujud) dan menghasilkan banyak karya tulis antara lain al-Futuhat al-Makkiyyah (penaklukan Mekah).
Filsafat
Dalam bidang filsafat, atas inisiatif al-Hakam II (961-976 M.) karya-karya ilmiah dan filosof diimpor dari Timur dalam jumlah besar, sehingga Cordova dengan perpustakaan dan Universitas-universitasnya mampu menyaingi Baghdad sebagai pusat utama ilmu pengetahuan di Dunia Islam. Sekaligus hal ini merupakan persiapan bagi melahirkan filosof-filosof besar Spanyol pada masa yang akan datang. Tokoh pertama dalam filsafat Arab-Spanyol adalah Abu Bakar Muhammad bin al-Sayyigh yang lebih dikenal dengan Ibn Bajjah. Dilahirkan di Saragossa, pindah ke Seville dan Granada. Meninggal karena keracunan di Fez tahun 1138 M. dalam usia yang masih muda. Sama seperti al-Farabi dan Ibn Sina di Timur, dia melakukan kajian filsafat pada bidang yang bersifat etis dan eskatologis. Para ahli sejarah memandangnya sebagai orang yang berpengetahuan luas dan menguasai tidak kurang dari dua belas bidang ilmu. Dia disejajarkan dengan tokoh filsafat Ibn Sina dan dapat dikategorikan sebagai tokoh utama dan pertama dalam filsafat Arab-Spanyol dan penerus pemikiran filsafatnya adalah Ibn Thufail. Tokoh kedua adalah Abu Bakar ibn Thufail yang lebih dikenal dengan Ibn Thufail. Dilahirkan di sebuah dusun kecil, Wadi Asy, sebelah timur Granada dan wafat dalam usia lanjut tahun 1185 M. Dia banyak menulis masalah kedokteran, astronomi dan filsafat. Karya filsafatnya, yang terkenal sampai sekarang adalah Hay ibn Yaqzhan.
Tokoh ketiga adalah pengikut Aristoteles yang terbesar di gelanggang filsafat dalam Islam, yaitu Ibn Rusyd dari Cordova. Ia lahir di Cordova tahun 1126 M. dan wafat di Maroko tahun 1198 M. Di barat di dikenal dengan nama Averoes. Kebesaran Ibn Rusyd nampak dalam karya-karyanya yang selalu membagi pembahasannya dalam tiga bentuk, yaitu komentar, kritik dan pendapat. Itu sebabnya dia dikenal sebagai seorang komentator sekaligus kritikus ulung. Dia banyak mengomentari karya-karya filosof muslim pendahulunya, seperti al-Farabi, Ibn Sina, Ibn Bajjah dan al-Ghazali. Secara khusus kritik dan komentarnya terhadap karya-karya Aristoteles mengantarkannya sangat terkenal di Eropa. Sehingga komentar-komentarnya terhadap filsafat Aristoteles berpengaruh besar bagi kebangkitan ilmuan Eropa dan dapat membentuk sebuah aliran yang di nisbahkan kepadanya, yaitu aliran averroisme.
Kedokteran
Andalusia mencapai kejayaan di bidang kedokteran dengan Cordova sebagai salah satu pusat aktivitas medis yang melahirkan beberapa ilmuwan terkemuka antara lain Ibn Rusyd dengan karya besarnya Kitab al-Kulliyyat fi at-Tibb (tentang filsafat dalam ilmu kedokteran). Kitab referensi yang dipakai berabad-abad di Eropa. Ilmuwan di bidang obat-obatan antara lain Abu Ja'far Ahmad Ibn Muhammad al-Gafiqi dan Abu Zakaria Yahya Ibn Awwam.
Pertanian
Andalusia sudah mengenal irigasi dan saluran-saluran air sehingga dapat membangun kebun-kebun tebu, kapas, padi, jeruk, anggur, dsb. Kemajuan dalam bidang pertanian membawa pada kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, Andalusia mampu membangun beberapa kota yang megah dan mempunyai banyak bangunan monumental.
Musik dan Seni
Dalam bidang musik dan kesenian ususunya seni suara, Spanyol Islam mempunyai kecemerlangan dengan tokohnya al-Hasan bin Nafi' yang dikenal dengan Zaryab. Setiap kali diselenggarakan pertemuan dan jamuan Zaryab selalu tampil mempertunjukkan kebolehannya. Dia juga terkenal sebagai pengubah lagu. Ilmu yang dimilikinya diturunkannya kepada anak-anaknya baik pria maupun wanita.
Sastra
Ahli sastra terkenal seperti Ibn Sayidar al-Andalusi dalam kitabnya al-Mu'jam (ensiklopedia), Muahmmad Ibn Hani, Ibn Zaydun, Ibn Abdi Rabbi, Ibn Bassah dan Fath Ibn Khaqan.
Sejarah dan Geografi
Dalam bidang sejarah dan geografi dikenal Ibn Jubeir dari Valencia (1145 1228 M.) menulis tentang negerinegeri muslim mediterania dan Sicilia. Ibn Batutah dari Tangier (1304-1377 M.) mencapai Samudra Pasai di Indonesia dan sampai ke Cina. Ibn al-Khatib (1317-1374 M) menyusun riwayat Granada. Sedangkan Ibn Khaldun dari Tunis tetapi tinggal di Spanyol adalah perumus filsafat sejarah. Semua sejarawan di atas bertempat tinggal di Spanyol, yang kemudian ada yang pindah ke Afrika
Sains
Dalam bidang kedokteran dikenal Ahmad bin Ibas adalah ahli dalam bidang obat-obatan. Ummi al-Hasan binti Abi Ja'far adalah ahli kedokteran dari kalangan
wanita. Dalam bidang ilmu kimia dan astronomi adalah Abbas bin Farnas. Dialah orang pertama yang menemukan pembuatan kaca dari batu.206 Ibrahim bin Yahya al-Naqqash terkenal dalam ilmu astronomi. Dia dapat menentukan waktu terjadinya gerhana matahari dan menentukan berapa lamanya terjadi.
Trigonometri
Ahli trigonometri ternama adalah Jabir ibnu Aflah dari Seville, pengantar risalah astronomnya ditulis oleh Islah al-Majisti berisi tentang teori-teori trigonometri.
Antidote (Penawar Racun)
Ahli antitode ternama, al-Qafiqi dari Cordova telah menulis sebuah risalah terbaik menjelaskan tentang serum. Ahli geografi al-Idrisi pun telah meguraiakn 360 serum dalam sebuah karya yang juga memiliki makna penting dalam ilmu botani.
Kemunduran dan Kehancuran Islam Andalusia
Adapun yang menjadi faktor kemunduran Islam di Spanyol, terdapat beberapa penyebab bagi terjadinya kemunduran dan kehancuran Islam di Spanyol, diantaranya:
Konflik Islam denga Kristen
Para penguasa Muslim tidak melakukan Islamisasi secara sempurna. Mereka nampaknya merasa puas dengan hanya menagih upeti dari kerajaan-kerajaan Kristen taklukannya dan membiarkan mereka mempertahankan hukum dan adat mereka, termasuk posisi hirarki tradisional dengan syarat tidak melakukan perlawanan bersenjata. Namun demikian, kehadiran Arab Islam telah memperkuat rasa kebangsaan orang-orang Spanyol Kristen. Hal itu menyebabkan kehidupan negara Islam di Spanyol tidak pernah berhenti dari pertentangan antara Islam dan Kristen. Pada abad ke-11 M umat Kristen memperoleh kemajuan yang pesat, sementara Umat Islam sedang mengalami kemunduran. Bahkan, banyak orang Kristen memakai nama-nama Arab dan meniru cara hidup lahiriyah kaum Muslimin. Bahasa Arab pun menjadi salah satu bahasa utama (Lebor, 2009). Istilah Muzarabes (Arabisasi) yang digalakkan terhadap orang-orang Spanyol Kristen menyebabkan bahasa Latin hampir terlupakan
Tidak Adanya Ideologi Pemersatu
Pada dasarnya, para muallaf semestinya diperlakukan sama sebagai orang Islam yang sederajat. Namun di Spanyol sebagaimana politik yang dijalankan Bani Umayyah di Damaskus, orang Arab tidak pernah mau menerima orang Islam pribumi. Setidaknya sampai abad ke-10 M, mereka masih memberikan istilah ibad dan muwalladun kepada para muallaf yang merupakan suatu ungkapan yang merendahkan. Konsekuensinya, kelompok-kelompok etnis non Arab yang ada sering menggerogoti dan merusak perdamaian yang pada akhirnya mendatangkan dampak besar terhadap sosio-ekonomi negara tersebut. Hal ini menunjukkan tidak adanya ideologi yang dapat memberi makna persatuan, di samping kurangnya figur yang dapat menjadi personifikasi ideologi itu.
Kesulitan Ekonomi
Di paruh kedua masa Islam di Spanyol, para penguasa membangun kota dan mengembangkan ilmu pengetahuan dengan sangat serius sehingga lalai membina perkonomian. Padahal, peradaban kuat tanpa ditopang dengan ekonomi yang mapan dapat dipastikan akan hancur. Terbukti dengan timbulnya kesulitan ekonomi yang memberatkan dan mempengaruhi kondisi politik dan militer penguasa Islam Spanyol.
Tidak Jelasnya Sistem Peralihan Kekuasaan
Hal ini menyebabkan perebutan kekuasaan di antara ahli waris. Karena inilah kekuasaan Bani Umayyah runtuh dan Muluk al-Thawaif muncul.
Keterpencilan
Andalusia letaknya terpencil dari dunia Islam yang lain sehingga selalu berjuang sendiri tanpa bantuan dari Negara Islam lainnya kecuali dari Afrika Utara. Oleh Karena itu, tidak ada kekuatan alternatif yang mampu membendung kebangkitan Kristen di sana.
.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari pembahasan tentang Islam dan peradaban Spanyol dapat disimpulkan bahwa, Pertama, latar belakang ekspansi Islam ke Spanyol didasari oleh semakin kuatnya Islam di Afrika Utara sehingga perlu melakukan perluasan ke Semenanjung Iberia. Spanyol adalah daerah terdekat dari Afrika Utara dan kerajaan Gothic yang menguasai daerah tersebut sedang mengalami kemunduran. Tiga tokoh penting yakni Tharif Ibnu Malik, Thariq Ibnu Ziyad, dan Musa Ibnu Nushair telah melakukan ekspansi wilayah kekuasaan Islam pada waktu yang tepat. Di saat seluruh wilayah Afrika Utara sudah dikuasai dan kekuasaan kerajaan Gothic mulai melemah, lompatan berikutnya adalah penguasaan daerah Spanyol yang berada di seberang. Kerjasama satu tim dan keterlibatan aktif pimpinan pusat dan pelaksana lapangan telah membuahkan hasil maksimal dalam perluasan kekuasaan Islam ke Spanyol. Kedua, Perkembangan Islam di Spanyol berlangsung sekitar 800 tahun dan pernah mencapai puncaknya saat di bawah kepemimpinan Abd Rahman III. Saat itu, Spanyol mengalami kemajuan peradaban yang menggembirakan, terlebih di bidang Arsitektur. Meskipun akhirnya Islam harus keluar dari Spanyol, peradaban peninggalan Islam telah membuat Eropa bangkit dari keterbelakangannya. Pemikiran filsafat seperti pemikiran al Farabi, Ibnu Sina, dan Ibnu Rusyd, telah membawa Eropa menjadi kawasan yang maju intelektualitasnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, K. 1996. Sejarah Islam (Tarikh Pramodern). Terjemahan oleh M. Natsir
Budiman. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Bosworth, CE. 1993. Dinasti-Dinasti Islam. Terjemahan oleh Ilyas Hasan. Bandung:
Mizan.
Lebor, Adam. 2009. Pergulatan Muslim di Barat: antara Identitas dan Integrasi.
Terjemahan Yuliani Liputo. Bandung: Mizan.
Mun'im, Abdul Majid. 1997. Sejarah Kebudayaan Islam. Bandung: Pustaka
Sudriman. Islam Dan Peradaban Spanyol: Catatan Kritis Beberapa Faktor Penyebab
Kesuksesan Islam Spanyol. Fakultas Syariah UIN Maulana Malik Ibrahim: Malang
Suhelmi, Ahmad. 2001. Pemikiran Politik Barat, Kajian sejarah Perkembangan
Pemikiran Negara, Masyarakat, dan kekuasaan. Jakarta: Gramedia.
Suntiah, R. dan Maslani. 2014. Sejarah Peradaban Islam. Interes Media Foundation:
Bandung
Tim. 1994. The Wold Book Encylopedia. New York: A Scoel Feties Company
Yatim, Badri. 1994. Sejarah Peradaban Islam. Raja Grafindo Persada: Jakarta
Nasution, S. 2007. Sejarah Perdaban Islam. Yayasan Pusaka: Riau