Peningkatan Produksi Padi Menuju 2020 Oleh: Puslitbang Tanaman Pangan
Penyediaan pangan, terutama beras, dalam jumlah yang cukup dan harga terjangkau tetap menjadi prioritas utama pembangunan nasional. Selain merupakan makanan pokok untuk lebih dari 95% rakyat Indonesia, padi juga telah menyediakan lapangan kerja bagi sekitar 20 juta rumah tangga petani di pedesaan. Dalam periode 1970-1990 laju pertumbuhan produksi padi cukup tajam, rata-rata 4,3% per tahun. Akan tetapi kemarau panjang yang terjadi beberapa tahun kemudian menyebabkan terjadinya penurunan produksi. Dalam periode 1997-2000 produksi padi kembali meningkat dengan laju pertumbuhan rata-rata 1,67% per tahun, terutama karena bertambahnya areal panen. Pada tahun 2007, produksi padi meningkat sebesar 4,96% dibandingkan dengan tahun 2006 sedangkan pada tahun 2008, menurut angka ramalan BPS, produksi padi nasional mencapai 60,28 juta ton gabah kering giling, meningkat 5,46% dibanding tahun 2007. Pencapaian ini telah mengantar Indonesia kembali meraih swasembada beras. Ditinjau dari ketersediaan sumber daya lahan dan air, kemajuan teknologi, serta dukungan pembangunan dan pemeliharaan sarana dan prasarana pertanian, produksi padi nasional masih bisa ditingkatkan. Untuk perluasan areal sawah, tersedia lahan seluas 8,28 juta ha dan 60% di antaranya dapat dikembangkan menjadi lahan sawah irigasi dan tadah hujan dan sisanya merupakan lahan rawa. Potensi pengembangan lahan sawah di Papua, Kalimantan, dan Sumatera pun cukup besar yang perlu digali untuk meningkatkan ketahanan pangan penduduk. Permintaan air untuk berbagai keperluan pada tahun 2020 diperkirakan 18% dari total air tersedia, sebagian besar (66%) untuk irigasi, sisanya 17% untuk rumah r umah tangga, 7% untuk perkotaan, dan 9% untuk industri. Namun dilihat dan rasio permintaan dan ketersediaan air, Pulau Jawa yang memiliki rasio kurang dari 40% kemungkinan akan mengalami kekurangan air. Pemeliharaan waduk yang ada dan pembangunan waduk baru merupakan hal mendesak untuk segera dilaksanakan. Inovasi teknologi padi yang tersedia saat ini dalam bentuk varietas unggul, pengelolaan tanaman dan sumber daya terpadu (PTT), penanganan panen dan pascapanen dapat diandalkan untuk mendukung program peningkatan produksi padi. Pada periode 2000-2006, jumlah penduduk Indonesia meningkat dengan laju pertumbuhan 1,36% per tahun sementara konsumsi beras diperkirakan 137 kg per kapita. Dengan asumsi laju pertumbuhan penduduk menurun 0,03% per tahun, maka konsumsi beras pada tahun 2010, 2015, dan 2020 diproyeksikan berturut-turut sebesar 32,13 juta ton, 34,12 juta ton, dan 35,97 juta ton. Jumlah penduduk pada ketiga periode itu diperkirakan berturutturut 235 juta, 249 juta, dan 263 juta jiwa. Tekanan terhadap kebutuhan beras ini akan berkurang apabila diversifikasi konsumsi pangan berhasil dilaksanakan. Untuk mengimbangi permintaan beras dalam negeri, Departemen Pertanian menyusun dua skenario upaya peningkatan produksi beras, yaitu skenario swasembada dan skenario ekspor. Skenario swasembada menggunakan trend pertumbuhan produksi 2000-2006, di mana areal panen sedikit menurun (0,01% per tahun) tetapi produktivitas masih meningkat rata-rata 0,82% per tahun. Mengacu pada angka ramalan III produksi padi 2008 (BPS), maka Indonesia telah berhasil kembali meraih swasembada beras, bahkan terdapat surplus sebesar 2,68 juta ton. Jika surplus beras tersebut digunakan untuk stok pangan nasional sebesar 3 juta ton, maka pada tahun 2008 belum ada peluang untuk mengekspor beras. Indonesia baru memiliki peluang ekspor beras pada tahun 2009, dengan kecenderungan surplus produksi yang menurun menjadi 1,84 juta ton pada tahun 2015 dan 1,47 juta ton pada tahun 2020. Untuk mengamankan posisi ekspor, skenario yang direkomendasikan adalah memperluas areal tanam melalui peningkatan indeks pertanaman (IP), disertai dengan upaya peningkatan produktivitas (skenario ekspor). Berdasarkan potensi yang dimiliki, peluang ekspor beras meningkat menjadi 5,18 juta ton dan 5,93 juta ton 1
berturut-turut pada tahun 2015 dan 2020. Surplus produksi akan lebih meningkat lagi apabila pembukaan lahan baru seluas 1,5 juta ha dapat terealisasi. Meski demikian, dorongan untuk ekspor seyogianya dilandasi oleh perhitungan yang cermat dari segi keuntungan yang bisa diperoleh terkait dengan negara tujuan dan harga beras di pasar internasional serta keberhasilan penyediaan beras yang cukup bagi seluruh penduduk Indonesia. Kecukupan pangan di tingkat nasional belum tentu dibarengi dengan ketersediaan yang cukup di tingkat rumah tangga karena berkaitan dengan daya beli dan distribusinya. Operasionalisasi peningkatan produksi padi hingga tahun 2020 ditempuh dengan strategi: 1) pemanfaatan sumber daya lahan dan air, dan 2) pemanfaatan sumber daya teknologi. Strategi pemanfaatan sumber daya lahan dan teknologi dapat dijabarkan lebih lanjut dalam beberapa kebijakan. Strategi pemanfaatan sumber daya lahan dan air dijabarkan dalam kebijakan: (1) peningkatan IP, dan (2) pembukaan lahan baru bagi persawahan. Strategi pemanfaatan sumber daya teknologi dijabarkan dalam kebijakan: (1) peningkatan produktivitas, (2) peningkatan stabilitas hasil, (3) penekanan tingkat kehilangan hasil pada saat panen dan pascapanen, dan (4) penekanan senjang hasil antara tingkat penelitian dengan tingkat petani dan antarlokasi. Upaya peningkatan produksi padi harus dikaitkan dengan upaya peningkatan pendapatan petani. Sumber pertumbuhan peningkatan nilai tambah bagi petani meliputi: (1) pengembangan agroindustri pedesaan, (2) konsolidasi manajemen usaha pertanian di tingkat petani untuk meningkatkan posisi tawar petani, (3) pengembangan warehouse system untuk tunda jual dan peningkatan mutu produk, dan (4) penerapan PTT padi yang terintegrasi dengan komoditas lain. Untuk menjalankan skenario ekspor dibutuhkan investasi sebesar Rp 206,37 triliun. Dana tersebut diperuntukkan bagi pengadaan traktor, thresher, dan RMU, rehabilitasi jaringan irigasi, biaya operasional dan pemeliharaan (OP) jaringan irigasi, sarana dan prasarana penyuluhan, dan perakitan varietas unggul baru padi, termasuk padi hibrida. Dalam kurun waktu 2009-2020, investasi tersebut akan memberi keuntungan bagi petani dan tambahan produksi padi senilai Rp 110,01 triliun dengan nisbah R/C 2,01. Pencapaian skenario ekspor ditentukan oleh prasyarat dan dukungan kebijakan yang mencakup: 1) penyediaan lahan untuk pertanian berkelanjutan (lahan abadi), 2) pembangunan dan perbaikan infrastruktur, 3) pengembangan kawasan, 4) pembiayaan, 5) penelitian dan pengembangan, 6) promosi dan proteksi, 7) kemudahan dalam proses perizinan investasi, 8) subsidi dan penanggulangan risiko turunnya harga gabah pada saat panen raya, dan 9) keberhasilan program diversifikasi pangan.
PENDAHULUAN Latar Belakang Beras adalah bahan makanan pokok rakyat Indonesia dan sebagian masyarakat dunia. Padi merupakan salah satu tanaman budidaya terpenting dalam peradaban manusia, sebagai sumber karbohidrat utama mayoritas penduduk dunia. Produksi padi dunia menempati urutan ke-3 dari semua serealia setelah jagung dan gandum. Negara produsen padi: Cina, India, Indonesia dan Thailand sebagai pengekspor beras utama. Dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk, kebutuhan beras dunia semakin meningkat. Saat ini Indonesia sudah mampu mencapai swasembada beras untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Sesuai laporan dalam www.setneg.go.id. (diakses tanggal 03 Maret 2009) bahwa Indonesia berswasembada beras pada tahun 2008, hal ini merupakan prestasi yang cukup mengagumkan setelah swasembada tahun 1984. Produksi beras Indonesia tahun 2008 mencapai 3,1 juta ton atau setara 5 juta ton gabah kering giling. Produksi beras selama dua tahun terakhir ini cenderung meningkat, masing-masing sekitar 5 persen per tahun. Departemen Pertanian mentargetkan produksi padi tahun 2009 sebanyak 63,5 juta ton gabah kering giling (GKG) setara 35,9 juta ton beras bersih. Sedangkan konsumsi beras nasional per tahun sekitar 30,9 juta ton. Pada tahun 2009 Indonesia telah mampu mengekspor beras ke luar negeri, oleh karena itu produksi padi harus terus ditingkatkan untuk mempertahankan swasembada beras dan memenuhi permintaan pasar dunia. Hal terpenting adalah menjaga ketahanan pangan nasional Universitas Sumatera Utara 2 yang dapat dicapai dengan berbagai usaha peningkatan produksi padi. Potensi produksi padi dapat ditingkatkan baik secara intensifikasi maupun ekstensifikasi. Secara intensifikasi dapat dilakukan dengan teknologi budidaya, 2
pemakaian varietas unggul dan penanganan pasca panen yang baik pada lahan-lahan potensial seperti lahan rawa yang telah lama diusahakan oleh petani. Luas lahan rawa di Sumatera Utara 317.675 hektar dengan luas lahan pasang surut sebesar 247.293 hektar dan lahan lebak seluas 70.382 hektar. Luas areal yang sudah direklamasi 147.500 hektar dengan areal persawahan seluas 93.990 hektar. Kecamatan Percut Sei Tuan memiliki areal pasang surut potensial seluas 2.100 hektar yang digunakan untuk lahan pertanian dan pertambakan dengan saluran irigasi sepanjang 41.931 meter (www.pu.go.id/satminkal/.../pprofilebalai%20sumatera%20II _baru. Diakses 13 November 2009). Di Kecamatan Percut Sei Tuan terdapat lahan yang potensial untuk pertanaman pangan, namun banyak dialihfungsikan sebagai tambak yang lebih menguntungkan, karena tanah kurang subur akibat salinisasi. Masalah salinitas telah meluas akhir-akhir ini, data dari FAO memperlihatkan bahwa hampir 50% lahan irigasi mengalami masalah salinitas. Setiap tahun beberapa ratus ribu hektar lahan irigasi ditinggalkan karena mengalami salinisasi (Abrol 1986). Hal ini perlu penanganan dan pengelolaan lahan pasang surut agar alih fungsi lahan tidak terus terjadi guna menjaga stabilitas pangan dalam negeri. Usaha penggunaan varietas unggul yang tahan terhadap cekaman garam telah dilakukan. Menurut Suastika (1997), beberapa varietas padi sawah yang sesuai di lahan pasang surut telah disebarluaskan di beberapa wilayah pasang surut. Melihat potensi hasil rata-rata 4-7 ton/ha, varietas unggul ini dapat meningkatkan pendapatan Universitas Sumatera Utara
3 petani khususnya di lahan pasang surut ini. Varietas padi yang toleran seperti varietas unggul Dendang, Banyuasin, Kapuas, Lalan, Lambur, Mendawak dan Cisadane dibudidayakan di Indonesia, IR2151 di Sri Lanka dan CSR10 di India. Tabel 1. Berikut ini adalah daftar varietas padi yang toleran salinitas, Keracunan Fe dan Al. Selain penggunaan varietas unggul yang tahan terhadap salinitas, perlu dilakukan penurunan kadar garam dalam tanah dengan penggunaan bahan organik seperti kompos dan mikroba untuk meningkatkan produktivitas tanah dan efisiensi penyerapan pupuk. Bahan organik dapat memperbaiki sifat fisika tanah seperti memperbaiki agregasi dan permeabilitas tanah. Memperbaiki sifat kimia tanah seperti: meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah, meningkatkan daya sangga tanah, meningkatkan ketersediaan beberapa unsur hara dan meningkatkan Universitas Sumatera Utara 4 efisiensi penyerapan P. Memperbaiki biologi tanah yaitu sebagai sumber energi utama bagi aktivitas jasad renik tanah. Mengingat begitu pentingnya peranan bahan organik, maka penggunaannya pada lahan-lahan yang kesuburannya mulai menurun menjadi perhatian utama untuk menjaga kelestarian sumber daya lahan tersebut. Petani di Kecamatan Percut Sei Tuan menanam varietas Ciherang dengan rata-rata hasil 5,6 ton/ha sedangkan potensi hasil 8.5 ton/ha, berarti hasil panen masih jauh dari potensi yang dapat dicapai. Untuk itu perlu dilakukan penelitian untuk mencari varietas padi yang sesuai, pemberian pupuk yang seimbang dan bahan pe mbenah tanah yang dapat memperbaiki kesuburan tanah salin sehingga memenuhi syarat pertumbuhan padi yang baik dan berproduksi tinggi. Hal ini harus dilakukan mengingat potensi pertanaman padi di lahan pasang surut masih terbuka luas dan merupakan komoditi strategis yang mendapat prioritas utama untuk menjaga ketahanan pangan nasional. Perumusan Masalah Salinitas tanah telah menjadi suatu masalah serius dalam produksi tanaman di Indonesia. Persoalan lahan salin yang utama adalah tingginya kandungan Na + dan Cl- dari medium perakaran tanaman sehingga tekanan osmotik larutan tanah naik yang mengganggu penyerapan air dan unsur hara mengakibatkan turunnya laju pertumbuhan tanaman. Pertumbuhan akar, batang dan luas daun berkurang karena cekaman garam yaitu ketidakseimbangan metabolik yang disebabkan oleh keracunan ion, cekaman osmotik dan kekurangan hara. Universitas Sumatera Utara
5 Adanya perubahan iklim dengan naiknya permukaan laut dan intrusi menyebabkan lahan pertanian mengalami salinisasi, seperti di Kecamatan Percut Sei Tuan. Alih fungsi lahan pertanian terjadi di mana areal pertanian diubah menjadi tambak dan tempat pemancingan yang lebih menguntungkan karena tanah kurang subur akibat salinisasi. Tanah dengan tekstur liat, kadar pH 8,2 dan daya hantar listrik 5,9 mmhos/cm 2 tergolong sebagai tanah
3
salin menyebabkan pertumbuhan dan produksi padi kurang baik serta hasilnya masih dibawah potensi yang sesungguhnya. Beberapa usaha untuk melakukan budidaya di lahan salin yaitu dengan menanam padi yang toleran salinitas, tetapi ini merupakan solusi jangka pendek bila amandemen tanah tidak diimplementasikan. Selama ini petani menggunakan varietas Ciherang yang direkomendasikan untuk dataran rendah non salin dan jerami sisa panen oleh sebagian besar petani hanya dibakar tanpa dikembalikan ke sawah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengunaan varietas toleran dan pemberian bokashi jerami dapat meningkatkan produksi gabah kering giling dengan pemberian pupuk yang mencukupi kebutuhan tanaman padi dan perbaikan kesuburan tanah salin. Tujuan Penelitian Untuk mendapatkan varietas padi yang pertumbuhan dan produksinya lebih baik pada tanah salin dengan pemberian amandemen bokashi jerami dan pemupukan spesifik lokasi. Universitas Sumatera Utara 6 Hipotesis penelitian 1. Varietas Dendang lebih baik pertumbuhan dan produksinya pada tanah salin dibandingkan dengan varietas Lambur, Ciherang dan Rojolele. 2. Pemberian amandemen bokhasi jerami 6 ton/ha mampu menurunkan pH dan DHL serta memperbaiki kesuburan tanah salin. 3. Pemupukan rekomendasi pemerintah memberikan pertumbuhan dan produktivitas yang lebih baik untuk empat varietas padi. 4. Pengaruh interaksi varietas Dendang, amandemen bokashi jerami 3 ton/ha dan pemupukan rekomendasi pemerintah (P2A1V3) akan memberikan pertumbuhan dan produksi yang terbaik. Manfaat Penelitian Hasil penelitian akan berguna bagi teknik budidaya padi dalam usaha memanfaatkan dan mengelola lahan salin dengan pemupukan spesifik lokasi sebagai potensi daerah untuk pertanaman padi secara intensifikasi. Universitas Sumatera Utara
4
REVITALISASI PERTANIAN DAN EKSPEKTASI PENINGKATAN PENDAPATAN BAGI PELAKU USAHA TANI Oleh bungokab (Sel, 06/28/2011 - 11:52) REVITALISASI PERTANIAN DAN PENINGKATAN PENDAPATAN BAGI PELAKU USAHA TANI
EKSPEKTASI
I. Latar BelakangPermintaan akan pangan khususnya beras (padi) terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan jumlah penduduk serta perkembangan industri dan pakan. Peningkatan jumlah penduduk yang relatif tinggi menuntut peningkatan produksi, minimal setara dengan kenaikan jumlah penduduk. Kekurangan akan beras dapat mengakibatkan instabilitas nasional (Deptan 1992). Dengan meningkatnya permintaan, tentunya harus diimbangi dengan peningkatan kemampuan penyediaan produksi (supply) oleh produsen. Dalam hal ini pelaku usahatani padi adalah petani. Kabupaten Bungo dengah jumlah penduduk 270.337 jiwa (data akhir 2006) membutuhkan beras sebanyak 32.440.440 kg atau 32.440 ton per tahun. Sementara produksi padi yang dapat dihasilkan atau dicapai sebanyak 26.053 ton gabah kering giling (GKG) atau + 16.465.496 ton beras dengan luas areal panen 7640 Ha (Data Dinas Pertanian 2007). Data tersebut menggambarkan kebutuhan beras untuk Kabupaten bungo mengalami devisit sebanyak 15.947,504 ton. Karena itu perlu adanya upaya untuk meningkatkan produksi dengan langkah – langkah dan strategi yang tepat. Dalam upaya mendorong peningkatan produksi beras (padi), dan menjamin stabilitas harga, serta peningkatan pendapatan petani, Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan penerapan harga gabah dan beras dalam bentuk Harga Pembelian Pemerintah (HPP) dan Harga Dasar Gabah (HDG). Dalam realita kehidupan sehari – hari, umumnya petani padi hidup dalam jeratan lingkaran kemiskinan. Ekspektasi pelaku usahatani padi, jelaslah dengan spesifikasi aktifitas usahatani padi yang ditekuninya mampu meningkatkan pendapatan, terpenuhinya kebutuhan pokok sehari – hari, dapat hidup layak ditengah – tengah masyarakat dan hidup lebih sejahtera, serta keluar dari jeratan lingkaran kemiskinan. Revitalisasi pertanian yang telah dicanangkan oleh Presiden RI Bapak Susilo Bambang Yudhoyono tanggal 11 Juni 2005 di Jatiluhur, pada hakekatnya merupakan sebuah proses memunculkan semangat baru dan menggalang komitmen semua unsur pemangku kepentingan untuk membangun kembali pertanian, sehingga dapat menggerakan laju pertumbuhan perekonomian masyarakat, meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani. Persoalannya adalah faktor – faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat pendapatan pelaku usahatani padi? Apakah dengan revitalisasi pertanian dapat menjawab harapan pelaku usahatani padi untuk meningkatkan pendapatannya? Dan apa langkah – langkah yang harus dilakukan dalam meningkatkan pendapatan pelaku usahatani padi? Tulisan ini setidak – tidaknya akan dapat memberikan gambaran dilemma yang dihadapi pelaku usahatani padi dan harapan ke depan untuk pengembangan usahatani padi. II. Analisa Pendapat Usaha Tani Padi Pendapatan merupakan selisih dari nilai produksi dengan biaya prooduksi. Hasil akhir yang diharapkan oleh pelaku usahatani padi adalah meningkatnya pendapatan melalui peningkatan produksi dan produktivitas. Pendapatan hasil usahatani padi sangat ditentukan oleh harga dari produk yang dihasilkan. I. Faktor – faktor yang mempengaruhi Tingkat Pendapatan Usaha tani PadiSebagai produsen, petani berupaya dengan faktor – faktor produksi (tanah, modal, tenaga kerja, teknologi dan informasi) yang ada padanya dapat menghasilkan produksi padi sebanyak – banyaknya dan mendatangkan keuntungan yang sebesar – besarnya. Namun dalam upaya meningkatkan produksi, para petani dibatasi dengan jenis dan jumlah faktor – faktor produksi yang tersedia. Kondisi ini menjadi bahan pertimbangan bagi petani dalam mengambil keputusan mengatur jumlah dan kapasitas produksi yang harus dihasilkan agar keuntungan yang diperoleh maksimal. Tinggi rendahnya pendapatan yang diperoleh petani, ditentukan oleh tinggi rendahnya produksi dan produktivitas yang dicapai. Antara produksi dan pendapatan memiliki hubungan yang linier. Semakin tinggi produksi dan produktivitas yang dicapai, maka semakin tinggi pendapatan yang diperoleh petani. Tingginya pendapatan yang 5
diperolah petani akan mempengaruhi motivasi petani untuk mau meningkatkan produksi. Sementara besarnya pendapatan yang diperolah petani akan ditentukan oleh faktor – faktor diantaranya harga produk itu sendiri, harga biaya produksi, harga faktor produksi dan kebijakan pemerintah. A. Harga Produksi itu SendiriHarga adalah sejumlah uang yang dikenakan atas suatu produk atau jasa. Harga merupakan satu – satunya unsur bauran pemasaran yang menghasilkan pendapatan. Jika suatu harga barang naik, maka produsen cendrung akan menambah jumlah barang yang akan dihasilkan. Hal ini akan membawa kita ke hukum penawaran yang menjelaskan hubungan antara harga suatu barang dengan jmlah barang tersebut yang ditawarkan. Hukum penawaran menyatakan “semakin tinggi harga suatu barang, dimana semua faktor – faktor yang mempengaruhi dianggap tetap , maka semakin banyak jumlah barang tersebut yang ingin ditawarkan oleh penjual , atau sebaliknya” B. Harga Biaya ProduksiKenaikan harga input sebenarnya juga menyebabkan kenaikan biaya produksi. Dengan demikian, bila biaya produksi meningkat (apakah dikarenakan kenaikan harga faktor produksi atau penyebab lainnya), akan mengakibatkan rendahnya pendapatan yang diperoleh petani. Kondisi ini dapat menyebabkan petani (produsen) akan mengurangi skala usahanya, hasil produksinya bahkan juga sampai menghentikan usahanya. Biaya input yang dalam proses produksi padi sawah seperti yang terdapat pada tabel analisa pendapatan, menunjukan nilai biaya input yang cukup tinggi, sementara produksi yang dicapai tergolong rendah. Sehingga akan berdampak pada perolehan pendapatan yang rendah. C. Harga Faktor ProduksiSecara garis besar, paling tidak ada empat kelompok faktor produksi dalam usahatani padi yang memerlukan pengorbanan langsung dari petani, yaitu : tanah, tenaga kerja, teknologi dan modal. a. TanahDalam usahatani, khususnya usahatani padi, kepemilikan lahan atau luas garapan pengelolaan lahan merupakan salah satu faktor produksi yang turut menentukan tingkat produktivitas, produksi dan pendapatan. Hal ini karena mempengaruhi pada peningkatan kemampuan penyediaan produksi (supply) melalui peningkatan sasaran luas tanam, dan panen. Di Kabupaten Bungo, sebagian besar tanah yang digunakan oleh pelaku usahatani padi merupakan tanah warisan. Dalam penggunaan atau proses penggarapan masih mengikuti adat setempat, dengan sistem giliran dalam anggota keluarga turunannya. Disamping pengelolaan secara bergiliran, umumnya produktivitas padi di Kabupaten Bungo ditopang oleh sebagian besar petani yang mengusahakan lahan yang relatif sempit. Lahan garapannya tidak memenuhi skala ekonomi, rata – rata dibawah 0,50 ha. Pemilikan dan pengusahaan lahan yang relatif sempit tersebut menyulitkan upaya peningkatan produktifitas dan pendapatan petani sehingga semakin rendah nilai bagi petani padi. b. Tenaga KerjaDidalam pertanian, tenaga kerja dapat dikatakan faktor produksi kedua setelah tanah. Kebutuhan akan tenaga kerja sangat tergantung pada jenis tanaman yang diusahakan. Dalam usahatani pertanian rakyat seperti padi di pedesaan, sebagian besar tenaga kerja berasal dari keluarga petani sendiri yang terdiri atas suami, isteri dan anak – anaknya. Namun kadang kala mereka juga membutuhkan tenaga kerja tambahan. Secara ekonomi, semua tenaga kerja yang dicurahkan dalam kegiatan usahatani, dihitung atau dinilai dengan uang. Saat sekaranag ketersediaan tenaga kerja boleh dikatakan langka, sehingga tingkat upahnya menjadi mahal. Tabel analisa pendapatan tersebut diatas memperlihat penghitungan biaya tenaga kerja dalam usahatani padi. c. Teknologi ProduksiKemajuan teknologi merupakan implikasi dari kemajuan ilmu pengetahuan. Penggunaan teknologi berakibat kepada pengorbanan atas biaya produksi sebagai dampak peningkatan produktivitas. Namun kemajuan teknologi menyebabkan penurunan biaya produksi, seperti penggunaan mekanisme pertanian pada usahatani padi. Dalam hubungannya dengan pelaksanaan usahatani padi oleh petani di Kabupaten Bungo, rata – rata mereka sudah menerapkan teknologi anjuran, baik teknologi dalam mekanisasi maupun teknologi sapta usahatani pertanian, namun masih sangat terbatas. Peningkatan kemampuan teknik bercocok tanam, penggunaan benih unggul, pemakaian pupuk, pengendalian hama penyakit, serta pengairan, dengan bantuan penyuluhan sudah tergolong berhasil dilakukan oleh penyuluh. Akan tetapi pembinanan kompetensi petani sebagai pelaku bisnis yang handal masih diperlukan kerja keras dari stkeholder yang terkait. d. ModalDalam proses produksi, sebagai bagian dari faktor produksi, modal memegang peranan yang sangat dominan. Dalam pengertian ekonomis, modal adalah barang atau uang yang bersama – sama faktor produksi lainnya menghasilkan barang baru, dalam hal ini hasil pertanian yaitu padi. Modal dilihat dari dari segi pemilikan, bisa dibagi dua yaitu modal sendiri (capital equity) dan modal pinjaman (kredit). Antara modal sendiri dan modal pinjaman tidak berbeda dalam proses produksi, karena sama – sama menyumbang langsung pada proses produksi. Bedanya pada bunga modal yang dipinjam harus dibayar pada kreditor. Pada umumnya pelaku usahahtani padi di Kabupaten Bungo, kemampuan permodalan untuk membiayai proses produksi secara mandiri masih sangat terbatas. D. Kebijakan PemerintahKebijakan Pemerintah dapat mempengaruhi kemampuan produksi padi oleh petani. Pemerintah terus berupaya mengamankan dan menjaga stabilitas harga gabah dan beras. Terhitung mulai tanggal 1 April 2007, melalui Instruksi Presiden RI, Pemerintah memberlakukan 6
penetapan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) terhadap Gabah Kering Panen (GKP) dalam negeri sebesar Rp. 2.000,- / kg di penggilingan dan gabah kering giling Rp. 2.575,-/kg di penyimpanan. Kebijakan penetapan harga pembelian pemerintah ini diharapkan disamping untuk menjaga stabilitas harga, juga diharapkan dapat mendorong peningkatan produksi beras (padi) dan menjamin peningkatan pendapatan petani. Namun harapan ini belum dapat melegakan hati petani karena tingkat harga yang ditetapkan belum dapat meningkatkan pendapatan petani padi. II. Ekspektasi Pelaku Usaha Tani dalam Meningkatkan PendapatanDi Kabupaten Bungo, beras merupakan makanan utama. Karena itu beras menjadi komoditas strategis dan politis. Kekurangan akan beras dapat menciptakan stabilitas. Oleh sebab itu campur tangan semua pihak yang terkait dalam perberasan sangat penting, karena dapat mempengaruhi kemampuan produksi padi oleh petani. Instruksi Presiden RI tentang perberasan telah memberlakukan penetapan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) terhadap Gabah Kering Panen (GKP) dalam negeri sebesar Rp. 2.000,-/kg di penggilingan dan Gabah Kering Giling (GKG) sebesar Rp. 2.575,/kg di penyimpanan. Sepertinya belum menguntungkan petani padi dan belum dapat memotivasi pelaku usahatani padi untuk meningkatkan penyediaan produksi beras padi. Harapan dimasa datang dititikberatkan pada harga, karena harga mempengaruhi kemauan produsen atau petani untuk menaikan produksinya. Yang jelas harga yang tinggi akan memotivasi petani untuk meningkatkan produksinya. Hal yang mendesak perlu diupayakan adalah bagaimana devisit penyediaan beras di Kabupaten Bungo bisa terpenuhi oleh produksi petani Bungo sendiri. Salah satu upaya diarahkan pada peningkatan kemampuan penyediaan produksi melalui peningkatan sasaran luas panen, produktivitas dan produksi yang dimotivasi dengan menaikan harga gabah dan beras ditingkatkan pada harga yang layak. Layaknya harga gabah untuk meghidupi anggota keluarag 4 atau 5 orang minimal Rp.3.500,/kg GKP. III. Revitalisasi Pertanian di Kabupaten BungoLangkah yang harus dilakukan untuk meningkatkan produksi dan pendapatan petani di Kabupaten Bungo adalah dengan melakukan revitalisasi pertanian khususnya usahatani padi. Secara etimologis, revitalisasi memiliki tiga suku kata , yakni “re” yang berarti kembali, “vital” berasal dari bahasa Yunani, yakni “vitae” yang berarti hidup dan ”sasi” yang berarti proses. Oleh karena itu, revitalisasi dapat diartikan proses menumbuhkan kembali. Sedangkan pertanian berarti seluruh kegiatan yang meliputi usaha uasaha tani, agroindustri, pemasaran dan jasa penunjang pengelolaan sumberdaya alam hayati dalam agroekosistem yang sesuai dan berkelanjutan, dengan bantuan teknologi, modal, tenaga kerja dan manajemen untuk mendapatkan manfaat sebesar – besarnya bagi kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa revitalisasi pertanian adalah proses menumbuhkan kembali seluruh kegiatan dibidang pertanian khususnya disini padi. Pengembangan budidaya usahatani padi pada masa kini dan ke depan bukanlah mengulang kembali secara tekstual yang pernah dicapai pada masa lalu. Akan tetapi secara kontekstual menghidupkan kembali nilai – nilai usahatani padi dan makna dari sebutir beras yang dapat memberi makan masyarakat yang saat ini nyaris ditinggalkan oleh sebahagian masyarakat tani kita dan beralih ke usahatani lainnya. Namun ditinjau dari sisi bisnis, tidak bisa dipungkiri, pelaku usahatani padi dihadapkan pada problema yang cukup kompleks. Persoalan yang amat mendasar diantaranya adalah : Pertama : nilai tawar atau nilai jual produk yang masih terlalu rendah yang mengakibatkan rendahnya pendapatan yang diperoleh ; Kedua : biaya produksi yang relatif tinggi ; Ketiga : pengelolaan lahan yang relatif sempit ; Keempat : sarana dan prasarana yang masih relatif terbatas ; Kelima : tingkat kualitas SDM pelaku usahatani padi yang belum siap menghadapi tantangan. Kalau kita berkaca pada jati diri, alangkah ironisnya sebuah daerah pertanian, tetapi pemenuhan kebutuhan beras untuk masyarakat harus didatangkan dari daerah lain. Karena itu perlu adanya upaya menghentikan dengan meningkatkan produksi dan produktivitas. Untuk itu langkah dan agenda revitalisasi pertanian dalam arti sempit, usahatani padi harus dilakukan secara sinergis dan melembaga dengan berbagai stakeholders yang terkait. Revitalisasi pertanian diharapkan dapat memberikan pencerahan baru, naiknya nilai tawar petani padi kita dengan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraannya. Tentunya dengan keberpihakan semua stakeholder yang terkait dan mengimplementasikan semua harapan yang dapat membawa pada perbaikan. Sehubungan dengan hal tersebut, bertolak dari tekad yang tinggi untuk meningkatkan produksi dan pendapatan pelaku usahatani padi, ada beberapa langkah yang harus dilakukan : 1. Mengusulkan kepada Pemerintah Pusat untuk menaikan HPP dan HDG atau dengan memberikan subsidi harga oleh Pemerintah Daerah hingga mencapai tingkat harga yang layak yakni Rp. 3.500,-/kg.; 2. Peningkatan sasaran luas tanam, melalui intensifikasi, ekstensifikasi, Indeks Pertanaman (IP) menjadi 200-300, penerapan teknologi pengelolaan tanaman terpadu dan pengembangan varietas padi hibrida; 3. Melakukan percobaan – percobaan untuk menghasilkan paket teknologi pemupukan dan varietas yang spsesifik lokasi sehingga mendapatkan rekomendasi varietas dan pemupukan yang spesifik lokasi; 4. Penyediaan sarana dan prasarana pendukung pelaksanaan pengembangan usahatani padi; 5.
7
Optimalisasi kegiatan penyuluhan; 6. Penataan kembali tenaga kerja yang memiliki kompetensi, dedikasi dan integritas tinggi untuk membangun pertanian. DELI SERDANG, Sumut: Pemerintah Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, berkomitmen memacu produksi padi dengan menambah sarana dan prasarana infrastruktur serta penyaluran benih berkualitas kepada para petani di daerah itu. "Secara bertahap produksi padi di Deli Serdang diupayakan terus meningkat," kata Kepala Dinas Pertanian Hj Eka Rezeki Yanti Danil di Lubuk Pakam, Senin (23/07). Volume produksi padi Kabupaten Deli Serdang selama 2011 mencapai mencapai 427.164 ton atau meningkat 20,68 persen dibanding 2010. Ia mengatakan, dalam upaya mendukung program peningkatan produksi beras nasional sebanyak 10 juta ton hingga 2014, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Deli Serdang pada tahun yang sama menargetkan produksi padi minimal 590 ribu ton. Untuk mendukung pancapaian target tersebut, kata dia, di Deli Serdang telah dikerjakan pembangunan dan perbaikan sejumlah sarana infrastruktur pertanian. Sarana infrastruktur yang telah dibangun di daerah itu antara lain jalan irigasi desa seluas 3.050 hektare (ha), jaringan irigasi tingkat usaha tani 10.342 ha, dan jalan usaha tani sepanjang 58 kilometer. Selain itu, pihaknya juga giat menyalurkan bantuan sarana produksi, seperti benih padi berkualitas, dan memberikan penyuluhan kepada para petani. Sejalan dengan program pemberdayaan usaha tani, Pemkab Deli Serdang juga telah menyalurkan bantuan penguatan modal kepada 127 unit gabungan kelompok tani (Gapoktan). Besaran bantuan penguatan modal yang diberikan kepada setiap Gapoktan masing-masing sebesar Rp100 juta. "Melalui berbagai program pemberdayaan kepada para petani tersebut, kami optimistis Deli Serdang akan mampu mencapai target produksi pada sebanyak 590.668 ton pada tahun 2014," ujar Eka. Dia memperkirakan Deli Serdang jika mampu mencapai target produksi padi sebanyak 590.668 ton, berarti total produksi padi daerah itu pada 2014 sekitar 35 persen lebih dari target produksi padi Sumatera Utara (Sumut). Deli Serdang hingga kini masih menjadi salah satu dari lima kabupaten yang menjadi sentra utama produksi beras di Sumut. Empat sentra produksi beras lainnnya di Sumut, yakni Kabupaten Serdang Bedagai, Toba Samosir, Samosir, Tapanuli Utara, dan Dairi. Pertumbuhan produksi beras yang dinilai cukup signifikan di Deli Serdang sehingga menjadikan daerah ini pada 2012 memperoleh penghargaan peningkatan produksi beras nasional (P2BN) dari pemerintah pusat. Penghargaan tersebut diserahkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kepada Bupati Deli Serdang Amri Tambunan di Jakarta pada 18 Juli 2012. (Antara/Bsi)
Upaya Pengamanan Produksi Beras Nasional Telah disusun Draft Kebijakan Jangka Menengah dan Rencana Aksi Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2011 tentang Pengamanan Produksi Beras Nasional dalam Menghadapi 8
Kondisi Iklim Ekstrim. Saat ini, Angka RamalanII(ARAM II) produksi padi mengalami kenaikan sebesar 1,59 juta ton yang terdiri dari 0,46 juta ton di Jawa dan 1,13 juta ton di luar Jawa. “Peningkatan produksi terjadi karena adanya peningkatan luas panen dan produktivitas,” jelas Direktur Pangan dan Pertanian Kementerian PPN/Bappenas, Ir. Nono Rusono, PG.Dip.Agr.Sci,Msi saat memimpin Rapat Koordinasi Kebijakan Jangka Menengah dan Pemantauan/Evaluasi Pelaksanaan Inpres No.5/2011 di Ruang Serba Guna Gedung Bappenas, Jakarta, Kamis (9/11). Akan tetapi, dengan adanya musim kemarau yang cukup panjang, maka untuk periode September-Desember 2011 justru dialami penurunan produksi sebesar 4,44%. Padahal peningkatan luas panen padi sudah menyita luas panen jagung, kedelai, dan kacang tanah sehingga produksi jagung dan kedelai turut mangalami penurunan. “Ke depan, perlu diperhitungkan dengan matang kompetisi lahan ketiga bahan pangan pokok utama tersebut karena upaya peningkatan produksi hanya dengan peningkatan luas lahan akan semakin sulit,” saran Pak Nono. Lebih lanjut, untuk mengejar surplus 10 juta ton pada 2015, Pak Nono menyarankan agar sebaiknya upaya yang dilakukan untuk peningkatan produksi adalah melalui peningkatan produktivitas, yang meliputi pendampingan penyuluh, penerapan teknologi benih dan budidaya manajemen air, antisipasi kekeringan, pengendalian hama, serta meminimalkan susut pasca panen. “Monitoring secara ketat dengan Pemerintah Daerah (Pemda) Provinsi sentra produksi padi sangat penting dilakukan,” jelasnya. Sedangkan untuk jangka panjang akan dilakukan identifikasi petani yang disertai audit lahan pertanian secara mikro (bukan data citra satelit) agar pembinaan dan monitoring dapat berjalan secara intensif sehingga langkahlangkah ini diharapkan efektivitas dapat ditingkatkan. CARA MENINGKATKAN PRODUKSI TANAMAN PADI DENGAN SISTEM TANAM JAJAR LEGOWO
10:34 PM
MASPARY
Salam Pertanian!! Berbagai upaya untuk meningkatkan produksi tanaman padi telah dilakukan oleh petani-petani kita, baik dengan penggunaan bibit unggul, pemupukan yang tepat, pengairan yang cukup, pengendalian hama penyakit dan lain sebagainya. Kali ini kita akan sedikit membahas tentang cara meningkatkan produksi tanaman padi dengan sist em tanam legowo. Legowo menurut bahasa jawa berasal dari kata “Lego” yang berarti luas dan “dowo” yang berarti panjang. Menurut beberapa informasi yang saya peroleh cara tanam ini pertama kali diperkenalkan oleh Bapak Legowo kepala dinas pertanian kabupaten Banjar Negara. Pada prinsipnya sistem tanam jajar legowo adalah meningkatkan populasi dengan cara mengatur jarak tanam. Selain itu sistem tanam tersebut juga memanpulasi lokasi tanaman sehingga seolah-olah tanaman padi dibuat menjadi taping (tanaman pinggir) lebih banyak. Seperti kita ketahui tanaman padi yang berada dipinggir akan menghasilkan produksi lebih tinggi dan kualitas gabah yang lebih baik hal ini disebabkan karena tanaman tepi akan mendapatkan sinar matahari yang lebih banyak. Ada beberapa tipe sistem tanam jajar legowo: 1. Jajar legowo 2:1. Setiap dua baris diselingi satu barisan kosong dengan lebar dua kali jarak dalam barisan. Namun jarak tanam dalam barisan yang memanjang dipersempit menjadi setengah jarak tanam dalam barisan. 2. Jajar legowo 3:1. Setiap tiga baris tanaman padi diselingi satu barisan kosong dengan lebar dua kali jarak dalam barisan. Jarak tanam tanaman padi yang dipinggir dirapatkan dua kali dengan jarak tanam yang ditengah. 3. Jajar legowo 4:1. Setiap tiga baris tanaman padi diselingi satu barisan kosong dengan lebar dua kali jarak dalam barisan. Demikian seterusnya. Jarak tanam yang dipinggir setengah dari jarak tanam yang ditengah.
Contoh gambar sistem tanam jajar legowo 2:1 dan 4:1 9
Untuk menghitung peningkatan populasi dengan sitem tanam jajar legowo bisa menggunakan rumus : X 1 : ( 1 + jumlah legowo).
100%
contoh:
untuk legowo 2:1 peningkatan populasinya adalah : untuk legowo 3:1 peningkatan populasinya adalah : Untuk legowo 4:1 peningkatan popuasinya adalah : Untuk legowo 5:1 peningkatan popuasinya adalah :
100% 100% 100% 100%
X X X X
1 : (1 + 2) = 30% 1 : (1 + 3) = 25% 1 : (1 + 4) = 20% 1 : (1 + 5) = 16,6%
Adapun manfaat sistem tanam jajar legowo adalah: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Menambah jumlah tanaman padi seperti perhitungan diatas Otomatis juga akan meningkatkan produksi tanaman padi Memperbaiki kualitas gabah dengan semakin banyaknya tanaman pinggir Mengurangi serangan penyakit Mengurangi tingkat serangan hama Mempermudah dalam perawatan baik itu pemupukan maupun penyemprotan pestisida Menghemat pupuk karena yang dipupuk hanya bagian dalam baris tanaman
Selain manfaat sistem tanam jajar legowo juga punya kelemahan antara lain: 1. Membutuhkan tenaga tanam yang lebih banyak dan waktu tanam yang lebih lama pula 2. Membutuhkan benih yang lebih banyak dengan semakin banyaknya populasi. 3. Biasanya pada legowonya akan lebih banyak ditumbuhi rumput
Demikian sedikit tulisan tentang cara meningkatkan produksi tanaman padi dengan cara tanam sistem legowo, semoga bisa bermanfaat bagi kita semua. Untuk kritik dan saran silahkan kirimkan pada kolom komentar dibawah ini. -maspary
Riset Hasil Riset Kerja sama Publikasi Institusi 10
Meningkatkan Produksi Padi Dengan Cara Penanganan Pasca Panen Yang Benar Info Aktual (adm/05 Mei 2011) Telah terbukti bahwa hasil produksi padi dari verietas unggul yang dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian tinggi, baik dari segi jumlah maupun rentang waktu panen. Namun, beberapa jenis varietas unggul tersebut juga memiliki kekurangan, diantaranya adalah mudah rontoknya padi dan jumlah anakan banyak, sehingga menyebabkan kehilangan padi pada saat panen da n perontokan tinggi. Hal ini akan menyebabkan hasil produksi panen padi di tingkat masyarakat akan berkurang. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan penanganan pasca panen padi yang benar sehingga hasil yang diperoleh lebih maksimal. Badan Litbang Pertanian melalui Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen Pertanian (BB Pasca Panen) mengembangkan “Metode Menekan Kehilangan Hasil Padi”. Proses yang dilakukan dalam menerapkan Metode Kehilangan Hasil Padi tersebut adalah para petani harus diupayakan agar memahami dan mampu melakukan kegiatan penanganan pasca panen yang baik, caranya adalah para petani mengetahui tahapan pascapanen dengan penentuan umur panen padi. Lalu petani juga diharapkan mengetahui produk teknologi pertanian apa yang dapat menekan kehilangan hasil panen. Beberapa teknologi yang dapat menekan kehilangan hasil padi adalah Teknologi Penentuan Umur Panen (pengamatan visual dan pengamatan teoritis), Teknologi Pemanenan (alat pedal “thresher ”, alat perontok “ power thresher ”), Penumpukan dan Pengumpulan Padi (menggunakan alas plastik), Teknologi Perontok (waktu antara pemotongan sampai perontokan, penggunaan alat mesin perontok), Teknologi Pengeringan (penjemuran dengan sinar matahari, menggunakan alat mesin pengering), Teknologi Penyimpanan (cara penyimpanannya, lama pennyimpanannya), Teknologi Penggilingan (alat penggiling, proses penggilingan), Kehilangan Kualitas/Penurunan Mutu (terj adi penundaan perontokan, penumpukan padi di sawah terlalu lama, keterlambatan dalam pengeringan, kondisi penyimpanan yang tidak memenuhi syarat), Kehilangan Nutrisi (Kesalahan dalam penanganan segar maupun penanganan selama penyimpanan). Selain itu pihak-pihak terkait (petani, buruh tani, kelompok tani, pengusaha, pemerintah daerah) juga diharapkan mampu menentukan langkah-langkah dalam menerapkan teknologi penekanan kehilangan hasil pasca panen, diantaranya adalah peningkatan kemampuan dan keterampilan petani, teknologi yang tepat sesuai dengan lokasi, pembentukan dan pemberdayaan kelompok, manajemen lapangan, pelatihan dan pembinaan SDM, pembinaan kelembagaan. Jika semua dilakukan dengan tepat dan benar, maka diharapkan hasil produksi padi dan beras yang diperoleh oleh para petani khususnya di masa yang akan datang akan lebih meningkat dari hasil yang sebelumnya.
11
12