1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seperti yang telah kita ketahui bahwa geofisika adalah suatu ilmu yang mempelajar i bumi dengan menggunakan kaidah atau prinsip-prinsip fisika. Di dalam mempelajari bumi tersebut, penelitian dari ilmu geofisika ini dilakukan dengan mengamati kondisi di bawah permukaan bumi dengan melibatkan pengukuran di atas permukaan bumi berdasarkan parameterpar ameter parameter fisika yang dimiliki oleh batuan didalam bumi, parameter yang dapat digunakan yaitu salah satunya adalah sifat kelistrikan dari bumi. Dalam mempelajari bumi menggunakan sifat kelistrikanya dapat menggunakan salah satu metode geofisika yaitu metode geolistrik. Dalam pengukuran mengunakan metode geolistrik, terdapat beberapa teknik pengukuran ynag dapat digunakan yaitu salah satunya adalah sounding , dan dalam pengukurannya konfigurasi yang dapat digunakan salah sal ah satunya yaitu adalah adal ah konfigurasi schlumberger . Teknik pengukuran sounding merupakan teknik pengukuran yang dilakukan untuk mendapatkan variasi resistivitas secara vertikal, dan konfigurasi yang paling cocok untuk teknik pengukuran secara sounding yaitu konfigurasi konfigurasi Schlumberger . Teknik pengukuran sounding ini berguna untuk menentukan letak dan posisi kedalaman benda anomali yang berada di permukaan tanah, contohnya mencari akuifer air tanah maupun kedalam sesar/patahan. Sebagai seorang geofisikawan, sangatlah diperlukan pengetahuan yag lebih tentang teknik pengukuran sounding dan konfigurasi schlumberger karena sangat berguna dalam pengetahuan saat melakukan survey ke lapangan. Untuk lebih memahami mengenai teknik pengukuran sounding dan dan konfigurasi schlumberger konfigurasi schlumberger , maka dilakukanlah praktikum ini. 1.2 Tujuan
Adapun tujuan penelitian yang akan dilaksanakan adalah sebagai berikut: 1. Mampu memahami konfigurasi Schlumberger konfigurasi Schlumberger . 2. Dapat memahami keunggulan dan kelemahan dari konfigurasi Schlumberger . 3. Dapat melakukan pengukuran dan pengambilan data (akuisisi data) dengan konfigurasi elektroda Schlumberger . 4. Dapat menghitung nilai resistivity dan dapat menggambarkan kurva matching sederhana pada kertas millimeter block . 5. Dapat menganalisa data hasil pengukuran di lapangan (sudah sesuai atau belum dengan apa yang diharapkan).
2
II. TEORI DASAR
Metode geolistrik resistivity dikembangkan resistivity dikembangkan pada awal tahun 1900-an tetapi yang lebih luasnya digunakan sejak 1970-an, dikarenakan ketersediaan komputer untuk memprosesdan menganalisis data. Teknik ini digunakan secara luas dalam pencarian sumber air tanah yang cocok dan juga memonitor tipe polutan air tanah; dalam survei keteknikan untuk menemukan rongga bawah permukaan, patahan dan celah, permaforst , mineshafts, mineshafts, dll.; dan dalam arkeologi untuk memetakan luasan area dari sisa pondasi yang terkubur dari bangunan bersejarah, dan masih banyak aplikasi yang lainnya. Metode geolistrik resistivity juga resistivity juga digunakan secara luas dalam downhole logging . Resistivitas listrik adalah sifat fisika fundamental dan diagnostik yang dapat ditentukan dengan teknik yang luas dan bervariasi, termasuk induksi elektromagnetik (Reynold,1997). Prinsip kerja pendugaan geolistrik adalah mengukur tahanan jenis ( resistivity) resistivity) dengan mengalirkan arus listrik kedalam batuan atau tanah melalui elektroda arus (current electrode), electrode), kemudian arus diterima oleh elektroda potensial. Beda potensial antara dua elektroda tersebut diukur dengan volt meter dan dari harga pengukuran tersebut dapat dihitung tahanan jenis semua batuan. Metode resistivitas dengan konfigurasi Schlumberger dilakukan dengan cara mengkondisikan spasi antar elektrode potensial adalah tetap sedangkan spasi antar elektrode arus berubah secara bertahap. Pengukuran resistivitas pada arah vertikal atau Vertical Electrical Sounding (VES) merupakan salah satu metode geolistrik resistivitas untuk menentukan perubahan resistivitas tanah terhadap kedalaman yang bertujuan untuk mempelajari variasi resistivitas batuan di bawah permukaan bumi secara vertikal. Metode ini dilakukan dengan cara memindahkan elektroda dengan jarak tertentu maka akan diperoleh harga-harga tahanan jenis pada kedalaman yang sesuai dengan jarak elektroda, dengan memindahkan elektroda dengan jarak tertentu maka akan diperoleh harga-harga tahanan jenis pada kedalaman yang sesuai dengan jarak elektroda. Pengukuran resitivitas suatu titik sounding dilakukan dengan jalan mengubah jarak elektrode secara sembarang tetapi mulai dari jarak elektrode kecil kemudian membesar secara gradual. (Halik, 2008). Metode tahanan tahanan jenis pada prinsipnya prinsipnya bekerja bekerja dengan menginjeksikan arus listrik ke dalam bumi melalui dua elektroda arus sehingga menimbulkan beda potensial. Dan beda potensial yang terjadi diukur melalui dua elektroda potensial. Hasil pengukuran arus dan beda potensial untuk setiap jarak elektroda yang berbeda dapat digunakan untuk menurunkan variasi harga tahanan jenis lapisan dibawah
3
titik ukur ( sounding point) . Metode ini lebih efektif dan cocok di gunakan untuk eksplorasi yng sifatnya dangkal, jarang memberikan informasi lapisan di kedalaman lebih dari 1000 kaki atau 1500 kaki. Oleh karena itu metode ini jarang digunakan untuk eksplorasi minyak tetapi lebih banyak di gunakan dalam bidang engineering geology seperti penentuan kedalaman basement (batuan dasar), pencarian reservoir (tandon) air, dan eksplorasi geothermal (panas bumi). Berdasarkan letak (konfigurasi) elektroda-elektroda arus dan potensialnya, dikenal beberapa jenis je nis metode geolistrik tahanan jenis, j enis, antara lain metode Schlumberger, metode Wenner dan metode Dipole Sounding . Pada metode tahanan jenis konfigurasi Schlumberger , bumi diasumsikan sebagai bola padat yang mempunyai sifat homogen isotropis. Dengan asumsi ini, maka seharusnya resistivits yang terukur merupakan resistivitas sebenarnya dan tidak bergantung atas spasi elektroda, ρ = K ΔV / I . Namun pada kenyataannya bumi terdiri atas lapisanlapisan dengan ρ yang berbeda-beda sehingga potensial yang terukur merupakan pengaruh dari lapisan-lapisan tersebut (Wuryantoro, 2007). Pada konfigurasi Schlumberger idealnya jarak MN dibuat sekecil-kecilnya, sehingga jarak MN secara teoritis tidak berubah. Tetapi karena keterbatasan kepekaan alat ukur, maka ketika jarak AB sudah relatif besar maka jarak MN hendaknya dirubah. Perubahan jarak MN hendaknya tidak lebih besar dari 1/5 jarak AB. Kelebihan dari konfigurasi Schlumberger ini adalah kemampuan untuk mendeteksi adanya non-homogenitas lapisan batuan pada permukaan, yaitu dengan membandingkan nilai resistivitas semu ketika terjadi perubahan jarak elektroda MN/2. Agar pembacaan tegangan pada elektroda MN bisa dipercaya, maka ketika jarak AB relatif besar hendaknya jarak elektroda MN juga diperbesar (Bisri, 1991). Kombinasi dari jarak AB/2, jarak MN/2, besarnya arus listrik yang dialirkan serta tegangan listrik yang terjadi akan didapat suatu harga tahanan jenis semu (‘Apparent Resistivity’). Disebut tahanan jenis semu karena tahanan jenis yang terhitung tersebut merupakan gabungan dari banyak lapisan batuan di bawah permukaan yang dilalui arus listrik. Bilasatu set hasil pengukuran tahanan jenis semu dari jarak AB terpendek sampai yang terpanjang tersebut digambarkan pada grafik logaritma ganda dengan jarak AB/2 sebagai sumbu-X dan tahanan jenis semu sebagai sumbu Y, maka akan didapat suatu bentuk kurva data geolistrik. Dari kurva data tersebut bisa dihitung dan diduga sifat lapisan batuan di bawah permukaan. dan kurva bantu sebagai acuan untuk mencari resisitivitas dan kedalaman daerah penelitian (Telford, 1990).
4
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah sebagai berikut.
Gambar 3.1.1 Laptop
Gambar 3.1.2 Peralatan Geolistrik
Gambar 3.1.3 Microsoft Excel
5
3.2 Diagram Alir
Mulai
Persiapan akuisisi lapangan
Melakukan akuisisi lapangan
Data hasil survei
Pengolahan dan interpretasi data hasil survei
Kurva hasil survei
Selesai Gambar 3.2.1 Diagram Alir Penelitian
6
IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Pengamatan
Adapun data pengamatan pada praktikum ini terdapat pada lampiran.
4.2 Pembahasan
Praktikum kali ini yaitu adalah praktikum mengenai pengukuran sounding dan konfigurasi schlumberger . Pengukuran sounding itu sendiri merupakan teknik pengukuran yang dilakukan untuk memperoleh variasi resistivitas secara vertikal. Untuk pengukuran secara sounding , konfigurasi yang paling cocok yaitu adalah konfigurasi schlumberger karena konfigurasi sclumberger ini merupakan konfigurasi yag sensitif ke arah vertikal. Pengukuran pada konfigurasi schlumberger ini hampir sama dengan Wenner , namun jarak elektroda arus dapat diubah tidak sama dengan jarak ele ktroda potensial. Nilai eksentrisitas dari konfigurasi ini dapat berkisar antara 1/3 atau 1/5. Apabila elektroda arus yang dipindah sudah melewati batas eksentrisitas, perlu dilakukan shifting dilakukan shifting pada pada elektroda potensial agar nilai yang didapatkan masih bisa terbaca. Praktikum pengukuran sounding pengukuran sounding konfigurasi schlumberger konfigurasi schlumberger ini ini diawali dengan pengambilan data (akuisisi data) yang dilakukan pada hari Minggu, 21 Mei 2017 bertempat di Belakang Gedung L Teknik Geofisika Universitas Lampung. Akuisisi data dilakukan dengan menggunakan alat Naniura Resistivitymeter. Resistivitymeter. Pengambilan data dilakukan dengan membuat lintasan (AB/2) sepanjang 125m ke kanan dan 125m ke kiri dengan jarak antar elekroda nya (nilai a) yaitu 0,5m, 5m dan 10m. Elektroda yang digunakan pada praktikum ini yaitu elektroda arus dan elektroda potensial yang nantinya akan dihubungkan dihubungkan dengan dengan kabel-kabel untuk menghubungkan menghubungkan data ke alat ukur. Sebelum dilakukannya pengambilan data, alat Naniura Resistivitymeter tersebut harus kita kalibrasi terlebih dahulu. Yaitu dengan cara memasang/mematok elektroda sesuai dengan jarak antar elektrodanya. Setelah elektroda telah berhasil tertancap dan kabel potensial maupun arus telah terhubung, maka kita dapat memeriksa arah jarum pada Current Loop hingga menunjukkan area berwarna merah. Apabila jarum telah menunjuk ke area berwarna merah, maka alat tersebut telah terkalibrasi dan elektroda telah tertancap dengan benar di bawah tanah dengan aliran listrik yang telah mengalir maka alat sudah dapat mulai digunakan. Namun, apabila Current Loop Loop belum mengarah ke warna merah maka kita harus mengulangi
7
pematokan agar benar-benar tertancap sehingga arus nya dapat terdeteksi. Setelah dikiranya elektroda telah tertancap dengan benar, maka selanjutnya kita laukan pengukuran nilai arus dan potensial dengan memutar tombol on/off, lalu mengatur nilai kedudukan potensial (v) agar tepat di angka 0,00. Untuk mengatur nya dapat digunakan tombol ‘ Coarse’ Coarse’ dan tombol ‘ fine’ fine’ tombol coarse digunakan coarse digunakan yaitu apabila nilai potensial masih diatas 1, namun apabila potensial sudah mendekati nilai 1,00 maka dapat digunakan tombol fine. penggunaan kedua tombol ini yaitu dengan cara memutarnya ke kanan atau ke kiri setelah potensial tepat di angka 0,00 maka langsung menekan tombol start dan operator membaca nilai arus (I) nya, apabila nilai I telah stabil dan nilai potensial menunjukkan angka 0 maka alat telah terkalibrasi dengan baik. Pengukuran yang sebenarnya juga dilakukan dengan proses seperti ini, yaitu dengan membuat nilai potesial, menunjukkan angka 0 dan nilai arus menunjukkan angka yang stabil. Selanjutnya yaitu dilakukan pengambilan data (akuisisi data) pertama diawali dengan jarak antar elektoda nya bernilai 0,5m dengan dilakukan pengambilan data sebanyak 8 kali pada jarak AB/2 dari 1,5m sampai dengan 15m. pada saat nilai AB/2 1,5m dilakukan pengambilan data sebanyak 1 kali yang nantinya akan dihasilkan nilai dari arus serta potensial terukur. Kemudian untuk nilai AB/2 sebesar 2,5m – 15m, 15m, dilakukan pengambilan data sebanyak 3 kali untuk tiap nilai AB/2 nya yang nantinya akan menghasilkan arus serta potensial terukur pula. Selanjutnya Sel anjutnya pengukuran diubah ke jarak elektroda (a) bernilai 5m, pada jarak elektroda sebesar 5m dilakukan pula pengukuran sebanyak 8 kali dengan nilai AB/2 sebesar 15m sampai dengan 75m. Pada jarak elektroda yang bernilai 5m ini untuk tiap AB/2 nya dilakukan penngambilan data sebanyak 3 kali yang nantinya akan menghasilkan nilai arus serta potensial terukur. Selanjutnya yaitu pengukuran pada jarak antar elektroda (a) sebesar 10m, pada jarak antar elektroda bernilai 10m dilakukan pengukuran sebanyak 3 kali dengan nilai AB/2 sebesar 75m sampai dengan 125m. pada jarak anatarv elektroda yang bernilai 10m ini untuk tiap nilai AB/2 nya dilakukan pengambilan data sebanyak 3 kali pula yang nantinya juga menghasilkan nilai arus dan potensial terukur. Setelah proses pengambilan data (akuisisi data) telah selesai sehingga menghasilkan nilai kuat arus serta potensial dari data pengukuran, maka data yang telah kita hasilkan kita masukkan ke software Microsoft Excel untuk mendapatkan niali niai-nilai selanjutnya yang diperlukan. Yang pertama yaitu kita mencari nilai dari k, k itu sendiri merupakan faktor geometri, nilai dari faktor geometri dapat kita cari menggunakan rumus sebagai berikut :
3,14 × ( ( + 1) 1)
8
Selain nilai dari faktor geometri, dari nilai-nilai arus serta potensial yang dihasilkan maka nantinya dapat kita cari nilai dari resistivitas semu yang terukur dengan menggunakan rumus : = Selanjutnya yaitu setelah kita mendapatkan nilai dari resistivtas semu yang terukur, nilai-nilai resistivitas tersebut kita rata-ratakan. Untuk merata-ratakan nilai dari resistivitas tersebut, kita lihat terlebih dahulu nilai dari masingmasing resistivitas. Jika antar resistivitas memiliki perbedaan yang sangat jauh, maka nilai resistivitas yang jauh tersebut tidak kita pakai, contohnya yaitu pada nilai resistivitas pada pengukuran AB/2 sebesar 6m dan jarak antar elektroda nya yaitu 0,5m. nilai dari resistivitas yang dihasilkan yaitu 1055,315, lalu 516,373, lalu 496,5125. Dapat kita lihat bahwa resistivitas pertama memilki nilai yang sangat jauh berbeda dengan nilai resistivitas kedua dan ketiga, maka untuk mendapatkan harga resistivitas rata-rata nya dapat kita cari dengan menggunaka nilai resistivitas kedua dan ketiga. Contohnya yaitu : 516,373 + 496,5125 = 2 Maka akan dihasillkan nilai rata-rata dari resistivitas semu nya, nilai dar resistivitas yang lain juga dapat kita cari dengan merata-ratakan seperti contoh diatas sehingga dihasilkan rata-rata dari semua resistivitas semu. Setelah nilai dari rata-rata resistivitas semu telah dihasilkan, maka selanjutnya kita mencari nilai dari fault dari fault ( gap) gap) dari harga resistivitas semu rata-rata yaitu dengan cara mengurangkan nilai resistivitas rata-rata pada nilai AB/2 yang sama. Gap Gap ini dihasikan karena adanya perubahan jarak elektroda pada saat pengukuran, misal yang semula memakai jarak elektroda sebesar 0,5m berubah menjadi 5m. Pada gap gap pertama yaitu dicari dengan mengurangkan resistivitas rata-rata yang berada pada AB/2 15m, dan pada nilai gap kedua, dapat dicari dengan mengurangkan harga resistivitas semu rata-rata pada AB/2 bernilai 75m. setelah nilai dari fault ( gap) gap) dari resistivitas semu telah didapatkan, maka selanjutnya kita mencari nilai dari koreksi resistivitas semu yang memiliki gap memiliki gap.. Setelah nilai dari koreksi resistivitas telah berhasil dicari, maka selanjutnya yaitu membuat grafik hubungan antara AB/2 dengan resistivitas semu. Grafik pertama yang kita buat yaitu adalah grafik antara AB/2 dan resistivitas semu dengan skala logaritmik yang belum terkoreksi (dapat dilihat pada lampiran), lalu grafik selanjutnya yaitu grafik antara AB/2 dan resistivitas semu yang telah terkoreksi dengan menggunakan skala logaritmik (dapat dilihat pada lampiran), lalu grafik gabungan antara AB/2 dan resistivitas yang menggunakan skala logaritmik (dapat dilihat pada
9
lampiran), dan selanjutnya grafik gabungan sebelum dan sesudah dikoreksi antara AB/2 dan resistivitas dengan menggunakan skala biasa. Setelah grafik antara AB/2 dan resistivitas semu yang belum terkoreksi dan telah terkoreksi sudah di dapat, maka praktikum telah selesai. Keunggulan dan kelemahahan konfigurasi schlumberger yaitu antara lain adalah : Keunggulan : a. praktis, hanya elektroda arus yg perlu dipindahkan untuk memperbesar spasi elektroda (a = AB/2) b. tidak terganggu oleh heterogenitas dekat-permukaan, karena spasi elektroda potensial yg kecil (b = MN/2) c. kemampuan untuk mendeteksi adanya non-homogenitas lapisan batuan pada permukaan, yaitu dengan membandingkan nilai resistivitas semu ketika terjadi perubahan jarak elektroda MN/2. Kelemahan nya yaitu : Pembacaan tegangan pada elektroda MN adalah lebih kecil terutama ketika jarak AB yang relatif jauh, sehingga diperlukan alat ukur multimeter yang mempunyai karakteristik ‘high impedance’ dengan akurasi tinggi yaitu yang bisa mendisplay tegangan minimal 4 digit atau 2 digit di belakang koma. Atau dengan cara lain diperlukan peralatan pengirim arus yang mempunyai tegangan listrik DC yang sangat tinggi. Aplikasi dari konfigurasi schlumberger ini digunakan untuk mengetahui karakteristik batuan dii bawah permukaan hingga kedalaman sekitar 300m. Konfigurasi ini sangat berguna untuk kita dapat mengetahui adanya potensi lapisa akuifer tanah (lapisan batuan yang merupakan lapisan pembawa air). Selain untuk mendeteksi adanya lapisan akuifer, konfigurasi schlumberger ini juga dapat digunakan atau diaplikasikan untuk mendeteksi adanya lapisan tambang, dapat pula digunakan untuk megetahui perkiraan kedalaman dari bedrock (pondasi bangunan) dan dapat pula digunakan untuk pendugaan adanya potensi geothermal potensi geothermal (panas bumi) disuatu tempat.
10
V. KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang diperoleh dari praktikum kali ini adalah sebagai berikut. 1. Konfigurasi sclhumberger merupakan konfigurasi pada metode geolistrik yang memiliki sensitifitas untuk pengukuran secara vertikal atau pengukuran secara sounding secara sounding dengan dengan jarak AM dan NB tetap sedangkan jarak MN berubah. 2. Kelemahan dari konfigurasi konfigurasi Schlumberger ini adalah pembacaan tegangan pada elektroda MN adalah lebih kecil terutama ketika jarak AB yang relatif jauh, Sedangkan keunggulan konfigurasi konfigurasi Schlumberger ini ini adalah kemampuan untuk mendeteksi adanya non-homogenitas lapisan batuan pada permukaan, yaitu dengan membandingkan nilai resistivitas. 3. Dalam melakukan akuisisi data lapangan menggunakan konfigurasi sclhumberger dapat dilakukan dengan menggunakan alat geolistrik yaitu Naniura Resistivitymeter yang memiliki elektroda arus serta potensial yang tersusun sesuai dengan konfigurasi sclhumberger . Kemudian dilakukan pengkalibrasian nilai yang akan digunakan. Setelah itu menginjeksi arus dan mencatat hasil yang diperoleh. 4. Data yang diperoleh dari lapangan dibuat grafik menggunakan microsoft excel microsoft excel untuk mendapatkan grafik hubungan resisitivitas dan AB/2. Selanjutnya mengkoreksi data yang terjadi gap pada grafik. Setelah selesai, maka didapat grafik hubungan nilai resisitivitas dan nilai AB/2 hasil dari akuisisi lapangan.
11
DAFTAR PUSTAKA
Bisri. 1991. Aliran Air Tanah. Universitas Brawijaya : Malang. Halik; Gusfan dan Widodo S, Jojok, 2008, Pendugaan Potensi Air Tanah Dengan Metode Geolistrik Konfigurasi Schlumberger Di Kampus Tegal Boto Universitas Jember, Media Teknik Sipil. Telford, 1990. Applied 1990. Applied Geophysics. Geophysics. Second Edition. Cambridge University Press. Reynold, J. M. 1997. An Introduction to Applied and Enviromental Geophysics. Geophysics . UK: John Wiley & Sons, Ltd. Wuryantoro, 2007, Aplikasi Metode Geolistrik Tahanan Jenis Untuk Menentukan Letak Dan Kedalaman Aquifer Air Tanah (Studi Kasus di Desa Temperak Kecamatan Sarang Kabupaten Rembang Jawa Tengah), Universitas Negeri Semarang : Semarang.
12
LAMPIRAN
13
TUGAS PRAKTIKUM PENGUKURAN SOUNDING KONFIGURASI SCHLUMBERGER
Grafik Sebelum Dikoreksi (Skala Log)
Chart of AB/2 Vs. Resistivity ( ρ) 10000 )
ρ 1000 ( y t i v 100 i t s i s e 10 R
1 1.0
10.0
100.0
1000.0
AB/2 Grafik Setelah Dikoreksi (Skala Log)
Chart of AB/2 Vs. Resistivity ( ρ) 10000
) 1000 ρ ( y t i v 100 i t s i s e 10 R
1 1.0
10.0
100.0
AB/2
1000.0
14
Grafik Gabungan Sebelum dan Setelah Koreksi (Skala Log)
Chart of AB/2 Vs. Resistivity ( ρ) 10000
) 1000 ρ
( y t i v 100 i t s i s e R 10
1 1.0
10.0
100.0
1000.0
AB/2 Before Corrected
After Corrected
Gap of Changing a
Grafik Gabungan Sebelum dan Setelah Koreksi (Skala Normal)
Chart of AB/2 Vs. Resistivity ( ρ) 1800 1600 ) 1400 ρ
( 1200 y t 1000 i v i t 800 s i s 600 e R 400
200 0 0.0
20.0
40.0
60.0
80.0
100.0
120.0
AB/2 Before Corrected
After Corrected
Gap of Changing a
140.0
15
TABEL DATA PENGAMATAN AB/2
1,5 2,5 4,0 6,0 8,0 10,0 12,0 15,0 15,0 20,0 25,0 30,0 40,0 50,0 60,0 75,0 75,0 100,0 125,0
Resistivitas (rho) 35,32827083 101,6637672 295,5843511 506,44275 858,5853989 744,4993969 1706,951465 547,5043126 82,83907358 42,85982752 24,9335625 24,2301881 56,94633621 47,885 67,70625 144,3507955 128,7524111 75,17648159 159,297561
Gap Perubahan a 464,665239 15,59838439 -
Resistivitas setelah Dikoreksi 35,32827083 101,6637672 295,5843511 506,44275 858,5853989 744,4993969 1706,951465 547,5043126 82,83907358 42,85982752 24,9335625 24,2301881 56,94633621 47,885 67,70625 144,3507955 128,7524111 75,17648159 159,297561