PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM
oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni PENGANTAR MUKADIMAH I. AYAT-AYAT WARIS A. Penjelasan B. Hak Waris Kaum Wanita sebelum Islam C. Asbabun Nuzul Ayat-ayat Waris D. Kajian terhadap Ayat-ayat Waris II. WARIS DALAM PANDANGAN ISLAM A. Definisi Waris Pengertian Peninggalan Hak-hak yang Berkaitan dengan Harta Peninggalan B. Derajat Ahli Waris C. Bentuk-bentuk Waris D. Sebab-sebab Adanya Hak Waris E. Rukun Waris F. Syarat Waris G. Penggugur Hak Waris Perbedaan antara al-mahrum dan al-mahjub Contoh Pertama Contoh Kedua H. Ahli Waris dari Golongan Laki-laki I. Ahli Waris dari Golongan Wanita III. PEMBAGIAN WARIS MENURUT AL-QUR'AN A. Ashhabul furudh yang Berhak Mendapat Setengah B. Ashhabul furudh yang Berhak Mendapat Seperempat C. Ashhabul furudh yang Berhak Mendapat Seperdelapan D. Ashhabul furudh yang Berhak Mendapat Bagian Dua per Tiga E. Ashhabul furudh yang Berhak Mendapat Bagian Sepertiga Masalah 'Umariyyatan F. Asbhabul Furudh yang Mendapat Bagian Seperenam IV. DEFINISI 'ASHABAH A. Dalil Hak Waris Para 'Ashabah B. Macam-macam 'Ashabah 'Ashabah bin nafs Hukum 'Ashabah bin nafs Mengapa Anak Lebih Didahulukan daripada Bapak? PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
1
'Ashabah bi Ghairihi dan Hukumnya Syarat-syarat 'Ashabah bi Ghairihi Dalil Hak Waris 'Ashabah bi Ghairihi Sebab Penamaan 'Ashabah bi Ghairihi 'Ashabah ma'al Ghair Dalil 'Ashabah ma'al Ghair C. Perbedaan 'Ashabah bil Ghair dengan 'Ashabah ma'al Ghair Dapatkah Seseorang Mewarisi dari Dua Arah? V. PENGHALANG HAK WARIS (AL-HUJUB) A. Definisi al-Hujub B. Macam-macam al-Hujub Ahli Waris yang Tidak Terkena Hujub Hirman Ahli Waris yang Dapat Terkena Hujub Hirman Saudara Laki-laki yang Berkah Saudara Laki-laki yang Merugikan C. Tentang Kasus Kolektif Perbedaan Pendapat Para Fuqaha Persyaratan Masalah Kolektif Beberapa Kaidah Penting VI HAK WARIS KAKEK DENGAN SAUDARA A. Pengertian Kakek yang Sahih B. Hukum Waris antara Kakek dengan Saudara C. Perbedaan Pendapat Mengenai Hak Waris Kakek D.Tentang Mazhab Jumhur Hukum Keadaan Pertama Makna Pembagian Pembagian yang Lebih Menguntungkan Kakek Pembagian dan Jumlah 1/3 yang Berimbang Pembagian Sepertiga Lebih Menguntungkan Kakek Hukum Keadaan Kedua E. Bila Saudara Kandung dan Seayah Mewarisi bersama Kakek F. Masalah al-Akdariyah VII. MASALAH AL 'AUL DANAR-RADD A. Definisi al-'Aul B. Latar Belakang Terjadinya 'Aul C. Pokok Masalah yang Dapat dan Tidak Dapat Di-'aul- kan Pokok Masalah yang Dapat Di-'aul-kan Beberapa Contoh Masalah 'Aul D. Definisi ar-Radd PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
2
E. Syarat-syarat ar-Radd F. Ahli Waris yang Berhak Mendapat ar-Radd G. Ahli Waris yang Tidak Mendapat ar-Radd H. Macam-macam ar-Radd Hukum Keadaan Pertama Hukum Keadaan Kedua Hukum keadaan Ketiga Hukum keadaan Keempat VIII. PENGHITUNGAN DAN PENTASHIHAN A. Tentang Tashih Definisi Tashih Definisi at-Tamaatsul Definisi at-Tadaakhul Definisi at-Tawaafuq Definisi at-Tabaayun B. Cara Mentashih Pokok Masalah C. Pembagian Harta Peninggalan Masalah Dinariyah ash-Shughra Masalah Dinariyah al-Kubra IX. HUKUM MUNASAKHAT A. Definisi Munasakhat B. Rincian Amaliah al-Munasakhat C. At-Takharuj min at-Tarikah Tata Cara Pelaksanaannya X. HAK WARIS DZAWIL ARHAM A. Definisi Dzawil Arham B. Pendapat Beberapa Imam tentang Dzawil Arham C. Cara Pembagian Waris Para Kerabat 1. Menurut Ahlur-Rahmi 2. Menurut Ahlut-Tanzil 3. Menurut Ahlul Qarabah Perbedaan antara Ahlut-tanzil dengan Ahlul Qarabah Cara Pembagian Waris Menurut Ahlul Qarabah D. Syarat-syarat Pemberian Hak Waris bagi Dzawil Arham XI. HAK WARIS BANCI DAN WANITA HAMIL A. Definisi Banci PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
3
B. Perbedaan Ulama Mengenai Hak Waris Banci C. Hukum Banci dan Cara Pembagian Warisnya Beberapa Contoh Amaliah Hak Waris Banci D. Definisi Hamil E. Syarat Hak Waris Janin dalam Kandungan F. Keadaan Janin Keadaan Pertama Keadaan Kedua Keadaan Ketiga Keadaan Keempat Keadaan Kelima XII HAK WARIS ORANG YANG HILANG, H ILANG, TENGGELAM, DAN TERTIMBUN A. Definisi Hukum Orang yang Hilang B. Batas Waktu untuk Menentukan bahwa Seseorang Hilang atau Mati C. Hak Waris Orang Hilang D. Hak Waris Orang yang Tenggelam dan Tertimbun Kaidah Pembagian Waris Orang yang Tenggelam dan Tertimbun Pembagian Waris Menurut Islam oleh Muhammad Ali ash-Shabuni penerjemah A.M.Basamalah Gema Insani Press, 1995 Jl. Kalibata Utara II No.84 Jakarta 12740 Tel.(021) 7984391-7984392-7988593 Fax.(021) 7984388 ISBN 979-561-321-9
PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
4
PENGANTAR PENERBIT
HUKUM waris Islam yang dibawa Nabi Muhammad saw. telah mengubah hukum war waris Arab pra-I a-Islam dan sekal kaligus merombak struk ruktur hubungan gan kekerabatannya, kekerabatannya, bahkan merombak merombak sistem pemilikan pemilikan masyarakat masyarakat tersebut tersebut atas harta benda, khususnya harta pusaka. Sebelumnya, dalam masyarakat Arab ketika itu, wanita tidak diperkenankan memiliki harta benda --kecuali wanita dari kalangan elite-- bahkan wanita menjadi sesuatu yang diwariskan. Islam merinci dan menjelaskan --melalui Al-Qur'an Al-Karim-- bagian tiap-tiap ahli waris dengan tujuan mewujudkan keadilan didalam masyarakat. Meskipun demi demiki kian an,, samp sampai ai kini kini pers persoa oala lan n pemb pembag agia ian n hart harta a wari wariss masi masih h menj menjad adii penyebab timbulnya keretakan hubungan keluarga. Ternyata, disamping karena keserakahan keserakahan dan ketamakan ketamakan manusianya, kericuhan itu sering disebabkan disebabkan oleh kekurangtahuan ahli waris akan hakikat waris dan cara pembagiannya. Kekurang Kekurangped peduli ulian an umat umat Islam Islam terhad terhadap ap disipl disiplin in ilmu ilmu ini memang memang tidak tidak kita kita pungkiri pungkiri,, bahkan bahkan Imam Imam Qurtub Qurtubii telah telah mengis mengisyara yaratka tkanny nnya: a: "Betap "Betapa a banyak banyak manusia sekarang mengabaikan ilmu faraid." Atas Atas dasa dasarr itul itulah ah kami kami terpa terpacu cu untuk untuk mener menerbit bitka kan n buku buku Pemba Pembagia gian n Waris Waris menu menuru rutt Isla Islam. m. Muda Mudahh-mu muda daha han n apa apa yang yang kami kami pers persem emba bahk hkan an kepa kepada da pembaca menjadi suatu amal kebajikan dan menjadi bukti ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Penerbit
PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
5
SAMPUL BELAKANG Dalam praktek kehidupan sehari-hari, persoalan waris sering kali menjadi krusial yang terkada terkadang ng memicu memicu pertika pertikaian ian dan menimb menimbulk ulkan an keretak keretakan an hubunga hubungan n keluarga. Penyebab utamanya ternyata keserakahan dan ketamakan manusia, di samping samping karena karena kekuran kekurang-t g-tahua ahuan n pihak-p pihak-piha ihakk yang yang terkait terkait mengen mengenai ai hukum hukum pembagian pembagian waris. Padahal, Padahal, Allah SWT di dalam Al-Qur'an mengatur mengatur pembagian pembagian waris secara lengkap. Sementara itu, di sisi lain, kita jumpai kenyataan bahwa bebera beberapa pa kalan kalangan gan --term --termasu asukk para para pela pelaja jarr di sekol sekolahah-sek sekol olah ah Isla Islamm---mengangg menganggap ap faraid faraid (ilmu (ilmu yang yang mengat mengatur ur pembag pembagian ian harta harta pusaka) pusaka) sebaga sebagaii momok yang menakutkan. Berawal dari beberapa keprihatinan itulah buku ini diwujudkan, yang sebelumnya hanya merupakan kumpulan materi perkuliahan untuk mata kuliah waris pada Fakultas Syari'ah di Mekah al-Mukarramah. Muhammad Ali ash-Shabuni, penulis buku ini, berusaha menghilangkan kesan "seram" tentang disiplin ilmu ini dengan cara menyederhanak menyederhanakan an berbagai berbagai istilah istilah dan rumusan perhitungan perhitungan yang selama ini dianggap sebagai kendala. Bukan hanya itu, sistematika penyajiannya pun sangat sederhana dan tidak berte bertele le-t -tel ele. e. Kesed Kesederh erhan anaan aan meto metode de dan dan gaya gaya bertu bertutu turr mema memang ng menj menjadi adi keunggulan buku ini. ISBN 979-561-321-9
PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
6
MUKADIMAH
Segala puji bagi Allah, pengatur alam semesta, seluruh isi langit dan bumi. Dialah Yang Maha Kekal, tidak akan rusak dan tidak akan mati, yang telah berfirman dalam Al-Qur'an: "Sesungguhnya Kami mewarisi bumi dan semua orang yang ada di atasnya, dan hanya kepada Kamilah mereka dikembalikan." (Maryam: 40) Semoga shalawat dan salam tetap Allah anugerahkan kepada sang pembawa cahaya, perintis kemanusiaan dan penunjuk jalan, junjungan kita Muhammad saw. Dengannyalah Allah SWT menghilangkan kesesatan dan kegelapan, dan dengannyalah Allah mengeluarkan umat manusia dari kegelapan kepada alam yang terang benderang. Semoga shalawat dan salam juga Allah berikan kepada seluruh kerabatnya, para sahabatnya, dan siapa pun yang mengikuti jejaknya. Buku ini merupakan kumpulan materi perkuliahan untuk mata kuliah waris yang pernah saya berikan kepada para mahasiswa Fakultas Syari'ah di Mekah alMukar karram ramah. ah. Kemudian saya terge ergerrak untuk mengump umpulkan dan menyatu menyatukan kannya nya hingga hingga menjad menjadii buku buku dengan dengan harapa harapan n dapat dapat dimanf dimanfaat aatkan kan secara secara lebi lebih h luas luas.. Buku Buku ini saya saya susun susun deng dengan an sist sistem emat atik ika a yang yang sanga sangatt sederhana dan tidak bertele-tele. Saya bermohon kepada Allah semoga buku ini dapat bermanfaat khususnya bagi para mahasiswa, dan umumnya bagi seluruh kaum muslim yang memiliki keinginan untuk mengetahui dengan pasti mengenai faraid (ilmu yang mengatur pembagian harta pusaka). Sesungguhnya Allah Maha Mendengar semua doa dan Maha Mampu untuk memenuhinya. Mekah, Jumadil Akbir 1389 H Muhammad Ali ash-Shabuni
PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
7
I. AYAT-AYAT WARIS ALLAH SWT berfirman
"Allah mensyariatkan mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. anak-anakmu. Yaitu, bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi merek mereka a dua dua perti pertiga ga dari dari harta harta yang yang diti diting ngga galk lkan an;; jika jika anak anak perem perempu puan an itu itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibubapak bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar utangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa diantara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. SesungguhnyaAllah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana." (an-Nisa': 11) "Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istriistrimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika istri-istrimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) sesudah dibayar utangnya. Para istri istri memp mempero erole leh h sepe seperem rempa patt harta harta yang yang kamu kamu tingg tinggal alka kan n jika jika kamu kamu tidak tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar utang-utangmu. Jika seseorang mati, baik laki laki-l -lak akii maup maupun un pere peremp mpua uan, n, yang yang tida tidakk meni mening ngga galk lkan an ayah ayah dan dan tida tidakk meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar utangnya dengan tidak memberi mudarat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syariat yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun." (an-Nisa': 12) "Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah: 'Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meningal dunia, dan ia tida tidakk memp mempun unya yaii anak anak dan dan memp mempun unya yaii saud saudar ara a pere peremp mpua uan, n, maka maka bagi bagi saudaranya saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, ditinggalkannya, dan saudaranya saudaranya yang laki-laki mempusakai mempusakai (seluruh (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sebanyak bagian dua orang saudara PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
8
perempu perempuan. an. Allah Allah menera menerangka ngkan n (hukum (hukum ini) ini) kepadam kepadamu, u, supaya supaya kamu kamu tidak tidak sesat. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." (an-Nisa': 176) A. Penjelasan
Allah SWT melalui ketiga ayat tersebut --yang kesemuanya termaktub dalam surat an-Nisa'-- menegaskan menegaskan dan merinci merinci nashih (bagian) setiap ahli waris yang berh berhak ak untu untukk mene meneri rima many nya. a. Ayat Ayat-a -aya yatt ters terseb ebut ut juga juga deng dengan an gamb gambla lang ng menj menjel elask askan an dan dan meri merinc ncii syar syarat at-sy -syara aratt serta serta kead keadaa aan n oran orang g yang yang berha berhakk mendapatkan warisan dan orang-orang yang tidak berhak mendapatkannya. Selain itu, juga menjelaskan keadaan setiap ahli waris, kapan ia menerima bagiannya secara "tertentu", dan kapan pula ia menerimanya secara 'ashabah. Perlu kita ketahui bahwa ketiga ayat tersebut merupakan asas ilmu faraid, di dala dalamn mnya ya beri berisi si atur aturan an dan dan tata tata cara cara yang yang berk berken enaa aan n deng dengan an hak hak dan dan pembagi pembagian an waris waris secara secara lengka lengkap. p. Oleh Oleh sebab sebab itu, itu, orang orang yang dianug dianugerah erahii pengetahuan dan hafal ayat-ayat tersebut akan lebih mudah mengetahui bagian setiap ahli waris, sekaligus mengenali hikmah Allah Yang Maha Bijaksana itu. Allah Yang Maha Adil tidak melalaikan dan mengabaikan hak setiap ahli waris. Bahka Bahkan n denga dengan n atura aturan n yang yang sanga sangatt jela jelass dan dan semp sempurn urna a Dia Dia mene menent ntuka ukan n pembagian hak setiap ahli waris dengan adil serta penuh kebijaksanaan. Maha Suci Allah. Dia menerapkan hal ini dengan tujuan mewujudkan keadilan dalam kehidupan manusia, meniadakan kezaliman di kalangan mereka, menutup ruang gerak para pelaku kezaliman, serta tidak membiarkan terjadinya pengaduan yang terlontar dari hati orang-orang yang lemah. Imam Qurthubi dalam tafsirnya mengungkapkan bahwa ketiga ayat tersebut merupakan salah satu rukun agama, penguat hukum, dan induk ayat-ayat Ilahi. Oleh Oleh kare karena nany nya a fara araid mem memilik ilikii mart martab abat at yang yang sang sangat at agun agung, g, hing hingga ga kedudukannya kedudukannya menjadi separo ilmu. Hal ini tercermin dalam hadits berikut, dari Abdullah Ibnu Mas'ud bahwa Rasulullah saw. bersabda: "Pelajarilah Al-Qur'an dan ajarkanlah kepada orang lain, serta pelajarilah faraid dan ajarkan ajarkanlah lah kepada kepada orang orang lain. lain. Sesungg Sesungguhny uhnya a aku seorang seorang yang yang bakal bakal meninggal, dan ilmu ini pun bakal sirna hingga akan muncul fitnah. Bahkan akan terjadi dua orang yang akan berselisih dalam hal pembagian (hak yang mesti ia terima), namun keduanya tidak mendapati orang yang dapat menyelesaikan perselisihan tersebut. " (HR Daruquthni) Lebih jauh Imam Qurthubi mengatakan, "Apabila kita telah mengetahui hakikat ilmu ini, maka betapa tinggi dan agung penguasaan para sahabat tentang masalah faraid ini. Sungguh mengagumkan pandangan mereka mengenai ilmu waris waris ini. ini. Meski Meskipu pun n demi demiki kian, an, sanga sangatt disaya disayangk ngkan an keba kebanya nyakan kan manus manusia ia (terutama pada masa kini) mengabaikan dan melecehkannya."1 PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
9
Perlu kita ketahui bahwa semua kitab tentang waris yang disusun dan ditulis oleh para ulama merupakan penjelasan dan penjabaran dari apa yang terkandung dalam ketiga ayat tersebut. Yakni penjabaran kandungan ayat yang bagi kita sudah sangat jelas: membagi dan adil. Maha Suci Allah Yang Maha Bijaksana dalam menetapkan hukum dan syariat-Nya. Di antara kita mungkin ada yang bertanya-tanya dalam hati, adakah ayat lain yang berkenaan dengan waris selain dari ketiga ayat tersebut? Di dalam Al-Qur'an memang ada beberapa ayat yang menyebutkan masalah hak waris bagi para kerabat (nasab), akan tetapi tentang besar-kecilnya hak waris yang mesti diterima mereka tidak dijelaskan secara rinci. Di antaranya adalah firman Allah berikut: "Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, dan bagi wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditetaplan. " (anNisa': 7) "... "... Orang-o Orang-orang rang yang yang mempuny mempunyai ai hubunga hubungan n kerabat kerabat itu sebagi sebagiann annya ya lebih lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat) di dalam Kitab Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." (al-Anfal: 75) "... Dan orang-orang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain lebih berhak (waris-mewarisi) (waris-mewarisi) di dalam Kitab Allah daripada orang-orang mukmin dan orang-orang Muhajirin, kecuali kalau kamu mau berbuat baik kepada saudarasaudaramu (seagama). Adalah yang demikian itu telah tertulis di dalam Kitab (Allah)." (al-Ahzab: 6) Itulah ayat-ayat dalam Al-Qur'an yang berkenaan dengan masalah hak waris, selain dari ketiga ayat yang saya sebutkan pada awal pembahasan. Pada ayat kedua dan ketiga (al-Anfal: 75 dan al-Ahzab: 6) ditegaskan bahwa kera keraba batt pewa pewari riss (san (sang g mayi mayit) t) lebi lebih h berh berhak ak untu untukk mend mendap apat atka kan n bagi bagian an dibandingkan lainnya yang bukan kerabat atau tidak mempunyai tali kekerabatan dengannya. Mereka lebih berhak daripada orang mukmin umumnya dan kaum Muhajirin. Telah masyhur dalam sejarah permulaan datangnya Islam, bahwa pada masa itu kaum muslim saling mewarisi harta masing-masing disebabkan hijrah dan rasa persaudaraan yang dipertemukan oleh Rasulullah saw., seperti kaum Muhajirin dengan kaum Anshar. Pada permulaan datangnya Islam, kaum Muhajirin dan kaum Anshar saling mewarisi, namun justru saudara mereka yang senasab tidak mendapatkan warisan. Keadaan demikian berjalan terus hingga Islam menjadi agama yang kuat, kaum muslim telah benar-benar benar-benar mantap menjalankan ajaranPEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
10
ajarannya, dan kaidah-kaidah agama telah begitu mengakar dalam hati setiap muslim. Maka setelah peristiwa penaklukan kota Mekah, Allah me-mansukh-kan (menghapuskan) hukum pewarisan yang disebabkan hijrah dan persaudaraan, dengan hukum pewarisan yang disebabkan nasab dan kekerabatan. Adap dapun dal dalam ayat perta rtama (an(an-N Nisa': a': 7) Allah SWT dengan gan tegas gas menghilangkan bentuk kezaliman yang biasa menimpa dua jenis manusia lemah, yakni wanita dan anak-anak. Allah SWT menyantuni keduanya dengan rahmat dan kearifan-Nya serta dengan penuh keadilan, yakni dengan mengembalikan hak waris mereka secara penuh. Dalam ayat tersebut Allah dengan keadilan-Nya memberikan hak waris secara imbang, tanpa membedakan antara yang kecil dan yang besar, besar, laki-la laki-laki ki ataupun ataupun wanita. wanita. Juga Juga tanpa tanpa membeda membedakan kan bagian bagian mereka yang banyak maupun sedikit, maupun pewaris itu rela atau tidak rela, yang pasti hak waris telah Allah tetapkan bagi kerabat pewaris karena hubungan nasab. Sementara di sisi lain Allah membatalkan hak saling mewarisi di antara kaum muslim yang disebabkan persaudaraan dan hijrah. Meskipun demikian, ayat tersebut tidaklah secara rinci dan detail menjelaskan jumlah besar-kecilnya hak waris para kerabat. Jika kita pakai istilah dalam ushul fiqh ayat ini disebut mujmal mujmal (globa (global), l), sedangka sedangkan n rincia rinciannya nnya terdapa terdapatt dalam dalam ayat-aya ayat-ayatt yang yang saya nukilkan terdahulu (an-Nisa': 11-12 dan 176). Masi Masih h tent tentang ang kaji kajian an ayat ayat-ay -ayat at terse tersebut but,, mungk mungkin in ada ada di antar antara a kita kita yang yang bertanya-tanya bertanya-tanya dalam hati, mengapa bagian bagian kaum laki-laki dua kali lipat bagian kaum wanita, padahal kaum wanita jauh lebih banyak membutuhkannya, karena di samping memang lemah, mereka juga sangat membutuhkan bantuan baik moril maupun materiil? Untuk menjawab pertanyaan tersebut perlu saya utarakan beberapa hikmah adany adanya a syari syariat at yang yang tela telah h Alla Allah h teta tetapk pkan an bagi bagi kaum kaum musl muslim im,, di anta antara ranya nya sebagai berikut: Kaum wanita selalu harus terpenuhi kebutuhan dan keperluannya, dan dalam hal nafkah nafkahny nya a kaum kaum wani wanita ta waji wajib b diberi diberi oleh oleh ayahn ayahnya ya,, saud saudara ara laki laki-la -laki kiny nya, a, anaknya, atau siapa saja yang mampu di antara kaum laki-laki kerabatnya. Kaum wanita tidak diwajibkan memberi nafkah kepada siapa pun di dunia ini. Sebaliknya, kaum lelakilah yang mempunyai kewajiban untuk memberi nafkah kepada keluarga dan kerabatnya, serta siapa saja yang diwajibkan atasnya untuk memberi nafkah dari kerabatnya. Nafkah (pengeluaran) kaum laki-laki jauh lebih besar dibandingkan kaum wanita. Dengan demikian, kebutuhan kaum laki-laki untuk mendapatkan dan memiliki harta jauh lebih besar dan banyak dibandingkan kaum wanita. Kaum laki-laki diwajibkan untuk membayar mahar kepada istrinya, menyediakan tempat tinggal baginya, memberinya makan, minum, dan sandang. Dan ketika PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
11
telah dikaruniai anak, ia berkewajiban untuk memberinya sandang, pangan, dan papan. Kebutuhan pendidikan anak, pengobatan jika anak sakit (termasuk istri) dan lainnya, seluruhnya dibebankan hanya pada pundak kaum laki-laki. Sementara kaum wanita tidaklah demikian. Itulah beberapa hikmah dari sekian banyak hikmah yang terkandung dalam perbedaan pembagian antara kaum laki-laki --dua kali lebih besar-- dan kaum wanita. Kalau saja tidak karena rasa takut membosankan, ingin sekali saya sebutkan sebutkan hikmah-hikma hikmah-hikmah h tersebut tersebut sebanyak sebanyak mungkin. mungkin. Secara logika, logika, siapa pun yang memiliki tanggung jawab besar --hingga harus mengeluarkan mengeluarkan pembiayaan pembiayaan lebih banyak-- maka dialah yang lebih berhak untuk mendapatkan bagian yang lebih besar pula. Kendatipun hukum Islam telah menetapkan bahwa bagian kaum laki-laki dua kali lipat lebih besar daripada bagian kaum wanita, Islam telah meny menyel elim imut utii kaum kaum wani wanita ta deng dengan an rahm rahmat at dan dan keut keutam amaa aann nnya ya,, beru berupa pa memberikan hak waris kepada kaum wanita melebihi apa yang digambarkan. Dengan demikian, tampak secara jelas bahwa kaum wanita justru lebih banyak mengenyam kenikmatan dan lebih enak dibandingkan kaum laki-laki. Sebab, kaum wanita sama-sama menerima hak waris sebagaimana halnya kaum lakilaki, namun mereka tidak terbebani dan tidak berkewajiban untuk menanggung nafkah keluarga. Artinya, kaum wanita berhak untuk mendapatkan hak waris, tetapi tidak memiliki kewajiban untuk mengeluarkan nafkah. Syari Syariat at Isla Islam m tidak tidak mewa mewajijibka bkan n kaum kaum wani wanita ta untu untukk memb membel elan anja jaka kan n hart harta a mili milikny knya a mesk meskii sedi sedikit kit,, baik baik untuk untuk kepe keperlu rluan an diri dirinya nya atau atau keper keperlu luan an anak anak-anaknya (keluarganya), selama masih ada suaminya. Ketentuan ini tetap berlaku sekalip sekalipun un wanita wanita terseb tersebut ut kaya kaya raya raya dan hidup hidup dalam dalam kemewa kemewahan. han. Sebab, Sebab, suam suamililah ah yang yang berk berkew ewaj ajib iban an memb membia iaya yaii semu semua a nafk nafkah ah dan dan kebu kebutu tuha han n keluar keluarga ganya nya,, khus khususn usnya ya dala dalam m hal hal sanda sandang, ng, pang pangan an,, dan dan papa papan. n. Hal Hal ini ini sebagaimana ditegaskan dalam firman-Nya: "... Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma'ruf ..." (al-Baqarah: 233) Untuk lebih menjelaskan permasalahan tersebut perlu saya ketengahkan satu contoh kasus supaya hikmah Allah dalam menetapkan menetapkan hukum-hukum-Ny hukum-hukum-Nya a akan teras terasa a lebi lebih h jela jelass dan dan nyat nyata. a. Cont Contoh oh yang yang dima dimaks ksud ud di sini sini iala ialah h tent tentang ang pembagian hak kaum laki-laki yang banyaknya dua kali lipat dari bagian kaum wanita. Seseorang meninggal dan mempunyai dua orang anak, satu laki-laki dan satu perempuan. Ternyata orang tersebut meninggalkan harta, misalnya sebanyak Rp 3 juta. Maka, menurut ketetapan syariat Islam, laki-laki mendapatkan Rp 2 juta sedangkan anak perempuan mendapatkan Rp 1 juta.
PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
12
Apabila anak laki-laki tersebut telah dewasa dan layak untuk menikah, maka ia berk berke ewaj wajiban untuk membay bayar mahar dan sem semua keperl perlu uan pes pesta pernikahannya. Misalnya, ia mengeluarkan semua pembiayaan keperluan pesta pernikahan itu sebesar Rp 20 juta. Dengan demikian, uang yang ia terima dari warisan orang tuanya tidak tersisa. Padahal, setelah menikah ia mempunyai beban tanggung jawab memberi nafkah istrinya. Adapun anak perempuan, apabila ia telah dewasa dan layak untuk berumah tangga, dialah yang mendapatkan mahar dari calon suaminya. Kita misalkan saja mahar itu sebesar Rp 1 juta. Maka anak perempuan itu telah memiliki uang sebanyak Rp 2 juta (satu juta dari harta warisan dan satu juta lagi dari mahar pemberia pemberian n calon calon suaminya suaminya). ). Sement Sementara ara itu, itu, sebagai sebagai istri istri ia tidak tidak dibeban dibebanii tanggung jawab untuk membiayai kebutuhan nafkah rumah tangganya, sekalipun ia memiliki harta yang banyak dan hidup dalam kemewahan. Sebab dalam Islam kaum laki-l laki-laki akilah lah yang yang berkewa berkewajib jiban an memberi memberi nafkah nafkah istrin istrinya, ya, baik baik berupa berupa sandang, pangan, dan papan. Jadi, harta warisan anak perempuan semakin bertambah, sedangkan harta warisan anak laki-laki habis. Dalam keadaan seperti ini manakah di antara kaum laki-laki dan kaum wanita yang lebih banyak menikmati menikmati harta dan lebih berbahagia berbahagia keadaannya? keadaannya? Laki-laki ataukah wanita? Inilah logika keadilan dalam agama, sehingga pembagian hak laki-laki dua kali lipat lebih besar daripada hak kaum wanita.
_______________ 1 Tafsir al-Qurthubi, juz V, hlm. 56. PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
13
B. Hak Waris Kaum Wanita sebelum Islam
Sebelum Islam datang, kaum wanita sama sekali tidak mempunyai hak untuk menerima warisan dari peninggalan pewaris (orang tua ataupun kerabatnya). Dengan dalih bahwa kaum wanita tidak dapat ikut berperang membela kaum dan sukunya. Bangsa Arab jahiliah dengan tegas menyatakan, "Bagaimana mungkin kami memberikan warisan (harta peninggalan) kepada orang yang tidak bisa dan tidak pernah menunggang kuda, tidak mampu memanggul senjata, serta tidak pula pula berp berper eran ang g mela melawa wan n musu musuh. h."" Mere Mereka ka meng mengha hara ramk mkan an kaum kaum wani wanita ta menerim menerima a harta harta warisa warisan, n, sebagai sebagaiman mana a mereka mereka menghar mengharamk amkanny annya a kepada kepada anak-anak kecil. Sang angat jelas bagi kita bahw ahwa sebe sebellum Islam data atang bangs ngsa Arab memperlakukan kaum wanita secara zalim. Mereka tidak memberikan hak waris kepada kaum wanita dan anak-anak, baik dari harta peninggalan ayah, suami, maupun kerabat mereka. Barulah setelah Islam datang ada ketetapan syariat yang memberi mereka hak untuk mewarisi harta peninggalan kerabat, ayah, atau suami mereka dengan penuh kemuliaan, tanpa direndahkan. Islam memberi mereka hak waris, tanpa boleh siapa pun mengusik dan menentangnya. Inilah ketetapan ketetapan yang telah Allah pastikan dalam syariat-Nya syariat-Nya sebagai keharusan yang tidak dapat diubah. Ketika turun wahyu kepada Rasulullah saw. --berupa ayat-ayat tentang waris-kalangan bangsa Arab pada saat itu merasa tidak puas dan keberatan. Mereka sangat berharap kalau saja hukum yang tercantum dalam ayat tersebut dapat dihapus (mansukh). Sebab menurut anggapan mereka, memberi warisan kepada kaum wanita dan anak-anak sangat bertentangan dengan kebiasaan dan adat yang telah lama mereka amalkan sebagai ajaran dari nenek moyang. Ibnu Jarir ath-Thabari meriwayatkan sebuah kisah yang bersumber dari Abdullah Ibnu Abbas r.a.. Ia berkata: "Ketika ayat-ayat yang menetapkan tentang warisan diturunkan Allah kepada RasulNya --yang mewajibkan agar memberikan hak waris kepada laki-laki, wanita, anak-anak, kedua orang tua, suami, dan istri-sebagian bangsa Arab merasa kurang senang terhadap ketetapan tersebut. Dengan nada keheranan sambil mencibirkan mereka mengatakan: 'Haruskah memberi seperempat bagian kepada kaum wanita (istri) atau seperdelapan.' Memb Memberi erikan kan anak anak pere peremp mpua uan n seteng setengah ah bagi bagian an harta harta peni pening ngga gala lan? n? Juga Juga haruskah memberikan warisan kepada anak-anak ingusan? Padahal mereka tidak ada yang dapat memanggul senjata untuk berperang melawan musuh, dan tidak pula dapat andil membela kaum kerabatnya. Sebaiknya kita tidak perlu memb membic icara araka kan n huku hukum m terse tersebut but.. Semo Semoga ga saja saja Rasu Rasulu lullllah ah mela melalai laika kan n dan meng mengaba abaik ikann annya ya,, atau atau kita kita memi memint nta a kepad kepada a beli beliau au agar agar berk berken enan an untu untukk meng menguba ubahn hnya. ya.'' Seba Sebagia gian n dari dari mere mereka ka berka berkata ta kepa kepada da Rasul Rasulul ulla lah: h: 'Wah 'Wahai ai Rasulullah, haruskah kami memberikan warisan kepada anak kecil yang masih ingusan? Padahal kami tidak dapat memanfaatkan mereka sama sekali. Dan haruska haruskah h kami kami member memberika ikan n hak waris waris kepada kepada anak-an anak-anak ak peremp perempuan uan kami, kami, PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
14
padahal mereka tidak dapat menunggang kuda dan memanggul senjata untuk ikut berperang melawan musuh?'" Inilah salah satu bentuk nyata ajaran syariat Islam dalam menyantuni kaum wanita; Islam telah mampu melepaskan kaum wanita dari kungkungan kezaliman zaman. Islam memberikan hak waris kepada kaum wanita yang sebelumnya tida tidakk memi memililiki ki hak hak sepert sepertii itu, itu, bahka bahkan n tela telah h mene meneta tapka pkan n merek mereka a seba sebagai gai ashhabu ashhabull furudh furudh (kewaji (kewajiban ban yang telah telah Allah Allah tetapka tetapkan n bagian bagian warisa warisannya nnya). ). Kendatipun demikian, dewasa ini masih saja kita jumpai pemikiran yang kotor yang sengaj sengaja a diseba disebarlu rluaska askan n oleh oleh orang-o orang-orang rang yang berhati berhati buruk. buruk. Mereka Mereka beranggapan bahwa Islam telah menzalimi kaum wanita dalam hal hak waris, karena hanya memberikan separo dari hak kaum laki-laki. Anggapan mereka semata-mata dimaksudkan dimaksudkan untuk memperdaya kaum wanita wanita tentang hak yang mereka terima. Mereka berpura-pura akan menghilangkan kezaliman yang menimpa kaum wanita dengan cara menyamakan hak kaum wanita dengan hak kaum laki-laki dalam hal penerimaan warisan. Mereka yang memiliki anggapan demikian sama halnya menghasut kaum wanita agar mereka menjadi pembangkang dan pemberontak dengan menolak ajaran dan aturan hukum dalam syariat Islam. Sehingga pada akhirnya kaum wanita akan menuntut persamaan hak penerimaan warisan yang sama dan seimbang dengan kaum laki-laki. Yang sangat mengherankan dan sulit dicerna akal sehat ialah bahwa mereka yang berpura-pura prihatin tentang hak waris kaum wanita, justru mereka sendiri sangat bakhil terhadap kaum wanita dalam hal memberi nafkah. Subhanallah! Sebagai Sebagai bukti, bukti, mereka mereka bahkan bahkan menyuru menyuruh h kaum wanita wanita untuk untuk bekerja bekerja demi demi menghidupi diri mereka, di antara mereka bekerja di ladang, di kantor, di tempat hiburan, bar, kelab malam, dan sebagainya. Corak pemikiran seperti ini dapat dipastikan merupakan hembusan dari Barat yang banyak diikuti oleh orang-orang yang teperdaya oleh kedustaan mereka. Kultur seperti itu tidak menghormati kaum wanita, bahkan tidak menempatkan mereka pada timbangan yang adil. Budaya mereka memandang kaum wanita tidak lebih sebagai pemuas syahwat. Mereka sangat bakhil dalam memberikan nafkah kepada kaum wanita, dan mengharamkan wanita untuk mengatur harta miliknya miliknya sendiri, sendiri, kecuali dengan seizin kaum laki-laki (suaminya). (suaminya). Lebih dari itu, budaya mereka mengharuskan mengharuskan kaum wanita bekerja guna membiayai membiayai hidupnya. Kendatipun telah nyata demikian, mereka masih menuduh bahwa Islam telah menzalimi dan membekukan hak wanita.
PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
15
C. Asbabun Nuzul Ayat-ayat Waris
Banyak riwayat yang mengisahkan tentang sebab turunnya ayat-ayat waris, di antaranya yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim. Suatu ketika istri Sa'ad bin ar-Rabi' datang menghadap Rasulullah saw. dengan membawa kedua orang putrinya. Ia berkata, "Wahai Rasulullah, kedua putri ini adalah anak Sa'ad bin ar-Rabi' yang telah meninggal sebagai syuhada ketika Perang Uhud. Tetapi paman kedua putri Sa'ad ini telah mengambil seluruh harta peninggalan Sa'ad, Sa'ad, tanpa tanpa mening meninggalk galkan an barang barang sediki sedikitt pun bagi bagi keduanya keduanya." ." Kemudi Kemudian an Rasulul Rasulullah lah saw. saw. bersabda bersabda,, "Semoga "Semoga Allah Allah segera segera memutu memutuskan skan perkara perkara ini." ini." Maka turunlah ayat tentang waris yaitu (an-Nisa': 11). Rasulul Rasulullah lah saw. saw. kemudi kemudian an mengut mengutus us seseora seseorang ng kepada kepada paman paman kedua kedua putri putri Sa'ad Sa'ad dan memeri memerinta ntahkan hkan kepadan kepadanya ya agar member memberika ikan n dua per tiga tiga harta harta peninggalan Sa'ad kepada kedua putri itu. Sedangkan ibu mereka (istri Sa'ad) mendapat bagian seperdelapan, dan sisanya menjadi bagian saudara kandung Sa'ad. Dalam riwayat lain, yang dikeluarkan dikeluarkan oleh Imam ath-Thabari, ath-Thabari, dikisahkan bahwa Abdurrahman bin Tsabit wafat dan meninggalkan seorang istri dan lima saudara perempuan. Namun, seluruh harta peninggalan Abdurrahman bin Tsabit dikuasai dan dan dire direbu butt oleh oleh kaum kaum lak laki-la i-laki ki dari ari kera keraba battnya. nya. Ummu mmu Kahha ahhah h (istr istrii Abdurrahman) lalu mengadukan masalah ini kepada Nabi saw., maka turunlah ayat waris sebagai jawaban persoalan itu. Masih ada sederetan riwayat sahih yang mengisahkan tentang sebab turunnya ayat waris ini. Semua riwayat tersebut tidak ada yang menyimpang dari inti permasa permasalah lahan, an, artiny artinya a bahwa bahwa turunny turunnya a ayat ayat waris waris sebagai sebagai penjela penjelasan san dan ketetapan Allah disebabkan pada waktu itu kaum wanita tidak mendapat bagian harta warisan. D. Kajian terhadap Ayat-ayat Waris
Pertama: Firman Allah yang artinya "bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan," menunjukkan hukum-hukum sebagai berikut: Apabila pewaris (orang yang meninggal) hanya mempunyai seorang anak lakilaki dan seorang anak perempuan, maka harta peninggalannya dibagi untuk keduanya. Anak laki-laki mendapat dua bagian, sedangkan anak perempuan satu bagian. Apabi Apabila la ahli ahli waris waris berj berjum umla lah h banya banyak, k, terd terdir irii dari dari anak anak laki laki-l -lak akii dan dan anak anak perempuan, maka bagian untuk laki-laki dua kali lipat bagian anak perempuan. Apabila bersama anak (sebagai ahli waris) ada juga ashhabul furudh, seperti suami atau istri, ayah atau ibu, maka yang harus diberi terlebih dahulu adalah PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
16
ashhabul furudh. Setelah itu barulah sisa harta peninggalan yang ada dibagikan kepada anak. Bagi anak laki-laki dua bagian, sedangkan bagi anak perempuan satu bagian. Apabila pewaris hanya meninggalkan satu anak laki-laki, maka anak tersebut mewarisi seluruh harta peninggalan. Meskipun ayat yang ada tidak secara sharih (tegas) menyatakan demikian, namun pemahaman seperti ini dapat diketahui dari kedua ayat yang ada. Bunyi penggalan ayat yang dikutip dikutip sebelumnya (Butir 1) rnen rnenunj unjuk ukka kan n bahwa bahwa bagian bagian laki laki-l -lak akii adal adalah ah dua kali kali lipa lipatt bagi bagian an anak anak pere peremp mpua uan. n. Kemu Kemudi dian an dila dilanj njut utka kan n deng dengan an kali kalima matt (art (artin inya ya)) "jik "jika a anak anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta". Dari kedua penggalan ayat itu dapat ditarik kesimpulan bahwa bila ahli waris hanya terdiri dari seorang anak laki-laki, maka ia mendapatkan seluruh harta peninggalan pewaris. Adapun Adapun bagian bagian keturun keturunan an dari dari anak anak laki-l laki-laki aki (cucu (cucu pewaris pewaris), ), jumlah jumlah bagian bagian mereka sama seperti anak, apabila sang anak tidak ada (misalnya meninggal terlebih dahulu). Sebab penggalan ayat (artinya) "Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu", mencakup keturunan anak kandung. Inilah ketetapan yang telah menjadi ijma'. Kedua: Hukum bagian kedua orang tua. Firman Allah (artinya): "Dan untuk dua orang ibu-hapak, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang yang meni mening ngga gall itu itu memp mempun unya yaii anak anak;; jika jika oran orang g yang yang meni mening ngga gall tida tidakk memp mempun unyai yai anak anak dan dan ia diwar diwaris isii oleh oleh ibu-b ibu-bap apakn aknya ya (saja (saja), ), maka maka ibuny ibunya a mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam." Penggalan ayat ini menunjukkan hukumhukum sebagai berikut: Ayah dan ibu masing-masing mendapatkan seperenam bagian apabila yang meninggal mempunyai keturunan. Apabila pewaris tidak mempunyai keturunan, maka ibunya mendapat bagian sepertiga dari harta yang ditinggalkan. Sedangkan sisanya, yakni dua per tiga menjadi bagian ayah. Hal ini dapat dipahami dari redaksi ayat yang hanya menye menyebu butk tkan an bagi bagian an ibu, ibu, yait yaitu u seper sepertitiga ga,, sedang sedangka kan n bagi bagian an ayah ayah tida tidakk disebutkan. Jadi, pengertiannya, sisanya merupakan bagian ayah. Jika selain kedua orang tua, pewaris mempunyai saudara (dua orang atau lebih), maka ibunya mendapat seperenam bagian. Sedangkan ayah mendapatkan lima per enamnya. Adapun saudara-saudara itu tidaklah mendapat bagian harta waris dikare dikarenak nakan an adany adanya a bapak bapak,, yang yang dala dalam m atur aturan an huku hukum m waris waris dala dalam m Isla Islam m dinyatakan sebagai hajib (penghalang). Jika misalnya muncul pertanyaan apa hikmah dari penghalangan saudara pewaris terhadap ibu mereka --artinya bila tanpa adanya saudara (dua orang atau lebih) ibu mendapat sepertiga bagian, seda sedang ngka kan n jika jika ada ada saud saudar ara a kand kandun ung g pewa pewari riss ibu ibu hany hanya a mend mendap apat atka kan n PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
17
seperenam bagian? Jawabannya, hikmah adanya hajib tersebut dikarenakan ayahlah yang menjadi wali dalam pernikahan mereka, dan wajib memberi nafkah mereka. Sedangkan ibu tidaklah demikian. Jadi, kebutuhannya terhadap harta lebih besar dan lebih banyak dibandingkan ibu, yang memang tidak memiliki kewajiban untuk membiayai kehidupan mereka. Ketiga: Utang orang yang meninggal lebih didahulukan daripada wasiat. Firman Allah (artinya) "sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar utangnya." Secara zhahir wasiat harus didahulukan ketimbang membayar utang orang orang yang yang meningg meninggal. al. Namun, Namun, secara secara hakiki hakiki,, utangl utanglah ah yang yang mesti mesti terleb terlebih ih dahul dahulu u ditu ditunai naika kan. n. Jadi Jadi,, utan utang-u g-uta tang ng pewar pewaris is terl terlebi ebih h dahu dahulu lu ditu dituna naik ikan an,, kemudia kemudian n barula barulah h melaks melaksanak anakan an wasiat wasiat bila bila memang memang ia berwas berwasiat iat sebelu sebelum m meninggal. Inilah yang diamalkan Rasulullah saw.. Diriway Diriwayatk atkan an dari Ali bin Abi Thalib Thalib:: "Sesun "Sesunggu gguhnya hnya kalian kalian telah telah membaca membaca firman Allah [tulisan Arab] dan Rasulullah telah menetapkan dengan menunaikan utang-utang orang yang meninggal, lalu barulah melaksanakan wasiatnya." Hikmah mendahulukan pembayaran utang dibandingkan melaksanakan wasiat adalah karena utang merupakan keharusan yang tetap ada pada pundak orang yang utang, baik ketika ia masih hidup ataupun sesudah mati. Selain itu, utang tersebut akan tetap dituntut oleh orang yang mempiutanginya, sehingga bila yang berutang meninggal, yang mempiutangi akan menuntut para ahli warisnya. Sedangkan wasiat hanyalah suatu amalan sunnah yang dianjurkan, kalaupun tidak ditunaikan tidak akan ada orang yang menuntutnya. Di sisi lain, agar manu manusi sia a tida tidakk mele melece cehk hkan an wasi wasiat at dan dan jiwa jiwa manu manusi sia a tida tidakk menj menjad adii kiki kikir r (khususnya para ahli waris), maka Allah SWT mendahulukan penyebutannya. Keempat: Firman Allah (artinya) "orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa siapa di antara antara merek mereka a yang yang lebi lebih h dekat dekat (bany (banyak ak)) manf manfaat aatny nya a bagim bagimu. u."" Peng Pengga gala lan n ayat yat ini deng dengan an tega tegass membe emberi ri isya isyara ratt bahw bahwa a Alla Allah h yan yang berkompeten dan paling berhak untuk mengatur pembagian harta warisan. Hal ini tidak diserahkan kepada manusia, siapa pun orangnya, cara ataupun aturan pemb pembag agiianny annya, a, kare karena na baga bagaim iman ana apun pun bent bentuk uk usah usaha a manu manusi sia a unt untuk mewu mewuju judk dkan an kead keadililan an tida tidakl klah ah akan akan mamp mampu u mela melaks ksan anak akan anny nya a seca secara ra sempurna. Bahkan tidak akan dapat merealisasikan pembagian yang adil seperti yang telah ditetapkan dalam ayat-ayat Allah. Manusia tidak akan tahu manakah di antara orang tua dan anak yang lebih dekat atau lebih besar kemanfaatannya terhadap seseorang, tetapi Allah, Maha Suci Dzat-Nya, Dzat-Nya, Maha Bijaksana Bijaksana lagi Maha Mengetahui. Mengetahui. Pembagian Pembagian yang ditentukanPEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
18
Nya pasti adil. Bila demikian, siapakah yang dapat membuat aturan dan undangundang yang lebih baik, lebih adil, dan lebih relevan bagi umat manusia dan kemanusiaan selain Allah? Kelima: Firman Allah (artinya) "Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang diting ditinggal galkan kan oleh oleh istriistri-ist istrim rimu, u, jika jika mereka mereka tidak tidak mempun mempunyai yai anak. anak. Jika Jika istriistriistrimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkann ditinggalkannya ya sesudah dipenuhi dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) sesudah diba dibaya yarr utan utangn gnya ya.. Para Para istr istrii memp memper erol oleh eh sepe sepere remp mpat at hart harta a yang yang kamu kamu tinggalkan tinggalkan jika kamu tidak mempunyai mempunyai anak. Jika kamu mempunyai mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar utang-utangmu." Penggalan ayat tersebut menjelaskan tentang hukum waris bagi suami dan istri. Bagi suami atau istri masing-masing mempunyai dua cara pembagian. Bagian suami: Apabila seorang istri meninggal dan tidak mempunyai keturunan (anak), maka suami mendapat bagian separo dari harta yang ditinggalkan istrinya. Apabila seorang istri meninggal dan ia mempunyai keturunan (anak), maka suami mendapat bagian seperempat dari harta yang ditinggalkan. Bagian istri: Apabila seorang suami meninggal dan dia tidak mempunyai anak (keturunan), maka bagian istri adalah seperempat. Apabila seorang suami meninggal dan dia mempunyai anak (keturunan), maka istri mendapat bagian seperdelapan. Keenam: Hukum Hukum yang yang berke berkena naan an dengan dengan hak hak waris waris saud saudara ara laki laki-l -laki aki atau atau saudar saudara a perempu perempuan an seibu. seibu. FirmanFirman-Nya Nya (artinya (artinya): ): "Jika "Jika seseora seseorang ng mati, mati, baik baik laki-l laki-laki aki maupun perempuan, yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat wasiat yang yang dibu dibuat at oleh olehny nya a atau atau sesud sesudah ah diba dibayar yar utang utangny nya a deng dengan an tidak tidak memberi mudarat (kepada ahli waris). " Yang dimaksud ikhwah (saudara) dalam penggalan ayat ini (an-Nisa': 12) adalah sauda saudara ra laki-l laki-laki aki atau atau saud saudara ara perem perempu puan an "seib "seibu u lain lain ayah ayah". ". Jadi Jadi,, tida tidakk menca mencaku kup p saud saudara ara kandu kandung ng dan tida tidakk pula pula sauda saudara ra lakilaki-la laki ki atau atau sauda saudara ra perempuan "seayah lain ibu". Pengertian inilah yang disepakati oleh ulama.
PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
19
Adap Adapun un yang yang dija dijadi dika kan n dali dalill oleh oleh ulam ulama a iala ialah h bahw bahwa a All Allah SWT SWT telah elah menjel menjelask askan an --dalam --dalam firman firman-Nya -Nya--- tentan tentang g hak waris waris saudara saudara dari dari pewaris pewaris sebanyak dua kali. Yang pertama dalam ayat ini, dan yang kedua pada akhir surat an-Nisa'. Dalam ayat yang disebut terakhir ini, bagi satu saudara mendapat sepe seperrenam enam bagi agian, an, sed sedangk angkan an bil bila juml jumlah ah saud saudar aran anya ya bany banyak ak maka maka mendapatkan sepertiga dari harta peninggalan dan dibagi secara rata. Seme Sement ntar ara a itu, itu, ayat ayat akhi akhirr sura suratt an-N an-Nis isa' a' menj menjel elas aska kan n bahw bahwa a saud saudar ara a perempuan, jika sendirian, mendapat separo harta peninggalan, sedangkan bila dua atau lebih ia mendapat bagian dua per tiga. Oleh karenanya, pengertian istilah ikhwah dalam ayat ini harus dibedakan dengan pengertian ikhwah yang terdapat dalam ayat akhir surat an-Nisa' untuk meniadakan pertentangan antara dua ayat. Sementara itu, karena saudara kandung atau saudara seayah kedudukannya lebih dekat --dalam urutan nasab-- dibandingkan saudara seibu, maka Allah menetapkan bagian keduanya lebih besar dibandingkan saudara seibu. Dengan demikian, dapat dipastikan bahwa pengertian kata ikhwah dalam ayat tersebut (an-Nisa': 12) adalah 'saudara seibu', sedangkan untuk kata yang sama di dalam akhir akhir surat surat an-Ni an-Nisa sa'' memi memililiki ki peng penger ertitian an 'sau 'saudar dara a kand kandung ung'' atau atau 'saud 'saudar ara a seayah'. Rincian Beberapa Keadaan Bagian Saudara Seibu Apabila seseorang meninggal dan mempunyai satu orang saudara laki-laki seibu atau satu orang saudara perempuan seibu, maka bagian yang diperolehnya adalah seperenam. Jika yang meninggal mempunyai saudara seibu dua orang atau lebih, mereka mendapatkan dua per tiga bagian dan dibagi secara rata. Sebab yang zhahir dari firman-Nya [tulisan Arab] menunjukkan adanya keharusan untuk dibagi dengan rata sama besar-kecilnya. Jadi, saudara laki-laki mendapat bagian yang sama dengan bagian saudara perempuan. Makna Kalaalah Pengertian kalaalah ialah seseorang meninggal tanpa memiliki ayah ataupun keturunan; atau dengan kata lain dia tidak mempunyai pokok dan cabang. Kata kalaalah diambil dari kata al-kalla yang bermakna 'lemah'. Kata ini misalnya digunakan dalam kalimat kalla ar-rajulu, yang artinya 'apabila orang itu lemah dan hilang kekuatannya'. Ulama sepakat (ijma') bahwa kalaalah ialah seseorang yang mati namun tidak mempunyai ayah dan tidak memiliki keturunan. Diriwayatkan dari Abu Bakar ashShiddiq r.a., ia berkata: "Saya mempunyai pendapat mengenai kalaalah. Apabila pendapat saya ini benar maka hanyalah dari Allah semata dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Adapun bila pendapat ini salah, maka karena dariku dan dari setan, dan Allah terbebas dari kekeliruan tersebut. Menurut saya, Kalaalah adalah PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
20
orang yang meninggal yang tidak mempunyai ayah dan anak. " Ketujuh: Firman Allah (artinya) "sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sudah dibayar utangnya dengan tidak membebani mudarat (kepada ahli waris)". Ayat tersebut menunjukkan dengan tegas bahwa apabila wasiat dan utang nyatanyata mengandung kemudaratan, maka wajib untuk tidak dilaksanakan. Dampak negatif mengenai wasiat yang dimaksudkan di sini, misalnya, seseorang yang berwasiat untuk menyedekahkan hartanya lebih dari sepertiga. Sedangkan utang yang yang dima dimaks ksud ud berda berdamp mpak ak negat negatifif,, misa misaln lnya ya seseo seseora rang ng yang yang meng mengak akui ui mempunyai mempunyai utang padahal sebenamya sebenamya ia tidak berutang. berutang. Jadi, baik wasiat atau utang yang dapat menimbulkan mudarat (berdampak negatif) pada ahli waris tidak wajib dilaksanakan. Hukum Keadaan Saudara Kandung atau Seayah
Firman Allah SWT dalam surat an-Nisa': 176 mengisyaratkan adanya beberapa keadaan tentang bagian saudara kandung atau saudara seayah. Apabi Apabila la seseor seseoran ang g menin meningga ggall dan dan hany hanya a memp mempun unya yaii satu satu oran orang g saudar saudara a kandung perempuan ataupun seayah, maka ahli waris mendapat separo harta peninggalan, bila ternyata pewaris (yang meninggal) tidak mempunyai ayah atau anak. Apabi Apabila la pewa pewaris ris memp mempuny unyai ai dua dua oran orang g sauda saudara ra kandu kandung ng perem perempua puan n atau atau seayah ke atas, dan tidak mempunyai ayah atau anak, maka bagian ahli waris adalah dua per tiga dibagi secara rata. Apabila Apabila pewaris pewaris mempuny mempunyai ai banyak banyak saudara saudara kandung kandung laki-l laki-laki aki dan saudara saudara kand kandun ung g pere peremp mpua uan n atau atau seay seayah ah,, maka maka bagi bagi ahli ahli wari wariss yang yang laki laki-l -lak akii mendapatkan dua kali bagian saudara perempuan. Apab Apabilila a seor seoran ang g saud saudar ara a kand kandun ung g pere peremp mpua uan n meni mening ngga gal,l, dan dan ia tida tidakk mempunyai ayah atau anak, maka seluruh harta peninggalannya menjadi bagian saudara kandung laki-lakinya. Apabila saudara kandungnya banyak --lebih dari satu-- maka dibagi secara rata sesuai jumlah kepala. Begitulah hukum bagi saudara seayah, jika ternyata tidak ada saudara laki-laki yang sekandung atau saudara perempuan yang sekandung.
PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
21
II. WARIS DALAM PANDANGAN ISLAM
SYARIAT Islam menetapkan aturan waris dengan bentuk yang sangat teratur dan adil. Di dalamnya ditetapkan hak kepemilikan harta bagi setiap manusia, baik laki-laki maupun perempuan dengan cara yang legal. Syariat Islam juga menetapkan menetapkan hak pemindahan pemindahan kepemilikan kepemilikan seseorang sesudah meninggal meninggal dunia kepada ahli warisnya, dari seluruh kerabat dan nasabnya, tanpa membedakan antara laki-laki dan perempuan, besar atau kecil. Al-Qur'an menjelaskan dan merinci secara detail hukum-hukum yang berkaitan dengan hak kewarisan tanpa mengabaikan hak seorang pun. Bagian yang harus diteri diterima ma semuan semuanya ya dijelas dijelaskan kan sesuai sesuai keduduk kedudukan an nasab nasab terhadap terhadap pewari pewaris, s, apakah dia sebagai anak, ayah, istri, suami, kakek, ibu, paman, cucu, atau bahkan hanya sebatas saudara seayah atau seibu. Oleh Oleh karena karena itu, itu, Al-Qur'a Al-Qur'an n merupak merupakan an acuan acuan utama utama hukum hukum dan penentu penentuan an pembagian waris, sedangkan ketetapan tentang kewarisan yang diambil dari hadits Rasulullah saw. dan ijma' para ulama sangat sedikit. Dapat dikatakan bahwa dalam hukum dan syariat Islam sedikit sekali ayat Al-Qur'an yang merinci suatu hukum secara detail dan rinci, kecuali hukum waris ini. Hal demikian disebabkan kewarisan merupakan salah satu bentuk kepemilikan yang legal dan dibenarkan AlIah SWT. Di samping bahwa harta merupakan tonggak penegak kehidupan baik bagi individu maupun kelompok masyarakat. A. Definisi Waris
Al-miirats, dalam bahasa Arab adalah bentuk mashdar (infinitif) dari kata waritsayarit yaritsu su-i -irt rtsa san-m n-miiiiraa raats tsan. an. Makn Maknany anya a menur menurut ut baha bahasa sa iala ialah h 'berp 'berpin inda dahn hnya ya sesuatu dari seseorang kepada orang lain', atau dari suatu kaum kepada kaum lain. Penge Pengert rtia ian n menu menurut rut bahas bahasa a ini ini tidak tidaklah lah terb terbat atas as hany hanya a pada pada halhal-ha hall yang yang berkaitan dengan harta, tetapi mencakup harta benda dan non harta benda. Ayat-ayat Al-Qur'an banyak menegaskan hal ini, demikian pula sabda Rasulullah saw.. Di antaranya Allah berfirman: "Dan Sulaiman telah mewarisi Daud ..." (an-Naml: 16) "... Dan Kami adalah pewarisnya." (al-Qashash: 58) Selain itu kita dapati dalam hadits Nabi saw.: 'Ulama adalah ahli waris para nabi'. Sedangka Sedangkan n makna makna al-mii al-miirat ratss menurut menurut istila istilah h yang yang dikenal dikenal para ulama ulama ialah ialah berpindahnya berpindahnya hak kepemilikan kepemilikan dari orang yang meninggal kepada ahli warisnya warisnya PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
22
yang masih hidup, baik yang ditinggalkan itu berupa harta (uang), tanah, atau apa saja yang berupa hak milik legal secara syar'i. Pengertian Peninggalan Pengertian peninggalan yang dikenal di kalangan fuqaha ialah segala sesuatu yang ditinggalkan pewaris, baik berupa harta (uang) atau lainnya. Jadi, pada prinsi prinsipny pnya a sega segala la sesu sesuat atu u yang yang diti ditingg nggal alkan kan oleh oleh orang orang yang yang meni mening nggal gal dinyatakan sebagai peninggalan. Termasuk di dalamnya bersangkutan dengan utang piutang, baik utang piutang itu berkaitan dengan pokok hartanya (seperti harta harta yang yang bers bersta tatu tuss gada gadai) i),, atau atau utan utang g piut piutan ang g yang yang berka berkaititan an denga dengan n kewajib kewajiban an pribadi pribadi yang yang mesti mesti dituna ditunaikan ikan (misal (misalnya nya pembaya pembayaran ran kredit kredit atau atau mahar yang belum diberikan kepada istrinya). Hak-hak yang Berkaitan dengan Harta Peninggalan Dari sederetan hak yang harus ditunaikan yang ada kaitannya dengan harta peninggalan adalah: 1. Sem Semua kepe keperl rlua uan n dan dan pemb pembia iayyaan aan pem pemakam akaman an pewa pewari riss hend hendak akny nya a meng menggun gunak akan an hart harta a mili milikny knya, a, denga dengan n cata catata tan n tida tidakk bole boleh h berle berlebih bihan. an. Keperluan-keperluan pemakaman tersebut menyangkut segala sesuatu yang dibutu dibutuhkan hkan mayit, mayit, sejak sejak wafatn wafatnya ya hingga hingga pemakam pemakamanny annya. a. Di antaran antaranya, ya, biay biaya a mema memand ndik ikan an,, pemb pembel elia ian n kain kain kafa kafan, n, biay biaya a pema pemaka kama man, n, dan dan sebagainya hingga mayit sampai di tempat peristirahatannya yang terakhir. Satu Satu hal hal yang yang perl perlu u untu untukk dike diketa tahui hui dala dalam m hal hal ini ini ialah ialah bahw bahwa a segal segala a keperlu keperluan an tersebu tersebutt akan berbed berbeda-be a-beda da tergant tergantung ung perbeda perbedaan an keadaan keadaan mayit, baik dari segi kemampuannya maupun dari jenis kelaminnya. 2. Hendaklah Hendaklah utang utang piutang piutang yang yang masih masih ditanggung ditanggung pewaris pewaris ditunaika ditunaikan n terlebih terlebih dahul dahulu. u. Artin Artinya ya,, selu seluru ruh h harta harta peni peningg nggal alan an pewari pewariss tida tidakk diben dibenark arkan an diba dibagik gikan an kepad kepada a ahli ahli wari warisny snya a sebel sebelum um utang utang piut piutan angny gnya a ditu ditunai naika kan n terlebih dahulu. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah saw.: "Jiwa (ruh) orang mukmin bergantung pada utangnya hingga ditunaikan." Maksud hadits ini adalah utang piutang yang bersangkutan dengan sesama manusia. Adapun jika utang tersebut berkaitan dengan Allah SWT, seperti belum membayar zakat, atau belum menunaikan nadzar, atau belum memenuhi kafarat (denda), maka di kalangan ulama ada sedikit perbedaan pandangan. Kalangan ulama mazhab Hanafi berpendapat bahwa ahli warisnya tidaklah diwajibkan untuk menunaikannya. Sedangkan jumhur ulama berpendapat wajib bagi ahli warisny warisnya a untuk untuk menunai menunaikann kannya ya sebelum sebelum harta harta warisa warisan n (harta (harta peningga peninggalan lan)) pewaris dibagikan kepada para ahli warisnya. Kalangan ulama mazhab Hanafi beralasan bahwa menunaikan hal-hal tersebut merupakan ibadah, sedangkan kewajiban ibadah gugur jika seseorang telah PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
23
meninggal dunia. Padahal, menurut mereka, pengamalan suatu ibadah harus disertai dengan niat dan keikhlasan, dan hal itu tidak mungkin dapat dilakukan oleh orang yang sudah meninggal. Akan tetapi, meskipun kewajiban tersebut dinya dinyata taka kan n tela telah h gugu gugurr bagi bagi orang orang yang yang sudah sudah meni mening ngga gal,l, ia teta tetap p akan akan dikenakan sanksi kelak pada hari kiamat sebab ia tidak menunaikan kewajiban ketik ketika a masi masih h hidu hidup. p. Hal Hal ini ini tent tentu u saja saja meru merupak pakan an keput keputus usan an Alla Allah h SWT. SWT. Pendapat Pendapat mazhab mazhab ini, ini, menurut menurut saya, saya, tentun tentunya ya bila bila sebelu sebelumny mnya a mayit mayit tidak tidak berwasi berwasiat at kepada kepada ahli ahli waris waris untuk untuk membay membayarny arnya. a. Namun, Namun, bila bila sang sang mayit mayit berwasiat, maka wajib bagi ahli waris untuk menunaikannya. Sedan Sedangka gkan n jumh jumhur ur ulam ulama a yang yang menya menyata taka kan n bahw bahwa a ahli ahli waris waris waji wajib b untu untukk menunaikan utang pewaris terhadap Allah beralasan bahwa hal tersebut sama saja seperti utang kepada sesama manusia. Menurut jumhur ulama, hal ini merupakan amalan yang tidak memerlukan niat karena bukan termasuk ibadah mahdhah, tetapi termasuk hak yang menyangkut harta peninggalan pewaris. Kare Karen na itu itu wajib ajib bagi bagi ahli ahli wari wariss unt untuk menu menuna naik ikan anny nya, a, baik baik pewar ewaris is mewasiatkan ataupun tidak. Bahkan menurut pandangan ulama mazhab Syafi'i hal tersebut tersebut wajib ditunaikan ditunaikan sebelum memenuhi hak yang berkaitan dengan hak sesama hamba. Sedangkan mazhab Maliki berpendapat bahwa hak yang berhubungan dengan Allah wajib ditunaikan oleh ahli warisnya sama seperti mereka diwajibkan menunaikan utang piutang pewaris yang berkaitan dengan hak sesama hamba. Hanya saja mazhab ini lebih lebih mengut mengutama amakan kan agar mendah mendahuluk ulukan an utang utang yang yang berkait berkaitan an dengan dengan sesama hamba daripada utang kepada Allah. Sementara itu, ulama mazhab Hambal Hambalii menya menyama maka kan n anta antara ra utang utang kepa kepada da sesam sesama a hamb hamba a denga dengan n utan utang g kepada Allah. Keduanya wajib ditunaikan secara bersamaan sebelum seluruh harta peninggalan pewaris dibagikan kepada setiap ahli waris. 3. Waji Wajib b menu menuna naik ikan an selu seluruh ruh wasiat wasiat pewari pewariss selam selama a tida tidakk mele melebi bihi hi juml jumlah ah sepertiga dari seluruh harta peninggalannya. Hal ini jika memang wasiat tersebut diperuntukkan bagi orang yang bukan ahli waris, serta tidak ada protes dari salah satu atau bahkan seluruh ahli warisnya. Adapun penunaian wasiat wasiat pewaris pewaris dilakuk dilakukan an setelah setelah sebagian sebagian harta harta terseb tersebut ut diambil diambil untuk untuk membiayai keperluan pemakamannya, termasuk diambil untuk membayar utangnya. Bila Bila tern ternya yata ta wasi wasiat at pewa pewari riss mele melebi bihi hi sepe sepert rtig iga a dari dari juml jumlah ah hart harta a yang yang ditin ditingg ggal alka kanny nnya, a, maka maka wasi wasiat atny nya a tidak tidak waji wajib b ditu ditunai naika kan n kecu kecual alii denga dengan n kesepakatan semua ahli warisnya. Hal ini berlandaskan sabda Rasulullah saw. ketika menjawab pertanyaan Sa'ad bin Abi Waqash r.a. --pada waktu itu Sa'ad sakit sakit dan berniat berniat menyera menyerahka hkan n seluruh seluruh harta harta yang yang dimili dimilikin kinya ya ke baitul baitulmal mal.. Ras Rasulul ululla lah h saw. saw. bers bersab abda da:: ".. "... Sepe Sepert rtig iga, a, dan dan sepe sepert rtig iga a itu itu bany banyak ak.. Sesungguhnya bila engkau meninggalkan para ahli warismu dalam keadaan kaya itu lebih baik daripada meninggalkan mereka dalam kemiskinan hingga meminta-minta kepada orang." PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
24
4. Setel Setelah ah itu itu barul barulah ah selur seluruh uh harta harta penin peningg ggal alan an pewa pewari riss diba dibagi gikan kan kepada kepada para ahli warisnya sesuai ketetapan Al-Qur'an, As-Sunnah, dan kesepakatan para para ulam ulama a (ijm (ijma' a'). ). Dala Dalam m hal hal ini ini dimu dimula laii dengan dengan memb member erik ikan an wari warisan san kepada ashhabul furudh (ahli waris yang telah ditentukan jumlah bagiannya, misa misaln lnya ya ibu, ibu, ayah ayah,, istr istri,i, suam suami,i, dan dan lain lainnya nya), ), kemu kemudi dian an kepad kepada a para para 'ashabah (kerabat mayit yang berhak menerima sisa harta waris --jika ada-setelah ashhabul furudh menerima bagian). Catatan:
Pada ayat waris, wasiat memang lebih dahulu disebutkan daripada soal utang piutan piutang. g. Padaha Padahall secara secara syar'i syar'i,, persoal persoalan an utang utang piutan piutang g hendakl hendaklah ah terleb terlebih ih dahulu dahulu disele diselesaik saikan, an, baru kemudi kemudian an melaks melaksanak anakan an wasiat wasiat.. Oleh Oleh karena karena itu, itu, didahulukannya penyebutan wasiat tentu mengandung hikmah, diantaranya agar ahli waris menjaga menjaga dan benar-benar melaksanakannya. melaksanakannya. Sebab wasiat tidak ada yang menuntut hingga kadang-kadang seseorang enggan menunaikannya. Hal ini tentu tentu saja saja berbeda berbeda dengan dengan utang utang piutan piutang. g. Itulah Itulah sebabny sebabnya a wasiat wasiat lebih lebih didahulukan penyebutannya dalam susunan ayat tersebut. B. Derajat Ahli Waris
Antara ahli waris yang satu dan lainnya ternyata mempunyai perbedaan derajat dan urutan. Berikut ini akan disebutkan berdasarkan urutan dan derajatnya: Ashhabul furudh. Golongan inilah yang pertama diberi bagian harta warisan. Mereka adalah orang-orang yang telah ditentukan bagiannya dalam Al-Qur'an, As-Sunnah, dan ijma'. Ashab Ashabat at nasab nasabiy iyah. ah. Sete Setelah lah ashha ashhabul bul furu furudh, dh, barul barulah ah ashab ashabat at nasab nasabiy iyah ah menerima bagian. Ashabat nasabiyah yaitu setiap kerabat (nasab) pewaris yang menerima sisa harta warisan yang telah dibagikan. Bahkan, jika ternyata tidak ada ahli waris lainnya, ia berhak mengambil seluruh harta peninggalan. Misalnya anak anak laki laki-la -laki ki pewari pewaris, s, cucu cucu dari dari anak anak laki laki-l -laki aki pewa pewari ris, s, sauda saudara ra kandu kandung ng pewaris, paman kandung, dan seterusnya. Penambahan bagi ashhabul furudh sesuai bagian (kecuali suami istri). Apabila harta warisan yang telah dibagikan kepada semua ahli warisnya masih juga tersisa tersisa,, maka maka hendakny hendaknya a diberi diberikan kan kepada kepada ashhab ashhabul ul furudh furudh masingmasing-mas masing ing sesuai dengan bagian yang telah ditentukan. Adapun suami atau istri tidak berhak menerima tambahan bagian dari sisa harta yang ada. Sebab hak waris bagi bagi suam suamii atau atau istr istrii diseb disebab abkan kan adan adanya ya ikata ikatan n perni pernika kahan han,, seda sedangk ngkan an kekerabatan karena nasab lebih utama mendapatkan tambahan dibandingkan lainnya. Mewa Mewaris riska kan n kepa kepada da kera kerabat bat.. Yang Yang dima dimaksu ksud d kera kerabat bat di sini sini ialah ialah kerab kerabat at PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
25
pewaris yang masih memiliki kaitan rahim --tidak termasuk ashhabul furudh juga 'ashabah. Misalnya, paman (saudara ibu), bibi (saudara ibu), bibi (saudara ayah), cucu laki-laki dari anak perempuan, dan cucu perempuan perempuan dari anak perempuan. Maka, bila pewaris tidak mempunyai kerabat sebagai ashhabul furudh, tidak pula 'ashabah, 'ashabah, para kerabat yang masih mempunyai ikatan rahim dengannya berhak untuk mendapatkan warisan. Tambahan hak waris bagi suami atau istri. Bila pewaris tidak mempunyai ahli waris yang termasuk ashhabul furudh dan 'ashabah, juga tidak ada kerabat yang memiliki ikatan rahim, maka harta warisan tersebut seluruhnya menjadi milik suami atau istri. Misalnya, seorang suami meninggal tanpa memiliki kerabat yang berhak untuk mewarisinya, maka istri mendapatkan bagian seperempat dari harta warisan yang ditinggalkannya, sedangkan sisanya merupakan tambahan hak wari warisn snya ya.. Dengan Dengan demi demiki kian, an, istri istri memi memililiki ki selu seluruh ruh harta harta peni peningg nggal alan an suaminya. Begitu juga sebaliknya suami terhadap harta peninggalan istri yang meninggal. Ashabah Ashabah karena karena sebab. sebab. Yang dimaksud dimaksud para 'ashab 'ashabah ah karena karena sebab sebab ialah ialah oran orangg-or oran ang g yang yang meme memerd rdek ekak akan an buda budakk (bai (baikk buda budakk laki laki-l -lak akii maup maupun un perempuan). Misalnya, seorang bekas budak meninggal dan mempunyai harta warisan, maka orang yang pernah memerdekakannya termasuk salah satu ahli warisnya, dan sebagai 'ashabah. Tetapi pada masa kini sudah tidak ada lagi. Orang yang diberi wasiat lebih dari sepertiga harta pewaris. Yang dimaksud di sini ialah orang lain, artinya bukan salah seorang dan ahli waris. Misalnya, seseorang meninggal dan mempunyai sepuluh anak. Sebelum meninggal ia terlebih dahulu memberi wasiat kepada semua atau sebagian anaknya agar memberikan sejumlah hartanya kepada seseorang yang bukan termasuk salah satu ahli warisnya. Bahkan mazhab Hanafi dan Hambali berpendapat boleh memberikan seluruh harta pewaris bila memang wasiatnya demikian. Baitulmal (kas negara). Apabila seseorang yang meninggal tidak mempunyai ahli waris waris atau ataupun pun kera kerabat bat --sepe --sepert rtii yang yang saya saya jela jelaska skan-n-- maka maka selu seluruh ruh harta harta peninggalannya diserahkan kepada baitulmal untuk kemaslahatan umum. C. Bentuk-bentuk Waris
Hak waris secara fardh (yang telah ditentukan bagiannya). Hak waris secara 'ashabah (kedekatan kekerabatan dari pihak ayah). Hak waris secara tambahan. Hak waris secara pertalian rahim. Pada bagian berikutnya butir-butir tersebut akan saya jelas secara detail.
PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
26
D. Sebab-sebab Adanya Hak Waris
Ada tiga sebab yang menjadikan seseorang mendapatkan hak waris: Kerabat hakiki (yang ada ikatan nasab), seperti kedua orang tua, anak, saudara, paman, dan seterusnya. Pernikahan, yaitu terjadinya akad nikah secara legal (syar'i) antara seorang lakilaki laki dan dan pere perem mpuan puan,, seka sekalilipu pun n belu belum m atau atau tida tidakk terj terjad adii hubu hubung ngan an inti intim m (bersanggama) (bersanggama) antar keduanya. keduanya. Adapun pernikahan pernikahan yang batil atau rusak, tidak bisa menjadi sebab untuk mendapatkan hak waris. Al-Wala, yaitu kekerabatan karena sebab hukum. Disebut juga wala al-'itqi dan wala an-ni'mah. Yang menjadi penyebab adalah kenikmatan pembebasan budak yang dilakukan seseorang. Maka dalam hal ini orang yang membebaskannya mendapat kenikmatan berupa kekerabatan (ikatan) yang dinamakan wala al-'itqi. Orang yang membebaskan budak berarti telah mengembalikan kebebasan dan jati diri seseorang sebagai manusia. Karena itu Allah SWT menganugerahkan kepadanya hak mewarisi terhadap budak yang dibebaskan, bila budak itu tidak memiliki ahli waris yang hakiki, baik adanya kekerabatan (nasab) ataupun karena adanya tali pernikahan. E. Rukun Waris
Rukun waris ada tiga: Pewaris, yakni orang yang meninggal dunia, dan ahli warisnya berhak untuk mewarisi harta peninggalannya. Ahli waris, yaitu mereka yang berhak untuk menguasai atau menerima harta peningg peninggala alan n pewari pewariss dikaren dikarenakan akan adanya adanya ikatan ikatan kekerab kekerabata atan n (nasab) (nasab) atau atau ikatan pernikahan, atau lainnya. Harta warisan, yaitu segala jenis benda atau kepemilikan yang ditinggalkan pewaris, baik berupa uang, tanah, dan sebagainya. F. Syarat Waris
Syarat-syarat waris juga ada tiga: Meninggalnya seseorang (pewaris) baik secara hakiki maupun secara hukum (misalnya dianggap telah meninggal). Adanya ahli waris yang hidup secara hakiki pada waktu pewaris meninggal dunia. Seluruh Seluruh ahli ahli waris waris diketa diketahui hui secara secara pasti, pasti, termas termasuk uk jumlah jumlah bagian bagian masing masing-masing. PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
27
Syarat Pertama: Meninggalnya pewaris
Yang dimaksu dimaksud d dengan dengan mening meninggal galnya nya pewaris pewaris --baik --baik secara secara hakiki hakiki ataupu ataupun n secara hukum-- -ialah bahwa seseorang telah meninggal dan diketahui oleh seluruh ahli warisnya atau sebagian dari mereka, atau vonis yang ditetapkan hakim terhadap seseorang yang tidak diketahui lagi keberadaannya. Sebagai contoh, orang yang hilang yang keadaannya tidak diketahui lagi secara pasti, sehingga hakim memvonisnya sebagai orang yang telah meninggal. Hal Hal ini ini haru haruss dike diketa tahui hui secara secara past pasti,i, karen karena a bagai bagaima mana napu pun n keada keadaan annya nya,, manusia yang masih hidup tetap dianggap mampu untuk mengendalikan seluruh harta miliknya. Hak kepemilikannya tidak dapat diganggu gugat oleh siapa pun, kecuali setelah ia meninggal. Syarat Kedua: Masih hidupnya para ahli waris
Maksudnya, Maksudnya, pemindahan hak kepemilikan kepemilikan dari pewaris harus kepada ahli waris yang secara syariat benar-benar masih hidup, sebab orang yang sudah mati tidak memiliki hak untuk mewarisi. Sebagai contoh, jika dua orang atau lebih dari golongan yang berhak saling mewarisi mewarisi meninggal meninggal dalam satu peristiwa peristiwa --atau dalam keadaan yang berlainan teta tetapi pi tida tidakk diket diketahu ahuii mana mana yang yang lebi lebih h dahul dahulu u meni mening ngga gal-l-- maka maka di anta antara ra mereka tidak dapat saling mewarisi harta yang mereka miliki ketika masih hidup. Hal seperti ini oleh kalangan fuqaha digambarkan seperti orang yang samasama meningg meninggal al dalam dalam suatu suatu kecelak kecelakaan aan kendara kendaraan, an, tertim tertimpa pa puing, puing, atau atau tenggelam. Para fuqaha menyatakan, mereka adalah golongan orang yang tidak dapat saling mewarisi. Syarat Ketiga: Diketahuinya posisi para ahli waris
Dalam hal ini posisi para ahli waris hendaklah diketahui secara pasti, misalnya suami, istri, kerabat, dan sebagainya, sehingga pembagi mengetahui dengan pasti jumlah bagian yang harus diberikan kepada masing-masing ahli waris. Sebab Sebab,, dala dalam m hukum hukum wari wariss perbe perbeda daan an jauh jauh-de -dekat katnya nya kekera kekerabat batan an akan akan memb membed edak akan an juml jumlah ah yang yang dite diteri rima ma.. Misa Misaln lnya ya,, kita kita tida tidakk cuku cukup p hany hanya a mengatakan mengatakan bahwa seseorang seseorang adalah saudara sang pewaris. Akan tetapi tetapi harus dinyatakan dinyatakan apakah ia sebagai saudara kandung, saudara seayah, atau saudara seibu. seibu. Mereka Mereka masing masing-ma -masin sing g mempun mempunyai yai hukum hukum bagian, bagian, ada yang yang berhak berhak menerima menerima warisan karena sebagai ahlul furudh, ada yang karena 'ashabah, ada yang terhalang hingga tidak mendapatkan warisan (mahjub), serta ada yang tidak terhalang. G. Penggugur Hak Waris
PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
28
Penggugur hak waris seseorang maksudnya kondisi yang menyebabkan hak waris seseorang menjadi gugur, dalam hal ini ada tiga: 1. Budak
Seseorang Seseorang yang berstatus sebagai budak tidak mempunyai mempunyai hak untuk mewarisi sekalipun dari saudaranya. Sebab segala sesuatu yang dimiliki budak, secara langsung menjadi milik tuannya. Baik budak itu sebagai qinnun (budak murni), mudabbar (budak yang telah dinyatakan merdeka jika tuannya meninggal), atau mukat mukatab ab (buda (budakk yang yang tela telah h menj menjal alank ankan an perj perjanj anjia ian n pembeb pembebas asan an deng dengan an tuannya tuannya,, dengan dengan persyara persyaratan tan yang yang disepa disepakat katii kedua kedua belah belah pihak). pihak). Alhasi Alhasil,l, semua jenis budak merupakan penggugur hak untuk mewarisi dan hak untuk diwarisi disebabkan mereka tidak mempunyai hak milik. 2. Pembunuhan
Apab Apabilila a seor seoran ang g ahli ahli wari wariss memb membun unuh uh pewa pewari riss (mis (misal alny nya a seor seoran ang g anak anak memb membun unuh uh ayahn ayahnya ya), ), maka maka ia tidak tidak berha berhakk mend mendapa apatk tkan an waris warisan. an. Hal Hal ini ini berdasarkan sabda Rasulullah saw.: "Tidaklah seorang pembunuh berhak mewarisi harta orang yang dibunuhnya. " Dari pemahaman hadits Nabi tersebut lahirlah ungkapan yang sangat masyhur di kala kalang ngan an fuqa fuqaha ha yang yang seka sekaliligu guss dija dijadi dika kan n seba sebaga gaii kaid kaidah ah:: "Sia "Siapa pa yang yang menyegerakan agar mendapatkan sesuatu sebelum waktunya, maka dia tidak mendapatkan bagiannya." Ada perbedaa perbedaan n di kalanga kalangan n fuqaha fuqaha tentan tentang g penent penentuan uan jenis jenis pembun pembunuha uhan. n. Misa Misaln lnya ya,, mazh mazhab ab Hana Hanafifi mene menent ntuk ukan an bahw bahwa a pemb pembun unuh uhan an yang yang dapa dapatt meng menggu gugu gurk rkan an hak hak wari wariss adal adalah ah semu semua a jeni jeniss pemb pembun unuh uhan an yang yang waji wajib b membayar kafarat. Sedangkan mazhab Maliki berpendapat, hanya pembunuhan yang disengaja atau yang direncanakan yang dapat menggugurkan hak waris. Mazhab Hambali berpendapat bahwa pembunuhan yang dinyatakan sebagai penggugur hak waris adalah adalah setiap setiap jenis jenis pembunu pembunuhan han yang mengharu mengharuska skan n pelaku pelakunya nya diqisha diqishash, sh, membayar diyat, atau membayar kafarat. Selain itu tidak tergolong sebagai penggugur hak waris. Sedangka Sedangkan n menuru menurutt mazhab mazhab Syafi'i Syafi'i,, pembun pembunuhan uhan dengan dengan segala segala cara dan macamnya tetap menjadi penggugur hak waris, sekalipun hanya memberikan kesaks kesaksian ian pals palsu u dala dalam m pelak pelaksa sana naan an huku hukuma man n rajam rajam,, atau atau bahka bahkan n hanya hanya memb memben enark arkan an kesak kesaksi sian an para para saksi saksi lain lain dalam dalam pelak pelaksa sana naan an qish qishas ash h atau atau hukuman mati pada umumnya. Menurut saya, pendapat mazhab Hambali yang paling adil. Wallahu a'lam. PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
29
Seorang muslim tidak dapat mewarisi ataupun diwarisi oleh orang non muslim, apa pun agamanya. Hal ini telah ditegaskan Rasulullah saw. dalam sabdanya: "Tidaklah berhak seorang muslim mewarisi orang kafir, dan tidak pula orang kafir mewarisi muslim." (Bukhari dan Muslim) Jumhur ulama berpendapat demikian, termasuk keempat imam mujtahid. Hal ini berbeda berbeda dengan dengan pendapa pendapatt sebagia sebagian n ulama ulama yang mengaku mengaku bersand bersandar ar pada pada pendapat Mu'adz bin Jabal r.a. yang mengatakan bahwa seorang muslim boleh mewarisi orang kafir, tetapi tidak boleh mewariskan kepada orang kafir. Alasan mereka adalah bahwa Islam ya'lu walaayu'la 'alaihi (unggul, tidak ada yang mengunggulinya). Sebagian ulama ada yang menambahkan satu hal lagi sebagai penggugur hak mewarisi, yakni murtad. Orang yang telah keluar dari Islam dinyatakan sebagai orang orang murt murtad. ad. Dala Dalam m hal hal ini ini ulam ulama a memb membuat uat kese kesepak pakat atan an bahw bahwa a murt murtad ad termasuk dalam kategori perbedaan agama, karenanya orang murtad tidak dapat mewarisi orang Islam. Sement Sementara ara itu, itu, di kalanga kalangan n ulama ulama terjad terjadii perbed perbedaan aan pandan pandangan gan mengen mengenai ai kera keraba batt oran orang g yang yang murt murtad ad,, apak apakah ah dapa dapatt mewa mewari risi siny nya a atau atauka kah h tida tidak. k. Maksudnya, bolehkah seorang muslim mewarisi harta kerabatnya yang telah murtad? Menurut mazhab Maliki, Syafi'i, dan Hambali (jumhur ulama) bahwa seorang muslim muslim tidak tidak berhak berhak mewari mewarisi si harta harta kerabat kerabatnya nya yang yang telah telah murtad. murtad. Sebab, Sebab, menur menurut ut mere mereka ka,, orang orang yang yang murt murtad ad berar berartiti tela telah h kelu keluar ar dari dari ajara ajaran n Isla Islam m sehingga sehingga secara otomatis otomatis orang tersebut telah menjadi kafir. Karena itu, seperti seperti ditegaskan Rasulullah saw. dalam haditsnya, bahwa antara muslim dan kafir tidaklah dapat saling mewarisi. Sedangkan Sedangkan menurut mazhab Hanafi, seorang muslim dapat saja mewarisi harta kerab kerabat atnya nya yang yang murt murtad. ad. Bahka Bahkan n kalan kalangan gan ulam ulama a mazha mazhab b Hanaf Hanafii sepak sepakat at mengata mengatakan: kan: "Seluru "Seluruh h harta harta peningg peninggalan alan orang orang murtad murtad diwari diwariskan skan kepada kepada kerabatnya yang muslim." Pendapat ini diriwayatkan dari Abu Bakar ash-Shiddiq, Ali bin Abi Thalib, Ibnu Mas'ud, dan lainnya. Menurut penulis, pendapat ulama mazhab Hanafi lebih rajih (kuat dan tepat) dibanding yang lainnya, karena harta warisan yang tidak memiliki ahli waris itu harus diserahkan kepada baitulmal. Padahal pada masa sekarang tidak kita temui baitulmal yang dikelola secara rapi, baik yang bertaraf nasional ataupun internasional. Perbedaan antara al-mahrum dan al-mahjub Ada perbedaan yang sangat halus antara pengertian al-mahrum al-mahrum dan al-mahjub, al-mahjub, PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
30
yang terkad terkadang ang membin membingun gungka gkan n sebagi sebagian an orang orang yang yang sedang sedang mempel mempelaja ajari ri faraid. Karena itu, ada baiknya saya jelaskan perbedaan makna antara kedua istilah tersebut. Seseorang yang tergolong ke dalam salah satu sebab dari ketiga hal yang dapat meng menggug gugurk urkan an hak warisn warisnya ya,, sepert sepertii memb membun unuh uh atau atau berbe berbeda da agam agama, a, di kalangan fuqaha dikenal dengan istilah mahrum. Sedangkan mahjub adalah hilangnya hilangnya hak waris seorang ahli waris disebabkan adanya ahli waris yang lebih dekat kekerabatannya atau lebih kuat kedudukannya. Sebagai contoh, adanya kakek bersamaan dengan adanya ayah, atau saudara seayah dengan adanya saudara kandung. Jika terjadi hal demikian, maka kakek tidak mendapatkan bagi bagian an wari warissanny annya a dika dikare rena naka kan n adan adanya ya ahli ahli wari wariss yang yang lebi lebih h deka dekatt kekerabatannya dengan pewaris, yaitu ayah. Begitu juga halnya dengan saudara seayah, seayah, ia tidak tidak memper memperole oleh h bagian bagian disebab disebabkan kan adanya adanya saudara saudara kandung kandung pewaris. Maka kakek dan saudara seayah dalam hal ini disebut dengan istilah mahjub. Untuk lebih memperjelas gambaran tersebut, saya sertakan contoh kasus dari keduanya. Contoh Pertama
Seora Seorang ng suam suamii menin meningg ggal al duni dunia a dan dan meni meningg nggal alka kan n seora seorang ng istr istri,i, sauda saudara ra kandung, dan anak --dalam hal ini, anak kita misalkan sebagai pembunuh. Maka pembagiannya sebagai berikut: istri mendapat bagian seperempat harta yang ada, karena pewaris dianggap tidak memiliki anak. Kemudian sisanya, yaitu tiga per empat harta yang ada, menjadi hak saudara kandung sebagai 'ashabah Dalam hal ini anak tidak mendapatkan bagian disebabkan ia sebagai ahli waris yang mahrum. Kalau saja anak itu tidak membunuh pewaris, maka bagian istri sepe seperd rdel elap apan an,, seda sedang ngka kan n saud saudar ara a kand kandun ung g tida tidakk mend mendap apat atka kan n bagi bagian an disebabkan disebabkan sebagai ahli waris yang mahjub dengan adanya anak pewaris. Jadi, sisa harta yang ada, yaitu 7/8, menjadi hak sang anak sebagai 'ashabah. Contoh Kedua
Seseor Seseorang ang meni meningg nggal al dunia dunia dan menin meningg ggal alka kan n ayah, ayah, ibu, ibu, sert serta a saud saudara ara kandung. Maka saudara kandung tidak mendapatkan warisan dikarenakan termahjub oleh adanya ahli waris yang lebih dekat dan kuat dibandingkan mereka, yaitu ayah pewaris. H. Ahli Waris dari Golongan Laki-laki
Ahli waris (yaitu orang yang berhak mendapatkan warisan) dari kaum laki-laki ada lima belas: (1) anak laki-laki, (2) cucu laki-laki (dari anak laki-laki), (3) bapak, PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
31
(4) kakek (dari pihak bapak), (5) saudara kandung laki-laki, (6) saudara laki-laki seayah, (7) saudara laki-laki seibu, (8) anak laki-laki dari saudara kandung lakilaki, (9) anak laki-laki dari saudara laki-laki seibu, (10) paman (saudara kandung bapak), (11) paman (saudara bapak seayah), (12) anak laki-laki dari paman (saudara kandung ayah), (13) anak laki-laki paman seayah, (14) suami, (15) lakilaki yang memerdekakan budak. Catatan
Bagi cucu laki-laki yang disebut sebagai ahli waris di dalamnya tercakup cicit (anak dari cucu) dan seterusnya, seterusnya, yang penting penting laki-laki dan dari keturunan keturunan anak laki-laki. Begitu pula yang dimaksud dengan kakek, dan seterusnya. I. Ahli Waris dari Golongan Wanita
Adapun ahli waris dari kaum wanita ada sepuluh: (1) anak perempuan, (2) ibu, (3) anak perempuan (dari keturunan anak laki-laki), (4) nenek (ibu dari ibu), (5) nene nenekk (ibu (ibu dari dari bapa bapak) k),, (6) (6) saud saudar ara a kand kandun ung g pere peremp mpua uan, n, (7) (7) saud saudar ara a perempuan seayah, (8) saudara perempuan seibu, (9) istri, (10) perempuan yang memerdekakan budak. Catatan
Cucu perempuan yang dimaksud di atas mencakup pula cicit dan seterusnya, yang pentin penting g peremp perempuan uan dari dari keturun keturunan an anak laki-l laki-laki. aki. Demiki Demikian an pula pula yang dimak dimaksud sud deng dengan an nenek nenek --bai --baikk ibu ibu dari dari ibu ibu maup maupun un ibu ibu dari dari bapak bapak--- dan dan seterusnya.
PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
32
III. PEMBAGIAN WARIS MENURUT AL-QUR'AN
JUMLA JUMLAH H bagi bagian an yang yang telah telah dite ditent ntuk ukan an Al-Q Al-Qur' ur'an an ada enam enam macam macam,, yait yaitu u seteng setengah ah (1/2), (1/2), seper seperem empa patt (1/4 (1/4), ), sepe seperd rdela elapa pan n (1/8), (1/8), dua dua per tiga tiga (2/3), (2/3), sepertiga (1/3), dan seperenam (1/6). Kini mari kita kenali pembagiannya secara rinci, siapa saja ahli waris yang termasuk ashhabul furudh dengan bagian yang berhak ia terima. A. Ashhabul furudh yang Berhak Mendapat Setengah
Ashhabul furudh yang berhak mendapatkan separo dari harta waris peninggalan pewaris ada lima, satu dari golongan laki-laki dan empat lainnya perempuan. Kelima ashhabul furudh tersebut ialah suami, anak perempuan, cucu perempuan keturunan anak laki-laki, saudara kandung perempuan, dan saudara perempuan seayah. Rinciannya seperti berikut: 1. Seora Seorang ng suam suamii berha berhakk untuk untuk mend mendapa apatk tkan an separ separo o hart harta a wari warisan san,, deng dengan an syarat syarat apabi apabila la pewa pewari riss tida tidakk memp mempuny unyai ai ketu keturun runan, an, baik baik anak anak laki laki-la -laki ki maup maupun un anak anak perem perempu puan, an, baik baik anak anak ketu keturun runan an itu itu dari dari suam suamii terse tersebut but ataupun bukan. Dalilnya adalah firman Allah: "... "... dan dan bagi bagi kali kalian an (par (para a suam suami) i) mend mendap apat at sepa separo ro dari dari hart harta a yang yang ditinggalkan istri-istri kalian, bila mereka (para istri) tidak mempunyai anak ..." (an-Nisa': 12) 2. Anak Anak perem perempu puan an (kand (kandun ung) g) menda mendapa patt bagi bagian an separ separo o hart harta a peni peningg nggal alan an pewaris, dengan dua syarat: Pewaris tidak mempunyai anak laki-laki (berarti anak perempuan tersebut tidak mempunyai saudara laki-laki, penj.). Apabila anak perempuan itu adalah anak tunggal. Dalilnya adalah firman Allah: "dan apabila ia (anak perempuan) hanya seorang, maka ia mendapat separo harta warisan yang ada". Bila kedua persyaratan tersebut tidak ada, maka anak perempuan pewaris tidak mendapat bagian setengah. 3. Cucu Cucu perem perempua puan n keturu keturuna nan n anak anak laki laki-l -lak akii akan akan mend mendapa apatt bagi bagian an sepa separo, ro, dengan tiga syarat: Apab Apabilila a ia tidak tidak memp mempuny unyai ai sauda saudara ra laki laki-l -lak akii (yakn (yaknii cucu cucu laki-l laki-lak akii dari dari keturunan anak laki-laki). Apabila hanya seorang (yakni cucu perempuan dari keturunan anak laki-laki tersebut sebagai cucu tunggal). Apabila pewaris tidak mempunyai anak perempuan ataupun anak laki-laki. Dalilnya sama saja dengan dalil bagian anak perempuan (sama dengan nomor nomor 2). Seba Sebab b cucu cucu perem perempua puan n dari dari ketu keturun runan an anak anak laki laki-la -laki ki sama sama kedu kedudu duka kann nnya ya deng dengan an anak anak kand kandun ung g pere peremp mpua uan n bila bila anak anak kand kandun ung g perempu perempuan an tidak tidak ada. Maka Maka firmanfirman-Nya Nya "yushi "yushikum kumull ullahu ahu fi auladik auladikum", um", PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
33
mencakup anak dan anak laki-laki dari keturunan anak, dan hal ini telah menjadi kesepakatan para ulama. 4. Saudara Saudara kandung kandung perempuan perempuan akan mendapat mendapat bagian bagian separo separo harta harta warisa warisan, n, dengan tiga syarat: Ia tidak mempunyai saudara kandung laki-laki. Ia hanya seorang diri (tidak mempunyai saudara perempuan). Pewaris tidak mempunyai ayah atau kakek, dan tidak pula mempunyai keturunan, baik keturunan laki-laki ataupun keturunan perempuan. • • •
Dalilnya adalah firman Allah berikut: "Mereka "Mereka memint meminta a fatwa fatwa kepadam kepadamu u (tentan (tentang g kalala kalalah). h). Kataka Katakanla nlah: h: 'Allah 'Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaituj: jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka maka bagi bagi saud saudara aranya nya yang yang perem perempu puan an itu itu seper seperdua dua dari dari hart harta a yang yang ditinggalkannya ...'" (an-Nisa': 176) 5. Saud Saudar ara a pere peremp mpua uan n seay seayah ah akan akan mend mendap apat at bagi bagian an sepa separo ro dari dari hart harta a warisan peninggalan pewaris, dengan empat syarat: Apabila ia tidak mempunyai saudara laki-laki. Apabila ia hanya seorang diri. Pewaris tidak mempunyai saudara kandung perempuan. Pewaris tidak mempunyai ayah atau kakak, dan tidak pula anak, baik anak laki-laki maupun perempuan. • • • •
Dali Daliln lnya ya sama sama deng dengan an Buti Butirr 4 (an(an-Ni Nisa sa':': 176) 176),, dan dan hal hal ini ini tela telah h menj menjad adii kesepakatan ulama. B. Ashhabul furudh yang Berhak Mendapat Seperempat
Adapun kerabat pewaris yang berhak mendapat seperempat (1/4) dari harta peningg peninggala alannya nnya hanya hanya ada dua, dua, yaitu yaitu suami suami dan istri. istri. Rincian Rinciannya nya sebaga sebagaii berikut: 1. Seora Seorang ng suam suamii berha berhakk menda mendapat pat bagian bagian seper seperem empat pat (1/4) (1/4) dari dari harta harta peninggalan istrinya dengan satu syarat, yaitu bila sang istri mempunyai anak atau cucu laki-laki dari keturunan anak laki-lakinya, baik anak atau cucu tersebut dari darah dagingnya ataupun dari suami lain (sebelumnya). Hal ini berdasarkan firman Allah berikut: "... "... Jika Jika istr istrii-is istr trim imu u itu itu memp mempun unya yaii anak anak,, maka maka kamu kamu mend mendap apat at seperempat dari harta yang ditinggalkannya É" (an-Nisa': 12) 2. Seor Seoran ang g ist istri akan akan mend endapat apat bagi bagian an sepe sepere rem mpat pat (1/4) 1/4) dari dari hart harta a pening peninggal galan an suamin suaminya ya dengan dengan satu satu syarat, syarat, yaitu yaitu apabil apabila a suami suami tidak tidak PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
34
mempunyai anak/cucu, baik anak tersebut lahir dari rahimnya ataupun dari rahim istri lainnya. Ketentuan ini berdasarkan firman Allah berikut: "... Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak ..." (an-Nisa': 12) Ada satu hal yang patut diketahui oleh kita --khususnya para penuntut ilmu-tentang bagian istri. Yang dimaksud dengan "istri mendapat seperempat" adalah bagi seluruh istri yang dinikahi seorang suami yang meninggal tersebut. Dengan kata lain, sekalipun seorang suami meninggalkan istri lebih dari satu, maka mereka tetap mendapat seperempat harta peninggalan suami mereka. Hal ini berdasar berdasarkan kan firman firman Allah Allah di atas, atas, yaitu yaitu dengan dengan diguna digunakan kannya nya kata kata lahunn lahunna a (dalam bentuk jamak) yang bermakna 'mereka perempuan'. Jadi, baik suami meningg meninggalka alkan n seorang seorang istri istri ataupun ataupun empat empat orang orang istri, istri, bagian bagian mereka mereka tetap tetap seperempat dari harta peninggalan. C. Ashhabul furudh yang Berhak Mendapat Seperdelapan
Dari sederetan ashhabul furudh yang berhak memperoleh memperoleh bagian seperdelapan seperdelapan (1/8 (1/8)) yait yaitu u ist istri. ri. Ist Istri, ri, baik baik seora eoran ng maup maupun un lebi lebih h akan akan mend mendap apat atka kan n seperdelapan dari harta peninggalan suaminya, bila suami mempunyai anak atau cucu, baik anak tersebut lahir dari rahimnya atau dari rahim istri yang lain. Dalilnya adalah firman Allah SWT: "... Jika kamu mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuh, wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar utang-utangmu ..." (an-Nisa': 12) D. Ashhabul furudh yang Berhak Mendapat Bagian Dua per Tiga
Ahli Ahli wari wariss yang yang berh berhak ak mend mendap apat at bagi bagian an dua dua per per tiga tiga (2/3 (2/3)) dari dari hart harta a peninggalan pewaris ada empat, dan semuanya terdiri dari wanita: Dua anak perempuan (kandung) atau lebih. Dua orang cucu perempuan keturunan anak laki-laki atau lebih. Dua orang saudara kandung perempuan atau lebih. Dua orang saudara perempuan seayah atau lebih. Ketentuan ini terikat oleh syarat-syarat seperti berikut: 1. Dua anak perempu perempuan an (kandung) (kandung) atau atau lebih lebih itu tidak tidak mempunyai mempunyai saudara saudara laki-laki, yakni anak laki-laki dari pewaris. Dalilnya firman Allah berikut: "... dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua per tiga dari harta yang ditinggalkan ..." (an-Nisa': 11) Ada Ada satu satu hal hal pent pentin ing g yang yang mest mestii kita kita keta ketahu huii agar agar tida tidakk ters terses esat at dala dalam m PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
35
memahami hukum yang ada dalam Kitabullah. Makna "fauqa itsnataini" bukanlah 'anak perempuan lebih dari dua', melainkan 'dua anak perempuan atau lebih', hal ini ini meru merupa paka kan n kese kesepa paka kata tan n para para ulam ulama. a. Mere Mereka ka bers bersan anda darr pada pada hadi hadits ts Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim yang mengisahkan vonis Rasulullah terhadap pengaduan istri Sa'ad bin ar-Rabi' r.a. --sebagaimana diungkapkan dalam bab sebelum ini. Hadi Hadits ts terse tersebut but sanga sangatt jela jelass dan dan tega tegass menu menunj njukk ukkan an bahw bahwa a makn makna a ayat ayat itsnataini adalah 'dua anak perempuan atau lebih'. Jadi, orang yang berpendapat bahwa maksud ayat tersebut adalah "anak perempuan lebih dari dua" jelas tidak benar dan menyalahi ijma' para ulama. Wallahu a'lam. 2. Dua orang cucu perem rempuan dari ket keturu urunan anak laki aki-laki aki akan mendap mendapatk atkan an bagian bagian dua per tiga tiga (2/3), (2/3), dengan dengan persyar persyarata atan n sebagai sebagai berikut: Pewa Pewari riss tida tidakk memp mempun unyai yai anak anak kand kandun ung, g, baik baik laki laki-l -lak akii atau atau perempuan. Pewaris tidak mempunyai dua orang anak kandung perempuan. Dua cucu putri tersebut tidak mempunyai saudara laki-laki. •
• •
3. Dua saudara saudara kandung kandung perempuan perempuan (atau (atau lebih) lebih) akan mendapat mendapat bagian bagian dua per tiga dengan persyaratan sebagai berikut: Bila Bila pewa pewari riss tida tidakk memp mempun unya yaii anak anak (bai (baikk laki laki-l -lak akii maup maupun un perempuan), juga tidak mempunyai ayah atau kakek. Dua saudara kandung perempuan (atau lebih) itu tidak mempunyai saudara laki-laki sebagai 'ashabah. Pewaris Pewaris tidak mempunyai anak perempuan, atau cucu perempuan perempuan dari keturunan anak laki-laki. Dalilnya adalah firman Allah: •
•
•
"... tetapi jika saudara perempuan perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya keduanya dua per tiga dari harta yang ditinggalkan ditinggalkan oleh yang meninggal meninggal ..." (anNisa': 176) 4. Dua saudara saudara perempu perempuan an seayah seayah (atau lebih) lebih) akan mendapat mendapat bagian bagian dua per tiga dengan syarat sebagai berikut: Bila pewaris tidak mempunyai anak, ayah, atau kakek. Kedua saudara perempuan seayah itu tidak mempunyai saudara laki-laki seayah. Pewaris tidak mempunyai anak perempuan atau cucu perempuan dari keturunan anak laki-laki, atau saudara kandung (baik laki-laki maupun perempuan). • •
•
Persyaratan yang harus dipenuhi bagi dua saudara perempuan seayah untuk mendapatkan bagian dua per tiga hampir sama dengan persyaratan dua saudara kand kandun ung g pere peremp mpua uan, n, hany hanya a di sini sini (sau (sauda dara ra seay seayah ah)) dita ditamb mbah ah deng dengan an keharusan adanya saudara kandung (baik laki-laki maupun perempuan). Dan PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
36
dali daliln lnya ya sama, sama, yait yaitu u ijma ijma'' para para ulam ulama a bahw bahwa a ayat ayat "... "... teta tetapi pi jika jika sauda saudara ra perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua per tiga dari harta yang ditin ditingg ggal alka kan n oleh oleh yang yang meni meningg nggal al ..." ..." (an-N (an-Nis isa' a':: 176) 176) menca mencaku kup p sauda saudara ra kandung kandung peremp perempuan uan dan saudara saudara perempu perempuan an seayah. seayah. Sedang Sedangkan kan saudara saudara perempuan seibu tidaklah termasuk dalam pengertian ayat tersebut. Wallahu a'lam. E. Ashhabul furudh yang Berhak Mendapat Bagian Sepertiga
Adapun ashhabul furudh yang berhak mendapatkan warisan sepertiga bagian hanya dua, yaitu ibu dan dua saudara (baik laki-laki ataupun perempuan) yang seibu. Seorang ibu berhak mendapatkan bagian sepertiga dengan syarat: Pewaris tidak mempunyai anak atau cucu laki-laki dari keturunan anak laki-laki. Pewari Pewariss tida tidakk memp mempun unya yaii dua dua orang orang sauda saudara ra atau atau lebih lebih (lak (laki-l i-lak akii maup maupun un perempuan), baik saudara itu sekandung atau seayah ataupun seibu. Dalilnya adalah firman Allah: "... dan jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga..." (an-Nisa': 11) Juga firman-Nya: "... "... jika jika yang yang meni meningg nggal al itu itu memp mempun unyai yai beber beberap apa a sauda saudara, ra, maka maka ibuny ibunya a mendapat seperenam..." (an-Nisa': 11) Catatan:
Lafazh ikhwatun bila digunakan dalam faraid (ilmu tentang waris) tidak berarti harus bermakna 'tiga atau lebih', sebagaimana makna yang masyhur dalam bahasa Arab --sebagai bentuk jamak. Namun, lafazh ini bermakna 'dua atau lebih'. Sebab dalam bahasa bentuk jamak terkadang digunakan dengan makna 'dua orang'. Misalnya dalam istilah shalat jamaah, yang berarti sah dilakukan hanya oleh dua orang, satu sebagai imam dan satu lagi sebagai makmum. Dalil lain yang menunjukkan kebenaran hal ini adalah firman Allah berikut: "Jika "Jika kamu kamu berdu berdua a berto bertobat bat kepa kepada da Alla Allah, h, maka maka sesun sesunggu gguhny hnya a hati hati kamu kamu berdua telah condong (untuk menerima kebaikan) É" (at-Tahrim: 4) Kemudian saudara laki-laki dan saudara perempuan seibu, dua orang atau lebih, akan mendapat bagian sepertiga dengan syarat sebagai berikut: Bila pewaris tidak mempunyai anak (baik laki-laki ataupun perempuan), juga tidak mempunyai ayah atau kakak. Jumlah saudara yang seibu itu dua orang atau lebih. PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
37
Adapun dalilnya adalah firman Allah: "... "... Jika Jika ses seseora eoran ng mat mati baik baik laki laki-l -lak akii maup maupun un perem erempu puan an yang yang tidak idak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu ..." (an-Nisa': 12) Catatan
Yang dimaksud dengan kalimat "walahu akhun au ukhtun" dalam ayat tersebut adala adalah h 'sauda 'saudara ra seib seibu' u'.. Sebab Sebab Alla Allah h SWT SWT tela telah h menj menjel elas aska kan n hukum hukum yang yang berkaitan dengan saudara laki-laki dan saudara perempuan sekandung dalam akhir surat an-Nisa'. Juga menjelaskan hukum yang berkaitan dengan bagian saudara laki-laki dan perempuan seayah dalam ayat yang sama. Karena itu seluruh ulama sepakat bahwa yang dimaksud dengan "akhun au ukhtun" dalam ayat itu adalah saudara laki-laki dan saudara perempuan seibu. Selain itu, ada hal lain yang perlu kita tekankan di sini yakni tentang firman "fahum syurakaa 'u fits tsulutsi" tsulutsi" (mereka bersekutu dalam yang sepertiga). sepertiga). Kata bersekutu menunjukkan kebersamaan. Yakni, mereka harus membagi sama di antara saudara laki-laki dan perempuan seibu tanpa membedakan bahwa lakilaki laki haru haruss memp memper erol oleh eh bagi bagian an yang yang lebi lebih h besa besarr dari daripa pada da pere peremp mpua uan. n. Kesim Kesimpul pulan annya nya,, bagi bagian an saud saudara ara laki laki-la -laki ki dan dan perem perempua puan n seibu seibu bila bila tela telah h memenuhi syarat-syarat di atas ialah sepertiga, dan pembagiannya sama rata baik yang laki-laki maupun perempuan. Pembagian mereka berbeda dengan bagian para saudara laki-laki/perempuan kandung dan seayah, yang dalam hal ini bagian saudara laki-laki dua kali lipat bagian saudara perempuan. Masalah 'Umariyyatan
Pada asalnya, seorang ibu akan mendapat bagian sepertiga dari seluruh harta peninggalan pewaris bila ia mewarisi secara bersamaan dengan bapak --seperti telah saya jelaskan--- berdasarkan pemahaman bagian ayat (artinya) "jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga". Akan tetapi, berkaitan dengan ini ada dua istilah yang muncul dan dikenal di kalangan fuqaha, yakni 'umariyyatan dan al-gharawaini. Disebut 'umariyyatan sebab kedua hal ini dilakukan oleh Umar bin Khathab dan disepakati oleh jumhur sahabat ridhwanullah 'alaihim. Sedangkan al-gharawaini bermakna 'dua bintang cemerlang', karena kedua istilah ini sangat masyhur. Dalam kasus ini, ibu hanya diberi sepertiga bagian dari sisa harta warisan yang ada, setelah sebelumnya PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
38
dikurangi bagian suami atau istri. Agar lebih jelas, saya sertakan contohnya. Contoh Pertama Seorang istri wafat dan meninggalkan suami, ibu, dan ayah. Suami mendapat bagia bagian n seten setenga gah h (1/2) (1/2) dari dari selur seluruh uh hart harta a waris warisan an yang yang ada. ada. Ibu Ibu mend mendap apat at sepertiga (1/3) dari sisa setelah diambil bagian suami. Kemudian ayah mendapat seluruh sisa yang ada. Untuk lebih jelas lagi saya berikan tabelnya: Pokok masalahnya dari 6 Keterangan
Suami Ibu Ayah
Jumlah Bagian
Nilai
1/2 1/3 dari sisa setelah dikurangi bagian suami Seluruh sisa peninggalan sebagai 'ashabah
3 1 2
Dalam contoh kasus ini ibu mendapatkan bagian sepertiga dari sisa setelah diambil diambil bagian suami pewaris, sebab bila ia memperoleh sepertiga dari seluruh harta yang ada maka ia akan mendapat bagian dua kali lipat bagian ayah. Hal ini tentunya bertentangan dengan kaidah dasar faraid yang telah ditegaskan dalam Al-Qur'an Al-Qur'an dalam bagian ayat "lidzdzakari mitslu hazhzhil untsayain". untsayain". Karenanya untuk tetap menegakkan kaidah dasar tersebut, ibu mendapat bagian sepertiga dari harta warisan setelah diambil hak suami pewaris. Dengan demikian, hak ayah menjadi dua kali lipat dari bagian yang diterima ibu. Contoh Kedua Seorang suami meninggal dunia dan ia meninggalkan istri, ibu, dan ayah. Istri mendapat bagian seperempat (1/4) dari seluruh harta peninggalan suaminya, sedangkan ibu mendapat bagian tiga per empat dari sisa setelah diambil hak istri. Sedangkan bagian ayah adalah sisa harta yang ada sebagai 'ashabah.
Pokok masalahnya dari 4 Keterangan
Isteri Ibu Ayah
Jumlah Bagian
1/4 1/3 dari sisa setelah dikurangi bagian isteri Mendapat bagian seluruh sisa peninggalan yang ada sebagai 'ashabah
Nilai
1 1 2
Dari kedua contoh tersebut tampak oleh kita bahwa pada hakikatnya hakikatnya bagian ibu PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
39
pada tabel tabel pertama pertama adalah adalah seperen seperenam am (1/6), (1/6), sedangk sedangkan an pada pada tabel tabel kedua kedua adalah seperempat (1/4). Adapun penyebutannya dengan istilah sepertiga dari sisa setelah diambil hak suami atau istri adalah karena menyesuaikan adab qur'ani. Masalah 'umariyyatan ini pernah terjadi pada masa sahabat, tepatnya masa Umar bin Khathab r.a.. Dalam masalah ini terdapat dua pendapat yang terkenal. Pendapat pertama dintarakan oleh Zaid bin Tsabit r.a. yang kemudian diambil oleh jumhur ulama serta dikokohkan oleh Umar bin Khathab dengan menyatakan bahwa bagian ibu adalah sepertiga dari sisa setelah diambil hak suami atau istri. Sedangkan Sedangkan pendapat pendapat yang kedua diutarakan diutarakan oleh Ibnu Abbas r.a.. Menurutnya, Menurutnya, ibu tetap mendapat bagian sepertiga (1/3) dari seluruh harta yang ditinggalkan suami atau istri (anaknya). Bahkan Ibnu Abbas menyanggah pendapat Zaid bin Tsabit: Tsabit: "Apaka "Apakah h memang memang ada di dalam dalam Al-Qur' Al-Qur'an an istila istilah h seperti sepertiga ga dari sisa sisa setelah diambil hak suami atau istri?" Zaid menanggapinya dengan mengatakan: "Di dalam Kitabullah juga tidak disebutkan bahwa bagian ibu sepertiga dari seluruh harta peninggalan yang ada bila ibu bersama-sama mewarisi dengan salah satu suami atau istri. Sebab yang disebutkan di dalam Al-Qur'an hanya "wawaritsahu abawahu". Jadi, menurut hemat saya, apa yang dipahami Zaid dan dipilih oleh jumhur ulama serta ditetapkan oleh Umar bin Khathab itulah pendapat yang sahih. Wallahu a'lam. F. Asbhabul Furudh yang Mendapat Bagian Seperenam
Adapun asbhabul furudh yang berhak mendapat bagian seperenam (1/6) ada tujuh orang. Mereka adalah (1) ayah, (2) kakek asli (bapak dari ayah), (3) ibu, (4) cucu perempuan keturunan anak laki-laki, (5) saudara perempuan seayah, (6) nenek asli, (7) saudara laki-laki dan perempuan seibu. 1. Seor Seoran ang g ayah ayah akan akan mend mendap apat at bagi bagian an sepe sepere rena nam m (1/6 (1/6)) bila bila pewa pewari riss mempunyai anak, baik anak laki-laki atau anak perempuan. Dalilnya firman Allah (art (artin inya ya): ): "... "... Dan Dan untu untukk dua dua oran orang g ibu ibu bapa bapak, k, bagi bagi masi masing ng-m -mas asin ingn gnya ya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak ..." (an-Nisa': 11) 2. Seorang kakek (bapak dari ayah) akan mendapat bagian seperenam (1/6) bila pewaris pewaris mempun mempunyai yai anak laki-l laki-laki aki atau atau perempu perempuan an atau atau cucu laki-l laki-laki aki dari keturunan anak --dengan syarat ayah pewaris tidak ada. Jadi, dalam keadaan demik demikia ian n sala salah h seora seorang ng kakek kakek akan akan mend mendud uduki uki kedu keduduk dukan an seora seorang ng ayah, ayah, kecuali dalam tiga keadaan yang akan saya rinci dalam bab tersendiri. 3. Ibu akan memperoleh seperenam (1/6) bagian dari harta yang ditinggalkan PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
40
pewaris, dengan dua syarat: Bila Bila pewaris pewaris mempuny mempunyai ai anak laki-la laki-laki ki atau atau perempu perempuan an atau atau cucu cucu laki-l laki-laki aki keturunan anak laki-laki. Bila pewaris mempunyai dua orang saudara atau lebih, baik saudara laki-laki ataupun perempuan, baik sekandung, seayah, ataupun seibu. Dalilnya firman Allah (artinya): "... "... jika jika yang yang meni meningg nggal al itu itu memp mempun unyai yai beber beberap apa a sauda saudara, ra, maka maka ibuny ibunya a mendapat seperenam ..." (an-Nisa': 11). 4. Cucu Cucu pere peremp mpua uan n dari dari keturu keturuna nan n anak anak laki laki-l -lak akii seora seorang ng atau atau lebi lebih h akan akan mend mendap apat at bagi bagian an sepe sepere rena nam m (1/6 (1/6), ), apab apabilila a yang yang meni mening ngga gall (pew (pewar aris is)) mempunyai satu anak perempuan. Dalam keadaan demikian, anak perempuan tersebut mendapat bagian setengah (1/2), dan cucu perempuan dari keturunan anak laki-laki pewaris mendapat seperenam (1/6), sebagai pelengkap dua per tiga tiga (2/3). (2/3). Dali Daliln lnya ya adal adalah ah hadit haditss yang yang diri diriwa waya yatk tkan an Imam Imam Bukh Bukhari ari dalam dalam sahihny sahihnya a bahwa bahwa Abu Musa Musa al-Asy' al-Asy'ari ari r.a. r.a. ditanya ditanya tentan tentang g masala masalah h warisa warisan n seseorang yang meninggalkan seorang anak perempuan, cucu perempuan dari keturun keturunan an anak laki-l laki-laki akinya, nya, dan saudara saudara peremp perempuan. uan. Abu Musa Musa kemudi kemudian an menjawab: "Bagi anak perempuan mendapat bagian separo (1/2), dan yang setengah sisanya menjadi bagian saudara perempuan." Mera Merasa sa kura kuran ng puas puas deng dengan an jawab awaban an Abu Mus Musa, sang sang penan enanya ya perg pergii mendatangi Ibnu Mas'ud. Maka Ibnu Mas'ud berkata: "Aku akan memutuskan seperti apa yang pernah diputuskan Rasulullah saw., bagi anak perempuan separo (1/2) harta peninggalan pewaris, dan bagi cucu perempuan keturunan dari anak laki-laki mendapat bagian seperenam (1/6) sebagai pelengkap 2/3, dan sisanya menjadi bagian saudara perempuan pewaris." Mendengar jawaban Ibnu Mas'ud, sang penanya kembali menemui Abu Musa alAsy'ari Asy'ari dan member memberii tahu tahu permasa permasalaha lahannya nnya.. Kemudi Kemudian an Abu Musa Musa berkata berkata:: "Janganlah sekali-kali kalian menanyaiku selama sang alim ada di tengah-tengah kalian." Catatan Cucu Cucu perem perempu puan an dari dari ketu keturu runan nan anak anak laki laki-l -lak akii akan akan menda mendapa patk tkan an bagian bagian seperenam (1/6) dengan syarat bila pewaris tidak mempunyai anak laki-laki. Sebab bila ada anak laki-laki, laki-laki, maka anak tersebut tersebut menjadi penggugur hak sang cucu. Selain itu, pewaris juga tidak mempunyai anak perempuan lebih dari satu orang orang.. Seba Sebab b jika jika lebi lebih h dari dari satu satu orang orang,, anak-a anak-anak nak perem perempu puan an itu itu berha berhakk mend mendap apat at bagi bagian an dua dua per per tiga tiga (2/3 (2/3), ), dan dan seka sekaliligu guss menj menjad adii peng penggu gugu gur r (penghalang) hak waris cucu perempuan dari keturunan anak laki-laki pewaris. 5. Saudara perempuan seayah satu orang atau lebih akan mendapat bagian seper seperena enam m (1/6) (1/6),, apab apabilila a pewa pewaris ris memp mempuny unyai ai seora seorang ng saud saudara ara kand kandun ung g PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
41
perem perempua puan. n. Hal Hal ini ini huku hukumn mnya ya sama sama deng denga a kead keadaan aan jika jika cucu cucu perem perempu puan an keturunan keturunan anak laki-laki bersamaan bersamaan dengan adanya anak perempuan. perempuan. Jadi, bila seseorang meninggal dunia dan meninggalkan saudara perempuan sekandung dan saudara perempuan seayah atau lebih, maka saudara perempuan seayah mendapat bagian seperenam (1/6) sebagai penyempurna dari dua per tiga (2/3). Sebab ketika saudara perempuan perempuan kandung memperoleh memperoleh setengah setengah (1/2) bagian, maka tidak ada sisa kecuali seperenam (1/6) yang memang merupakan hak saudara perempuan seayah. 6. Saudara Saudara laki-l laki-laki aki atau atau perempu perempuan an seibu seibu akan akan mendapa mendapatt bagian bagian masing masing-masing seperenam (1/6) bila mewarisi sendirian. Dalilnya adalah firman Allah (artiny (artinya) a) "jika "jika seseora seseorang ng mati mati baik baik laki-l laki-laki aki maupun maupun perempu perempuan an yang tidak tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta". Dan persyaratannya adalah bila pewaris tidak mempunyai pokok (yakni kakek) dan tidak pula cabang (yakni anak, baik laki-laki atau perempuan). 7. Nenek asli mendapatkan bagian seperenam (1/6) ketika pewaris tidak lagi mempunyai ibu. Ketentuan demikian baik nenek itu hanya satu ataupun lebih (dari jalur ayah maupun ibu), yang jelas seperenam itu dibagikan secara rata kepada mereka. Hal ini berlandaskan pada apa yang telah ditetapkan di dalam hadits sahih dan ijma' seluruh sahabat. Ashhabus Ashhabus Sunan Sunan meriwa meriwayat yatkan kan bahwa bahwa seorang seorang nenek nenek datang datang kepada kepada Abu Bakar ash-Shiddiq r.a. untuk menuntut hak warisnya. Abu Bakar menjawab: "Saya "Saya tida tidakk menda mendapa patiti hakm hakmu u dala dalam m Al-Q Al-Qur' ur'an an maka maka pula pulang ngla lah h dulu, dulu, dan dan tunggulah hingga aku menanyakannya kepada para sahabat Rasulullah saw." Kemudi Kemudian an al-Mug al-Mughir hirah ah bin Syu'ba Syu'bah h mengat mengatakan akan kepada kepada Abu Bakar: Bakar: "Suatu "Suatu ketika aku pernah menjumpai Rasulullah saw. memberikan hak seorang nenek seperenam (1/6)." Mendengar pernyataan al-Mughirah itu Abu Bakar kemudian memanggil nenek tadi dan memberinya seperenam (1/6). Wallahu a'lam.
PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
42
IV. DEFINISI 'ASHABAH
KATA 'ashabab dalam bahasa Arab berarti kerabat seseorang dari pihak bapak. Disebut demikian, dikarenakan mereka --yakni kerabat bapak-- menguatkan dan melindungi. Dalam kalimat bahasa Arab banyak digunakan kata 'ushbah sebagai ungkapan bagi kelompok yang kuat. Demikian juga di dalam Al-Qur'an, kata ini sering kali digunakan, di antaranya dalam firman Allah berikut: "Mereka berkata: 'Jika ia benar-benar dimakan serigala, sedang kami golongan (yang (yang kuat), kuat), sesunggu sesungguhny hnya a kami kalau kalau demiki demikian an adalah adalah orang-or orang-orang ang yang yang merugi.'" (Yusuf: 14) Maka jika dalam faraid kerabat diistilahkan dengan 'ashabah hal ini disebabkan merek mereka a meli melind ndun ungi gi dan dan mengu menguat atka kan. n. Inil Inilah ah penge pengert rtia ian n 'ash 'ashab abah ah dari dari segi segi bahasa. Sedangkan pengertian 'ashabah menurut istilah para fuqaha ialah ahli waris yang tidak disebutkan banyaknya bagian di dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah dengan tegas. Sebagai contoh, anak laki-laki, cucu laki-laki keturunan anak lakilaki, laki, sauda saudara ra kand kandung ung lakilaki-la laki ki dan saud saudar ara a laki laki-la -laki ki seaya seayah, h, dan pama paman n (saudara kandung ayah). Kekerabatan mereka sangat kuat dikarenakan berasal dari pihak ayah. Pengertian 'ashabah yang sangat masyhur di kalangan ulama faraid ialah orang yang menguasai harta waris karena ia menjadi ahli waris tunggal. Selain itu, ia juga menerima seluruh sisa harta warisan setelah ashhabul furudh menerima dan mengambil bagian masing-masing. A. Dalil Hak Waris Para 'Ashabah Dalil yang menyatakan bahwa para 'ashabah berhak mendapatkan waris kita dapati di dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah. Dalil Al-Qur'an yang dimaksud ialah (artinya): "dan untuk dua orang ibu bapak, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga" (an-Nisa': 11). Dalam ayat ini disebutkan bahwa bagian kedua orang tua (ibu dan bapak) masing-m masing-masi asing ng mendapa mendapatka tkan n seperen seperenam am (1/6) (1/6) apabila apabila pewaris pewaris mempun mempunyai yai keturun keturunan. an. Tetapi Tetapi bila bila pewari pewariss tidak tidak mempuny mempunyai ai anak, anak, maka maka seluruh seluruh harta harta penin peningg ggal alan annya nya menj menjad adii mili milikk kedu kedua a oran orang g tua. tua. Ayat Ayat terse tersebut but juga juga tela telah h menegaskan bahwa bila pewaris tidak mempunyai anak, maka ibu mendapat bagian sepertiga (1/3). Namun, ayat tersebut tidak menjelaskan berapa bagian ayah. Dari sini dapat kita pahami bahwa sisa setelah diambil bagian ibu, dua per tiganya (2/3) menjadi hak ayah. Dengan demikian, penerimaan ayah disebabkan ia sebagai 'ashabah. PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
43
Dalil Al-Qur'an yang lainnya ialah (artinya) "jika seorang meninggal dunia, dan ia tida tidakk memp mempun unya yaii anak anak dan dan memp mempun unya yaii saud saudar ara a pere peremp mpua uan, n, maka maka bagi bagi saudaranya saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, ditinggalkannya, dan saudaranya saudaranya yang laki-laki mempusakai mempusakai (seluruh (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak." (an-Nisa': 176). Pada Pada ayat ayat ini ini tida tidakk dise disebu butk tkan an bagi bagian an saud saudar ara a kand kandun ung. g. Namu Namun, n, yang yang disebut disebutkan kan justru justru saudara saudara kandung kandung akan akan mengua menguasai sai (mendap (mendapatk atkan an bagian bagian)) seluruh harta peninggalan yang ada bila ternyata pewaris tidak mempunyai keturun keturunan. an. Kemudi Kemudian, an, makna makna kalimat kalimat "wahuwa "wahuwa yaritsu yaritsuha" ha" member memberii isyarat isyarat bahwa seluruh harta peninggalan menjadi haknya. Inilah makna 'ashabah. Sedangkan dalil dari As-Sunnah adalah apa yang disabdakan Rasulullah saw.: "Bagikanlah harta peninggalan (warisan) kepada yang berhak, dan apa yang tersisa menjadi hak laki-laki yang paling utama. " (HR Bukhari) Hadits ini menunjukkan perintah Rasulullah saw. agar memberikan hak waris kepada ahlinya. Maka jika masih tersisa, hendaklah diberikan kepada orang lakilaki yang paling utama dari 'ashabah. Ada satu satu keistim keistimewaa ewaan n dalam dalam hadits hadits ini menyang menyangkut kut kata kata yang digunak digunakan an Rasulullah dengan menyebut "dzakar" setelah kata "rajul", sedangkan kata "rajul" jel jelas as menun menunju jukk kkan an makna makna seor seorang ang lakilaki-lak laki.i. Hal Hal ini ini dima dimaks ksudk udkan an untu untukk menghindari salah paham, jangan sampai menafsirkan kata ini hanya untuk orang dewasa dan cukup umur. Sebab, bayi laki-laki pun berhak mendapatkan warisan sebagai 'ashabah dan menguasai seluruh harta warisan yang ada jika dia dia send sendir iria ian. n. Inil Inilah ah raha rahasi sia a makn makna a sabd sabda a Rasu Rasulu lullllah ah saw. saw. dala dalam m hal hal penggunaan kata "dzakar". B. Macam-macam 'Ashabah 'Ashabah terbagi dua yaitu: 'ashabah nasabiyah (karena nasab) dan 'ashabah saba sababi biya yah h (kar (karen ena a seba sebab) b).. Jeni Jeniss 'ash 'ashab abah ah yang yang kedu kedua a ini ini dise diseba babk bkan an memerde memerdekaka kakan n budak. budak. Oleh Oleh sebab sebab itu, itu, seorang seorang tuan tuan (pemili (pemilikk budak) budak) dapat dapat menjadi ahli waris bekas budak yang dimerdekakannya apabila budak tersebut tidak mempunyai keturunan. Sedan Sedangka gkan n 'asha 'ashabah bah nasab nasabiy iyah ah terb terbagi agi tiga tiga yait yaitu: u: (1) 'ashab 'ashabah ah bin bin nafs nafs (nasa (nasabny bnya a tida tidakk terca tercamp mpur ur unsur unsur wani wanita ta), ), (2) 'ash 'ashaba abah h bil bil ghai ghairr (men (menja jadi di 'ashabah karena yang lain), dan (3) 'ashabah ma'al ghair (menjadi 'ashabah bersama-sama dengan yang lain). Catatan PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
44
Dalam dunia faraid, apabila lafazh 'ashabah disebutkan tanpa diikuti kata lainnya (tanp (tanpa a dibar dibaren engi gi bil bil ghai ghairr atau atau ma'al ma'al ghair ghair), ), maka maka yang yang dima dimaksu ksud d adal adalah ah 'ashabah bin nafs. 'Ashabah bin nafs 'Ashabah bin nafs, yaitu laki-laki yang nasabnya kepada pewaris tidak tercampuri kaum wanita, mempunyai empat arah, yaitu: Arah anak, mencakup mencakup seluruh laki-laki laki-laki keturunan keturunan anak laki-laki mulai cucu, cicit, dan seterusnya. Arah bapak, mencakup ayah, kakek, dan seterusnya, yang pasti hanya dari pihak laki-laki, misalnya ayah dari bapak, ayah dari kakak, dan seterusnya. Arah saudara laki-laki, mencakup saudara kandung laki-laki, saudara laki-laki seaya seayah, h, anak anak laki laki-l -laki aki keturu keturuna nan n sauda saudara ra kand kandung ung laki laki-la -laki ki,, anak anak laki laki-l -laki aki keturunan saudara laki-laki seayah, dan seterusnya. Arah ini hanya terbatas pada saudara kandung laki-laki dan yang seayah, termasuk keturunan mereka, namun hanya yang laki-laki. Adapun saudara laki-laki yang seibu tidak termasuk 'ashabah disebabkan mereka termasuk ashhabul furudh. Arah paman, mencakup paman (saudara laki-laki ayah) kandung maupun yang seayah, termasuk keturunan mereka, dan seterusnya. Keempat arah 'ashabah bin nafs tersebut kekuatannya sesuai urutan di atas. Arah anak lebih didahulukan (lebih kuat) daripada arah ayah, dan arah ayah lebih kuat daripada arah saudara. Hukum 'Ashabah bin nafs Telah saya jelaskan bahwa 'ashabah bi nafsihi mempunyai empat arah, dan derajat kekuatan hak warisnya sesuai urutannya. Bila salah satunya secara tunggal (sendirian) menjadi ahli waris seorang yang meninggal dunia, maka ia berhak berhak mengam mengambil bil seluruh seluruh warisan warisan yang ada. Namun bila bila ternyat ternyata a pewaris pewaris mempunyai ahli waris dari ashhabul furudh, maka sebagai 'ashabah mendapat sisa harta setelah dibagikan kepada ashhabul furudh. Dan bila setelah dibagikan kepada ashhabul furudh ternyata tidak ada sisanya, maka para 'ashabah pun tidak mendapat bagian. Sebagai misal, seorang istri wafat dan meninggalkan suami, saudara kandung perempuan, saudara laki-laki seayah. Sang suami mendapat bagian setengah (1/2), saudara perempuan mendapat bagian bagian setenga setengah h (1/2). (1/2). Saudara Saudara seayah seayah tidak tidak mendap mendapat at bagian bagian diseba disebabkan bkan ashhabul furudh telah menghabiskannya. Adap Adapun un bila bila para ara 'ash 'ashab abah ah bin naf nafs lebih ebih dari dari satu satu ora orang, ng, mak maka cara cara pentarjihannya (pengunggulannya) sebagai berikut: Pertama: Pertarjihan dari Segi Arah Apabila dalam suatu keadaan pembagian waris terdapat beberapa 'ashabah bin PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
45
nafs nafsih ih,, maka maka peng pengun ungg ggul ulan anny nya a dili diliha hatt dari dari segi segi arah arah.. Arah Arah anak anak lebi lebih h didah didahul uluk ukan an diba diband nding ingka kan n yang yang lain lain.. Anak Anak akan akan menga mengamb mbilil selu seluru ruh h harta harta peninggalan yang ada, atau akan menerima sisa harta waris setelah dibagikan kepada ashhabul furudh bagian masing-masing. Apabila anak tidak ada, maka cucu laki-laki dari keturunan anak laki-laki dan seterusnya. Sebab cucu akan menduduki posisi anak bila anak tidak ada. Misalnya, seseorang wafat dan meningg meninggalka alkan n anak laki-l laki-laki, aki, ayah, ayah, dan saudara saudara kandung kandung.. Dalam Dalam keadaan keadaan demikian, yang menjadi 'ashabah adalah anak laki-laki. Sebab arah anak lebih didahul didahuluka ukan n daripada daripada arah yang yang lain. lain. Sedangk Sedangkan an ayah ayah termas termasuk uk ashhabu ashhabull furudh dikarenakan mewarisi bersama-sama dengan anak laki-laki. Sementara itu, saudara kandung laki-laki tidak mendapatkan waris dikarenakan arahnya lebih lebih jauh. jauh. Pengecu Pengecuali alianny annya, a, bila bila antara antara saudara saudara kandung kandung laki-l laki-laki aki maupun maupun saudara laki-laki seayah berhadapan dengan kakak. Rinciannya, insya Allah akan saya paparkan pada bab tersendiri. Kedua: Pentarjihan secara Derajat Apabi Apabila la dala dalam m suatu suatu keada keadaan an pemb pembag agia ian n wari wariss terd terdap apat at bebe bebera rapa pa oran orang g 'ashabah bi nafsihi, kemudian mereka pun dalam satu arah, maka pentarjihannya dengan melihat derajat mereka, siapakah di antara mereka yang paling dekat derajatnya derajatnya kepada pewaris. Sebagai misal, seseorang seseorang wafat dan meninggalkan meninggalkan anak serta cucu keturunan anak laki-laki. Dalam hal ini hak warisnya secara 'ashabah diberikan kepada anak, sedangkan cucu tidak mendapatkan bagian apa pun. Sebab, anak lebih dekat kepada pewaris dibandingkan cucu laki-laki. Contoh lain, bila seseorang wafat dan meninggalkan saudara laki-laki seayah dan anak anak dari dari sauda saudara ra kandun kandung, g, maka maka sauda saudara ra seay seayahl ahlah ah yang yang mend mendapa apatt warisan. Sebab ia lebih dekat kedudukannya dari pada anak saudara kandung. Keadaan seperti ini disebut pentarjihan menurut derajat kedekatannya dengan pewaris. Ketiga: Pentarjihan Menurut Kuatnya Kekerabatan Bila dalam suatu keadaan keadaan pembagian pembagian waris terdapat banyak 'ashabah bi nafsihi nafsihi yang sama dalam arah dan derajatnya, maka pentarjihannya dengan melihat manakah di antara mereka yang paling kuat kekerabatannya dengan pewaris. Sebagai contoh, saudara kandung lebih kuat daripada seayah, paman kandung lebi lebih h kuat kuat dari daripad pada a paman paman seay seayah, ah, anak anak dari dari saud saudara ara kand kandung ung lebi lebih h kuat kuat daripada anak dari saudara seayah, dan seterusnya. Catatan Perlu untuk digarisbawahi dalam hal pentarjihan dari segi kuatnya kekerabatan di sini, bahwa kaidah tersebut hanya dipakai untuk selain dua arah, yakni arah anak dan arah bapak. Artinya, Artinya, pentarjihan menurut kuatnya kekerabatan hanya digunakan untuk arah saudara dan arah paman. PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
46
Mengapa Anak Lebih Didahulukan daripada Bapak? Satu pertanyaan yang sangat wajar dan mesti diketahui jawaban serta hikmah di dalamnya. Sebab, keduanya memiliki posisi sederajat dari segi kedekatan nasab pada pada sese seseor oran ang, g, ayah ayah seba sebaga gaii pok pokok dan anak anak merup erupak aka an caban abang. g. Berdasarkan posisi ini sebaiknya garis anak tidak didahulukan daripada garis ayah. Namun demikian, ada dua landasan mengapa garis anak lebih didahulukan. Landasan pertama berupa dalil Al-Qur'an, sedangkan yang kedua berupa dalil aqli aqli.. Firm Firman an-N -Nya ya (arti (artiny nya) a) "dan "dan untu untukk dua dua orang orang ibu-b ibu-bap apak, ak, bagi bagi masi masing ng-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak." (an-Nisa: 11). Dalam ayat tersebut Allah SWT menjadikan ayah sebagai ashhabul furudh bila pewaris mempunyai anak, sedangkan bagian anak tidak disebutkan. Dengan demi demiki kian an,, jela jelasl slah ah bahw bahwa a anak anak akan akan mend mendap apat atka kan n selu seluru ruh h sisa sisa hart harta a penin peningg ggal alan an pewa pewari ris, s, sete setela lah h masi masing ng-ma -masi sing ng dari dari ashha ashhabu bull furu furudh dh tela telah h mendapatkan bagiannya. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa garis anak lebih didahulukan daripada garis bapak. Sedangkan secara aqli, manusia pada umumnya merasa khawatir terhadap anak (keturun (keturunanny annya), a), baik baik dalam dalam hal kesela keselamat matanny annya a maupun maupun kehidu kehidupan pan masa masa depannya. Oleh sebab itu, orang tua berusaha bekerja keras untuk memperoleh harta dan berhemat dalam membelanjakannya, semuanya demi kesejahteraan keturunannya. keturunannya. Bahkan, tidak sedikit orang tua yang bersikap bakhil, sangat kikir dalam membelanjakan hartanya, demi kepentingan masa depan anaknya. Maka sangat tepat apa yang disabdakan Rasulullah saw. dalam sebuah haditsnya "alwaladu mabkhalah majbanah" (anak dapat membuat seseorang berlaku bakhil dan pengecut). Makna hadits tersebut sangat jelas bahwa orang tua menjadi kikir --bahkan pengecut-- karena sangat khawatir terhadap masa depan anaknya. Karena itu mereka tidak segan-segan segan-segan menimbun menimbun harta dan kekayaan kekayaan demi menyenangkan menyenangkan keturu keturuna nan n pada pada masa masa menda mendata tang. ng. Tida Tidakk sedik sedikitit oran orang g tua tua yang yang menj menjad adii pengecut hanya disebabkan menjaga kemaslahatan keturunannya pada hari depannya. Dengan demikian, mereka takut berhadapan dengan musuh atau siapa pun yang mengganggu kemudahan jalan rezekinya. Inilah alasan bahwa hati seseorang cenderung lebih dekat kepada anaknya dibandingkan kepada ayahnya. Wallahu a'lam. Catatan Satu hal yang mesti kita ketahui bahwa 'ashabah bi nafsihi harus dari kalangan laki-laki, sedangkan dari kalangan wanita hanyalah wanita pemerdeka budak. Jika demikian berarti wanita tersebut sebagai 'ashabah bi nafsihi, bila budak PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
47
yang dibebaskannya tidak mempunyai keturunan (kerabat). 'Ashabah bi Ghairihi dan Hukumnya 'Ash 'Ashab abah ah bi ghai ghairi rihi hi hany hanya a terb terbat atas as pada pada empa empatt oran orang g ahli ahli wari wariss yang yang kesemuanya wanita: Anak perempuan, akan menjadi 'ashabah bila bersamaan dengan saudara lakilakinya (yakni anak laki-laki). Cucu Cucu pere peremp mpua uan n ketu keturu runa nan n anak anak laki laki-l -lak akii akan akan menj menjad adii 'ash 'ashab abah ah bila bila berbarengan dengan saudara laki-lakinya, atau anak laki-laki pamannya (yakni cucu laki-laki keturunan anak laki-laki), baik sederajat dengannya atau bahkan lebih di bawahnya. Saudara kandung perempuan akan menjadi 'ashabah bila bersama saudara kandung laki-laki. Saudara perempuan seayah akan menjadi 'ashabah bila bersamaan dengan saudara laki-lakinya, dan pembagiannya, bagian laki-laki dua kali lipat bagian perempuan. Syarat-syarat 'Ashabah bi Ghairihi 'Ashabah bi Ghairihi tidak akan terwujud kecuali dengan beberapa persyaratan berikut: Pertama: haruslah wanita yang tergolong ashhabul furudh. Bila wanita tersebut bukan bukan dari dari ashhabu ashhabull furudh, furudh, maka tidak tidak akan menjad menjadii 'ashaba 'ashabah h bi ghairih ghairih.. Sebagai contoh, anak perempuan dari saudara laki-laki tidak dapat menjadi 'ashabah bi ghairih dengan adanya saudara kandung laki-laki dalam deretan ahli waris. waris. Sebab Sebab dalam dalam keadaan keadaan demiki demikian, an, anak anak perempu perempuan an saudara saudara laki-l laki-laki aki bukanlah termasuk ashhabul furudh. Kedua Kedua:: laki laki-l -laki aki yang yang menj menjad adii 'asha 'ashaba bah h (peng (pengua uat) t) harus harus yang yang sede sedera rajat jat.. Misa Misaln lnya, ya, anak anak laki laki-l -lak akii tidak tidak dapat dapat menj menjad adii penpen-ta ta's 'shi hih h (peng (penguat uat)) cucu cucu perempuan, dikarenakan anak laki-laki tidak sederajat dengan cucu perempuan, bahkan ia berfungsi sebagai pen-tahjib (penghalang) hak waris cucu. Begitu juga anak laki-laki keturunan saudara laki-laki, tidaklah dapat menguatkan saudara kandung perempuan disebabkan tidak sederajat. Ketiga: Ketiga: laki-laki laki-laki yang yang menjadi menjadi penguat penguat harus harus sama sama kuat kuat dengan dengan ahli ahli waris waris perempuan perempuan shahibul shahibul fardh. Misalnya, Misalnya, saudara laki-laki laki-laki seayah tidak dapat menta'shih ta'shih saudara kandung perempuan. Sebab saudara kandung perempuan perempuan lebih kuat kekerabatannya daripada saudara laki-laki seayah. Catatan Setia Setiap p pere peremp mpua uan n ahli ahli wari wariss berh berhak ak mend mendapa apatt bagi bagian an seteng setengah ah (1/2) (1/2) jika jika sendiri sendirian, an, ia berhak berhak mendapa mendapatka tkan n bagian bagian dua per tiga tiga (2/3) (2/3) bila bila menerim menerima a bersama saudara perempuannya, dan akan menjadi 'ashabah bila mempunyai saudara laki-laki. Kaidah ini hanya berlaku bagi keempat ahli waris dari kalangan PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
48
wanita yang saya sebutkan (yakni anak perempuan, cucu perempuan keturunan anak laki-laki, saudara kandung perempuan, dan saudara perempuan seayah). Dalil Hak Waris 'Ashabah bi Ghairihi Dalil bagi hak waris para 'ashabah bi ghairih adalah firman Allah (artinya): "bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan" (an-Nisa': 11). Dan juga berlandaskan firman-Nya (artinya): "dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sebanyak bagian dua orang saudara perempuan" (an-Nisa': 176). Para Para ulam ulama a sepak sepakat at bahwa bahwa yang yang dima dimaks ksud ud deng dengan an "ikh "ikhwat watan an"" dala dalam m ayat ayat tersebut adalah saudara laki-laki dan saudara kandung perempuan dan yang seayah. Mereka berpendapat bahwa kata ikhwatan tidak mencakup saudara lakilaki atau perempuan yang seibu, disebabkan hak waris mereka berdasarkan fardh (termasuk ashhabul furudh) bukan sebagai 'ashabah. Selain itu, hak waris mereka pun antara laki-laki dan perempuan-- sama rata, berdasarkan firman-Nya (artinya): "maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu" (an-Nisa': 12). Sebab Penamaan 'Ashabah bi Ghairihi Adapun Adapun sebab sebab penama penamaan an 'ashaba 'ashabah h bi ghairih ghairihii adalah adalah karena karena hak 'ashaba 'ashabah h keempat wanita itu bukanlah karena kedekatan kekerabatan mereka dengan pewaris, akan tetapi karena adanya 'ashabah lain ('ashabah bi nafsihi), seperti saudara kandung laki-laki ataupun saudara laki-laki seayah mereka. Bila para 'ashabah bi nafsihi itu tidak ada, maka keempat wanita tersebut mendapat hak warisnya secara fardh. 'Ashabah ma'al Ghair 'Ashabah ma'al Ghair ini khusus bagi para saudara kandung perempuan maupun saud saudar ara a pere peremp mpua uan n seay seayah ah apab apabilila a mewa mewari risi si bers bersam amaa aan n deng dengan an anak anak perempu perempuan an yang yang tidak tidak mempuny mempunyai ai saudara saudara laki-l laki-laki aki.. Jadi, Jadi, saudara saudara kandung kandung perempuan ataupun saudara perempuan seayah bila berbarengan dengan anak perempuan --atau cucu perempuan keturunan anak laki-laki dan seterusnya-akan menjadi 'ashabah. Jenis 'ashabah ini di kalangan ulama dikenal dengan istilah 'ashabah ma'al ghair. Satu hal yang perlu diketahui dalam masalah ini, seperti yang ditegaskan dalam kitab Hasyiyatul Bajuri (hlm. 108): "Adapun saudara perempuan (kandung dan seayah) menjadi 'ashabah jika berbarengan dengan anak perempuan adalah agar bagian saudara saudara perempuan perempuan terkena pengurangan, pengurangan, sedangkan bagian anak perem perempua puan n tidak tidak terk terken ena a pengu penguran ranga gan. n. Sebab Sebab bila bila kita kita berik berikan an hak hak wari wariss saudara perempuan perempuan secara fardh, maka akan naiklah pokok pembagiannya pembagiannya dan hak bagian anak perempuan akan berkurang. Kemudian, di segi lain tidaklah mungkin hak saudara perempuan itu digugurkan, karena itu dijadikanlah saudara kandung perempuan dan saudara perempuan seayah sebagai 'ashabah agar terkena pengurangan." PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
49
Dalil 'Ashabah ma'al Ghair Yang menjadi landasan bagi hak waris 'ashabah ma'al ghair adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan lainnya, bahwa Abu Musa al-Asy'ari ditanya tentang hak waris anak perempuan, cucu perempuan keturunan anak laki-laki, dan saud saudara ara perem perempu puan an (seka (sekandu ndung ng atau atau seay seayah) ah).. Abu Abu Musa Musa menj menjaw awab ab:: "Bagian anak perempuan separo, dan bagian saudara perempuan separo." Penanya itu lalu pergi menanyakannya kepada Ibnu Mas'ud r.a., dan dijawab: "Aku akan memvonis seperti apa yang diajarkan Rasulullah saw., bagian anak perempuan setengah (1/2) dan bagian cucu perempuan keturunan anak laki-laki seperenam (1/6) sebagai penyempurna dua per tiga (2/3), sedangkan sisanya menjadi hak saudara perempuan kandung atau seayah." Penanya itu pun kembali kepada Abu Musa al-Asy'ari dan menceritakan apa yang telah diputuskan Ibnu Mas'ud. Lalu Abu Musa berkata: "Janganlah kalian menanyakannya kepadaku selama sang alim (Ibnu Mas'ud) berada bersama kalian." Dari penjelasan Ibnu Mas'ud dapat disimpulkan disimpulkan bahwa hak saudara saudara perempuan perempuan bila mewarisi bersama-sama dengan anak perempuan mengambil sisa harta pembagian pembagian yang ada. Hal ini berarti saudara kandung perempuan atau saudara perempuan seayah sebagai 'ashabah ma'al ghair. Catatan Sangat penting untuk diketahui bersama bahwa bila seorang saudara kandung perempuan menjadi 'ashabah ma'al ghair, maka ia menjadi seperti saudara kandung laki-laki sehingga dapat menghalangi hak waris saudara seayah, baik yang laki-laki maupun yang perempuan. Selain itu, dapat pula menggugurkan hak waris yang di bawah mereka, seperti anak keturunan saudara (keponakan), (keponakan), paman kandung ataupun yang seayah. Begitu juga saudara perempuan seayah, apabila menjadi 'ashabah ma'al ghair ketika mewarisi bersama anak perempuan pewaris, maka kekuatannya sama sepe sepert rtii saud saudar ara a laki laki-l -lak akii seay seayah ah hing hingga ga menj menjad adii peng penggu gugu gurr ketu keturu runa nan n saudaranya dan seterusnya. Untuk lebih menjelaskan masalah tersebut saya sertakan contoh seperti berikut: Contoh Pertama Seseoran Seseorang g mening meninggal gal dunia dunia dan mening meninggal galkan kan anak anak perempu perempuan, an, saudar saudara a perempuan, dan saudara laki-laki seayah, maka pembagiannya adalah sebagai berikut:
PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
50
Pokok masalahnya dari 2 Keterangan
Jumlah Bagian Nilai
Anak perempuan 1/2 Saudara kandung perempuan 'ashabah ma'al ghair 1/ 1/2 Saudara laki-laki seayah gugur
1 1 0
Keterangan
Bagian anak perempuan adalah setengah secara fardh, dan sisanya merupakan bagian saudara kandung perempuan disebabkan ia menjadi 'ashabah ma'al ghair, yang kekuatannya kekuatannya seperti saudara kandung laki-laki. Sedangkan saudara laki-l laki-lak akii seaya seayah h terha terhala lang ng karen karena a sauda saudara ra kandu kandung ng perem perempua puan n menj menjad adii 'ashabah. Contoh Kedua
Seorang wanita meninggal dunia dan meninggalkan suami, cucu perempuan dari keturunan anak laki-laki, dua orang saudara kandung perempuan, dan saudara laki-laki seayah. Maka pembagiannya seperti dalam tabel berikut: Pokok masalahnya dari 4 Keterangan
Jumlah Bagian
Nilai
Suami Cucu perempuan Saudara kandung kandung perempuan perempuan Saudara laki-laki seayah
1/4 1 1/2 2 'ashabah 'ashabah ma'al ma'al ghair ghair 1 mahjub 0
Keterangan
Suami memperoleh seperempat bagian karena pewaris mempunyai cabang ahli warisny warisnya. a. Sedangk Sedangkan an cucu perempu perempuan an keturun keturunan an anak anak laki-la laki-laki ki mendapa mendapatt bagian setengah secara fardh, kemudian sisanya yaitu seperempat-- menjadi hak dua saudara kandung perempuan pewaris sebagai 'ashabah ma'al ghair. Sedangkan bagian saudara laki-laki seayah gugur karena adanya dua saudara kandung. Contoh Ketiga
Seseorang meninggal dunia dan meninggalkan dua orang anak perempuan, saudara perempuan seayah, dan anak laki-laki saudara laki-laki (kemenakan). Pembagiannya seperti berikut: PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
51
Pokok masalahnya dari 3 Keterangan
Jumlah Bagian
Nilai
Dua anak perempuan 2/3 2 Saudara perempuan perempuan seayah seayah 'ashabah 'ashabah ma'al ma'al ghair ghair 1 Anak saudara laki-laki mahjub 0 Keterangan
Dua orang anak perempuan mendapatkan dua per tiga dan sisanya untuk sauda saudara ra perem perempu puan an seaya seayah h diseb disebabk abkan an ia menj menjad adii 'ashab 'ashabah ah ma'a ma'all ghai ghair. r. Sedangkan anak saudara laki-laki ter-mahjub oleh saudara perempuan seayah. Contoh Keempat
Seseorang Seseorang meninggal meninggal dunia dan meninggalkan meninggalkan seorang anak perempuan, perempuan, cucu perempuan keturunan anak laki-laki, seorang ibu, saudara perempuan seayah, dan paman kandung (saudara dari ayah kandung). kandung). Maka pembagiannya pembagiannya seperti berikut: Pokok masalahnya dari 6 Keterangan
Jumlah Bagian
Nilai
Anak perempuan Cucu perempuan Ibu Saudara perempuan perempuan seayah seayah
1/2 3 1/6 1 1/6 1 'ashabah 'ashabah ma'al ma'al ghair ghair 1
Keterangan
Anak perempuan mendapat bagian setengah sebagai fardh, cucu perempuan keturunan anak laki-laki mendapat seperenam bagian sebagai penyempurna dua per tiga, dan ibu mendapatkan seperenam. Sedangkan sisanya untuk saudara perempuan seayah sebagai 'ashabah ma'al ghair, karena kekuatannya seperti saudara laki-laki seayah sehingga ia menggugurkan menggugurkan paman kandung. kandung. Begitulah Begitulah seterusnya. Catatan Saudara laki-laki laki-laki dan saudara perempuan perempuan seibu tidak berhak menjadi ahli waris bila pewaris mempunyai anak perempuan. Bahkan anak perempuan pewaris menjadi menjadi penggug penggugur ur hak saudara saudara (laki-la (laki-laki/ ki/pere perempu mpuan) an) seibu seibu sehing sehingga ga tidak tidak dapat menjadi 'ashabah. PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
52
C. Perbedaan 'Ashabah bil Ghair dengan 'Ashabah ma'al Ghair Dari uraian sebelumnya dapat kita ketahui bahwa 'ashabah bil ghair adalah setiap wanita ahli waris yang termasuk ashhabul furudh, dan akan menjadi 'asha 'ashabah bah bila bila berba berbaren rengan gan denga dengan n saud saudara ara laki laki-l -lak akiny inya. a. Misal Misalnya nya,, anak anak perempuan menjadi 'ashabah bila bersama saudara laki-lakinya (yakni anak lakilaki pewaris). Saudara kandung perempuan ataupun saudara perempuan seayah menjadi 'ashabah bil ghair dengan adanya saudara kandung laki-laki ataupun saudara laki-laki seayah. Dalam hal ini bagi yang laki-laki mendapat dua kali lipat bagian perempuan. Adapun 'ashabah ma'al ghair adalah para saudara kandung perempuan ataupun saudara perempuan seayah bila berbarengan dengan anak perempuan, dan dalam dalam hal ini mereka mereka mendapa mendapatka tkan n bagian bagian sisa seluruh seluruh harta harta pening peninggal galan an sesudah ashhabul furudh mengambil bagian masing-masing. Tampak semakin jelas perbedaan antara dua macam 'ashabah itu, pada 'ashabah bil ghair selalu ada sosok 'ashabah bi nafsih, seperti anak laki-laki, cucu laki-laki keturunan anak laki-laki, saudara kandung laki-laki dan saudara laki-laki seayah. Sedangkan dalam 'ashabah ma'al ghair tidak terdapat sosok 'ashabah bi nafsih. Jadi Jadi,, seca secara ra ring ringka kas, s, pada pada 'ash 'ashab abah ah bil bil ghai ghairr para para 'ash 'ashab abah ah bi nafs nafsih ih meng mengga gand nden eng g kaum kaum wani wanita ta ashh ashha abul bul furu furudh dh menj menjad adii 'asha ashaba bah h dan dan meng menggug gugurk urkan an hak fardh fardh-n -nya ya.. Sedan Sedangk gkan an 'asha 'ashabah bah ma'a ma'all ghai ghairr tida tidakl klah ah demikian. Seorang saudara perempuan sekandung atau seayah tidak menerima bagian seperti bagian anak perempuan atau cucu perempuan dari keturunan anak laki-laki. Akan tetapi, anak perempuan atau cucu perempuan keturunan anak laki-laki mendapat bagian secara fardh, kemudian saudara perempuan sekandung atau seayah mendapatkan sisanya. Inilah perbedaan keduanya. Dapatkah Seseorang Mewarisi dari Dua Arah? Kita mungkin sering mendengar pertanyaan seperti itu, dan tentu saja hal ini meme memerl rluka ukan n jawa jawaba ban. n. Maka Maka dapat dapat dite ditega gask skan an bahw bahwa a seseo seseoran rang g bisa bisa saja saja mend mendapa apatk tkan an waris warisan an dari dari dua dua arah arah yang yang berla berlain inan, an, misa misalny lnya a ia sebag sebagai ai ashhabul ashhabul furudh dan juga sebagai 'ashabah, 'ashabah, atau satu dari arah fardh dan yang kedua dari arah karena rahim. Agar persoalan ini lebih jelas, saya sertakan contoh: Seseorang meninggal dunia dan meninggalkan seorang nenek, saudara laki-laki seibu, dan seorang suami, yang juga merupakan anak paman kandung pewaris. Maka pembagiannya sebagai berikut: Untuk nenek seperenam (1/6), saudara laki-laki seibu seperenam (1/6), suami setengah (1/2) sebagai fardh-nya, dan sisanya untuk suami sebagai 'ashabah karena ia anak paman kandung. Cont Contoh oh lain lain:: seor seorang ang suam suamii meni mening ngga gall dunia dunia dan dan menin meningg ggal alka kan n dua dua anak anak perem perempua puan, n, bibi bibi (saud (saudara ara ibu) ibu) yang yang sala salah h satun satunya ya menj menjadi adi istr istrin inya ya.. Maka Maka pembagiannya seperti berikut: sang istri mendapat bagian seperempat sebagai PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
53
fardh-nya karena adanya ikatan perkawinan, dan hak lainnya ialah ikut mendapat bagian sisa yang ada karena ikatan rahim. B. Macam-macam al-Hujub Al-hujub terbagi dua, yakni al-hujub bil washfi (sifat/julukan), dan al-hujub bi asysyakhshi (karena orang lain). Al-hujub bil washfi berarti orang yang terkena hujub tersebut terhalang dari mendapatkan hak waris secara keseluruhan, misalnya orang yang membunuh pewarisnya atau murtad. Hak waris mereka menjadi gugur atau terhalang. Sedan Sedangka gkan n al-hu al-huju jub b bi asy-s asy-syak yakhs hshi hi yait yaitu u gugurn gugurnya ya hak hak waris waris sese seseora orang ng dikarenakan dikarenakan adanya orang lain yang lebih berhak untuk menerimanya. menerimanya. Al-hujub Al-hujub bi asy-syakhshi terbagi dua: hujub hirman dan hujub nuqshan. Hujub hirman yaitu penghalang yang menggugurkan seluruh hak waris seseorang. Misalnya, terhalangnya hak waris seorang kakek karena adanya ayah, terhalangnya hak waris cucu karena adanya anak, terhalangnya hak waris saudara seayah karena adanya saudara kandung, terhalangnya hak waris seorang nenek karena adanya ibu, dan seterusnya. Adapun hujub nuqshan (pengurangan hak) yaitu penghalangan terhadap hak wari wariss sese seseor oran ang g untu untukk mend mendap apat atka kan n bagi bagian an yang yang terb terban anya yak. k. Misa Misaln lnya ya,, penghalangan penghalangan terhadap hak waris ibu yang seharusnya mendapatkan mendapatkan sepertiga sepertiga menjadi seperenam disebabkan pewaris mempunyai keturunan (anak). Demikian jug juga a seper epertti peng pengha hala lang ngan an bagi bagian an seor seoran ang g suam suamii yang yang seha seharu rusn snya ya mendapatkan setengah menjadi seperempat, sang istri dari seperempat menjadi seperdelapan karena pewaris mempunyai anak, dan seterusnya. Satu hal yang perlu diketahui di sini, dalam dunia faraid apabila kata al-hujub disebutkan tanpa diikuti kata lainnya, maka yang dimaksud adalah hujub hirman. Ini Ini merup merupak akan an hal hal mutl mutlak ak dan dan tidak tidak akan akan dipa dipakai kai dala dalam m penger pengertitian an huju hujub b nuqshan. Ahli Waris yang Tidak Terkena Hujub Hirman Ada sederetan ahli waris yang tidak mungkin terkena hujub hirman. Mereka terdiri dan enam orang yang akan tetap mendapatkan hak waris. Keenam orang tersebut adalah anak kandung laki-laki, anak kandung perempuan, ayah, ibu, suami, dan istri. Bila orang yang mati meninggalkan salah satu atau bahkan keenamnya, maka semuanya harus mendapatkan warisan. Ahli Waris yang Dapat Terkena Hujub Hirman Sederetan Sederetan ahli waris yang dapat terkena hujub hirman ada enam belas, sebelas terdiri dari laki-laki dan lima dari wanita. Adapun ahli waris dari laki-laki sebagai berikut: Kakek (bapak dari ayah) akan terhalang terhalang oleh adanya ayah, dan juga oleh kakek PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
54
yang lebih dekat dengan pewaris. Saudara kandung laki-laki akan terhalang oleh adanya ayah, dan keturunan lakilaki (anak, cucu, cicit, dan seterusnya). Saudara laki-laki seayah akan terhalang dengan adanya saudara kandung lakilaki, juga terhalang oleh saudara kandung perempuan yang menjadi 'ashabah ma'al Ghair, dan terhalang terhalang dengan adanya ayah serta keturunan keturunan laki-laki (anak, cucu, cicit, dan seterusnya). Saudara laki-laki dan perempuan yang seibu akan terhalangi oleh pokok (ayah, kakek, dan seterusnya) dan juga oleh cabang (anak, cucu, cicit, dan seterusnya) baik anak laki-laki maupun anak perempuan. Cucu laki-laki keturunan anak laki-laki, akan terhalangi oleh adanya anak lakilaki. Demikian juga para cucu akan terhalangi oleh cucu yang paling dekat (lebih dekat). Keponakan laki-laki (anak saudara kandung laki-laki) akan terhalangi dengan adany adanya a ayah ayah dan dan kakek kakek,, anak anak laki laki-la -laki ki,, cucu cucu kand kandun ung g laki laki-l -laki aki,, sert serta a oleh oleh saudara laki-laki seayah. Keponakan Keponakan laki-laki laki-laki (anak dari saudara laki-laki seayah) akan terhalangi terhalangi dengan adanya orang-orang yang menghalangi menghalangi keponakan keponakan (dari anak saudara kandung laki-laki), ditambah dengan adanya keponakan (anak laki-laki dari keturunan saudara kandung laki-laki). Paman kandung (saudara laki-laki ayah) akan terhalangi terhalangi oleh adanya anak lakilaki dari saudara laki-laki, laki-laki, juga terhalangi terhalangi oleh adanya sosok yang menghalangi menghalangi keponakan laki-laki dari saudara laki-laki seayah. Paman seayah akan terhalangi dengan adanya sosok yang menghalangi paman kandung, dan juga dengan adanya paman kandung. Sepupu kandung laki-laki (anak paman kandung) akan terhalangi oleh adanya paman seayah, dan juga oleh sosok yang menghalangi paman seayah. Sepupu laki-laki (anak paman seayah) akan terhalangi dengan adanya sepupu laki-laki (anak paman kandung) dan dengan adanya sosok yang menghalangi sepupu laki-laki (anak paman kandung). Sedangkan lima ahli waris dari kelompok wanita adalah: Nenek (baik ibu dari ibu ataupun dari bapak) akan terhalangi dengan adanya sang ibu. Cucu perempuan (keturunan anak laki-laki) akan terhalang oleh adanya anak laki-l laki-lak aki,i, baik baik cucu cucu itu itu hanya hanya seora seorang ng atau ataupun pun lebi lebih. h. Sela Selain in itu, itu, juga juga akan akan terhalangi oleh adanya dua orang anak perempuan atau lebih, kecuali jika ada 'ashabah. Saudara kandung perempuan akan terhalangi oleh adanya ayah, anak, cucu, cicit, dan seterusnya (semuanya laki-laki). Saudara perempuan seayah akan terhalangi dengan adanya saudara kandung perempuan jika ia menjadi 'ashabah ma'al ghair. Selain itu, juga terhalang oleh adanya ayah dan keturunan (anak, cucu, cicit, dan seterusnya, khusus kalangan laki-laki) serta terhalang oleh adanya dua orang saudara kandung perempuan bila keduanya menyempurnakan bagian dua per tiga (2/3), kecuali bila adanya 'ashabah. PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
55
Saudara perempuan seibu akan terhalangi oleh adanya sosok laki-laki (ayah, kakek, kakek, dan seteru seterusn snya ya)) juga juga oleh oleh adany adanya a cabang cabang (anak (anak,, cucu, cucu, cici cicit, t, dan dan seterusnya) baik laki-laki ataupun perempuan. Saudara Laki-laki yang Berkah Apabila anak perempuan telah sempurna mendapat bagian dua per tiga (2/3), gugurlah hak waris cucu perempuan dari keturunan anak laki-laki. Kecuali bila ia mempunyai mempunyai saudara laki-laki laki-laki (yakni cucu laki-laki keturunan anak laki-laki) laki-laki) yang sederajat ataupun yang lebih rendah dari derajat cucu perempuan, maka cucu laki laki-l -lak akii dapa dapatt meny menyer eret et cucu cucu pere peremp mpua uan n itu itu seba sebaga gaii 'ash 'ashab abah ah,, yang yang sebelumnya tidak mendapat fardh. Keadaan seperti ini dalam faraid disebut sebag sebagai ai kerab kerabat at yang yang berka berkah h atau atau saud saudara ara laki laki-l -laki aki yang yang berka berkah. h. Diseb Disebut ut demikian karena tanpa cucu laki-laki, cucu perempuan tidak akan mendapat warisan. Kemudi Kemudian, an, apabil apabila a saudara saudara kandun kandung g perempu perempuan an telah telah sempurn sempurna a mendap mendapat at bagian dua per tiga (2/3), gugurlah hak waris para saudara perempuan seayah, kecuali bila ada saudara laki-laki seayah. Sebab saudara laki-laki seayah itu akan menggan mengganden dengnya gnya menjadi menjadi 'ashaba 'ashabah. h. Keadaa Keadaan n sepert sepertii ini dinama dinamakan kan sebag sebagai ai saud saudara ara yang yang berka berkah, h, sebab sebab tanp tanpa a keber keberada adaan annya nya para para saud saudara ara kandung perempuan itu tidak akan menerima hak waris mereka. Saudara Laki-laki yang Merugikan Kalau Kalau sebelum sebelumnya nya saya jelaska jelaskan n tentan tentang g saudara saudara laki-l laki-laki aki yang membaw membawa a berkah, maka kini saya akan menjelaskan menjelaskan kebalikannya, kebalikannya, yakni saudara laki-laki laki-laki yang yang meru merug gikan ikan.. Diseb isebut ut sauda audara ra lakiaki-la lakki yang yang meru merug gikan ikan kare karena na kebe keberradaa adaann nnya ya meny enyebab ebabkkan ahl ahli waris aris dari dari kalan alanga gan n wani wanitta tida tidakk mendapatkan warisan. Padahal, apabila saudara laki-laki itu tidak ada, ahli waris wanita itu akan mendapatkan waris. Agar lebih jelas saya berikan beberapa contoh kasus. Pertama: Seorang wanita meninggal dunia dan meninggalkan suami, ibu, bapak, anak perempu perempuan, an, dan cucu cucu peremp perempuan uan dari dari anak anak laki-l laki-laki aki.. Maka Maka pembagi pembagianny annya a seperti berikut: suami seperempat (1/4) bagian, ibu seperenam (1/6) bagian, ayah ayah juga juga sepe seperen renam am (1/6) (1/6) bagi bagian, an, anak anak perem perempu puan an seteng setengah, ah, dan dan cucu cucu perempuan perempuan keturunan keturunan anak laki-laki mendapat bagian seperenam (1/6) sebagai penyempurna saham dua per tiga (2/3) karena merupakan bagian wanita. Seandainya dalam kasus ini terdapat cucu laki-laki keturunan anak laki-laki, maka gugurla gugurlah h hak cucu cucu perempu perempuan an terseb tersebut. ut. Oleh Oleh sebab sebab itu, itu, keberad keberadaan aan saudara laki-laki dari cucu perempuan keturunan anak laki-laki itu merugikannya. Inilah rahasia mengapa ulama faraid mengistilahkannya sebagai "saudara lakilaki yang merugikan".
PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
56
Kedua: Untuk lebih memperjelas, dalam contoh berikut saya sertakan saudara laki-laki yang merugikan. Seorang wanita meninggal dunia dan meninggalkan suami, ibu, ayah, anak perempuan, serta cucu laki-laki dan perempuan dari keturunan anak laki-laki. Maka pembagiannya seperti berikut: suami memperoleh seperempat (1/4) (1/4) bagian bagian karena karena istri istri mempuny mempunyai ai anak (keturu (keturunan) nan),, ibu seperen seperenam am (1/6) (1/6) bagian, ayah seperenam (1/6) bagian, sedangkan anak perempuan mendapat setengah (1/2) bagian karena tidak ada pen-ta'shih, sedangkan cucu laki-laki dan perempuan tidak mendapat bagian. Itulah contoh tentang saudara laki-laki yang merugikan. Contoh pertama tidak merugikan karena memang tidak ada cucu laki-laki keturunan anak laki-laki, sehingga cucu perempuan keturunan anak laki-laki mendapat bagian seperenam (1/6) sebagai penyempurna penyempurna saham dua per tiga (2/3). Sedangkan dalam contoh kedua, cucu perempuan dirugikan --tidak mendapat waris-- karena ia mempunyai saudara laki-laki yang sederajat, yakni adanya cucu laki-laki keturunan dari anak laki-laki. Ilustrasi seperti itu dapat kita ubah susunan ahli warisnya, misalnya posisi cucu perempuan keturunan anak laki-laki diganti dengan saudara perempuan seayah dan posisi cucu laki-laki keturunan anak laki-laki diganti dengan saudara laki-laki seayah. Maka, saudara perempuan seayah akan mendapat waris bila tidak mempunyai saudara laki-laki seayah yang masih hidup. Namun, bila mempunyai saudara laki-laki seayah, maka saudara perempuan seayah tidak mendapat bagian apa-apa. C. Tentang Kasus Kolektif Menurut kaidah yang biasa dikenal dan dipakai ulama faraid, pembagian harta waris dimulai dengan ashhabul furudh, kemudian baru kepada para 'ashabah. Para ulama menyandarkan kaidah ini pada hadits Rasulullah saw. (artinya): "Berikanlah hak waris kepada ashhabul furudh, dan sisanya diberikan kepada kerabat laki-laki yang lebih dekat." Namun demikian, dalam masalah ini ternyata terjadi sesuatu yang kontradiktif, sesuatu yang keluar dan menyimpang dari kaidah aslinya. Masalah ini dikenal juga dengan istilah "kasus musytarakah" (kasus kolektif). Sementara itu, di sisi lain lain masa masala lah h ini ini tela telah h mema memanc ncin ing g perb perbed edaan aan pend pendapa apatt seja sejakk masa masa para para sahabat, tabi'in, dan imam mujtahidin. Cont Contoh oh perm permas asal alah ahan anny nya a seba sebaga gaii beri beriku kut; t; seor seoran ang g wani wanita ta wafa wafatt dan dan meninggalkan seorang suami, ibu, dua saudara laki-laki seibu (atau lebih dari dua orang), dan dua orang saudara kandung laki-laki (atau lebih dari dua orang). Pembagiannya adalah seperti berikut: suami mendapat setengah (1/2) bagian PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
57
dikare dikarenak nakan an pewa pewari riss tidak tidak memp mempun unyai yai anak anak secar secara a fardh fardh,, ibu ibu menda mendapa patt seperenam (1/6) bagian disebabkan pewaris mempunyai dua orang saudara lakilaki atau lebih, dan dua orang saudara seibu mendapat bagian sepertiga (1/3). Sedangka Sedangkan n saudara saudara kandun kandung g laki-l laki-laki aki tidak tidak mendapa mendapatka tkan n bagian bagian karena karena ia sebagai 'ashabah --sedangkan harta waris yang dibagikan telah habis. Berdas Berdasark arkan an kaid kaidah ah yang yang berl berlak aku, u, saud saudara ara kandun kandung g laki laki-l -lak akii sebe sebenam namya ya memiliki kekerabatan lebih kuat dibandingkan saudara laki-laki seibu, tetapi pada kasus ini justru terjadi sebaliknya. Karena, masalah ini merupakan kasus kolektif, selain sebagai masalah yang menyimpang dari kaidah aslinya, juga karena para sahabat, tabi'in, serta para imam mujtahidin --dalam contoh kasus seperti ini-menyatakan bahwa saudara kandung laki-laki disamakan dengan saudara lakilaki yang seibu, hingga mereka mendapat sepertiga (1/3) bagian dan dibagikan secara rata di antara mereka (termasuk saudara kandung laki-laki). Di samping itu, masalah ini juga menyebabkan terjadinya perbedaan pendapat di kalangan ulama, sejak masa para sahabat, tabi'in, dan imam mujtahidin. Perbedaan Pendapat Para Fuqaha Dalam masalah musytarakah (kolektif) ini ada dua kubu pendapat yang masyhur dalam hal membagi hak waris sebagaimana contoh kasus tersebut. Pendapat pert pertam ama a meny menyat atak akan an bahw bahwa a hak hak wari wariss saud saudar ara a kand kandun ung g digug igugur urka kan n sebagaimana mengikuti kaidah yang ada. Pendapat ini pernah dilakukan oleh Abu Bakar, Ali, Ibnu Abbas, dan lainnya. Sedan Sedangka gkan n pendap pendapat at kedua kedua menya menyata taka kan n bahwa bahwa hak hak wari wariss pada pada sauda saudara ra kandung dikolektifkan dengan hak waris para saudara laki-laki seibu. Pendapat ini dilakukan oleh Zaid bin Tsabit, Utsman, Ibnu Mas'ud, dan lainnya. Pendapat perta pertama ma dian dianut ut dan dan diik diikut utii oleh oleh mazh mazhab ab Hanaf Hanafii dan dan Hamb Hambal ali,i, sedan sedangk gkan an pendapat yang kedua diikuti dan dianut oleh mazhab Maliki dan Syafi'i. Selai Selain n itu, itu, masa masala lah h ini ini di kala kalang ngan an ulam ulama a fara faraid id dikena dikenall denga dengan n sebu sebuta tan n "umariy "umariyah", ah", karena karena Umar Umar bin Khatha Khathab b pernah pernah memvon memvonis is masala masalah h ini --juga --juga pernah dikenal dengan sebutan Himariyah, Hajariyah, dan Yammiyah. Diriwayatkan bahwa masalah musytarakah ini pernah diajukan ke hadapan Umar bin Khathab r.a.. Umar baru pertama kali menjumpai kasus seperti ini dan memvon memvonis: is: saudara saudara kandung kandung tidak tidak mendap mendapat at bagian bagian hak waris waris sedikit sedikit pun. Kemudi Kemudian an pada tahun tahun berikut berikutnya, nya, masala masalah h ini diajuk diajukan an kembal kembalii kepadan kepadanya. ya. Ketika ia hendak memvonis seperti tahun lalu, proteslah salah seorang ahli warisnya: "Wahai Amirul Mukminin, sungguh mustahil bila ayah kami dianggap keledai atau batu yang terbuang di sungai. Bukankah kami ini anak dari seorang ibu?" ibu?" Umar Umar meny menyim imak ak perka perkata taan an orang orang itu itu dan dan berpi berpiki kirr bahw bahwa a apa apa yang yang diucapkannya benar dan tepat. Maka ia memvonis dengan memberi hak kepada mereka (saudara seibu dan saudara sekandung) secara bersamaan dan dibagi sama rata. Contohnya adalah sebagai berikut:
PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
58
Asal masalah dari enam 6 naik menjadi 18
Suam Suamii 1/2 1/2 hart harta a wari wariss yang yang ada ada seca secara ra fard fardh h Ibu Ibu 1/6 1/6 hart harta a wari wariss yang yang ada ada secar ecara a fardh ardh Saudara seibu 1/3 secara fardh dan dibagi merata dengan saudara kandung Saudara kandung dapat hak waris, karena dianggap seperti saudara seibu dengan mendapat bagian sepertiga (1/3) dibagi adil
3 1
9 3
2
4
-
2
Persyaratan Masalah Kolektif
1. Jumlah saudara saudara seibu seibu dua orang orang atau lebih, lebih, baik baik laki-laki laki-laki atau atau perempuan. perempuan. 2. Saudara yang ada ada benar-benar benar-benar saudara saudara kandung, kandung, sebab bila bila saudara saudara seayah seayah maka gugurlah haknya secara ijma'. Dan dalam hal ini tidak berbeda apakah hanya satu orang atau banyak. 3. Saudara Saudara kandung kandung itu harus saudara saudara laki-la laki-laki. ki. Sebab Sebab bila perempuan perempuan,, maka akan akan mewa mewari risi si seca secara ra fard fardh, h, dan dan masa masala lahn hnya ya pun pun akan akan naik naik,, sert serta a kekolektifan ini akan batal. Beberapa Kaidah Penting
Hak waris banul a'yan (saudara kandung laki-laki/perempuan), dan banul 'allat (saud (saudara ara laki laki-l -laki aki/p /pere eremp mpua uan n seaya seayah), h), serta serta banul banul akhyaf akhyaf (saud (saudara ara laki laki-laki/ laki/per perem empu puan an seib seibu) u) akan akan gugur gugur (terh (terhal alan angi gi)) oleh oleh adany adanya a anak anak lakilaki-la laki ki pewaris, cucu laki-laki (keturunan anak laki-laki), dan ayah. Hal ini merupakan kesepakatan seluruh ulama. Menurut mazhab Abu Hanifah hak mereka juga digugurkan oleh adanya kakek pewaris. pewaris. Sedangkan Sedangkan menurut ketiga ketiga imam mazhab yang lain tidaklah demikian. demikian. Masih Masih menuru menurutt mazhab mazhab Hanafi Hanafi,, hak waris waris banul banul akhyaf akhyaf digugur digugurkan kan dengan dengan adanya anak perempuan pewaris, cucu perempuan keturunan anak laki-laki pewaris, dan seterusnya. Kaidah yang lain ialah bahwa banul akhyaf mendapatkan hak waris secara merata pembagiannya antara yang laki-laki dengan yang perempuan. Hal ini berdasarkan firman Allah (artinya) "mereka bersekutu dalam yang sepertiga." VI HAK WARIS KAKEK DENGAN SAUDARA
A. Pengertian Kakek yang Sahih
PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
59
Makna kakek yang sahih ialah kakek yang nasabnya terhadap pewaris tidak tercampuri jenis wanita, misalnya ayah dari bapak dan seterusnya. Sedangkan kakek yang berasal garis wanita disebut sebagai kakek yang rusak nasabnya, misalnya ayahnya ibu, atau ayah dari ibunya ayah. Hal ini didasarkan sesuai dengan kaidah yang ada di dalam faraid: "bilamana unsur wanita masuk ke dalam nasab laki-laki, maka kakek menjadi rusak nasabnya. Namun bila tidak termasuki unsur wanita, itulah kakek yang sahih." B. Hukum Waris antara Kakek dengan Saudara Baik Al-Qur'an maupun hadits Nabawi tidak menjelaskan tentang hukum waris bagi kakek yang sahih dengan saudara kandung ataupun saudara seayah. Oleh karena itu, mayoritas mayoritas sahabat sangat berhati-hati berhati-hati dalam memvonis memvonis masalah masalah ini, bahkan mereka cenderung sangat takut untuk memberi fatwa yang berkenaan denga dengan n masa masala lah h ini. ini. Ibnu Ibnu Mas' Mas'ud ud r.a. r.a. dalam dalam hal hal ini ini perna pernah h meng mengat ataka akan: n: "Bertanyalah "Bertanyalah kalian kepada kami tentang masalah masalah yang sangat pelik sekalipun, sekalipun, namun janganlah kalian tanyakan kepadaku tentang masalah warisan kakak yang sahih dengan saudara." Pernyataan serupa juga ditegaskan oleh Ali bin Abi Thalib: "Barangsiapa yang ingin diceburkan ke dalam neraka Jahanam, maka hendaklah ia memvonis masalah waris antara kakek yang sahih dengan para saudara." Ketakutan dan kehati-hatian para sahabat dalam memvonis masalah hak waris kakek dan saudara itu tentu sangat beralasan, karena tidak ada nash Al-Qur'an atau hadits Nabi yang menjelaskannya. Dengan demikian, menurut mereka, masa masalah lah ini ini meme memerl rluk ukan an ijti ijtihad had.. Akan Akan teta tetapi pi di sisi sisi lain lain,, ijti ijtiha had d ini ini sang sangat at mengkhawatirkan mereka, karena jika salah berarti mereka akan merugikan oran orang g yang yang sebe sebena narn rnya ya memp mempun unya yaii hak hak untu untukk mene meneri rima ma wari warisa san, n, dan dan memberikan hak waris kepada orang yang sebenamya tidak berhak. Terlebih lagi dalam masalah yang berkenaan dengan materi, atau hukum tentang hak kepemilikan, mereka merasa sangat takut kalau-kalau berlaku zalim dan aniaya. Perlu saya tekankan bahwa masalah waris sangatlah berbahaya dan sensitif. Karena itu Allah SWT tidak membiarkan begitu saja hukum yang berkenaan dengan masalah hak kepemilikan materi ini. Dia menjelaskannya di dalam AlQur'an Qur'an dengan dengan detail detail agar agar tidak tidak terjadi terjadi kezaliman kezaliman dan perbuat perbuatan an aniaya aniaya di kalangan umat manusia, khususnya para ahli waris. Namun Namun demik demikia ian, n, masa masala lah h yang yang sang sangat at dikhaw dikhawat atir irka kan n itu itu hila hilang ng sete setela lah h munculnya ijtihad para salaf ash-shalih dan para imam mujtahidin. Ijtihad dan pendapat tersebut dijaga serta dibukukan secara lengkap dan detail beserta dalil-dalilnya. Hal ini akan memudahkan setiap orang yang ingin mengetahuinya sambil bersandar kepada ijtihad yang dianggapnya lebih rajih (kuat dan tepat) serta dapat dijadikannya sandaran dalam berfatwa. C. Perbedaan Pendapat Mengenai Hak Waris Kakek PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
60
Para Para imam imam mazh mazhab ab berb berbed eda a pend pendap apat at meng mengen enai ai hak hak wari wariss kaka kakakk bila bila bersamaan dengan saudara, sama seperti perbedaan yang terjadi di kalangan para sahabat Rasulullah saw.. Perbedaan tersebut dapat digolongkan ke dalam dua mazhab. Mazhab Mazhab pertam pertama: a: mereka mereka menyata menyatakan kan bahwa bahwa para saudara saudara --baik --baik saudara saudara kandung, kandung, saudara saudara seayah, seayah, ataupun ataupun seibu-seibu-- terhal terhalang angii (gugur) (gugur) hak warisn warisnya ya denga dengan n adany adanya a kakek kakek.. Merek Mereka a beral beralas asan an bahwa bahwa kakek kakek akan akan mengg menggan antiti kedudukan ayah bila telah tiada, karena kakek merupakan bapak yang paling 'tinggi'. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam kaidah yang masyhur di kalangan fuqaha, fuqaha, sepert sepertii yang telah telah saya saya sebutk sebutkan an sebelu sebelumny mnya. a. Yakni, Yakni, bila bila ternya ternyata ta 'ashabah 'ashabah banyak banyak arahnya, arahnya, maka yang yang lebih lebih didahul didahulukan ukan adalah adalah arah arah anak (keturunan), (keturunan), kemudian arah ayah, kemudian saudara, dan barulah barulah arah paman. Sekali-kali arah itu tidak akan berubah atau berpindah kepada arah yang lain, sebelum arah yang lebih dahulu hilang atau habis. Misalnya, jika 'ashabah itu ada anak dan ayah, maka yang didahulukan adalah arah anak. Bila 'ashabah itu ada arah saudara dan arah paman maka yang didahulukan adalah arah saudara, kemudian barulah arah paman. Lebi Lebih h lanj lanjut ut golo golong ngan an yang yang pert pertam ama a ini ini meny menyat atak akan an bahw bahwa a arah arah ayah ayah --mencakup kakek dan seterusnya-- lebih didahulukan daripada arah saudara. Karena itu hak waris para saudara akan terhalangi karena adanya arah kakek, sama seperti gugurnya hak waris oleh saudara bila ada ayah. Mazhab ini merupakan pendapat Abu Bakar ash-Shiddiq, Ibnu Abbas, dan Ibnu Umar. Pendapat ini diikuti oleh mazhab Hanafi. Mazhab kedua: berpendapat berpendapat bahwa para saudara kandung laki-laki/per laki-laki/perempuan empuan dan saudara laki-laki seayah berhak mendapat hak waris ketika bersamaan dengan kakek. Kakek tidaklah menggugurkan hak waris para saudara kandung dan yang seayah, sama seperti halnya ayah. Alasan yang dikemukakan dikemukakan golongan kedua ini ialah bahwa derajat kekerabatan kekerabatan saudara dan kakek dengan pewaris sama. Kedekatan kakek terhadap pewaris melewati ayah, demikian juga saudara. Kakek merupakan pokok dari ayah, sedangkan saudara adalah cabang dari ayah, karena itu tidaklah layak untuk mengutamakan yang satu dari yang lain karena mereka sama derajatnya. Bila kita mengutamakan mengutamakan yang satu dan mencegah mencegah yang lain berarti telah melakukan melakukan kezaliman kezaliman tanpa alasan yang dapat diterima. diterima. Hal ini sama dengan memberikan memberikan hak waris kepada para saudara kandung kemudian di antara mereka ada yang tidak diberi. Alasan lain yang dikemakakan mazhab ini ialah bahwa kebutuhan para saudara --yan --yang g jelas jelas lebi lebih h muda muda dari daripad pada a kakek kakek--t --terh erhad adap ap hart harta a jauh jauh lebi lebih h besar besar ketimbang para kakek. Sebagai gambaran, misalnya saja warisan pewaris ini PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
61
dibagikan atau diberikan kepada para kakek, kemudian ia wafat, maka harta peninggalannya akan berpindah kepada anak-anaknya yang berarti paman para saudara. Dengan demikian para paman menjadi ahli waris, sedangkan para saudara tadi hanya kebagian tangis, tidak mendapat warisan dari saudaranya yang meninggal. Pendapat ini dianut oleh ketiga imam, yaitu Imam Malik, Imam Syafi'i, dan Imam Ahmad bin Hambal, dan diikuti oleh kedua orang murid Abu Hanifah, yaitu Muhammad dan Abu Yusuf. Inilah pendapat yang dianut oleh jumhur sahabat dan tabi'in, yakni Zaid bin Tsabit, Ali bin Abi Thalib, Ibnu Mas'ud, asy-Syi'bi, dan Ahli Madinah ridhwanullah 'alaihim. D.Tentang Mazhab Jumhur Untuk lebih menjelaskan pendapat yang rajih --yakni pendapat jumhur ulama-maka maka saya saya perl perlu u menga mengata taka kan n bahwa bahwa sesu sesung ngguh guhny nya a jika jika kakak kakak mewar mewarisi isi bersamaan dengan saudara, maka ia mempunyai dua keadaan, dan masingmasing memiliki hukum tersendiri. Keadaan pertama: kakek mewarisi hanya bersamaan dengan para saudara, tidak ada ahli waris lain dari ashhabul furudh, seperti istri atau ibu, atau anak perempuan, dan sebagainya. Keadaan kedua: kakak mewarisi bersama para saudara dan ashhabul furudh yang lain, seperti ibu, istri, dan anak perempuan. Hukum Keadaan Pertama Bila seseorang wafat dan meninggalkan kakek serta saudara-saudara tanpa ashhabul furudh yang lain, maka bagi kakek dipilihkan perkara yang afdhal baginya --agar lebih banyak memperoleh harta warisan-- dari dua pilihan yang ada. Pertama dengan cara pembagian, dan kedua dengan cara mendapatkan sepertiga (1/3) harta warisan. Mana di antara kedua cara tersebut yang lebih baik baik bagi bagi kakek, kakek, itulah itulah yang menjad menjadii bagianny bagiannya. a. Bila Bila pembag pembagian ian lebih lebih baik baik baginya maka hendaklah dengan cara pembagian, dan bila mendapatkan 1/3 harta warisan lebih baik maka itulah yang menjadi haknya. Makna Pembagian Makna pembagian menurut ulama faraid adalah kakek dikategorikan seperti saudara kandung, ia mendapatkan bagian yang sama dengan bagian saudara kandu kandung ng laki laki-l -lak aki.i. Apabi Apabila la kakek kakek berha berhadap dapan an denga dengan n sauda saudara ra perem perempu puan an kandung, maka ia menempati posisi yang sama seperti saudara kandung lakilaki. laki. Berarti Berarti kakek kakek mendap mendapatk atkan an bagian bagian dua kali kali lipat lipat bagian bagian para saudara saudara perempuan sekandung. Bila cara pembagian tersebut kemungkinan merugikan kakek, maka diberikan PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
62
dengan memilih cara mendapat sepertiga (1/3) harta waris yang ada. Pembagian yang Lebih Menguntungkan Kakek Ada lima keadaan yang lebih menguntungkan kakek bila menggunakan cara pembagian. Kelima keadaan tersebut sebagai berikut: Kakek dengan saudara kandung perempuan. Kakek dengan dua orang saudara kandung perempuan. Kakek dengan tiga orang saudara kandung perempuan. Kakek dengan saudara kandung laki-laki. Kakek dengan saudara kandung laki-laki dan saudara kandung perempuan. Adapun penjelasannya seperti berikut: Pada keadaan pertama kakak mendapat dua per tiga (2/3). Pada keadaan kedua kakek mendapat setengah (1/2). Pada keadaan ketiga kakek mendapat dua per lima (2/5). Pada keadaan keempat kakek mendapat setengah (1/2). Pada keadaan kelima kakek mendapat dua per lima (2/5). Kelim Kelima a kead keadaan aan itu itu lebi lebih h meng mengunt untung ungka kan n kakek kakek jika jika meng menggu gunak nakan an cara cara pembagian. Pembagian dan Jumlah 1/3 yang Berimbang Ada tiga keadaan yang menyebabkan kakek mendapatkan bagian yang sama baik secara pembagian ataupun dengan mengambil sepertiga harta waris yang ada. Ketiga keadaan itu sebagai berikut: Kakek dengan dua orang saudara kandung laki-laki. Kakek dengan empat orang saudara kandung perempuan. Kakek Kakek denga dengan n seora seorang ng sauda saudara ra kandu kandung ng laki laki-l -lak akii dan dua dua orang orang sauda saudara ra kandung perempuan. Pembagian Sepertiga Lebih Menguntungkan Kakek Selai Selain n dari dari dela delapa pan n kead keadaan aan yang yang saya saya kemu kemukak kakan an itu, itu, maka maka pemb pember eria ian n sepert sepertig iga a (1/3) (1/3) kepad kepada a sang sang kakek kakek lebi lebih h meng mengunt untun ungka gkanny nnya. a. Misal Misalny nya, a, seseorang wafat dan meninggalkan seorang kakek dan tiga orang saudara, atau seorang kakek dan lima saudara kandung perempuan atau lebih. Dalam hal ini kakek mendapat sepertiga (1/3), dan sisanya dibagikan kepada para saudara, yang laki-laki mendapat dua kali lipat bagian wanita. Kalau saja dalam keadaan seperti itu kita gunakan cara pembagian, maka kakek akan dirugikan karena akan menerima kurang dari sepertiga harta warisan.
PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
63
Catatan Hukum Hukum tent tentan ang g hak hak wari wariss saud saudara ara laki laki-l -lak akii dan perem perempu puan an seay seayah ah ketik ketika a bersama dengan kakek --tanpa saudara kandung laki-laki atau perempuan-maka hukumnya sama dengan hukum yang saya jelaskan di atas. Hukum Keadaan Kedua Bila kebersamaan antara kakek dengan para saudara dibarengi pula dengan adanya ashhabul furudh yang lain --yakni ahli waris lainnya-- maka bagi kakek dapat memilih salah satu dari tiga pilihan yang paling menguntungkannya. Yaitu, dengan pembagian, menerima menerima sepertiga sepertiga (1/3), atau menerima menerima seperenam seperenam (1/6) dari seluruh harta waris yang ditinggalkan pewaris. Dan hal ini pun dengan syarat bagiannya tidak kurang dari seperenam (1/6) bagaimanapun keadaannya. Kalau jumlah harta waris setelah dibagikan kepada ashhabul furudh tidak tersisa kecuali seperenam atau bahkan kurang, maka tetaplah kakek diberi bagian seperen seperenam am (1/6) (1/6) secara secara fardh, fardh, dan para para saudara saudara kandung kandung digugur digugurkan kan atau atau dikurangi haknya. Ketetapan ini telah menjadi kesepakatan kesep akatan bulat imam mujtahid. Adapu Adapun n bila bila cara cara pemba pembagia gian n --set --setel elah ah para para ashha ashhabul bul furud furudh h menga mengamb mbilil bagiann bagiannya-ya-- bagian bagian sang kakek kakek lebih lebih mengun menguntun tungkan gkannya, nya, maka maka hendakny hendaknya a dibagi dengan cara itu. Dan jika sepertiga (1/3) sisa harta waris yang ada malah lebih menguntungkannya, maka itulah bagian kakek. Yang pasti, bagian kakek tidaklah tidaklah boleh kurang dari seperenam (1/6) bagaimanapun bagaimanapun keadaannya. Sebab bagian tersebut adalah bagiannya yang telah ditentukan syariat. Contoh Keadaan Kedua Contoh pertama: seseorang wafat dan meninggalkan suami, kakak, dan saudara kandu kandung ng laki laki-l -lak aki.i. Maka Maka pemb pembag agia iann nnya ya sepe sepert rtii berik berikut ut:: suami suami fara faradhdh-ny nya a setengah (1/2) karena pewaris tidak mempunyai anak, dan sisanya dibagi dua, yakni kakak seperempat dan saudara kandung laki-laki juga seperempat. Pada contoh kasus ini kakek lebih beruntung untuk menerima warisan dengan cara pembagian. Sebab dengan pembagian ia mendapatkan bagian lebih dari seperenam (1/6). Contoh kedua: seseorang wafat dan meninggalkan ibu, kakek, dua saudara kandung laki-laki dan dua saudara kandung perempuan. Maka pembagiannya sepert sepertii berik berikut ut:: ibu ibu menda mendapa patt seper seperena enam m (1/6) (1/6) bagi bagian, an, kakek kakek mend mendapa apatt sepertiga sepertiga (1/3) dari sisa harta yang ada, dan sisanya sisanya dibagikan dibagikan kepada saudara laki-laki dan perempuan, dengan ketentuan bagi laki-laki mendapat dua kali lipat bagian perempuan. Dalam contoh kedua ini bagian kakek lebih menguntungkan, ia mendapatkan sepertiga dari sisa harta setelah diambil hak sang ibu. Berarti kakek mendapat sepertiga (1/3) dari lima per enam (5/6).
PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
64
Contoh ketiga: seseorang wafat dan meninggalkan seorang anak perempuan, nenek, kakek, dan tiga saudara kandung perempuan. Pembagiannya sebagai berikut: bagi anak perempuan setengah (1/2), nenek seperenam (1/6), kakek seper seperena enam m (1/6 (1/6), ), dan dan sisan sisanya ya diba dibagi gika kan n kepad kepada a para para sauda saudara ra kandu kandung ng perempuan sesuai jumlah orangnya secara rata. Contoh keempat: seseorang wafat dan meninggalkan lima anak perempuan, suami, kakek, dan empat saudara kandung laki-laki. Maka pembagiannya seperti berikut: suami mendapat seperempat (1/4), lima anak perempuan mendapat dua per tiga (2/3), dan kakek mendapat seperenam (1/6), sedangkan empat saudara laki-laki tidak mendapatkan apa-apa. Hal ini telah disepakati ulama mujtahid. Contoh kelima: seseorang wafat dan meninggalkan dua orang istri, seorang anak perempuan, seorang cucu perempuan dari keturunan anak laki-laki, kakek, ibu, dan sepuluh saudara kandung perempuan. Maka pembagiannya sebagai berikut: untuk kedua orang istri seperdelapan (1/8), anak perempuan setengah (1/2), dan cucu cucu pere peremp mpua uan n ketu keturun runan an dari dari anak anak laki laki-l -lak akii seper seperen enam am (1/6) (1/6) sebag sebagai ai penyempurna dua per tiga (2/3), ibu mendapatkan seperenam (1/6), dan sang kakek juga seperenam. Sedangkan sepuluh saudara kandung perempuan tidak mendapatkan apa-apa sebab ashhabul furudh telah menghabiskan bagian yang ada. E. Bila Saudara Kandung dan Seayah Mewarisi bersama Kakek Persoalan Persoalan yang saya jelaskan sebelumnya sebelumnya berkisar mengenai mengenai bagian kakek bila hanya bersamaan dengan saudara kandung. Pada bagian ini akan dijelaskan bagian kakek jika ia tidak hanya bersama dengan saudara kandung, tetapi sekaligus bersama dengan saudara seayah. Untuk keadaan seperti ini, ulama faraid menyatakan bahwa para saudara seayah dikategorikan sama dengan saudara kandung, mereka dianggap satu jenis. Apabila pemberian dilakukan secara pembagian, keberadaan saudara seayah dalam keadaan seperti ini dikategorikan sebagai merugikan kakek. Meskipun setelah kakek mendapatkan bagian, seluruh sisa harta waris yang ada hanya menjadi hak para saudara kandung -- sebab jika saudara kandung dan seayah bersama-sama, maka saudara seayah mahjub, haknya menjadi gugur. Akan tetapi, jika saudara seayah mewarisi bersama kakek dan seorang saudara kandung perempuan, maka para saudara laki-laki seayah akan mendapatkan bagian sisa harta yang ada, setelah diambil hak saudara kandung perempuan (1/2) dan hak kakek (1/3). Agar Agar perso persoal alan an ini ini tidak tidak terl terlal alu u kabur kabur dan dan memb membin ingun gungk gkan an saya saya serta sertakan kan beberapa contoh kasus.
PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
65
Contoh pertama: seseorang wafat dan meninggalkan kakek, saudara kandung laki-l laki-laki aki dan saudara saudara laki-l laki-laki aki seayah. seayah. Maka Maka pembagia pembagiannya nnya sebagai sebagai beriku berikut: t: kake kakekk mend mendap apat at sepe sepert rtig iga a (1/3 (1/3)) bagi bagian an,, dan dan saud saudar ara a kand kandun ung g laki laki-l -lak akii mempero memperoleh leh dua per tiga tiga (2/3) (2/3) bagian bagian,, sedangka sedangkan n saudara saudara laki-la laki-laki ki seayah seayah mahjub (terhalangi) karena adanya saudara kandung laki-laki. Dalam contoh pertama, saudara laki-laki dikategorikan sebagai ahli waris, karena itu bagian kakek sepertiga (1/3), hak saudara kandung laki-laki dua per tiga (2/3), sedangkan saudara laki-laki seayah terhalangi oleh adanya ahli waris yang lebih kuat dan dekat, yakni saudara kandung laki-laki. Jumlah sepertiga (1/3) bagi kakek dalam contoh kasus ini sesuai dengan kaidah yang ada: "hendaklah kakek diberi dengan salah satu dari dua cara yang paling meng mengun untu tung ngka kann nnya ya,, mend mendap apat at sepe sepert rtig iga a hart harta a wari wariss atau atau deng dengan an cara cara pembagian". pembagian". Kebetulan dalam kasus ini kedua cara pemberian waris bagi kakek menghasilkan bagian yang sama, yaitu sepertiga. Contoh kedua: seseorang wafat dan meninggalkan seorang saudara kandung perempuan, kakek, seorang saudara laki-laki seayah, dan dua orang saudara perempu perempuan an seayah. seayah. Maka Maka pembagia pembagiannya nnya sepert sepertii beriku berikut: t: saudar saudara a kandung kandung perempuan mendapat setengah (1/2) bagian, kakek mendapat sepertiga (1/3) bagia bagian, n, sedan sedangk gkan an sisa sisanya nya diber diberik ikan an kepa kepada da para para sauda saudara ra laki laki-l -lak akii dan dan perempuan seayah --dengan ketentuan bagian laki-laki dua kali lipat bagian perempuan. Pada contoh kedua ini, saya langsung memberikan hak kakek sepertiga (1/3), tanp tanpa a meng menggu guna naka kan n cara cara pemb pembag agia ian. n. Kare Karena na seba sebaga gaim iman ana a tela telah h saya saya kemuk kemukak akan an bahw bahwa a keber keberad adaa aan n para para saud saudara ara laki laki-l -laki aki/p /per erem empu puan an seaya seayah h sebag sebagai ai perug perugi,i, yakni yakni merug merugik ikan an kake kakekk pada pada cara cara pembag pembagia ian. n. Kala Kalaula ulah h pemberian kepada kakak dalam contoh ini menggunakan cara pembagian, tentu hal hal ini ini akan akan meru merugi gika kann nnya ya karen karena a ia akan akan mener menerim ima a bagi bagian an kuran kurang g dari dari sepertiga (1/3) harta waris yang ada. Oleh sebab itu, saya berikan haknya dengan cara yang paling menguntungkannya, yaitu sepertiga (1/3). Setela Setelah h itu itu saya saya berikan berikan hak waris waris saudara saudara kandun kandung g peremp perempuan uan setenga setengah h secara fardh, karena ia lebih kuat dan lebih dekat kekerabatannya terhadap pewar pewaris is diba dibandi nding ngka kan n para para sauda saudara ra laki laki-la -laki ki/p /pere eremp mpua uan n seay seayah. ah. Sisa Sisany nya a barulah untuk mereka. Contoh ketiga: seseorang wafat dan meninggalkan ibu, kakek, seorang saudara kan kandung laki aki-laki aki, dan seorang ang saudar dara per perempuan sea seayah. yah. Maka pembagiannya seperti berikut: ibu mendapat seperenam (1/6) bagian, kakek memperoleh memperoleh dua per enam (2/6) bagian, dan sisanya diberikan kepada saudara kandung laki-laki. Dalam hal ini saudara perempuan seayah gugur sebab ada saud saudar ara a kand kandun ung, g, dan kebe kebera rada daan anny nya a hany hanya a meru merugi gika kan n kake kakekk bila bila menggunakan cara pembagian. PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
66
Catatan Pada Pada cont contoh oh keti ketiga ga --sep --seper ertiti telah telah diut diutara arakan kan--- keber keberada adaan an sauda saudara ra laki laki-laki/perempuan seayah merugikan kakek bila menggunakan cara pembagian. Kemudian, dalam masalah ini kita berikan nasib (bagian) saudara perempuan seayah sebanyak dua per enam (2/6), dan itu menjadi bagian saudara laki-laki kandung, sebab saudara perempuan seayah gugur haknya oleh adanya saudara laki-laki kandung. Bila kita lihat secara seksama akan tampak oleh kita bahwa yang lebih menguntungkan kakek dalam hal ini adalah cara pembagian, bukan dengan cara menerima sepertiga (1/3) sisa harta waris setelah diambil ashhabul furudh -- dalam contoh ini adalah ibu. Baran Barangka gkalili untu untukk lebi lebih h memp memperj erjel elas as masa masala lah h ini ini perlu perlu pula pula saya saya serta sertakan kan tabelnya. Masalahnya 12
Bagian ibu 1/6 secara fardh Bagian kakek kakek 2/6 secara pembagia pembagian n dengan saudara saudara kandung kandung laki-laki laki-laki Bagian saudara kandung (sisanya) Bagian saudara perempuan seayah mahjub
2 4 6 0
Contoh Contoh keempat keempat: seseo seseora rang ng wafat wafat dan dan meni mening nggal galka kan n seora seorang ng ibu, ibu, kakek kakek,,
saud saudar ara a kand kandun ung g pere perem mpuan puan,, dan dan dua dua oran orang g saud saudar ara a seay seayah ah.. Maka Maka pembagiannya seperti berikut: ibu memperoleh seperenam (1/6) bagian, kakek sepertiga (1/3), dan saudara kandung perempuan mendapat setengah (1/2), sedan sedangka gkan n bagia bagian n dua dua orang orang saud saudara ara seaya seayah h sisa sisany nya. a. Tabe Tabelny lnya a seba sebaga gaii berikut: Masalahnya 12 dan naik menjadi 36
Bagian ibu 1/6 Bagian kakek 1/3 (sisa setelah diambil ibu) Bagian saudara kandung perempuan perempuan setengah setengah (1/2) (1/2) Bagian dua dua orang saudara saudara laki-laki laki-laki seayah (sisanya) (sisanya)
6 10 18 2
Catatan
Apabi Apabila la pewa pewari riss hanya hanya meni meningg nggal alkan kan kera kerabat bat sepe sepert rtii kakek kakek dan dan sauda saudara ra-saudara saudara laki-la laki-laki/ ki/pere perempu mpuan an seibu seibu saja, saja, maka maka seluruh seluruh warisa warisan n merupak merupakan an bagian bagian kakek. kakek. Sebab, Sebab, seperti seperti yang telah telah disepa disepakat katii seluruh seluruh imam imam mujtah mujtahid, id, kakek dapat menggugurkan hak waris saudara seibu. Dan hak waris saudara PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
67
seibu hanyalah bila pewaris sebagai kalalah, yakni tidak mempunyai pokok (ayah dan seter seterusn usnya) ya) dan tida tidakk pula pula memp mempuny unyai ai caban cabang g (anak (anak,, cucu, cucu, cici cicit, t, dan dan seterusnya). Di samping itu, hal lain yang telah menjadi ijma' seluruh fuqaha ialah bahwa hak waris dari keturunan para saudara kandung ataupun seayah menjadi gugur kare karena na adan adanya ya kake kakek. k. Misa Misaln lnya ya,, bila bila sese seseor oran ang g meni mening ngga gall dan dan hany hanya a meninggalkan meninggalkan kakek serta anak saudaranya, saudaranya, maka seluruh warisannya warisannya menjadi menjadi hak kakek.
F. Masalah al-Akdariyah Istilah Istilah al-akdariyah al-akdariyah muncul karena masalah masalah ini berkaitan dengan salah seorang wanita dari bani Akdar. Sedangkan sebagian ulama mengatakan bahwa penyebutan masalah ini dengan istilah al-akdariyah --yang artinya 'kotor' atau 'mengotori'-- disebabkan masalah ini cukup mengotori mazhab Zaid bin Tsabit (sosok sahabat yang sangat dipuji Rasulullah akan kemahirannya dalam faraid, penj.). Dia pernah menghadapi masalah waris dan memvonisnya dengan melakukan sesuatu yang bertentangan (menyimpang) dari kaidah-kaidah faraid yang masyhur. Permasa Permasalah lahanny annya a seperti seperti berikut berikut:: bila bila seseora seseorang ng wafat wafat dan mening meninggal galkan kan seorang suami, ibu, kakek, dan seorang saudara kandung perempuan. Apabila berpegan berpegang g pada pada kaidah kaidah yang yang telah telah disepak disepakati ati seluruh seluruh fuqaha fuqaha --terma --termasuk suk di dala dalamn mnya ya Zaid Zaid bin bin Tsab Tsabitit send sendir irim imak aka a pemb pembag agia iann nnya ya adal adalah ah deng dengan an menggugu menggugurka rkan n hak saudara saudara kandung kandung perempu perempuan. an. Sebab, Sebab, suami suami mendapa mendapatt setengah (1/2), bagian, ibu mendapat sepertiga (1/3) bagian, dan sisanya hanya seperenam (1/6) yang tidak lain sebagai bagian kakek yang tidak mungkin digugurkan --karena merupakan haknya secara fardh. Oleh sebab itu, sudah semestinya bagian saudara kandung perempuan digugurkan karena tidak ada sisa harta waris. Akan tetapi, dalam kasus ini Zaid bin Tsabit r.a. memvonis dengan menyalahi kaidah yang ada. Dia memberi saudara kandung setengah (1/2) bagian, dan mena menaikk ikkan an masal masalahn ahnya ya dari dari enam enam (6) (6) menj menjadi adi semb sembililan an (9). (9). Kemu Kemudi dian an ia menya menyatu tuka kan n hak hak saud saudara ara kandu kandung ng pere peremp mpua uan n dengan dengan saham saham kaka kakak, k, dan membag membaginy inya a menjad menjadii bagian bagian laki-l laki-laki aki dua kali kali lipat lipat bagian bagian wanita wanita.. Setela Setelah h ditashih, masalahnya menjadi dua puluh tujuh (27), dan pembagiannya seperti berik berikut ut:: suam suamii menda mendapa patt sembi sembila lan n (9) (9) bagi bagian, an, ibu ibu enam enam (6) bagi bagian an,, kake kakekk delapan (8) bagian, dan saudara kandung perempuan empat (4) bagian. Dalam hal ini Imam Malik dan Imam Syafi'i mengikuti apa yang pernah dilakukan Zaid bin Tsabit, sehingga menjadikannya sebagai keputusan ijtihad dalam fiqih PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
68
kedua imam tersebut. Berikut ini saya sertakan tabelnya, dari mulai yang sesuai dengan kaidah aslinya hingga setelah ditashih. Masalahnya adalah dari enam (6)
Suami mendapat setengah (1 (1/2) se secara fardh Ibu mendapat sepertiga (1/3) secara fardh Kakek mendapat mendapat seperenam seperenam (1/6) (1/6) sisanya/f sisanya/fardh-nya ardh-nya Saudara kandung perempuan mahjub
3 2 1 0
Adapun tabel setelah ditashih menurut al-akdariyah seperti berikut: Masalahnya naik dari enam (6) menjadi dua puluh tujuh (27)
Bagian suami menjadi Bagian ibu menjadi Bagian kakek menjadi Bagian saudara kandung perempuan perempuan menjadi menjadi
9 6 8 4
Catatan
Catatan Dalam masalah al-akdariyah al-akdariyah ini sosok ahli waris mutlak mutlak tidak dapat diubah. Bila ada salah satu yang diubah, maka berarti telah keluar dari hukum tersebut. Wallahu a'lam.
VII. MASALAH AL 'AUL DANAR-RADD A. Definisi al-'Aul Al-'aul dalam bahasa Arab mempunyai mempunyai banyak arti, di antaranya antaranya bermakna azhzhulm (aniaya) dan tidak adil, seperti yang difirmankan-Nya: "... Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya." (an-Nisa': 3) Al-'aul juga bermakna 'naik' atau 'meluap'. Dikatakan Dikatakan 'alaa al-ma'u idzaa irtafa'a irtafa'a yang artinya 'air yang naik meluap'. Al-'aul bisa juga berarti 'bertambah', seperti tampak dalam kalimat ini: 'alaa al-miizaan yang berarti 'berat timbangannya'. PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
69
Sedangkan definisi al-'aul menurut istilah fuqaha yaitu bertambahnya jumlah bagian fardh dan berkurangnya nashib (bagian) para ahli waris. Hal ini terjadi ketika makin banyaknya ashhabul furudh sehingga harta yang dibagikan habis, padahal di antara mereka ada yang belum menerima bagian. Dala Dalam m keada keadaan an seper sepertiti ini ini kita kita harus harus menai menaikka kkan n atau atau menam menamba bah h pokok pokok masalahnya sehingga seluruh harta waris dapat mencukupi jumlah ashhabul furudh yang ada -- meski bagian mereka menjadi berkurang. Misaln Misalnya ya bagian bagian seorang seorang suami suami yang yang semest semestinya inya mendap mendapat at seteng setengah ah (1/2) (1/2) dapat dapat beruba berubah h menjad menjadii seperti sepertiga ga (1/3) (1/3) dalam dalam keadaan keadaan terten tertentu, tu, seperti seperti bila bila pokok masalahnya dinaikkan dari semula enam (6) menjadi sembilan (9). Maka dalam hal ini seorang suami yang semestinya mendapat bagian 3/6 (setengah) hanya memperoleh 3/9 (sepertiga). Begitu pula halnya dengan ashhabul furudh yang lain, bagian mereka dapat berkurang manakala pokok masalahnya naik atau bertambah. B. Latar Belakang Terjadinya 'Aul Pada masa Rasulullah saw. sampai masa kekhalifahan Abu Bakar ash-Shiddiq r.a. kasus 'aul atau penambahan --sebagai salah satu persoalan dalam hal pembagian waris-- tidak pernah terjadi. Masalah 'aul pertama kali muncul pada masa khalifah Umar bin Khathab r.a.. Ibnu Abbas berkata: "Orang yang pertama kali menambahkan pokok masalah (yakni 'aul) adalah Umar bin Khathab. Dan hal itu ia lakukan ketika fardh yang harus diberikan kepada ahli waris bertambah banyak." Secara lebih lengkap, riwayatnya dituturkan seperti berikut: seorang wanita wafat dan meninggalkan suami dan dua orang saudara kandung perempuan. Yang masyhur dalam ilmu faraid, bagian yang mesti diterima suami adalah setengah (1/2), sedangkan bagian dua saudara kandung perempuan dua per tiga (2/3). Dengan demikian, berarti fardh-nya telah melebihi peninggalan pewaris. Namun demikian, suami tersebut tetap menuntut haknya untuk menerima setengah dari harta harta wari wariss yang yang diti ditingg nggal alkan kan istr istri,i, begi begitu tupun pun dua dua orang orang sauda saudara ra kandu kandung ng perem perempua puan, n, merek mereka a teta tetap p menun menuntu tutt dua dua per per tiga tiga yang yang menj menjad adii hak hak wari wariss keduanya. Menghadapi kenyataan demikian Umar kebingungan. Dia berkata: "Sungguh aku tidak mengerti, siapakah di antara kalian yang harus didahulukan, dan siapa yang diakhirkan. Sebab bila aku berikan hak suami, pastilah saudara kandung perempuan pewaris akan dirugikan karena berkurang bagiannya. Begitu juga sebal sebalik ikny nya, a, bila bila aku aku berik berikan an terle terlebih bih dahul dahulu u hak hak kedua kedua sauda saudara ra kandu kandung ng perempuan pewaris maka akan berkuranglah nashib (bagian) suami." Umar kemudian mengajukan persoalan ini kepada para sahabat Rasulullah saw.. Di antara antara mere mereka ka ada ada Zaid Zaid bin bin Tsab Tsabitit dan dan menga menganju njurka rkan n kepada kepada Umar Umar agar agar menggunakan 'aul. Umar menerima anjuran Zaid dan berkata: "Tambahkanlah PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
70
hak para ashhabul furudh akan fardh-nya." Para sahabat menyepakati langkah tersebut, dan menjadilah hukum tentang 'aul (penambahan) fardh ini sebagai keputusan yang disepakati seluruh sahabat Nabi saw. C. Pokok Masalah yang Dapat dan Tidak Dapat Di-'aul- kan Pokok masalah yang ada di dalam ilmu faraid ada tujuh. Tiga di antaranya dapat di-'aul-kan, sedangkan yang empat tidak dapat. Ketiga pokok masalah yang dapat di-'aul-kan adalah enam (6), dua belas (12), dan dua puluh empat (24). Sedangkan pokok masalah yang tidak dapat di-'aulkan ada empat, yaitu dua (2), tiga (3), empat (4), dan delapan (8). Seba Sebaga gaii cont contoh oh poko pokokk yang yang dapa dapatt di-' di-'au aull-ka kan: n: sese seseor oran ang g wafat afat dan dan meni meningg nggalk alkan an suam suamii serta serta seora seorang ng sauda saudara ra kand kandun ung g perem perempu puan an.. Maka Maka pembagiannya sebagai berikut: pokok masalahnya dari dua (2). Bagian suami setengah berarti satu (1), dan bagian saudara kandung perempuan setengah, berarti mendapat bagian satu (1). Maka dalam masalah ini tidak menggunakan 'aul. Contoh lain, seseorang wafat dan meninggalkan ayah dan ibu. Pembagiannya: ibu mendapat sepertiga (1/3) bagian, dan sisanya menjadi bagian ayah. Dalam contoh ini pokok masalahnya tiga (3), jadi ibu mendapat satu bagian, dan ayah dua bagian. Contoh lain: seseorang wafat dan meninggalkan istri, saudara kandung laki-laki, dan saudara kandung perempuan. Maka pembagiannya seperti berikut: pokok masalahnya dari empat (4), bagian istri seperempat (1/4) berarti satu (1) bagian, sedangka sedangkan n sisany sisanya a (yakni (yakni 3/4) 3/4) dibagi dibagi dua antara antara saudara saudara kandung kandung laki-l laki-laki aki dengan saudara kandung perempuan, dengan ketentuan bagian laki-laki dua kali bagian perempuan. Contoh kasus yang lain, seseorang seseorang wafat dan meninggalkan meninggalkan seorang istri, anak perempu perempuan, an, dan saudara saudara kandung kandung peremp perempuan. uan. Maka pembagia pembagianny nnya a sepert sepertii berikut: pokok masalahnya dari delapan (8), bagian istri seperdelapan (1/8) berarti berarti satu satu bagian bagian,, anak anak setenga setengah h (1/2) (1/2) berarti berarti empat empat bagian, bagian, sedangk sedangkan an saudara kandung perempuan menerima sisanya, yakni tiga per delapan (3/8). Secara ringkas dapat dikatakan bahwa pokok masalah dalam contoh-contoh yang yang saya saya kemu kemuka kaka kan n semu semuan anya ya tida tidakk dapa dapatt di-' di-'au aulk lkan an,, seba sebab b poko pokokk masalahnya cocok atau tepat dengan bagian para ashhabul furudh. Pokok Masalah yang Dapat Di-'aul-kan Sebagaimana telah saya sebutkan sebelumnya, angka-angka pokok masalah yang dapat di-'aul-kan ialah angka enam (6), dua belas (12), dan dua puluh empat empat (24). (24). Namun, Namun, ketiga ketiga pokok pokok masalah masalah itu masing masing-mas -masing ing berbeda berbeda dan mempunyai mempunyai sifat tersendiri. tersendiri. Sebagai misal, angka enam (6) hanya dapat di-'auldi-'aulPEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
71
kan hingg hingga a angk angka a sepul sepuluh uh (10), (10), yakn yaknii dapat dapat naik naik menj menjad adii tuju tujuh, h, dela delapan pan,, sembilan, atau sepuluh. Lebih dari angka itu tidak bisa. Berarti pokok masalah enam (6) hanya dapat dinaikkan empat kali saja. Kemudian pokok masalah dua belas (12) hanya dapat dinaikkan hingga tujuh belas (17), namun hanya untuk angka ganjilnya. ganjilnya. Lebih jelasnya, pokok masalah dua belas (12) hanya dapat dinaikkan ke tiga belas (13), lima belas (15), atau tujuh belas (17). Lebih dari itu tidak bisa. Maka angka dua belas (12) hanya dapat di-'aul-kan tiga kali saja. Sedan Sedangka gkan n pokok pokok masal masalah ah dua dua pulu puluh h empat empat (24) (24) hanya hanya dapa dapatt di-' di-'au aul-k l-kan an kepada dua puluh tujuh (27) saja, dan itu pun hanya pada satu masalah faraid yang memang masyhur di kalangan ulama faraid dengan sebutan "masalah almimbariyyah". Untuk lebih menjelaskan dan memantapkan pemahaman kita terhadap pokokpokok masalah yang di-'aul-kan, perlu kita simak contoh-contohnya. Beberapa Contoh Masalah 'Aul Seseoran Seseorang g wafat wafat dan mening meninggalk galkan an ayah, ayah, ibu, anak perempu perempuan, an, dan cucu perempuan keturunan anak laki-laki. Maka pembagiannya seperti berikut: pokok masalahnya dari enam (6). Bagian ibu seperenam (1/6) berarti satu bagian, bagian ayah seperenam (1/6) berarti satu bagian, bagian anak perempuan tiga per enam (3/6) berarti tiga bagian, sedangkan bagian cucu perempuan dari keturunan keturunan anak laki-laki seperenam (1/6) --sebagai penyempurna dua per tiga-tiga-berarti satu bagian. Dalam contoh ini tidak ada 'aul, sebab masalahnya sesuai dengan fardh yang ada. Seseorang wafat dan meninggalkan suami, saudara kandung perempuan, dan sauda saudara ra perem perempu puan an seibu seibu.. Maka Maka pemba pembagi gian anny nya a seba sebaga gaii berik berikut ut:: pokok pokok masalahnya dari enam (6). Bagian suami setengah (1/2) berarti tiga, bagian saudara saudara kandung kandung perempu perempuan an setenga setengah h (1/2) (1/2) berarti berarti tiga, tiga, sedangk sedangkan an bagian bagian saudara perempuan seibu seperenam (1/6) berarti satu bagian. Dalam contoh kasus ini jumlah bagian yang ada melebihi pokok masalah, karenanya pokok masalah enam harus dinaikkan menjadi tujuh (7). Dengan demikian, jumlah bagian (fardh-nya) cocok dengan pokok masalahnya. Seseorang wafat dan meninggalkan suami, ibu, saudara kandung perempuan, dan seorang saudara perempuan seibu. Maka pembagiannya seperti berikut: pokok masalahnya dari enam (6). Bagian suami setengah (1/2) berarti tiga, ibu seperenam (1/6) berarti satu bagian, saudara kandung perempuan setengah (1/2) berarti tiga, sedangkan sedangkan saudara perempuan perempuan seibu seperenam (1/6) berarti satu satu bagian. bagian. Bila Bila demiki demikian, an, jumlah jumlah bagianny bagiannya a telah telah melebi melebihi hi jumlah jumlah pokok pokok masalah, yaitu delapan per enam (8/6). Oleh karena itu, asal pokok masalah enam dinaikkan menjadi delapan. Masalah ini oleh kalangan ulama faraid dikenal dengan istilah al-mubahalah. Seseorang wafat dan meninggalkan seorang suami, dua orang saudara kandung perempuan, dan dua orang saudara laki-laki seibu. Maka pembagianya seperti berikut: pokok masalahnya enam (6). Bagian suami setengah (1/2) berarti tiga PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
72
bagian. Sedangkan bagian dua saudara kandung perempuan dua per tiga (2/3) berarti empat bagian, dan bagian dua saudara laki-laki seibu sepertiga (1/3) berarti dua bagian. Dalam contoh ini jumlah bagian yang ada melebihi pokok masalahnya, karena itu pokok masalahnya di-'aul-kan menjadi sembilan, sehingga jumlah bagian sesuai denga dengan n poko pokokk masal masalah ahnya nya.. Masal Masalah ah ini ini dike dikena nall deng dengan an sebut sebutan an masa masala lah h marwaniyah. Seseorang wafat dan meninggalkan suami, ibu, dua orang saudara perempuan seayah, dan dua orang saudara perempuan seibu. Maka pembagiannya sebagai berikut: pokok masalahnya enam. Bagian suami setengah (1/2) berarti tiga, ibu seperenam (1/6) berarti satu, bagian dua orang saudara seayah dua per tiga (2/3) berarti empat, sedangkan bagian dua orang saudara perempuan seibu sepertiga (1/3) berarti dua bagian. Dalam contoh tersebut jumlah bagiannya telah melebihi pokok masalahnya, yaitu enam enam band bandin ing g sepu sepulu luh h (6:1 (6:10) 0).. Kare Karena na itu itu kita kita haru haruss mena menaik ikka kan n poko pokokk masalahnya yang semula enam menjadi sepuluh. Masalah ini oleh kalangan ulama faraid dikenal dengan istilah syuraihiyah. Contoh 'Aul Pokok Masalah Dua Belas (12) Seperti telah saya kemukakan bahwa pokok masalah dua belas hanya dapat di-'aul-kan tiga kali saja, yaitu menjadi tiga belas (13), lima belas (15), atau tujuh belas (17). Berikut ini saya berikan contoh-contohnya: Seseorang wafat dan meninggalkan istri, ibu, dan dua orang saudara kandung perempuan. Maka pembagiannya sebagai berikut: pokok masalahnya dari dua belas (12). Bagian istri seperempat (1/4) berarti tiga, bagian ibu seperenam (1/6) berarti dua bagian, sedangkan bagian dua orang saudara kandung perempuan dua per tiga (2/3) berarti delapan bagian. Dalam contoh ini tampak jumlah bagiannya telah melebihi pokok masalahnya, yaitu tiga belas. Karena itu harus dinaikkan menjadi tiga belas (13) sehingga tepat sesuai dengan jumlah bagian yang ada. Seseorang wafat dan meninggalkan seorang istri, ibu, seorang saudara kandung perem perempua puan, n, seor seorang ang saud saudara ara perem perempua puan n seaya seayah, h, dan dan seor seorang ang saud saudara ara perempuan seibu. Maka pembagiannya sebagai berikut: pokok masalahnya dua belas (12). Bagian istri seperempat (1/4) berarti tiga, ibu mendapat seperenam (1/6) berarti dua bagian, saudara kandung perempuan memperoleh setengah (1/2) berarti enam bagian, sedangkan saudara perempuan seayah seperenam (1/6) (1/6) --seba --sebaga gaii peny penyem empur purna na dua dua perti pertigaga--- berart berartii dua dua bagi bagian, an, dan dan bagian bagian saudara perempuan seibu juga seperenam (1/6) berarti dua bagian. Jumlah bagian dalam contoh ini telah melebihi pokok masalah, yaitu lima belas bagian. Karena itu pokok masalahnya di-'aul-kan menjadi lima belas (15). Seseorang wafat dan meninggalkan tiga orang istri, dua orang nenek, delapan orang saudara perempuan seayah, dan empat orang saudara perempuan seibu. Maka pembagiannya seperti berikut: pokok masalahnya dua belas (12). Bagian ketiga orang istri adalah seperempat (1/4) berarti tiga bagian, sedangkan bagian kedua nenek adalah seperenam (1/6) yang berarti dua bagian, bagi kedelapan PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
73
saudara perempuan seayah dua per tiga (2/3)-nya, berarti delapan bagian, dan bagian keempat saudara perempuan seibu sepertiga (1/3) yang berarti empat bagian. Dalam contoh ini tampak dengan jelas bahwa jumlah bagian ashhabul furudh telah melampaui pokok masalahnya, yakni tujuh belas berbanding dua belas. Karena itu pokok masalahnya harus di-'aul-kan dari dua belas menjadi tujuh belas. Contoh 'Aul Dua Puluh Empat (24) Pokok Pokok masala masalah h dua puluh puluh empat empat (24) --sebagaim --sebagaimana ana telah telah saya saya jelaska jelaskan-n-hanya dapat di-'aul-kan menjadi angka dua puluh tujuh (27). Selain itu, pokok masalah ini hanya ada dalam kasus yang oleh ulama faraid dikenal dengan masalah al-mimbariyah. Mereka menyebutnya demikian karena Ali bin Abi Thalib ketika memvonis masalah ini sedang berada di atas mimbar (podium). Contoh masalah ini seperti berikut: seseorang wafat dan meninggalkan seorang istri, ayah, ibu, anak perempuan, dan cucu perempuan dari keturunan anak lakilaki. Maka pembagiannya seperti ini: pokok masalahnya dua puluh empat (24). Ayah Ayah mend mendapa apatt seper seperena enam m (1/6) (1/6) berar berartiti empa empatt bagi bagian an,, ibu ibu memp memper erol oleh eh seperenam (1/6) berarti empat bagian, istri mendapat seperdelapan (1/8) berarti tiga bagian, anak perempuan mendapat setengah (1/2) berarti dua belas bagian, sedangkan sedangkan cucu perempuan keturunan dari anak laki-laki mendapat seperenam (1/6) --sebagai penyempurna dua per tiga (2/3)-- berarti empat bagian. Dalam contoh tersebut tampak sangat jelas bahwa jumlah bagian yang diterima diterima atau yang menjadi hak ashhabul furudh melebihi jumlah pokok masalahnya. Karena itu kita harus meng-'aul-kan pokok masalahnya hingga sesuai dengan jumlah bagian yang harus diberikan kepada para ashhabul furudh. Sekali lagi ditegaskan, ditegaskan, dalam masalah al-mimbariyyah al-mimbariyyah ini pokok masalah dua puluh empat hanya bisa di-'aul-kan menjadi angka dua puluh tujuh. Catatan Setiap masalah atau keadaan yang di dalamnya terdapat ahli waris yang berhak mendapatkan bagian setengah (1/2) dari harta waris, kemudian yang lain berhak mendapatkan sisanya, atau dua orang ahli waris yang masing-masing berhak mendapatkan mendapatkan bagian setengah (1/2), maka pokok masalahnya masalahnya dari dua (2), dan tidak dapat di-'aul-kan. Setiap masalah atau keadaan yang di dalamnya terdapat ahli waris yang berhak mendapat bagian sepertiga (1/3) dan yang lain sisanya, atau dua orang ahli waris yang satu berhak mendapat bagian sepertiga (1/3) dan yang lainnya dua per tiga (2/3), maka pokok masalahnya dari tiga (3), dan tidak ada 'aul. Setiap masalah atau keadaan yang di dalamnya terdapat ahli waris yang berhak mendapat bagian seperempat (1/4) dan yang lain sisanya, atau dua orang ahli waris waris yang yang satu satu berha berhakk mend mendap apat at seper seperem empa patt (1/4) (1/4) dan yang yang lain lain berha berhakk mendapat setengah (1/2), maka pokok masalahuya dari empat (4), dan dalam PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
74
hal ini tidak ada 'aul. Setiap masalah atau keadaan yang di dalamnya terdapat ahli waris yang berhak mendapat mendapat bagian seperdelapan (1/8) dan yang lain sisanya, atau dua orang ahli waris yang satu berhak mendapat seperdelapan dan yang lainnya setengah, maka pokok masalahnya dari delapan, dan tidak ada 'aul. D. Definisi ar-Radd Ar-radd dalam bahasa Arab berarti 'kembali/kembalikan' atau juga bermakna 'berpaling/palingkan'. Seperti terdapat dalam firman Allah berikut: "Musa berkata: 'Itulah (tempat) yang kita cari.' Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula. " (al-Kahfi: 64) "Dan Allah menghalau orang-orang yang kafir itu yang keadaan mereka penuh kejengkelan ..." (al-Ahzab: 25) Dalam sebuah doa disebutkan "Allahumma radda kaidahum 'annii" (Ya Allah, palingkanlah/halaulah tipu daya mereka terhadapku). Adapun ar-radd menurut istilah ulama ilmu faraid ialah berkurangnya pokok masalah dan bertambahnya/lebihnya jumlah bagian ashhabul furudh. Ar-radd merupakan kebalikan dari al-'aul. Sebag Sebagai ai misa misal,l, dala dalam m suat suatu u kead keadaa aan n (dala (dalam m pembag pembagia ian n hak hak waris waris)) para para ashhabul furudh telah menerima haknya masing-masing, tetapi ternyata harta warisan itu masih tersisa --sementara itu tidak ada sosok kerabat lain sebagai 'ashabah-- maka sisa harta waris itu diberikan atau dikembalikan lagi kepada para ashhabul furudh sesuai dengan bagian mereka masing-masing. E. Syarat-syarat ar-Radd Ar-radd tidak akan terjadi dalam suatu keadaan, kecuali bila terwujud tiga syarat seperti di bawah ini: adanya ashhabul furudh tidak adanya 'ashabah ada sisa harta waris. Bila dalam pembagian waris tidak ada ketiga syarat tersebut maka kasus ar-radd tidak akan terjadi. F. Ahli Waris yang Berhak Mendapat ar-Radd Ar-radd dapat terjadi dan melibatkan semua ashhabul furudh, kecuali suami dan istri. Artinya, suami atau istri bagaimanapun keadaannya tidak mendapat bagian tambahan dari sisa harta waris yang ada. Adapun Adapun ashhabul ashhabul furudh furudh yang yang dapat dapat meneri menerima ma ar-radd ar-radd hanya hanya ada delapa delapan n PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
75
orang: anak perempuan cucu perempuan keturunan anak laki-laki saudara kandung perempuan saudara perempuan seayah ibu kandung nenek sahih (ibu dari bapak) saudara perempuan seibu saudara laki-laki seibu Adapun Adapun mengena mengenaii ayah ayah dan kakek, kakek, sekali sekalipun pun keduany keduanya a termasu termasukk ashhabul ashhabul furudh dalam beberapa keadaan tertentu, mereka tidak bisa mendapatkan arradd. Sebab dalam keadaan bagaimanapun, bila dalam pembagian hak waris terdapat salah satunya --ayah atau kakek-- -maka tidak mungkin ada ar-radd, karena keduanya akan menerima waris sebagai 'ashabah. G. Ahli Waris yang Tidak Mendapat ar-Radd Adapun ahli waris dari ashhabul furudh yang tidak bisa mendapatkan ar-radd hanyalah suami dan istri. Hal ini disebabkan kekerabatan keduanya bukanlah karena nasab, akan tetapi karena kekerabatan kekerabatan sababiyah sababiyah (karena sebab), yaitu adanya ikatan tali pernikahan. Dan kekerabatan ini akan putus karena kematian, maka maka dari dari itu itu mere mereka ka (suam (suamii dan dan istr istri) i) tidak tidak berha berhakk menda mendapa patk tkan an ar-ra ar-radd. dd. Merek Mereka a hany hanya a mend mendap apat at bagian bagian sesu sesuai ai bagi bagian an yang yang menj menjad adii hak masi masingngmasing. Maka apabila dalam suatu keadaan pembagian waris terdapat kelebihan atau sisa dari harta waris, suami atau istri tidak mendapatkan bagian sebagai tambahan. H. Macam-macam ar-Radd Ada empat macam Ar-radd, dan masing-masing mempunyai cara atau hukum tersendiri. Keempat macam itu: adanya ahli waris pemilik bagian yang sama, dan tanpa adanya suami atau istri adanya pemilik bagian yang berbeda-beda, dan tanpa suami atau istri adanya pemilik bagian yang sama, dan dengan adanya suami atau istri adanya pemilik bagian yang berbeda-beda, dan dengan adanya suami atau istri Hukum Keadaan Pertama Apabila dalam suatu keadaan ahli warisnya hanya terdiri dari sahib fardh dengan bagian yang sama --yakni dari satu jenis saja (misalnya, semuanya berhak mendapat mendapat bagian bagian seteng setengah, ah, atau atau seperem seperempat pat,, dan seterus seterusnya) nya)--- dan dalam dalam keadaan itu tidak terdapat suami atau istri, maka cara pembagiannya dihitung berdasarkan jumlah ahli waris. Hal ini bertujuan untuk menghindari sikap berteletele dan agar lebih cepat sampai pada tujuan dengan cara yang paling mudah. Sebagai misal, seseorang wafat dan hanya meninggalkan tiga anak perempuan, maka pokok masalahnya dari tiga, sesuai jumlah ahli waris. Sebab, bagian mereka sesuai fardh adalah dua per tiga (2/3), dan sisanya mereka terima PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
76
secara secara ar-ra ar-radd. dd. Karen Karena a itu itu pemb pembag agia ian n hak hak masi masingng-ma masi sing ng sesu sesuai ai juml jumlah ah mereka, disebabkan mereka merupakan ahli waris dari bagian yang sama. Contoh lain, bila seseorang wafat dan hanya meninggalkan sepuluh saudara kandung perempuan, maka pokok masalahnya dari sepuluh. Dan pembagiannya pun secara fardh dan ar-radd. Misa Misall lain lain,, seseo seseoran rang g wafat wafat dan dan menin meningal galka kan n seora seorang ng nenek nenek dan dan sauda saudara ra perempuan seibu. Maka pokok masalahnya dari dua, disebabkan bagiannya sama. Hukum Keadaan Kedua Apabila dalam suatu keadaan terdapat bagian ahli waris yang beragam --dan tidak ada salah satu dari suami atau istri-- maka cara pembagiannya dihitung dan nilai bagiannya, bukan dari jumlah ahli waris (per kepala). Sebagai misal, seseorang wafat dan meninggalkan seorang ibu dan dua orang saudara laki-laki seibu. Maka pembagiannya, bagi ibu seperenam (1/6), untuk kedua saudara lakilaki seibu sepertiga (1/3). Di sini tampak jumlah bagiannya tiga, dan itulah angka yang dijadikan pokok masalah, yakni tiga. Contoh-contoh keadaan kedua Seseorang wafat meninggalkan seorang anak perempuan serta seorang cucu perempuan keturunan anak lak-laki. Maka pokok masalahnya dari empat, karena jumlah bagiannya ada empat. Seseorang Seseorang wafat dan meninggalkan meninggalkan seorang ibu, saudara kandung perempuan, serta saudara laki-laki seibu. Maka jumlah bagiannya adalah lima, dan itulah pokok masalahnya. Seseorang wafat dan meninggalkan seorang nenek, anak perempuan, serta seorang cucu perempuan perempuan dari keturunan anak laki-laki. laki-laki. Maka jumlah jumlah bagiannya bagiannya adalah lima, dan itulah pokok masalahnya. Seseorang wafat dan meninggalkan saudara kandung perempuan serta saudara perempuan seayah. Maka pokok masalahnya empat, karena jumlah bagiannya empat. Seseoran Seseorang g wafat wafat dan mening meninggalk galkan an saudara saudara kandun kandung g perempu perempuan, an, saudara saudara perempuan seayah, dan saudara perempuan seibu. Maka pokok masalahnya lima, karena jumlah bagiannya adalah lima. Begitu seterusnya, yang penting tidak ada salah satu dari suami atau istri. Hukum keadaan Ketiga Apabila para ahli waris semuanya dari sahib fardh (bagian) yang sama, disertai salah satu dari suami atau istri, maka kaidah yang berlaku ialah kita jadikan pokok masalahnya dari sahib fardh yang tidak dapat ditambah (di-radd-kan) dan barulah sisanya dibagikan kepada yang lain sesuai dengan jumlah per kepala. Sebag Sebagai ai misal misal,, sese seseora orang ng wafa wafatt dan dan meni mening nggal galka kan n suam suamii dan dan dua dua anak anak perempuan. Maka suami mendapatkan seperempat (1/4) bagian, dan sisanya PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
77
(tiga per empat) dibagikan kepada anak secara merata, yakni sesuai jumlah kepala. kepala. Berarti Berarti bila bila pokok pokok masalahn masalahnya ya dari dari empat empat (4), suami suami mendapa mendapatka tkan n seperempat (1/4) bagian berarti satu, dan sisanya (yakni 3/4) merupakan bagian kedua anak perempuan dan dibagi secara rata. Misal lain, seseorang wafat dan meninggalkan meninggalkan seorang istri, dua orang saudara laki laki-l -lak akii seib seibu, u, sert serta a seor seoran ang g saud saudar ara a pere peremp mpua uan n seib seibu. u. Maka Maka poko pokokk masalahnya dari empat, karena angka itu diambil dari sahib fardh yang tidak dapat dapat di-ra di-radddd-kan kan,, yait yaitu u istr istri,i, yang yang bagia bagianny nnya a dalam dalam keada keadaan an demi demiki kian an seperempat (1/4). Contoh lain, seseorang wafat dan meninggalkan seorang istri, serta lima orang anak perempuan. Pokok masalahnya adalah delapan, angka ini diambil dari sahib fardh yang tidak dapat di-radd-kan (tidak berhak untuk ditambah). Maka istri mendapatkan seperdelapan (1/8) bagian, berarti mendapat satu bagian, sedangka sedangkan n sisany sisanya a tujuh tujuh per delapan delapan (7/8) (7/8) merupak merupakan an bagian bagian kelima kelima anak perempu perempuan an dan dibagi dibagi secara secara merata merata di antara antara mereka. mereka. Hitungan Hitungan ini perlu perlu pentash pentashiha ihan, n, dan setelah setelah ditash ditashih ih pokok pokok masala masalahny hnya a menjad menjadii empat empat puluh, puluh, hitung hitungan an (bagia (bagiannya nnya)) sebagai sebagai berikut berikut:: ibu mendapa mendapatka tkan n seperde seperdelap lapan an dari empat puluh, berarti lima bagian, sedangkan sisanya --tiga puluh lima bagian-dibag dibagik ikan an secara secara merat merata a kepad kepada a keli kelima ma anak anak perem perempu puan an pewa pewari ris, s, bera berart rtii masing-masing menerima tujuh bagian. Contoh lain, seseorang wafat dan meninggalkan seorang istri dan empat anak perem perempua puan. n. Dala Dalam m hal ini ini pokok pokok masal masalah ahnya nya dari dari empat empat,, diam diambi bill dari dari istr istrii seba sebaga gaii sahi sahib b fard fardh h yang yang tida tidakk dapa dapatt di-r di-rad addd-ka kan. n. Pemb Pembag agia iann nnya ya:: istr istrii mendapatkan seperempat (1/4) bagian, sedangkan sisanya --tiga per empat (3/4)-- dibagi secara merata untuk keempat anak perempuan pewaris. Dalam contoh ini juga harus ada pentashihan pada pokok masalahnya. Oleh karena itu, pokok masalah yang mulanya empat (4) naik menjadi enam belas (16). Sehingga pembagiannya pembagiannya seperti seperti berikut: berikut: bagian istri seperempat (1/4) dari enam enam bela belass berar berartiti empat empat bagi bagian an.. Seda Sedang ngkan kan sisa sisany nya a dua dua bela belass bagia bagian n dibagikan secara merata kepada keempat anak perempuan pewaris. Dengan demikian, setiap anak memperoleh tiga bagian. Hukum keadaan Keempat Apab Apabilila a dala dalam m suat suatu u kead keadaa aan n terd terdap apat at ashh ashhab abul ul furu furudh dh yang yang bera beraga gam m bagiannya, dan di dalamnya terdapat pula suami atau istri, maka menurut kaidah yang berlaku kita harus menjadikannya dalam dua masalah. Pada persoalan pertama kita tidak menyertakan menyertakan suami atau istri, dan pada persoalan persoalan kedua kita menyertakan suami atau istri. Kemudian kita buat diagramnya secara terpisah. Setelah Setelah itu barulah barulah kita lihat kedua ilustrasi tersebut tersebut dengan salah satu dari tiga kriteri kriteria a yang yang ada, mana yang paling tepat. Sedangkan Sedangkan ketiga ketiga kriteri kriteria a yang dimak dimaksud sud iala ialah h tama tamaat atsu sull (kemi (kemiri ripan pan), ), tawa tawaaf afuq uq (sep (sepada adan) n),, dan tabaa tabaayu yun n (perbedaan). PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
78
Untuk lebih memperjelas masalah yang rumit ini perlu saya sertakan contoh kasusnya: Seseor Seseorang ang wafa wafatt dan meni meningg nggal alkan kan istr istri,i, nene nenek, k, dan dan dua dua orang orang sauda saudara ra perempuan seibu. Maka pembagiannya seperti berikut: Ilustrasi pertama tanpa menyertakan suami dan istri: Pokok masalahnya dari enam, dengan ar-radd menjadi dari lima (yakni dari jumlah bagian yang ada). Bagian nenek seperenam (1/6) berarti satu bagian. Bagian kedua saudara perempuan seibu sepertiga (1/3) = 2 bagian. Ilustrasi kedua menyertakan suami atau istri: Pokok masalahnya dari empat, yaitu diambil dari bagian sahib fardh yang tidak dapat di-radd-kan, yaitu istri. Bagian istri seperempat (1/4) berarti memperoleh satu bagian. Sisa Sisanya nya,, yakn yaknii tiga tiga bagi bagian an,, merup merupak akan an bagi bagian an nene nenekk dan dan kedua kedua saud saudara ara perempuan seibu. Dengan melihat kedua ilustrasi tersebut, kita dapati bagian yang sama antara bagian nenek dan bagian dua saudara perempuan seibu, yakni tiga bagian. Angka tiga tersebut berarti tamaatsul (sama) dalam kedua ilustrasi. Kemudian bila istri mendapat bagiannya, yakni seperempat (1/4), maka sisa harta waris tinggal tiga bagian. Ilustrasi ini juga merupakan tamaatsul (sama) dengan masalah ar-radd. Karenanya tidak lagi memerlukan tashih, dan cukuplah kita jadikan ilustrasi masalah kedua itu sebagai pokok masalah. Contoh lain: seseorang wafat meninggalkan istri, dua orang anak perempuan, dan ibu. Pada ilustrasi pertama --tanpa menyertakan suami/istri-- asal pokok masalahnya dari enam, dan dengan ar-radd menjadi dari lima, karena itulah jumlah bagian yang ada. Sedan Sedangka gkan n dala dalam m ilus ilustr trasi asi kedu kedua a --men --menyer yerta taka kan n suam suami/i/is istr trii--- asal asal pokok pokok masalahnya dari delapan, karena merupakan fardh orang yang tidak dapat diradd-kan, yakni istri. Apabila Apabila istri istri mengam mengambil bil bagiann bagiannya, ya, yakni yakni yang seperde seperdelap lapan, an, maka sisanya sisanya tujuh per delapan (7/8), dan sisa ini merupakan bagian dua anak perempuan dengan ibu, secara fardh dan radd. PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
79
Sepert Sepertii kita kita ketah ketahui ui bahwa bahwa anta antara ra tuju tujuh h dan dan lima lima itu itu tabaa tabaayu yun n (berb (berbed eda). a). Kemudi Kemudian an langka langkah h berikut berikutnya nya kita kita kalika kalikan n pokok pokok masala masalah h kedua kedua (delap (delapan) an) dengan pokok masalah pertama (lima). Maka hasil perkalian antara kedua pokok masalah itu adalah pokok masalah bagi kedua ilustrasi tersebut. Kini, setelah kita kenali pokok masalah dari kedua ilustrasi masalah tersebut, maka bagian istri adatah adatah seperde seperdelap lapan an dari empat puluh puluh bagian bagian yang yang ada, ada, berarti ia mendapat lima (5) bagian. Bagian kedua anak perempuan dan ibu adalah sisa setelah diambil bagian istri --yang tersisa tiga puluh lima (35) bagian. Maka pembagiannya pembagiannya sebagai berikut: berikut: bagian kedua anak perempuan perempuan adalah adalah hasil perkalian antara empat (bagiannya dalam dalam ilust ilustras rasii pert pertam ama) a) denga dengan n tuju tujuh h (yang (yang merup merupak akan an sisa sisa bagi bagian an pada pada ilustrasi kedua) berarti dua puluh delapan (28) bagian. Adapun Adapun bagian bagian ibu adalah adalah hasil hasil perkali perkalian an antara antara bagian bagiannya nya dalam dalam ilustr ilustrasi asi pertama (satu bagian) dengan tujuh (yang merupakan sisa bagian dalam ilustrasi kedua) berarti tujuh (7) bagian. Jadi, dari jumlah keseluruhan antara bagian istri, ditambah bagian kedua anak perempuan, ditambah bagian ibu adalah 5 + 28 + 7 = 40. Lihat tabel berikut: Ilustrasi pertama tanpa menyertakan suami/istri
Pokok masalahnya aslinya dari 65, dengan radd, menjadi 5 Bagian kedua anak perempuan 2/3 berarti 4 Bagian ibu seperenam (1/6) berarti 1 Jumlah bagian 5 Ilustrasi kedua dengan menyertakan suami/istri
Pokok masalah dari delapan, diambil dari ahlul fardh sete etelah tash ashih 40 yang tak dapat di-radd menjadi Bagian istri 1/8, berarti 1 setelah tashih 5 Bagian dua anak perempuan dan ibu 7 setelah tashih bagian anak perempuan 4x7 28 bagian ibu 4x7 7 VIII. PENGHITUNGAN DAN PENTASHIHAN
PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
80
MENGET MENGETAHU AHUII pokok pokok masala masalah h merupak merupakan an suatu suatu keharus keharusan an bagi bagi kita kita yang yang mengkaji ilmu faraid. Hal ini agar kita dapat mengetahui secara pasti bagian setiap ahli waris, hingga pembagiannya benar-benar adil, tanpa mengurangi atau melebi melebihka hkan n hak masing masing-ma -masin sing. g. Persoal Persoalan an "pokok "pokok masala masalah" h" ini di kalangan kalangan ulam ulama a fara faraid id dike dikena nall deng dengan an isti istila lah h at-t at-ta' a'sh shilil,, yang yang bera berart rtii usah usaha a untu untukk meng menget etah ahui ui poko pokokk masa masala lah. h. Dala Dalam m hal hal ini, ini, yang yang perl perlu u dike diketa tahu huii adal adalah ah bagaimana dapat memperoleh angka pembagian hak setiap ahli waris tanpa melalui pemecahan yang rumit. Karena itu, para ulama ilmu faraid tidak mau mener menerim ima a kecual kecualii angka angka-an -angka gka yang yang jela jelass dan dan benar benar (maks (maksud udny nya a tanp tanpa a menyertakan angka-angka pecahan, penj.). Untuk mengetahui pokok masalah, terlebih dahulu perlu kita ketahui siapa-siapa ahli ahli waris warisnya nya.. Arti Artinya nya,, kita kita harus harus menge mengeta tahui hui apak apakah ah ahli ahli wari wariss yang yang ada ada semuany semuanya a hanya hanya termas termasuk uk 'ashaba 'ashabah, h, atau atau semuany semuanya a hanya hanya dari ashhab ashhabul ul furudh, atau gabungan antara 'ashabah dengan ashhabul furudh. Apabila seluruh ahli waris yang ada semuanya dari 'ashabah, maka pokok masalahnya dihitung per kepala --jika semuanya hanya dari laki-laki. Misalnya, seseora seseorang ng wafat wafat dan mening meninggal galkan kan lima lima orang orang anak laki-l laki-laki aki,, maka maka pokok pokok masalahnya dari lima. Atau seseorang wafat meninggalkan sepuluh saudara kandung laki-laki, maka pokok masalahnya dari sepuluh. Bila ternyata ahli waris yang ada terdiri dari anak laki-laki dan perempuan, maka satu anak laki-laki kita hitung dua kepala (hitungan), dan satu wanita satu kepala. Hal ini diambil dari kaidah qur'aniyah: bagian anak laki-laki dua kali bagian anak perempuan. Pokok masalahnya juga dihitung dari jumlah per kepala. Misalnya, seseorang wafat dan hanya meninggalkan lima orang anak, dua lakilaki dan tiga perempuan. perempuan. Maka pokok masalahnya masalahnya berarti tujuh (7). Contoh lain, bila mayit meninggalkan lima anak perempuan dan tiga anak laki-laki, maka pokok masalahnya sebelas, dan demikian seterusnya. Kemudian, jika ternyata ahli waris yang ada semuanya dari ashhabul furudh yang sama, berarti itulah pokok masalahnya. Misalnya, seseorang wafat dan meninggalkan seorang suami dan saudara kandung perempuan. Maka pokok masa masalah lahny nya a dari dari dua (2). (2). Seba Sebab, b, bagi bagian an suam suamii sete setenga ngah h (1/2) (1/2) dan dan bagi bagian an saud saudar ara a kand kandun ung g pere peremp mpua uan n juga juga sete seteng ngah ah (1/2 (1/2). ). Seca Secara ra umum umum dapa dapatt dikata dikatakan kan bahwa bahwa bila bila ahli ahli waris waris semuany semuanya a sama --misa --misalny lnya a masing masing-mas -masing ing berhak mendapat seperenam (1/6)-- maka pokok masalahnya dari enam (6). Bila semuanya berhak sepertiga (1/3), maka pokok masalahnya dari tiga (3). Bila semuanya seperempat (1/4) atau seperdelapan (1/8), maka pokok masalahnya dari empat atau delapan, begitu seterusnya. Sedangkan jika para ahli waris yang ditinggalkan pewaris terdiri dari banyak bagia bagian n --yakn --yaknii tidak tidak dari dari satu satu jeni jenis, s, misa misaln lnya ya ada ada yang yang berhak berhak seten setengah gah,, seperenam, dan sebagainya-- kita harus mengalikan dan mencampur antara PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
81
beberapa kedudukan, yakni antara angka-angka yang mutamatsilah (sama) atau yang mutadaakbilah (saling berpadu), atau yang mutabaayinah (saling berbeda). Untuk memperjelas masalah ini, baiklah kita simak kaidah yang telah diterapkan oleh para ulama ilmu faraid. Kaidah ini sangat mudah sekaligus mempermudah kita untuk memahami pokok masalah ketika ahli waris terdiri dari berbagai sahib fardh yang mempunyai bagian berbeda-beda. Para ulama faraid membagi kaidah tersebut menjadi dua bagian: Pertama: bagian setengah (1/2), seperempat (1/4), dan seperdelapan (1/8). Kedua: bagian dua per tiga (2/3), sepertiga (1/3), dan seperenam (1/6). Apabila para ashhabul furudh hanya terdiri dari bagian yang pertama saja (yakni 1/2, 1/4, 1/8), berarti pokok masalahnya dari angka yang paling besar. Misalnya, bila dalam suatu keadaan, ahli warisnya dari sahib fardh setengah (1/2) dan seperempat (1/4), maka pokok masalahnya dari empat (4). Misal lain, bila dalam suatu keadaan ahli warisnya terdiri dari para sahib fardh seteng setengah ah (1/2 (1/2), ), seper seperem empa patt (1/4 (1/4), ), dan dan seper seperde delap lapan an (1/8) (1/8) --ata --atau u hanya hanya seperempat dengan seperdelapan-- maka pokok masalahnya dari delapan (8). Begitu juga bila dalam suatu keadaan ahli warisnya terdiri dari sahib fardh sepe sepert rtig iga a (1/3 (1/3)) deng dengan an sepe sepere rena nam m (1/6 (1/6)) atau atau dua dua per per tiga tiga (2/3 (2/3)) deng dengan an seperenam (1/6), maka pokok masalahnya dari enam (6). Sebab angka tiga merupakan bagian dari angka enam. Maka dalam hal ini hendaklah diambil angka penyebut yang terbesar. Akan tetapi, jika dalam suatu keadaan ahli warisnya bercampur antara sahib fardh kelompok pertama (1/2, 1/4, dan 1/8) dengan kelompok kedua (2/3, 1/3, dan 1/6) 1/6) diperl diperlukan ukan kaidah kaidah yang yang lain lain untuk untuk menget mengetahu ahuii pokok pokok masala masalahny hnya. a. Kaidah yang dimaksud seperti tersebut di bawah ini: Apabila dalam suatu keadaan, sahib fardh setengah (1/2) --yang merupakan kelompok pertama-- bercampur dengan salah satu dari kelompok kedua, atau semuanya, maka pokok masalahnya dari enam (6). Apabila dalam suatu keadaan, sahib fardh seperempat (1/4) yang merupakan kelompok pertama-- bercampur dengan seluruh kelompok kedua atau salah satunya, maka pokok masalahnya dari dua belas (12). Apabila dalam suatu keadaan, sahib fardh seperdelapan (1/8) yang merupakan kelompok pertama-- bercampur dengan seluruh kelompok kedua, atau salah satunya, maka pokok masalahnya dari dua puluh empat (24). Untuk lebih memperjelas kaidah tersebut, perlu saya utarakan beberapa contoh. Misalnya, seseorang wafat dan meninggalkan suami, saudara laki-laki seibu, ibu, dan paman kandung. Maka pembagiannya sebagai berikut: suami mendapat setengah (1/2), saudara laki-laki seibu seperenam (1/6), ibu sepertiga (1/3), PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
82
sedangkan paman sebagai 'ashabah, ia akan mendapat sisa yang ada setelah ashhabul furudh menerima bagian masing-masing. Bila tidak tersisa, maka ia tidak berhak menerima harta waris. Dari contoh tersebut tampak ada campuran antara kelompok pertama (yakni 1/2) dengan sepertiga (1/3) dan seperenam seperenam (1/6), yang merupakan merupakan kelompok kedua. Berdasarkan Berdasarkan kaidah yang ada, pokok masalah pada contoh tersebut dari enam. Lihat diagram:
Pokok masalah dari dua belas (12)
Istri seperempat (1/4)) Ibu seperenam (1/6) Dua saudara laki-laki seibu sepertiga (1/3) Saudara kandung kandung laki-la laki-laki ki sebagai sebagai 'ashabah 'ashabah (sisanya) (sisanya)
3 2 4 3
Contoh lain, seseorang wafat dan meninggalkan istri, ibu, dua orang saudara laki-laki seibu, dan seorang saudara laki-laki kandung. Maka pembagiannya seperti berikut: berikut: bagian istri seperempat seperempat (1/4), ibu seperenam (1/6), dua saudara saudara laki-laki seibu sepertiga (1/3), dan saudara kandung laki-laki sebagai 'ashabah. Pada contoh ini tampak ada campuran antara bagian seperempat (1/4) --yang termasuk termasuk kelompo kelompokk pertama pertama--- dengan dengan seperen seperenam am (1/6) (1/6) dan seperti sepertiga ga (1/3). (1/3). Maka Maka berda berdasa sark rkan an kaid kaidah ah,, poko pokokk masal masalah ahny nya a dari dari dua dua belas belas (12). (12). Angka Angka tersebut merupakan merupakan hasil perkalian perkalian antara empat (yang merupakan merupakan bagian istri) dengan tiga (sebagai bagian kedua saudara laki-laki seibu). Tabelnya tampak berikut ini: Pokok masalah dari 24
Bagian istri seperdelapan (1/8) Bagian anak perempuan setengah (1/2) Cucu Cucu perempuan perempuan dari dari anak lakilaki-lak lakii seperenam seperenam (1/6) (1/6) Bagian ibu seperenam (1/6) Saudara ka kandung la laki-laki, sebagai 'a 'ashabah (s (sisa)
berarti 3 berarti 12 berarti berarti 4 berarti 4 1
Angka dua puluh empat (24) yang dijadikan sebagai pokok masalah timbul sebagai hasil perkalian antara setengah dari enam (yakni 3) dengan delapan (6 : PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
83
2 x 8 = 24). Atau setengah setengah dari delapan (yakni empat) empat) kali enam (6), (8 : 2 x 6 = 24). Hal seperti ini disebabkan setengah dari dua angka tersebut (yakni enam dan delapan) ada selisih, karenanya kita ambil setengah dari salah satu angka tadi, kemudian kita kalikan dengan angka yang lain dengan sempurna. Begitulah seterusnya.
A. Tentang Tashih Agar kita dapat memahami dan menelusuri menelusuri rincian pentashihan pokok masalah, maka maka kita kita harus harus meng menget etah ahui ui nisb nisbah ah-ny -nya a (konek (koneksi si)) deng dengan an keemp keempat at isti istila lah h perhitu perhitunga ngan. n. Yaitu, Yaitu, at-tam at-tamaat aatsul sul (kemiri (kemiripan/ pan/kes kesama amaan), an), at-tad at-tadaak aakhul hul (saling (saling terkait terkait/sa /salin ling g bercamp bercampur), ur), at-taw at-tawaaf aafuq uq (saling (saling bertaut bertautan), an), dan at-tab at-tabaayu aayun n (berbeda/saling berjauhan). Apabila pokok masalah --harta waris-- dalam suatu pembagian waris cocok (sesuai) dengan jumlah bagian tiap-tiap ahli waris yang ada, maka kita tidak perlu menggunakan cara-cara yang berbelit dan memusingkan. Namun, bila harta waris tersebut kurang dari jumlah bagian yang mesti diterima setiap ahli waris, atau jumlah bagian ashhabul furudh melebihi jumlah pokok masalah, maka dalam hal ini memerlukan pentashihan pokok masalahnya. Definisi Tashih Tashi Tashih h dalam dalam bahas bahasa a Arab Arab berart berartii 'meng 'menghi hila lang ngkan kan penya penyaki kit't'.. Sedan Sedangka gkan n menurut ulama ilmu faraid berarti mewujudkan jumlah yang kurang dari bagian setiap ahli waris tanpa pecahan dalam pembagiannya. Definisi at-Tamaatsul At-Tamaatsul dalam bahasa Arab berarti at-tasyabuh, yakni 'sama bentuknya'. Sedangkan menurut ulama faraid berarti sama dalam jumlah atau nilai, yang satu tidak lebih banyak atau lebih sedikit dari yang lain. Misalnya, angka tiga berarti sama dengan tiga, dan lima sama dengan lima, dan seterusnya. Definisi at-Tadaakhul At-Tada At-Tadaakh akhul ul dalam dalam bahasa bahasa Arab Arab berasal berasal dari dari kata kata dakhala, dakhala, yakni yakni 'masuk 'masuk',', lawan kata dari "keluar". Sedangkan menurut ulama faraid adalah pembagian angka yang besar oleh angka yang lebih kecil, sehingga dari pembagian itu tidak ada lagi angka atau jumlah yang tersisa. Misalnya, angka delapan (8) dengan angka empat (4), angka delapan belas (18) dengan angka enam (6), angka dua puluh tujuh (27) dengan angka sembilan (9). Definisi at-Tawaafuq At-Tawaafuq dalam bahasa Arab berarti 'bersatu'. Sedangkan menurut istilah ilmu faraid ialah setiap dua angka yang dapat dibagi angka ketiga, sehingga menurut mereka di antara kedua bilangan itu ada tadaakhul. Misalnya, angka 8 PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
84
dengan 6 keduanya dapat dibagi oleh angka 2. Angka 12 dengan angka 30 sama-sama dapat dibagi oleh angka 6. Angka 8 dengan 20 sama-sama dapat dibagi oleh angka 4, demikian seterusnya. Definisi at-Tabaayun At-Tabaayun dalam bahasa Arab berarti tabaa'ud, yakni saling berjauhan atau saling berbeda. Sedangkan menurut kalangan ulama ilmu faraid ialah setiap bilangan yang satu dengan lainnya tidak dapat membagi, dan tidak pula dapat dibagi oleh bilangan lain (ketiga). Misalnya angka 7 dengan angka 4, angka 8 dengan 11, angka 5 dengan 9. Untu Untukk meng menget etah ahui ui seca secara ra tepa tepatt peng penger ertitian an taba tabaay ayun un,, kita kita band bandin ingk gkan an pengertiannya dengan istilah lainnya. Apabila angka yang besar dibagi angka yang lebih kecil, maka kedua bilangan itu tadaakhul. Apabila angka yang besar tidak dapat dibagi angka yang kecil --tetapi dibagi angka yang lain-- maka kedua bilangan itu ada tawaafuq. Sedangkan apabila suatu angka tidak dapat dibagi oleh bilangan lain, maka disebut tabaayun. Tetapi apabila kedua bilangan itu sama, maka di antara kedua bilangan tersebut adalah mutamaatsilan. B. Cara Mentashih Pokok Masalah Setelah kita ketahui dengan baik makna-makna at-tamaatsul, attadaakhul, attawaafuq, dan at-tabaayun, maka kita perlu mengetahui kapan kita dapat atau memungkinkan untuk mentashih pokok masalah? Dan apa tujuannya, Pada hakikatnya, kalangan ulama faraid tidak mau menerima permasalahan pembagian waris kecuali dengan angka-angka yang pasti (maksudnya tanpa pecahan, penj.). Hal ini dimaksudkan agar dapat mewujudkan keadilan yang optima optimall dalam dalam pembagi pembagian an terseb tersebut. ut. Selain Selain itu, itu, untuk untuk mewuju mewujudka dkan n keadil keadilan an mereka berusaha mengetahui jumlah bagian yang merupakan hak setiap ahli waris, sehingga tidak mengurangi ataupun menambahkan. Hal ini merupakan satu perhatian yang sangat baik dari para ulama faraid dalam usaha mereka mewujudkan kemaslahatan yang menyeluruh, sebagaimana yang dikehendaki ad-Din al-Islam. Cara Cara pent pentas ashi hiha han n yang yang bias biasa a dila dilakuk kukan an para para ulam ulama a farai faraid d seper sepertiti berik berikut ut:: langkah pertama, melihat bagian setiap ahli waris dan jumlah per kepalanya. Bila jumlah per kepala setelah dibagi cocok dan pas dengan jumlah bagian setiap ahli waris yang berhak untuk menerimanya, maka inilah yang sempurna dan sangat diharapkan. Namun, bila jumlah per kepalanya jauh lebih sedikit dari jumlah bagian ahli waris yang ada --jumlah pokok masalahnya sudah habis, tetapi ada ahli waris yang belum mendapat bagian-- maka kita harus melihat apakah ada kecocokan di antara kedua hal itu ataukah tidak. Bila ada kesesuaian antara bagian tiap ahli waris dengan jumlah per kepalanya, maka setiap anak berhak mendapat bagian sesuai dengan jumlah per kepalanya, dengan cara mengalikan PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
85
jumlah jumlah per kepala kepala dengan dengan pokok pokok masala masalah h atau atau dengan dengan meng-'a meng-'aul-k ul-kanny annya. a. (Misalnya, empat anak perempuan, dan bagiannya 2/3 dari 6, berarti 4, maka ada kesamaan. Sebab setiap anak mendapat bagian satu). Adapun bila terjadi mubayaanah (ada selisih) maka kalikan jumlah per kepalanya dengan pokok masalah atau dengan meng-'aul-kannya, maka hasil dari perkalian itu yang menjadi pokok masalah sebenamya. Inilah yang disebut "pentashihan pokok masalah" oleh kalangan ulama faraid. Sedangkan Sedangkan mengenai mengenai bagian untuk mengalikan mengalikan pokok masalah masalah atau meng-'aulkan dengan tujuan mentashih pokok masalah, oleh ulama faraid disebut dengan juz'us juz'us sahm. Maksudnya, Maksudnya, sebagai sebagai bagian khusus yang berkaitan berkaitan dengan setiap bagian pada pokok masalah. Untuk Untuk lebih lebih memper memperjel jelas as masalah masalah ini, ini, perlu perlu saya kemukak kemukakan an contoh contoh kasus kasus sehingga pembaca dapat lebih memahaminya. Contoh amaliah tentang pentashihan pokok masalah Seseorang wafat dan meninggalkan empat anak perempuan, ibu, ayah, dan tiga cucu perempuan keturunan anak laki-laki. Maka pembagiannya seperti berikut: pokok masalahnya dari enam (6). Bagian keempat anak perempuan ialah dua per tiga (2/3) berarti empat (4) bagian. Sang ayah seperenam berarti satu bagian, dan sang ibu juga seperenam berarti satu bagian. Sedangkan tiga cucu perempuan dari keturunan anak laki-laki tidak mendapat bagian (mahjub karena anak pewaris lebih dari dua orang, penj.). Dalam contoh tersebut kita lihat jumlah anak perempuan ada empat (4), dan bagian yang mereka peroleh juga empat. Karena itu tidak lagi memerlukan pentashihan pokok masalah, sebab bagian yang mesti dibagikan kepada mereka (keem (keempa patt anak anak perem perempu puan an itu) itu) tidak tidak lagi lagi meme memerl rluk ukan an pecah pecahan an-pe -peca cahan han.. Sehingga dalam pembagiannya akan dengan pas dan mudah, setiap anak menerima satu bagian. Contoh lain yang at-tamaatsul. Seseorang wafat dan meninggalkan ibu, dua saudara saudara perempu perempuan an seibu, seibu, dan empat empat saudara saudara kandung kandung perempu perempuan. an. Maka Maka pembagi pembagianny annya a sepert sepertii berikut berikut:: pokok pokok masala masalahny hnya a dari enam (6), kemudi kemudian an di-'aul-kan menjadi tujuh (7). Bagian ibu seperenam (1/6) berarti satu bagian, kemudian bagian kedua saudara perempuan seibu sepertiga (1/3) berarti dua bagian, sedangkan bagian keempat saudara kandung perempuan adalah dua per tiga (2/3) yang berarti empat (4) bagian. Bila kita perhatikan baik-baik contoh ini, kita lihat bahwa pokok masalahnya tidak memerlukan pentashihan. Sebab jumlah per kepalanya sesuai dengan jumlah yang dibagikan. Bagi kedua saudara perempuan seibu dua bagian, maka tiap orang mendapat satu bagian. Bagi keempat saudara kandung perempuan empat bagi bagian an,, maka maka seti setiap ap oran orang g mend mendap apat at satu satu bagi bagian an.. Bera Berart rtii kese kesesu suai aian an PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
86
pembagi pembagian an tersebu tersebutt tidak tidak memerlu memerlukan kan pentas pentashih hihan an pokok pokok masala masalah. h. Dengan Dengan demikian, tahulah kita bahwa contoh masalah tersebut cenderung (bernisbat) pada at-tamaatsul. Contoh masalah yang at-tawaafuq. Seseorang wafat dan meninggalkan delapan (8) anak perempuan, ibu, dan paman kandung. Maka pembagiannya seperti berikut: pokok masalahuya dari enam (6). Bagian kedelapan anak perempuan dua per tiga (2/3) berarti empat (4) bagian, ibu seperenam (1/6) berarti satu bagian, bagian, dan sisanya sisanya (satu (satu bagian) bagian) adalah adalah bagian bagian paman paman kandun kandung g sebagai sebagai 'ashabah. Kita lihat dalam contoh di atas ada at-tawaafuq antara jumlah per kepala anak perempuan dengan jumlah bagian yang mereka peroleh, yaitu dua (2). Angka dua itulah yang menurut istilah ulama faraid sebagai bagian dari bagian juz'us sahm kemudian bagian dari bagian itu dikalikan dengan pokok masalah, yakni angka enam (6). Maka 2 x 6 = 12. Itulah tashih pokok masalah. Misal lain, seseorang wafat dan meninggalkan suami, enam saudara kandung perempuan, perempuan, dan dua orang saudara laki-laki laki-laki seibu. Maka pembagiannya pembagiannya seperti berikut: pokok masalahnya dari enam (6), kemudian di-'aul-kan menjadi sembilan (9). Bagian suami setengah setengah (1/2) berarti tiga bagian, sedangkan bagian keenam saudara saudara kandung kandung perempu perempuan an dua per tiga tiga (2/3), (2/3), berarti berarti empat bagian bagian,, dan bagian kedua saudara laki-laki seibu sepertiga (1/3), berarti dua bagian. Dalam contoh di atas kita lihat ada tawaafuq antara jumlah bagian yang diterima para saudara kandung perempuan dengan jumlah per kepala mereka, yaitu dua (2). Kemudian kita ambil separo jumlah per kepala mereka, berarti tiga (3), dan kita kalikan dengan pokok masalah setelah di-'aul-kan yakni angka sembilan (9), berarti 3 x 9 = 27. Hasil dari perkalian itulah yang akhirnya menjadi pentashihan pokok pokok masala masalah. h. Setela Setelah h pentas pentashih hihan, an, maka maka pembagi pembagianny annya a seperti seperti berikut berikut:: suami mendapat sembilan bagian (9), keenam saudara kandung perempuan mendapat mendapat dua belas bagian, dan kedua saudara laki-laki laki-laki seibu mendapat mendapat enam bagian (9 + 12 + 6 = 27). Contoh lain, seseorang wafat dan meninggalkan suami, anak perempuan, tiga cucu perempuan dari keturunan anak laki-laki, dan saudara kandung laki-laki. Maka pembagiannya seperti berikut: pokok masalahnya dari 12. Bagian suami 1/4 berarti tiga (3) bagian, bagian bagian anak perempuan 1/2 berarti enam (6) bagian, dan bagian bagian cucu perempuan keturunan anak laki-laki laki-laki 1/6 sebagai penyempurna penyempurna 2/3 berarti 2 bagian, dan bagian saudara kandung laki-laki satu bagian (sisanya) sebagai 'ashabah bin nafsihi. Inilah tabelnya:
Suami 1/4 PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
3 12 3
36 9 87
Anak perempuan 1/2 Tiga cucu ucu perem rempuan keturun runan anak laki-laki 1/6 Saudara kandung laki-laki ('ashabah)
6 2 1
18 6 3
Berdasarkan tabel tersebut kita lihat antara bagian cucu perempuan keturunan anak anak laki laki-l -laki aki denga dengan n juml jumlah ah per per kepa kepala la merek mereka a (yak (yakni ni 2 denga dengan n 3) ada ada taba tabaay ayun un (per (perbe beda daan an), ), kare karena nany nya a kita kita kali kalika kan n angk angka a 3 deng dengan an poko pokokk masalahnya, yakni 3 x 12 = 36, maka angka 36 itu berarti pokok masalah hasil pentashihan. Contoh lain, seseorang wafat dan meninggalkan istri, lima anak perempuan, ayah, ibu, dan saudara kandung laki-laki. Maka bagian masing-masing seperti berikut: pokok masalahnya dari 24, kemudian di-'aul-kan menjadi 27. Bagian istri 1/8 = 3, kelima anak perempuan mendapat bagian 2/3 yang berarti 16, ayah memperoleh 1/6 berarti 4, dan ibu mendapat 1/6 yang berarti 4, sedangkan bagian saudara kandung laki-laki mahjub (terhalang). Inilah tabelnya: 5 24 27 Istri 1/8 3 Lima anak perempuan 2/3 16 Ayah 1/6 4 Ibu 1/6 4 Saudara kandung laki-laki (m (mahjub) -
135 15 80 20 20 -
Dalam tabel tersebut kita lihat bahwa bagian kelima kelima anak perempuan tidak bisa dibag dibagii oleh oleh jumla jumlah h per kepal kepala a mere mereka ka.. Karena Karenany nya a di antara antara kedua keduanya nya ada ada tabaayun (perbedaan). Kemudian kita kalikan pokok masalahnya setelah di-'aulkan (yakni 27) dengan jumlah per kepala mereka, yakni 27 x 5 = 135. Angka itu merupakan merupakan pokok masalah masalah setelah pentashihan. Dan angka lima (5) itulah yang dinamakan juz'us sahm. Misa Misall lain, lain, seora seorang ng wafa wafatt dan dan meni mening ngga galka lkan n tiga tiga oran orang g istr istri,i, tuju tujuh h anak anak perempuan, dua orang nenek, empat saudara kandung laki-laki, dan saudara laki-laki seibu. Pembagiannya seperti berikut: Pokok masalahnya dari 24. Ketiga istri mendapat 1/8 = 3. Tujuh anak perempuan mendapat 2/3-nya = 16, kedua nenek 1/6-nya = 4, dan empat saudara kandung laki-laki (sisanya) yaitu 1 sebagai 'ashabah, sedangkan saudara seibu mahjub. Perhatikan tabel berikut: PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
88
28 24 3 istri bagiannya 1/8 3 7 anak perempuan 2/3 16 2 orang nenek 1/6 4 sau saudara kan kandung laki aki-laki aki ('a ('ashab habah) 1 Saudara laki-lah seibu (mahjub -
672 84 448 112 28 -
Dalam tabel tersebut kita lihat bahwa bagian anak perempuan (16) dengan jumlah per kepala mereka (7) ada perbedaan (tabaayun), begitu juga dengan bagian keempat saudara kandung yang hanya satu bagian, dan jumlah per kepala mereka ada perbedaan (tabaayun). Untuk mentashih pokok masalah dari contoh ini, kita kalikan jumlah per kepala anak perempuan (yakni 7) dengan jumlah jumlah per kepala saudara kandung (yakni 4), berarti 7 x 4 = 28. Angka tersebut (yakni 28) merupakan juz'us sahm. Kemudian juz'us sahm tersebut kita kalikan dengan pokok masalahnya (28 x 24 = 672) hasilnya itulah yang menjadi pokok masalah setelah pentashihan. Pentashihan seperti ini dapat diterapkan dalam contoh-contoh yang lain. C. Pembagian Harta Peninggalan At-tarikah (peninggalan) dalam bahasa Arab bermakna seluruh jenis kepemilikan yang yang diti diting ngga galk lkan an pewar pewaris is,, baik baik berup berupa a harta harta,, benda benda,, atau atau tana tanah. h. Semu Semua a peninggalan itulah yang harus dibagikan kepada ahli waris yang ada sesuai dengan hak bagian yang harus mereka terima. Untuk mengetahui pembagian harta waris kepada setiap ahlinya ada beberapa cara yang harus ditempuh, namun yang paling masyhur di kalangan ulama faraid ada dua -- dalam hal yang berkenaan dengan harta yang dapat ditransfer. Cara pertama: kita ketahui ketahui nilai (harga) setiap bagiannya, kemudian kita kalikan dengan jumlah bagian tiap-tiap ahli waris. Maka hasilnya merupakan bagian masing-masing ahli waris. Cara Cara kedua kedua:: kita kita keta ketahui hui terl terlebi ebih h dahu dahulu lu bagi bagian an seti setiap ap ahli ahli wari wariss secar secara a menyeluruh. Hal ini kita lakukan dengan cara mengalikan bagian tiap-tiap ahli waris dengan jumlah (nilai) harta peninggalan yang ada, kemudian kita bagi dengan angka pokok masalahnya atau tashihnya. Maka hasilnya merupakan bagian dari masing-masing ahli waris. Contoh Cara Pertama Seseor Seseorang ang wafat wafat dan menin meningg ggal alka kan n istr istri,i, anak anak perem perempu puan, an, ayah, ayah, dan ibu. ibu. PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
89
Sedangka Sedangkan n harta harta pening peninggal galanny annya a sebanyak sebanyak 480 dinar, dinar, maka maka pembag pembagian iannya nya seperti berikut: Pokok masalahnya dari 24, istri mendapatkan 1/8 yang berarti 3 bagian, anak perem perempua puan n 1/2 1/2 berar berartiti 12 bagian bagian,, ibu ibu mend mendap apat atka kan n 1/6 1/6 berar berartiti 4 bagi bagian an,, sedangkan sisanya (yakni 5 bagian) merupakan hak ayah sebagai 'ashabah. Adapun nilai (harga) per bagiannya bagiannya didapat dari hasil pembagi pembagi harta waris yang ada (480 dinar) dibagi pokok masalah (24), berarti 480: 24 = 20 dinar adalah harga per bagian. Jadi, bagian istri Anak Anak per perem empu puan an Ibu Ayah ('('ash ashabah) ah)
3 bagian x 20 dinar = 12 bag bagia ian n x 20 din dinar ar = 4 bagian x 20 20 dinar = 5 ba bagia gian x 20 di dinar = Total =
60 dinar 240 240 dina dinar r 80 dinar 100 di dinar 480 480 din dinar ar
Cont Contoh oh lain lain,, sese seseor oran ang g wafa wafatt dan dan meni mening ngga galk lkan an dua dua saud saudar ara a kand kandun ung g perempuan, ibu, suami, cucu perempuan keturunan anak laki-laki. Sedangkan harta waris yang ada sebanyak 960 dinar. Maka pembagiannya seperti berikut: pokok pokok masa masala lahn hnya ya dari dari 12 kemu kemudi dian an di-t di-tas ashi hikk kkanan-ka kan n menj menjad adii 24. Cucu Cucu perempuan mendapatkan 1/2 yang berarti 12 bagian, suami mendapatkan 1/4 yang yang bera berart rtii 6 bagi bagian an,, dan dan ibu ibu memp memper erol oleh eh 1/6 1/6 yang yang bera berart rtii 4 bagi bagian an.. Sedan Sedangka gkan n sisa sisany nya a (dua (dua bagi bagian) an) untuk untuk dua sauda saudara ra kandun kandung g perem perempu puan an sebagai 'ashabah ma'al ghair. Tabelnya seperti berikut: 2 12 24 24 Cucu perempuan keturunan anak laki-laki 1/2 6 12 Suami 1/4 1/4 3 6 Ibu 1/6 1/6 2 4 2 saud saudar ara a pere peremp mpua uan n kan kandu dung ng ('as ('asha haba bah h ma' ma'al al ghair hair)) 1 2 Adapun nilai per bagian; 960 dinar: 24 = 40 dinar. Jadi, bagian masing-masing ahli waris: Jadi Jadi,, Cucu Cucu pr. pr. ket ketur urun unan an anak anak laki laki-l -lak akii 12 x 40 dina dinarr = 480 480 din dinar ar Suami 6 x 40 dinar = 240 dinar Ibu 4 x 40 dinar = 160 dinar Dua sa saudar dara ka kandun dung pe peremp empuan 2 x 40 di dinar nar = 80 di dinar Total = 960 960 din dinar ar PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
90
Contoh lain, seseorang wafat dan meninggalkan empat anak perempuan, dua anak laki-laki, ayah, ibu, dan tiga saudara kandung laki-laki, dan harta peninggalannya 3.000 dinar. Maka pembagiannya seperti berikut: pokok masalahnya dari 6 kemudian ditashih menjadi 12. Sang ayah mendapatkan 1/6 berarti 2 bagian, ibu mendapatkan 1/6 berarti 2 bagian, dan sisanya dibagikan kepada enam (6) anak, dengan ketentuan bagian laki-laki dua kali lipat bagian perempuan, berarti bagian anak perempuan 4 bagian (masing-masing satu bagian), sedangkan bagian anak laki-laki juga 4 bagian (masing-masing 2 bagian), sedangkan saudara kandung laki-laki mahjub. Simak tabel berikut: 2 6 Empat anak perempuan 4 Dua anak laki-laki 3 Ayah 1/6 1 Ibu 1/6 1 Tiga saudara kandung laki-laki (mahjub) -
12 4 4 2 2
Adapun nilai per bagiannya adalah 3.000:12 = 250 dinar Jadi, Jadi, Jadi Jadi bagi bagian an 4 ana anakk per perem empua puan n dua anak laki-laki ibu ayah
4 x 250 250 din dinar ar = 1.000 1.000 dina dinar r 4 x 250 dinar = 1.000 dinar 2 x 250 dinar = 500 dinar 2 x 250 dinar = 500 dinar Total = 3.000 3.000 dina dinar r
PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
91
Contoh lain, seseorang wafat dan meninggalkan suami, saudara kandung perempuan, dua saudara laki-laki seibu, dan nenek. Sedangkan harta peninggalan seluruhnya 9.900 dinar. Maka pembagiannya seperti berikut: pokok masalahnya dari 6 kemudian di-'aul-kan (dinaikkan) menjadi 9. Suami mendapat 1/2 yang berarti 3, saudara kandung perempuan 1/2 berarti 3, dua saudara lakilaki seibu memperoleh 1/3 berarti 2, sedangan nenek mendapat 1/6 berarti satu (1). Perhatikan tabel berikut: 6 Suami Saudara kandung perempuan Saudara laki-laki seibu Nenek
9 3 3 2 1
1/2 1/2 1/3 1/6
Adapun nilai per bagiannya adalah 9.900: 9 = 1.100 dinar Jadi, Suami Saud Saudara ara perem perempua puan n kand kandun ung g Dua Dua saud saudar ara a lakiaki-llaki aki seib seibu u Nenek
3 x 1.100 dinar = 3. 3.300 dinar 3 x 1.10 1.100 0 dina dinarr = 3.300 3.300 dinar dinar 2 x 1.10 1.100 0 dina dinarr = 2.20 2.200 0 dinar inar 1 x 1.100 dinar = 2.200 dinar Total = 9.000 9.000 dinar dinar
Bila seseorang wafat dan meninggalkan suami, ibu, dua anak perempuan, 3 cucu perempuan keturunan anak laki-laki, satu cucu laki-laki dari keturunan anak laki laki-l -lak aki,i, seda sedang ngka kan n hart harta a yang yang diti diting ngga galk lkan an seju sejuml mlah ah 585 585 dina dinar, r, maka maka pembagiannya seperti berikut: Poko Pokokk masal asalah ahny nya a dari dari 12 kem kemudia udian n di-' di-'au aull-ka kan n menj menjad adii 13. 13. Suam Suamii mendapatkan 1/4 (berarti 3 bagian), ibu mendapatkan 1/6 (berarti 2 bagian), dan dua anak perempuan 2/3 (berarti 8 bagian). Sedangkan kedudukan para cucu dalam hal ini sebagai 'ashabah, sehingga mereka mereka tidak tidak mempero memperoleh leh bagian bagian karena karena harta harta waris waris telah telah habis habis dibagi dibagikan kan kepada ashhabul furudh. Perhatikan tabel berikut: 12 1/4 1/6 2/3
Suami Ibu Dua anak perempuan Tiga cucu perempuan 'ashabah Dua cucu perempuan
13 3 2 8 -
PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
92
Jadi, Su S uami 3 x 58 5 85:13 dinar = Ibu 2 x 585:13 dinar = Dua Dua anak anak per perem empu puan an 8 x 585: 585:13 13 din dinar ar = Total =
135 dinar 90 dinar 360 360 dina dinar r 585 585 dina dinar r
Contoh lain, seseorang wafat dan meninggalkan dua saudara kandung, cucu perempu perempuan an keturun keturunan an anak anak laki-l laki-laki aki,, ibu, suami, suami, sedangk sedangkan an harta harta warisn warisnya ya berjumlah 240 dinar. Maka pembagiannya seperti berikut: pokok masalahnya dari 12 kemudian ditashih menjadi 24, cucu perempuan keturunan anak laki-laki mendapatkan 1/2 (berarti 12 bagian), ibu mendapatkan 1/6 (berarti 4 bagian), suami mendapatkan 1/4 (berarti 6 bagian), dan dua saudara kandung 2 bagian sebagai 'ashabah. 12 24 Cucu pr. ket. anak laki-laki 1/2 6 12 Ibu 1/6 2 4 Suami 1/4 3 6 Dua saudara kandung ('ashabah) 1 2 Cucu pr. ket. anak laki-laki 12 x 240:24 dinar = 120 dinar Ibu 4 x 240:24 dinar = 40 dinar Suami 6 x 240:24 dinar = 60 dinar Dua Dua sa saudar udara a ka kandun ndung g ('('asha ashaba bah) h) 2 x 240: 240:2 24 din dinar ar = 20 dina dinar r Total = 240 240 din dinar ar Misa Misall lain lain,, sese seseora orang ng wafa wafatt dan dan meni mening ngga galk lkan an ibu, ibu, dua dua saud saudara ara kandu kandung ng perempuan, saudara perempuan seayah, saudara laki-laki seayah, dan cucu perempuan keturunan anak laki-laki. Sedangkan harta peninggalan sebanyak 1.500 dinar. Maka pembagiannya seperti berikut: pokok masalahnya dari 6, ibu mendapatkan 1/6 (berarti satu bagian), cucu perempuan 1/2 (berarti 3 bagian), dan sisanya --dua bagian-- menjadi hak kedua saudara perempuan kandung sebagai 'ashabah. Sedangkan ahli waris yang lain ter- mahjub. Inilah tabelnya:
Ibu 1/6 Cucu pr. ket. anak laki-laki 1/2 Dua saudara kandung pr. ('ashabah) Saudara perempuan seayah, Dua saudara laki-laki seayah (mahjub)
6 1 3 2 -
Masalah Dinariyah ash-Shughra
Ada dua masalah yang dikenal oleh kalangan ulama faraid, yakni istilah adPEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
93
dinariy dinariyah ah ash-shu ash-shughr ghra a dan ad-dinar ad-dinariyah iyah al-kubr al-kubra. a. Ad-din Ad-dinari ariyah yah ash-shu ash-shughra ghra memiliki pengertian seluruh ahli warisnya terdiri atas kaum wanita, dan setiap ahli waris hanya menerima satu dinar. Contoh masalahnya, seseorang wafat dan meninggalkan tiga (3) orang istri, dua (2) orang orang nenek nenek,, dela delapa pan n (8) (8) saud saudara ara perem perempua puan n seay seayah, ah, dan dan empat empat (4) saud saudar ara a pere perem mpuan puan seib seibu. u. Hart Harta a pen peningg inggal ala annya nnya:: 17 din dinar. ar. Adapu dapun n pembagiannya seperti berikut: pokok masalahnya dari 12 kemudian di-'aul-kan menjadi 17. Tiga orang istri mendapatkan 1/4 (berarti 3 bagian), dua orang nenek nenek mendapa mendapatka tkan n 1/6 (berart (berartii 2 bagian bagian), ), kedelap kedelapan an saudara saudara perempu perempuan an seaya seayah h mend mendap apat atka kan n 2/3 2/3 (berar (berartiti 8 bagi bagian an), ), sedang sedangka kan n keem keempat pat sauda saudara ra pere perem mpuan puan seib seibu u menda endapa pattkan kan 1/3 1/3 (ber (berar artti 4 bagi bagian an). ). Jum Jumlah lah hart arta peninggalannya ada 17 dinar, jumlah bagian seluruh ahli warisnya pun 17, dengan demikian masing-masing mendapat satu dinar. Maka kasus seperti ini disebut ad-dinariyah ash-shughra. Berikut ini tabelnya: 12 Ke-3 istri 1/4 Kedua nenek 1/6 Ke-8 Ke-8 sdr. sdr. pr. pr. sea seaya yah h 2/3 2/3 Ke-4 sd sdr. pr pr. se seibu 1/3
17 3 2 8 4
masing-masing 1 bagian = 1 dinar masing-masing 1 bagian = 1 dinar masi masing ng-m -mas asin ing g 1 bagi bagian an = 1 dina dinar r masing-masing 1 bagian = 1 di dinar
Masalah Dinariyah al-Kubra
Adapun masalah ad-dinariyah al-kubra memiliki pengertian bahwa ahli waris yang ada sebagian sebagian terdiri dari ashhabul furudh dan sebagian lagi dari 'ashabah. 'ashabah. Masi Masingng-ma masi sing ng ahli ahli waris waris di anta antara ra mere mereka ka ada ada yang yang hany hanya a mend mendap apat atka kan n bagian satu (1) dinar, sebagian ada yang mendapatkan dua (2) dinar, dan sebagian lagi ada yang mendapatkan lebih dari itu. Hal seperti ini di kalangan ulama faraid disebut ad-dinariyah al-kubra. Contoh masalah ini sebagai berikut: misalnya, seseorang wafat meninggalkan istri istri,, ibu, ibu, dua anak anak perem perempu puan an,, dua dua bela belass sauda saudara ra kand kandung ung laki laki-l -lak aki,i, dan dan seorang saudara kandung perempuan. Sedangkan harta peninggalannya 600 dinar. Maka pembagiannya seperti berikut: pokok masalahnya dari 24 kemudian setela setelah h ditashi ditashih h menjad menjadii 600. Istri mendap mendapatk atkan an 1/8 (berart (berartii 3 bagian) bagian),, ibu mendapatkan 1/6 (berarti 4 bagian), kedua anak perempuan memperoleh 2/3 (16 bagian), dan sisanya satu (1) bagian merupakan bagian ke-12 saudara kandung laki-laki dan seorang saudara kandung perempuan sebagai 'ashabah. Jadi, bagian Is Istri 3 x 60 600:24 dinar = Ibu 4 x 600:24 dinar = Kedua Kedua anak anak perem perempua puan n 16 x 600: 600:24 24 dinar dinar = Total = PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
75 dinar 100 dinar 400 400 dina dinar r 575 575 dina dinar r 94
Sedangka Sedangkan n ke-12 ke-12 saudara saudara kandung kandung laki-l laki-laki aki dan seorang seorang saudar saudara a kandung kandung perem perempua puan n mend mendapa apatt sisa sisany nya, a, yakni yakni 25 dina dinarr sebaga sebagaii 'asha 'ashabah bah,, denga dengan n ketent ketentua uan n bagi bagian an anak anak laki laki-la -laki ki dua dua kali kali lipa lipatt bagi bagian an pere peremp mpua uan. n. Deng Dengan an demikian, yang 24 dinar dibagikan kepada ke-12 saudara kandung laki-laki dan masing-masing mendapat dua (2) dinar, dan yang satu (1) dinar bagian saudara kandung perempuan. Berikut ini tabelnya:
Istri 1/8 Ibu 1/6 Kedua anak perempuan 2/3 12 saudara kandung laki-laki 1 1 saudara kandung perempuan ('ashabah)
25 24 3 4 16
600 75 100 100 24 1
Masalah ad-dinariyah al-kubra ini pernah terjadi pada zaman al-Qadhi Syuraih (seseor (seseorang ang mengaj mengajuka ukan n masala masalah h kepadany kepadanya). a). Akhirn Akhirnya ya Syurai Syuraih h memvon memvonis is dengan memberikan hak saudara kandung perempuan pewaris hanya satu (1) dinar. Tetapi, wanita tersebut kemudian mengadukan hal itu kepada Imam Ali bin Abi Abi Thal Thalib ib r.a. r.a. yang yang meny menyeb ebut utka kan n bahw bahwa a Syur Syurai aih h tela telah h menz menzha halilimi miny nya, a, menguran mengurangi gi hak warisn warisnya ya hingga hingga member memberiny inya a satu satu dinar dinar dari pening peninggal galan an saudaranya yang 600 dinar itu. Kendatipun wanita tersebut tidak menyebutkan seluruh ahli waris yang berhak menerima menerima warisan, warisan, namun dengan ketajaman ketajaman dan keluasan keluasan ilmunya, ilmunya, Ali bin Abi Thalib bertanya, "Barangkali saudaramu yang wafat itu meninggalkan istri, dua anak perempuan, ibu, 12 saudara kandung laki-laki, dan kemudian engkau?" Wanita tersebut menjawab, "Ya, benar." Ali berkata, "Itulah hakmu tidak lebih dan tidak kurang."
Kemudian Ali bin Abi Thalib r.a. memberitahukan kepada wanita tersebut bahwa hakim hakim Syurai Syuraih h telah telah berlak berlaku u adil adil dan benar benar dalam dalam memvon memvonis is perkara perkara yang yang diajukannya. Wallahu a'lam bish shawab.
PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
95
IX. HUKUM MUNASAKHAT
A. Definisi Munasakhat
Al-munasakhat Al-munasakhat dalam bahasa Arab berarti 'memindahkan' 'memindahkan' dan 'menghilangk 'menghilangkan', an', misa misaln lnya ya dalam dalam kali kalima matt nasak nasakht htu u al-ki al-kita taba ba yang yang berma bermakn kna a 'saya 'saya menuk menukilil (memindahkan) kepada lembaran lain'; nasakhat asy-syamsu ash-zhilla yang berarti 'sinar matahari menghilangkan bayang-bayang'. Makna yang pertama --yakni memindahkan/menukil-- sesuai dengan firman Allah SWT berikut: "... "... Sesun Sesungg gguhn uhnya ya Kami Kami tela telah h menyu menyuru ruh h menc mencat atat at apa apa yang yang tela telah h kamu kamu kerjakan." (al-Jatsiyah: 29) Sedangkan makna yang kedua sesuai dengan firman berikut: "Ayat "Ayat mana mana saja saja yang Kami nasakhka nasakhkan, n, atau atau Kami Kami jadika jadikan n (manusi (manusia) a) lupa lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding denganny dengannya. a. Tiadaka Tiadakah h kamu kamu menget mengetahui ahui bahwa bahwa sesunggu sesungguhny hnya a Allah Allah Maha Maha Kuasa atas segala sesuatu?" (al-Baqarah: 106) Adap Adapun un peng penger ertitian an al-m al-mun unas asak akha hatt menu menuru rutt isti istila lah h ulam ulama a fara faraid id iala ialah h meninggalnya sebagian ahli waris sebelum pembagian harta waris sehingga bagiannya berpindah kepada ahli warisnya yang lain. Bila salah seorang ahli waris meninggal, sedangkan ia belum menerima hak warisnya (karena memang belu belum m diba dibagi gika kan) n),, maka maka hak hak wari warisn snya ya berp berpin inda dah h kepa kepada da ahli ahli wari warisn snya ya.. Karenanya di sini akan timbul suatu masalah yang oleh kalangan ulama faraid dikenal dengan sebutan al-jami'ah. Al-munasakhat mempunyai tiga macam keadaan: Keadaan pertama : sosok ahli waris yang kedua adalah mereka yang juga
merupakan merupakan sosok ahli waris yang pertama. pertama. Dalam kasus seperti seperti ini masalahnya masalahnya tidak berubah, dan cara pembagian warisnya pun tidak berbeda. Misalnya, ada seseorang wafat dan meninggalkan lima orang anak. Kemudian salah seorang dari dari keli kelima ma anak anak itu itu ada ada yang yang meni mening nggal gal,, teta tetapi pi yang yang meni mening nggal gal itu itu tidak tidak mempunyai ahli waris kecuali saudaranya yang empat orang, maka seluruh harta waris yang ada hanya dibagikan kepada keempat anak yang tersisa, seolah-olah ahli waris yang meninggal itu tidak ada dari awalnya. Keadaan kedua : para ahli waris dari pewaris yang kedua adalah sosok ahli
waris dari pewaris pertama, namun ada perbedaan dalam hal jauh-dekatnya nasab mereka terhadap pewaris. Misalnya, seseorang mempunyai dua orang istri. istri. Dari Dari istri istri yang yang pertam pertama a mempuny mempunyai ai keturun keturunan an seorang seorang anak laki-l laki-laki aki.. Sedangkan dari istri kedua mempunyai keturunan tiga anak perempuan. Ketika PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
96
sang suami meninggal, berarti ia meningalkan dua orang istri dan empat anak (satu laki-laki dan tiga perempuan). Kemudian, salah seorang anak perempuan itu meninggal sebelum harta waris peninggalan ayahnya dibagikan. Maka ahli waris anak perempuan ini adalah sosok ahli waris dari pewaris pertama (ayah). Namun, dalam kedua keadaan itu terdapat perbedaan dalam hal jauh-dekatnya nasab kepada pewaris. Pada keadaan yang pertama (meninggalnya ayah), anak laki-laki menduduki posisi sebagai anak. Tetapi dalam keadaan yang kedua (meninggalnya anak perempuan), anak laki-laki terhadap yang meninggal berarti merupakan saudara laki-laki seayah, dan yang perempuan sebagai saudara kandung perempuan. Jadi, dalam hal ini pembagiannya akan berbeda, dan mengharuskan mengharuskan kita untuk mengamalkan mengamalkan suatu cara yang disebut oleh kalangan kalangan ulama faraid sebagai masalah al-jami'ah. Keadaan ketiga : para para ahli ahli waris waris dari dari pewa pewaris ris kedu kedua a bukan bukan ahli ahli waris waris dari dari
pewaris pertama. Atau sebagian ahli warisnya termasuk sosok yang berhak untuk untuk mener menerim ima a waris waris dari dari dua dua arah, arah, yakni yakni dari dari pewa pewari riss pert pertam ama a dan dan dari dari pewar pewaris is kedua. kedua. Dala Dalam m hal hal seper sepertiti ini ini kita kita juga juga harus harus mela melaku kukan kan teor teorii alal jama'iyah, sebab pembagian bagi tiap-tiap ahli waris yang ada berbeda dan berlainan.
B. Rincian Amaliah al-Munasakhat
Sebelum kita melakukan rincian tentang amaliah al-munasakhat, kita terlebih dahulu harus melakokan langkah-langkah berikut: 1. Mentas Mentashih hihkan kan masalah masalah pewaris pewaris yang pertama pertama dengan dengan memberika memberikan n hak waris kepada setiap ahlinya, termasuk hak ahli waris yang meninggal. 2. Merinci Merinci masalah masalah baru, khususnya khususnya yang berkenaa berkenaan n dengan kematian kematian pewaris kedua, tanpa mempedulikan masalah pertama. 3. Memband Membanding ingkan kan antara antara bagian pewaris pewaris kedua kedua dalam dalam masalah masalah pertama, pertama, dengan dengan pentashi pentashihan han masala masalah h dan para para ahli ahli warisn warisnya ya dalam dalam masalah masalah kedua. 4. Perband Perbanding ingan an antara antara keduanya keduanya itu dalam dalam kecenderun kecenderungann gannya ya terhad terhadap ap ketiga nisbat, yaitu al-mumatsalah, al-mumatsalah, al-muwafaqah, al-muwafaqah, dan al-mubayanah. al-mubayanah. Bila antara keduanya --yakni antara bagian pewaris yang kedua dan masalah ahli warisnya yang lain-- ada mumatsalah (kesamaan), maka dibenar dibenarkan kan kedua kedua masalah masalah hanya dengan dengan tashih tashih yang yang pertama pertama (lihat (lihat tabel). Sebagai contoh, seseorang wafat dan meninggalkan meninggalkan tiga anak perempuan, dua saudara kandung perempuan, dan seorang saudara kandung laki-laki. Kemudian sala salah h seor seoran ang g saud saudar ara a kand kandun ung g pere peremp mpua uan n itu itu meni mening ngga gal.l. Bera Berart rtii ia meningg meninggalka alkan n seorang seorang saudara saudara kandung kandung perempu perempuan an dan seorang seorang saudara saudara kandung laki-laki. Maka pembagiannya seperti berikut: pokok masalahnya dari PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
97
tiga (3). Ketiga anak perempuan mendapat 2/3 (2 bagian). Dan sisanya (satu bagian) merupakan merupakan hak para 'ashabah (yakni dua saudara saudara kandung perempuan perempuan dan seorang saudara kandung laki-laki). Kemudian Kemudian kita lihat jumlah per kepalanya kepalanya ada tabayun (perbedaan), (perbedaan), maka 3 x 4 = 12. Kemudian angka ini kita kaLikan dengan pokok masalahnya, berarti 3 x 12 = 36. Bilangan inilah yang kemudian menjadi pokok masalah hasil pentashihan. pentashihan. Jadi, pembagiannya seperti berikut: ketiga anak perempuan mendapat 2/3 (24 bagian), dan sisanya (12 bagian) dibagikan untuk dua orang saudara kandung perempuan dan seorang saudara kandung laki-laki, dengan ketentuan bagian laki laki-l -lak akii dua dua kali kali bagi bagian an anak anak pere peremp mpua uan, n, jadi jadi seti setiap ap saud saudar ara a kand kandun ung g perempuan mendapat tiga (3) bagian, dan saudara laki-laki kandung enam (6) bagian. Kemud Kemudian ian,, kita kita liha lihatt anta antara ra bagi bagian an pewari pewariss kedu kedua a (yai (yaitu tu 3) deng dengan an pokok pokok masalahnya (juga dari 3) ada kesamaan (tamatsul). Karena itu, al-jami'ah di sini sama dengan hasil pentashihan pada masalah yang pertama (yakni dari 36). Kemudian, hak waris/bagian saudara kandung perempuan yang meninggal (3 bagian) hanya dibagikan kepada ahli waris, yaitu seorang saudara kandung perempuan dan seorang saudara kandung laki-laki. Kemudian, hasil pembagian itu ditambahkan pada hasil bagian mereka yang pertama. Maka, bagian saudara kandung perempuan menjadi empat (4): tiga (3) bagian --yang diperolehnya dari masalah pertama-- ditambah dengan bagian yang berasal dari saudara kandung perempuan yang meninggal, yaitu satu (1) bagian (3 + 1 = 4). Sedan Sedangka gkan n saud saudara ara kand kandun ung g laki laki-l -laki aki mend mendapa apatk tkan an dua dua (2) (2) bagi bagian, an, yang yang kemudian ditambahkan dengan perolehannya dari peninggalan pada masalah pertama, yaitu enam (6) bagian. Maka saudara laki-laki kandung memperoleh delapan (8) bagian. Adapun tiga anak perempuan pewaris pertama, dalam masalah kedua ini tidak mend mendap apat atka kan n hak hak wari waris, s, dise diseba babk bkan an kedu kedudu duka kann nnya ya hany hanyal alah ah seba sebaga gaii keponakan pewaris kedua, yakni anak perempuan dari saudara laki-laki pewaris kedua. Karena itu, mereka mahjub. Berikut ini saya sertakan tabelnya: Jumlah kepala 12 3 anak pr. 2/3 Sdr. kandung pr. Sdr. kandung pr. Sdr. kandung lk.
Tashih masalah ke I 3 36 2 24 24 3 meninggal 1 3 Sdr. kandung pr. 6 Sdr. kandung lk.
al-Jami'ah 3 36 24 1 3+1=4 2 6+2=8
Contoh lain, seseorang wafat dan meninggalkan istri, ayah, ibu, cucu perempuan ketu keturu runa nan n anak anak laki laki-l -lak aki.i. Kemu Kemudi dian an cucu cucu ters terseb ebut ut meni mening ngga gall deng dengan an PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
98
meninggalkan suami, ibu, tiga anak perempuan, dan dua anak laki-laki. Maka pembagiannya seperti berikut: Pokok masalahnya dari dua puluh empat (24). Istri mendapatkan 1/4 (3 bagian), ibu 1/6 (4 bagian), cucu perempuan keturunan anak laki-laki 1/2 (12 bagian), sedan sedangka gkan n sisa sisany nya a (lim (lima a bagi bagian an)) merup merupaka akan n bagi bagian an ayah ayah sebag sebagai ai juml jumlah ah 'ashabah. Jumlah semuanya adalah dua puluh empat (24) bagian. Kemudian, kita lihat al-jami'ah dalam masalah ini sama dengan pokok masalah pertama, yaitu dua puluh empat (24). Hal ini karena kita dapati bagian pewaris kedua (cucu perempuan keturunan anak laki-laki) dalam masalah pertama ada tamats tamatsul ul (kesama (kesamaan) an) dengan dengan pokok pokok masala masalah h yang yang kedua. kedua. Dalam Dalam keadaan keadaan demikian, demikian, kaidah yang berlaku di kalangan ulama faraid adalah kita menjadikan pokok masalah pertama sebagai al-jami'ah, yang berarti bagian pewaris kedua hanya dibagikan kepada ahli warisnya. Oleh sebab itu, kita tidak lagi membuat al-jami al-jami'ah 'ah yang baru, baru, tetapi tetapi cukup cukup menjad menjadika ikan n al-jam al-jami'a i'ah h yang pertam pertama a itu berlaku pada masalah kedua. Berikut ini tabelnya:
Istri 1/8 Ibu 1/6 Ayah ('ashabah) Cucu pr. keturunan anak lk. 1/2 Suami 1/4
Pokok Masalah Pokok Masalah I II 24 12 3 4 5 12 3
al-Jami'ah 24 3 4 5 meninggal
3
Contoh yang memiliki kasus al-mubayanah: seseorang wafat dan meninggalkan suami, ayah, ibu, dan dua anak perempuan. Kemudian suami wafat dan meninggalkan saudara kandung perempuan, ibu, istri, dan saudara laki-laki seibu. Maka pembagiannya seperti berikut: Pokok masalahnya dari dua belas (12) kemudian di-'aul-kan menjadi lima belas (15). Sedangkan pokok masalah yang kedua dari dua belas (12) yang di-'aul-kan menjadi tiga belas (13). Suami mendapatkan seperempat (1/4) berarti tiga bagian. Ayah mendapatkan seper seperena enam m (1/6) (1/6) berart berartii dua dua bagi bagian, an, begi begitu tu juga juga denga dengan n bagia bagian n ibu ibu yakni yakni seperenam (1/6), berarti dua bagian. Kemudian dua anak perempuan mendapatkan dua per tiga (2/3) berarti delapan PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
99
(8) bagian. Jumlahnya lima belas (15) bagian. Kemudian, antara masalah yang pertama dengan masalah yang kedua ada mubayanah mubayanah (perbedaan), (perbedaan), karenanya kita kalikan pokok masalah pertama (yakni 15) dengan pokok masalah yang kedua (yakni 13). Maka hasil dari perkalian itu (yakni 15 x 13 = 195) merupakan al-jami'ah (penyatuan) antara dua masalah. Lalu kita tempatkan bagian pewaris yang kedua (suami, yang mendapat tiga bagian) di atas pokok masalah kedua, dan ini merupakan juz'us sahm (bagian dari bagian hak waris). Juz'us sahm ini kemudian kita kalikan dengan bagian tiap-tiap tiap-tiap ahli waris yang ada, maka akan merupakan hasil bagian ahli waris dari al-jami'ah (penyatuan dari dua masalah). Untuk lebih meyakinkan kebenaran masalah kedua ini, kita lihat hasil perkaliannya: perkalian antara juz'us sahm yaitu tiga (3) dengan pokok masalahnya setelah di-'aul-kan, berarti 3 x 13 = 39. Maka angka 39 ini merupakan jumlah bagian seluruh ahli waris dalam masalah kedua. Lihat tabel berikut:
12 Suami 1/4 Ayah 1/6 Ibu 1/6 2 anakperempuan (2/3) Sdr. Kandung perempuan (2/3) Ibu 1/6 Istri 1/4 Sdr. laki-laki seibu 1/6
13 15 12 3 meninggal 2 2 8
3 13 6 2 3 2
39 26 26 104 18 6 9 6
Catatan
Kemun Kemungki gkina nan n besar besar dapa dapatt pula pula terja terjadi di adan adanya ya al-ja al-jami mi'a 'ah h lebi lebih h dari dari satu. satu. Misalnya, dalam suatu keadaan pembagian waris salah seorang ahli warisnya wafat sebelum pembagian, kemudian ada lagi yang meninggal, dan seterusnya. Maka jika terjadi hal seperti ini, kita tetap harus menempuh cara seperti yang telah kita tempuh dalam al-munasakhat, takni kita tempatkan tashih kedua pada posisi posisi pertama, pertama, dan tashih tashih ketiga ketiga pada pada posisi posisi kedua, kedua, dan seterus seterusnya. nya. Dan hasilnya dinamakan al-jami'ah kedua, al-jami'ah ketiga, dan seterusnya. Untuk menjelaskan hal ini perlu kiranya saya kemukakan contoh tentang bentuk al-jami'ah yang lebih dari satu ini. Misalnya, seseorang wafat meninggalkan suami suami,, saudar saudara a pere peremp mpua uan n seib seibu, u, dan dan pama paman n kand kandung ung (saud (saudara ara ayah). ayah). Kemudian suami wafat dan meninggalkan anak perempuan, cucu perempuan keturu keturuna nan n anak anak laki laki-l -lak aki,i, ayah ayah,, dan dan ibu. ibu. Kemu Kemudia dian n anak anak perem perempu puan an juga juga PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
100
meninggal, dan meninggalkan nenek, dua saudara kandung perempuan, dan dua saudara laki-laki seibu. Perhatikan tabel berikut:
Suami 1/2 Sdr.pr. seibu 1/6 Paman ('ashabah) Anak perempuan 1/2 Cucu pr. 1/6 Ayah 1/6 Ibu 1/6 Nenek 1/6 2 sdr. kandung pr. 2/3 2 sdr. lk. saudara seibu 1/3
2 1 6 6 3 meninggal 1 2 3 1 1 1
7 12
6
2 4 3 meninggal 1 1 1
3 7 -
8 84 14 28
1 4 2
7 7 7 3 12 6
C. At-Takharuj min at-Tarikah
Yang dimaksud dengan at-takharuj min at-tarikah ialah pengunduran diri seorang ahli waris dari hak yang dimilikinya untuk mendapatkan bagian (secara syar'i). Dalam hal ini dia hanya meminta imbalan berupa sejumlah uang atau barang tertentu dari salah seorang ahli waris lainnya ataupun dari harta peninggalan yang ada. Hal ini dalam syariat Islam dibenarkan dan diperbolehkan.
Syar Syaria iatt Isla Islam m juga juga memp memper erbo bole lehk hkan an apab apabilila a sala salah h seor seoran ang g ahli ahli wari wariss menyatakan diri tidak akan mengambil hak warisnya, dan bagian itu diberikan kepada ahli waris yang lain, atau siapa saja yang ditunjuknya. Kasus seperti ini di kala kalang ngan an ulam ulama a farai faraid d dike dikenal nal deng dengan an isti istila lah h "pen "pengun gundu duran ran diri diri"" atau atau "menggugurkan diri dari hak warisnya".
Diriwayatkan bahwa Abdurrahman bin Auf r.a. adalah seorang sahabat yang mempunyai mempunyai empat orang istri. Ketika ia wafat, wafat, salah seorang istrinya, Numadhir Numadhir binti al-Asbagh, menyatakan bahwa dirinya hanya akan mengambil hak waris sekadar sekadar seperem seperempat pat dari dari seperde seperdelap lapan an yang yang menjad menjadii haknya. haknya. Jumlah Jumlah yang yang diambilnya --sebagaimana disebutkan dalam riwayat-- ialah seratus ribu dirham. PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
101
Tata Cara Pelaksanaannya
Apabila salah seorang ahli waris ada yang menyatakan mengundurkan diri, atau menyatakan hanya akan mengambil sebagian saja dari hak warisnya, maka ada dua cara yang dapat menjadi pilihannya. Pertama, ia menyatakannya kepada seluruh ahli waris yang ada, dan cara kedua, ia hanya memberitahukannya kepada salah seorang dari ahli waris yang ditunjuknya dan bersepakat bersama. Cara pertama: pertama: kenalilah kenalilah pokok masalahnya, kemudian keluarkanlah keluarkanlah bagian ahli waris waris yang yang meng mengund undurk urkan an diri diri,, sehin sehingg gga a seolah seolah-o -ola lah h ia tela telah h mene menerim rima a bagiannya, dan sisanya dibagikan kepada ahli waris yang ada. Maka jumlah sisa bagian yang ada itulah pokok masalahnya. Sebagai contoh, seseorang wafat dan meninggalkan ayah, anak perempuan, dan istri. Kemudian sebagai misal, pewaris meninggalkan sebuah rumah, dan uang sebanyak Rp 42 juta. Kemudian istri menyatakan bahwa dirinya hanya akan mengambil rumah, dan menggugurkan haknya untuk menerima bagian dari harta yang berjumlah Rp 42 juta itu. Dalam keadaan demikian, maka warisan harta tersebut hanya dibagikan kepada anak perempuan dan ayah. Lalu jumlah bagia bagian n kedua kedua ahli ahli wari wariss itul itulah ah yang yang menj menjad adii pokok pokok masa masala lahn hnya. ya. Rinci Rincian an pembagiannya seperti berikut: Pokok masalahnya dari dua puluh empat (24), kemudian kita hilangkan (ambil) hak istri, yakni seperdelapan dari dua puluh empat, berarti tiga (3) saham. Lalu sisanya (yakni 24 - 3 = 21) merupakan pokok masalah bagi hak ayah dan anak perempuan. Kemudian dari pokok masalah itu dibagikan untuk hak ayah dan anak perempuan. Maka, hasilnya seperti berikut: Nilai per bagian adalah 42.000.000: 21 = 2.000.000 Bagian anak perempuan adalah 12 x 2.000.000 = 24.000.000 Bagian ayah 9 x 2.000.000 = 18.000.000 Total = 24.000.000 + 18.000.000 = 42.000.000
Cara kedua: apabila salah seorang ahli waris menyerahkan menyerahkan atau menggugurkan menggugurkan hakuya lalu memberikannya kepada salah seorang ahli waris lainnya, maka pembagiannya hanya dengan cara melimpahkan bagian hak ahli waris yang mengundurkan diri itu kepada bagian orang yang diberi. Misalnya, seseorang wafat dan meninggalkan seorang isteri, seorang anak perempuan, dan dua anak lak laki-l i-laki. aki. Kem Kemudia udian n anak nak pere perem mpuan puan itu itu mengg enggug ugur urka kan n hakn haknya ya dan dan memberikannya kepada salah seorang dari saudara laki-lakinya, dengan imbalan sesuatu yang telah disepakati oleh keduanya. Dengan demikian, warisan itu hanya dibagikan kepada istri dan kedua anak laki-laki, sedangkan bagian anak perempuan dilimpahkan kepada salah seorang saudara laki-laki yang diberinya hak bagian. Perhatikan tabel berikut: PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
102
Pokok masalah 8 Tashih 40 40 Isteri 1/8 1 5 5 Anak laki laki ('ashabah) 14 14 Anak laki laki ('ashabah) 7 14 14+14 Anak perempuan ('ashabah) 7 Maka, pokok masalahnya dari delapan, dan setelah ditashih menjadi empat puluh. Istri mendapat seperdelapan (1/8) berarti lima (5) bagian, dan bagian setiap anak laki-laki empat belas (14) bagian, dan sisanya --yakni tujuh bagian-adalah bagian anak perempuan. Kemudian, hak anak perempuan itu diberikan kepada salah seorang saudara laki-lakinya yang ia tunjuk sebelumnya.
PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
103
X. HAK WARIS DZAWIL ARHAM
A. Definisi Dzawil Arham
Arham adalah bentuk jamak dari kata rahmun, yang asalnya dalam bahasa Arab berarti berarti 'tempa 'tempatt pembent pembentukan ukan/me /menyim nyimpan pan janin janin dalam dalam perut perut ibu'. ibu'. Kemudi Kemudian an dikembangkan menjadi 'kerabat', baik datangnya dari pihak ayah ataupun dari pihak ibu. Pengertian ini tentu saja disandarkan karena adanya rahim yang menya menyatu tuka kan n asal asal mere mereka. ka. Deng Dengan an demi demiki kian, an, lafa lafazh zh rahim rahim terse tersebu butt umum umum digunakan dengan makna 'kerabat', baik dalam bahasa Arab ataupun dalam istilah syariat Islam. Allah berfirman: "... Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. " (an-Nisa': 1) "Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan?" (Muhammad: 22) Rasulullah saw. bersabda: "Barangsiapa yang berkehendak untuk dilapangkan rezekinya dan ditangguhkan ajalnya, maka hendaklah ia menyambung silaturrahmi (HR Bukhari, Muslim, dan lainnya) Adapun lafazh dzawil arham yang dimaksud dalam istilah fuqaha adalah kerabat pewaris yang tidak mempunyai bagian/hak waris yang tertentu, baik dalam AlQur' Qur'an an atau ataupu pun n Sunn Sunnah ah,, dan dan buka bukan n pula pula term termas asuk uk dari dari para para 'ash 'ashab abah ah.. Maksudnya, dzawil arham adalah mereka yang bukan termasuk ashhabul furudh dan bukan pula 'ashabah. Jadi, dzawil arham adalah ahli waris yang mempunyai tali tali kekerab kekerabata atan n dengan dengan pewari pewaris, s, namun namun mereka mereka tidak tidak mewari mewarisin sinya ya secara secara ashha ashhabu bull furu furudh dh dan dan tida tidakk pula pula secar secara a 'asha 'ashaba bah. h. Misal Misalny nya, a, bibi bibi (saud (saudara ara perempuan ayah atau ibu), paman (saudara laki-laki ibu), keponakan laki-laki dari saudara perempuan, cucu laki-laki dari anak perempuan, dan sebagainya.
B. Pendapat Beberapa Imam tentang Dzawil Arham
Para imam mujtahid mujtahid berbeda pendapat dalam masalah hak waris dzawil arham, sama halnya dengan perbedaan pendapat yang terjadi di kalangan para sahabat Rasulullah saw.. Dalam hal ini ada dua pendapat: Pertama : golongan ini berpendapat bahwa dzawil arham atau para kerabat tidak
berhak mendapat waris. Lebih jauh mereka mengatakan mengatakan bahwa bila harta waris PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
104
tidak ada ashhabul furudh atau 'ashabah yang mengambilnya, maka seketika itu dilimpahkan dilimpahkan kepada baitulmal baitulmal kaum muslim muslim untuk disalurkan demi kepentingan kepentingan masyarakat Islam pada umumnya. Dengan demikian, tidak dibenarkan jika harta tersebut diberikan kepada dzawil arham. Di antara mereka yang berpendapat demikian ialah Zaid bin Tsabit r.a. dan Ibnu Abbas r.a. dalam sebagian riwayat darin darinya, ya, dan dan juga juga merup merupaka akan n pendap pendapat at dua dua imam imam,, yait yaitu u Mali Malikk dan dan Syaf Syafi'i'ii rahimahumullah. Kedua: golongan kedua ini berpendapat bahwa dzawil arham (kerabat) berhak
mend mendapa apatt waris waris,, bila bila tida tidakk ada ada ashha ashhabu bull furud furudh, h, atau ataupu pun n 'asha 'ashabah bah yang yang menerima harta pewaris. Lebih jauh golongan kedua ini mengatakan bahwa dzawil arham adalah lebih berhak untuk menerima harta waris dibandingkan lainnya, sebab mereka memiliki kekerabatan dengan pewaris. Karena itu mereka lebih diutamakan untuk menerima harta tersebut daripada baitulmal. Pendapat ini merupakan jumhur ulama, di antaranya Umar bin Khathab, Khathab, Ibnu Mas'ud, dan Ali bin Abi Thalib. Juga merupakan pendapat Imam Abu Hanifah dan Ahmad bin Hambal rahimahumullah. Adapun dalil yang dijadikan landasan oleh Imam Malik dan Syafi'i (golongan pertama) ialah: 1. Asal pemberian hak waris atau asal penerimaan hak waris adalah dengan adanya nash syar'i dan qath'i dari Al-Qur'an atau Sunnah. Dan dalam hal ini tidak ada satu pun nash yang pasti dan kuat yang menyatakan wajibnya dzawil arham untuk mendapat waris. Jadi, bila kita memberikan hak waris kepada mereka (dzawil arham) berarti kita memberikan memberikan hak waris tanpa dilandasi dalil pasti dan kuat. Hal seperti ini menurut syariat Islam adalah batil. 2. Rasulullah saw. ketika ditanya tentang hak waris bibi --baik dari garis ayah maup maupun un dari dari ibuibu--- beli beliau au saw. saw. menj menjaw awab ab:: "Ses "Sesun ungg gguh uhny nya a Jibr Jibrilil tela telah h memberitahukan kepadaku bahwa dari keduanya tidak ada hak menerima waris sedikit pun." Memang sangat jelas betapa dekatnya kekerabatan saudara perempuan ayah ataup ataupun un saud saudara ara perem perempu puan an ibu ibu diba diband ndin ingk gkan an kera kerabat bat lain lainny nya. a. Maka Maka jika jika keduanya tidak berhak untuk menerima harta waris, kerabat lain pun demikian. Sebab, tidak mungkin dan tidak dibenarkan bila kita memberikan hak waris kepada kerabat lain, sedangkan bibi tidak mendapatkannya. Hal demikian dalam dunia fiqih dikenal dengan istilah tarjih bilaa murajjih yang berarti batil. Dengan dasa dasarr ini ini dapa dapatt dipe dipetitikk peng penger ertitian an bahw bahwa a kare karena na Rasu Rasulu lullllah ah saw. saw. tida tidakk memberikan hak waris kepada para bibi, maka tidak pula kepada kerabat yang lain. 3. Harta peninggalan, bila ternyata tidak ada ahli warisnya secara sah dan benar --baik dari ashhabul furudh-nya ataupun para 'ashabahnya-- bila diserahkan ke baitulmal akan dapat mewujudkan kemaslahatan umum, sebab umat Islam akan PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
105
ikut merasakan faedah dan kegunaannya. Namun sebaliknya, bila diserahkan kepada kerabatnya, maka kegunaan dan faedahnya akan sangat minim, dan hanya kalangan mereka saja yang merasakannya. Padahal dalam kaidah ushul fiqih fiqih telah telah ditega ditegaskan skan bahwa bahwa kemasla kemaslahat hatan an umum umum harus harus lebih lebih diutam diutamakan akan dari daripa pada da kema kemasl slah ahat atan an prib pribad adi.i. Atas Atas dasa dasarr inil inilah ah maka maka bait baitul ulma mall lebi lebih h diutamakan untuk menyimpan harta waris yang tidak ada ashhabul furudh dan 'ashabahnya ketimbang para kerabat. Adap Adapun un gol golonga ongan n kedu kedua, a, yakn yaknii Imam mam Abu Abu Hani Haniffah dan dan Imam mam Ahma Ahmad, d, menyatakan bahwa dzawil arham atau para kerabat berhak mendapatkan waris, mereka mendasari pendapatnya itu dengan Al-Qur'an, As-Sunnah, dan logika. Dalil Al-Qur'an yang dimaksud ialah: "... "... Orang-o Orang-orang rang yang yang mempuny mempunyai ai hubunga hubungan n kerabat kerabat itu sebagi sebagiann annya ya lebih lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat) di dalam Kitab Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." (al-Anfal: 75) Makna yang mendasar dari dalil ini ialah bahwa Allah SWT telah menyatakan atau bahkan menegaskan dalam Kitab-Nya bahwa para kerabat lebih berhak untuk mendapatkan mendapatkan atau menerima hak waris daripada yang lain. Di sini, lafazh arham arham yang berarti berarti kerabat kerabat adalah umum, umum, termas termasuk uk ashhabu ashhabull furudh, furudh, para para ''ash ''ashab abah, ah, sert serta a sela selain in kedua keduany nya. a. Pende Pendekk kata, kata, makn makna a kata kata itu itu menca mencaku kup p kerabat yang mempunyai hubungan rahim atau lebih umumnya hubungan darah. Ayat tersebut seolah-olah menyatakan bahwa yang disebut kerabat --siapa pun mereka, mereka, baik baik ashhabu ashhabull furudh, furudh, para para 'ashabah 'ashabah,, atau atau selain selain dari dari keduany keduanya-a-merekalah yang lebih berhak untuk menerima hak waris ketimbang yang bukan kerabat. Bila pewaris mempunyai kerabat dan kebetulan ia meninggalkan harta waris waris,, maka maka beri berikan kanlah lah hart harta a wari wariss itu itu kepad kepada a kerab kerabat atny nya a dan dan jang jangan anlah lah mendahulukan yang lain. Jadi, atas dasar inilah maka para kerabat pewaris lebih berhak untuk menerima hak waris ketimbang baitulmal. Hal ini juga berdasarkan firman-Nya yang lain: "Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, dan bagi wanita ada hak bagian (pula) dan harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan." (anNisa': 7) Mela Melalu luii ayat ayat ini ini Allah Allah SWT SWT meny menyat atak akan an bahw bahwa a kaum kaum lakilaki-la laki ki dan dan wani wanita ta mempunyai hak untuk menerima warisan yang ditinggalkan kerabatnya, baik sedikit ataupun banyak. Seperti yang disepakati oleh jumhur ulama bahwa yang dimaksud dengan dzawil arham adalah para kerabat. Dengan demikian, mereka (dzawil arham) berhak untuk menerima warisan. Kemudian sebagaimana dinyatakan oleh mayoritas ulama bahwa ayat di atas PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
106
me-mansukh (menghapus) kebiasaan pada awal munculnya Islam, pada masa itu kaum muslimin saling mewarisi disebabkan menolong dan hijrah. Dengan turunnya ayat ini, maka yang dapat saling mewarisi hanyalah antara sesama kerabat (dzawil arham). Oleh karena itu, para kerabatlah yang paling berhak untuk menerima harta peninggalan seorang pewaris. Adapun dalil dari Sunnah Nabawiyah adalah seperti yang diberitakan dalam sebuah riwayat masyhur, dalam riwayat ini dikisahkan. Ketika Tsabit bin adDahjah Dahjah mening meninggal gal dunia, dunia, maka maka Rasulu Rasululla llah h saw. saw. bertanya bertanya kepada kepada Qais Qais bin Ashim, "Apakah engkau mengetahui nasab orang ini?" Qais menjawab, "Yang kami kami keta ketahu huii oran orang g itu itu dike dikena nall seba sebaga gaii asin asing g nasa nasabn bnya ya,, dan dan kami kami tida tidakk menget ngeta ahui hui kera erabatnya, kecua cuali hanya anak nak lakiki-laki aki dari sauda udara perempu perempuann annya, ya, yaitu yaitu Abu Lubaba Lubabah h bin Abdul Abdul Mundir Mundir.. Kemudi Kemudian an Rasul Rasul pun memberikan harta warisan peninggalan Tsabit kepada Abu Lubabah bin Abdul Mundzir. Kepo Kepona naka kan n laki laki-l -lak akii dari dari anak anak saud saudar ara a pere peremp mpua uan n tida tidakk lain lain hany hanyal alah ah merupakan merupakan kerabat, yang bukan dari ashhabul furudh dan bukan pula termasuk 'ashabah. Dengan pemberian Rasulullah saw. akan hak waris kepada dzawil arham arham menu menunj njukk ukkan an deng dengan an tegas tegas dan dan past pastii bahwa bahwa para para keraba kerabatt berh berhak ak menerima harta waris bila ternyata pewaris tidak mempunyai ashhabul furudh yang berhak untuk menerimanya atau para 'ashabah. Dalam suatu atsar diriwayatkan dari Umar bin Khathab r.a. bahwa suatu ketika Abu Ubaidah bin Jarrah mengajukan persoalan kepada Umar. Abu Ubaidah menceritakan bahwa Sahal bin Hunaif telah meninggal karena terkena anak panah yang dilepaskan dilepaskan seseorang. Sedangkan Sahal tidak mempunyai kerabat kecuali hanya paman, yakni saudara laki-laki ibunya. Umar menanggapi masalah itu itu dan dan meme memeri rint ntah ahka kan n kepa kepada da Abu Abu Ubai Ubaida dah h untu untukk memb member erik ikan an hart harta a peni pening ngga gala lan n Saha Sahall kepa kepada da pama pamann nnya ya.. Kare Karena na sesu sesung nggu guhn hnya ya aku aku tela telah h mendengar bahwa Rasulullah saw. bersabda: "(Saudara laki-laki ibu) berhak menerima waris bagi mayit yang tidak mempunyai keturunan atau kerabat yang berhak untuk menerimanya." Atsar ini --yang di dalamnya Umar al-Faruq memberitakan sabda Rasulullah saw.--- merupakan dalil yang kuat bahwa kerabat lebih berhak menerima harta waris peninggalan pewaris ketimbang baitulmal. Kalaulah baitulmal lebih berhak untuk menampung harta peninggalan pewaris yang tidak mempunyai ahli waris dari ashhabul furudh dan 'ashabah-nya, maka Umar bin Khathab pasti tidak akan memerintahkan kepada Abu Ubaidah Ibnul Jarrah r.a. untuk memberikan kepada paman Sahal tersebut. Sebab, Umar bin Khathab r.a adalah seorang khalifah Isla Islam m yang yang diken dikenal al sangat sangat meng mengu u tama tamaka kan n kepen kepentitinga ngan n umum umum darip daripad ada a kepentingan pribadi. Dan hal ini terbukti seperti yang banyak dikisahkan dalam kitab-kitab tarikh.
PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
107
Adapun dalil logikanya seperti berikut: sesungguhnya para kerabat jauh lebih berhak untuk menerima harta warisan daripada baitulmal. Alasannya, karena ikatan antara baitulmal dan pewaris hanya dari satu arah, yaitu ikatan Islam --karen --karena a pewari pewariss seorang seorang muslim muslim.. Berbeda Berbeda halnya halnya dengan dengan seseora seseorang ng yang yang memiliki hubungan kekerabatan dengan pewaris, dalam hal ini ia mempunyai dua ikatan: ikatan Islam dan ikatan rahim. Oleh Oleh sebab sebab itu, itu, ikat ikatan an dari dari dua dua arah arah sudah sudah bara barang ng tent tentu u akan akan lebi lebih h kuat kuat dibandingkan ikatan satu arah. Permasalahan ini sama seperti dalam kasus adanya saudara kandung laki-laki dengan saudara saudara laki-laki laki-laki seayah dalam suatu keadaan pembagian harta waris, yang dalam hal ini seluruh harta waris menjadi hak saudara kandung laki-laki. Sebab, ikatannya dari dua arah, dari ayah dan dari ibu, sedangkan saudara seayah hanya dari ayah. Di samping itu, kelompok kedua (jumhur ulama) ini menyanggah dalil yang dik dikemuk emuka akan oleh Imam Malik dan Imam Syafi afi'i bahw bahwa a hadi adits itu kemungkinannya ada sebelum turunnya ayat di atas. Atau, mungkin juga bahwa bibi (baik dari ayah atau ibu) tidak berhak mendapat waris ketika berbarengan dengan ashhabul furudh atau para 'ashabah. Jadi, Jadi, yang yang jela jelass --jik --jika a meli melihat hat kont konteks eks hadit haditss yang yang perna pernah h dike dikemu muka kaka kan-n- jawaba jawaban n Rasulu Rasululla llah h saw. tentang tentang hak waris waris bibi bibi ketika ketika itu itu disebab disebabkan kan ada ashhabul furudh atau ada 'ashabah-nya. Inilah usaha untuk menyatukan dua hadits yang sepintas bertentangan. Setelah membandingkan kedua pendapat itu, kita dapat menyimpulkan bahwa pendapat jumhur ulama (kelompok kedua) lebih rajih (kuat dan akurat), karena memang merupakan pendapat mayoritas mayoritas sahabat, sahabat, tabi'in, tabi'in, dan imam mujtahidin. mujtahidin. Di samping dalil yang mereka kemukakan lebih kuat dan akurat, juga tampak lebih adil apalagi jika dihubungkan dengan kondisi kehidupan dewasa ini. Sebagai contoh, kelompok pertama berpendapat lebih mengutamakan baitulmal ketimbang kerabat, sementara di sisi lain mereka mensyaratkan keberadaan baitulmal dengan persyaratan khusus. Di antaranya, baitulmal harus terjamin pengelolaannya, adil, dan amanah; adil dalam memberi kepada setiap yang berhak, dan tepat guna dalam menyalurkan harta baitulmal. Maka Maka muncu muncull pert pertany anyaan aan,, dima dimanak nakah ah adany adanya a bait baitul ulma mall yang yang demi demikia kian, n, khus khusus usny nya a pada pada masa masa kita kita seka sekara rang ng ini. ini. Tida Tidakk ada ada jawa jawaba ban n lain lain untu untukk pertanyaan seperti itu kecuali: "telah lama tiada". Terlebih lagi pada masa kita sekarang ini, ketika musuh-musuh musuh-musuh Islam berhasil memutus memutus kelangsungan kelangsungan hidup khilafah Islam dengan memporakporandakan barisan, persatuan dan kesatuan muslimin, kemudian membagi-baginya menjadi negeri dan wilayah yang tidak memiliki kekuatan. Sungguh tepat apa yang digambarkan seorang penyair dalam sebuah bait syairnya: "Setiap jamaah di kalangan kalangan kita mempunyai mempunyai iman, namun kesemuanya tidak mempunyai imam." PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
108
Melihat kenyataan demikian, para ulama dari mazhab Maliki dan mazhab Syafi'i mutakhi mutakhirr member memberikan ikan fatwa fatwa dengan dengan mendah mendahuluk ulukan an para para kerabat kerabat ketimb ketimbang ang baitulmal, khususnya setelah abad ketiga Hijriah, ketika pengelolaan baitulmal tidak lagi teratur sehingga terjadi penyalahgunaan. Dengan demikian, dapat kita katakan bahwa kedua kelompok ulama tersebut pada akhirnya bersepakat untuk lebi lebih h meng mengut utam amak akan an pemb pember eria ian n hart harta a wari wariss kepa kepada da kera keraba batt keti ketimb mban ang g baitulmal. Hal ini dapat terlihat tentunya dengan melihat dan mempertimbangkan kemaslahatan yang ada, dari mulai akhir abad ketiga Hijriah hingga masa kita dewasa ini.
PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
109
C. Cara Pembagian Waris Para Kerabat
Di antara fuqaha terjadi perbedaan pendapat mengenai tata cara memberikan hak waris kepada para kerabat, dan dalam hal ini terbagi menjadi tiga kelompok pendapat. 1. Menurut Ahlur-Rahmi Mengenai cara pembagian hak waris para kerabat, ahlur-rahmi menyatakan bahwa semua kerabat berhak mendapat waris secara rata, tanpa membedakan jauh-d jauh-dekat ekatnya nya kekerab kekerabata atan, n, dan tanpa tanpa membeda membeda-be -bedaka dakan n antara antara laki-l laki-laki aki dengan perempuan. Misa Misaln lnya, ya, sese seseora orang ng wafat wafat dan dan meni meningg nggalk alkan an seora seorang ng cucu cucu perem perempu puan an keturu keturuna nan n anak anak pere peremp mpua uan, n, seora seorang ng kepo keponak nakan an perem perempua puan n dari dari sauda saudara ra perempuan, perempuan, bibi (saudara perempuan perempuan ayah), bibi (saudara perempuan ibu), dan keponakan laki-laki keturunan saudara laki-laki seibu. Maka dalam hal ini mereka mendapat mendapatkan kan bagian bagian waris waris secara secara rata, rata, tanpa tanpa melebi melebihkan hkan atau atau mengura mengurangi ngi salah seorang dari ahli waris yang ada. Mazhab ini dikenal dengan sebutan ahlur-rahmi disebabkan orang-orang yang menganut pendapat ini tidak mau membedakan antara satu ahli waris dengan ahli waris yang lain dalam hal pembagian, mereka juga tidak menganggap kuat serta lemahnya kekerabatan seseorang. Yang menjadi landasan mereka ialah bahwa seluruh ahli waris menyatu haknya karena adanya ikatan kekerabatan. Mazhab ini tidak masyhur, bahkan dhaif dan tertolak. Karenanya tidak ada satu pun dari ulama atau para imam mujtahid vang mengakuinya apalagi mengikuti pendapat ini dengan alasan telah sangat nyata bertentangan dengan kaidah syar'iyah yang masyhur dalam disiplin ilmu mawarits. 2. Menurut Ahlut-Tanzil Golongan ini disebut ahlut-tanzil dikarenakan mereka mendudukkan keturunan ahli ahli waris waris pada pada kedu keduduk dukan an pokok pokok (ind (induk) uk) ahli ahli waris waris asaln asalnya ya.. Merek Mereka a tidak tidak memperhitungkan ahli waris yang ada (yang masih hidup), tetapi melihat pada yang lebih dekat dari ashhabul furudh dan para 'ashabahnya. Dengan demikian, mereka akan membagikan hak ahli waris yang ada sesuai dengan bagian ahli waris yang lebih dekat, yakni pokoknya. Inilah pendapat mazhab Imam Ahmad bin Hambal, juga merupakan pendapat para ulama mutakhir dari kalangan Maliki dan Syafi'i.
PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
110
Untuk Untuk memper memperjel jelas as pemaha pemahaman man tentan tentang g mazhab mazhab ini perlu perlu saya saya kemukak kemukakan an contoh-contoh seperti berikut: Bila Bila sese seseora orang ng wafa wafatt dan dan meni mening ngga galk lkan an cucu cucu perem perempu puan an ketur keturuna unan n anak anak perempuan, keponakan laki-laki keturunan saudara kandung perempuan, dan keponakan perempuan keturunan saudara laki-laki seayah. Maka keadaan ini dapat dapat dikate dikategori gorikan kan sama sama dengan dengan mening meninggal galkan kan anak perempu perempuan, an, saudara saudara kand kandun ung g perem erempu puan an,, dan dan saud saudar ara a lakiaki-llaki aki seay seayah ah.. Oleh Oleh kare karena na itu, tu, pemba pembagi giann annya ya seper sepertiti berik berikut ut:: anak anak pere peremp mpua uan n mend mendapa apatt seten setengah gah (1/2 (1/2)) bagia bagian, n, sauda saudara ra kand kandung ung perem perempu puan an menda mendapa patt sete setenga ngah h (1/2) (1/2) bagia bagian, n, sedangkan saudara laki-laki seayah tidak mendapat bagian (mahjub) disebabkan saud saudar ara a kand kandun ung g pere peremp mpua uan n di sini sini seba sebaga gaii 'ash 'ashab abah ah,, kare karena na itu itu ia mendapatkan sisanya. Inilah gambarannya: Anak kandung pr. 1/2, Sdr. kandung pr. 1/2, Sdr. laki-laki seayah mahjub. Seseorang wafat dan meninggalkan keponakan perempuan keturunan saudara kandung kandung perempu perempuan, an, keponak keponakan an peremp perempuan uan keturun keturunan an saudara saudara perempu perempuan an seayah, keponakan laki-laki keturunan saudara perempuan seibu, dan sepupu perem perempua puan n ketur keturuna unan n pama paman n kand kandung ung (saud (saudara ara laki-l laki-lak akii seay seayah) ah).. Maka Maka pemba pembagi giann annya ya sepe sepert rtii beri berikut kut:: kepon keponaka akan n perem perempua puan n ketu keturun runan an sauda saudara ra kand kandun ung g pere peremp mpua uan n mend mendap apat atka kan n sete seteng ngah ah (1/2 (1/2)) bagi bagian an,, kepo kepona naka kan n perempuan keturunan dari saudara perempuan seayah mendapat seperenam (1/6) sebagai penyempurna dua per tiga (2/3), keponakan laki-laki keturunan saudara perempuan seibu mendapatkan seperenam (1/6) bagian secara fardh, dan dan sepu sepupu pu pere peremp mpua uan n anak anak dari dari pama paman n kand kandun ung g juga juga mend mendap apat atka kan n seperenam (1/6) bagian sebagai 'ashabah. Hal demikian dikarenakan sama saja deng dengan an pewa pewari riss meni mening ngga galk lkan an saud saudar ara a kand kandun ung g pere peremp mpua uan, n, saud saudar ara a perempu perempuan an seayah, seayah, saudara saudara perempu perempuan an seibu, seibu, dan paman paman kandung kandung.. Inilah Inilah gambarnya: Sdr. kand. Pr. 3/6, sdr. pr. seayah 1/6, sdr. pr. 1/6, seibu paman kand. 1/6 Begitulah cara pembagiannya, yakni dengan melihat kepada yang lebih dekat derajat kekerabatannya kepada pewaris. Adapun yang dijadikan dalil oleh mazhab ahlut-tanzil ini ialah riwayat yang marfu' (sampai sanadnya) kepada Rasulullah saw.. Ketika beliau memberi hak waris kepada seorang bibi (saudara perempuan ayah) dan bibi (saudara perempuan ibu) kebetulan saat itu tidak ada ahli waris lainnya-- maka beliau memberi bibi (dar (darii piha pihakk ayah ayah)) deng dengan an dua dua per per tiga tiga (2/3 (2/3)) bagi bagian an,, dan dan sepe sepert rtig iga a lagi lagi diberikannya kepada bibi (dari pihak ibu).
Selai Selain n itu, itu, juga juga berla berlanda ndask skan an fatw fatwa a Ibnu Ibnu Mas' Mas'ud ud r.a. r.a. ketik ketika a ia mener menerim ima a PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
111
pengaduan tentang pembagian waris seseorang yang wafat dan meninggalkan cucu perempuan keturunan anak wanita, dan keponakan perempuan keturunan saudara kandung perempuan. Maka Ibnu Mas'ud memberikan memberikan setengah setengah bagian untu untukk cucu cucu pere peremp mpua uan n dan dan sete seteng ngah ah bagi bagian an lain lainny nya a untu untukk kepo kepona naka kan n perempuan. Lebih jauh mazhab ini menyatakan bahwa hadits Rasulullah saw. dan keput keputus usan an yang yang dila dilakuk kukan an Ibnu Ibnu Mas' Mas'ud ud menu menunj njukk ukkan an beta betapa pa kuat kuatny nya a pendapat mereka. Adapun dalih orang-orang yang memperkuat mazhab kedua ini, yang tampak sangat logis, adalah bahwa memberikan hak waris kepada dzawil arham tidak dibenarkan kecuali dengan berlandaskan pada nash-nash umum --yang justru tidak memberikan rincian mengenai besarnya bagian mereka masing-masing dan tidak ada pentarjihan secara jelas. Oleh karena itu, dengan mengembalikan kepad kepada a pokok pokokny nya a --kar --karen ena a mema memang ng lebi lebih h mende mendeka katk tkan an posi posisi siny nya a kepa kepada da pewaris-- jauh lebih utama dan bahkan lebih berhak. Sebab, rincian besarnya bagian ashhabul furudh dan para 'ashabah telah dijelaskan. Maka, sekali lagi saya tegaskan bahwa tidak ada jalan lain untuk mengenali dan menuntaskan masalah ini kecuali dengan mengembalikan atau menisbatkannya kepada pokok ahli waris yang lebih dekat kekerabatannya kepada pewaris. 3. Menurut Ahlul Qarabah
Adapu Adapun n mazh mazhab ab keti ketiga ga menya menyata taka kan n bahw bahwa a hak hak wari wariss para para dzawi dzawill arham arham ditentukan dengan melihat derajat kekerabatan mereka kepada pewaris. Hal ini, menurut mereka, dilakukan dilakukan dengan mengqiyaskannya mengqiyaskannya pada hak para 'ashabah, berarti yang paling berhak di antara mereka (para 'ashabah) adalah yang paling dekat kepada pewaris dari segi dekat dan kuatnya kekerabatan. Sebagaimana telah diungkapkan, dalam hal melaksanakan pembagian waris untu untukk dzaw dzawilil arha arham m mazh mazhab ab ini ini memb membag agin inya ya seca secara ra kelo kelomp mpok ok.. Dala Dalam m prakteknya prakteknya sama seperti membagi membagi hak waris para 'ashabah, yaitu melihat siapa yang paling dekat hubungan kekerabatannya dengan pewaris, kemudian barulah yang lebih kuat di antara kerabat yang ada. Selain itu, pelaksanaannya tetap mengikuti kaidah umum pembagian waris: bagian laki-laki adalah dua kali bagian wanita. Mazhab ini merupakan pendapat Ali bin Abi Thalib r.a. dan diikuti oleh para ulama mazhab Hanafi. Di samping itu, mazhab ketiga ini telah mengelompokkan dan membagi dzawil arham menjadi empat golongan, kemudian menjadikan masing-masing golongan mempunyai cabang dan keadaannya. Lebih jauh akan dijelaskan hak masingmasing golongan dan cabang tersebut akan hak warisnya. Keempat golongan tersebut adalah: Orang-orang (ahli waris) yang bernisbat kepada pewaris. PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
112
Orang-orang yang dinisbati kekerabatan oleh pewaris. Orang-orang yang bernisbat kepada kedua orang tua pewaris. Orang-orang yang bernisbat kepada kedua kakek pewaris atau kedua nenek pewaris. Yang bernisbat kepada pewaris sebagai berikut: Cucu laki-laki keturunan anak perempuan, dan seterusnya, baik laki-laki ataupun perempuan. Buyut laki-laki dari keturunan cucu perempuan dan keturunan anak laki-laki, dan seterusnya, baik laki-laki ataupun perempuan. Yang dinisbati oleh pewaris: Kakek Kakek yang yang buka bukan n sahih sahih,, dan dan seteru seterusny snya a seper sepertiti ayah ayah dari dari ibu, ibu, ayah ayah dari dari ayahnya ibu (kakek dari ibu). Nenek yang bukan sahih, dan seterusnya seperti ibu dari ayahnya ibu, ibu dari ibu ayahnya ibu. Yang bernisbat kepada kedua orang tua pewaris: Keturunan saudara kandung perempuan, atau yang seayah, atau yang seibu, baik keturunan laki-laki ataupun perempuan. Keturunan perempuan dari saudara kandung laki-laki, atau seayah, seibu, dan seterusnya. Keturunan dari saudara laki-laki seibu dan seterusnya. Yang bernisbat kepada kedua kakek atau nenek dari pihak ayah ataupun ibu: Bibi (saudara perempuan ayah) pewaris, baik bibi kandung, seayah, atau seibu. Kemudian paman (saudara laki-laki ibu) pewaris, dan bibi (saudara perempuan ibu), dan paman (saudara ayah) ibu. Keturu Keturuna nan n dari dari bibi bibi (saud (saudara ara perem perempua puan n ayah), ayah), ketu keturun runan an dari dari pama pamann nnya ya (saudara laki-laki ibu), keturunan bibinya (saudara perempuan ibu), keturunan paman (saudara laki-laki ayah) yang seibu, dan seterusnya. Bibi dari ayah pewaris, baik yang kandung, seayah, ataupun seibu. Juga semua pamannya dan bibinya (paman dan bibi dari ayah). Juga pamannya (saudara ayah) yang seibu (mencakup semua paman dan bibi dari ibu, baik yang kandung PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
113
maupun yang seayah). Seluruh keturunan kelompok yang saya sebutkan itu dan seterusnya, misalnya keturunan laki-laki dan perempuan dari bibi sang ayah. Paman kakak yang seibu, dan juga paman nenek. Kemudian paman dan bibi --baik dari ayah maupun ibu-- dari kakek dan nenek. Selu Seluru ruh h ketu keturu runa nan n kelo kelomp mpok ok yang yang saya saya sebu sebutk tkan an di atas atas (But (Butir ir e) dan dan seterusnya. Itulah keenam kelompok yang bernisbat kepada kedua kakek dan kedua nenek pewaris. Perbedaan antara Ahlut-tanzil dengan Ahlul Qarabah Dari uraian-uraian sebelumnya, ternyata kita menemukan beberapa perbedaan yang jelas antara mazhab ahlut-tanzil dengan ahlul qarabah: Ahlut-tanzil tidak menyusun secara berurutan kelompok per kelompok, dan tidak pula pula mend mendah ahul uluk ukan an antara antara satu satu dari dari yang yang lain. lain. Seda Sedangk ngkan an ahlu ahlull qarab qarabah ah menyusun secara berurutan dan mendahulukan satu dari yang lain sebagai analogi dari 'ashabah bi nafsihi.. Dasar yang dianggap oleh ahlut-tanzil dalam mendahulukan satu dari yang lain adala adalah h "deka "dekatn tnya ya keturu keturuna nan" n" denga dengan n sang sang ahli ahli wari wariss shahi shahibul bul fardh fardh atau atau 'asha 'ashabah bah.. Sedan Sedangk gkan an oleh oleh ahlu ahlull qarab qarabah ah yang yang dija dijadi dika kan n angg anggap apan an iala ialah h "dekatnya dengan kekerabatan", dan bagian anak laki-laki dua kali lipat bagian kaum wanita sebagaimana yang berlaku pula dalam kalangan ahlul 'ashabah. Cara Pembagian Waris Menurut Ahlul Qarabah
Tela Telah h saya saya kemu kemuka kaka kan n bahw bahwa a ahlu ahlull qara qaraba bah h ini ini meng mengel elom ompo pokk kkan an dan dan memberikan urutan --dalam pembagian hak waris-- dengan mengqiyas pada jalur 'ashabah. Dengan demikian, menurut ahlul qarabah, yang pertama kali berhak menerima waris adalah keturunan pewaris (anak, cucu, dan seterusnya). Bila mereka tidak ada, maka pokoknya: pokoknya: ayah, kakek, dan seterusnya. Jika tidak ada juga, maka barulah keturunan saudara laki-laki (keponakan). Bila mereka tidak ada, maka barulah keturunan paman (dari pihak ayah dan ibu). Jika tidak ada, maka barulah keturunan mereka yang sederajat dengan mereka, seperti anak anak pere peremp mpua uan n dari dari pama paman n kand kandun ung g atau atau seay seayah ah.. Deng Dengan an demi demiki kian an,, berdasarkan urutan tersebut dapat disimpulkan bahwa kelompok ahli waris yang lebih awal disebutkan dapat menggugurkan kelompok berikutnya. D. Syarat-syarat Pemberian Hak Waris bagi Dzawil Arham
PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
114
Tidak ada shahibul fardh. Sebab, jika ada shahibul fardh, mereka tidak sekadar mengambil bagiannya, tetapi sisanya pun akan mereka ambil karena merupakan hak mereka secara radd. Sedangkan kita ketahui bahwa kedudukan ahli waris secara ar-radd dalam penerimaan waris lebih didahulukan dibandingkan dzawil arham. Tidak ada penta'shib ('ashabah). Sebab 'ashabah akan mengambil seluruh hak waris yang ada, bila ternyata tidak ada shahibul fardh. Dan bila ada shahibul fardh, maka para 'ashabah akan menerima sisa harta waris yang ada, setelah diambil hak para shahibul fardh.
Namun, apabila shahibul fardh hanya terdiri dari suami atau istri saja, maka ia akan menerima hak warisnya secara fardh, dan sisanya diberikan kepada dzawil arha arham. m. Seba Sebab b kedu kedudu duka kan n hak hak suam suamii atau atau istr istrii seca secara ra radd radd itu itu sesu sesuda dah h kedudukan dzawil arham. Dengan demikian, sisa harta waris akan diberikan kepada dzawil arham. Beberapa Catatan Penting:
Apabila dzawil arham (baik laki-laki maupun perempuan) seorang diri menjadi ahli waris, maka ia akan menerima seluruh harta waris. Sedangkan jika dia berbarengan dengan salah satu dari suami atau istri, maka ia akan menerima sisanya. sisanya. Dan bila bila bersama bersamaaan aan dengan dengan ahli ahli waris waris lain, lain, maka maka pembagi pembagiann annya ya sebagai berikut: Menguta Mengutamaka makan n dekatny dekatnya a kekerab kekerabata atan. n. Misaln Misalnya, ya, pewari pewariss meningg meninggalka alkan n ahli ahli waris cucu perempuan dari keturunan anak perempuan, dengan anak cucu perempuan dari keturunan anak perempuan, maka yang didahulukan adalah cucu perempuan dari anak perempuan. Begitu seterusnya. Apabila ada kesamaan pada kedekatan derajat kekerabatan, maka yang lebih berha berhakk untuk untuk dint dintam amak akan an adal adalah ah yang yang pali paling ng dekat dekat denga dengan n pewa pewaris ris lewa lewatt shahibul fardh atau 'ashabah. Misalnya, seseorang wafat dan meninggalkan cucu perempuan dari keturunan anak laki-laki, dan cucu laki-laki dari keturunan anak perempuan, maka yang lebih didahulukan adalah cucu perempuan dari keturunan anak laki-laki. Dalam contoh ini, tampak ada kesamaan derajat di antara kedua ahli waris, keduanya memiliki hubungan kekerabatan dengan pewaris sama-sama sebagai cucu. Hanya saja, cucu perempuan keturunan anak laki-laki bernasab kepada pewa pewari riss lewa lewatt ahli ahli wari waris, s, seda sedang ngka kan n cucu cucu laki laki-l -lak akii dari dari ketu keturu runa nan n anak anak perempuan melalui dzawil arham. Apabila segi derajat dan kedekatannya kepada pewaris sama, maka haruslah PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
115
menguta mengutamaka makan n mana mana yang yang lebih lebih kuat kedekat kedekatan an kekerab kekerabata atanny nnya. a. Misaln Misalnya, ya, seseorang wafat dan meninggalkan anak perempuan dari saudara kandung lakilaki (yakni keponakan kandung) dengan anak perempuan dari saudara laki-laki seayah (keponakan bukan kandung), maka dalam keadaan seperti ini kita harus mengutamakan keponakan kandung, dan berarti seluruh harta waris menjadi hakn haknya ya.. Yang Yang demi demiki kian an itu itu dise diseba babk bkan an kepo kepona naka kan n kand kandun ung g lebi lebih h kuat kuat kekerabatannya. Begitulah seterusnya. Apabila dalam suatu keadaan terjadi persamaan, maka pembagiannya dilakukan secara merata. Artinya, semua ahli waris dari dzawil arham berhak menerima bagian. Misalnya, seseorang wafat dan meninggalkan seorang anak perempuan dari anak paman kandung, seorang anak perempuan dari anak paman yang lain (kandung), dan seorang anak perempuan dari anak paman kandung yang lain. Atau dengan redaksi lain, orang yang wafat ini meninggalkan tiga putri keturunan anak paman kandung. Maka harta warisnya dibagi secara merata di antara mereka, karena ketiganya memiliki derajat yang sama dari segi kekerabatan. Catatan lain
Di antara persoalan yang perlu saya kemukakan di sini ialah bahwa dalam pemberian hak waris terhadap para dzawil arham , bagian laki-laki dua kali lebih besar besar bagian bagian perempu perempuan, an, sepert sepertii halnya halnya dalam dalam pembagia pembagian n para 'ashab 'ashabah, ah, sekalipun dzawil arham itu keturunan saudara laki-laki atau saudara perempuan seibu. Penutup Itulah sekelumit mengenai hak waris para dzawil arham menurut mazhab ahlul qarabah yang merupakan mazhab imam Ali bin Abi Thalib r.a. dan para ulama mazhab Hanafi. Pendapat ini banyak diterapkan di sebagian negara Arab dan negara Islam lainnya. Sebenamya, Sebenamya, di kalangan kalangan ulama mazhab ini banyak dijumpai perbedaan perbedaan tentang tentang cara pembagian masing-masing kelompok tadi, terutama antara Imam Abi Yusuf dan Imam Muhammad (keduanya murid dan teman dekat Abu Hanifah, penj.). Namun, Namun, saya tidak tidak mengem mengemukak ukakanny annya a di sini sini sebab sebab akan bertele-t bertele-tele ele dan menjenuhkan. Oleh karenanya, bagi yang menghendaki pengetahuan lebih luas dalam masalah ini dapat merujuknya pada kitab-kitab fiqih. Selain itu, pada prinsip prinsipnya nya yang yang banyak banyak diamal diamalkan kan adalah adalah pandang pandangan an mazhab mazhab ahlutahlut-tan tanzil zil sebagai mazhab Imam Ahmad, yang kemudian dianut oleh ulama muta'akhirin mazhab Maliki dan Syafi'i ---karena dari segi pengamalannya memang lebih mudah.
XI. HAK WARIS BANCI DAN WANITA HAMIL PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
116
A. Definisi Banci
Pengertian al-khuntsa (banci) dalam bahasa Arab diambil dari kata khanatsa berarti 'lunak' atau 'melunak'. Misalnya, khanatsa wa takhannatsa, yang berarti apabila ucapan atau cara jalan seorang laki-laki menyerupai wanita: lembut dan melenggak-lenggok. Karenanya dalam hadits sahih dikisahkan bahwa Rasulullah saw. bersabda: "Allah "Allah SWT SWT mela melakna knatt laki laki-la -laki ki yang yang menye menyeru rupai pai wani wanita ta dan dan wanit wanita a yang yang menyerupai laki-laki." Adapun makna khanatsa menurut para fuqaha adalah orang yang mempunyai alat alat kelami kelamin n laki-la laki-laki ki dan kelami kelamin n wanita wanita (hermap (hermaphrod hrodit) it),, atau atau bahkan bahkan tidak tidak mempunyai alat kelamin sama sekali. Keadaan yang kedua ini menurut para fuqaha dinamakan khuntsa musykil, artinya tidak ada kejelasan. Sebab, setiap insan seharusnya mempunyai alat kelamin yang jelas, bila tidak berkelamin lakilaki berarti berkelamin perempuan. Kejel Kejelasa asan n jeni jeniss kela kelami min n sese seseora orang ng akan akan memp mempert ertega egass stat status us hukum hukumny nya a sehingga ia berhak menerima harta waris sesuai bagiannya. Oleh karena itu, adanya dua jenis kelamin kelamin pada seseorang --atau bahkan sama sekali tidak ada-- -disebut sebagai musykil. Keadaan ini membingungkan karena tidak ada kejelasan, kendatipun dalam keadaan tertentu kemusykilan tersebut dapat diatasi, misalnya dengan mencari tahu dari mana ia membuang "air kecil". Bila Bila urin urinen enya ya kelu keluar ar dari dari peni penis, s, maka maka ia divo divoni niss seba sebaga gaii laki laki-l -lak akii dan dan mend mendapa apatk tkan an hak wari wariss sebag sebagaim aiman ana a kaum kaum laki laki-l -laki aki.. Seda Sedangk ngkan an jika jika ia mengeluarkan urine dari vagina, ia divonis sebagai wanita dan memperoleh hak waris sebagai kaum wanita. Namun, bila ia mengeluarkan urine dari kedua alat kelaminnya (penis dan vagina) secara berbarengan, maka inilah yang dinyatakan sebagai khuntsa munsykil. Dan ia akan tetap musykil hingga datang masa akil baligh. Di samping melalui cara tersebut, dapat juga dilakukan dengan cara mengamati pertumbuhan badannya, atau mengenali tanda-tanda khusus yang lazim sebagai pembeda pembeda antara antara laki-l laki-laki aki dengan dengan perempu perempuan. an. Misalny Misalnya, a, bagaima bagaimana na cara cara ia bermimpi dewasa (maksudnya mimpi dengan mengeluarkan air mani, penj.), apakah ia tumbuh kumis, apakah tumbuh payudaranya, apakah ia haid atau hamil, dan sebagainya. Bila tanda-tanda tersebut tetap tidak tampak, maka ia divonis sebagai khuntsa musykil. Dikisahkan Dikisahkan bahwa Amir bin adz-Dzarb dikenal sebagai seorang yang bijak pada masa jahiliah. Suatu ketika ia dikunjungi kaumnya yang mengadukan suatu peristiwa, bahwa ada seorang wanita melahirkan anak dengan dua jenis kelamin. Amir kemudian memvonisnya sebagai laki-laki dan perempuan.
PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
117
Mend Menden enga garr jawa jawaba ban n yang yang kura kurang ng memua emuask skan an itu oran orangg-or oran ang g Arab Arab meninggalkannya, dan tidak menerima vonis tersebut. Amir pun menjadi gelisah dan tidak tidur sepanjang malam karena memikirkannya. Melihat sang majikan gelisah, gelisah, budak wanita wanita yang dimiliki Amir dan dikenal sangat cerdik menanyakan menanyakan sebab-sebab yang menggelisahkan majikannya. Akhirnya Amir memberitahukan persoalan tersebut kepada budaknya, dan budak wanita itu berkata: "Cabutlah keputusan tadi, dan vonislah dengan cara melihat dari mana keluar air seninya." Amir merasa puas dengan gagasan tersebut. Maka dengan segera ia menemui kaumnya untuk mengganti vonis yang telah dijatuhkannya. Ia berkata: "Wahai kaumku, lihatlah jalan keluarnya air seni. Bila keluar dari penis, maka ia sebagai laki-l laki-laki aki;; tetapi tetapi bila bila keluar keluar dari vagina, vagina, ia dinyat dinyataka akan n sebagai sebagai perempu perempuan. an."" Ternyata vonis ini diterima secara aklamasi. Ketika Islam datang, dikukuhkanlah vonis tersebut. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. bahwa Rasulullah saw. ketika ditanya tentang hak waris seseorang yang dalam keadaan demikian, maka beliau menjawab dengan sabdanya: "Lihatlah dari tempat keluarnya air seni."
B. Perbedaan Ulama Mengenai Hak Waris Banci
Ada tiga pendapat yang masyhur di kalangan ulama mengenai pemberian hak waris kepada banci musykil ini: Mazhab Hanafi berpendapat bahwa hak waris banci adalah yang paling (lebih) sedikit bagiannya di antara keadaannya sebagai laki-laki atau wanita. Dan ini merupakan salah satu pendapat Imam Syafi'i serta pendapat mayoritas sahabat. Mazhab Maliki berpendapat, pemberian hak waris kepada para banci hendaklah teng tenga ah-te h-teng nga ah di ant antara ara kedu kedua a bagia agiann nnya ya.. Maksu aksudn dnya ya,, mulaula-m mula ula permasalahannya dibuat dalam dua keadaan, kemudian disatukan dan dibagi menjadi dua, maka hasilnya menjadi hak/bagian banci. Mazhab Syafi'i berpendapat, bagian setiap ahli waris dan banci diberikan dalam jumlah jumlah yang paling sedikit. Karena pembagian seperti ini lebih meyakinkan meyakinkan bagi tiap tiap-t -tia iap p ahli ahli wari waris. s. Seda Sedangk ngkan an sisa sisany nya a (dari (dari hart harta a waris waris yang yang ada) ada) untu untukk sementara sementara tidak dibagikan dibagikan kepada masing-masing masing-masing ahli waris hingga telah nyata keadaan yang semestinya. Inilah pendapat yang dianggap paling rajih (kuat) di kalangan mazhab Syafi'i. C. Hukum Banci dan Cara Pembagian Warisnya
Untuk banci --menurut pendapat yang paling rajih-- hak waris yang diberikan PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
118
kepadanya hendaklah yang paling sedikit di antara dua keadaannya --keadaan bila ia sebagai laki-laki dan sebagai wanita. Kemudian untuk sementara sisa harta waris yang menjadi haknya dibekukan sampai statusnya menjadi jelas, atau sampai ada kesepakatan tertentu di antara ahli waris, atau sampai banci itu meninggal hingga bagiannya berpindah kepada ahli warisnya. Makna pemberian hak banci dengan bagian paling sedikit menurut kalangan fuqaha mawarits mu'amalah bil adhar-- yaitu jika banci dinilai sebagai wanita bagiannya lebih sedikit, maka hak waris yang diberikan kepadanya adalah hak waris wanita; dan bila dinilai sebagai laki-laki dan bagiannya ternyata lebih sedikit, maka divonis sebagai laki-laki. Bahkan, bila ternyata dalam keadaan di antara kedua status harus ditiadakan haknya, maka diputuskan bahwa banci tidak mendapatkan hak waris. Bahkan dalam mazhab Imam Syafi'i, bila dalam suatu keadaan salah seorang dari ahli waris gugur haknya dikarenakan adanya banci dalam salah satu dari dua status (yakni sebagai laki-laki atau wanita), maka gugurlah hak warisnya. Beberapa Contoh Amaliah Hak Waris Banci 1. Seseorang wafat dan meninggalkan seorang anak laki-laki, seorang anak perempuan, dan seorang anak banci. Bila anak banci ini dianggap sebagai anak laki-laki, maka pokok masalahnya dari lima (5), sedangkan bila dianggap sebagai wanita maka pokok masalahnya dari empat (4). Kemudian kita menyatukan (al jami'ah) antara dua masalah, seperti dalam masalah al-munasakhat. Bagian anak laki-laki adalah delapan (8), sedangkan bagian anak perempuan empat (4), dan bagian anak banci lima (5). Sisa harta waris yaitu tiga (3) kita bekukan untuk sementara hingga keadaannya secara nyata telah terbukti. 2. Seseorang wafat meninggalkan seorang suami, ibu, dan saudara laki-laki banci. Pokok masalahnya dari enam (6) bila banci itu dikategorikan sebagai wanita, kemudian di-'aul-kan menjadi delapan (8). Sedangkan bila sang banci dianggap sebagai laki-laki, maka pokok masalahnya dari enam (6) tanpa harus di- 'aul'aul-ka kan. n. Dan Dan al-j al-jam ami'i'ah ah (penya (penyatu tuan) an) dari dari kedu keduany anya, a, menj menjad adililah ah pokok pokok masalahnya dua puluh empat (24). Sedangkan pembagiannya seperti berikut: suami sembilan (9) bagian, ibu enam (6) bagian, saudara laki-laki banci tiga (3) bagian, dan sisanya kita bekukan. Inilah tabelnya: 6
8
6
24
Suami 1/2
3 Suami 1/2
3
9
Ibu 1/3
2 Ibu 1/3
2
6
Banci
3 Banci kandung
1
4
PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
119
Pada Pada tabe tabell terse tersebut but sisa sisa harta harta yang yang ada ada yait yaitu u lima lima (5) (5) bagi bagian an dibek dibekuk ukan an sementara, dan akan dibagikan kembali ketika keadaan yang sebenamya telah benar-benar jelas. 3. Seseorang wafat dan meninggalkan suami, saudara kandung perempuan, dan saudara laki-laki seayah banci. Maka pembagiannya seperti berikut: Bila banci ini dikategorikan sebagai laki-laki, maka pokok masalahnya dua (2), sedangkan sedangkan bila dikategorikan dikategorikan sebagai perempuan perempuan maka pokok masalahnya masalahnya dari tujuh (7), dan penyatuan dari keduanya menjadi empat belas (14). Bagian Bagian suam suamii enam enam (6), (6), sauda saudara ra kandu kandung ng perem perempu puan an enam enam (6) bagi bagian an,, sedangkan yang banci tidak diberikan haknya. Adapun sisanya, yakni dua (2) bagian dibekukan. Ini tabelnya: 2
6
7
14
Suami 1/2
1 Suami 1/2
3
6
Sdr. kdg. pr. 1/2
1 Sdr. kdg. pr. 1/2
3
6
Banci lk.
- Sdr. pr. seayah 1/6
1
-
D. Definisi Hamil
Al-hamlu (hamil) dalam bahasa Arab adalah bentuk mashdar (infinitif) dari kata hamalat hamalat.. Dikata Dikatakan: kan: "al-mar "al-mar'at 'atu u haamil haamil ma haamila haamilatun tun idsaa idsaa kaanat kaanat hublaa" hublaa" (wanita itu hamil apabila ia sedang mengandung janin). Allah berfirman dalam Al-Qur'an: "Kami perintahkan perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibubapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula) ..." (al-Ahqaf: 15) Sedangka Sedangkan n menurut menurut istila istilah h fuqaha, fuqaha, yaitu janin janin yang dikand dikandung ung dalam dalam perut perut ibunya, baik laki-laki maupun perempuan. Dalam masalah hamil ini ada beberapa hukum yang berkaitan dengan hak waris, dan pada kesempatan ini saya hanya akan utarakan secara global. Hanya kepada Allah saya memohon pertolongan. Pada pembahasan sebelumnya --tentang persyaratan hak waris/mewarisi-- telah saya kemukakan bahwa salah satu syarat yang harus terpenuhi oleh ahli waris adalah keberadaannya (hidup) ketika pewaris wafat. Dengan demikian, bagi janin yang masih di dalam kandungan ibunya belum dapat ditentukan ditentukan hak waris PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
120
yang diterim diterimanya anya,, karena karena belum belum dapat dapat diketa diketahui hui secara secara pasti pasti keadaann keadaannya, ya, apakah bayi tersebut akan lahir selamat atau tidak, laki-laki atau perempuan, dan satu atau kembar. Setelah bayi tersebut lahir dalam keadaan hidup, maka kita nyataka nyatakan n bahwa bahwa ahli ahli waris waris dalam dalam keadaan keadaan hidup hidup pada saat pewari pewariss wafat; wafat; demikian juga jika ia lahir dalam keadaan mati, maka kita nyatakan bahwa ahli waris tidak ada ketika pewaris wafat. Secara ringkas dapat dikatakan, selama janin yang dikandung belum dapat diketahui diketahui dengan pasti keadaannya, keadaannya, maka mustahil mustahil bagi kita untuk menentukan jumlah jumlah bagian bagian waris waris yang harus harus diterim diterimany anya. a. Karena Karena itu, itu, untuk untuk menget mengetahui ahui secara pasti kita harus menunggu setelah bayi itu lahir. Namun demikian, tidak tertutup kemungkinan kita dihadapkan pada keadaan darurat --menyangkut kemaslahatan sebagian ahli waris-- yang mengharuskan kita kita untu untukk seger segera a memb membag agii hart harta a wari warisa san n dalam dalam bent bentuk uk awal awal.. Sete Setelah lah itu, itu, barulah kita bagikan kepada masing-masing ahli waris secara lengkap setelah kelahiran bayi. Berkaitan dengan hal ini, para pakar faraid menjelaskan hukumhukum khusus secara rinci dengan menyertakan berbagai pertimbangan demi menjaga kemaslahatan ahli waris yang ada. E. Syarat Hak Waris Janin dalam Kandungan Jani Janin n dala dalam m kand kandun unga gan n berh berhak ak mene meneri rima ma wari wariss deng dengan an meme memenu nuhi hi dua dua persyaratan: Janin tersebut diketahui secara pasti keberadaannya dalam kandungan ibunya ketika pewaris wafat. Bayi dalam keadaan keadaan hidup hidup ketika ketika keluar keluar dari perut perut ibunya ibunya,, sehing sehingga ga dapat dapat dipastikan sebagai anak yang berhak mendapat warisan. Syarat pertama dapat terwujud dengan kelahiran bayi dalam keadaan hidup. Dan keluarn keluarnya ya bayi bayi dari dalam dalam kandunga kandungan n maksima maksimall dua tahun tahun sejak sejak kemati kematian an pewa pewari ris, s, jika jika bayi bayi yang yang ada ada dala dalam m kand kandun unga gan n itu itu anak anak pewa pewari ris. s. Hal Hal ini ini berdasarkan pernyataan Aisyah r.a.: "Tidakla "Tidaklah h janin janin akan menetap menetap dalam dalam rahim rahim ibunya ibunya melebi melebihi hi dari dari dua tahun tahun sekalipun berada dalam falkah mighzal." Pernyataan Aisyah r.a. tersebut dapat dipastikan bersumber dari penjelasan Rasulu Rasulullllah ah saw. saw... Pernya Pernyata taan an ini ini meru merupak pakan an pendap pendapat at mazh mazhab ab Hanaf Hanafii dan merupakan salah satu pendapat Imam Ahmad. Adapu Adapun n mazh mazhab ab Syaf Syafi'i'ii dan dan Mali Maliki ki berpe berpend ndap apat at bahwa bahwa masa masa jani janin n dala dalam m kandungan maksimal empat tahun. Pendapat inilah yang paling akurat dalam mazhab Imam Ahmad, seperti yang disinyalir para ulama mazhab Hambali. Sedangkan persyaratan kedua dinyatakan sah dengan keluarnya bayi dalam PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
121
keadaan nyata-nyata hidup. Dan tanda kehidupan yang tampak jelas bagi bayi yang baru baru lahir lahir adalah adalah jika jika bayi bayi tersebu tersebutt menang menangis, is, bersin, bersin, mau menyusu menyusuii ibunya, atau yang semacamnya. Bahkan, menurut mazhab Hanafi, hal ini bisa ditandai dengan gerakan apa saja dari bayi tersebut. Adapun menurut mazhab Syafi'i dan Hambali, bayi yang baru keluar dari dalam rahim ibunya dinyatakan hidup bila melakukan gerakan yang lama hingga cukup menu menunju njukk kkan an adany adanya a kehi kehidu dupan pan.. Bila Bila gerak gerakan an itu itu hanya hanya sejen sejenak ak --sep --sepert ertii gerakan hewan yang dipotong-- maka tidak dinyatakan sebagai bayi yang hidup. Deng Dengan an demi demiki kian an,, ia tida tidakk berh berhak ak mewa mewari risi si.. Hal Hal ini ini berd berdas asar arka kan n sabd sabda a Rasulullah saw.: "Apabila bayi yang baru keluar dari rahim ibunya menangis (kemudian mati), maka hendaklah dishalati dan berhak mendapatkan warisan." (HR Nasa'i dan Tirmidzi) Namun, apabila bayi yang keluar dari rahim ibunya dalam keadaan mati, atau ketika keluar separo badannya hidup tetapi kemudian mati, atau ketika keluar dalam keadaan hidup tetapi tidak stabil, maka tidak berhak mendapatkan waris, dan ia dianggap tidak ada. F. Keadaan Janin Ada lima keadaan bagi janin dalam kaitannya dengan hak mewarisi. Kelima keadaan tersebut: Bukan sebagai ahli waris dalam keadaan apa pun, baik janin tersebut berkelamin laki-laki ataupun perempuan. Sebagai ahli waris dalam keadaan memiliki kelamin (laki-laki atau perempuan), dan bukan sebagai ahli waris dalam keadaan berkelamin ganda (banci). Sebagai ahli waris dalam segala keadaannya baik sebagai laki-laki maupun perempuan. Sebagai Sebagai ahli ahli waris waris yang yang tidak tidak berbeda berbeda hak warisn warisnya, ya, baik baik sebagai sebagai laki-l laki-laki aki ataupun perempuan. Sebagai ahli waris tunggal, atau ada ahli waris lain namun ia majhub (terhalang) hak warisnya karena adanya janin. Keadaan Pertama Seluruh harta waris yang ada dibagikan kepada ahli waris yangada secara langsung, tanpa harus menunggu kelahiran janin yang ada di dalam kandungan, disebabkan janin tersebut tidak termasuk ahli waris dalam segala kondisi. Sebagai misal, seseorang wafat dan meninggalkan istri, ayah, dan ibu yang sedang hamil dari ayah tiri pewaris. Berarti bila janin itu lahir ia menjadi saudara laki-laki seibu pewaris. Dalam keadaan demikian berarti mahjub hak warisnya oleh adanya ayah pewaris. Karenanya harta waris yang ada hanya dibagikan kepada istri seperempat (1/4), ibu sepertiga (1/3) dari sisa setelah diambil hak PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
122
istri, dan sisanya menjadi bagian ayah sebagai 'ashabah. Pokok masalahnya dari empat (4). Keadaan Kedua Seluruh harta waris yang ada dibagikan kepada ahli waris yang ada dengan menganggap bahwa janin yang dikandung adalah salah satu dari ahli waris, namun namun untuk untuk sement sementara ara bagiann bagiannya ya dibekuk dibekukan an hingga hingga kelahi kelahiran rannya. nya. Setela Setelah h janin lahir dengan selamat, maka hak warisnya diberikan kepadanya. Namun, bila bila lahi lahirr dan dan terny ternyat ata a buka bukan n term termasu asukk dari dari ahli ahli waris waris,, maka maka hart harta a yang yang dibekukan tadi dibagikan lagi kepada ahli waris yang ada. Sebagai misal, seseorang wafat dan meninggalkan istri, paman (saudara ayah), dan ipar perempuan yang sedang hamil (istri saudara kandung laki-laki), maka pembagiannya seperti berikut: istri mendapat seperempat (1/4), dan sisanya yang dua per tiga (2/3) dibekukan hingga janin yang ada di dalam kandungan itu lahir. Bila yang lahir anak laki-laki, maka dialah yang berhak untuk mendapatkan sisa harta yang dibekukan tadi. Sebab kedudukannya sebagai keponakan lakilaki (anak laki-laki keturunan saudara kandung laki-laki), oleh karenanya ia lebih utama dibanding kedudukan paman kandung. Namun, Namun, apab apabilila a yang yang lahir lahir anak anak perem perempu puan an,, maka maka sisa sisa harta harta wari wariss yang yang dibe dibeku kuka kan n itu itu menj menjad adii hak hak pama paman. n. Seba Sebab b kepo kepona naka kan n pere peremp mpua uan n (ana (anakk perempuan keturunan saudara laki-laki) termasuk dzawil arham. Cont Contoh oh lain lain,, sese seseor oran ang g wafa wafatt dan dan meni mening ngga galk lkan an istr istri,i, ibu, ibu, tiga tiga saud saudar ara a perempuan seibu, dan istri ayah yang sedang hamil. Pembagiannya seperti berikut berikut:: apabil apabila a istri istri ayah tersebu tersebutt melahi melahirkan rkan bayi bayi laki-l laki-laki aki,, berarti berarti menjad menjadii sauda saudara ra laki laki-l -laki aki seaya seayah. h. Maka Maka dalam dalam keadaa keadaan n demik demikia ian n ia tida tidakk berh berhak ak mendapatkan waris, karena tidak ada sisa dari harta waris setelah diambil para ashhabul furudh yang ada. Namun, Namun, bila bila ternyat ternyata a bayi terseb tersebut ut perempu perempuan, an, berarti berarti ia menjad menjadii saudara saudara perempuan seayah, maka dalam hal ini ia berhak mendapat bagian separo (1/2), dan pokok masalahnya dari enam (6) di-'aul-kan menjadi sembilan (9). Setelah ashha ashhabu bull furu furudh dh mener menerim ima a bagi bagian an masi masingng-ma masi sing, ng, kita kita lihat lihat sisa sisany nya a yang yang menj menjad adii bagi bagian an bayi bayi yang yang masi masih h dala dalam m kand kandun unga gan. n. Bila Bila yang yang lahi lahirr bayi bayi perempuan, maka sisa bagian yang dibekukan menjadi bagiannya, namun bila ternyata laki-laki yang lahir, maka sisa harta waris yang dibekukan tadi diberikan dan dibagikan kepada ahli waris yang ada. Tabelnya seperti berikut: 6
9
Suami 1/2
3
Ibu 1/6
1
3 sdr. pr. seibu 1/3
1
Sdr.pr Sdr.pr.se .seaya ayah h (hamil (hamil)) 1/2
1
PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
123
Sisanya tiga (3), untuk sementara dibekukan hingga janin telah dilahirkan. Keadaan Ketiga Apabila janin yang ada di dalam kandungan sebagai ahli waris dalam segala keadaannya --hanya saja hak waris yang dimilikinya berbeda-beda (bisa laki-laki dan bisa perempuan)-- maka dalam keadaan demikian hendaknya kita berikan dua ilustrasi, dan kita bekukan untuk janin dari bagian yang maksimal. Sebab, boleh jadi, jika bayi itu masuk kategori laki-laki, ia akan lebih banyak memperoleh bagian bagian daripada daripada bayi perempu perempuan. an. Atau Atau terkad terkadang ang terjad terjadii sebali sebalikny knya. a. Jadi, Jadi, hendaknya kita berikan bagian yang lebih banyak dari jumlah maksimal kedua bagiannya, dan hendaknya kita lakukan pembagian dengan dua cara dengan memberikan bagian ahli waris yang ada lebih sedikit dari bagian-bagian masingmasing. Sebagai contoh, seseorang wafat dan meninggalkan istri yang sedang hamil, ibu, dan ayah. Dalam keadaan demikian, demikian, bila janin dikategorikan dikategorikan sebagai anak lakilaki, berarti kedudukannya sebagai anak laki-laki pewaris, dan pembagiannya seperti berikut: ibu seperenam (1/6), ayah seperenam (1/6), dan bagian istri seperde seperdelap lapan an (1/8), (1/8), dan sisanya sisanya merupak merupakan an bagian bagian anak laki-l laki-laki aki sebaga sebagaii 'ashaloub. Agar keadaan ketiga ini lebih jelas maka perlu saya kemukakan contoh tabel dalam dua kategori (laki-laki dan perempuan). 24
24
24
Istri 1/8
3 Istri 1/8
3
3
Ayah 1/6
4 Ayah 'ashabah
5
4
Ibu 1/6
4 Ibu 1/6
4
4
12
12
Janin lk. sbg. 'ashabah 13 Janin pr. 1/2
Sisanya satu (1), dibekukan. Keadaan Keempat Bila bagian janin dalam kandungan kandungan tidak berubah baik sebagai laki-laki maupun perempuan, maka kita sisihkan bagian warisnya, dan kita berikan bagian para ahli waris yang ada secara sempurna. Seba Sebaga gaii misa misal,l, sese seseor oran ang g wafa wafatt dan dan meni mening ngga galk lkan an saud saudar ara a kand kandun ung g perempuan, saudara perempuan seayah, dan ibu yang hamil dari ayah lain (ayah tiri pewaris). Apabila janin telah keluar dari rahim ibunya, maka bagian warisnya tetap seperenam (1/6), baik ia laki-laki ataupun perempuan. Sebab kedudukannya sebagai saudara laki-laki seibu atau saudara perempuan seibu dengan pewaris. Dengan demikian, kedudukan bayi akan tetap mendapat hak waris seperenam (1/6), dalam kedua keadaannya, baik sebagai laki-laki ataupun PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
124
sebagai perempuan. Inilah tabelnya. 6
6
Sdr. kdg. pr. 1/2
3 Sdr. kdg. pr. 1/2
3
Sdr. pr. seayah 1/6
1 Sdr. pr. seayah 1/6
1
Ibu (hamil) 1/6
1 Ibu
1
(Janin) sdr. seibu 1/6
1 (Janin) sdr. seibu 1/6
1
Keadaan Kelima Apabila tidak ada ahli waris lain selain janin yang di dalam kandungan, atau ada ahli waris lain akan tetapi mahjub haknya karena adanya janin, maka dalam keadaan seperti ini kita tangguhkan pembagian hak warisnya hingga tiba masa kelahiran janin tersebut. Bila janin itu lahir dengan hidup normal, maka dialah yang akan mengambil hak warisnya, namun jika ia lahir dalam keadaan mati, maka harta waris yang ada akan dibagikan kepada seluruh ahli waris yang berhak untuk menerimanya. Sebagai misal, seseorang wafat dan meninggalkan menantu perempuan yang sedang hamil (istri dan anak laki-lakinya) dan saudara laki-laki seibu. Maka janin yang masih dalam kandungan merupakan pokok ahli waris, baik kelak lahir sebagai laki-laki atau perempuan. Karenanya, akan menggugurkan hak waris saudara laki-laki pewaris yang seibu tadi. Sebab, bila janin tadi lahir sebagai lakilaki berarti kedudukannya sebagai cucu laki-laki dari keturunan anak laki-laki, dengan begitu ia akan mengambil seluruh sisa harta waris yang ada karena ia sebagai 'ashabah. Dan bila janin tadi lahir sebagai perempuan, maka ia sebagai cucu peremp perempuan uan dari keturun keturunan an anak laki-l laki-laki aki,, dan akan akan mendap mendapat at bagian bagian separ separo o (1/2 (1/2)) hart harta a \vari \variss yang yang ada, ada, dan dan sisa sisany nya a akan akan dibag dibagik ikan an seba sebaga gaii tambahan (ar-radd) bila ternyata tidak ada 'ashabah. Contoh lain, seseorang wafat dan meninggalkan istri yang sedang hamil dan saudara kandung laki-laki. Maka bagian istri adalah seperdelapan (1/8), dan saudara laki-laki tidak mendapat bagian bila janin yang dikandung dikandung tadi laki-laki. laki-laki. Akan tetapi, bila bayi tersebut perempuan maka istri mendapatkan seperdelapan (1/8) bagian, anak perempuan setengah (1/2) bagian, dan sisanya merupakan bagian saudara kandung laki-laki sebagai 'ashabah.
PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
125
XII HAK WARIS ORANG YANG HILANG, TENGGELAM, DAN TERTIMBUN A. Definisi
Al-mafq Al-mafqud ud dalam dalam bahasa bahasa Arab Arab secara secara harfiah harfiah bermakna bermakna 'hilan 'hilang'. g'. Dikata Dikatakan kan faqadtu asy-syai'a idzaa adha'tuhu (saya kehilangan bila tidak mengetahui di mana sesuatu itu berada). Kita juga bisa simak firman Allah SWT berikut: "Penyeru-penyeru itu berkata: 'Kami kehilangan piala raja, dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku menjamin terhadapnya." (Yusuf: 72) Sedangkan menurut istilah para fuqaha, al-mafqud berarti orang yang hilang, terputus beritanya, dan tidak diketahui rimbanya, apakah dia masih hidup atau sudah mati. Hukum Orang yang Hilang Para fuqaha telah menetapkan beberapa hukum yang berkenaan dengan orang yang hilang/menghilang, di antaranya: istrinya tidak boleh dinikahi/dinikahkan, hartanya tidak boleh diwariskan, dan hak kepemilikannya tidak boleh diusik, sampai benar-benar diketahui keadaannya dan jelas apakah ia masih hidup atau sudah mati. Atau telah berlalu selama waktu tertentu dan diperkirakan secara umum -- telah mati, dan hakim pun telah memvonisnya sebagai orang yang dianggap telah mati. Kada Kadang ng-k -kad adan ang g bisa bisa juga juga dite diteta tapk pkan an seba sebaga gaii oran orang g yang yang masi masih h hidu hidup p berdasar berdasarkan kan asalnya asalnya,, hingga hingga benar-b benar-benar enar tampak tampak dugaan dugaan yang yang sebali sebaliknya knya (yakni benar-benar sudah mati). Yang demikian itu berdasarkan ucapan Ali bin Abi Thal Thalib ib r.a. r.a. tent tentang ang wani wanita ta yang yang suam suaminy inya a hila hilang ng dan tidak tidak dike diketa tahu huii rimba rimbanya nya.. Ali Ali berka berkata ta:: "Dia "Dia adalah adalah seor seorang ang istr istrii yang yang teng tengah ah diuj diuji,i, maka maka hendaknya dia bersabar, dan tidak halal untuk dinikahi hingga ia mendapatkan berita yang meyakinkan akan kematian suaminya." B. Batas Waktu untuk Menentukan bahwa Seseorang Hilang atau Mati
Ada perbedaan pendapat di kalangan ulama dalam masalah ini terutama para ulama dari mazhab yang empat. Mazha Mazhab b Hanaf Hanafii berpe berpend ndapa apatt bahwa bahwa orang orang yang yang hila hilang ng dan dan tidak tidak dike dikena nall rimbanya dapat dinyatakan sebagai orang yang sudah mati dengan melihat orang yang sebaya di wilayahnya --tempat dia tinggal. Apabila orang-orang yang sebaya dengannya sudah tidak ada, maka ia dapat diputuskan sebagai orang yang sudah sudah mening meninggal gal.. Dalam Dalam riwayat riwayat lain, lain, dari dari Abu Hanifa Hanifah, h, menyata menyatakan kan bahwa batasnya adalah sembilan pulah tahun (90).
PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
126
Sedangkan mazhab Maliki berpendapat bahwa batasnya adalah tujuh puluh tahun (70). Hal ini didasarkan pada lafazh hadits secara umum yang menyatakan bahwa umur umat Muhammad saw. antara enam puluh hingga tujuh puluh tahun. Dalam riwayat lain, dari Imam Malik, disebutkan bahwa istri dari orang yang hilang di wilayah Islam --hingga tidak dikenal rimbanya-- dibolehkan mengajukan gugatan gugatan kepada kepada hakim hakim guna mencari mencari tahu tahu kemungk kemungkina inan-ke n-kemun mungki gkinan nan dan dugaan dugaan yang yang dapat dapat mengena mengenalili keberad keberadaan aannya nya atau atau mendapa mendapatka tkan n informa informasi si secara jelas melalui sarana dan prasarana yang ada. Apabila langkah tersebut meng mengala alami mi jala jalan n bunt buntu, u, maka maka sang sang haki hakim m memb member erik ikan an bata batass bagi bagi istr istrin inya ya selama empat puluh tahun untuk menunggu. Bila masa empat puluh tahun telah usai dan yang hilang belum juga diketemukan atau dikenali rimbanya, maka mulailah ia untuk menghitung idahnya sebagaimana lazimaya istri yang ditinggal mati suaminya, yaitu empat bulan sepuluh hari. Bila usai masa idahuya, maka ia diperbolehkan untuk menikah lagi. Sedangkan dalam mazhab Syafi'i dinyatakan bahwa batas waktu orang yang hilang adalah sembilan puluh tahun, yakni dengan melihat umur orang-orang yang yang seba sebaya ya di wilay wilayahn ahnya. ya. Namu Namun, n, penda pendapat pat yang yang pali paling ng sahih sahih menur menurut ut anggapan Imam Syafi'i ialah bahwa batas waktu tersebut tidak dapat ditentukan atau dipastikan. Akan tetapi, cukup dengan apa yang dianggap dan dilihat oleh hakim, kemudian divonisnya sebagai orang yang telah mati. Karena menurut Imam Syafi'i, seorang hakim hendaknya berijtihad kemudian memvonis bahwa orang yang hilang dan tidak lagi dikenal rimbanya sebagai orang yang sudah mati, sesudah berlalunya waktu tertentu --kebanyakan orang tidak hidup melebihi waktu tersebut. Sementara itu, mazhab Hambali berpendapat bahwa bila orang yang hilang itu dalam keadaan yang dimungkinkan kematiannya seperti jika terjadi peperangan, atau atau menj menjad adii sala salah h seor seoran ang g penu penump mpan ang g kapa kapall yang yang teng tengge gela lamm--- maka maka hendakny hendaknya a dicari dicari kejelas kejelasanny annya a selama selama empat empat tahun. tahun. Apabil Apabila a setela setelah h empat empat tahun belum juga diketemukan atau belum diketahui beritanya, maka hartanya bole boleh h diba dibagi gika kan n kepa kepada da ahli ahli wari warisn snya ya.. Demi Demiki kian an juga juga istr istrin inya ya,, ia dapa dapatt menempuh masa idahnya, dan ia boleh menikah lagi setelah masa idah yang dijalaninya selesai. Namun, Namun, apabil apabila a hilang hilangnya nya orang orang itu bukan bukan dalam dalam kemung kemungkina kinan n mening meninggal, gal, seperti pergi untuk berniaga, melancong, atau untuk menuntut ilmu, maka Imam Ahmad Ahmad dala dalam m hal hal ini ini memi memililiki ki dua dua pendap pendapat at.. Pert Pertam ama, a, menun menungg ggu u sampa sampaii diperkirakan umurnya mencapai sembilan puluh tahun Sebab sebagian besar umur manusia tidak mencapai atau tidak melebihi sembilan puluh tahun. Kedua, menyerahkan seluruhnya kepada ijtihad hakim. Kapan saja hakim memvonisnya, maka itulah yang berlaku. Menurut hemat penulis, pendapat mazhab Hambali dalam hal ini lebih rajih (lebih PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
127
tepat), dan pendapat inilah yang dipilih az-Zaila'i (ulama mazhab Hanafi) dan disepakati oleh banyak ulama lainnya. Sebab, memang tidak tepat jika hal ini hanya hanya disand disandarka arkan n pada batas batas waktu waktu terten tertentu, tu, dengan dengan alasan alasan berbedan berbedanya ya kead keadaa aan n wila wilaya yah h dan dan pers person onel el.. Misa Misaln lnya ya,, oran orang g yang yang hila hilang ng pada pada saat saat pepera peperang ngan an dan dan pert pertem empur puran an,, atau atau banya banyakk pera peramp mpok ok dan dan penj penjah ahat at,, akan akan berbeda halnya dengan orang yang hilang bukan dalam keadaan yang demikian. Karena itu, dalam hal ini ijtihad dan usaha seorang hakim sangat berperan guna mencari kemungkinan dan tanda-tanda kuat yang dapat menuntunnya kepada vonis: masih hidup atau sudah mati. Inilah pendapat yang lebih mendekatkan kepada wujud kemaslahatan. C. Hak Waris Orang Hilang
Apabila seseorang seseorang wafat dan mempunyai ahli waris, dan di antara ahli warisnya ada yang hilang tidak dikenal rimbanya, maka cara pemberian hak warisnya ada dua keadaan: Ahli waris yang hilang sebagai hajib hirman bagi ahli waris yang lain. Bukan sebagai hajib (penghalang) bagi ahli waris yang ada, tetapi bahkan sama berhak mendapat waris sesuai dengan bagian atau fardh-nya (yakni termasuk ashhabul fardh) Pada keadaan pertama: seluruh harta warisan peninggalan pewaris dibekukan --tidak diberikan kepada ahli waris-- untuk sementara hingga ahli waris yang hilang muncul atau diketahui tempatnya. Bila ahli waris yang hilang ternyata masih hidup, maka dialah yang berhak untuk menerima atau mengambil seluruh harta warisnya. Namun, bila ternyata hakim telah memvonisnya sebagai orang yang telah mati, maka harta waris tadi dibagikan kepada seluruh ahli waris yang ada dan masing-masing mendapatkan sesuai dengan bagian atau fardh-nya. Sebagai contoh, seseorang wafat dan meninggalkan seorang saudara kandung laki-laki, saudara kandung perempuan, dan anak laki-laki yang hilang. Posisi anak laki-laki dalam hal ini sebagai "penghalang" atau hajib hirman apabila masi masih h hidu hidup. p. Karen Karena a itu, itu, selu seluruh ruh hart harta a waris waris yang yang ada ada untu untukk sement sementar ara a dibekukan hingga anak laki-laki yang hilang telah muncul. Dan bila ternyata telah divonis oleh hakim sebagai orang yang telah meninggal, maka barulah harta waris tadi dibagikan untuk ahli waris yang ada. Misa Misall lain, lain, seseo seseoran rang g wafa wafatt dan dan meni meningg nggal alka kan n sauda saudara ra kandun kandung g laki laki-l -lak aki,i, saudara laki-laki seayah, dan dua saudara perempuan seayah. Posisi saudara kandung bila masih hidup adalah sebagai haiib bagi seluruh ahli waris yang ada. Karenanya untuk sementara harta waris yang ada dibekukan hingga hakikat keberadaannya nyata dengan jelas. Sedangkan pada keadaan kedua, ahli waris yang ada berhak untuk menerima bagian yang paling sedikit di antara dua keadaan orang yang hilang (sebagai ahli PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
128
waris yang hidup atau yang mati, atau mirip dengan pembagian hak waris banci). Maksudnya, bila ahli waris yang ada --siapa saja di antara mereka-- yang dalam dua keadaan orang yang hilang tadi sama bagian hak warisnya, hendaknya ia diberi hak waris secara sempurna (tanpa dikurangi atau dilebihkan, atau tanpa ada yang dibekukan). Namun, bagi ahli waris yang berbeda bagian hak warisnya di antara dua keadaan ahli waris yang hilang tadi (yakni keadaan hidup dan matinya), maka mereka diberi lebih sedikit di antara kedua keadaan tadi. Namun, bagi siapa saja yang tidak berhak untuk mendapatkan waris dalam dua keadaan orang yang hilang, dengan sendirinya tidak berhak untuk mendapatkan harta waris sedikit pun. Sebagai contoh, seseorang wafat dan maninggalkan istri, ibu, saudara laki-laki seayah, dan saudara kandung laki-laki yang hilang. Dalam keadaan demikian, bagian istri adalah seperempat (1/4), ibu seperenam (1/6), dan sisanya (yakni yang seperenam) lagi untuk sementara sementara dibekukan hingga ahli waris yang hilang telah nyata benar keadaannya, atau telah divonis sebagai orang yang sudah meninggal. meninggal. Sedangkan saudara laki-laki yang sesyah tidak mendapat hak waris apa pun. Dalam contoh tersebut, tampak ada penyatuan antara ahli waris yang tidak berbeda bagian warisnya dalam dua keadaan orang yang hilang --yaitu bagian istri seperempat (1/4)--dengan ahli waris yang berbeda hak warisnya di antara dua keadaan ahli waris yang hilang tadi, yaitu bagian ibu seperenam (1/6). Sebab bila ahli waris yang hilang tadi telah divonis hakim sebagai orang yang telah meninggal, maka ibu akan mendapat bagian sepertiga (1/3). Contoh-contoh Kasus Seseorang wafat dan meninggalkan suami, saudara kandung perempuan, dan saudara kandung laki-laki yang hilang, maka pembagiannya sebagai berikut: Dalam hal ini kita harus memboat dua cara pembagian, yang pertama dalam kategori orang yang hilang tadi masih hidup, dan yang kedua dalam kategori sudah meninggal. Kemudian kita menggunakan cara al-jami'ah (menyatukan) kedua cara tadi. Dari sinilah kita keluarkan keluarkan hak waris masing-masin masing-masing, g, kemudian membekukan sisanya. Tabelnya sebagai berikut: 4
7
8
Anggapan msh. hdp.
2
8 Anggapan sdh. mati
6
7
Suami 1/2
1
4 Suami 1/2
3
24
56
yang dibekukan 4 Sdr. kdg. pr
1 Sd Sdr. kdg. pr
2
16
yang dibekukan 9 2/3
PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
129
Sdr. kdg. pr
1
1 Sd S dr. kdg. pr
2
16
yang dibekukan 9 Sdr. kdg. lk. hlg
1 Sdr. kdg. lk. hlg
-
-
Misal lain: seseorang wafat dan meninggalkan istri, ibu, saudara kandung, dan cucu laki-laki dari keturunan anak laki-laki, maka bagian masing-masing ahli waris itu seperti berikut: 1
2
Anggapan msh. hdp.
24 Anggapan sdh. mati
12
24
Istri 1/8
3 Istri 1/4
3
6
yang dibekukan 3 Ibu 1/6
4 Ibu 1/3
4
8
yang dibekukan 4 Sdr. lk. mahjub
- Sdr.lk.kdg.'ashabah
5
10
yang dibekukan 10 Cucu lk. (hilang)
17 Cucu lk. (hilang) Jumlah yang dibekukan 17
Cont Contoh oh lain lain,, seseo seseoran rang g wafa wafatt dan dan meni mening ngga galk lkan an suami suami,, cucu cucu perem perempua puan n keturunan anak laki-laki, saudara kandung perempuan, dan anak laki-laki yang hilang, maka bagian masing-masing seperti berikut: Anggapan msh. hdp.
4 Anggapan sdh. mati
4
4
Suami 1/4
1 Suami 1/4
1
1
Cucu pr.dr.anak.lk. (mahjub)
- Cucu pr.dr.anak.lk. 1/2
2
2
yang dibekukan 2 Sdr.kdg.pr. (mahjub)
- Sdr.kdg.pr. 'ashabah
1
1
yang dibekukan 1 Anak lk. (hilang)
3 Anak lk. (hilang)
-
-
Contoh lain: seseorang wafat dan meninggalkan istri, saudara laki-laki seibu, anak paman kandung (sepupu), dan cucu perempuan keturunan anak laki-laki. Maka rincian pembagiannya seperti berikut: Anggapan msh. hdp.
8 Anggapan sdh. mati
12
PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
24
130
Istri 1/8
1 Istri 1/4
3
6
yang dibekukan 3 Sdr.lk.seibu (mahjub)
- Sdr.lk. seibu 1/6
2
4
yang dibekukan 4 Sepupu. lk. 'ashabah
3 Sepupu. lk. 'ashabah
7
14
yang dibekukan 5 Cucu pr. (hilang)
4 Cucu pr. (hilang)
-
-
yang dibekukan 12
Demikianlah beberapa contoh tentang hak waris yang di antara ahli warisnya ada yang hilang atau belum diketahui keadaannya.
D. Hak Waris Orang yang Tenggelam dan Tertimbun
Betapa banyak kejadian dan musibah yang kita alami dalam kehidupan di dunia ini. ini. Sayan Sayangn gnya, ya, sang sangat at sedi sediki kitt di anta antara ra kita kita yang yang mau mau menga mengamb mbilil i'ti i'tibar bar (pelaja (pelajaran) ran).. Terkada Terkadang ng kejadi kejadian an dan musiba musibah h itu tiba-t tiba-tiba iba datangn datangnya, ya, tanpa tanpa diduga. Sehingga hal ini sering kali membuat manusia bertekuk lutut dan tidak berdaya, bahkan sebagian manusia berani melakukan hal-hal yang menyimpang jauh dari kebenaran dalam menghadapinya. Hanya orang-orang mukmin yang ternyata tetap bersabar dalam menghadapi musibah, ujian, dan cobaan, karena mereka selalu melekatkan kehidupannya dengan iman, dan berpegang teguh pada salah satu rukunnya --yaitu iman kepada qadha dan qadar-Nya. Semua yang menimpa mereka terasa sebagai sesuatu sesuatu yang yang ringan, ringan, sement sementara ara lisan lisan mereka mereka --jika --jika mengha menghadapi dapi musiba musibah-h-senantiasa mengucapkan: "sesungguhnya kita berasal dari Allah dan kepadaNyalah kita kembali". Begitulah kehidupan dunia yang selalu silih berganti. Kadangkadang manusia tertawa tertawa dan merasa lapang dada, tetapi dalam sekejap keadaan dapat berubah sebaliknya. Oleh karenanya tidak ada sikap yang lebih baik kecuali berlaku sabar dan berserah diri kepada-Nya. Perhatikan firman Allah SWT berikut: "... Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar; (yaitu) orangorang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapLan 'Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji'un.'" (al-Baqarah: 155-156)
PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
131
Bukan sesuatu yang mustahil jika dalam suatu waktu dua orang bersaudara bepergian bersama-sama menggunakan pesawat terbang atau kapal laut, lalu meng mengal alam amii kece kecela laka kaan an.. Atau Atau mung mungki kin n saja saja terj terjad adii benc bencan ana a alam alam yang yang mengakibatkan rumah yang mereka huni runtuh, sehingga sebagian anggota kelu keluar arga ga mere mereka ka menj menjad adii korb korban an.. Maka Maka jika jika di anta antara ra mere mereka ka ada ada yang yang mempunyai keturunan, tentulah akan muncul persoalan dalam kaitannya dengan kewarisan. Misalnya, bagaimana cara pelaksanaan pemberian hak waris kepada masingmasing ahli waris? Kaidah Pembagian Waris Orang yang Tenggelam dan Tertimbun Kaidah yang berlaku dalam pembagian hak waris orang yang tenggelam dan tertimbun yaitu dengan menentukan mana di antara mereka yang lebih dahulu meninggal. Apabila hal ini telah diketahui dengan pasti, pembagian waris lebih mudah dilaksanakan, yakni dengan memberikan hak waris kepada orang yang meni meningg nggal al kemud kemudia ian. n. Sete Setela lah h oran orang g kedua kedua (yang (yang meni meningg nggal al kemudi kemudian an)) meninggal, maka kepemilikan harta waris tadi berpindah kepada ahli warisnya yang berhak. Begitulah seterusnya. Sebagai contoh, apabila dua orang bersaudara tenggelam secara bersamaan lalu yang seorang meninggal meninggal seketika dan yang seorang lagi meninggal meninggal setelah bebe bebera rapa pa saat saat kemu kemudi dian an,, maka maka yang yang mati mati kemu kemudi dian an inil inilah ah yang yang berh berhak ak menerima hak waris, sekalipun masa hidup yang kedua hanya sejenak setelah kemat kematia ian n saud saudar arany anya a yang yang pert pertam ama. a. Menu Menurut rut ulama ulama fara faraid id,, hal hal ini ini telah telah memenuhi syarat hak mewarisi, yaitu hidupnya ahli waris pada saat kematian pewaris. Seda Sedang ngka kan n jika jika kedu keduan anya ya sama sama-s -sam ama a teng tengge gela lam m atau atau terb terbak akar ar seca secara ra bersamaan kemudian mati tanpa diketahui mana yang lebih dahulu meninggal, maka tidak ada hak waris di antara keduanya atau mereka tidak saling mewarisi. Hal ini sesuai dengan kaidah yang telah ditetapkan oleh ulama faraidh yang menyebutkan: "Tidak ada hak saling mewarisi bagi kedua saudara yang mati karena tenggelam secara bersamaan, dan tidak pula bagi kedua saudara yang mati mati karen karena a tert tertim imbu bun n rerunt reruntuh uhan, an, sert serta a yang yang meni meningg nggal al seke seketitika ka karen karena a kecelakaan dan bencana lainnya." Hal demikian, menurut para ulama, disebabkan tidak terpenuhinya salah satu persyaratan dalam mendapatkan hak waris. Maka seluruh harta peninggalan yang ada segera dibagikan kepada ahli waris dari kerabat yang masih hidup. Sebagai contoh, dua orang bersaudara mati secara berbarengan. Yang satu meningg meninggalka alkan n istri, istri, anak perempu perempuan, an, dan anak anak paman paman kandun kandung g (sepupu) (sepupu);; sedangkan yang satunya lagi meninggalkan dua anak perempuan, dan anak lakilaki paman kandung (sepupu yang pertama disebutkan). Maka pembagiannya seperti berikut: istri mendapat seperdelapan (1/8) bagian, anak perempuan yang pertama setengah (1/2), dan sisanya untuk bagian sepupu sebagai 'ashabah. PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
132
Adapun bagian kedua anak perempuan (dari yang kedua) adalah dua per tiga (2/3), dan sisanya merupakan bagian sepupu tadi sebagai 'ashabah. Misal lain, suami-istri meninggal secara bersamaan dan mempunyai tiga anak laki-laki. Suami-istri itu masing-masing mempunyai harta. Kemudian sang istri pernah mempunyai anak laki-laki dari suaminya yang dahulu, begitupun sang suam suamii tela telah h memp mempun unya yaii istr istrii lain lain dan dan memp mempun unya yaii anak anak laki laki-l -lak aki.i. Maka Maka pembagiannya seperti berikut: Harta Harta istr istrii yang yang meni mening nggal gal untu untukk anak anaknya nya,, sedang sedangka kan n hart harta a suam suamii yang yang meninggal meninggal seperdelapanny seperdelapannya a (1/8) merupakan bagian istrinya istrinya yang masih hidup, dan sisanya adalah untuk anak laki-lakinya dari istri yang masih hidup itu. Kemud Kemudian ian,, hart harta a keti ketiga ga anak anak lakilaki-la laki ki,, seper seperen enam amnya nya (1/6 (1/6)) diber diberik ikan an atau atau merupakan bagian saudara laki-laki mereka yang seibu, dan sisanya merupakan bagian saudara laki-lakinya yang seayah dengan mereka. Pembahasan tentang hak waris-mewarisi bagi orang-orang yang mati tenggelam atau tertimbun reruntuhan atau musibah lainnya merupakan bagian terakhir dari buku ini. Semoga apa yang saya lakukan dapat memberikan banyak manfaat bagi para penuntut ilmu faraid, amin. Allahlah yang memberi taufik dan petunjuk kepad kepada a kita kita,, dan dan saya saya akhi akhiri ri pemb pembah ahasa asan n ini ini deng dengan an puji pujian an kepad kepada a Rabb Rabb semesta alam.
PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
133
Biografi Pengarang Data pengarang akan dicantumkan di sini jika sudah tersedia.
PEMBAGIAN WARIS MENURUT ISLAM - oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT
134