OPTIMALISASI PERAN TNI AD DALAM PENANGGULANGAN BENCANA ALAM
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki tingkat resiko
bencana alam yang tertinggi di Dunia ( High Risk Disaster Country ) karena
berada di antara dua lempeng tektonik dunia yaitu lempeng Eurasia dan Indo
Australia, selain itu Indonesia berada di jalur Cincin Api ( Ring OF Fire )
dengan jumlah gunung api aktif terbanyak di dunia yaitu kurang lebih 80
gunung api yang membujur dari Barat sampai ke arah Timur. Sehingga dalam 14
tahun terakhir ini (19997 -2010 ) tercatat lebih dari 6.632 kejadian
bencana alam baik besar maupun kecil. Kejadian ini disebabkan oleh
terjadinya tumbukan ( Subduction ) antar lempeng yang mengakibatkan gempa
Tektonik dan Vulkanik, Tsunami, gunung meletus yang sering terjadi dan hal-
hal lain seperti tingginya curah hujan yang mengakibatkan banjir dan tanah
longsor, kebakaran hutan, Angin Puting Beliung dan lainnya.
TNI AD sebagai salah satu komponen utama pertahanan berdasarkan UU No
34 Tahun 2004 memiliki tugas pokok melaksanakan Operasi Militer Perang dan
Selain Perang dimana salah satunya adalah melaksanakan penanggulangan
bencana alam, pengungsian dan bantuan kemanusiaan. Tetapi dalam
pelaksanaannya sering tidak optimal karena terjadi perbedaaan dalam pedoman
pelaksanaan penanggulangan bencana alam antara TNI AD dan Pemerintah ,
dimana Peraturan Pemerintah tidak sinkron dengan Perkasad yang dijadikan
pedoman oleh TNI AD. Sehingga pelaksanaan penanganan bencana alam di
lapangan sering menemui kendala baik dari segi kesiapan personel, alat
perlengkapan yang dibutuhkan sampai anggaran dan logistik yang seharusnya
dapat mendukung kegiatan.
Bertolak dari hal tersebut diatas, penulis mencoba untuk merumuskan
permasalahan yang ada dimana menjadi kendala dalam pelaksanaan
penanggulangan bencana alam yang sering dilaksanakan oleh satuan jajaran
TNI AD. Adapun yang menjadi pertanyaan untuk dikupas adalah Apakah
koordinasi di lapangan antar unsur terkait sudah baik ? Bagaimana
mengoptimalkan peran TNI AD dalam penanggulangan bencana alam ?
Adapun maksud dari penulisan ini adalah untuk memberikan gambaran
tentang pelaksanaan tugas prajurit TNI AD dalam penanggulangan bencana alam
di darat sehingga pelaksanaan penanggulangan bencana alam yang dilaksanakan
bisa lebih optimal.
Pelaksanaan penanggulangan bencana alam yang dilaksanakan ini
memiliki landasan yang tertuang dalam UU No 34 Tahun 2004 tentang tugas-
tugas TNI, dimana peran TNI salah satunya melaksanakan penanganan bencana
alam yang terjadi melalui koordinasi dengan semua unsur aparat yang
terkait. Selain itu UU No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana alam
, kemudian Perpres NO 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan
Bencana serta Perkasad No Skep 96/XI/2009 tentang Pedoman Penanganan
Bencana Alam di Darat yang menjadi pedoman bagi seluruh jajaran TNI AD
dalam melaksanakan penanggulangan bencana alam dan pengungsi.
Bila kita melihat pelaksanaan penangulangan bencana alam yang
dilaksanakan oleh satuan TNI AD saat ini , kita dapat melihat bahwa peran
TNI AD sangat dominan di lapangan dan banyak mendapat respon positif dari
masyarakat tetapi kenyataan yang ada di lapangan menunjukkan bahwa
kegiatan yang dilaksanakan itu belumlah optimal karena banyak sekali
kendala yang terjadi, sehingga pelaksanaan kegiatan yang terekspos positif
itu sebenarnya lebih banyak karena faktor kesungguhan dan tekad untuk
memberikan yang terbaik dari prajurit TNI AD. Kendala yang sangat mendasar
saat ini adalah perbedaan persepsi dan tidak sinkronnya pedoman
penanggulangan bencana alam yang dilaksanakan unsur pemerintah sesuai UU No
24 Tahun 2007 dan PP No 8 Tahun 2008 tentang BNPB dengan Perkasad No Skep
96/XI/2009 dimana pada peraturan Pemerintah peran TNI dalam BNPB maupun
BPBD tingkat Provinsi/Kabupaten hanyalah sebagai unsur pengarah pada saat
kegiatan Pra Bencana dan belum dilibatkan dalam kegiatan Mitigasi.
Sementara bila kita melihat di lapangan maka kita akan menemui banyak
sekali peran yang sudah dilaksanakan TNI AD pada saat kegiatan Pra Bencana
khususnya peran dari Sat Kowil. Sat Kowil banyak berperan dalam kegiatan
mitigasi bencana di daerah, seperti melaksanakan Sosialisasi tentang
penanganan bencana alam, memetakan daerah-daerah yang memiliki tingkat
rawan bencana alam, pembuatan rencana kontijensi, pengungsian penduduk ke
lokasi sementara sampai dengan pelaksanaan koordinasi dengan unsur-unsur
terkait.
Pada tahap tanggap darurat peran TNI hanya disiapkan apabila
dibutuhkan untuk melaksanakan kegiatan Rehabilitasi dan Rekontruksi,
sementara kenyataan yang ada TNI lah yang pertama melaksanakan tindakan All
Out dalam penanganan bencana alam mulai dari pengungsian, Dropping
Logistik, Evakuasi Korban sampai dengan Rehabilitasi sehingga belum
sinkronnya pedoman ini menjadikan upaya penanggulangan bencana alam yang
dilaksanakan TNI tidak optimal.
Saat ini pelaksanaan persiapan penanggulangan bencana alam yang
dilakukan satuan TNI AD terkesan hanya satu pihak saja karena dalam unsur
BNPB dan BPBD Provinsi/Kabupaten peran TNI AD hanya sebagai pengarah
sehingga pembentukan Satgas PRCPB dari mulai tingkat Angkatan Darat sampai
tingkat Kabupaten yang ditangani oleh Satkowil/Kodim merupakan inisiatif
dari TNI AD sendiri. Susunan organisasi satgas hanya siap dalam struktur
organisasi tetapi alat perlengkapan yang dimiliki sangat minim, selain itu
kegiatan latihan pun hanya dilaksanakan oleh pihak satuan TNI AD baik
Satkowil/Sat Non Kowil saja dan tidak terpadu dengan unsur-unsur lain
sehingga latihan tidak bisa menghasilkan Output yang optimal dalam kesiapan
penanganan bencana alam.
Pada saat tanggap darurat peran satuan-satuan TNI AD langsung terlihat
pada saat Action di lapangan, tetapi sebenarnya itu merupakan inisiatif
dari unsur Komandan Satuan untuk ikut membantu penanggulangan bencana alam
sehingga dalam hal dukungan logistik dan perlengkapan menemui permasalahan
karena merupakan upaya dari satuan itu sendiri. Rantai Komando dan kesiapan
untuk bergerak selama 24 Jam merupakan kelebihan dari prajurit TNI AD yang
belum bisa disamai oleh unsur Pemerintah Daerah yang sering terpaku oleh
Birokrasi dan Stagnasi karena klasifikasi bencana , apakah bencana alam
tersebut masuk kategori bencana nasional atau bencana daerah sehingga
Action yang dilakukan BPBD sering terkesan lambat. Hal lain yang sering
ditemui adalah gelar komunikasi yang tidak sinkron karena perbedaan alat
komunikasi yang dipakai sehingga komando dan pengendalian menjadi tidak
maksimal, Evakuasi yang terhambat karena minimnya peralatan dan
perlengkapan, kalaupun ada peralatan itu tidak sesuai dengan kondisi daerah
dan jenis bencana yang terjadi sehingga sering pembelian peralatan menjadi
tidak bermanfaat. Contoh Study Case terkini mengenai kurang optimalnya
peran TNI AD dalam penanganan bencana alam adalah pada saat meletusnya
Gunung Merapi, dimana kita melihat peran satuan-satuan TNI AD di daerah
bencana seperti Kodam IV/Diponegoro, Grup 2 Kopassus, Kostrad maupun satuan
lain terlihat begitu menonjol tetapi karena tidak adanya sinkronisasi
dengan perangkat daerah sehingga pelaksanaan penanganan bencana seperti
tidak terkordinasi dan terkesan berjalan sendiri-sendiri, akibatnya
Presiden RI Bapak Susilo Bambang Yudhoyono langsung terjun dan berkantor di
Yogyakarta serta mengumumkan bahwa kendali penanganan bencana alam dan
pengungsi yang meliputi 2 Provinsi tersebut berada langsung dibawah kendali
ketua BNPB yang bertanggungjawab langsung kepada Presiden dan Presiden
memerintahkan TNI untuk mengirimkan Brigade Khusus dalam rangka penanganan
bencana alam yang terdiri dari 3 Angkatan dengan unsur-unsur Infanteri,
Zeni , Perbekalan, Kesehatan, Perhubungan dan satuan lainnya. Hal ini
merupakan bentuk dari belum optimal dan sinkronnya Standar Operasional
Prosedur (SOP) penanganan bencana alam antara TNI dan perangkat pemerintah
baik pusat dan daerah.
Seharusnya satuan TNI AD bisa berperan lebih optimal karena memiliki
sumber daya prajurit yang memiliki kemampuan dalam membantu penanganan
bencana, sudah terlatih, memiliki kesiapan untuk dapat digerakkan setiap
saat dan kemana saja, memiliki sarana dan prasarana seperti angkutan, alat
komunikasi, alat berat dan alat-alat lain yang relatif lengkap, memiliki
rantai komando yang memudahkan pengendalian dalam penanganan bencana alam.
Sehingga hal ini merupakan modal dasar yang sangat bermanfaat dalam
kegiatan penanganan bencana baik pada saat Pra Bencana, Tanggap Darurat
maupun Pasca Bencana.
Dari permasalahan dan kendala penanganan bencana alam yang terjadi
pada saat ini, upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mengoptimalkan peran
TNI AD dalam penanggulangan bencana alam antara lain adalah : 1) Perlunya
Standar Operasional Prosedur yang sinkron antara Pemerintah baik pusat
maupun daerah dengan TNI AD, hal ini dapat dilakukan dengan membuat
peraturan berupa Undang-undang atau Peraturan Presiden tentang pelibatan
TNI AD dalam penanganan bencana alam, sehingga TNI AD memiliki dasar dan
pegangan yang kuat untuk dapat berperan lebih optimal dalam penanggulangan
bencana alam, kebijakan dan peraturan ini tidak mengurangi peran BNPB atau
BPBD tingkat Provinsi/Kabupaten sebagai lembaga yang memiliki otoritas
tertinggi dalam penangananan bencana tetapi peran serta dan pelibatan TNI
AD sebagai unsur pengarah dan pelaksana pada saat Pra Bencana, Tanggap
Darurat maupun Pasca Bencana lebih ditonjolkan dan dijelaskan secara
terperinci sehingga tidak ada keraguan dalam tindakan di lapangan, selain
itu kebijakan ini akan berdampak pada kesiapan prajurit dalam melaksanakan
kegiatan penanganan bencana alam. Peraturan yang sinkron ini akan membuat
pelaksanaan kegiatan yang lebih optimal , yaitu : a) Pada saat Pra Bencana.
Struktur organisasi penanganan bencana yang sudah disiapkan Sat Kowil
maupun Non Kowil dapat dioptimalkan dengan melaksanakan kegiatan latihan
pra bencana yang dapat diintegrasikan dengan unsur pemerintah daerah,
latihan ini bisa berbentuk latihan teknis, taktis sampai dengan Geladi
Posko penanganan bencana alam.Unsur TNI AD dari Kowil maupun Non Kowil
dapat memberikan pelatihan mengenai kegiatan penanganan bencana kepada
elemen-elemen masyarakat yang ada seperti Organisasi Pemuda, Organisasi
Kemasyarakatan dan lainnya sementara prajurit dapat menerima pelatihan dan
bimbingan dari unsur-unsur yang telah profesional dalam penanganan bencana
seperti LSM, para ahli mitigasi maupun organisasi seperti SAR tingkat
daerah. Selain itu peran satuan TNI AD dalam kegiatan mitigasi bisa
dilaksanakan secara luas, mulai dari sosialisasi bencana, pembuatan rencana
kontijensi, pemetaan lokasi rawan bencana sampai pengungsian penduduk ke
lokasi yang lebih aman dapat dilaksanakan. ; b) Pada saat Tanggap Darurat.
Peran TNI AD dalam pelaksanaan tanggap darurat dapat lebih optimal dengan
adanya koordinasi yang baik dengan unsur dan elemen lain baik dari
pemerintah maupun organisasi kemasyarakatan. Penyiapan Posko baik Posko
Taktis maupun Posko Utama yang menjadi pusat pengendalian kegiatan bisa
optimal karena masing-masing elemen memiliki fungsi yang saling berkaitan,
distribusi bantuan dan kegiatan evakuasi bisa terlaksana dengan baik karena
sarana angkutan dan pembagian tugas ke wilayah-wilayah yang terkena bencana
bisa merata, tidak menumpuk di suatu lokasi lagi. Alat komunikasi yang
menjadi sarana vital dalam pengendalian dapat terkoneksi antar elemen dan
tergelar secara luas sehingga memudahkan dalam pelaksanaan kegiatan.
Perlengkapan khusus sesuai daerah bencana seperti masker, kendaraan
khusus, jembatan ponton/belly, detektor gerakan dan lainnya dapat terdukung
oleh pemerintah bila daerah bencana dan jenis bencana sudah terpetakan dan
disertai dengan jenis perlengkapan yang dibutuhkan. ; c) Pada saat Pasca
Bencana. Pelaksanaan pasca bencana yaitu kegiatan rehabilitasi dan
rekonstruksi dapat menjadi lebih optimal karena koordinasi antar unsur
pemerintah dan TNI AD sudah berjalan dengan baik, Rehabilitasi secara fisik
dapat dilakukan oleh satuan TNI AD seperti Zeni maupun unsur pemerintah
daerah yang memiliki Dinas Pekerjaan Umum, sementara rehabilitasi non fisik
dapat dilakukan oleh satuan Kesehatan dan Psikologi TNI AD untuk mengatasi
masalah penyakit/wabah lanjutan dan depresi psikologi korban bencana
bekerjasama dengan instansi kesehatan daerah dan LSM yang ada. Untuk
rekonstruksi TNI AD dapat mengerahkan satuan Zeni dalam pembuatan barak-
barak pengungsian maupun rumah non permanen yang dapat ditempati oleh
korban bencana sampai dapat mandiri kembali.; 2) Penanganan bencana alam
dimasukkan ke dalam pola latihan dan pembinaan satuan TNI AD. Walaupun
kegiatan penanganan bencana alam sudah sering dilaksanakan oleh satuan-
satuan TNI AD, tetapi pelaksanaannya belum maksimal dan belum pada tingkat
profesional karena adanya keterbatasan dalam penguasaaan materi penanganan
bencana alam, keterbatasan sarana dan prasarana serta kesempatan untuk
melaksanakan latihan dengan materi tersebut, oleh sebab itu materi
penanganan bencana alam perlu dimasukkan dalam latihan satuan TNI AD.
Selama ini materi-materi kemampuan perorangan yang dibutuhkan dalam
penanganan bencana alam sebagian sudah ada dalam Proglatsi seperti Navigasi
Darat, Penyeberangan Basah, Pionir, Kesehatan Lapangan dan lainnya, tetapi
materi-materi tersebut belum mewadahi keseluruhan materi-materi yang
dibutuhkan dalam penanganan bencana alam. Kemudian pelaksanaan latihan
teknis dan taktis sampai dengan pelaksanaan Geladi Posko bahkan Geladi
Lapang penanganan bencana perlu dimasukkan dalam kegiatan latihan seluruh
satuan secara bergantian, bukan hanya satuan yang disiapkan sebagai PRCPB
saja. Kemudian dengan dimasukkannya materi penanganan bencana alam ke dalam
pola latihan satuan TNI AD maka akan berpengaruh terhadap penambahan
piranti lunak dan sarana prasarana latihan yang ada di satuan, sehingga
Komando Atas dalam hal ini Mabesad akan memberikan dukungan alat
perlengkapan yang memadai untuk pelaksanaan latihan maupun kegiatan
penanganan bencana alam secara nyata di lapangan.
Dari pembahasan yang telah dibuat di atas , dapat disimpulkan bahwa
pelaksanaan penanggulangan bencana alam yang selama ini dilaksanakan oleh
TNI AD belum optimal sehingga perlu adanya upaya-upaya untuk meningkatkan
peran tersebut. Upaya yang perlu dilaksanakan adalah sinkronisasi pedoman
penanggulangan bencana alam antara unsur-unsur pemerintah dan TNI AD,
dengan penanganan yang sinkron dan sinergis tersebut diharapkan pelaksanaan
penanggulangan bencana alam oleh TNI AD dan pemerintah bisa lebih optimal,
selain itu perlu adanya penambahan materi latihan mengenai penanggulangan
bencana alam di dalam pola latihan satuan TNI AD sehingga kemampuan
prajurit dalam penanganan bencana alam bisa lebih meningkat dan semakin
profesional.
Demikianlah tulisan kami mengenai optimalisasi peran TNI AD dalam
penanggulangan bencana alam ini, kami menyadari bahwa tulisan ini jauh dari
sempurna untuk itu kami mengharapkan koreksi dan masukan yang dapat
membangun.
Bandung, 22 November 2010
Penulis
Sigit purwanto
Mayor Inf NRP 11970037730975