Sistem Fasa Tunggal Dalam perhitungan peneracaan yang sering dijumpai adalah laju alir molar atau massa. Namun demikian, laju alir volume sering juga dijumpai dalam persoalan peneracaan. Pada industri laju alir suatu zat pada kenyaatannya jarang menggunakan satuan massa atau mol, karena pengukuran pada kedua unit tersebut mahal. Pengukuran dalam satuan laju volumetrik lebih sederhana dan murah. Oleh sebab itu untuk pengetahuan tentang hubungan konversi dari massa atau mol menjadi volume perlu diketahui. Harus dipahami bahwa volume tidaklah selalu kekal dalam suatu proses. Dalam perhitungan jangan mengasumsikan volume karena akan mmberikan perhitungan yang tidakvalid. Namun apabila diharuskan untuk menggunakan asumsi dalam volume, maka langkah selanjutnya harus merubah satuan tersebut menjadi massa atau mol.
Sistem nyata dan Ideal Sifat-sifat fluida nyata (gas dan cairan) dan padatan sulit digambarkan secara akurat dalam matematik, tetapi kita sering menggunakan model matematik yang ideal untuk menggambarkan sifat-sifatnya. Dalam proses pemodelan tersebut biasanya hanya mempertimbangkan yang ideal dengan batasan-batasan atau anggapan-anggapan tertentu.Perumusan sistem yang ideal ini akan menghasilkan rumus matematik yang sederhana. Sistem yang ideal ini tidak selalu akurat untuk kondisi tertentu atau senyawa kimia tertentu, namun kita dapat menghitung penyimpangan yang mungkin terjadi antara sistem yang ideal dengan nyata. Sistem nyata terdiri dari molekul-molekul yang berinteraksi melalui gaya intramolekul. Gaya tolak-menolak atau tarik menarik sangat sukar dalam pemodelan fluida atau padatan, oleh sebab itu selalu se lalu diambil d iambil sistem ideal ide al sebagai seba gai rujukan. Sebagai contoh, gas dianggap ideal (gas ideal) bila tidak ada gaya antara molekul. Bila campuran gas atau cairan, dapat dianggapsemua gaya antara molekul tidak ada. Namun tidak semua anggapan ini dapat diterima, maka diharuskan menggunakan model yang lebih rumit.
Gas Ideal
Gas ideal diasumsikan tidak ada interaksi antara molekul-molekul. Kerapantan gas adalah kecil dibanding cairan atau padatan, sehingga molekul-molekul terpisah dalam gas. Meskipun demikian, dalam percobaan menunjukkan bahwa pada kerapatan yang tinggi tekanan P dan voluma V berbeda untuk gas yang berbeda. Akan tetapi PV selalunya identik untuk semua gas padasuhu yang sama. Karena perkalian sama terhadap suhu, makadapat dirumuskan sebagai berikut: Pv = RT
atau
PV = nRT dimana V = v.n atau v =V/n
Persamaan gas ideal ini sangat cocok pada suhu kamar dan tekanan dibawah atm tetapi tidak sesuai digunakan bila gas mendekati titik kondensasi atau mendekati titik kritis. Konstanta gas ideal (R) dalamberbagai satuan sebagai berikut: 3
3
R = 8.314 J/mol J/ mol K = 1.987 cal/mol K = 10.l73 10 .l73 psia ft /lbmol R = 8.314 m Pa/mol K = 3
82.06 cm atm/mol K
Aplikasi Hukum Gas Ideal Zat dalam fase gas ada dua jenis persoalan umum yang muncul untuk membuat hubungan massa, tekanan, suhu dan volume. Jenis pertama adalah hubungan tekanan, temperatur dan volume. Sebagai contoh, volume spesifik gas dapat ditentukan pada suhu dan tekanan tertentu. Bila berubah kondisi, dua dari tiga variabel keadaan akhir dapat ditentukan, dalam hal ini tidakdiperlukan unuk mengetahui berat gas. Persamaan n mol gas ideal untuk dua kondisi berbeda dapat dituliskan: p1V 1= nRT 1
menjadi:
dan p2V 2= nRT 2 p1V 1 p 2V 2
apabila kedua persamaan dapat digabungkan
T 1 T 2
Persamaan ini dapat digunakan langsung pada berbagai kuantitas gas.
Jenis kedua, berat gas dan dua variabel lain diketahui, sehingga variabel ketiga dapat dihitung. Atau sebaliknya dapat dihitung berat gas, bila diketahui suhu, tekanan dan volume gas.
Tekanan Gage. Semua alat ukur tekanan gas selalu dalam tekanan Gage. Untuk memperoleh tekanan absolut, maka tekanan gage harus ditembah dengan tekanan atmosfer. Contoh, bila diketahui tekanan gas 10 psig, maka tekanan absolutnya adalah 10 + 14,7 = 24,7 psi. Dimana 1 atm = 14,7 psi
Kerapatan dan spesific gravity gas Kerapatan gas adalah berat gas per satuan volume, sedangkan spesific gravity didefinisikan sebagai perbandingan kerapatan gas dengan udara pada suhu dan tekanan yang sama. Contoh 1.
Berapa volume molar gas ideal pada STP? STP = standard temperature and pressure, atau T = 273.15 K dan P = 1.0 atm. Penyelesaian v = RT/P = (0.08206 l.atm/(mol K)(273.15 K)/(1 atm) = 22.4 L/mol
Contoh 2:
Berapa kerapatan gas ideal pada 300 K dan 1 atm bila kerapatan gas pada STP adalah 1.0 kg/m3? Penyelesaian PV = nRT = mRT/M
sehingga
PM = mRT/V = RT
Dapat ditulis kembali (P2 M ) / (P 1 M ) = ( 2 RT 2) / ( 1 RT 1), maka akhirnya diperoleh:
2 = 1(T 1/T 2)
3
Selanjutnya 2 = (1 g/L)(273.15/300) = 0.91 kg/m .
o
Contoh : Hitung volume (l) 100 g gas nitrogen pada 23 C dan 3 p sig dengan asumsi gas ideal. Jawab: Hitung banyak mol gas N2 : n = 100 g N2/28 g/mol = 3,57 mol M2 Konversi: 1 Atm = 14,7 psia, maka tekanan P = 3 + 14,7 = 17,7 psia = 17,7/14,7= 1,2 atm
Gunakan hukum gas ideal:
V
nRT P
3,57 mol (0,08206 l.atm/mol. k)296K 1,2 atm
72 liter
Campuran Gas Ideal Pada campuran gas ideal juga diabaikan interaksi molekul. Bila pada campuran gas terdiri dari gas sejumlah molekul gas nA dan B, maka tekanan parsialnya dan volume komponen murni dapat dituliskan sebagai berikut: p A = tekanan parsial nA mol gas A yang sama dengan volume total V pada suhu T p B = tekanan parsial nB mol gas B yang sama dengan volume total V pada suhu T
Karena total volume V sama, maka tekanan total P campuran gas menurut hukum Dalton adalah: PA + PB = n A RT/V + nB RT/V = (nA + n B) RT/V = nRT/V = P
Sehingga , P = Pi dan PA/P = (nA RT/V ) / (nRT/V ) = nAP = yA
Dimana y i adalah fraksi mol komponen i dalam fase gas. Menurut Hukum Amagat: volume total campuran gas adalah sama dengan penjumlahan volume gas-gas murni atau: V = Va + V b+ Vc ……… Volume komponen gas murni dapat dituliskan menjadi: VA = nA V Dalam perhitungan neraca yang melibatkan campuran gas sering dikenal denga istilah berat molekul rata-rata. Contoh: Hitung berat molekul rata-rata dari campuran gas berikut: CO2 = 13,1 %, O2 = 7,7% dan N2 = 79,2 % Untuk 1 mol campuran gas terdiri dari: CO2 = 0,131 mol
= 5,76 g
O2 = 0,077 mol
= 2,46
N2 = 0,792 mol
= 22,18
Total 1 mol gas
= 30,40 g,
Jadi berat molekul rata-rata = 30,40
Perubahan volume dengan perubahan komposisi Kasus ini dapat terjadi apabila melibatkan satuan operasi seperti penyerapan gas, pengeringan, penguapan. Penting dilakukan perhitungan campuran gas karena ada penambahan atu pengurangan komposisi gas karena proses tersebut. Biasanya perhitungan diawali dengan
membasiskan kompoisi ke satuan mol, kemudian
dikomversikan menjadi volume pada kondisi suhu dan tekanan yang telah ditentukan.
Contoh: Gas hasil pembakaran pembakaran ( N2 = 79,2; O2 = 7,2 dan CO2 = 13,6%) dilewatkan ke evaporator pada suhu 200oC dan tekanan 743 mm Hg. Air diuapkan, sehingga
komposisi gas meninggalkan evaporator menjadi N2 = 48,3; O2 = 4,4; CO2 = 8,3 dan H2O = 39%) a. Volume gas meninggalkan evaporator untuk tiap 100 ft3 gas masuk
Hitung:
3
b. Berat air yang diuapkan per 100 ft gas masuk Penyelesaian Basis: 1 mol gas masuk:
N2 =
0,792 mol
O2 =
0,072
CO2 = 0,136 Volume total (743 mmHg, 200oC) dapat dihitung: p = 743/760 = 0,978 atm T = 200 + 273 = 473 K R = 82,1 cc-atm/K V
( n A
n B
nC ) RT
P
39750 ml
(0,792 0,072 0,136)82,1 x 473 0,978
atau 1,4 ft 3
1 mol gas ini masuk ini mempunyai komposisi sebanyak 61% gas yang meninggalkan evaporator. Gas keluar = 1/0,61 = 1,64 mol Jadi air keluar = 1,64 – 1 = 0,64 mol Volume gas keluar pada kondisi : p = 740/760 = 0,973 atm; T = 3 58K dan R 82,1 cc-atm/K. V
(0,792 0,072 0,136 0,64) x82,1 x358 0,973
3 49500 ml 1,75 ft
volume gas meninggalkan evaporator per 100ft3 gas masuk = (1,75 x 100)/1,40 = 125 ft
3
Berat air keluar evaporator = 0,64 x 18 = 11,5 gr = 0,0254 lb Berat airkeluar evaporator/100 ft3 gas masuk = (0,0254 x 100)/1,4 = 1,81 lb
Contoh : Cairan aseton (C3H6O) diumpan dengan laju 400 l/mnt pada kotak pemanas, kemudian cairan tersebut diuapkan dengan menggunakan aliran gas N2. Gas yang meninggalkan
3
pemanas diencerkan lagi dengan aliran gas nitrogen lain dengan laju 419 m (STP)/mnt. o
Campuran gas tersebut ditekanan sehingga tekanan total Pg = 6,3 atm pada suhu 325 C. Pada kondisi tersebut tekanan parsial aseton dalam aliran pa = 501 mmHg. Tekanan atmosfer 763 mmHg. a. Hitung komposisi aliran meninggalkan kompresor b. Berapa laju alir mole nitrogen yang masuk ke evaporator bila suhu dan tekanan aliran 27oC dan Pg = 475 mmHg
Penyelesaian:
Asumsikan berlaku gas ideal. Berdasarkan diagram alir di atas maka yang akan dihitung adalah:
q2 (Dari laju alir volume yang diberikan dan table kerapatan cairan aseton) q3 (Dari hokum gas ideal)
ya =(pa /P) q4 (Neraca aseton keseluruhan) ql (neraca mol keseluruhan)
Vi (Hukum gas ideal)
Hitung laju alir molar aseton
Dari Tabel B1 pada Appendix B (Felder & Rouseau) kerapatan cairan aseton 3
0,792 g/cm = 792 g/liter, sehingga:
Menentukan fraksi mol dari tekanan parsial
Aliran meninggalkan kompresor:
P= Sehingga:
Menghitung q3 dari informasi PVT:
Neraca mol aseton keseluruhan :
Neraca mol keseluruhan:
Gas Nyata Bila gas bersuhu rendah dan tekanan naik, maka hukum gas ideal tidak dapat menerangkan kelakuan gas. Perkalian Pv dari suatu gas berbeda untuk setiap komponen
pada tekanan tinggi, tetapi pada tekanan rendah perkalian menjadi sama untuk setiap zat, seperti diperlihatkan pada gambar dibawah ini. Keadaan ini terjadi disebabkan pada kerapatan rendah interaksi antara molekul-molekul diabaikan, karena jarak antara molekul-molekul besar.
PV
P
Alasan bahwa persamaan gas ideal valid pada kerapatan sangat rendah adalah pada kondisi ini volume molekul dapat diabaikan terhadap volume gas dan interaksi molekulmolekul dapat diabaikan. Van der Waals (1873) mencoba mengembangkan dua asumsi ini dengan mempostulasi bahwa tekanan ril gas akan sama dengan gas ideal dikurangi kaya kontraksi per s tuan luas yang disebabkan oleh tarik menarik antar molekul. P = P IG - a/v2
Dan bahwa volume actual molar akan sama dengan volume yang ditempati oleh gas ideal ditambah dengan volume molekulmolekul itu sendiri, atau IG
v = v + b
Kedua persamaan diatas dapat disusun menjadi: P IG = P + a/v 2 dan IG
v = v - b IG
Kemudian ganti persamaan ini untuk P
IG
dand v kedalam persamaan gas ideal, maka
akan diperoleh persamaan van der Waals. Berbagai bentuk persamaan van der Waals ditunjukkan seperti dibawah ini:
Persamaan Keadaan Kubik Dapat dikatakan bahwa persamaan keadaan van der Waals (vdw) adalah kubik. Persamaan pertama diatas dapat disusun sehingga diperoleh: 3
2
Pv - (Pb + RT )v + av - ab = 0
Tetapi persamaan kubik mempunyai tiga buah akar. Sehingga pada T dan P tertentu dapat memberikan tiga volume molar yang berbeda. Bagaimana terjadi tiga v harga yang berbeda pada T dan P yang sama? Untuk menjawab ini lihat gambar dibawah ini. Isotherm warna merah adalah garis suhu yang diperoleh dari persamaan vdw. Setiap titik pada garis dihasilkan menetapkan volume molar dan menghitung tekanan dari persamaan vdw. Dari gambar menunjukkan suhu dibawah isoterm puncak Tc ada sebanyak 3 volume pada tekanan yang sama, dengan kata lain ada tiga akar bilangan ril untuk volume bila diselesaikan persamaan vdw untuk P dan T tertentu.
Pada suhu isotherm puncak hanya diperoleh satu akar ril, sedangkan dua titik lainnya adalah bilangan imaginer. Titik bilangan ril ini disebut dengan temperature kritis Tc, dan tekanan maksimum dimana masih diperoleh tiga buah bilangan ril disebut tekanan kritis Pc, dan volume molar fluida pada titik ini disebut volume kritis vc. Pada titik kritis semua unsur berada pada keadaan dispersi molekular yang hampir . Maka dapat dianggap bahwa sifat-sifat termodinamika dan fisis unsur-unsur itu mirip. Keadaan kritis untuk transisi gas-cairan adalah sekumpulan kondisi fisis yang pada kondisi itu densitas dan sifat sifat lain dari cairan dan uap tersebut menjadi identik. Volume molar cairan vL sama dengan volume molar uap vV, dimana pada titik ini tidak ada perbedaan antara cairan dan uap. 2
2
Pada titik kritis berlaku hubungan (d P/d v )T = 0 = (d P/d v )T. Dari persamaan ini memberikan dua persamaan yang dapat digunakan untuk mengevaluasi a dan b padapersamaan vdw. Dari kedua persamaan ini akan diperoleh harga a dan b dalam variabel T c dan Pc yaitu:
a =
(27/64)( R
2
2
T c
)/ Pc
b = RT c / 8 Pc
Persamaan Keadaan yang Lazim Digunakan Persamaan keadaan van der Waals tidak lama digunakan oleh para insinyur untuk menghitung gas ril. Namun persamaan ini harus diperkenakan sebagai koreksi pertmana terhadap persamaan gas ideal. Ada beberapa persamaan keadaan lain yang sering digunakan untuk tujuan perhitungan teknik. Persamaan yang kerap digunakan antara lain persamaan Benedict-Webb-Rubin (BWR), Redlich-Kwong (RK) dan modifikasi Soave Redlich-Kwong (SRK). Persamaan Keadaan Virial Bentuk persamaan:
Koefisien B(T) dan C(T) masing-masing disebut koefisien virial kedua dan ketiga. Bila B = C = D = …..= 0, maka persamaan menjadi hukum gas ideal. Benedict-WebRubin melakukan pendekatan untuk memudahkan perhitungan ini, dengan memodifikasi persamaan diatas menjadi:
Konstanta untuk beberapa gas yang digunakan dalam persamaan Benedict-Web-Rubin dapat dilihat pada tabel berikut:
Contoh Soal: o
2 mol N2 ditempatkan dalam tanki 3 liter pada suhu -150 C. Perkirakan tekanan tangki menggunakan persamaan gas ideal dan BWR. Penyelesaian: v = V/n = 3 liter/2 mol = 1,5 mol/l dan T = 123 K Dari persamaan gas ideal belaku: Pideal = RT/v = 0,08206(123)/1,5 = 6,73 atm Substitusi konstanta N2 dari tabel diatas ke persamaan BWR, diperoleh: B = -0,11092, C = -0,01278, D = 2,692 x 10-5, E = 4,3 x 10-6 2
4
5
1 + B/v + C/v + D/v + E/v = 0,920 Masukkan kepersamaan BWR diperoleh: P = (RT/v)( 1 + B/v + C/v2 + D/v4 + E/v5) = 6,73 x 0,92 = 6,19 atm
Persamaan Soave-Redlich-Kwong (SRK) Persamaan ini adalah modifkasi persamaan kubik yaitu: P = RT/(v-b) - αa/v(v+b) Dimana α, a dan b adalah parameter dependen sistem. Parameter a dan b dapat ditentukan dari hubungan : a = 0,42747R 2T c2/Pc2 b = 0,08664RTc/Pc
dimana Tc = suhu kritis dan Pc tekanan kritis (data dapat dilihat App-B Felder) Parameter α dari persamaan SRK diperoleh dari data eksperimen. Untuk mendapatkannya diawali dari faktor asentrik Pitzer molekul gas. Harga
ω
ω
yang mencerminkan kerumitan dan kepolaran
telah diperoleh Reid, Prausnitz dan Sherwood. Kemudian
dilakukan perhitungan dengan menggunakan rumus berikut: m = 0,48508 + 1,55171ω – 0,1561 ω2 α = [1 + m(1-
T T c
2
)]
Contoh soal: 3
Silinder gas mempunyai volume 2,5 m mengandung 1 k-mol CO2 pada 200K. Gunakan persamaan SRK untuk memperkirakan tekanan gas (atm). Penyelesaian: Volume spesifik: v = V/n = (2,5 m3/1k-mol)(1 kmol/1000) = 2,5 x 10-3 m3/mol. 6
DariTabel B.1 diperoleh: Pc = 72,9 atm (7,38 x 10 Pa), Tc = 304,2 K, dari tabel faktor asentrik Pitzer diperoleh ω = 0,225. Parameter persamaan keadaan SRK dapat dihitung:
sehingga diperoleh: m = 0,826 dan α = 1,34 Persamaan SRK dapat digunakan untuk menghitung tekanan tangki.
Deviasi antara volume gas menggunakan persamaan ideal dan SRK sebanyak 12% Memperkirakan volume pada suhu dan tekanan tertentu menggunakan persamaan kubik memerlukan kaedah coba-coba. Tahapan prosedur lihat App. A.2, salah satunya menggunakan kaedah Newton.
Contoh soal: Aliran gas CO2 pada 200K dan 6,8 atm diumpan ke proses pada laju 100 kmol/jam. Gunakan persamaan keadaan SRK untuk memperkirakan laju alir gas.
Penyelesaian: Parameter SRK sama dengan contoh di atas. Persamaan keadaan SRK : P = RT/(v-b) - αa/v(v+b) dapat ditulis kembali mejadi:
f (v) P
RT v b
a
v(v b)
0
Substitusi semua yang telah diketahui ke persamaan ini diperoleh: 5 f (v) 6,89 x10
1,66 x10 3 v ,97 x10
5
0,2958 5 v(v 2,97 x10 )
0
3
f(v) dalam satuan Pa dan v = m /mol. Perkiraan awal v diperoleh dari persamaan gas ideal
yaitu:
Bila disubstitusikanke persamaan ini, maka diperoleh: f(v) = 7,66 x 104 , gunakan kaedah Newton untuk memperkirakan v yang diperoleh dari turunan f’(v): f ' (v) RT /(v b) 2
a ( 2v
b) /[v (v b)] 2
dan akan diperoleh harga v baru dengan menggunakan rumus: v baru = v – f(v)/f’(v)
Dengan menggunakan perhitungan secara iterasi diperoleh : v
f(v)
f’(v)
∆v
= vbaru-v
Persamaan Keadaan Faktor Kompresibilitas
Persamaan keadaan dapat diperoleh dari modifikasi sederhana persamaan gas ideal yaitu PV = znRT atau Pv = z RT Koefisien z disebut faktor kompresibilitas dan persamaan ini disebut persamaan keadaan faktor kompresibilitas. Bila z = 1, maka sifat gas menyerupai gas ideal.
Faktor kompresibilitas tergantung pada suhu dan tekanan gas. Nilai z(T,P) untuk udara, Ar, CO2, CO, H2, CH4, N2, O2 dan uap dapat dilihat pada Perry, Chemical Engineering Handbook. Contoh soal: o
200 kg N2 ditempatkan pada tangki tertutup pada -100 C. Tekanan gauge pada tangki 79 atm. Perkirakan volume tangki dengan menggunakan faktor kompressibilitas. Penyelesaian: Gunakan konversi menggunakan kondisi STP
Dari Perry halaman 3-113, z untuk N2 pada -100oC(173 K) dan 80 atm sekitar 0,73, maka
sehingga:
Memperkirakan Faktor Kompresibilitas Akan lebih mudah bila harga z pada suhu dan tekanan tertentu adalah sama untuk semua gas, sehingga grafik atau tabel z(T,P) tunggal dapat digunakan untuk semua perhitungan PVT. Gambar berikut adalah grafik kompresibilitas yang umum.
Anggap telah diketahui dua dari tiga variabel P, V dan T untuk gas, dan ingin dihitung variabel ketiga. Untuk menyelesaikannya, gunakan prosedur perhitungan grafik kompresibilitas yang umum seperti berikut ini. 1. Tentukan Tc dan Pc (Tabel B.1 Felder) 2. Bila gas H2 atau He tentukan konstanta pseudocritical dari rumus empiris (koreksi Newton): (Tc)korekasi = Tc + 8 K (Pc)koreksi = Pc + 8 atm 3. Hitung : Tr = T/T c; Pr = P/Pc dan
V r
V RT c /Pc
VPc RT c
4. Gunakan grafik kompresibilitas untuk menentukan faktor kompresibilitas dan selesaikan variabel gas yang tak diketahui.
Contoh soal:
o
100 mol N2 ditempatkan pada tangki 5 liter pada suhu -20,6 C. Tentukan tekanan dalam tangki.
Penyelesaian: Dari Tabel B.1 App B (Felder) diperoleh:
Dari grafik 5.3-3 (Felder) pada T r = 2 dan Vr = 0,161 diperoleh z = 1,77, sehingga tekanan dapat dihitung :