Disusun Sebagai Tugas Mata Kuliah Statistik Pendidikan Fisika
OLEH: KELOMPOK III NOVA IRWAN RIKARDO MARPAUNG TRI ASTUTI MARDIANA
JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA FAKULTAS PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2013
BAB I PENDAHULUAN SUMBER DATA Pengertian sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data diperoleh. Apabila peneliti menggunakan kuesioner atau wawancara dalam pengumpulan datanya, maka sumber data disebut responden, yaitu orang yang merespon atau menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti, baik pertanyaan tertulis ataupun lisan. Apabila peneliti menggunakan teknik observasi, maka sumber datanya bisa berupa benda, gerak atau proses sesuatu. Peneliti yang mengamati
tumbuhnya
padi,
maka
sedangkan objek penelitiannya adalah peneliti menggunakan
sumber
datanya
adalah
padi,
pertumbuhan jagung. Apabila
dokumentasi, maka dokumen atau catatan yang
menjadi sumber data, sedangkan isi catatan adalah objek penelitian atau variable penelitian. Untuk
mempermudah
mengidentifikasi
sumber
data,
maka
digunakan klasifikasi sumber data yang disingkat dengan 3 P, yaitu: 1.
Person:
Jika sumber data berupa orang. Person yaitu sumber data yang bias memberikan data berupa jawaban lisan melalui wawancara atau jawaban tertulis melalui angket. 2.
Place:
Jika sumber data berupa tempat. Place yaitu sumber data yang menyajikan tampilan berupa keadaan diam dan bergerak. Diam, misalnya ruangan, kelengkapan alat, wujud benda , warna dan lainlain. Bergerak, misalnya: aktivitas, kinerja, laju kendaraan dan lain-lain. Pada umumnya tampilan diam dan gerak merupakan objek untuk penggunaan metode observasi.
3.
Paper:
Jika sumber data berupa symbol. Paper merupakan sumber data yang menyajikan tanda-tanda berupa huruf, angka, gambar, atau symbol symbol lain. Pengertian paper bukan terbatas hanya pada kertas, tapi juga dapat berwujud batu, kayu, tulang, daun lontar dan sebagainya, yang cocok untuk penggunaan metode dokumentasi.
BAB II PEMBAHASAN
Konsep-konsep Dasar Sampling Salah satu hal yang menakjubkan dalam penelitian ialah kenyataan bahwa kita dapat menduga sifat-sifat suatu kumpulan objek penelitian hanya dengan mempelajari dan mengamati sebagian dart kumpulan itu. Bagian yang diamati itu disebut sampel, sedangkan kumpulan objek penelitian disebut populasi. Objek penelitian dapat berupa orang, umpi, organisasi, kelompok, lembaga, buku, katakata, surat kabar dan lainlain. Dalam penelitian, objek penelitian ini disebut satuan analisis (units of analysis) atau unsur-unsur populasi. Bila kita meneliti seluruh unsur populasi, kita melakukan sensus. Sensus mudah dilakukan bila jumlah populasi terbatas. Pimpinan fakultas ingin mengetahui reaksi mahasiswa di fakultasnya terhadap kurikulum yang baru. Ia dapat mewawancarai semua mahasiswa, tanpa kecuali. Tentu saja, ada kemungkinan beberapa orang tidak sempat diwawancarai karena sakit, tidak pernah muncul di fakultas, atau menghindari penelitian. Sensus, memang, tidak selamanya sempurna. Hasil sensus, yang mengungkapkan karakteristik populasi (seperti rata-rata, ragam, modus, atau range), disebut parameter. Bila jumlah unsur populasi itu terlalu banyak, padahal kita ingin menghemat biaya dan waktu, kita harus puas dengan sampel. Karakteristik sampel disebut statistik. Kita sebetulnya tidak tertarik pada statistik. Kita ingin menduga secara cermat parameter dart statistik. Metode pendugaan inilah yang dikenal sebagai teori sampling. Ini berarti sampel harus mencerminkan semua unsur dalam populasi secara proporsional. Sampel seperti itu dikatakan sampel tak bias (unibased sample) atau sampel yang representatif. Sebaliknya sampel bias adalah sampel yang tidak memberikan kesempatan yang sama pada semua unsur populasi untuk dipilih. Memang, sampel mungkin menunjukkan karakteristik yang menyimpang dari karakteristik populasi. Penyimpangan dari karakteristik populasi disebut galat sampling (sampling error). Jadi, galat sampling adalah perbedaan antara hasil yang diperoleh dari sampel dengan hasil yang didapat dari sensus (Neter, Wasserman, Whitmore, 1979: 195). Statistik dapat membantu kita
menentukan sampling error hanya bila kita menggunakan sampel tak bias. Sampel tak bias adalah sampel yang ditarik berdasarkan probabilitas (probability sampling). Dalam sampel probabilitas, setiap unsur populasi mempunyai nilai kemungkinan tertentu untuk dipilih. Karena sampel ini mengasumsikan kerandoman (randomness), maka sampel probabilitas lazim juga disebut sebagai sampel random. Bila kita mengambil sampel tertentu berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu, kita memperoleh sampel pertimbangan (judgemental sampling), disebut juga sampel non-probabilitas. Untuk kedua jenis sampling ini, ada beberapa alternatif teknik penelitian sampel. Teknik penarikan sampel sering disebut rencana sampling atau rancangan sampling (sampling design).
Teknik-teknik pengambilan sampel
Secara umum, ada dua jenis teknik pengambilan sampel yaitu, sampel acak atau random sampling / probability sampling , dan sampel tidak acak atau nonrandom samping/nonprobability sampling. Yang dimaksud dengan random sampling adalah cara pengambilan sampel yang memberikan kesempatan yang sama untuk diambil kepada setiap elemen populasi. Artinya jika elemen populasinya ada 100 dan yang akan dijadikan sampel adalah 25, maka setiap elemen tersebut mempunyai kemungkinan 25/100 untuk bisa dipilih menjadi sampel.
Sedangkan
yang
dimaksud
dengan
nonrandom
sampling atau
nonprobability sampling , setiap elemen populasi tidak mempunyai kemungkinan yang sama untuk dijadikan sampel. Lima elemen populasi dipilih sebagai sampel karena letaknya dekat dengan rumah peneliti, sedangkan yang lainnya, karena jauh, tidak dipilih; artinya kemungkinannya 0 (nol). Dua jenis teknik pengambilan sampel di atas mempunyai tujuan yang berbeda. Jika peneliti ingin hasil penelitiannya bisa dijadikan ukuran untuk mengestimasikan populasi, atau istilahnya adalah melakukan generalisasi maka seharusnya sampel representatif dan diambil secara acak. Namun jika peneliti tidak mempunyai kemauan melakukan generalisasi hasil penelitian maka sampel
bisa diambil secara tidak acak. Sampel tidak acak biasanya juga diambil jika peneliti tidak mempunyai data pasti tentang ukuran populasi dan informasi lengkap tentang setiap elemen populasi. Contohnya, jika yang diteliti populasinya adalah konsumen teh botol, kemungkinan besar peneliti tidak mengetahui dengan pasti berapa jumlah konsumennya, dan juga karakteristik konsumen. Karena dia tidak mengetahui ukuran pupulasi yang tepat, bisakah dia mengatakan bahwa 200 konsumen sebagai sampel dikatakan “representatif”?. Kemudian, bisakah peneliti memilih sampel secara acak, jika tidak ada informasi yang cukup lengkap tentang diri konsumen?. Dalam situasi yang demikian, pengambilan sampel dengan cara acak tidak dimungkinkan, maka tidak ada pilihan lain kecuali sampel diambil dengan cara tidak acak atau nonprobability sampling, namun dengan konsekuensi hasil penelitiannya tersebut tidak bisa digeneralisasikan. Jika ternyata dari 200 konsumen teh botol tadi merasa kurang puas, maka peneliti tidak bisa mengatakan bahwa sebagian besar konsumen teh botol merasa kurang puas terhadap the botol. Di setiap jenis teknik pemilihan tersebut, terdapat beberapa teknik yang lebih spesifik lagi. Pada sampel acak (random sampling) dikenal dengan istilah simple random sampling, stratified random sampling, cluster sampling, systematic sampling, dan area sampling. Pada nonprobability sampling dikenal
beberapa teknik, antara lain adalah convenience sampling, purposive sampling, quota sampling, snowball sampling
Penentuan
sampel
merupakan
langkah
penting
dalam
penelitian
kuantitatif, konsep dasar dari penentuan sampel adalah bahwa agregasi dari orang, rumah tangga atau organisasi yang sangat besar dapat dikaji secara efektif dan efisien serta akurat melalui pengkajian yang terinci dan hati-hati pada sebagian agregasi yang terpilih. Agregasi (Keseluruhan) disebut populasi atau universe yang terdiri dari unit total informasi yang ingin diketahui. Dari populasi yang ingin dikaji kemudian ditentukan sampelnya, melalui prosedur sampling yang sesuai dengan karakteristik populasinya.
Penelitian bidang sosial dan Pendidikan banyak dilakukan dengan menggunakan sampel (Sampling Methods), hal ini tidak hanya karena alasan biaya dan waktu, tapi juga untuk menghindari kekeliruan akibat pengumpulan, pemrosesan dan penganalisaan
data dari agregasi yang sangat besar. Dengan
penarikan sampel maka estimasi dapat dilakukan serta hipotesis dapat diuji yang hasilnya dapat berlaku terhadap populasi darimana sampel itu diambil. Pengkajian terhadap sampel pada dasarnya dimaksudkan untuk menemukan generalisasi atas populasi atau karakteristik populasi ( Parameter ), sehingga dapat dilakukan penyimpulan (inferensi) tentang universe, oleh karena itu penarikan sampel jangan sampai bias dan harus menggambarkan
seluruh unsur dalam populasi
secara proporsional, hal ini bisa dilakukan dengan cara memberikan kesempatan yang sama pada seluruh elmen dalam populasi. Adapun langkah-langkah dalam penentuan sampel adalah : a. Mendefinisikan populasi yang akan dijadikan obyek penelitian b. Menentukan prosedur sampling c. Menentukan besarnya sampel pendefinisian populasi merupakan langkah pertama yang sangat penting, dari sini dapat tergambar bagaimana keadaan populasi, sub-sub unit populasi, karakteristik umum populasi serta keluasan dari populasi tersebut. Dalam hubungan ini perlu dibedakan antara populasi target (Target/actual population) dan populasi terjangkau ( Accessible population), populasi target adalah populasi yang ingin digeneralisasi oleh peneliti, sedangkan populasi terjangkau adalah populasi yang dapat digeneralisasi oleh peneliti, target populasi merupakan pilihan ideal dan populasi terjangkau merupakan pilihan yang realistis.
Sesudah diperoleh
gambaran tersebut kemudian ditentukan prosedur apa yang akan diambil dalam penentuan sampel, sesudah langkah ini baru kemudian ditentukan besarnya sampel yang akan dijadikan obyek penelitian. Sebagai Contoh akan dikemukakan berikut ini:
Masalah penelitian yang akan dikaji : Akibat pemanfaatan media elektronik terhadap prestasi belajar Siswa Sekolah Dasar di Kabupaten Kuningan. Populasi Target : Seluruh Siswa Sekolah Dasar di Kabupaten Kuningan Populasi Terjangkau : Seluruh Siswa Sekolah Dasar di Kecamatan Kuningan Kabupaten Kuningan : Daftar Nama siswa yang tercatat pada Dinas Kerangka Sampel Pendidikan Kecamatan Kuningan Sampel : Lima belas persen Siswa Sekolah Dasar di Kecamatan Kuningan Kabupaten Kuningan Masalah penelitian yang akan dikaji : Hubungan antara Motivasi Berprestasi dengan Kinerja Guru di Kabupaten Kuningan. Populasi Target : Seluruh Guru di Kabupaten Kuningan Populasi Terjangkau : Seluruh Guru SMU di Kabupaten Kuningan Kerangka Sampel : Daftar Guru SMU yang tercatat pada Dinas Pendidikan Kabupaten Kuningan Sampel : Dua puluh persen Guru SMU di Kabupaten Kuningan Penentuan prosedur sampling (Sampling Method ) yang akan dipergunakan pada dasarnya sebagian besar tergantung pada ada tidaknya kerangka sampel (Sampling Frame : daftar unit-unit analisis dari populasi yang akan diambil sampelnya)) yang lengkap dan akurat, jika tidak demikian maka diperlukan pembaruan daftar tersebut agar sampel dapat benar-benar menjadi representasi dari populasi Hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan sampel adalah bahwa semakin sempit (sedikit) peneliti mendefinisikan (membatasi) populasi semakin efisien dalam waktu dan dana, namun semakin terbatas kemampuan melakukan generalisasi, untuk itu peneliti harus mencari jalan yang efisien dalam waktu dan dana serta kemampuan generalisasi yang lebih luas, dan untuk menghindari kekeliruan pembaca, maka peneliti perlu menggambarkan populasi dan sampel secara rinci, sehingga orang yang membaca hasil penelitian dapat menentukan daya terap ( Aplicability) penemuan hasil penelitian terhadap situasi yang berbeda.
Sebagaimana diketahui bahwa terdapat banyak metode pengambilan sampel yang dapat dilakukan dengan caranya sendiri-sendiri, namun dalam prakteknya cara pengambilan sampel campuran ( Multistage sampling ) banyak juga dipergunakan dalam penelitian, karena masing-masing cara
terkadang
diperlukan dalam tahap-tahap tertentu. Untuk tujuan-tujuan penyimpulan (inference) persyaratan yang paling penting adalah perlunya sampel diambil secara random ( Probability samples), dimana setiap elemen populasi punya kesempatan yang sama ( Fair Chance) untuk terpilih menjadi sampel ( Nonzero probability of selection), sifat random bermakna penggunaan metode probabilitas yang tidak bias dalam memilih sampel.
Simple Random Sampling
Pengambilan sampel acak sederhana adalah cara pengambilan sampel dimana setiap unsur yang membentuk populasi diberi kesempatan yang sama untuk terpilih menjadi sampel, cara ini akan sangat mudah apabila telah terdapat daptar lengkap unsur-unsur populasi. Prosedur yang cukup akurat untuk pengambilan sampel secara acak adalah dengan menggunakan tabel angka acak (Table of random numbers), disamping itu dapat pula dilakukan dengan cara mengundi. Pengambilan sampel acak yang dilakukan sesuai prosedur sama sekali bukan jaminan bahwa suatu sampel akan menjadi representasi sempurna dari populasi, karena bisa saja terjadi pengambilan sampel secara random dalam kenyataannya menghasilkan suatu sampel yang unik, akan tetapi perlunya pengambilan sampel secara acak harus dipahami dalam konteks proses kemungkinan, apabila sampel acak diambil dari suatu populasi secara berulangulang, maka secara umum seluruh sampel tersebut akan mampu memberikan estimasi yang lebih akurat terhadap populasi, demikian juga variabilitas atau kekeliruan dapat diestimasi dan uji signifikansi statistik
juga menunjukan
probabilitas hasil dengan mempertimbangkan kekeliruan pengambilan sampel (Sampling Error ).
Pengambilan Sampel secara Sistimatis
Systematic Sampling merupakan Alternatif lain pengambilan sampel yang sangat bermanfaat untuk pengambilan sampel dari populasi yang sangat besar. Pengambilan sampel secara sistematis adalah suatu metode dimana hanya unsur pertama dari sampel yang dipilih secara acak, sedang unsur-unsur selanjutnya dipilih secara sistematis menurut suatu pola tertentu. Sebagai contoh Kepala Dinas Pendidikan ingin mengetahui bagaimana Motivasi Kerja Kepala Sekolah di Kabupaten Kuningan yang berjumlah 1000 orang dan akan mengambil sempel 100 orang Kepala sekolah, kemudian Nama-nama Kepala Sekolah disusun secara alpabetis, lalu dipilih sampel per sepuluh Kepala Sekolah, untuk itu disusun nomor dari 1 sampai 10, lalu diundi untuk memilih satu angka, jika angka lima yang keluar, maka sampelnya adalah nomor 5, 15, 25, 35, dan seterusnya sampai diperoleh jumlah sampel yang dikehendaki. Dalam pengambilan sampel secara sistematis dikenal dua istilah yaitu interval pengambilan sampel (Sampling intervals), yaitu perbandingan antara populasi dengan sampel yang diinginkan, dan proporsi pengambilan sampel ( sampling Fraction/Sampling Ratio) yaitu perbandingan antara ukuran sampel dengan populasi. Dari contoh di atas Sampling intervalnya adalah 1000 : 100 = 10, dan sampling rationya adalah 100 : 1000 = 0,1. Contoh tersebut juga dapat disebut sebagai Systematic Sampling with random start, dimana awal penentuan sampel dilakukan secara acak, baru sesudah itu dilakukan langkah-langkah sistematis sesuai dengan prosedurnya. Cara pengambilan sampel seperti ini menurut Jack R. Fraenkel dan Norman E Wallen bisa dikategorikan sebagai random sampling jika daftar populasi disusun secara random dan sampel diambil dari daftar tersebut.
Pengambilan Sampel berstrata (Stratified Sampling)
Pengambilan sampel berstrata
merupakan teknik pengambilan sampel
dimana populasi dikelompokan dalam strata tertentu, kemudian diambil sampel secara random dengan proporsi yang seimbang sesuai dengan posisinya dalam populasi. Sebagai contoh : seorang Kepala Sekolah ingin mengetahui tanggapan
Siswa tentang pelaksanaan program Keterampilan. Jumlah Siswa sebanyak 2000 orang dengan komposisi kelas 3 sebanyak 600 siswa, kelas 2 sebanyak 400 siswa dan kelas 1 sebanyak 1000 siswa, besarnya sampel yang akan diambil adalah 200 orang, jika stratanya berdasarkan Kelas maka langkah yang harus dilakukan adalah :
a. Tetapkan proporsi strata dari populasi hasilnya kelas 3 sebesar 30%, Kelas 2 sebesar 20% dan kelas 1 sebesar 50%.
b. Hitung besarnya sampel untuk masing-masing strata, hasilnya kelas 3 sebanyak 60 siswa, kelas 2 sebanyak 40 siswa dan kelas 1 sebanyak 100 siswa
c. Kemudian pilih anggota sampel untuk masing-masing strata secara acak (random sample). Cara lain penentuan sampel berstrata adalah menentukan dulu proporsi sampel atas populasi, dalam kasus di atas proporsinya adalah 10 % kemudian proporsi ini dikalikan jumlah siswa pada tiap strata dan hasilnya akan sama dengan cara diatas. Sesudah langkah tersebut dilakukan baru instrumen penelitian disebarkan kepada anggota sampel yang sudah terpilih. Apabila jumlah sampel disamakan untuk tiap strata, cara itu disebut penarikan sampel strata tidak proporsional ( Disproportional Stratified Sampling ), sedangkan jika disesuaikan dengan proporsi strata dalam populasi disebut pengambilan sampel strata proporsional ( Proportional Stratified Sampling )
Pengambilan sampel Kelompok (Cluster Sampling)
Cluster Sampling adalah teknik pengambilan sampel dimana pemilihannya mengacu pada kelompok bukan pada individu. Cara seperti ini baik sekali untuk dilakukan apabila tidak terdapat atau sulit menentukan/menemukan
kerangka
sampel, meski dapat juga dilakukan pada populasi yang kerangka sampelnya sudah ada. Sebagai contoh : Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Kuningan ingin mengetahui bagaimana Sikap Guru SLTP terhadap Kebijakan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), besarnya sampel adalah 300 orang, kemudian
ditentukan Clusternya, misalnya sekolah, Jumlah SLTP sebanyak 66 Sekolah dengan rata-rata jumlah Guru 50 orang, maka jumlah cluster yang diambil adalah 300 : 50 = 6, kemudian dipilih secara acak enam Sekolah dan dari enam sekolah ini dipilih secara acak 50 orang Guru sebagai anggota sampel. Pengambilan sampel dengan cara yang sudah disebutkan di atas umumnya dilakukan pada populasi yang bersifat terbatas (Finit), sementara itu untuk Populasi yang jumlah dan identitas anggota populasinya tidak diketahui (Infinit) pengambilan sampel biasanya dilakukan secara tidak acak ( Non random Sampling ). Adapun yang termasuk pada cara ini adalah : 1. Quota Sampling : yaitu penarikan sampel yang hanya menekankan pada jumlah sampel yang harus dipenuhi. 2. Purposive Sampling : pengambilan sampel hanya pada individu yang didasarkan pada pertimbangan dan karakteristik tertentu. 3. Accidental Sampling : pengambilan sampel dengan jalan mengambil individu siapa saja yang dapat dijangkau atau ditemui.
Menentukan Besarnya Sampel ( Sample Size )
Besarnya sampel sebaiknya sebanyak mungkin; semakin besar sampel yang diambil umumnya akan semakin representatif dari populasinya dan hasil penelitian lebih dapat digeneralisasikan. Masalah besarnya sampel merupakan hal yang sulit untuk dijawab sebab terkadang dipengaruhi oleh dana yang tersedia untuk melakukan penelitian. Namun demikian hal yang penting untuk diperhatikan adalah terdapatnya alasan yang logis untuk pemilihan teknik sampling serta besarnya sampel dilihat dari sudut metodologi Penelitian. Dilihat dari substansi tujuan penarikan sampel yakni untuk memperoleh representasi populasi yang tepat, maka besarnya sampel yang akan diambil perlu mempertimbangkan
karakteristik
populasi
serta
kemampuan
estimasi.
Pertimbangan karakteristik populasi akan menentukan teknik pengambilan sampel, ini dimaksudkan untuk mengurangi atau menghilangkan bias, sementara kemampuan estimasi berkaitan dengan presisi dalam mengestimasi populasi dari
sampel serta bagaimana sampel dapat digeneralisasikan atas populasinya, upaya untuk mencapai presisi yang lebih baik memerlukan penambahan sampel, seberapa besar sampel serta penambahannya akan tergantung pada variasi dalam kelompok, tingkat kesalahan yang ditoleransi serta tingkat kepercayaan. Menurut Pamela L. Alreck dan Robert B. Seetle dalam bukunya The Survey Research Handbook untuk Populasi yang besar, sampel minimum kira-kira 100 responden dan sampel maksimumnya adalah 1000 responden atau 10% dengan kisaran angka minimum dan maksimum, secara lebih rinci Jack E. Fraenkel dan Norman E. Wallen menyatakan (meskipun bukan ketentuan mutlak) bahwa minimum sampel adalah 100 untuk studi deskriptif , 50 untuk studi korelasional , 30 per kelompok untuk studi kausal komparatif. L.R Gay dalam bukunya Educational Research menyatakan bahwa untuk riset deskriptif besarnya sampel 10% dari populasi, riset korelasi 30 subjek, riset kausal komparatif 30 subjek per kelompok, dan riset eksperimental 50 subjek per kelompok. Sementara itu Krejcie dan Morgan menyusun ukuran besarnya sampel dalam bentuk tabel sebagai berikut : Tabel 2.1 Besarnya Sampel menurut besarnya Populasi Populasi
Sampel
Populasi
Sampel
Populasi
Sampel
5
5
220
140
1200
291
10
10
230
144
1300
297
15
14
240
148
1400
302
20
19
250
152
1500
306
25
24
260
155
1600
310
30
28
270
159
1700
313
35
32
280
162
1800
317
40
36
290
165
1900
320
45
40
300
169
2000
322
50
44
320
175
2200
327
55
48
340
181
2400
331
60
52
360
186
2600
335
65
56
380
191
2800
338
70
59
400
192
3000
341
75
63
420
196
3500
346
80
66
440
201
4000
351
85
70
460
205
4500
354
90
73
480
210
5000
357
95
76
484
214
6000
361
100
80
500
217
7000
364
110
86
550
226
8000
367
120
92
600
234
9000
368
130
97
650
242
10000
370
140
103
700
248
15000
375
150
108
750
254
20000
377
160
113
800
260
30000
379
170
118
850
265
40000
380
180
123
900
269
50000
381
190
127
950
274
75000
382
200
132
1000
278
100000
382
210
136
1100
285
1000000
384
Dikutif dari Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan, (Sumanto 1995)
Kesalahan Pengambilan Sampel (Sampli ng Err or )
Secara umum peneliti harus dapat memperoleh besarnya sampel minimum yang diperlukan agar dapat merepresentasikan populasi secara akurat, namun disadari bahwa sampel bukanlah populasi sehingga kemungkinan melakukan kesalahan dapat saja terjadi. Oleh karena itu peneliti harus memandang hasil dari sampel bukanlah hasil yang pasti, tapi sebatas estimasi. Kesalahan pengambilan sampel terjadi apabila sampel yang diproleh tidak/kurang akurat dalam merepresentasikan populasi, masalahnya berapa besar kesalahan sampling yang ditoleransi agar generalisasi dari suatu penelitian sampel dapat diandalkan Sebagaimana telah diketahui bahwa besarnya sampel yang diperlukan agar dapat merepresentasikan populasi tidak hanya tergantung pada ukuran besarnya populasi tapi juga pada heterogenitas variansi variabel dalam populasi. Semakin besar populasi, semakin besar sampel yang diperlukan, demikian juga semakin heterogen variabel dalam populasi semakin besar sampel yang diperlukan dalam penelitian. Teori pengambilan sampel (Sampling Theory) menyatakan bahwa jika banyak sampel (dengan jumlah tertentu) diambil dari suatu populasi, maka sebagian besar Mean sampel akan berada dekat dengan Mean populasi , dan hanya sedikit saja yang berada jauh dari mean populasi , hal ini berarti bahwa jika sampel diambil secara tepat, maka penyimpulan atas sampel akan mendekati (akibat sampling error ) penyimpulan atas populasi. Dari suatu populasi dapat digambarkan suatu distribusi sampel Mean (Sampling distribution), dan menurut Teorema batas pusat (Central limit Theorem) mean-mean dari sampel akan berdistribusi normal diseputar mean populasi serta mean dari mean semua sampel
akan sama dengan nilai mean
populasi. Namun demikian kemungkinan melakukan kekeliruan tetap saja ada, dan untuk menghitung/mengetahui kekeliruan tersebut pertama-tama perlu dilihat dulu bagaimana variasi dalam suatu populasi, akan tetapi karena variasi populasi secara empirik tidak diketahui, maka yang dapat digunakan adalah nilai variasi
sampel, adapun ukuran-ukuran untuk mengetahui variasi suatu data penelitian yang biasa dipergunakan adalah Mean Deviasi (X – X ), Varians (X – X )2/N), dan Standar Deviasi yaitu akar pangkat dua dari Variance (
(X – X )2 / N
).
Sebelum mengetahui nilai kesalahan pengambilan sampel terlebih dahulu perlu diketahui Standard Error, dan ukuran variasi Standard Deviasi merupakan ukuran yang baik untuk mengetahui rata-rata penyimpangan, adapun perhitungan Standard Error adalah jumlah sampel ( SD :
rumus
Standar Deviasi dibagi akar pangkat dua
N (jumlah sampel) ), standar deviasi (SD) yang digunakan
dalam rumus tersebut mestinya SD populasi, tapi karena yang diteliti adalah sampel, maka SD sampel yang dipergunakan dengan asumsi SD sampel sama dengan SD populasi. Standar Error merupakan estimasi terbaik bagi Sampling Error ; semakin kecil Standar deviasi,dan semakin besar jumlah sampel maka semakin kecil Standard Error , yang berarti semakin kecil Sampling error, karena Kesalahan penarikan sampel merupakan perkalian antara Standard error dengan nilai z pada tingkat kepercayaan tertentu ( 95% = 1,96; 99% = 2,58).
BAB III KESIMPULAN
random sampling adalah cara pengambilan sampel yang memberikan kesempatan yang sama untuk diambil kepada setiap elemen populasi. Artinya jika elemen populasinya ada 100 dan yang akan dijadikan sampel adalah 25, maka setiap elemen tersebut mempunyai kemungkinan 25/100 untuk bisa dipilih menjadi sampel.kumpulan objek penelitian disebut populasi.
nonrandom sampling atau nonprobability sampling , setiap elemen populasi tidak mempunyai kemungkinan yang sama untuk dijadikan sampel. Lima elemen populasi dipilih sebagai sampel karena letaknya dekat dengan rumah peneliti, sedangkan yang lainnya, karena jauh, tidak dipilih; artinya kemungkinannya 0 (nol).
Pada sampel acak (random sampling) dikenal dengan istilah simple random sampling, stratified random sampling, cluster sampling, systematic sampling, dan area sampling.
Pada non probability sampling dikenal beberapa teknik, antara lain adalah convenience sampling, purposive sampling, quota sampling, snowball sampling
DAFTAR PUSTAKA
Sudijono, Anas. 2007. Pengantar Statistik Pendidikan. Rajawali Pers : Jakarta
Sudjana. 2005. Metoda StatistikEdisi Ke 6 . Tarsito : Bandung
Sugiyonno,DR. 2002. Statistik Untuk Penelitian. Alfabeta: Bandung
Agung, I Gusti Ngurah. 1998. Metode Penelitian Sosial 1 & 2. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Cochran, William. G. 1991. Teknik Pengambilan Sampel-Edisi Ketiga. Jakarta: UI Press.
Fuchran, Arief. A. 2007. Pengantar Penelitian Dal am Pendidikan. Malang: Pustaka Pelajar